Thursday, April 10, 2025

Thought for the Day - 10th April 2025 (Thursday)



Cultivate pure love through these two methods: 1. Always consider the faults of others, however big, to be insignificant and negligible. Always consider your own faults, however insignificant and negligible, to be big, and feel sad and repentant. Thus, you avoid developing bigger faults and defects and acquire qualities of brotherliness and forbearance. 2. Whatever you do, with yourself or with others, do it remembering that God is omnipresent. He sees, hears and knows everything. Whatever you speak, remember that God hears every word; discriminate between true and false and speak only the truth. Whatever you do, discriminate between right and wrong and do only the right. Endeavour every moment to be aware of omnipotence of God. The body is temple of individual (jiva), so whatever happens in that temple is the concern of the individual. So too, world is the body of the Lord, and all that happens in it, good or bad, is His concern. 


- Ch 19 Prema Vahini

When you point out one fault in others, you must be able to examine three times whether there is a fault in you.



Pupuklah kasih yang suci melalui dua metode ini yaitu: 1. Selalulah menganggap kesalahan orang lain betapapun besarnya sebagai sesuatu yang tidak penting dan sepele. Selalulah menganggap kesalahanmu sendiri betapapun kecil atau sepelenya sebagai sesuatu yang besar dan merasa sedih serta menyesal. Dengan cara ini, engkau akan terhindar dari mengembangkan kesalahan yang lebih besar dan mendapatkan kualitas persaudaraan serta kesabaran. 2. Apapun yang engkau lakukan, apakah dilakukan sendiri atau bersama orang lain, lakukanlah hal itu dengan mengingat Tuhan ada dimana-mana. Tuhan melihat, mendengarkan dan mengetahui segalanya. Apapun yang engkau katakan, ingatlah bahwa Tuhan mendengarkan setiap kata yang engkau ucapkan; lakukan pemilahan diantara yang benar dan salah serta hanya katakan kebenaran. Apapun yang engkau lakukan, lakukan pemilahan diantara yang tindakan yang benar dan salah serta hanya lakukan tindakan yang benar saja. Berusahalah dalam setiap momen untuk selalu sadar pada kehadiran Tuhan dimana-mana. Tubuh jasmani adalah tempat suci bagi jiwa, jadi apapun yang terjadi pada tempat suci ini adalah urusan masing-masing individu. Begitu juga, dunia adalah tubuh jasmani dari Tuhan, dan semua yang terjadi di dalamnya, apakah itu baik atau buruk adalah menjadi urusan Tuhan. 


- Ch 19 Prema Vahini

Ketika engkau menunjukkan satu kesalahan pada orang lain, engkau harus mampu memeriksa tiga kali apakah kesalahan itu ada di dalam dirimu.

Wednesday, April 9, 2025

Thought for the Day - 9th April 2025 (Wednesday)



In the Kali Age, man has acquired great fame, riches and comforts, but he lacks peace and a sense of security. The reason for this sorrow is the lack of patience and sympathy amongst the members of the family living in a house. Why does man lack these two qualities? The rise in selfishness and the use of intelligence for one’s own self-interest has brought about this decline. These two values are not seen in any family today. Because of this, they remain steeped in worries from dawn to dusk. There is no unity or coordination amidst the sons of a family. Therefore, each goes his own way and, though born as a human being, leads a life worse than that of animals. In fact, animals are better as they have a reason and a season. Man has become selfish and he no more thinks of contributing to others’ happiness. Patience and sympathy are like life forces for a man. A man without these can be considered lifeless. Having acquired a number of degrees and having amassed wealth, what has man really achieved? What every man in a family should aspire to achieve are the two virtues of patience and sympathy. 


- Divine Discourse, Oct 02, 2000.

