Saturday, April 30, 2011

Thought for the Day - 30th April 2011 (Saturday)

When God assumes human form and is behind you, before you and beside you, speaking to you and moving with you, and allowing you to cultivate attachment of various kinds with Him, you do not recognise Him. We should not be misled into the belief that He is just human and nothing more. We generally forget the Truth. The Divine proclaims, "I am not a mass of flesh and blood; I am not a bundle of desires, which the mind is, I am not the heap of delusion which the imagination is; I am the Paramaathma (Supreme Soul), the Origin and the End." I am the urge within you, the knowledge that you seek as a result of the urge, of your own self.

Ketika Tuhan mengambil Wujud sebagai manusia dan berada di belakangmu, di depanmu dan di sebelahmu, berbicara denganmu dan berjalan denganmu, dan memungkinkan engkau untuk mengembangkan berbagai jenis kemelekatan (keterikatan) dengan-Nya, engkau tidak mengenal-Nya. Kita tidak boleh disesatkan dalam kepercayaan bahwa Beliau hanyalah manusia dan tidak lebih. Kita umumnya melupakan Kebenaran. Tuhan mengatakan, "Aku bukanlah merupakan kumpulan daging dan darah; Aku bukanlah kumpulan keinginan seperti yang engkau pikirkan, Aku bukanlah kumpulan khayalan seperti yang engkau bayangkan; Akulah Paramaathma (jiwa Agung), yang merupakan Asal dan Akhir. "Aku mendorongmu, pengetahuan itu yang membuatmu mencari sebagai hasil dari dorongan tersebut, melakukan pencarian ke dalam dirimu sendiri.

-BABA

Thought for the Day - 29th April 2011 (Friday)

For the bird in mid-ocean, flying over the deep, blue waters, the only resting place is the mast of a ship sailing in those waters. In the same way, the Lord is the only refuge for the man who is tossed about in the stormy seas of this world. However far the bird may fly, it knows where it can find rest; that knowledge gives it confidence. The Name of the Lord is like that mast; remember it always, associate it with the Form and have that Form fixed in the mind's eye. It is a lamp shedding light in the recesses of your heart. Have the Name on the tongue and it will drive away the inner darkness as well as the outer.

Bagi burung yang terbang di tengah laut, terbang di atas kedalaman perairan laut biru, satu-satunya tempat beristirahat adalah tiang dari sebuah kapal yang berlayar di perairan tersebut. Dengan cara yang sama, Tuhan adalah satu-satunya perlindungan bagi orang yang dilemparkan di laut badai dunia ini. Namun seberapa jauh-pun burung bisa terbang, burung itu mengetahui di mana ia dapat menemukan tempat beristirahat; pengetahuan yang memberikannya suatu keyakinan. Nama Tuhan dapat diibaratkan seperti tiang tersebut; ingatlah selalu hal ini, hubungkan dengan Wujud Tuhan dan milikilah Wujud Tuhan yang tetap dalam mata pikiran. Ini adalah lampu yang memancarkan cahaya di relung hatimu. Milikilah Nama Tuhan pada lidah dan hal tersebut akan dapat mengusir kegelapan, baik kegelapan yang berasal dari luar diri maupun kegelapan batin.

-BABA

Wednesday, April 27, 2011

Thought for the Day - 28th April 2011 (Thursday)

All that you see is the reflection of what is inside you. If you call a person bad, it is the bad in you being reflected in him. It has got nothing to do with him. Good and bad are but reflections of your inner being. Never consider them as separate from you. Good thoughts are the source of good vibrations. If your inner being is full of love, the same principle of love will find manifestation in your speech and actions. When you have sacred thoughts, you will become a divine person.

