Tuesday, August 26, 2025

Thought for the Day - 26th August 2025 (Tuesday)

Every human being is the embodiment of the Atma. But because of Dehabhimana (identification with the body), he forgets the principle of the atma. When you give up Dehabhimana and develop Atmabhimana (identification with the Self), you will experience bliss. There are three types of beings in this world. Some beings can live only in water, some others can live only on earth, and there are some others which can live both on earth as well as in water. Similarly, there are some noble souls who spend all their time in the constant contemplation of God. There are some others who lead a worldly life but once in a while think about spiritual matters. Their life is like a two-horse race. They have one leg in the world and the other in spirituality. There is a third category of people who lead a totally worldly life and have no spiritual inclination whatsoever. Because they are afflicted by the cold of ignorance, they cannot even smell the fragrance of spirituality. It is your great good fortune that you are blessed with human birth. It is not possible for everyone to attain human life in every birth. Human birth is like a precious diamond. But man is ready to barter it away for petty things which are like pieces of charcoal. One who knows the value of the diamond, will he use it like a paperweight on the table? No. One who knows its value will keep it safely in a steel almirah under lock and key.


- Divine Discourse, Sep 02, 1996

Human life is sacred, noble and fragrant with virtues. We are bartering away such a valuable human life for the charcoal of worldly possessions. 




Setiap manusia adalah perwujudan dari Atma. Namun karena Dehabhimana (identifikasi dengan tubuh), manusia lupa pada prinsip Atma. Ketika engkau melepaskan Dehabhimana dan mengembangkan Atmabhimana (identifikasi dengan Diri Sejati), engkau akan mengalami kebahagiaan. Ada tiga jenis makhluk di dunia ini. Beberapa makhluk hanya dapat hidup di dalam air, beberapa makhlu lainnya hanya bisa hidup di darat, dan ada beberapa makhluk lainnya dapat hidup di kedua tempat yaitu di air dan di darat. Sama halnya, ada beberapa jiwa-jiwa mulia yang menghabiskan seluruh waktunya dalam perenungan pada Tuhan secara terus menerus. Ada beberapa jiwa lainnya yang menjalani hidup duniawi namun sesekali memikirkan tentang hal spiritual. Hidup mereka adalah seperti pacuan dua kuda. Mereka menempatkan satu kaki di dunia dan satu kaki lagi di spiritual. Sedangkan kategori ketiga manusia yang menjalani hidup sepenuhnya pada duniawi dan tidak memiliki kecendrungan spiritual apapun. Karena mereka tersiksa oleh pilek ketidakthuan, mereka tidak bisa bahkan mencium aroma spiritualitas. Jadi, merupakan keberuntunganmu yang luar biasa dimana engkau diberkati dengan kelahiran sebagai manusia. Adalah tidak memungkinkan bagi siapapun untuk mendapatkan kelahiran sebagai manusia dalam setiap kelahiran. Kelahiran sebagai manusia adalah seperti permata yang berharga. Namun manusia siap dan rela menukarkannya dengan hal-hal sepele seperti arang hitam. Seseorang yang mengetahui nilai dari permata, apakah akan menggunakannya sebagai penindih kertas di atas meja? Tidak. Seseorang yang mengetahui nilainya akan menjaga permata ini dengan aman dalam lemari baja yang terkunci rapat.


- Divine Discourse, 02 September 1996

Hidup manusia adalah suci, mulia dan wangi dengan nilai-nilai kebajikan. Kita sedang menukar hidup manusia yang begitu berharga untuk arang berupa kepemilian duniawi.

Sunday, August 24, 2025

Thought for the Day - 24th August (Sunday)



Scientists, especially those belonging to the geological department, know this very well. When they prospect for gold, they find out the spot where gold is, then dig deep into the earth and find impure lumps of raw gold mixed with other elements. In this natural state, gold is found to be in the company of other impurities. At a later stage, they purify the impure mass and get pure gold from it. All natural laws will be like this. It is a natural law to answer calls of nature, to sleep, to feed, and so on. But by just following these laws of nature, we will not be able to go anywhere or reach any higher destinations. From the same heart, we find two emotions, one anger and the other mercy. Thus, we find it difficult to understand this nature, by which two contradicting emotions emanate from the same heart. Because the heart is the source of both good and evil, it is the bounden duty of students to understand how our ancestors were able to constantly focus their attention on good alone.


- Ch 21, Summer Showers 1972

You may read many Shastras or Puranas, but if you do not acquire the capacity to discriminate between right and wrong, all these things will become useless.


Para ilmuwan, khususnya yang bergerak di bidang geologi, sangat memahami hal ini. Ketika mereka mencari emas, mereka terlebih dahulu menemukan lokasi di mana emas itu berada, lalu menggali jauh ke dalam tanah dan menemukan emas mentah yang masih bercampur dengan berbagai unsur lain. Dalam keadaan alaminya, emas selalu ditemukan bersama dengan campuran lainnya yang tidak murni. Pada tahap berikutnya, campuran yang tidak murni itu dimurnikan hingga diperoleh emas yang benar-benar murni. Semua hukum alam bekerja dengan cara seperti ini. Ada panggilan alam untuk buang hajat, untuk tidur, untuk makan, dan seterusnya. Namun, dengan hanya mengikuti hukum-hukum alam tersebut, kita tidak akan sampai ke mana-mana, apalagi menuju tujuan yang lebih tinggi. Dari hati yang sama, kita menemukan dua emosi: yang satu adalah amarah, yang lain adalah belas kasih. Karena itu, sulit dipahami bahwa dari satu hati yang sama bisa muncul dua perasaan yang saling bertentangan. Karena hati adalah sumber kebaikan sekaligus keburukan, maka sudah menjadi kewajiban seorang pelajar untuk memahami bagaimana para leluhur mampu senantiasa mengarahkan perhatian mereka hanya pada hal-hal yang baik.