Let love be enthroned in your heart. Then, there will be sunshine and cool breeze and gurgling waters of contentment, feeding the roots of faith



Di jaman kali ini, manusia telah mendapatkan ketenaran, kekayaan dan kenyamanan yang luar biasa, namun manusia kurang adanya kedamaian dan rasa aman. Alasan dari penderitaan ini adalah kurangnya kesabaran dan simpati diantara anggota keluarga yang tinggal dalam rumah. Mengapa manusia kurang dengan dua kualitas itu? Hal ini disebabkan karena meningkatnya sifat mementingkan diri sendiri dan penggunaan kecerdasan untuk kepentingan diri telah membawa pada kemerosotan ini. Kedua nilai-nilai luhur ini tidak terlihat di dalam keluarga manapun saat sekarang. Karena alasan ini maka manusia tetap dihantui oleh kecemasan dari pagi hingga sore hari. Tidak adanya persatuan atau koordinasi diantara anak-anak yang ada dalam keluarga. Maka dari itu, setiap anak mengambil jalannya masing-masing dan walaupun lahir sebagai manusia namun menjalani hidup yang lebih buruk daripada hidup binatang. Sebagai faktanya, binatang adalah lebih baik karena binatang memiliki alasan dan musim. Manusia telah menjadi egois dan tidak ada perhatian lagi untuk memberikan sumbangsih bagi kebahagiaan orang lain. Kualitas seperti kesabaran dan simpati adalah seperti kekuatan hidup bagi manusia. Seorang manusia tanpa adanya dua kualitas ini dapat dianggap sebagai yang tidak bernyawa. Setelah memperoleh beberapa gelar kesarjanaan dan memiliki kekayaan yang melimpah, apa sebenarnya yang telah dicapai oleh manusia? Apa yang harus menjadi cita-cita dari setiap orang dalam keluarga adalah untuk mencapai dua kualitas luhur yaitu kesabaran dan simpati. 


- Divine Discourse, 02 Oktober 2000.

Biarkan kasih bersemayam di dalam hatimu. Kemudian, akan ada sinar matahari dan angin yang sepoi-sepoi serta gemericik air rasa syukur yang menyuburkan akar-akar keyakinan.

Tuesday, April 8, 2025

Thought for the Day - 8th April 2025 (Tuesday)



Some people may have some doubts related to prayer. Of what avail is prayer? Will the Lord gratify all that we ask for in our prayers? He gives us only what He feels we need or deserve, is it not? Will the Lord like to give us all that we ask for in our prayers to Him? Of course, all these doubts can be resolved. If the devotee has dedicated everything — body, mind, and existence — to the Lord, He will Himself look after everything, for He will always be with the devotee. Under such conditions, there is no need for prayer. But have you so dedicated yourself and surrendered everything to the Lord? No. When losses occur, calamities come, or plans go awry, the devotee blames the Lord. Some, on the other hand, pray to Him to save them. If you avoid both of these, as well as reliance on others by placing complete faith on the Lord at all times, why should He deny you His grace? Why should He desist from helping you?


- Ch 7, Prasanthi Vahini.

When God is ready to give strength, devotion and liberation, why should we desire worldly life and pray for worldly things?



Beberapa orang memiliki beberapa keraguan terkait dengan doa. Apa manfaat dari doa? Akankah Tuhan mengabulkan semua yang kita minta dalam doa kita? Bukankah Tuhan hanya memberikan kepada kita apa yang menurut-Nya kita butuhkan dan layak kita terima? Akankah Tuhan memberikan kepada kita semua yang kita minta dalam doa kita pada-Nya? Tentu saja, semua keraguan itu dapat dijelaskan. 


Jika seorang bhakta telah mendedikasikan semuanya yaitu : tubuh, pikiran dan keberadaannya kepada Tuhan, maka Tuhan sendiri akan mengurus segala sesuatunya, karena Tuhan akan selalu berada bersama dengan bhakta itu. Dengan keadaan seperti itu maka doa tidak diperlukan lagi. Namun, sudahkah engkau mendedikasikan dirimu dan berserah segala sesuatunya kepada Tuhan? Belum. Ketika terjadi kemalangan, musibah datang, atau rencana menjadi gagal, maka bhakta menyalahkan Tuhan. Sebaliknya, ada beberapa orang lainnya berdoa kepada Tuhan untuk menyelamatkan diri mereka. Jika engkau menghindari keduanya ini, serta tidak tergantung pada orang lain dan hanya menaruh keyakinan penuh pada Tuhan sepanjang waktu, mengapa Tuhan harus menunda memberikanmu rahmat-Nya? Mengapa Tuhan harus enggan menolongmu? 


- Ch 7, Prasanthi Vahini.