Semua yang engkau lihat merupakan refleksi (cerminan) dari apa yang ada di dalam dirimu. Jika engkau menyebut seseorang buruk, itu adalah keburukan yang ada dalam dirimu yang direfleksikan dalam dirinya. Hal ini tidak ada hubungannya dengan dia. Baik dan buruk hanyalah merupakan refleksi dari batinmu. Jangan pernah menganggap mereka terpisah darimu. Pikiran yang baik merupakan sumber vibrasi (getaran) yang baik. Jika batinmu penuh dengan cinta-kasih, prinsip yang sama yaitu cinta-kasih akan terwujud dalam kata-katamu dan tindakanmu. Bila engkau memiliki pikiran yang suci, engkau akan menjadi pribadi ilahi.

-BABA

Thought for the Day - 27th April 2011 (Wednesday)

Bhakthi Yoga (the spiritual path of devotion) teaches people the path of Love - to love with a view to gain profit and to love all, as you love yourselves. No harm can come to you then. It will only spread joy and happiness to all. God is present in all beings as love. They all endeavour to merge their Love with the Ocean of Love that God is. Wherever Love is evident, take it that it is God’s own Love. God is the greatest Lover of mankind. Therefore, when anyone decides to serve man whom He loves, God showers Grace in plenty. When the human heart melts at the suffering of others and expands as a result of that sympathy, believe that God is present there. That is the sign of the validity of the path of devotion, the Bhakthi Yoga.

Bhakthi Yoga (jalan bhakti/ pengabdian) mengajarkan orang-orang jalan Cinta-Kasih untuk mengasihi dengan pandangan untuk mengasihi semuanya, seperti engkau mengasihi dirimu sendiri. Kemudian, tidak seorangpun akan menyakitimu. Cinta-kasih ini hanya akan menyebarkan sukacita dan kebahagiaan bagi semuanya. Tuhan ada dalam semua makhluk sebagai cinta-kasih. Mereka semua berusaha untuk menyatukan Cinta-kasih mereka dengan Lautan Kasih yaitu Tuhan itu sendiri. Dimanapun Cinta-kasih nampak dengan jelas, ambillah karena itu sendiri merupakan kasih Tuhan. Tuhan merupakan Kekasih terbesar umat manusia. Karena itu, ketika seseorang memutuskan untuk melayani manusia yang Dia kasihi, ia akan dianugerahkan kasih yang berlimpah. Ketika hati manusia meleleh pada penderitaan orang lain dan berkembang menjadi rasa simpati, percayalah bahwa Tuhan ada di sana. Itulah tanda validitas (kebenaran) jalan pengabdian, yaitu Bhakthi Yoga.

-BABA

Thought for the Day - 26th April 2011 (Tuesday)

The sea of life (samsara), turbulent with the waves of joy and misery, can be crossed only by those who have an unflinching desire for the essence of bliss; the rest will be submerged. The capacity to overcome the qualities (gunas) of nature (prakriti) is not inherent in everyone; it comes to one with the grace of the Lord. And that grace is to be won by repetition of the divine name and meditation. This must first be clearly understood: it is impossible for everyone to control the tendencies of nature; the power is possessed only by those who have nature in their grip and whose commands nature obeys.

Lautan kehidupan (samsara), bergolak dengan gelombang sukacita dan penderitaan, hanya bisa dilewati oleh mereka yang memiliki keinginan yang gigih untuk mendapatkan inti kebahagiaan sejati, sementara sisanya akan tenggelam. Kemampuan untuk mengatasi sifat (Gunas) alam (Prakriti) bukanlah melekat dalam diri setiap orang; ia datang karena berkat Tuhan. Dan berkat Tuhan tersebut akan dicapai dengan pengulangan Nama Tuhan dan meditasi. Yang pertama kali harus dipahami adalah: tidaklah mungkin bagi setiap orang untuk mengontrol kecenderungan alam; kemampuan yang hanya dimiliki oleh mereka yang memiliki alam dalam genggaman mereka dan yang mematuhi perintah alam.