- Ch 21, Summer Showers 1972

Anda mungkin membaca banyak Shastra atau Purana, tetapi jika tidak memiliki kemampuan membedakan mana yang benar dan mana yang salah, semua itu akan menjadi sia-sia.

Friday, August 22, 2025

Thought for the Day - 22nd August 2025 (Friday)



Nature is not merely an embodiment of the five elements, nor is it an embodiment of the five life principles, or five sheaths, or five senses. Nature is the very embodiment of Divinity. Man is making every effort to attract and control this beautiful Nature. Plato described and taught that Nature is Truth, Goodness, and Beauty. However, where did this beauty and elegance come from? God is Beauty! Hence, Nature is also beautiful. Therefore, it is God’s form that is reflected in Nature. In trying to acquire such Nature without God’s permission, man experiences failure and hardship, which leads to troubles, obstacles, and sorrows. This truth is propounded in the Ramayana. Forgetting Rama, who is God, adoring Nature, Ravana tried to acquire Sita, who is the personification of Nature. Who can hope to win over Nature, which is God’s property? It is an exhibition of ignorance to dream of winning over Nature. What was Ravana’s situation at the end? He was the cause of the destruction of his family, brothers, sons, and the kingdom itself. Hence, prior to acquiring Nature, one must secure God’s Grace. 


- Summer Showers, May 28, 1996 

You must see Nature as filled with God, shaped by God; as God in those shapes, smells and sounds.


Alam bukan hanya sekadar sebagai perwujudan dari lima unsur, lima prana, lima lapisan badan, ataupun lima indera. Alam sejatinya adalah perwujudan Tuhan. Manusia berusaha keras untuk menaklukkan dan menguasai keindahan Alam ini. Plato pernah mengajarkan bahwa Alam adalah Kebenaran, Kebaikan, dan Keindahan. Namun, dari manakah semua keindahan dan keelokan ini berasal? Tuhanlah Sang Keindahan itu! Maka, Alam juga indah adanya. Sesungguhnya, yang tercermin dalam Alam adalah wujud Tuhan itu sendiri. Ketika manusia mencoba merebut Alam tanpa restu Tuhan, ia hanya akan menuai kegagalan, kesulitan, penderitaan, dan duka. Kebenaran ini diungkapkan dengan sangat jelas dalam kisah Ramayana. Dengan melupakan Rama, Perwujudan Tuhan, Rahwana mencoba merebut Sita, perwujudan Alam semesta. Bagaimana mungkin seseorang dapat menguasai Alam yang sesungguhnya adalah milik Tuhan? Itu hanyalah tanda kebodohan. Apa yang akhirnya terjadi pada Rahwana? Ia menjadi penyebab kehancuran keluarga, saudara, anak-anak, bahkan kerajaannya sendiri. Maka dari itu, sebelum kita mendekati dan menikmati Alam, kita harus terlebih dahulu meraih anugerah dan kasih karunia Tuhan.


- Summer Showers, May 28, 1996 

Engkau harus melihat Alam sebagai wujud Tuhan, dibentuk oleh-Nya, dan sebagai Tuhan yang hidup dalam rupa, aroma, dan suara keindahannya.

Monday, August 18, 2025

Thought for the Day - 18th August 2025 (Monday)



All the Gopikas came to Yashoda and complained, “Mother! Your son Krishna comes stealthily into our houses, breaks our pots and steals butter and milk.” This was a daily occurrence! Yashoda caught Krishna and scolded, “You don’t eat what I serve. You go to other houses and steal. You are ruining our reputation. Why don’t you eat the butter I give? Is the butter in our house not tasty?” What is the inner significance of this incident? The mother serves with motherly affection. But the Gopikas served the same food with pure love and divine feelings! It was not the butter that attracted Krishna, but the purity of their hearts. Butter symbolises the hearts of the Gopikas, which were filled with purity, one-pointedness and selflessness. Yashoda’s butter was attachment, while the Gopikas’ was pure love. This is the difference between love and attachment. Attachment is born of body-consciousness. That which is related to the heart is Love. Gopikas were full of love!


- Divine Discourse, May 21, 1995.

God is Bhakta Paradhina — One who submits to His devotees. Such is the mighty efficacy of devotion! 