Ketika Tuhan siap untuk memberikan kekuatan, bhakti dan pembebasan, lantas mengapa kita masih menginginkan kehidupan duniawi dan berdoa untuk hal-hal duniawi?

Monday, April 7, 2025

Thought for the Day - 7th April 2025 (Monday)



The Ramayana is a guidebook on the ideal relations between mothers and children, between husband and wife, between brothers, between the ruler and the people, between the master and the servants and many other human relationships. Rama showed compassion to the dying eagle Jatayu, which had fought with Ravana when he was carrying Sita away to Lanka and Rama gave refuge to Vibhishana, even against the fears expressed by Lakshmana. These are examples of Rama’s supreme benevolence and magnanimity towards anyone who revered him or sought his protection. Rama declared to Lakshmana “Anyone who comes to Me in a spirit of surrender, whoever he might be, is Mine and I am his. I shall give him asylum. This is My vow.” Rama was a man pledged to one word, to one wife, and to a single arrow. Devotees should install Rama in their hearts and celebrate Rama-navami for achieving Atmic bliss. Going through the Ramayana epic they should reach the state of ‘Atma-rama’ (oneness with the Universal Spirit). In such a state, there is no Ahamkaram (ego-sense).


- Divine Discourse, Apr 07, 1987

The day we install in our hearts the path laid down by Rama is the real birthday of Rama. 



Kisah Ramayana adalah sebuah naskah suci yang berisi tuntunan terkait hubungan yang ideal diantara ibu dan anak, diantara suami dan istri, diantara saudara, diantara penguasa dan rakyatnya, diantara majikan dan pelayan dan banyak hubungan manusia lainnya. Sri Rama memperlihatkan welas asih pada burung Jayatu yang sekarat, yang mana telah bertarung dengan Ravana ketika dia menculik Sita ke Lanka dan Sri Rama memberikan perlindungan pada Vibhishana, bahkan pada ketakutan yang ditunjukkan oleh Lakshmana. Semuanya ini adalah contoh teladan dari kebajikan dan kemurahan hati yang begitu mulia dari Sri Rama kepada siapapun yang menghormati dan mencari perlindungan pada-Nya. Sri Rama menyatakan kepada Lakshmana “Siapapun yang datang pada-Ku dalam semangat penyerahan diri, siapapun dia maka dia adalah milik-Ku dan aku adalah miliknya. Aku akan memberikannya perlindungan. Ini adalah janji-Ku.” Sri Rama adalah manusia yang berikrar pada satu kata, pada satu istri dan pada satu anak panah. Bhakta harus menempatkan Rama di dalam hati mereka dan merayakan Rama-navami untuk mendapatkan kebahagiaan Atma. Melalui epos Ramayana, mereka harus mencapai keadaan ‘Atma-rama’ (penyatuan dengan kesadaran Universal). Dalam keadaan seperti itu, tidak akan ada Ahamkaram (perasaan ego).


- Divine Discourse, 07 April 1987

Hari saat kita menempatkan dalam hati kita jalan yang telah ditetapkan oleh Sri Rama adalah hari ulang tahun sesungguhnya dari Sri Rama.

Sunday, April 6, 2025

Thought for the Day - 6th April 2025 (Sunday)



Whatever is done by the great, whichever company they choose, they will ever be on the path of righteousness, on the divine path. Their acts will promote welfare of the entire world! So, when Ramayana or narratives of the Divine are recited or read, attention must be fixed on the majesty and mystery of God, on the truth and straightforwardness that are inherent in them, and on practice of these qualities in daily life. No importance should be attached to extraneous matters; the manner of execution of one’s duty is the paramount lesson to be learned. God, when appearing with form for the sake of upholding dharma, behaves in a human way. He must! For, He holds forth the ideal life before people and confers the experience of joy and peace. His movements and playful activities (leelas) might appear ordinary and commonplace to some. But each will be an expression of beauty, truth, goodness, joy, and exaltation. Each will captivate the world with its charm and purify the heart that contemplates it! Each will overcome and overwhelm all the agitations of the mind, tear the veil of illusion (maya), and fill the consciousness with sweetness.


- Ch 1, Rama Katha Rasavahini, Vol 1

The Divine Rama Principle is not something to be remembered once a year but every moment of our life.