-BABA

Monday, April 25, 2011

Thought for the Day - 25th April 2011 (Monday)

Just as soap is necessary to make this external body clean, repetition of the divine name, meditation, and remembrance (smarana) are needed to cleanse the interior mind. Just as food and drink are needed to keep the body strong, contemplation of the Lord and meditation on the Atma (Soul) are needed to strengthen the mind. Without this food and drink, the mind will just stumble this way and that. When the waves of desire agitate the waters of the mind, how can one see the base, the Atma? So, clean the mind with contemplation of the Lord. Feed it with meditation on the Atma. Only meditation and spiritual practice (sadhana) can clean the depths of the mind and give it strength. Without purity and strength, the Atma recedes into the distance and peace flees.

Sama seperti sabun yang diperlukan untuk membuat badan (fisik) kita bersih, pengulangan Nama Tuhan, meditasi, dan smarana diperlukan untuk membersihkan pikiran bagian dalam. Sama seperti makanan dan minuman yang diperlukan untuk menjaga tubuh agar kuat, kontemplasi (merenungkan) Tuhan dan meditasi pada Atma (Jiwa) diperlukan untuk memperkuat pikiran. Tanpa makanan dan minuman, pikiran hanya akan tersandung di jalan ini dan itu. Ketika gelombang keinginan mengganggu perairan pikiran, bagaimana seseorang bisa melihat dasar, yaitu Atma? Jadi, bersihkan pikiran dengan kontemplasi pada Tuhan. Berikan makanan dengan meditasi pada Atma. Hanya meditasi dan latihan spiritual (sadhana) dapat membersihkan kedalaman pikiran dan memberikan kekuatan. Tanpa kesucian dan kekuatan, Atma akan menjauh dari kedamaian.

-BABA

Sunday, April 24, 2011

Thought for the Day - 24th April 2011 (Sunday)

Some people object that Karma Yoga (the spiritual discipline of action) involves too much physical strain. They say “I sought only to do good to them, but they ignored my desire and tried to injure me.” Such disappointment makes one lose interest in activity. One wants to do good hoping to derive joy therefrom and distribute joy. When such joy does not arise, despair sets in. But the lesson that Karma Yoga teaches is—do the Karma, as Karma, for the sake of the Karma. Why does the Karma Yogi fill his hands with work? That is his real nature. He feels that he is happy, while doing work. That is all. He does not bargain for results. He is not urged by any calculation. He gives, but never receives. He knows no grief, no disappointment; for he has not hoped for any benefit.

Beberapa orang menyatakan bahwa Karma Yoga (disiplin spiritual yang didasari atas tindakan) melibatkan terlalu banyak ketegangan fisik. Mereka berkata "Aku telah meminta untuk berbuat baik kepada mereka, tetapi mereka mengabaikan permintaanku dan mencoba melukai-ku." Kekecewaan seperti itu membuat seseorang kehilangan minat dalam aktivitasnya. Seseorang yang hendak berbuat baik mengharapkan untuk mendapatkan kebahagiaan dan mendistribusikan kebahagiaan tersebut. Ketika kebahagiaan tersebut tidak muncul, maka timbullah keputus-asaan. Tetapi pelajaran dari Karma Yoga mengajarkan bahwa - lakukan Karma, sebagai Karma, demi Karma. Mengapa Karma Yogi memenuhi tangannya dengan pekerjaan? Itulah sifat sejatinya. Dia merasakan kebahagiaan, saat melakukan pekerjaan. Dia tidak melakukan tawar-menawar untuk mendapatkan hasil, serta tidak didorong oleh perhitungan apapun. Dia memberi, tetapi tidak pernah menerima. Dia tidak mengenal kesedihan, tidak mengenal kekecewaan; karena ia tidak mengharapkan keuntungan apapun.

-BABA

Saturday, April 23, 2011

Thought for the Day - 23rd April 2011 (Saturday)

"Yoga" means “Union”. In India, where yoga is flowing in the veins of everyone since ages, people must strive for harmonious coexistence of many faiths and beliefs, which is the ideal type of Universal Religion. Those who can heroically put their faith into daily living can accomplish this “togetherness” in the human community. Togetherness or Union can be established between one’s outer behaviour and inner nature. The Sadhaka (aspirant for spiritual progress), intent on the path of Prema, must strive for Union between himself and the embodiment of Prema, namely, God.