Para Gopika datang kepada Yashoda dan mengadu, “Ibu! Putramu Krishna diam-diam masuk ke rumah kami, memecahkan kendi, dan mencuri mentega serta susu.” Hal ini terjadi hampir setiap hari! Yashoda lalu menangkap Krishna dan menegur, “Engkau tidak makan apa yang Ibu hidangkan, malah pergi mencuri ke rumah orang lain. Engkau merusak reputasi kita. Mengapa Engkau tidak mau makan mentega yang kuberikan? Apakah mentega di rumah ini tidak enak?” Lalu, apakah makna terdalam dari peristiwa ini? Sesungguhnya, Yashoda menyajikan makanan dengan kasih seorang ibu, tetapi para Gopika mempersembahkannya dengan cinta yang tulus dan perasaan yang dipenuhi getaran ilahi. Bukan mentega yang membuat Krishna datang, melainkan kemurnian hati mereka. Mentega melambangkan hati para Gopika yang dipenuhi dengan kesucian, ketulusan, dan tanpa pamrih. Mentega Yashoda masih disertai keterikatan, sedangkan mentega Gopika adalah lambang cinta murni. Inilah perbedaan antara cinta dan keterikatan. Keterikatan lahir dari kesadaran jasmani, sementara cinta sejati bersumber dari hati. Dan hati para Gopika hanya dipenuhi dengan cinta! 


- Divine Discourse, May 21, 1995.

Tuhan adalah Bhakta Paradhina — Dia yang menyerahkan diri pada para bhakta-Nya. Inilah keampuhan yang luar biasa dari sebuah pengabdian!

Sunday, August 17, 2025

Thought for the Day - 17th August 2025 (Sunday)



There can be no joy where there is no love. The Gopikas were filled with such love that they saw Krishna in all that they did. When you fill your hearts with love, you have no ill will towards anyone. Cultivate the faith that the Divine is in everyone. Surrender to the Divine in a spirit of dedication. The symbolic meaning in the relations between Krishna and the Gopikas is this: The heart is the Brindavan (in each person). One’s thoughts are like the Gopikas. The Atma is Krishna. Bliss is the sport of Krishna. Everyone must convert their heart into a Brindavan and consider the indwelling Atma as Krishna. Every action should be regarded as a Leela of Krishna. Gokulashtami is celebrated by offering to Krishna Paramannam (rice cooked with jaggery). The real meaning of Paramannam is Annam (food) relating to Param (Supreme). Paramannam is sweet. Your love must be sweet. What you offer to God must be your sweet love. Your love must be all-embracing. This is the foremost message of the Avatar.


- Divine Discourse, Sep 03, 1988

God’s Will alone prevails. However, God is bound to the wish of that devotee who has renounced all attachment to the world.


Tidak ada kebahagiaan di mana tidak ada cinta. Para Go

pika dipenuhi dengan cinta sedemikian rupa sehingga mereka melihat Krishna dalam setiap hal yang mereka lakukan. Ketika hati dipenuhi cinta, tidak ada kebencian terhadap siapa pun. Tumbuhkanlah keyakinan bahwa Yang Ilahi hadir dalam setiap insan. Pasrahkanlah diri kepada-Nya dengan semangat pengabdian. Makna simbolis dari hubungan antara Krishna dan para Gopika adalah ini: Hati adalah Brindavan (yang ada dalam diri setiap orang). Pikiran-pikiran seseorang bagaikan para Gopika. Atma adalah Krishna. Kebahagiaan adalah permainan Krishna. Setiap orang harus mengubah hatinya menjadi Brindavan dan memandang Atma yang bersemayam di dalamnya sebagai Krishna. Setiap tindakan harus dianggap sebagai Leela (permainan ilahi) Krishna. Gokulashtami dirayakan dengan mempersembahkan kepada Krishna Paramannam (nasi yang dimasak dengan gula merah). Makna sejati dari Paramannam adalah Annam (makanan) yang dipersembahkan kepada Param (Yang Mahatinggi). Paramannam itu manis. Demikian pula, cintamu harus manis. Apa yang engkau persembahkan kepada Tuhan hendaknya adalah cintamu yang manis. Cintamu harus merangkul segalanya. Inilah pesan utama dari Sang Avatar.


- Divine Discourse, Sep 03, 1988

Kehendak Tuhanlah yang pada akhirnya berlaku. Namun, Tuhan terikat pada keinginan seorang bhakta yang telah melepaskan segala keterikatan duniawi.

Wednesday, August 13, 2025

Thought for the Day - 13th August 2025 (Wednesday)



Why have you come such long distances, braving all the expenses and troubles of the journey? To be in My presence and to win My Grace, isn’t it? Why then do you seek other contacts and others’ favour once you have reached this place? Why fall into grooves that deny you My presence and grace? Forget all else, and stick to the orders that I give; I want only to initiate you into the spiritual path of seva and love. Do not be ashamed that you have been asked to watch a heap of sandals, or carry water to the thirsty, or stand at the gate. The privilege and pleasure consist in the use to which you put your skill and time for helping others. You long to serve Me. Let Me tell you, serving those who serve Me gives Me as much satisfaction as serving Me. Serving anyone is serving Me, for I am in all. The relief and joy that you give to the sick and the sad reach Me, for I am in their hearts, and I am the One they call out for. God has no need of your service; does He suffer from pain in the legs, or ache in the stomach? Try to serve the godly; be a dasanudasa — servant of the servants of the Lord. The service of man is the only means by which you can serve God.


- Divine Discourse, Mar 04, 1970

When you tend the limb, you tend the individual. When you serve man, you serve God.


