Tuesday, September 30, 2025

Thought for the Day - 30th September 2025 (Tuesday)



Whomever you come across, consider them as embodiments of Divinity and salute them. Even when you come across people who hate you, offer your pranams (salutations) to them. Enquire, “How are you, brother?” Then they will also respond asking, “How are you, brother?” A human being is one with certain human values. What are those human values? Satya, Dharma, Shanti, Prema, and Ahimsa. They are all interrelated. Always speak truth, observe dharma (righteousness). Be peaceful. Be happy and blissful. You should conduct yourself with love in society. Love is God, God is Love. Hence, live in love. Then only can you acquire true knowledge. That is wisdom. Embodiments of Love! I always address you as embodiments of love. The reason being, I am suffused with love. Love is My property. You all are heirs to that property. I will distribute that love to one and all. I do not hate anyone. I have no selfishness at all! My love is selfless love. 


- Divine Discourse, Sep 27, 2006

All the sublime human values have their origin in love. When one is filled with love, he needs no other spiritual or ritualistic practices. 


Siapapun yang anda temui, pandanglah mereka sebagai perwujudan keilahian dan berikan rasa hormat pada mereka. Bahkan ketika anda bertemu dengan mereka yang membencimu, tetaplah berikan salam hormat pada mereka. Sampaikan salam dengan pertanyaan, “bagaimana kabarnya, saudara?” kemudian mereka juga akan menjawab dengan bertanya, “bagaimana kabarmu, saudara?” Seorang manusia adalah seseorang yang memiliki nilai-nilai kemanusiaan tertentu. Apa saja nilai-nilai kemanusiaan itu? Satya, Dharma, Shanti, Prema, dan Ahimsa. Kelima nilai-nilai kemanusiaan tersebut adalah saling terkait. Selalulah berbicara benar, Jalani dharma (kebajikan). Hiduplah dalam damai. Bergembiralah dan rasakan kebahagiaan sejati. Anda harus bersikap dengan kasih dalam masyarakat. Kasih adalah Tuhan, Tuhan adalah kasih. Karena itu, hiduplah dalam kasih. Hanya dengan cara itu anda bisa mendapatkan pengetahuan sejati. Itu adalah kebijaksanaan. Perwujudan kasih! Aku selalu menyapamu sebagai perwujudan dari kasih. Alasannya karena Aku diliputi dengan kasih. Kasih adalah kekayaan-Ku. Anda semua adalah ahli waris dari harta kasih itu. Aku akan membagikan kasih itu kepada semuanya. Aku tidak membenci siapapun. Aku sama sekali tidak memiliki sifat mementingkan diri sendiri! Kasih-Ku adalah kasih yang tanpa pamrih. 


- Divine Discourse, 27 September 2006

Semua nilai-nilai kemanusiaan yang luhur bersumber dari kasih. Ketika seseorang diliputi dengan kasih, ia tidak lagi membutuhkan latihan spiritual atau ritual lainnya. 

Wednesday, September 17, 2025

Thought for the Day - 17th September 2025 (Wednesday)



Remember that nothing in this world is as powerful as the Lord’s name to protect it. It is not arms and bombs that will save the world. Only God’s grace will protect the world. It is man’s foremost duty to pray for God’s grace. Prayer is of supreme importance. Together with melody and rhythm, you must impart feeling to your singing to make the bhajan a sacred offering to the Divine. A ragam (tune) without bhavam (feeling) is a rogam (disease). Giving up conceit and exhibitionism, sing bhajans in a spirit of humility and devotion. That is the right way to sing bhajans. Tyagaraja, in one of his songs, urged the mind to chant Rama's name with full awareness of the power of the name. In daily life also awareness is needed at every step and in every prayer. When all participants in a bhajan sing in unison, imagine the sacred vibrations that are produced and the divine energies that are released! When these vibrations fill the world, what changes can they not bring about! 


- Divine Discourse, Feb 13, 1991

When one sings alone, the heart is merged in the song. But when many sing together, it acquires a Divine power. 


Ingatlah bahwa tidak ada satupun di dunia ini yang sama kuatnya dengan nama suci Tuhan untuk melindungi dunia. Adalah bukan senjata dan bom yang akan menyelamatkan dunia. Hanya karunia Tuhan yang akan dapat melindungi dunia. Merupakan kewajiban manusia yang utama untuk berdoa dan memohon karunia Tuhan. Keberadaan doa adalah begitu sangat penting. Bersamaan dengan melodi dan irama, engkau harus memberikan perasaan pada lantunan lagu bhajan yang engkau nyanyikan untuk membuat bhajan menjadi sebuah persembahan suci pada Tuhan. Sebuah melodi (ragam) tanpa adanya perasaan (bhavam) merupakan sebuah penyakit (rogam). Lepaskan perasaan sombong dan pamer, lantunkan bhajan dalam semangat kerendahan hati dan bhakti. Itu adalah jalan yang benar untuk melantunkan bhajan. Tyagaraja, dalam sebuah lagunya, mendorong pikiran untuk melantunkan nama suci Rama dengan penuh kesadaran pada kekuatan dari nama suci tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari kesadaran dibutuhkan dalam setiap langkah dan dalam setiap doa. Ketika semua peserta bhajan bernyanyi dalam satu kesatuan, bayangkan getaran suci dan energi keilahian yang dihasilkan! Ketika vibrasi suci ini mengisi dunia, perubahan apa yang tidak bisa getaran suci ini lakukan! 


- Divine Discourse, 13 Februari 1991

Ketika seseorang menyanyi bhajan sendiri, hati menyatu dalam lagu. Namun ketika banyak orang bernyanyi bhajan, akan menghasilkan kekuatan ilahi.

Tuesday, September 16, 2025

Thought for the Day - 16th September 2025 (Tuesday)



Where there is care and where there is a desire to learn with attention, wisdom will appear. Only when we are able to absorb the fire of wisdom into our heart will it be possible for us to quickly burn away our distracting desires. The fire always tries to rise higher and higher. Even if you put the fire in a low ditch, it will try and rise higher. Water, on the other hand, will rush down even if you pour it on a higher level. Water cannot go higher up on its own. Our sensory desires relating to the material world are like water. On the other hand, our thoughts of the Lord are like fire. Once we understand and appreciate what is true and what is permanent, then these transient things will not give us any trouble whatsoever. If you want to establish one truth, it is possible to do so only by following and practising other related truths. Just as we have to use a thorn to remove another thorn and a diamond to cut another diamond, so also, if you want to remove the effect of bad actions, you can remove them only by good actions. A good action is needed to remove a bad action. 


- Divine Discourse, Jun 13, 1974

Since the body is an instrument, you can make God happy through this instrument and enjoy happiness yourself in the process. 


Dimana ada kepedulian dan dimana ada keinginan belajar dengan sungguh-sungguh, maka disanalah kebijaksanaan akan muncul. Hanya ketika kita mampu untuk menyerap api kebijaksanaan di dalam hati kita maka memungkinkan bagi kita dengan cepat untuk membakar habis keinginan-keinginan yang mengganggu. Api selalu berusaha untuk naik lebih tinggi dan lebih tinggi. Bahkan jika engkau meletakkan api di lubang yang rendah, api akan berusaha untuk naik ke atas, sebaliknya, air akan segera mengalir ke bawah bahkan jika engkau menuangkannya di tempat yang lebih tinggi. Air tidak bisa bergerak ke tempat yang lebih tinggi dengan kemauannya sendiri. Keinginan indrawi kita terkait pada dunia materi adalah seperti aliran air. Sebaliknya, pikiran kita pada Tuhan adalah seperti nyala api. Sekali kita memahami dan menghargai apa yang benar dan apa yang kekal, kemudian hal-hal yang bersifat sementara ini tidak akan mengganggu lagi. Jika engkau ingin untuk menegakkan satu kebenaran, hal ini mungkin dilakukan hanya dengan mengikuti dan menjalankan kebenaran-kebenaran terkait lainnya. Seperti halnya kita menggunakan sebuah duri untuk mengeluarkan duri lainnya dan sebuah permata untuk memotong permata lainnya, begitu juga, jika engkau ingin menghilangkan akibat buruk dari perbuatan yang tidak baik, engkau dapat menghilangkannya hanya dengan perbuatan baik. Perbuatan baik diperlukan untuk menghilangkan perbuatan buruk. 


- Divine Discourse, 13 Juni 1974

Karena tubuh adalah sebuah instrumen, engkau bisa membuat Tuhan senang melalui instrumen ini dan turut merasakan kebahagiaan dalam prosesnya.