"Yoga" berarti "Penyatuan". Di India, di mana yoga mengalir dalam pembuluh darah setiap orang sejak jaman dahulu, orang-orang harus berusaha untuk hidup berdampingan secara harmonis dengan banyak agama dan kepercayaan, yang merupakan tipe ideal Agama Universal. Mereka yang dengan heroik dapat menempatkan keyakinan mereka dalam kehidupan sehari-hari dapat menyelesaikan "kebersamaan" ini dalam masyarakat. Kebersamaan atau penyatuan dapat dibangun diantara perilaku luar seseorang dengan batinnya. Sadhaka (para pencari kebenaran/ spiritual untuk menuju kemajuan spiritual), yang sungguh-sungguh di jalan Prema, harus berusaha keras untuk penyatuan antara dirinya dengan perwujudan dari Prema, yaitu, Tuhan.

-BABA

Thought for the Day - 22nd April 2011 (Friday)

The spiritual aspirant must not give way to any dispiritedness, despondency, or feeling of failure or doubt. The aspirant must be patient and bear events with fortitude. Hence, the aspirant must develop within himself enthusiasm, faith, and joy. Keeping the ultimate result of the effort constantly in view, the aspirant must boldly confront all difficulties and temptations. Since difficulties are but short-lived and weak, with a little patience, they can be overcome with ease. If the aspirant is not vigilant and patient, all the success achieved up to that point will melt away in an unguarded moment.

Para pencari spiritual tidak boleh memberi jalan pada kemurungan, kesedihan, atau perasaan gagal atau ragu-ragu. Mereka harus menghadapi setiap kejadian dengan kesabaran dan ketabahan. Oleh karena itu, para pencari spiritual harus mengembangkan dalam dirinya semangat, keyakinan, dan kebahagiaan. Para pencari spiritual harus berani menghadapi semua kesulitan dan godaan, dan menjaga hasil akhir (pencapaian spiritual) yang telah dilakukan secara terus-menerus. Kesulitan hanyalah berumur pendek dan lemah, dengan sedikit kesabaran, mereka bisa diatasi dengan mudah. Jika pencari spiritual tidak waspada dan tidak sabar, semua keberhasilan yang dicapai sampai saat itu akan mencair pada saat yang lengah.

-BABA

Thursday, April 21, 2011

Thought for the Day - 21st April 2011

When people approach us, fanatical in their beliefs about God we must welcome them with a smile, eager and yearning, filled with devotion to God. When someone who is passionate about his work approaches us we must share with him our skill and strength and join with him in work. By this means it is possible to bring harmony between followers of various faiths and philosophic thoughts. It will bring together various schools of thought and belief. How wonderful it would be if this kind of harmony and harmonious co-operation becomes more prevalent. How happy the world would be if everyone comprehends that his/her viewpoint can at best be only the partial truth and that it requires the harmonious commingling of many other facets to arrive at the whole truth.

Ketika orang-orang mendekati kita, fanatik dalam keyakinan mereka tentang Tuhan, kita harus menyambut mereka dengan senyum, perhatian dan kerinduan, dengan hati yang dipenuhi dengan pengabdian (bhakti) padaTuhan. Ketika seseorang yang menginginkan pekerjaannya mendekati kita, kita harus berbagi dengannya, keahlian kita dan kemampuan kita dan bergabung dengannya dalam pekerjaannya tersebut. Dengan ini berarti ada kemungkinan untuk membuat suatu harmoni antara penganut berbagai kepercayaan dan filosofis. Hal ini akan membuat munculnya berbagai tempat untuk mempelajari berbagai filosofi dan kepercayaan. Betapa indahnya jika keselarasan dan harmoni semacam ini diperluas. Bagaimana indahnya dunia jika semua orang memahami bahwa sudut pandang terbaiknya yang hanya kebenaran parsial dan bahwa hal itu memerlukan berbagai pergaulan dengan orang lain untuk sampai pada seluruh kebenaran.