Mengapa anda datang dari tempat yang jauh, menanggung semua biaya dan masalah dalam perjalanan? Bukankah tujuannya untuk berada dalam kehadiran-Ku dan mendapatkan karunia-Ku? Lantas mengapa kemudian anda mencari hubungan dan bantuan yang lainnya setelah anda sampai di sini? Mengapa anda terjebak pada hal-hal yang justru menjauhkan diri anda dari kehadiran dan karunia-Ku? Lupakan semua yang lainnya, dan patuhilah perintah yang Aku berikan; Aku hanya ingin menuntun anda pada jalan spiritual melalui seva (pelayanan) dan kasih. Jangan merasa malu jika anda diminta untuk menjaga tumpukan sandal, atau membawakan air pada mereka yang kehausan, atau berdiri di depan gerbang. Kehormatan dan kebahagiaan terletak dalam menggunakan ketrampilan dan waktu anda untuk membantu yang lainnya. Anda merindukan untuk melayani-Ku. Mari Aku katakan kepadamu, melayani mereka yang melayani-Ku adalah memberikan kepuasan yang sama seperti melayani-Ku secara langsung. Melayani siapapun adalah melayani diri-Ku, karena Aku bersemayam dalam diri semuanya. Meringankan beban dan suka cita yang andn berikan pada mereka yang sakit dan sedih pastinya mencapai-Ku, karena Aku ada dalam hati mereka, dan Akulah yang mereka panggil. Tuhan tidak membutuhkan pelayananmu; apakah Tuhan menderita sakit pada kaki, atau pada perut? Berusahalah melayani orang-orang yang saleh; jadilah seorang dasanudasa - pelayan bagi pelayan Tuhan. Pelayanan pada manusia adalah satu-satunya cara bagi anda untuk bisa melayani Tuhan.


- Divine Discourse, 04 Maret 1970

Ketika anda merawat bagian anggota tubuh, maka anda merawat seluruh diri. Ketika anda melayani manusia, anda melayani Tuhan. 

Tuesday, August 12, 2025

Thought for the Day - 12th August 2025 9Tuesday)



You know the chaotic condition the world is in today. Disorder and violence are rampant everywhere. Peace and security are not to be found anywhere. Where is peace to be found? It is within us. Security is also within us. How is insecurity to be removed and security secured? By giving up desires. In the language of ancient Bharatiyas, this was termed Vairagya (giving up attachment). This does not mean giving up home and family and retiring to the forest. It is simply a reduction of wants. As a householder, limit your desires to the needs of the family! As a student, stick to your studies. As a professional, adhere to the duties of your profession. Man is raked by numerous troubles because he has no confidence in the Self. Aspirants on the spiritual path are bound to face troubles caused by six enemies - lust, anger, greed, infatuation, pride, and envy. One must overcome them.


- Divine Discourse, Aug 23, 1995

Rely on God rather than on things which are dependent on God.


Anda mengetahui kekacauan yang sedang melanda dunia saat ini. Kekacauan dan kekerasan merajalela di mana-mana. Kedamaian dan rasa aman sulit ditemukan di mana pun. Lalu, di mana sebenarnya kedamaian itu bisa didapatkan? Kedamaian ada di dalam diri kita. Rasa aman juga ada di dalam diri kita. Bagaimana cara menghilangkan rasa tidak aman dan memperoleh rasa aman? Dengan melepaskan keinginan. Dalam bahasa para bijak di zaman Bharatiya kuno, hal ini disebut Vairagya (melepaskan keterikatan). Ini bukan berarti meninggalkan rumah dan keluarga lalu hidup di hutan, melainkan mengurangi keinginan. Sebagai kepala keluarga, batasi keinginan hanya pada kebutuhan keluarga. Sebagai pelajar, fokuslah pada studimu. Sebagai profesional, jalankan tugas sesuai profesimu. Manusia menderita karena tidak memiliki keyakinan pada Diri Sejati. Mereka yang menapaki jalan spiritual pasti akan menghadapi enam kotoran batin: nafsu, amarah, keserakahan, kebingungan/keterikatan buta, kesombongan, dan iri hati. Semua kotoran batin itu harus diatasi.


- Divine Discourse, 23 Agustus 1995

Bergantunglah pada Tuhan, bukan pada hal-hal yang justru bergantung kepada-Nya.

Monday, August 11, 2025

Thought for the Day - 11th August 2025 (Monday)



In this world, there are sons who disrespect their parents. They do not recognise that parents gave them birth and brought them up with many sacrifices and discomfort. They hurt their parents on one hand and pray to God on the other. This cannot be called true devotion at all. Can they attain liberation with this type of devotion? What is liberation? Fools think that merging with God after death is liberation. But it is not so. Eliminating all worries and being happy thereby is true liberation. It is satisfying the hunger of the poor and giving succour to the needy. Mukti (liberation) is to cast away one’s difficulties, sorrows, worries, attachments and secure happiness, comfort, peace and bliss. It is not any separate destination to reach. To remove the anxiety of everyone and fill their hearts with supreme peace is mukti. To be freed from one’s worries is mukti. Mukti, which is so simple, subtle and within the reach of everyone, is being ignored by man. He craves for mukti after death. But mukti should be experienced when one is still alive.


- Divine Discourse, Oct 02, 2000

Liberation means achieving selfless love that is constant, unabating, and total. 