Sunday, September 14, 2025

Thought for the Day - 14th September 2025 (Sunday)



There are two categories of Ananda (bliss) in the world: Sadhana-Janya Ananda (Acquired bliss) and Swatah-Siddha Ananda (Self-generating bliss). Acquired bliss is associated with sensory objects. It arises and vanishes from time to time. It does not endure. For instance, when hunger is appeased, there is happiness for the moment. But it ceases after a time. This applies to all objects in the world. This type of joy has been described as acquired or derived happiness. As it is got and lost by human effort, it is not true bliss. Man, however, seeks lasting Ananda. He is, in fact, filled with Ananda and is the embodiment of Ananda. Ananda constitutes his very nature and being. Why then does he not experience it? This is because, unaware of his true nature, he is obsessed with the external world and fails to experience the bliss within. He imagines that the source of joy lies in the phenomenal world. But, as in the case of butter that is present in every drop of milk, but which can be seen only after the milk is curdled and the buttermilk is churned, this inner bliss can be experienced only after the right effort is made. The mind is filled with various kinds of joy. It is only when the appropriate enquiry is made and one's true nature is ascertained that the Divine Sat-Chit-Ananda inherent in one will be manifested. 


- Wacana Musim Panas, Feb 12, 1989.

Man is not of the nature of the body he occupies. He is the Atma. And happiness is the nature of the Atma. 


Ada dua ketegori dari kebahagiaan (Ananda) di dunia ini: Sadhana-Janya Ananda (kebahagiaan dari usaha) dan Swatah-Siddha Ananda (kebahagiaan yang muncul dari Diri Sejati). Kebahagiaan yang berasal dari usaha dihubungkan dengan objek-objek indra. Kebahagiaan ini muncul dan hilang dari waktu ke waktu dan tidak bertahan lama. Sebagai contoh, ketika rasa lapar terpuaskan, maka seseorang merasakan kebahagiaan untuk sementara waktu. Namun kebahagiaan itu segera menghilang. Hal ini berlaku untuk semua objek yang ada di dunia ini. Kebahagiaan jenis ini disebut sebagai kebahagiaan diperoleh atau berasal dari usaha. Karena jenis kebahagiaan ini diperoleh dan lenyap dari usaha manusia, maka kebahagiaan ini bukan dikategorikan sebagai kebahagiaan sejati. Akan tetapi, manusia mencari kebahagiaan yang abadi. Sesungguhnya, manusia dipenuhi dengan Ananda dan merupakan perwujudan dari Ananda. Ananda adalah hakikat dan inti dari keberadaan manusia. Lantas mengapa Ananda ini tidak dapat dialami? Hal ini disebabkan karena manusia tidak menyadari dirinya yang sejati, dan tergila-gila dengan dunia luar dan gagal mengalami kebahagiaan di dalam dirinya. Manusia membayangkan bahwa sumber kebahagiaan terdapat pada dunia yang menakjubkan ini. Namun, sebagaimana mentega yang ada dalam setiap tetes susu, dan mentega itu hanya dapat dilihat setelah susu tersebut di kentalkan dan diaduk, sama halnya kebahagiaan dalam diri ini hanya dapat dialami setelah melalui usaha yang benar. Pikiran diisi dengan berbagai jenis suka cita. Hanya melalui pencarian yang mendalam dan menyadari Diri Sejati maka Sat-Chit-Ananda Ilahi yang melekat dalam diri seseorang dapat terungkap. 


- Wacana Musim Panas, 12 Februari 1989.

Manusia sejatinya bukanlah tubuh yang ia tempati. Manusia Adalah Atma. Dan kebahagiaan adalah sifat alami dari Atma.

Saturday, September 13, 2025

Thought for the Day - 13th September 2025 (Saturday)



If only you can listen to the good words of the elders and follow the straight path contained in the words of your elders, there is every chance of you becoming wise. Therefore, you must make an attempt to sanctify all the limbs of your body and engage them to undertake the right type of work. Simply because God has given you hands, if you use them to do wrong things, even the hands will dry up and become like dry wood and useless. It is in this context that Prahlada said that if you cannot use your hands for praying to God, they are useless. If you cannot use your mouth to sing the praise of the Lord, then your mouth will be useless. If you are born in such a way that you neither use your hands nor your mouth in praise to the Lord, your birth itself is a burden to your parents. No useful purpose will be served by your being born as a human being. Divyatma Swarupas! For a moment, think of the good fortune of your birth as a human being. Youth of today should remember the sacredness of a human being and also bear in mind the prosperity they can bring to the society of which they are a part. They should think of the welfare of the country.


--Summer Showers, Jun 13, 1974. 

One must make a firm resolve to use all the organs in the body for sacred purposes. 


Jika saja engkau dapat mendengarkan kata-kata bijak dari para sesepuh dan mengikuti jalan lurus yang terkandung dalam nasihat mereka, maka besar kemungkinan engkau menjadi bijak. Maka dari itu, engkau harus melakukan sebuah usaha untuk menyucikan semua anggota tubuhmu dan menggunakannya untuk melakukan pekerjaan yang benar. Sederhananya karena Tuhan telah memberikanmu dua tangan, jika engkau menggunakan kedua tangan itu dengan melakukan hal-hal yang salah, bahkan kedua tangan akan mengering seperti halnya kayu kering dan tidak berguna. Dalam konteks inilah Prahlada berkata bahwa jika engkau tidak bisa menggunakan kedua tanganmu untuk berdoa pada Tuhan, maka kedua tanganmu menjadi tidak ada gunanya. Jika engkau tidak bisa menggunakan mulutmu untuk melantunkan pujian kemuliaan Tuhan, maka mulutmu menjadi tidak ada gunanya. Jika engkau dilahirkan dengan cara seperti itu dimana engkau tidak menggunakan tangan dan mulutmu untuk memuliakan Tuhan, maka kelahiranmu sendiri menjadi sebuah beban bagi orang tuamu. Artinya tidak ada tujuan berguna kelahiranmu sebagai manusia. _Divyatma Swarupas!_ Luangkan waktu sejenak, renungkan keberuntungan dari kelahiranmu sebagai manusia. Pemuda pada hari ini harus mengingat kesucian manusia dan juga menyadari kesejahtraan yang mereka bisa bawa pada masyarakat tempat mereka berada. Para pemuda harus memikirkan kesejahtraan bangsa. 


- Wacana Musim Panas, 13 Juni 1974. 

Seseorang harus memiliki tekad yang kuat untuk menggunakan semua organ tubuhnya untuk tujuan yang suci.

Friday, September 12, 2025

Thought for the Day - 12th September 2025 (Friday)



Once, a party consisting of ten fools happened to cross a river. After crossing the river, one of them wanted to verify whether all ten had reached the bank safely. He counted all the others, forgetting himself, and began weeping, telling them that one member of the group was lost in the river. The other fools in turn, also made the same mistake by repeating the counting in a similar manner. As a result, they all began making a hue and cry. In the meanwhile, a clever passerby, who noticed their miserable plight, approached them and asked them the reason for their piteous lamentation. When they told him that one of the ten members of their group was washed away in the river while crossing, the passerby understood their ignorance and asked them to stand in a row. Then, he counted them aloud one by one, thereby convincing them that all ten of them were intact and that their wrong conclusion about the loss of one man was due to the fact that everybody forgot himself while counting. One who has forgotten himself cannot recognise the truth proper. When you are yourself the Atma, how can you recognise it by praying to some other being or doing such other sadhana? 


- Summer Showers, May 29, 1990.

When you know yourself as yourself, you are liberated: that is Moksha. 


Pada suatu hari ada sekelompok yang terdiri dari sepuluh orang dungu menyebrang sungai. Setelah berhasil menyebrang sungai, salah satu dari mereka ingin memastikan bahwa sepuluh anggota telah selamat sampai di seberang. Ia mulai menghitung temannya satu per satu, dan lupa menghitung dirinya sendiri dan mulai menangis dengan berkata bahwa ada satu anggota yang telah hanyut di sungai. Sedangkan teman-teman lainnya juga melakukan kesalahan yang sama dengan menghitung ulang dengan cara yang sama. Sebagai hasilnya, semuanya yakin bahwa memang ada satu orang yang hilang, lalu mereka mulai panik dan menangis bersama-sama. Sementara itu, lewatlah seorang pejalan kaki yang bijak melihat kesedihan mereka dan bertanya apa yang sedang terjadi. Setelah mendengar cerita mereka bahwa satu anggota kelompok mereka hilang saat menyeberang sungai, pejalan kaki itu segera menyadari kebodohan mereka, dan meminta mereka untuk berdiri berbaris, lalu menghitung mereka satu per satu dengan suara keras. Ketika hasil hitungan menunjukkan bahwa mereka berjumlah sepuluh orang, barulah mereka sadar bahwa tidak ada yang hilang. Kesalahan mereka hanya karena masing-masing lupa menghitung dirinya sendiri. Seseorang yang lupa pada dirinya sendiri tidak bisa menyadari kebenaran dengan tepat. Ketika dirimu sendiri adalah Atma, bagaimana engkau bisa menyadari Atma dengan berdoa pada wujud lain atau melakukan berbagai bentuk sadhana yang lain? 


- Wacana Musim Panas, 29 Mei 1990.

Ketika engkau mengetahui dirimu sendiri sebagai dirimu sendiri, engkau terbeaskan: itu adalah Moksha.