-BABA

Wednesday, April 20, 2011

Thought for the Day - 20th April 2011

Man suffers from two kinds of ills, physical and mental. One peculiar fact about these two types of illnesses is that cultivation of virtue cures both. An attitude of generosity, of fortitude in the presence of sorrow and loss, a spirit of enthusiasm to do good and to be of service to the best of one's capacity, these build up the mind as well as the body. The joy derived from service reacts on the body and makes you free from disease. Thus, the body and the mind are closely interrelated.

Manusia menderita dua macam penyakit, yaitu fisik dan mental. Suatu fakta yang istimewa tentang dua jenis penyakit tersebut adalah bahwa dengan mengembangkan kebajikan dapat menyembuhkan kedua penyakit tersebut. Kemurahan hati, ketabahan dalam menghadapi kesedihan dan kehilangan, semangat antusiasme untuk berbuat baik dan untuk melayani orang lain dengan kemampuan terbaik yang ia miliki, semuanya ini dapat memperkuat pikiran dan badan. Sukacita yang diperoleh dari melakukan pelayanan bereaksi pada badan dan membuatmu terbebas dari penyakit. Jadi, badan dan pikiran berhubungan erat.

-BABA

Tuesday, April 19, 2011

Thought for the Day - 19th April 2011 (Tuesday)

Those who assert that the Universe is real, but declare at the same time that the existence of God is but a dream, are only proving themselves ignorant. For when the effect, namely, the Cosmos is real, it must have a Cause, for how can there be an effect with no cause? God can be denied only when the Universe is denied. What now appears as the Cosmos is really God. This is the vision that the true aspirant (Sadhaka) will get when he succeeds in his endeavour. As a matter of fact, the Universe we experience is the dream. When we awake from the dream, the Truth of its being God will shine in the consciousness. From the beginning of time, the God whom we posit outside ourselves has been the reality inside us also. This Truth too will become steady with growing faith.

Mereka yang menyatakan bahwa Alam semesta adalah nyata, tetapi pada saat yang sama menyatakan bahwa keberadaan Tuhan hanyalah mimpi, hanya membuktikan bahwa diri mereka bodoh. Karena ketika efek, yaitu Cosmos (Alam semesta) adalah nyata, ia harus memiliki Sebab, karena bagaimana bisa ada efek (pengaruh) dengan tidak ada sebab? Tuhan dapat disangkal hanya ketika alam semesta juga disangkal. Apa yang sekarang muncul sebagai Cosmos (Alam semesta) benar-benar adalah Tuhan. Ini adalah pandangan bahwa para pencari kebenaran (Sadhaka) akan mencapai keberhasilan jika ia melakukan usaha. Kenyataannya, Alam semesta kita alami sebagai mimpi. Ketika kita terjaga dari mimpi, Kebenaran yaitu Tuhan akan bersinar dalam kesadaran kita. Dari awal waktu, Tuhan yang kita tempatkan di luar diri kita ternyata telah berada di dalam diri kita. Kebenaran ini juga akan menjadi mantap dengan bertambahnya keyakinan.

-BABA

Thought for the Day - 18th April 2011 (Monday)

When you see faults in anyone, you must restrict your conclusions to that there are deficiencies in his/her behaviour - that is all. Do not conclude that there is no Divine Atma (soul) in them. As a result of the company they keep or the shortcomings of the society in which they grew such faults have taken root in them. They are not native to their nature, which is Atmic. Attempt to provide them with good company and conducive surroundings and persuade them to live therein. On no account should you condemn them and keep yourself aloof from them.

Bila engkau melihat kesalahan pada siapa saja, engkau harus membatasi kesimpulanmu bahwa ada kekurangan dalam perilaku mereka. Janganlah menyimpulkan bahwa tidak ada Atma (jiwa) di dalam diri mereka. Sebagai akibat dari pergaulan di tempat tersebut atau kekurangan dari masyarakat di mana mereka tumbuh, kesalahan tersebut telah berakar di dalam diri mereka. Itu bukanlah sifat sejati mereka, yaitu Atma. Cobalah untuk memberikan kepada mereka pergaulan yang baik dan lingkungan yang kondusif dan mengajak mereka untuk hidup di dalamnya. Sebaiknya engkau tidak menyalahkan mereka dan menjauhkan diri dari mereka.