Di dunia ini, ada anak-anak yang tidak menghormati orang tuanya. Mereka tidak menyadari bahwa orang tuanya telah melahirkannya dan membesarkannya dengan banyak pengorbanan dan perjuangan. Mereka menyakiti hati orang tuanya di satu sisi dan berdoa kepada Tuhan di sisi lainnya. Hal ini sama sekali tidak bisa disebut dengan bhakti sejati. Dapatkah mereka berdua mencapai pembebasan dengan jenis bhakti seperti ini? Apa itu pembebasan? Mereka yang bodoh berpikir bahwa menyatu dengan Tuhan setelah kematian adalah pembebasan. Namun tidak demikian halnya. Melenyapkan semua kecemasan dan menjadi bahagia karenanya adalah pembebasan yang sejati. Ini adalah untuk memuaskan rasa lapar dari orang miskin dan memberikan bantuan pada mereka yang membutuhkan. Mukti (pembebasan) adalah membuang jauh semua penderitaan, kesulitan, kecemasan, keterikatan dan mendapatkan kegembiraan, kenyamanan, kedamaian serta kebahagiaan. Ini bukan tujuan terpisah yang harus dicapai. Untuk menghilangkan kecemasan pada setiap orang dan mengisi hati mereka dengan kedamaian tertinggi adalah mukti. Untuk bebas dari kecemasan adalah mukti. Mukti, yang mana adalah sederhana, halus dan dapat dijangkau oleh setiap orang malah diabaikan oleh manusia. Manusia mendambakan mukti setelah kematian. Namun mukti harus dialami ketika seseorang masih hidup.


- Divine Discourse, 02 Oktober 2000

Pembebasan berarti mencapai kasih yang tanpa mementingkan diri sendiri yang bersifat konstan, tidak pernah padam dan total.

Saturday, August 9, 2025

Thought for the Day - 9th August 2025 (Saturday)



One day, Satyabhama, Rukmini, Jambavati and Draupadi saw blood oozing out of Krishna’s finger. They could see this as they were all very near Krishna. Servants could not see as they were not so near. Satyabhama immediately asked a maidservant to get a piece of cloth to tie around Krishna’s finger, while Rukmini herself ran inside to get a piece of cloth. Draupadi at once tore the loose end of her sari and tied it around Krishna’s finger. When Satyabhama and Rukmini saw this, they looked at each other to admire the devotion of Draupadi. They felt mortified and thought to themselves, "We don’t have the love, devotion, and discretion that Draupadi has! We are only attached to Krishna’s physical form but do not really understand His needs". When Draupadi prayed to Krishna for help in time of trouble, Krishna remembered this incident and decided immediately that the time had come to reward her for the act of sacrifice she performed on that day! In this physical world, if you want to have something, you have to give something else in return. When you want to buy a handkerchief, you go to a shop, give the shopkeeper ten rupees or so, and he gives you the handkerchief. You must offer something to God also to earn His grace. Even for your little offering, God will give you a bountiful reward.


- Divine Discourse, Jun 30, 1996.

You should offer your Love to God as the food that God loves.


Pada suatu hari, Satyabhama, Rukmini, Jambavati, dan Draupadi melihat darah menetes di jari Krishna. Mereka dapat melihat hal ini karena mereka semuanya berada sangat dekat dengan Krishna. Para pelayan tidak bisa melihat hal itu karena mereka tidak berada dekat. Satyabhama segera meminta kepada pelayan mencarikan sepotong kain untuk membalut luka di jari Krishna, sedangkan Rukmini sendiri berlari ke dalam kamar untuk mencari sehelai kain. Draupadi pada saat itu juga merobek ujung sarinya dan membalut jari Krishna. Ketika Satyabhama dan Rukmini melihat hal ini, mereka saling memandang dengan memuji bhakti dari Draupadi. Mereka merasa malu dan berpikir dalam diri mereka sendiri, "Kita tidak memiliki kasih, bhakti, dan kebijaksanaan seperti yang dimiliki oleh Draupadi! Kita hanya terikat pada wujud fisik Krishna namun tidak memahami kebutuhan sejati dari Krishna.” Ketika Draupadi berdoa memohon pertolongan pada Krishna pada saat kesulitan, Krishna mengingat kejadian ini dan memutuskan dengan segera bahwa sudah tiba waktunya untuk membalas tindakan pengorbanan yang telah dilakukannya pada waktu itu! Dalam dunia fisik ini, jika engkau ingin memiliki sesuatu, engkau harus memberikan sesuatu yang lain sebagai balasannya. Ketika engkau ingin membeli sebuah sapu tangan, engkau pergi ke toko, memberikan uang kepada kasir di toko dan kemudian kasir itu akan memberikanmu sapu tangan. Engkau harus memberikan sesuatu kepada Tuhan untuk bisa mendapatkan karunia-Nya. Bahkan untuk persembahanmu yang sedikit, Tuhan akan memberikanmu pahala yang berlimpah.


- Divine Discourse, 30 Juni 1996.

Engkau harus mempersembahkan kasihmu pada Tuhan sebagai makanan yang disukai Tuhan. 