Apapun yang dilakukan oleh orang-orang yang agung, apapun pergaulan yang mereka pilih, mereka selalu akan berada di jalan kebenaran yaitu di jalan Tuhan. Setiap tindakan mereka akan meningkatkan kesejahtraan seluruh dunia! Jadi, ketika Ramayana atau kisah dari Tuhan diceritakan atau direnungkan, maka perhatian harus diarahkan pada keagungan dan misteri dari Tuhan, tentang kebenaran dan ketulusan yang terkandung di dalamnya, dan tentang penerapan sifat-sifat ini dalam kehidupan sehari-hari. Hal-hal lain yang tidak relevan seharusnya tidak diberikan perhatian; cara dalam menjalankan kewajiban seseorang adalah pelajaran yang paling penting harus dipelajari. Tuhan pada saat muncul dengan wujud untuk kepentingan menegakkan dharma, bertingkah laku seperti halnya manusia. Memang harus demikian! Karena Tuhan memperlihatkan hidup yang ideal kepada manusia serta menganugerahkan pengalaman suka cita dan kedamaian. Gerak-gerik dan permainan Ilahi-Nya _(leelas)_ mungkin kelihatan biasa saja dan sederhana bagi sebagian orang. Namun setiap tindakan-Nya akan menjadi sebuah ekspresi dari keindahan, kebenaran, suka cita dan kemuliaan. Setiap tindakan-Nya akan memikat dunia dengan pesona-Nya dan memurnikan hati bagi mereka yang merenungkannya! Setiap tindakan-Nya akan mengatasi dan meredakan semua gejolak pikiran, merobak selubung khyalan _(maya)_, dan mengisi kesadaran dengan keindahan.


- Ch 1, Hikayat Sri Rama, Vol 1

Prinsip dari keilahian Rama bukanlah sesuatu yang diingat sekali dalam setahun namun setiap momen dalam hidup kita.

Saturday, April 5, 2025

Thought for the Day - 5th April 2025 (Saturday)




It is often said that Rama followed dharma (righteousness) at all times. This is not the correct way of describing Him. He did not follow dharma; He was dharma. What He thought, spoke and did was dharma, is dharma forever. The recitation of Ramayana verses or listening to the exposition of those verses must transform the person into an embodiment of dharma. His every word, thought and deed must exemplify that ideal. Shraddha (steady faith) in Rama, Ramayana and oneself is essential for success. And for what end? To become good and help others to unfold their goodness. To be totally human with every human value expanded to the utmost and promote those traits in society to help others too. Purify the body by means of holy activity. Purify speech by adhering to truth, love and sympathy. Purify the mind, not yielding to the clamour of the senses and the desires they breed.


- Divine Discourse, Apr 18, 1986.

Meditate on the Rama-swarupa (form of Rama) and the Rama-svabhava (the true nature of Rama), when you recite or write the Rama-nama (name of Rama).



Sering kali dikatakan bahwa Rama senantiasa mengikuti dharma (kebajikan). Namun, ini bukanlah cara yang sepenuhnya tepat untuk menggambarkan Beliau. Rama bukan hanya mengikuti dharma, Beliau adalah dharma itu sendiri. Apa yang Beliau pikirkan, ucapkan, dan lakukan adalah dharma, dan akan selalu menjadi dharma untuk selamanya. Membaca ayat-ayat Ramayana, atau mendengarkan penjelasan mendalam tentang kisahnya, seharusnya mengubah diri kita menjadi perwujudan dharma. Setiap kata, pikiran, dan tindakan harus mencerminkan ideal/teladan tersebut. Shraddha (keyakinan yang teguh) terhadap Rama, Ramayana, dan terhadap diri sendiri, adalah kunci keberhasilan. Dan untuk tujuan apa? Hal ini bertujuan untuk menjadi pribadi yang baik dan membantu orang lain mengungkapkan kebaikan dalam dirinya. Untuk menjadi manusia seutuhnya dengan mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan secara maksimal, dan menanamkan sifat-sifat tersebut dalam masyarakat untuk membantu orang lain juga. Murnikanlah tubuh dengan melakukan tindakan yang suci. Murnikanlah ucapan dengan berpegang pada kebenaran, cinta-kasih, dan simpati. Murnikanlah pikiran dengan tidak tunduk pada hiruk-pikuk indria dan keinginan yang ditimbulkannya.