Thursday, September 11, 2025

Thought for the Day - 11th September 2025 (Thursday)



Whether he be a king, a farmer, a millionaire or a pauper, everyone has to face five types of kleshas (miseries). The first of these is Avidya Klesha, i.e., the misery of ignorance. On account of attachment to the body (Dehabhimana), losing one's self-confidence, considering the body to be real and eternal, man undergoes much trouble to nourish it. And as the education being imparted today is only for one's physical upkeep, it is nothing but another form of avidya (ignorance). Such an education cannot be called Atma-vidya. In order to sustain the body, man aspires for so many things. If he fails to procure them, he gets frustrated, which in turn leads to depression and misery. Man suffers because of excessive associations and attachments. This is why I have been cautioning you to reduce body attachment to an extent. This body is responsible for both misery and happiness. Body consciousness (Dehabhimana) is required, but first develop Atmic Consciousness (Atmabhimana), and then you can experience body consciousness, it is not wrong. Man is subject to misery because he completely forgets Atmabhimana and makes Dehabhimana alone one's goal. 


- Divine Discourse, Oct 04, 2000.

Examine the reality of the body, and escape from this false identification; that is the hallmark of jnana (wisdom).


Apakah seseorang itu adalah seorang raja, petani, jutawan, atau orang miskin, setiap orang harus menghadapi lima jenis penderitaan (klesha). Penderitaan pertama adalah Avidya Klesha, yaitu penderitaan karena kebodohan. Hal ini disebabkan karena keterikatan pada tubuh (Dehabhimana), kehilangan kepercayaan diri, menganggap tubuh bersifat sejati dan kekal, manusia mengalami banyak masalah demi merawat tubuhnya. Karena pendidikan hari ini hanya diberikan terpusat pada pemeliharaan tubuh fisik, maka pendidikan itu tiada lain hanyalah bentuk lain dari kebodohan (avidya). Pendidikan yang seperti itu tidak bisa disebut dengan Atma-vidya. Dalam upaya menjaga tubuh, manusia menginginkan begitu banyak hal. Jika manusia gagal memenuhi keinginannya maka manusia menjadi frustasi yang mengarah pada depresi dan penderitaan. Manusia menderita karena terlalu banyak keterikatan dan keterkaitan. Itulah sebabnya mengapa Aku telah memperingatkan dirimu untuk mengurangi keterikatan tubuh sampai pada batas tertentu. Tubuh ini adalah yang bertanggung jawab bagi penderitaan dan kebahagiaan. Kesadaran pada tubuh (Dehabhimana) dibutuhkan, namun pertama kembangkan kesadaran pada Atma (Atmabhimana), dan kemudian engkau bisa mengalami kesadaran tubuh, hal ini tidaklah salah. Manusia mengalami penderitaan karena manusia sepenuhnya lupa pada Atmabhimana dan hanya menjadikan Dehabhimana sebagai satu-satunya tujuan. 


- Divine Discourse, 04 Oktober 2000.

Selidikilah kenyataan pada tubuh, dan lepaskan identifikasi yang salah ini; itu adalah tanda dari kebijaksanaan (jnana).

Wednesday, September 10, 2025

Thought for the Day - 10th September 2025 (Wednesday)



First is the stage of a student, and second is the stage when he works as an officer. The third stage is when he would have retired from all work. Here we should recognise that a retired officer does not go to work in any institution, he stays at home and involves himself in activities that interest him. Looking at him, if a young boy in the house says he will also not go to college because the older person is not going, it is not correct. This retired officer would have attended college, done everything needed to learn in a college and thereafter attended his office and performed duties prescribed for him and then retired. Without being a student first and then fulfilling your duty as an officer, you cannot become an officer deserving a pension and rest. So too, you must first learn the education relating to the Atma; thereafter, involve yourself in work that is ordained and then take rest and enjoy the bliss that is given by the knowledge of the Atma. Without working, it is not possible for us to understand the aspect of Dharma. Without knowing the full meaning of Dharma or right conduct, one cannot reach Brahman. 


- Summer Showers, Jun 13, 1974.

Only when one can develop an equal-mindedness towards everything in one’s life can one understand the aspect of Brahman. 


Tahap pertama adalah seorang murid, dan tahap kedua adalah ketika dia bekerja sebagai pegawai. Tahap ketiga adalah ketika dia pensiun dari semua pekerjaannya. Dalam hal ini kita harus menyadari bahwa seorang yang pensiun tidak lagi bekerja di institusi manapun, dia tinggal di rumah dan menyibukkan dirinya dalam aktifitas yang menarik baginya. Jika seorang anak muda dalam rumah berkata bahwa dia tidak akan kuliah karena orang tua yang sudah pensiun tidak kuliah, maka ini adalah pemahaman yang keliru. Pensiunan pegawai ini sebelumnya sudah pernah kuliah, menempuh pendidikan, kemudian bekerja dan menjalankan tanggung jawabnya sesuai amanah yang diberikan padanya dan barulah dia pensiun. Tanpa menjadi seorang murid pada tahap awalnya dan kemudian menjalankan kewajibanmu sebagai seorang pegawai, engkau tidak bisa menjadi pegawai yang layak mendapatkan pensiun dan beristirahat. Begitu juga, engkau pertama harus mempelajari pendidikan berkaitan dengan Atma; setelah itu, menjalankan pekerjaan yang telah ditetapkan dan setelah itu barulah dapat beristirahat dan menikmati kebahagiaan yang diberikan oleh pengetahuan tentang Atma. Tanpa bekerja, adalah tidak mungkin memahami aspek dari Dharma. Tanpa mengetahui sepenuhnya makna dari Dharma atau tindakan benar, seseorang tidak bisa mencapai Brahman. 


- Summer Showers, 13 Juni 1974.

Hanya ketika seseorang dapat mengembangkan sikap batin yang seimbang pada segala hal dalam hidupnya, barulah ia dapat memahami aspek dari Brahman.

Tuesday, September 9, 2025

Thought for the Day - 9th September 2025 (Tuesday)



Acquire the love that draws all into the One. Through this, you can put down the fears and anxieties, the greed and envy, the hatred and haughtiness that are today infecting the peoples of the world and establish an era of peace and joy. Let all the worlds be happy - this is the prayer that comes naturally from every human heart. This is the goal to which Sanatana Dharma leads. Everyone must sing of this goal, live in the melody of that song, and merge, through that melody, in the Paramatma (supreme Divine self). Do not seek to find differences between one person and another. Seek rather ways and means to strengthen the bonds of kinship through love. Factions and fighting emerge among the followers of the same family because they have not learned to love. From the self-same mind, many conflicting feelings emerge, why? Because love has not been nursed and grown therein. You have to sow love and grow love and destroy the weeds of fear and hatred that have spread over the world. Make the world a happy home of Love. 


- Divine Discourse, Nov 19, 1980

Every religion teaches only good principles and disciplines. When the mind of man is steadfast in the good, how can religion be bad?


Dapatkan kasih yang menarik semuanya menuju pada yang Esa. Melalui kasih ini, engkau dapat melepaskan rasa takut dan kecemasan, ketamakan dan iri hati, kebencian dan kesombongan yang menjangkiti manusia di dunia dan menegakkan sebuah era penuh damai dan suka cita. Semoga seluruh dunia berbahagia – ini adalah doa yang muncul secara alami dari hati setiap umat manusia. Ini adalah tujuan yang diarahkan oleh Sanatana Dharma. Setiap orang harus melantunkan tujuan ini, menghayati hidup dalam irama lagu itu, dan pada akhirnya menyatu  melalui lagu itu pada Paramatma (Tuhan yang tertinggi). Jangan mencari perbedaan diantara satu orang dengan yang lainnya. Carilah cara dan sarana untuk memperkuat ikatan persaudaraan melalui kasih. Perpecahan dan pertikaian dapat timbul diantara anggota dalam keluarga yang sama karena mereka belum belajar untuk mengasihi. Dari pikiran yang sama, banyak perasaan pertentangan muncul, mengapa? Karena kasih tidak dipelihara dan dikembangkan di dalamnya. Engkau harus menanam kasih dan menumbuhkan kasih serta menghancurkan gulma berupa ketakutan dan kebencian yang telah menyebar di seluruh dunia. Jadikan dunia ini menjadi rumah yang indah dari kasih. 


- Divine Discourse, Nov 19, 1980

Setiap agama hanya mengajarkan prinsip dan disiplin yang baik. Ketika pikiran manusia teguh dalam kebaikan, bagaimana agama bisa dianggap tidak baik? 

Wednesday, September 3, 2025

Thought for the Day - 3rd September 2025 (Wednesday)



God allows Himself to be captured easily by His devotees. To those who entertain negative feelings in them, He appears as an enemy. Purandaradasa sang, “O Rama! To Vibhishana who believed in You, You appeared as God. But to Ravana who defied You, You became the very lord of death, Yama. You are not only Rama but You are Yama as well. There is no Yama other than You in this world. You appear as Rama to those who love You. To those who oppose You, You appear as Yama. To Prahlada, who prayed to You at all times and under all circumstances, You appeared as Lord Narayana. But to Hiranyakashyapu who opposed You, You appeared as the God of Death, Yama." Hence, He is the Lord as well as the God of Death. To Kamsa, who, without a trace of compassion for his sister, was prepared to kill her, Krishna appeared as Yama. To Ugrasena, the pious father of Kamsa, He appeared as the Lord Himself. Hence, good and bad are both decided by our own feelings. 