Friday, August 8, 2025

Thought for the Day - 8th August 2025 (Friday)



Good conduct, good qualities and an exemplary character are the most valuable riches one can possess. But men today have given up these three and are seeking worldly goods and, immersed in their own concerns, are imagining that they are leading pious lives. The Divine cannot be attained through such delusions. All the teachings one listens to, the books one studies, and the education one receives are only serving to nourish these delusions and not helping men to seek the Divine. To realise the Divine, one has to get rid of these delusions. All education today aims only at preparing students for worldly purposes. Think of the great sages and renowned men of the past who did not have this education but who led such exemplary lives! What great things are you going to achieve by pursuing these studies during all your waking hours, merely for earning a living, while forgetting God?


- Divine Discourse, May 29, 1988

Man today is trying to master every kind of knowledge, but is unable to discover his own true nature. 


Perilaku baik, sifat baik dan karakter teladan adalah kekayaan yang paling berharga yang seseorang dapat miliki. Namun manusia pada saat sekarang telah melepaskan ketiga jenis kekayaan ini dan sedang mengejar harta duniawi dan, tenggelam dalam urusan mereka sendiri, sambil membayangkan mereka sedang menjalani kehidupan yang baik. Tuhan tidak bisa dicapai melalui khayalan ini. Semua ajaran yang seseorang dengarkan, buku-buku yang seseorang pelajari, dan pendidikan yang seseorang dapatkan hanya untuk memupuk khayalan ini dan tidak menolong manusia dalam usaha mencari Tuhan. Untuk menyadari Tuhan, seseorang harus melepaskan khayalan-khayalan ini. Semua Pendidikan hari ini hanya bertujuan untuk mempersiapkan pelajar pada tujuan duniawi. Pikirkanlah para guru suci dan orang-orang terkenal di masa lalu yang tidak memiliki pendidikan ini namun menjalani hidup yang penuh keteladanan! Apa hal-hal hebat yang engkau akan peroleh dengan menempuh pembelajaran ini selama engkau sadar, melulu hanya untuk mencari nafkah, sementara melupakan Tuhan?


- Divine Discourse, 29 Mei 1988

Manusia hari ini sedang mencoba untuk menguasai setiap jenis pengetahuan, namun tidak mampu untuk mengungkapkan hakikat Dirinya yang Sejati. 

Thursday, August 7, 2025

Thought for the Day - 7th August 2025 (Thursday)



Discipline is most essential for students. From the moment you wake up, carry out your morning ablutions, meditate on God and do your prescribed duties in an orderly manner without deviating from regular routine. Variations in routine are undesirable. You should not wake up at one hour on one day and at a different time on another day. The day's activities should be regulated by the same schedule. Immediately after finishing the chores in the calm and serene atmosphere of the morning, one should devote at least a few minutes to the loving meditation on God. The human estate is based upon regulation and self-control. These must be strictly adhered to in daily life. Then comes Discrimination. The world is a mixture of good and bad, of joy and sorrow, right and wrong, victory and defeat. In a world replete with such opposites, man must constantly make the choice between what is right and proper and what is wrong, undesirable. Man should not let oneself be guided by the mind. He should follow the directions of the Buddhi (intelligence). 


- Divine Discourse, Jan 16, 1988

Those who master the 5Ds - Dedication, Devotion, Discipline, Discrimination and Determination - are qualified to receive God's love! 


Disiplin adalah paling mendasar bagi pelajar. Dari saat engkau bangun tidur, melakukan pembersihan diri di pagi hari, bermeditasi pada Tuhan dan menjalankan kewajibanmu dengan tertib tanpa menyimpang dari rutinitas yang teratur. Perubahan dan variasi dalam rutinitas adalah tidak diinginkan. Engkau seharusnya tidak bangun pagi pada satu waktu di satu hari dan bangun di waktu yang berbeda pada hari lainnya. Kegiatan harian sebaiknya diatur dengan jadwal yang sama. Segera setelah menyelesaikan aktifitas pagi dalam suasana yang tenang dan damai di pagi hari, seseorang harus mendedikasikan beberapa menit dalam meditasi penuh kasih pada Tuhan. Keadaan manusia didasarkan pada keteraturan dan pengendalian diri. Kedua hal ini benar-benar harus diterapkan dalam hidup sehari-hari. Setelah itu baru muncul kemampuan membedakan. Dunia adalah campuran dari kebaikan dan keburukan, suka dan duka cita, benar dan salah, keberhasilan dan kegagalan. Dalam dunia yang penuh dengan pertentangan seperti ini, manusia harus secara teratur membuat pilihan diantara apa yang benar dan layak dan apa yang salah, tidak diinginkan. Manusia tidak boleh membiarkan dirinya dikendalikan oleh pikiran, manusia harus mengikuti arah dan tuntunan dari Buddhi (kecerdasan). 


- Divine Discourse, 16 Januari 1988

Bagi mereka yang menguasai 5 hal ini – dedikasi, bhakti, disiplin, kemampuan membedakan dan, keteguhan hati – adalah layak menerima kasih Tuhan. 

Wednesday, August 6, 2025

Thought for the Day - 6th August 2025 (Wednesday)



The flower symbolises the heart. Flowers are offered only to the Lord or those whom you revere. The flower of the heart is subject to infestation by two evil creatures: One is ahamkara (self-conceit); the other is asuya (envy). Self-conceit is based on eight different factors: wealth, physical prowess, birth, scholarship, beauty, power, youth and penance. Of these, the arrogance born of wealth is to be despised most. As long as this ahamkara is predominant, it is impossible to recognise the Divine or one's spiritual reality. Self-conceit is a great barrier between the individual and God. It has to be utterly demolished. All forms of pride, based on birth, wealth, power, scholarship and so on, have to be totally given up. Only when egoistic pride is offered as a sacrifice at the altar of the Divine can man discover his true nature. This is the dedication that is called for as the first step in the spiritual journey. 