-BABA

Sunday, April 17, 2011

Thought for the Day - 17th April 2011 (Sunday)

Every man aspires for happiness and wants to avoid sorrow. But in this world, truth and untruth, righteousness and unrighteousness, joy and sorrow pass and change with time. Man should have faith in the ultimate principle out of which both good and evil arise. True man is the one who treats pain and pleasure equally. You should trust the Divine and experience His love in your hearts. In this world, the gain from sorrow is more than that out of happiness. The saints and sages of yore, who have become immortal in history, aspired for hardships rather than happiness. The joy that arises out of overcoming hardships is more lasting than that gained from happiness. Hence, we should not be averse to sorrow nor should we look for happiness alone.

Setiap orang menginginkan untuk mendapatkan kebahagiaan dan ingin menghindari kesedihan. Tetapi di dunia ini, kebenaran dan ketidakbenaran, kebajikan dan ketidak-bajikan, sukacita dan kesedihan berlalu dan berubah seiring dengan waktu. Manusia harus memiliki keyakinan dengan suatu prinsip bahwa kedua-duanya yaitu kebaikan dan keburukan selalu ada. Manusia sejati adalah ia yang memperlakukan kesedihan dan kebahagiaan dengan sama. Engkau harus mempercayai Tuhan dan mengalami kasih-Nya dalam hatimu. Di dunia ini, mendapatkan kesedihan lebih banyak daripada mendapatkan kebahagiaan. Orang-orang suci dan orang-orang bijak dahulu kala, yang telah abadi dalam sejarah, menginginkan untuk mendapatkan penderitaan daripada kebahagiaan. Sukacita yang timbul dari mengatasi kesulitan akan dirasakan lebih lama daripada sukacita yang diperoleh dari kebahagiaan. Oleh karena itu, kesedihan tidak bisa ditolak, demikian pula kebahagiaan tidak bisa dicari.

-BABA

Saturday, April 16, 2011

Thought for the Day - 16th April 2011 (Saturday)

Consider how you dream in your sleep – dreams do not arise from somewhere outside you nor do the varied images and activities disappear into some place outside you. They arise in you and disappear into you. While dreaming, you consider the events and persons as real, and you experience as realistically as in the waking stage, the feelings of grief, delight, fear, anxiety, and joy. You do not dismiss them at the time as illusory. The Cosmos is the dream of God. It arises in Him and merges in Him. It is the product of His Mind. The cycles of birth and death are all fanciful weavings of Maya, illusory agitations and unreal appearances. Those who have experienced this highest wisdom can attain oneness with the Divine, here and now.

Seperti halnya mimpi dalam tidurmu - mimpi tidak berasal dari tempat lain di luar dirimu, begitu juga beraneka ragam gambar dan aktivitas dalam mimpi tidak menghilang ke tempat lain di luar dirimu. Semuanya itu muncul dari dirimu dan menghilang dalam dirimu. Saat bermimpi, engkau menganggap peristiwa dan orang-orang yang ada dalam mimpimu sebagai sesuatu yang nyata, dan engkau mengalami secara realistis pada saat engkau terbangun, perasaan duka, gembira, takut, gelisah, dan sukacita. Engkau tidak menghentikan mereka pada saat itu sebagai ilusi. Cosmos (Alam semesta) adalah mimpi dari Tuhan. Ia muncul dalam Diri-Nya dan menyatu di dalam Diri-Nya. Alam semesta berasal dari Pikiran-Nya. Siklus kelahiran dan kematian semuanya merupakan jalinan Maya yang fantastis. Mereka yang telah mengalami kebijaksanaan tertinggi ini dapat mencapai kesatuan dengan Tuhan, saat ini juga.

-BABA