- Summer Showers, May 28, 1996

Only through the cord of love can God be bound. But it is only when love is for love's sake that this cord can bind God to man

 

Tuhan mengijinkan diri-Nya sendiri dapat dengan mudah dirangkul oleh bahkat-Nya. Bagi mereka yang memiliki perasaan negatif dalam diri mereka, Tuhan kelihatan sebagai musuh. Purandaradasa melantukan, “O Rama! Pada Vibhishana yang percaya pada-Mu, Engkau menampakkan diri sebagai Tuhan. Namun pada Ravana yang menentang-Mu, Engkau benar-benar menjadi dewa kematian, yaitu Dewa Yama. Engkau tidak hanya Rama namun Engkau juga adalah Yama. Tidak ada Dewa Yama selain diri-Mu di dunia ini. Engkau menampakkan diri sebagai Rama bagi mereka yang mengasihi-Mu. Bagi mereka yang menentang-Mu, engkau menampakkan diri sebagai Yama. Pada Prahlada, yang berdoa pada-Mu sepanjang waktu dan dalam segala keadaan, Engkau menampakkan diri sebagai Dewa Narayana. Namun pada Hiranyakashyapu yang menentang-Mu, Engkau menampakkan diri sebagai Dewa kematian, Yama." Oleh karena itu, Rama adalah Tuhan dan juga sebagai Dewa Kematian. Pada Kamsa, yang tidak memiliki rasa welas asih pada adik perempuannya, yang siap untuk membunuh adiknya, Sri Krishna muncul sebagai Yama. Pada Ugrasena, ayah dari Kamsa yang saleh, Tuhan menampakkan diri sebagai Tuhan sendiri. Karena itu, baik dan buruk keduanya ditentukan oleh perasaan kita sendiri. 


- Summer Showers, 28 Mei 1996

Hanya melalui tali kasih Tuhan dapat terikat. Namun, hanya ketika kasih itu untuk kepentingan kasih, tali itu dapat mengikat Tuhan pada manusia

Tuesday, September 2, 2025

Thought for the Day - 2nd September 2025 (Tuesday)



This is a chance for service for which you must feel extremely delighted, for here you can transmute your devotion and faith into positive acts of service for the benefit of your brothers and sisters. And, since I am with you in all that you do, you do not have to worry about the success of the undertakings. You have only to be ‘instruments’; you need not devise devious ways or roundabout tactics. Doing your duties as members, you have the need to preserve and develop trust in Sai too. This is Sai work, which you are invited to enjoy. This is elevating work that brings you nearer to the heart of the Divine. The conscious hand must have the inert pickaxe in order to break the hard sod; so too, the Divine Consciousness must have the Prakriti (Nature) to carry out His plan. For this, you have to yourselves lead exemplary lives. Your nitya jivitam (daily living) must be transformed into live prayers and live sadhana. Calculate within yourselves the benefit that would accrue to you from this sadhana into which you are initiated now, and prepare for shouldering the task assigned to you—to be instruments dedicated for advancing the mission for which the Divine has come.


- Divine Discourse, Jun 20, 1974

Two attainments mark out the Sathya Sai Sevak (servitors) — absence of conceit and presence of love. 


Ini adalah sebuah kesempatan untuk melakukan pelayanan yang seharusnya membuatmu merasa sangat senang, karena disini engkau dapat merubah bhakti dan keyakinanmu menjadi tindakan pelayanan yang positif yang bermanfaat bagi saudara-saudaramu. Dan, karena Aku bersamamu dalam semua yang engkau lakukan, engkau tidak perlu merasa cemas tentang berhasil atau tidaknya usaha tersebut. Engkau hanya perlu menjadi ‘alat’; engkau tidak perlu memikirkan cara-cara yang berbelit-belit atau taktik yang memutar. Jalankan kewajibanmu sebagai anggota, engkau juga harus memelihara dan mengembangkan kepercayaan kepada Sai juga. Ini adalah pekerjaan Sai, yang mana engkau diajak untuk menikmati. Ini adalah kerja yang luhur yang membawamu semakin dekat pada hati ilahi. Tangan yang sadar membutuhkan cangkul untuk memecahkan tanah yang keras; begitu juga, kesadaran Ilahi harus memiliki alam (prakriti) untuk menjalankan rencana-Nya. Dalam hal ini, engkau sendiri harus menjalani hidup yang patut diteladani. Kehidupanmu sehari-hari (nitya jivitam) harus dirubah menjadi doa dan sadhana yang hidup. Hitunglah dalam dirimu sendiri manfaat yang akan engkau peroleh dari sadhana yang sekarang engkau jalani, dan bersiaplah untuk memikul tugas yang diberikan kepadamu – menjadi alat yang didedikasikan untuk memajukan misi dari kedatangan Tuhan ke dunia. 


- Divine Discourse, 20 Juni 1974

Dua pencapaian yang menandai seorang pelayan Sai (Sathya Sai Sevak) – tidak adanya kesombongan dan hadirnya kasih.

Monday, September 1, 2025

Thought for the Day - 1st September 2025



Ravana was the mightiest monarch of his day, as Valmiki describes him. His capital city was an impregnable fortress, filled with rare treasures. He was the master of the four Vedas and the six spiritual sciences. Duryodhana, the eldest of the Kauravas, was, as Vyasa describes him, unsurpassed in the number and strength of his army and armaments, and in diplomatic skill. Yet, these two have been loathed by young and old for centuries. Why? Because they descended from the human to the bestial level, instead of rising from the human to the divine level. Both had the same flaw – greed. They did not know the secret of contentment. They were afflicted with kama, incessant desire. Rama and kama cannot coexist. The inner shrine of man can accommodate only one Deity, Rama or kama. If you love another person, you will not covet lordship over him; you will not covet his property; you will have no envy when he prospers, no joy when he suffers. Love is the strongest antidote for greed. This, therefore, is the fundamental spiritual discipline: give love and receive Love.


- Divine Discourse, Mar 06, 1970.

The bliss that you hope to derive from kith and kin, from wealth and worldly fame, is but a pale shadow of the bliss that resides in the spring of your heart, where God dwells. 


Ravana adalah seorang raja berkuasa di jamannya, seperti yang Rsi Walmiki gambarkan tentang dirinya. Ibu kota kerajaannya adalah benteng yang tidak tertembus, penuh dengan harta karun yang langka. Ravana menguasai empat Weda dan enam ilmu spiritual. Duryodhana adalah yang tertua dalam keluarga Kaurava, seperti yang Rsi Wyasa gambarkan tentang dirinya, tidak tertandingi dalam jumlah dan kekuatan tentaranya serta persenjataannya, dan juga keahlian diplomatiknya. Namun, kedua orang ini telah dibenci oleha anak muda dan orang tua selama berabad-abad. Mengapa? Hal ini karena mereka merosot dari level manusia ke level binatang, bukannya meningkat dari level manusia ke level Tuhan. Kedua orang ini memiliki kekurangan yang sama yaitu ketamakan. Mereka tidak mengetahui rahasia dari kepuasan. Mereka menderita karena kama yaitu keinginan yang tiada hentinya. Rama dan kama tidak bisa hidup bersama. Tempat suci batin manusia hanya bisa memuat satu saja, apakah Rama atau kama. Jika engkau mengasihi orang lain, engkau tidak akan menginginkan kekuasaan atas dirinya; engkau tidak akan menginginkan hartanya; engkau tidak akan iri saat ia makmur, dan tidak akan bergembira saat ia menderita. Kasih adalah penawar paling ampuh bagi ketamakan. Oleh karena itu, ini adalah disiplin spiritual yang paling fundamental: berikan kasih dan terimalah kasih.


- Divine Discourse, 06 Maret 1970.

Kebahagiaan yang engkau harapkan dari sanak saudara, dari harta dan ketenaran duniawi, hanyalah bayangan semu dari kebahagiaan sejati yang bersemayam dalam sumber hatimu, dimana Tuhan bersemayam.

Tuesday, August 26, 2025

Thought for the Day - 26th August 2025 (Tuesday)

Every human being is the embodiment of the Atma. But because of Dehabhimana (identification with the body), he forgets the principle of the atma. When you give up Dehabhimana and develop Atmabhimana (identification with the Self), you will experience bliss. There are three types of beings in this world. Some beings can live only in water, some others can live only on earth, and there are some others which can live both on earth as well as in water. Similarly, there are some noble souls who spend all their time in the constant contemplation of God. There are some others who lead a worldly life but once in a while think about spiritual matters. Their life is like a two-horse race. They have one leg in the world and the other in spirituality. There is a third category of people who lead a totally worldly life and have no spiritual inclination whatsoever. Because they are afflicted by the cold of ignorance, they cannot even smell the fragrance of spirituality. It is your great good fortune that you are blessed with human birth. It is not possible for everyone to attain human life in every birth. Human birth is like a precious diamond. But man is ready to barter it away for petty things which are like pieces of charcoal. One who knows the value of the diamond, will he use it like a paperweight on the table? No. One who knows its value will keep it safely in a steel almirah under lock and key.