- Divine Discourse, Apr 18, 1986.

Renungkan Rama-swarupa (wujud Rama) dan Rama-svabhava (sifat sejati Rama), setiap kali engkau melafalkan atau menulis Rama-nama (nama Rama).

Friday, April 4, 2025

Thought for the Day - 4th April 2025 (Friday)



There is no object without fault or failure; no joy that is not mixed with pain; no act that is not tainted with egotism. So be warned and develop detachment which will save you from grief. Ramayana instils this wise, valid, valuable detachment, or sacrifice (tyaga). Rama gladly journeys into the forest as an exile, the moment he knows his father's wish was that he should do so; and remember, he was to be crowned Emperor just that moment by the very same person who ordered him to go into exile! When those who have full powers and claims, renounce positions of authority in Ramayana, we see today persons with no powers or claims, clamouring to occupy position of authority! Duty is God, that’s the lesson the Ramayana teaches. The word ‘duty’ is used today to indicate methods by which one exercises his authority. No! Duty is the responsibility you have, to respect and revere others and serve them to the best of your ability! You claim to have freedom to walk, waving your walking stick around you; but, the man coming behind has as much freedom to use the road as you have! To exercise your freedom such that you don’t limit or harm the freedom of others - that is the duty, which becomes worship!


- Divine Discourse, 20 April 1975.

If you pursue your spiritual discipline, while regulating your daily life and discharging your daily duties, you are bound to become the recipient of God's grace.


Tidak ada objek yang tanpa cacat atau kegagalan; tidak ada suka cita yang tidak tercampur dengan penderitaan; tidak ada perbuatan yang tidak ternoda dengan egoisme. Jadi berhati-hatilah dan kembangkan kualitas tanpa keterikatan yang akan menyelamatkanmu dari duka cita. Ramayana menanamkan sikap tanpa keterikatan yang bijaksana, valid, bernilai atau pengorbanan _(tyaga)_. Rama dengan senang hati melakukan perjalanan ke hutan sebagai sebuah pengasingan, pada saat Rama mengetahui keinginan ayah-Nya agar Dia melakukan itu; dan ingatlah bahwa Rama akan dinobatkan sebagai kaisar tepat pada saat itu oleh orang yang sama yang kemudian memerintahkan Rama untuk pergi pengasingan!

Dalam Ramayana kita melihat bahwa mereka yang memiliki kekuasaan dan hak yang penuh justru melepaskan kekuasaan itu, namun kita melihat hari ini dimana orang-orang yang tidak memiliki kekuasaan atau kewenangan, justru berebut untuk mendapatkan jabatan atau kekuasan! Kewajiban adalah Tuhan, itu adalah pelajaran yang diajarkan dalam Ramayana. Kata ‘kewajiban’ digunakan hari ini untuk merujuk pada cara yang seseorang gunakan untuk menjalankan kekuasannya. Tidak! Kewajiban adalah tanggung jawab yang engkau miliki, untuk menghormati dan menghargai serta melayani mereka dengan kemampuanmu terbaik! Engkau mungkin memiliki kebebasan untuk berjalan, mengayunkan tongkatmu di sekitarmu; namun, seseorang yang berjalan di belakangmu juga memiliki kebebasan yang sama untuk menggunakan jalan seperti yang engkau miliki! Menggunakan kebebasanmu yang tidak membatasi atau merugikan kebebasan orang lain – itu adalah kewajiban yang menjadi bentuk ibadah!


- Divine Discourse, 20 April 1975.

Jika engkau menjalankan disiplin spiritualmu, sambil mengatur hidupmu sehari-hari dan menjalankan kewajibanmu, maka engkau dipastikan menerima Rahmat Tuhan.

Thursday, April 3, 2025

Thought for the Day - 3rd April 2025 (Thursday)



When Rama is installed in the heart, everything will be added unto you - fame, fortune, freedom, fullness. Hanuman was a mere monkey leader until he met Rama; he was a minister in the court of his master; but, when Rama gave him the commission to seek Sita and sent him, that is to say, when Rama was installed in his heart as guide and guardian, Hanuman became immortal, as the Ideal devotee! 