- Divine Discourse, Jan 16, 1988

Pride is the wall that hides the Atma from the Anatma, the curtain between Truth and Untruth.


Bunga melambangkan hati. Bunga hanya dipersembahkan kepada Tuhan atau pada mereka yang engkau muliakan. Bunga hati adalah rentan terhadap serangan atau gangguan dari dua hama jahat yaitu: pertama adalah ahamkara (kesombongan diri); yang lainnya adalah asuya (iri hati). Kesombongan diri didasarkan pada delapan faktor yang berbeda: kekayaan, kekuatan fisik, kelahiran, kesarjanaan, kerupawanan, masa muda dan latihan spiritual. Dari kedelapan faktor ini, kesombongan yang muncul dari kekayaan adalah yang paling harus dihindari. Selama kesombongan diri ini masih mendominasi maka adalah tidak mungkin untuk menyadari Tuhan atau realitas spiritual dirinya. Kesombongan diri adalah pembatas yang begitu besar diantara individu dengan Tuhan. Pembatas ini benar-benar harus dihancurkan. Semua bentuk kesombongan, berdasarkan pada kelahiran, kekayaan, kekuasaan, kesarjanaan dan sebagainya, semuanya ini sepenuhnya harus dilepaskan. Hanya ketika kesombongan ini dipersembahkan sebagai sebuah persembahan di altar Tuhan maka manusia dapat mengungkapkan sifat dirinya yang sejati. Ini adalah bentuk dedikasi yang disebut sebagai langkah awal dalam perjalanan spiritual. 


- Divine Discourse, 16 Januari 1988

Kesombongan adalah dinding yang menyembunyikan Atma (Diri Sejati) dari Anatma (yang bukan merupakan Atma), dan juga tirai yang menghalangi diantara kebenaran dan ketidakbenaran. 

Monday, August 4, 2025

Thought for the Day - 4th August 2025 (Monday)



Vyasa taught the essence of the Vedas in just two sentences: Paropakaraya Punyaya, Papaya Para Peedanam - Helping others is meritorious. Hurting others is sin. The word Paropakara consists of three syllables – Para, Upa and Kara. Para means the Supreme or the Highest Abode; Upa means nearness, and Kara means to do or to go. Paropakara, therefore, means that one should do good and help others in order to go near God. This is the proper spiritual path, the essence of the Upanishads! The significance of the word Upanishad is that a disciple must sit down at the Feet of God (Guru), who is on a higher level. All the spiritual texts teach how to go near God. Just as one goes near an air conditioner to get coolness and comfort when it is hot, similarly, when one goes near God, one develops Divine qualities. This is Sadhana. What is papam (sin)? Harming others is sin; classifying and diversifying and forgetting unity is a sin. Names and forms may vary, but the Spirit is only one. God and Nature are in union where God is the cause and Nature is the effect. There cannot be an effect without a cause. To consider unity as diversity is a sin. 


- Divine Discourse, Apr 08, 1996

Just as the Ganga, when it reaches the sea, will not turn back, similarly, one who has experienced nearness to God will not turn back.


Rsi Vyasa mengajarkan intisari dari Weda hanya dengan dua kalimat: Paropakaraya Punyaya, Papaya Para Peedanam – Menolong yang lain adalah perbuatan baik. Menyakiti yang lain adalah dosa. Kata Paropakara terdiri dari tiga suku kata  yaitu Para, Upa dan Kara. Para berarti tertinggi atau tempat tinggal tertinggi; Upa berarti kedekatan, dan Kara berarti melakukan atau menuju. Maka dari itu Paropakara berarti bahwa seseorang harus melakukan kebaikan dan menolong yang lain dalam upaya untuk bisa menuju lebih dekat pada Tuhan. Ini adalah jalan spiritual yang tepat yang merupakan intisari dari Upanishad! Makna dari kata Upanishad adalah seorang murid yang harus duduk di bawah di kaki Tuhan (Guru) sedangkan Guru duduk di tempat yang lebih tinggi. Semua naskah-naskah spiritual mengajarkan bagaimana untuk bisa melangkah lebih dekat pada Tuhan. Seperti seseorang yang bergerak mendekat pada AC untuk mendapatkan kesejukan dan kenyamanan ketika hari panas, sama halnya, ketika seseorang dekat dengan Tuhan, maka seseorang mengembangkan sifat-sifat keilahian. Ini adalah Sadhana. Apa itu dosa (papam)? Menyakiti yang lain adalah dosa; memisahkan dan menciptakan perbedaan serta melupakan kesatuan adalah sebuah dosa. Nama dan wujud mungkin bervariasi, namun jiwa itu adalah satu adanya. Tuhan dan alam ada dalam satu kesatuan dimana Tuhan adalah penyebab dan alam adalah akibatnya. Tidak akan ada akibat tanpa adanya penyebab. Melihat kesatuan sebagai perbedaan adalah sebuah dosa. 