- Divine Discourse, Sep 02, 1996

Human life is sacred, noble and fragrant with virtues. We are bartering away such a valuable human life for the charcoal of worldly possessions. 




Setiap manusia adalah perwujudan dari Atma. Namun karena Dehabhimana (identifikasi dengan tubuh), manusia lupa pada prinsip Atma. Ketika engkau melepaskan Dehabhimana dan mengembangkan Atmabhimana (identifikasi dengan Diri Sejati), engkau akan mengalami kebahagiaan. Ada tiga jenis makhluk di dunia ini. Beberapa makhluk hanya dapat hidup di dalam air, beberapa makhlu lainnya hanya bisa hidup di darat, dan ada beberapa makhluk lainnya dapat hidup di kedua tempat yaitu di air dan di darat. Sama halnya, ada beberapa jiwa-jiwa mulia yang menghabiskan seluruh waktunya dalam perenungan pada Tuhan secara terus menerus. Ada beberapa jiwa lainnya yang menjalani hidup duniawi namun sesekali memikirkan tentang hal spiritual. Hidup mereka adalah seperti pacuan dua kuda. Mereka menempatkan satu kaki di dunia dan satu kaki lagi di spiritual. Sedangkan kategori ketiga manusia yang menjalani hidup sepenuhnya pada duniawi dan tidak memiliki kecendrungan spiritual apapun. Karena mereka tersiksa oleh pilek ketidakthuan, mereka tidak bisa bahkan mencium aroma spiritualitas. Jadi, merupakan keberuntunganmu yang luar biasa dimana engkau diberkati dengan kelahiran sebagai manusia. Adalah tidak memungkinkan bagi siapapun untuk mendapatkan kelahiran sebagai manusia dalam setiap kelahiran. Kelahiran sebagai manusia adalah seperti permata yang berharga. Namun manusia siap dan rela menukarkannya dengan hal-hal sepele seperti arang hitam. Seseorang yang mengetahui nilai dari permata, apakah akan menggunakannya sebagai penindih kertas di atas meja? Tidak. Seseorang yang mengetahui nilainya akan menjaga permata ini dengan aman dalam lemari baja yang terkunci rapat.


- Divine Discourse, 02 September 1996

Hidup manusia adalah suci, mulia dan wangi dengan nilai-nilai kebajikan. Kita sedang menukar hidup manusia yang begitu berharga untuk arang berupa kepemilian duniawi.

Sunday, August 24, 2025

Thought for the Day - 24th August (Sunday)



Scientists, especially those belonging to the geological department, know this very well. When they prospect for gold, they find out the spot where gold is, then dig deep into the earth and find impure lumps of raw gold mixed with other elements. In this natural state, gold is found to be in the company of other impurities. At a later stage, they purify the impure mass and get pure gold from it. All natural laws will be like this. It is a natural law to answer calls of nature, to sleep, to feed, and so on. But by just following these laws of nature, we will not be able to go anywhere or reach any higher destinations. From the same heart, we find two emotions, one anger and the other mercy. Thus, we find it difficult to understand this nature, by which two contradicting emotions emanate from the same heart. Because the heart is the source of both good and evil, it is the bounden duty of students to understand how our ancestors were able to constantly focus their attention on good alone.


- Ch 21, Summer Showers 1972

You may read many Shastras or Puranas, but if you do not acquire the capacity to discriminate between right and wrong, all these things will become useless.


Para ilmuwan, khususnya yang bergerak di bidang geologi, sangat memahami hal ini. Ketika mereka mencari emas, mereka terlebih dahulu menemukan lokasi di mana emas itu berada, lalu menggali jauh ke dalam tanah dan menemukan emas mentah yang masih bercampur dengan berbagai unsur lain. Dalam keadaan alaminya, emas selalu ditemukan bersama dengan campuran lainnya yang tidak murni. Pada tahap berikutnya, campuran yang tidak murni itu dimurnikan hingga diperoleh emas yang benar-benar murni. Semua hukum alam bekerja dengan cara seperti ini. Ada panggilan alam untuk buang hajat, untuk tidur, untuk makan, dan seterusnya. Namun, dengan hanya mengikuti hukum-hukum alam tersebut, kita tidak akan sampai ke mana-mana, apalagi menuju tujuan yang lebih tinggi. Dari hati yang sama, kita menemukan dua emosi: yang satu adalah amarah, yang lain adalah belas kasih. Karena itu, sulit dipahami bahwa dari satu hati yang sama bisa muncul dua perasaan yang saling bertentangan. Karena hati adalah sumber kebaikan sekaligus keburukan, maka sudah menjadi kewajiban seorang pelajar untuk memahami bagaimana para leluhur mampu senantiasa mengarahkan perhatian mereka hanya pada hal-hal yang baik.


- Ch 21, Summer Showers 1972

Anda mungkin membaca banyak Shastra atau Purana, tetapi jika tidak memiliki kemampuan membedakan mana yang benar dan mana yang salah, semua itu akan menjadi sia-sia.

Friday, August 22, 2025

Thought for the Day - 22nd August 2025 (Friday)



Nature is not merely an embodiment of the five elements, nor is it an embodiment of the five life principles, or five sheaths, or five senses. Nature is the very embodiment of Divinity. Man is making every effort to attract and control this beautiful Nature. Plato described and taught that Nature is Truth, Goodness, and Beauty. However, where did this beauty and elegance come from? God is Beauty! Hence, Nature is also beautiful. Therefore, it is God’s form that is reflected in Nature. In trying to acquire such Nature without God’s permission, man experiences failure and hardship, which leads to troubles, obstacles, and sorrows. This truth is propounded in the Ramayana. Forgetting Rama, who is God, adoring Nature, Ravana tried to acquire Sita, who is the personification of Nature. Who can hope to win over Nature, which is God’s property? It is an exhibition of ignorance to dream of winning over Nature. What was Ravana’s situation at the end? He was the cause of the destruction of his family, brothers, sons, and the kingdom itself. Hence, prior to acquiring Nature, one must secure God’s Grace. 


- Summer Showers, May 28, 1996 

You must see Nature as filled with God, shaped by God; as God in those shapes, smells and sounds.


Alam bukan hanya sekadar sebagai perwujudan dari lima unsur, lima prana, lima lapisan badan, ataupun lima indera. Alam sejatinya adalah perwujudan Tuhan. Manusia berusaha keras untuk menaklukkan dan menguasai keindahan Alam ini. Plato pernah mengajarkan bahwa Alam adalah Kebenaran, Kebaikan, dan Keindahan. Namun, dari manakah semua keindahan dan keelokan ini berasal? Tuhanlah Sang Keindahan itu! Maka, Alam juga indah adanya. Sesungguhnya, yang tercermin dalam Alam adalah wujud Tuhan itu sendiri. Ketika manusia mencoba merebut Alam tanpa restu Tuhan, ia hanya akan menuai kegagalan, kesulitan, penderitaan, dan duka. Kebenaran ini diungkapkan dengan sangat jelas dalam kisah Ramayana. Dengan melupakan Rama, Perwujudan Tuhan, Rahwana mencoba merebut Sita, perwujudan Alam semesta. Bagaimana mungkin seseorang dapat menguasai Alam yang sesungguhnya adalah milik Tuhan? Itu hanyalah tanda kebodohan. Apa yang akhirnya terjadi pada Rahwana? Ia menjadi penyebab kehancuran keluarga, saudara, anak-anak, bahkan kerajaannya sendiri. Maka dari itu, sebelum kita mendekati dan menikmati Alam, kita harus terlebih dahulu meraih anugerah dan kasih karunia Tuhan.


- Summer Showers, May 28, 1996 

Engkau harus melihat Alam sebagai wujud Tuhan, dibentuk oleh-Nya, dan sebagai Tuhan yang hidup dalam rupa, aroma, dan suara keindahannya.

Monday, August 18, 2025

Thought for the Day - 18th August 2025 (Monday)



All the Gopikas came to Yashoda and complained, “Mother! Your son Krishna comes stealthily into our houses, breaks our pots and steals butter and milk.” This was a daily occurrence! Yashoda caught Krishna and scolded, “You don’t eat what I serve. You go to other houses and steal. You are ruining our reputation. Why don’t you eat the butter I give? Is the butter in our house not tasty?” What is the inner significance of this incident? The mother serves with motherly affection. But the Gopikas served the same food with pure love and divine feelings! It was not the butter that attracted Krishna, but the purity of their hearts. Butter symbolises the hearts of the Gopikas, which were filled with purity, one-pointedness and selflessness. Yashoda’s butter was attachment, while the Gopikas’ was pure love. This is the difference between love and attachment. Attachment is born of body-consciousness. That which is related to the heart is Love. Gopikas were full of love!