Ramayana has a deep undercurrent of significant meaning. Dasharatha means, he who rides in a chariot of ten (senses), which is man. He is tied up with three gunas (qualities), or three wives, as in Ramayana. He has four sons, Purusharthas - Dharma (Rama), Artha (Lakshmana), Kama (Bharata), and moksha (Shatrughna). These four goals of man must be systematically attained, always with the last one, Moksha, clearly before the eye! Lakshmana represents Buddhi (intellect) and Sita is Truth. Hanuman is the Mind, and it is the repository, if controlled and trained, of courage. Sugreeva, the master of Hanuman, is Discrimination. With these to help him, Rama seeks Truth and succeeds. That is the lesson of the epic to every man!


- Divine Discourse, Apr 20, 1975.

Seek Truth, serve Truth, be Truth. Truth will reveal itself when the heart is saturated in Love.

 


Ketika Sri Rama disemayamkan di dalam hati, segala sesuatu akan ditambahkan kepadamu seperti halnya: ketenaran, keberuntungan, kebebasan, kesempurnaan. Pada awalnya Hanuman hanyalah seekor pemimpin kera sebelum bertemu dengan Sri Rama; Hanuman adalah mentri dalam istana majikannya; namun, ketika Sri Rama memberikannya tugas dan mengirimkannya untuk mencari Sita, dengan kata lain, ketika Sri Rama disemayamkan di dalam hatinya sebagai penuntun dan pelindung, maka Hanuman menjadi abadi, sebagai bhakta ideal!

 

Ramayana memiliki makna mendalam yang sangat penting. Dasharatha memiliki makna dia yang menjalankan sepuluh kereta perang, dalam hal ini sepuluh bermakna indria yaitu Manusia. Dasaratha diikat dengan tiga sifat (guna), yang dilambangkan dengan tiga istri dalam kisah Ramayana. Selain itu, Dasartaha memiliki empat putra  yang melambangkan Purushartha yaitu : Dharma (Rama), Artha (Lakshmana), Kama (Bharata), dan moksha (Shatrughna). Keempat tujuan hidup manusia ini harus dicapai secara sistematis, selalu dengan tujuan terakhir adalah Moksha, jelas di depan mata! Lakshmana melambangkan Buddhi (intelek) dan Sita adalah kebenaran. Hanuman adalah pikiran dan jika dikendalikan serta dilatih, dia adalah gudang dari keberanian. Sedangkan Sugreeva yang merupakan majikan dari Hanuman adalah diskriminasi (kemampuan membedakan). Dengan bantuan ini, Rama mencari kebenaran dan berhasil. Itu adalah pelajaran dari kisah kepahlawanan bagi setiap manusia!


- Divine Discourse, 20 April 1975.

Carilah kebenaran, layani kebenaran, jadilah kebenaran. Kebenaran akan mengungkapkan dirinya ketika hati dipenuhi dengan kasih.

Wednesday, April 2, 2025

Thought for the Day - 2nd April 2025 (Wednesday)


 
The eye ever seeks the vile and the vulgar. Notwithstanding the danger to his own life and body, the motorist will stare at obscene posters advertising a movie film. The eye must be held in check so that it may not ruin the mind as well as the body of man. The ear craves for scandal and salacious stuff. It does not persuade you to attend discourses that can really help in your spiritual development. Even if you chance to attend any, the ear dissuades you by giving you a headache. But when someone pours abuse on another, the two ears attain maximum concentration. The tongue is doubly dangerous unless held in check, for it speaks scandal and creates a craving for taste. It is well nigh impossible to lead the tongue towards the path of japa and dhyana (spiritual recitations and meditation), however sweet be the Name of the Lord. When the eye, ear and tongue are under control and capable of being used for self-improvement, the mind and the hand can also easily be held in check. Thus when man realises himself, there is no need to inquire where God dwells. He dwells in the pure heart of man, clearly shining in His innate splendour of Wisdom, Power and Love.


- Divine Discourse, Mar 20, 1977.

Sanctify the time given to you by worthy deeds, experience bliss and share it with others.



