The universe is based on God but He has no need for the universe as base. The pot depends on the clay but the clay is not dependent on the pot. The clay is Brahman (Divinity) and the pot is Prakruti (Creation). Ignore the shape, the form and the name - the pot is just clay. It is truer to say that all is Brahman than to say, ‘Brahman is in everything’. It is nobler to visualize the Divine as the basis of all (Sarva-aadhaara), rather than to conceive It as Inner Reality of all beings. (Sarvabhutha- antharaatma). Without Divinity there can be no Creation; this is the truth.
Alam semesta ini didasarkan pada Tuhan tetapi sesungguhnya Beliau tidak memerlukan alam semesta ini sebagai dasar. Sama halnya dengan jambangan yang terbuat dari tanah liat, jambangan tersebut tergantung pada tanah liat tetapi tanah liat tidak tergantung pada jambangan tersebut. Tanah liat dapat diibaratkan sebagai Brahman (Divinity) dan jambangan dapat diibaratkan sebagai Prakruti (Ciptaan). Dengan mengabaikan bentuk, wujud, dan nama – maka jambangan hanyalah tanah liat belaka. Hal ini benar untuk mengatakan bahwa semua adalah Brahman daripada mengatakan, 'Brahman ada dalam segala hal'. Ini lebih mulia untuk memvisualisasikan Divine sebagai dasar dari semuanya (Sarva-aadhaara), dibandingkan dengan mengatakan Tuhan ada dalam semua makhluk (Sarvabhutha-antharaatma). Tanpa Keilahian/ Divinity, tidak akan ada Penciptaan, inilah kebenarannya.
-BABA
No comments:
Post a Comment