- Divine Discourse, May 21, 1995.

God is Bhakta Paradhina — One who submits to His devotees. Such is the mighty efficacy of devotion! 


Para Gopika datang kepada Yashoda dan mengadu, “Ibu! Putramu Krishna diam-diam masuk ke rumah kami, memecahkan kendi, dan mencuri mentega serta susu.” Hal ini terjadi hampir setiap hari! Yashoda lalu menangkap Krishna dan menegur, “Engkau tidak makan apa yang Ibu hidangkan, malah pergi mencuri ke rumah orang lain. Engkau merusak reputasi kita. Mengapa Engkau tidak mau makan mentega yang kuberikan? Apakah mentega di rumah ini tidak enak?” Lalu, apakah makna terdalam dari peristiwa ini? Sesungguhnya, Yashoda menyajikan makanan dengan kasih seorang ibu, tetapi para Gopika mempersembahkannya dengan cinta yang tulus dan perasaan yang dipenuhi getaran ilahi. Bukan mentega yang membuat Krishna datang, melainkan kemurnian hati mereka. Mentega melambangkan hati para Gopika yang dipenuhi dengan kesucian, ketulusan, dan tanpa pamrih. Mentega Yashoda masih disertai keterikatan, sedangkan mentega Gopika adalah lambang cinta murni. Inilah perbedaan antara cinta dan keterikatan. Keterikatan lahir dari kesadaran jasmani, sementara cinta sejati bersumber dari hati. Dan hati para Gopika hanya dipenuhi dengan cinta! 


- Divine Discourse, May 21, 1995.

Tuhan adalah Bhakta Paradhina — Dia yang menyerahkan diri pada para bhakta-Nya. Inilah keampuhan yang luar biasa dari sebuah pengabdian!

Sunday, August 17, 2025

Thought for the Day - 17th August 2025 (Sunday)



There can be no joy where there is no love. The Gopikas were filled with such love that they saw Krishna in all that they did. When you fill your hearts with love, you have no ill will towards anyone. Cultivate the faith that the Divine is in everyone. Surrender to the Divine in a spirit of dedication. The symbolic meaning in the relations between Krishna and the Gopikas is this: The heart is the Brindavan (in each person). One’s thoughts are like the Gopikas. The Atma is Krishna. Bliss is the sport of Krishna. Everyone must convert their heart into a Brindavan and consider the indwelling Atma as Krishna. Every action should be regarded as a Leela of Krishna. Gokulashtami is celebrated by offering to Krishna Paramannam (rice cooked with jaggery). The real meaning of Paramannam is Annam (food) relating to Param (Supreme). Paramannam is sweet. Your love must be sweet. What you offer to God must be your sweet love. Your love must be all-embracing. This is the foremost message of the Avatar.


- Divine Discourse, Sep 03, 1988

God’s Will alone prevails. However, God is bound to the wish of that devotee who has renounced all attachment to the world.


Tidak ada kebahagiaan di mana tidak ada cinta. Para Go

pika dipenuhi dengan cinta sedemikian rupa sehingga mereka melihat Krishna dalam setiap hal yang mereka lakukan. Ketika hati dipenuhi cinta, tidak ada kebencian terhadap siapa pun. Tumbuhkanlah keyakinan bahwa Yang Ilahi hadir dalam setiap insan. Pasrahkanlah diri kepada-Nya dengan semangat pengabdian. Makna simbolis dari hubungan antara Krishna dan para Gopika adalah ini: Hati adalah Brindavan (yang ada dalam diri setiap orang). Pikiran-pikiran seseorang bagaikan para Gopika. Atma adalah Krishna. Kebahagiaan adalah permainan Krishna. Setiap orang harus mengubah hatinya menjadi Brindavan dan memandang Atma yang bersemayam di dalamnya sebagai Krishna. Setiap tindakan harus dianggap sebagai Leela (permainan ilahi) Krishna. Gokulashtami dirayakan dengan mempersembahkan kepada Krishna Paramannam (nasi yang dimasak dengan gula merah). Makna sejati dari Paramannam adalah Annam (makanan) yang dipersembahkan kepada Param (Yang Mahatinggi). Paramannam itu manis. Demikian pula, cintamu harus manis. Apa yang engkau persembahkan kepada Tuhan hendaknya adalah cintamu yang manis. Cintamu harus merangkul segalanya. Inilah pesan utama dari Sang Avatar.


- Divine Discourse, Sep 03, 1988

Kehendak Tuhanlah yang pada akhirnya berlaku. Namun, Tuhan terikat pada keinginan seorang bhakta yang telah melepaskan segala keterikatan duniawi.

Wednesday, August 13, 2025

Thought for the Day - 13th August 2025 (Wednesday)



Why have you come such long distances, braving all the expenses and troubles of the journey? To be in My presence and to win My Grace, isn’t it? Why then do you seek other contacts and others’ favour once you have reached this place? Why fall into grooves that deny you My presence and grace? Forget all else, and stick to the orders that I give; I want only to initiate you into the spiritual path of seva and love. Do not be ashamed that you have been asked to watch a heap of sandals, or carry water to the thirsty, or stand at the gate. The privilege and pleasure consist in the use to which you put your skill and time for helping others. You long to serve Me. Let Me tell you, serving those who serve Me gives Me as much satisfaction as serving Me. Serving anyone is serving Me, for I am in all. The relief and joy that you give to the sick and the sad reach Me, for I am in their hearts, and I am the One they call out for. God has no need of your service; does He suffer from pain in the legs, or ache in the stomach? Try to serve the godly; be a dasanudasa — servant of the servants of the Lord. The service of man is the only means by which you can serve God.


- Divine Discourse, Mar 04, 1970

When you tend the limb, you tend the individual. When you serve man, you serve God.


Mengapa anda datang dari tempat yang jauh, menanggung semua biaya dan masalah dalam perjalanan? Bukankah tujuannya untuk berada dalam kehadiran-Ku dan mendapatkan karunia-Ku? Lantas mengapa kemudian anda mencari hubungan dan bantuan yang lainnya setelah anda sampai di sini? Mengapa anda terjebak pada hal-hal yang justru menjauhkan diri anda dari kehadiran dan karunia-Ku? Lupakan semua yang lainnya, dan patuhilah perintah yang Aku berikan; Aku hanya ingin menuntun anda pada jalan spiritual melalui seva (pelayanan) dan kasih. Jangan merasa malu jika anda diminta untuk menjaga tumpukan sandal, atau membawakan air pada mereka yang kehausan, atau berdiri di depan gerbang. Kehormatan dan kebahagiaan terletak dalam menggunakan ketrampilan dan waktu anda untuk membantu yang lainnya. Anda merindukan untuk melayani-Ku. Mari Aku katakan kepadamu, melayani mereka yang melayani-Ku adalah memberikan kepuasan yang sama seperti melayani-Ku secara langsung. Melayani siapapun adalah melayani diri-Ku, karena Aku bersemayam dalam diri semuanya. Meringankan beban dan suka cita yang andn berikan pada mereka yang sakit dan sedih pastinya mencapai-Ku, karena Aku ada dalam hati mereka, dan Akulah yang mereka panggil. Tuhan tidak membutuhkan pelayananmu; apakah Tuhan menderita sakit pada kaki, atau pada perut? Berusahalah melayani orang-orang yang saleh; jadilah seorang dasanudasa - pelayan bagi pelayan Tuhan. Pelayanan pada manusia adalah satu-satunya cara bagi anda untuk bisa melayani Tuhan.


- Divine Discourse, 04 Maret 1970

Ketika anda merawat bagian anggota tubuh, maka anda merawat seluruh diri. Ketika anda melayani manusia, anda melayani Tuhan. 

Tuesday, August 12, 2025

Thought for the Day - 12th August 2025 9Tuesday)



You know the chaotic condition the world is in today. Disorder and violence are rampant everywhere. Peace and security are not to be found anywhere. Where is peace to be found? It is within us. Security is also within us. How is insecurity to be removed and security secured? By giving up desires. In the language of ancient Bharatiyas, this was termed Vairagya (giving up attachment). This does not mean giving up home and family and retiring to the forest. It is simply a reduction of wants. As a householder, limit your desires to the needs of the family! As a student, stick to your studies. As a professional, adhere to the duties of your profession. Man is raked by numerous troubles because he has no confidence in the Self. Aspirants on the spiritual path are bound to face troubles caused by six enemies - lust, anger, greed, infatuation, pride, and envy. One must overcome them.


- Divine Discourse, Aug 23, 1995

Rely on God rather than on things which are dependent on God.