Mata selalu mencari sesuatu yang bersifat keji dan vulgar. Sekalipun berbahaya bagi hidup dan tubuhnya sendiri, para pengendara mobil akan menatap poster-poster cabul yang mengiklankan sebuah film. Oleh karena itu, mata harus tetap dijaga agar tidak merusak pikiran dan juga tubuh manusia. Sedangkan telinga sangat suka mendengarkan skandal dan hal-hal yang bersifat cabul. Telinga tidak akan menarikmu untuk mendengarkan ceramah yang sangat membantumu dalam perkembangan spiritualmu. Bahkan jika engkau mendapat kesempatan mendengarkan ceramah, maka telinga menghalangimu dengan membuat sakit kepala. Namun ketika seseorang menyampaikan cacian atau makian tentang orang lain maka kedua telinga akan memberikan perhatian yang maksimal. Lidah sangatlah berbahaya jika tidak dikendalikan dan dijaga, karena lidah bisa menyampaikan skandal dan menciptakan hasrat untuk mencicipi sesuatu. Hampir mustahil untuk menuntun lidah untuk melakukan japa dan dhyana (pengulangan nama suci dan meditasi), bagaimanapun indahnya nama suci Tuhan. Ketika mata, telinga dan lidah dikendalikan dan digunakan untuk peningkatan diri, maka pikiran dan tangan juga dapat dengan mudah untuk dikendalikan. Jadi ketika manusia menyadari dirinya maka tidak perlu bertanya dimana Tuhan bersemayam. Tuhan bersemayam di dalam hati manusia yang suci, bersinar dengan terang dalam kemegahan kebijaksanaan, kekuasaan dan kasih-Nya.


- Divine Discourse, 20 Maret 1977.

Sucikan waktu yang diberikan padamu dengan perbuatan baik, alami kebahagiaan dan berbagi kebahagiaan itu dengan yang lain.

Tuesday, April 1, 2025

Thought for the Day - 1st April 2025 (Tuesday)

 




The goal of life has to be the realisation of the unity of the self with the Supreme Self. Why else should the self take this human form? If mere 'living' or even 'happy living' was the goal, the self could have been encased in the form of birds or beasts. The very fact that man is equipped with memory, mind, intelligence, discrimination ability to anticipate the future, desire to detach himself from the senses, etc., is an indication that he is destined for some higher goal. Inspite of this if man craves for a lesser consummation, he is a papi (sinner). But he who persists, in spite of temptations and obstacles, on the path that leads to self-fulfilment and self-realisation, is a Gopi, for the Gopis (cowherd girls) of Brindavan were the most inspiring examples of such souls. The most effective discipline that man can adopt to attain this lofty goal, is the control and conquest of the five senses, avoid the errors and evils that the eye, the ear, the tongue, the mind and the hand are prone to commit.

- Divine Discourse, Mar 20, 1977.
Seek the shelter of the Lord and transform every moment into a sacred celebration!



Tujuan hidup sejatinya adalah menyadari kesatuan antara diri (atma) dan Diri Sejati (Paramatman). Jika bukan karena tujuan tersebut, mengapa jiwa ini harus mengambil wujud sebagai manusia? Bila sekadar "hidup" atau bahkan "hidup bahagia" adalah tujuannya, maka jiwa ini bisa saja terlahir dalam wujud burung atau binatang. Faktanya bahwa manusia dianugerahi ingatan, pikiran, kecerdasan, kemampuan untuk membedakan dan melihat lebih jauh ke depan dengan kebijaksanaan, serta keinginan untuk melepaskan diri dari ketertarikan indria, dll., merupakan pertanda bahwa ia ditakdirkan untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi. Namun, jika manusia justru menginginkan pemenuhan yang lebih rendah, maka ia adalah seorang papi (pendosa). Sebaliknya, ia yang tetap teguh di jalan menuju pemenuhan dan realisasi diri meski banyak godaan dan rintangan dialah seorang Gopi, karena para Gopi (gadis-gadis penggembala sapi) di Brindavan adalah contoh paling menginspirasi dari jiwa-jiwa seperti itu. Disiplin paling efektif yang dapat dijalankan manusia untuk mencapai tujuan luhur ini adalah dengan mengendalikan dan menaklukkan lima indria, menghindari kesalahan dan hal yang tidak baik yang kerap dilakukan oleh mata, telinga, lidah, pikiran, dan tangan.

- Divine Discourse, Mar 20, 1977.
Carilah perlindungan pada Tuhan, dan ubahlah setiap momen dalam hidup menjadi sebuah perayaan suci!