Wednesday, February 1, 2017

Thought for the Day - 27th January 2017 (Friday)

God incarnates to foster sadhus (noble or saintly ones), it is said. By sadhus, the scriptures do not mean the dwellers in Himalayan retreats; they mean the virtuous person who forms the inner reality of everyone of you, the outer appearance being but a mask which is worn to delude yourself into esteem. Everyone of you is a sadhu, for you are prema swarupa, shanti swarupa and amrutha swarupa (embodiment of love, peace and immortality). But by allowing the crust of ego to grow thick and fast, the real nature is tarnished. By the action of satsang (the company of the God-minded), by systematic attention to self-control and self-improvement, one can overcome the delusion that makes one identify with the body and its needs and cravings. Yama (God of death) can be countered by samyama or control of the senses. When man forgets this fact and starts living as a slave of the senses, God, out of His infinite mercy, comes and guides along the heavenly path into Himself.


Tuhan berinkarnasi untuk membantu perkembangan para sadhu (mereka yang mulia dan suci), itu yang dikatakan. Naskah suci tidak mengartikan kata Sadhu adalah mereka yang tinggal di pengasingan diri Himalaya; mereka adalah orang yang berbudi luhur yang membentuk realitas batin dari setiap orang darimu, penampilan luar menjadi hanyalah sebauh topeng yang dipakai untuk menipu dirimu sendiri ke dalam harga diri. Setiap orang darimu adalah seorang sadhu, karena engkau adalah prema swarupa, shanti swarupa, dan amrutha swarupa (perwujudan kasih, kedamaian, dan keabadian). Namun dengan mengizinkan kerak ego tumbuh dengan tebal dan cepat maka sifat sejatinya menjadi memudar. Dengan tindakan satsang (pergaulan dari pikiran terpusat pada Tuhan), dengan perhatian yang secara sistematis pada pengendalian diri dan peningkatan diri maka seseorang dapat mengatasi khayalan yang membuat seseorang menganggap dirinya adalah badan dan kebutuhan serta keinginannya. Yama (Dewa kematian) dapat dihadapi dengan samyama atau pengendalian indera. Ketika manusia melupakan kenyataan ini dan mulai hidup sebagai budak dari indera, Tuhan dengan karunia-Nya yang tidak terbatas datang dan menuntun sepanjang jalan yang menyenangkan menuju diri-Nya sendiri. (Divine Discourse, 7 Sep, 1966)

-BABA

No comments:

Post a Comment