Anda mengetahui kekacauan yang sedang melanda dunia saat ini. Kekacauan dan kekerasan merajalela di mana-mana. Kedamaian dan rasa aman sulit ditemukan di mana pun. Lalu, di mana sebenarnya kedamaian itu bisa didapatkan? Kedamaian ada di dalam diri kita. Rasa aman juga ada di dalam diri kita. Bagaimana cara menghilangkan rasa tidak aman dan memperoleh rasa aman? Dengan melepaskan keinginan. Dalam bahasa para bijak di zaman Bharatiya kuno, hal ini disebut Vairagya (melepaskan keterikatan). Ini bukan berarti meninggalkan rumah dan keluarga lalu hidup di hutan, melainkan mengurangi keinginan. Sebagai kepala keluarga, batasi keinginan hanya pada kebutuhan keluarga. Sebagai pelajar, fokuslah pada studimu. Sebagai profesional, jalankan tugas sesuai profesimu. Manusia menderita karena tidak memiliki keyakinan pada Diri Sejati. Mereka yang menapaki jalan spiritual pasti akan menghadapi enam kotoran batin: nafsu, amarah, keserakahan, kebingungan/keterikatan buta, kesombongan, dan iri hati. Semua kotoran batin itu harus diatasi.


- Divine Discourse, 23 Agustus 1995

Bergantunglah pada Tuhan, bukan pada hal-hal yang justru bergantung kepada-Nya.

Monday, August 11, 2025

Thought for the Day - 11th August 2025 (Monday)



In this world, there are sons who disrespect their parents. They do not recognise that parents gave them birth and brought them up with many sacrifices and discomfort. They hurt their parents on one hand and pray to God on the other. This cannot be called true devotion at all. Can they attain liberation with this type of devotion? What is liberation? Fools think that merging with God after death is liberation. But it is not so. Eliminating all worries and being happy thereby is true liberation. It is satisfying the hunger of the poor and giving succour to the needy. Mukti (liberation) is to cast away one’s difficulties, sorrows, worries, attachments and secure happiness, comfort, peace and bliss. It is not any separate destination to reach. To remove the anxiety of everyone and fill their hearts with supreme peace is mukti. To be freed from one’s worries is mukti. Mukti, which is so simple, subtle and within the reach of everyone, is being ignored by man. He craves for mukti after death. But mukti should be experienced when one is still alive.


- Divine Discourse, Oct 02, 2000

Liberation means achieving selfless love that is constant, unabating, and total. 


Di dunia ini, ada anak-anak yang tidak menghormati orang tuanya. Mereka tidak menyadari bahwa orang tuanya telah melahirkannya dan membesarkannya dengan banyak pengorbanan dan perjuangan. Mereka menyakiti hati orang tuanya di satu sisi dan berdoa kepada Tuhan di sisi lainnya. Hal ini sama sekali tidak bisa disebut dengan bhakti sejati. Dapatkah mereka berdua mencapai pembebasan dengan jenis bhakti seperti ini? Apa itu pembebasan? Mereka yang bodoh berpikir bahwa menyatu dengan Tuhan setelah kematian adalah pembebasan. Namun tidak demikian halnya. Melenyapkan semua kecemasan dan menjadi bahagia karenanya adalah pembebasan yang sejati. Ini adalah untuk memuaskan rasa lapar dari orang miskin dan memberikan bantuan pada mereka yang membutuhkan. Mukti (pembebasan) adalah membuang jauh semua penderitaan, kesulitan, kecemasan, keterikatan dan mendapatkan kegembiraan, kenyamanan, kedamaian serta kebahagiaan. Ini bukan tujuan terpisah yang harus dicapai. Untuk menghilangkan kecemasan pada setiap orang dan mengisi hati mereka dengan kedamaian tertinggi adalah mukti. Untuk bebas dari kecemasan adalah mukti. Mukti, yang mana adalah sederhana, halus dan dapat dijangkau oleh setiap orang malah diabaikan oleh manusia. Manusia mendambakan mukti setelah kematian. Namun mukti harus dialami ketika seseorang masih hidup.


- Divine Discourse, 02 Oktober 2000

Pembebasan berarti mencapai kasih yang tanpa mementingkan diri sendiri yang bersifat konstan, tidak pernah padam dan total.

Saturday, August 9, 2025

Thought for the Day - 9th August 2025 (Saturday)



One day, Satyabhama, Rukmini, Jambavati and Draupadi saw blood oozing out of Krishna’s finger. They could see this as they were all very near Krishna. Servants could not see as they were not so near. Satyabhama immediately asked a maidservant to get a piece of cloth to tie around Krishna’s finger, while Rukmini herself ran inside to get a piece of cloth. Draupadi at once tore the loose end of her sari and tied it around Krishna’s finger. When Satyabhama and Rukmini saw this, they looked at each other to admire the devotion of Draupadi. They felt mortified and thought to themselves, "We don’t have the love, devotion, and discretion that Draupadi has! We are only attached to Krishna’s physical form but do not really understand His needs". When Draupadi prayed to Krishna for help in time of trouble, Krishna remembered this incident and decided immediately that the time had come to reward her for the act of sacrifice she performed on that day! In this physical world, if you want to have something, you have to give something else in return. When you want to buy a handkerchief, you go to a shop, give the shopkeeper ten rupees or so, and he gives you the handkerchief. You must offer something to God also to earn His grace. Even for your little offering, God will give you a bountiful reward.


- Divine Discourse, Jun 30, 1996.

You should offer your Love to God as the food that God loves.


Pada suatu hari, Satyabhama, Rukmini, Jambavati, dan Draupadi melihat darah menetes di jari Krishna. Mereka dapat melihat hal ini karena mereka semuanya berada sangat dekat dengan Krishna. Para pelayan tidak bisa melihat hal itu karena mereka tidak berada dekat. Satyabhama segera meminta kepada pelayan mencarikan sepotong kain untuk membalut luka di jari Krishna, sedangkan Rukmini sendiri berlari ke dalam kamar untuk mencari sehelai kain. Draupadi pada saat itu juga merobek ujung sarinya dan membalut jari Krishna. Ketika Satyabhama dan Rukmini melihat hal ini, mereka saling memandang dengan memuji bhakti dari Draupadi. Mereka merasa malu dan berpikir dalam diri mereka sendiri, "Kita tidak memiliki kasih, bhakti, dan kebijaksanaan seperti yang dimiliki oleh Draupadi! Kita hanya terikat pada wujud fisik Krishna namun tidak memahami kebutuhan sejati dari Krishna.” Ketika Draupadi berdoa memohon pertolongan pada Krishna pada saat kesulitan, Krishna mengingat kejadian ini dan memutuskan dengan segera bahwa sudah tiba waktunya untuk membalas tindakan pengorbanan yang telah dilakukannya pada waktu itu! Dalam dunia fisik ini, jika engkau ingin memiliki sesuatu, engkau harus memberikan sesuatu yang lain sebagai balasannya. Ketika engkau ingin membeli sebuah sapu tangan, engkau pergi ke toko, memberikan uang kepada kasir di toko dan kemudian kasir itu akan memberikanmu sapu tangan. Engkau harus memberikan sesuatu kepada Tuhan untuk bisa mendapatkan karunia-Nya. Bahkan untuk persembahanmu yang sedikit, Tuhan akan memberikanmu pahala yang berlimpah.


- Divine Discourse, 30 Juni 1996.

Engkau harus mempersembahkan kasihmu pada Tuhan sebagai makanan yang disukai Tuhan. 

Friday, August 8, 2025

Thought for the Day - 8th August 2025 (Friday)



Good conduct, good qualities and an exemplary character are the most valuable riches one can possess. But men today have given up these three and are seeking worldly goods and, immersed in their own concerns, are imagining that they are leading pious lives. The Divine cannot be attained through such delusions. All the teachings one listens to, the books one studies, and the education one receives are only serving to nourish these delusions and not helping men to seek the Divine. To realise the Divine, one has to get rid of these delusions. All education today aims only at preparing students for worldly purposes. Think of the great sages and renowned men of the past who did not have this education but who led such exemplary lives! What great things are you going to achieve by pursuing these studies during all your waking hours, merely for earning a living, while forgetting God?


- Divine Discourse, May 29, 1988

Man today is trying to master every kind of knowledge, but is unable to discover his own true nature. 


Perilaku baik, sifat baik dan karakter teladan adalah kekayaan yang paling berharga yang seseorang dapat miliki. Namun manusia pada saat sekarang telah melepaskan ketiga jenis kekayaan ini dan sedang mengejar harta duniawi dan, tenggelam dalam urusan mereka sendiri, sambil membayangkan mereka sedang menjalani kehidupan yang baik. Tuhan tidak bisa dicapai melalui khayalan ini. Semua ajaran yang seseorang dengarkan, buku-buku yang seseorang pelajari, dan pendidikan yang seseorang dapatkan hanya untuk memupuk khayalan ini dan tidak menolong manusia dalam usaha mencari Tuhan. Untuk menyadari Tuhan, seseorang harus melepaskan khayalan-khayalan ini. Semua Pendidikan hari ini hanya bertujuan untuk mempersiapkan pelajar pada tujuan duniawi. Pikirkanlah para guru suci dan orang-orang terkenal di masa lalu yang tidak memiliki pendidikan ini namun menjalani hidup yang penuh keteladanan! Apa hal-hal hebat yang engkau akan peroleh dengan menempuh pembelajaran ini selama engkau sadar, melulu hanya untuk mencari nafkah, sementara melupakan Tuhan?


