Thursday, August 8, 2013

Thought for the Day - 7th August & 8th August 2913

Date: Wednesday, August 07, 2013

For the wisdom of discrimination to dawn on people, elders must first set an example in discrimination and detachment. If they run after sensory pleasures with feverish excitement, how can the youth be blamed for their selfishness and greed? The elders must practise what they preach, show how a divine life confers mental poise, joy, contentment and harmony. They must spend at least some time everyday in the recital of the Lord’s Name or on Meditation. Then, children too, will imbibe that atmosphere and acquire peace for sure. Today, many speak with full passion that there is nothing as sweet as the Name of the Lord, but they do not repeat it at all. Children will easily discover the hoax, if one neglects their own spiritual progress on the path, but preaches it. The accountability of those who profess the spiritual path is great and must not be undermined.

Karena pengetahuan tentang diskriminasi menjadikan manusia lebih jelas (untuk membedakan yang baik dan buruk), para tetua harus terlebih dahulu memberikan contoh dalam hal diskriminasi dan tanpa kemelekatan. Jika para tetua hanya mengejar kesenangan indera dengan demam kebahagiaan duniawi, bagaimana para pemuda bisa disalahkan karena keegoisan dan ketamakan mereka? Para tetua harus mempraktikkan apa yang telah mereka nasihatkan, menunjukkan bagaimana kehidupan ilahi menganugerahkan ketenangan mental, sukacita, kepuasan, dan harmoni. Mereka harus meluangkan setidaknya beberapa saat dalam sehari untuk melakukan pengulangan Nama Tuhan atau Meditasi. Maka, anak-anak akan menyerap suasana itu dan pasti memperoleh kedamaian. Saat ini, banyak yang mengatakan dengan penuh gairah bahwa tidak ada yang semanis Nama Tuhan, tetapi mereka sama sekali tidak melakukan pengulangan Nama Tuhan. Anak-anak dengan mudah akan menemukan kebohongan, jika orang-orang mengabaikan kemajuan rohani mereka sendiri di jalan ini, tetapi mengajarkan hal itu. Akuntabilitas orang yang menyatakan berjalan di jalan spiritual, sangat besar dan seharusnya tidak dirusak.
-BABA


Date: Thursday, August 08, 2013

Picture this inward journey as walking through a four storied building to get to the top – the ground floor being the union with God through action (Karma Yoga), and the other floors being Devotion, Wisdom and Detachment (Bhakthi, Jnana and Vairagya). When it is just a nascent fruit, it is karma. That is, all are capable of the activity, and so it is the first step in spirituality as well. When it matures and is rendered free from egoism and greed, it becomes worship, and so, it leads one onto the second floor, Bhakthi. When it is ripe and sweet, that is to say, when the devotee achieves complete self-surrender, then it is the acquisition of Jnana (Wisdom). When the fruit drops from the tree, it marks full detachment (Vairagya); the fourth floor of God's mansion is then reached.

Bayangkanlah perjalanan ini sebagai berjalan melewati sebuah gedung bertingkat empat untuk sampai ke puncak – di lantai dasar untuk menyatu dengan Tuhan melalui tindakan (Karma Yoga), dan ketiga  lantai lainnya dengan Pengabdian, Kebijaksanaan, dan Tanpa kemelekatan (Bhakthi, Jnana, dan Vairagya). Ketika buah mulai timbul/lahir, itu adalah karma. Artinya, semuanya mampu melakukan aktivitas/tindakan, dan itulah langkah pertama dalam spiritualitas. Ketika buah semakin tumbuh dan bebas dari egoisme dan keserakahan, itu akan menjadi ibadah, dan dengan demikian mengarah ke lantai yang kedua, Bhakthi. Ketika buah sudah matang dan manis, yaitu ketika bhakta mencapai kepasrahan total, maka selanjutnya akan memperoleh Jnana (Kebijaksanaan). Ketika buah jatuh dari pohon, itu adalah tanda tanpa kemelekatan (Vairagya); lantai empat rumah Tuhan itu tercapai.
-BABA

No comments:

Post a Comment