- Divine Discourse, 08 April 1996

Seperti halnya sungai Ganga, ketika mencapai lautan maka alirannya tidak akan berbalik, sama halnya, seseorang yang telah mengalami kedekatan dengan Tuhan tidak akan berpaling kembali. 

Saturday, August 2, 2025

Thought for the Day - 2nd August 2025 (Saturday)



You must expand your love to as wide a circle as possible. That is how kulabhimanam, matabhimanam and desabhimanam, that is affection for the community, the religion and the country, becomes desirable and commendable. If, instead of love, these create hatred of other communities, other religions and other countries, then they become poisonous. Love your religion, so that you may practise it with greater faith; and, when each one practises their religion with faith, there can be no hatred in the world, for all religions are built on universal love. Love your country, so that it may become strong, happy and prosperous, an arena for the exercise of all the higher faculties of man. Feel that Delhi or Calcutta is as much a part of yourself as your own town or village; any pain in the toe is as much a matter of concern for you as a pain on the top of the head. Strive to make India strong and happy so that it may not be a drag on other countries, or even a temptation; she was once the Guru of Humanity. Let her assume that role again. 


- Divine Discourse, Oct 02, 1965

The Vedic seers prayed for the peace and happiness of all mankind, of all animate and inanimate things. Cultivate that universal vision.

 

Engkau harus memperluas kasihmu hingga mencakup lingkaran seluas mungkin. Itulah sebabnya mengapa kulabhimanam, matabhimanam dan desabhimanam  - yaitu rasa cinta kasih pada masyarakat, agama dan negara menjadi sesuatu yang diidamkan dan patut dihargai. Jika, cinta kasih itu menjadi alasan terjadinya kebencian pada masyarakat lainnya, agama lainnya atau pada negara lainnya, maka kemudian kasih itu berubah menjadi beracun. Sayangi agamamu, sehingga engkau dapat mempraktekkan ajarannya dengan keyakinan mendalam; dan, ketika setiap orang umat beragama menjalankan ajaran agama mereka dengan keyakinan, maka tidak akan ada kebencian di dunia, karena seluruh agama dibangun atas dasar kasih yang universal. Sayangi negaramu, sehingga negaramu menjadi kuat, makmur dan sejahtera, dimana negara menjadi sebuah arena dalam mengembangkan semua potensi tertinggi. Rasakan bahwa satu daerah atau daerah lainnya adalah bagian dari dirimu sendiri sebagai kota atau desamu; rasa sakit apapun yang dirasakan di ujung kaki adalah sama sakitnya terasa di ujung kepala. Berusahalah untuk membuat Bharat menjadi kuat dan bahagia sehingga tidak menjadi beban bagi negara lain, atau bahkan menjadi godaan; dahulu, Bharat pernah menjadi guru bagi umat manusia. Biarlah Bharat mengambil kembali peran itu. 


- Divine Discourse, 02 Oktober 1965

Para Rsi Weda berdoa untuk kedamaian dan kebahagiaan semua umat manusia, bagi semua makhluk hidup dan benda mati. Tingkatkan pandangan universal yang seperti itu. 

Friday, August 1, 2025

Thought for the Day - 1st August 2025 (Friday)



Sadhana is not only japa, rituals, bhajans, etc. The essence of all sadhana is to obey God’s command. In God’s treasury, there are many gems and valuables. What is God’s nature? It is to give more than you can understand, but if you ask, your prayer may not be fulfilled. “Do not ask, oh mind, do not ask. The more you ask, the more you will be neglected. God will certainly grant you what you deserve without your asking. Did He not grant the wish of Sabari, who never asked? Did He not redeem Jatayu, who never asked but sacrificed his life for His cause?” (Telugu Poem) God gives more than you could ever ask when you follow His command, worship Him wholeheartedly and with full surrender. That is true sadhana. 


- Divine Discourse, Apr 08, 1996

Only he who obeys God’s commands is redeemed. There is no point in undertaking spiritual practices without obeying God’s commands. 


Sadhana tidak hanya terkait pada japa, ritual, bhajan, dsb. Intisari dari semua bentuk sadhana adalah untuk mematuhi perintah Tuhan. Dalam pembedaharaan Tuhan, ada banyak permata dan barang-barang berharga. Apa sifat alami dari Tuhan? Tuhan memberikan lebih banyak dari yang engkau dapat pahami, namun jika engkau meminta, doamu mungkin tidak terkabulkan. “Jangan meminta, oh pikiran, jangan meminta. Semakin banyak engkau meminta, maka semakin besar engkau akan diabaikan. Tuhan pastinya akan memberikanmu apa yang layak bagimu tanpa engkau meminta. Bukankah Tuhan mengabulkan keinginan dari Sabari, yang tidak pernah meminta? Bukankah Tuhan membebaskan penderitaan Jatayu, yang tidak pernah meminta namun mengorbankan hidupnya untuk demi Tuhan?” (Puisi Telugu) Tuhan memberikan lebih daripada yang pernah engkau minta ketika engkau mengikuti perintah-Nya, memuja-Nya sepenuh hati dan dengan berserah sepenuhnya. Itu adalah sadhana yang sejati. 


- Divine Discourse, 08 April 1996

Hanya dia yang mematuhi perintah Tuhan yang diselamatkan. Tidak ada gunanya melakukan latihan spiritual tanpa mematuhi perintah Tuhan.