- Divine Discourse, 29 Mei 1988

Manusia hari ini sedang mencoba untuk menguasai setiap jenis pengetahuan, namun tidak mampu untuk mengungkapkan hakikat Dirinya yang Sejati. 

Thursday, August 7, 2025

Thought for the Day - 7th August 2025 (Thursday)



Discipline is most essential for students. From the moment you wake up, carry out your morning ablutions, meditate on God and do your prescribed duties in an orderly manner without deviating from regular routine. Variations in routine are undesirable. You should not wake up at one hour on one day and at a different time on another day. The day's activities should be regulated by the same schedule. Immediately after finishing the chores in the calm and serene atmosphere of the morning, one should devote at least a few minutes to the loving meditation on God. The human estate is based upon regulation and self-control. These must be strictly adhered to in daily life. Then comes Discrimination. The world is a mixture of good and bad, of joy and sorrow, right and wrong, victory and defeat. In a world replete with such opposites, man must constantly make the choice between what is right and proper and what is wrong, undesirable. Man should not let oneself be guided by the mind. He should follow the directions of the Buddhi (intelligence). 


- Divine Discourse, Jan 16, 1988

Those who master the 5Ds - Dedication, Devotion, Discipline, Discrimination and Determination - are qualified to receive God's love! 


Disiplin adalah paling mendasar bagi pelajar. Dari saat engkau bangun tidur, melakukan pembersihan diri di pagi hari, bermeditasi pada Tuhan dan menjalankan kewajibanmu dengan tertib tanpa menyimpang dari rutinitas yang teratur. Perubahan dan variasi dalam rutinitas adalah tidak diinginkan. Engkau seharusnya tidak bangun pagi pada satu waktu di satu hari dan bangun di waktu yang berbeda pada hari lainnya. Kegiatan harian sebaiknya diatur dengan jadwal yang sama. Segera setelah menyelesaikan aktifitas pagi dalam suasana yang tenang dan damai di pagi hari, seseorang harus mendedikasikan beberapa menit dalam meditasi penuh kasih pada Tuhan. Keadaan manusia didasarkan pada keteraturan dan pengendalian diri. Kedua hal ini benar-benar harus diterapkan dalam hidup sehari-hari. Setelah itu baru muncul kemampuan membedakan. Dunia adalah campuran dari kebaikan dan keburukan, suka dan duka cita, benar dan salah, keberhasilan dan kegagalan. Dalam dunia yang penuh dengan pertentangan seperti ini, manusia harus secara teratur membuat pilihan diantara apa yang benar dan layak dan apa yang salah, tidak diinginkan. Manusia tidak boleh membiarkan dirinya dikendalikan oleh pikiran, manusia harus mengikuti arah dan tuntunan dari Buddhi (kecerdasan). 


- Divine Discourse, 16 Januari 1988

Bagi mereka yang menguasai 5 hal ini – dedikasi, bhakti, disiplin, kemampuan membedakan dan, keteguhan hati – adalah layak menerima kasih Tuhan. 

Wednesday, August 6, 2025

Thought for the Day - 6th August 2025 (Wednesday)



The flower symbolises the heart. Flowers are offered only to the Lord or those whom you revere. The flower of the heart is subject to infestation by two evil creatures: One is ahamkara (self-conceit); the other is asuya (envy). Self-conceit is based on eight different factors: wealth, physical prowess, birth, scholarship, beauty, power, youth and penance. Of these, the arrogance born of wealth is to be despised most. As long as this ahamkara is predominant, it is impossible to recognise the Divine or one's spiritual reality. Self-conceit is a great barrier between the individual and God. It has to be utterly demolished. All forms of pride, based on birth, wealth, power, scholarship and so on, have to be totally given up. Only when egoistic pride is offered as a sacrifice at the altar of the Divine can man discover his true nature. This is the dedication that is called for as the first step in the spiritual journey. 


- Divine Discourse, Jan 16, 1988

Pride is the wall that hides the Atma from the Anatma, the curtain between Truth and Untruth.


Bunga melambangkan hati. Bunga hanya dipersembahkan kepada Tuhan atau pada mereka yang engkau muliakan. Bunga hati adalah rentan terhadap serangan atau gangguan dari dua hama jahat yaitu: pertama adalah ahamkara (kesombongan diri); yang lainnya adalah asuya (iri hati). Kesombongan diri didasarkan pada delapan faktor yang berbeda: kekayaan, kekuatan fisik, kelahiran, kesarjanaan, kerupawanan, masa muda dan latihan spiritual. Dari kedelapan faktor ini, kesombongan yang muncul dari kekayaan adalah yang paling harus dihindari. Selama kesombongan diri ini masih mendominasi maka adalah tidak mungkin untuk menyadari Tuhan atau realitas spiritual dirinya. Kesombongan diri adalah pembatas yang begitu besar diantara individu dengan Tuhan. Pembatas ini benar-benar harus dihancurkan. Semua bentuk kesombongan, berdasarkan pada kelahiran, kekayaan, kekuasaan, kesarjanaan dan sebagainya, semuanya ini sepenuhnya harus dilepaskan. Hanya ketika kesombongan ini dipersembahkan sebagai sebuah persembahan di altar Tuhan maka manusia dapat mengungkapkan sifat dirinya yang sejati. Ini adalah bentuk dedikasi yang disebut sebagai langkah awal dalam perjalanan spiritual. 


- Divine Discourse, 16 Januari 1988

Kesombongan adalah dinding yang menyembunyikan Atma (Diri Sejati) dari Anatma (yang bukan merupakan Atma), dan juga tirai yang menghalangi diantara kebenaran dan ketidakbenaran. 

Monday, August 4, 2025

Thought for the Day - 4th August 2025 (Monday)



Vyasa taught the essence of the Vedas in just two sentences: Paropakaraya Punyaya, Papaya Para Peedanam - Helping others is meritorious. Hurting others is sin. The word Paropakara consists of three syllables – Para, Upa and Kara. Para means the Supreme or the Highest Abode; Upa means nearness, and Kara means to do or to go. Paropakara, therefore, means that one should do good and help others in order to go near God. This is the proper spiritual path, the essence of the Upanishads! The significance of the word Upanishad is that a disciple must sit down at the Feet of God (Guru), who is on a higher level. All the spiritual texts teach how to go near God. Just as one goes near an air conditioner to get coolness and comfort when it is hot, similarly, when one goes near God, one develops Divine qualities. This is Sadhana. What is papam (sin)? Harming others is sin; classifying and diversifying and forgetting unity is a sin. Names and forms may vary, but the Spirit is only one. God and Nature are in union where God is the cause and Nature is the effect. There cannot be an effect without a cause. To consider unity as diversity is a sin. 


- Divine Discourse, Apr 08, 1996

Just as the Ganga, when it reaches the sea, will not turn back, similarly, one who has experienced nearness to God will not turn back.


Rsi Vyasa mengajarkan intisari dari Weda hanya dengan dua kalimat: Paropakaraya Punyaya, Papaya Para Peedanam – Menolong yang lain adalah perbuatan baik. Menyakiti yang lain adalah dosa. Kata Paropakara terdiri dari tiga suku kata  yaitu Para, Upa dan Kara. Para berarti tertinggi atau tempat tinggal tertinggi; Upa berarti kedekatan, dan Kara berarti melakukan atau menuju. Maka dari itu Paropakara berarti bahwa seseorang harus melakukan kebaikan dan menolong yang lain dalam upaya untuk bisa menuju lebih dekat pada Tuhan. Ini adalah jalan spiritual yang tepat yang merupakan intisari dari Upanishad! Makna dari kata Upanishad adalah seorang murid yang harus duduk di bawah di kaki Tuhan (Guru) sedangkan Guru duduk di tempat yang lebih tinggi. Semua naskah-naskah spiritual mengajarkan bagaimana untuk bisa melangkah lebih dekat pada Tuhan. Seperti seseorang yang bergerak mendekat pada AC untuk mendapatkan kesejukan dan kenyamanan ketika hari panas, sama halnya, ketika seseorang dekat dengan Tuhan, maka seseorang mengembangkan sifat-sifat keilahian. Ini adalah Sadhana. Apa itu dosa (papam)? Menyakiti yang lain adalah dosa; memisahkan dan menciptakan perbedaan serta melupakan kesatuan adalah sebuah dosa. Nama dan wujud mungkin bervariasi, namun jiwa itu adalah satu adanya. Tuhan dan alam ada dalam satu kesatuan dimana Tuhan adalah penyebab dan alam adalah akibatnya. Tidak akan ada akibat tanpa adanya penyebab. Melihat kesatuan sebagai perbedaan adalah sebuah dosa. 


- Divine Discourse, 08 April 1996

Seperti halnya sungai Ganga, ketika mencapai lautan maka alirannya tidak akan berbalik, sama halnya, seseorang yang telah mengalami kedekatan dengan Tuhan tidak akan berpaling kembali.