Daily Inspiration as written in the Ashram of Bhagawan Sri Sathya Sai Baba (Prasanthi Nilayam), translated into Bahasa Indonesia
Thursday, February 28, 2008
Thoughts for the Day - 29th February 2008 (Friday)
Wednesday, February 27, 2008
Thoughts for the Day - 28th February 2008 (Thursday)
Tuesday, February 26, 2008
Thoughts for the Day - 27th February 2008 (Wednesday)
Monday, February 25, 2008
Thoughts for the Day - 26th February 2008 (Tuesday)
Thursday, February 21, 2008
Thoughts for the Day - 25th February 2008 (Monday)
The first step to direct knowledge of God is spiritual practice; the first step in spiritual practice is service to the Guru performed in total faith and surrender. At the same time, the responsibility of the Guru is to instruct the disciple on the nature of God, to instruct continuously and in simple ways. When the disciple grasps this instruction, it becomes indirect knowledge. This indirect knowledge can be transformed into direct knowledge by constant recapitulation and by constantly turning it over in the mind.
Langkah pertama untuk mendapatkan pengetahuan langsung tentang Tuhan adalah melalui praktek spiritual; dan langkah pertama dalam praktek spiritual adalah dengan melakukan tindakan pelayanan terhadap Guru yang dilaksanakan secara penuh keyakinan dan surrender (tulus ikhlas). Pada saat yang bersamaan, tanggung-jawab seorang Guru adalah memberikan instruksi kepada siswa-siswanya tentang aspek ke-Tuhanan, memberi arahan secara terus-menerus dan secara sederhana. Apabila sang siswa berhasil memahami dan menghayati arahan-arahan gurunya, maka pemahaman itu akan menjadi pengetahuan yang indirect (tidak langsung). Selanjutnya pengetahuan yang indirect tersebut akan ditransformasikan menjadi pengetahuan direct (langsung) dengan melalui serangkaian proses rekapitulasi dan perenungan di dalam batin.
-BABA
Thoughts for the Day - 24th February 2008 (Sunday)
Be always in the company of devotees of God. Through this Sathsang (good company), Viveka (discrimination) and Vairagya (detachment) will be inculcated in you. These qualities will strengthen the spirit and endow you with inner peace. If the mind is subdued, that alone is enough; it is not then necessary to conquer the external senses. If the mind has no attachment to the sense objects, the senses have nothing to cling on to and they become powerless; likes and dislikes are both starved out of existence. The bonds with the objective world are cut, though the senses may still be affected by it. For him who has been blessed by the awareness of the Atma, how can anything worldly bring grief or joy?
Senantiasalah berada di dalam persekutuan dengan para bhakta Tuhan, sebab melalui Sathsang ini, maka Viveka (kemampuan membedakan antara yang benar dan salah) dan Vairgaya (ketidak-melekatan) akan bersemi di dalam dirimu. Kualitas-kualitas (positif) ini akan memperkuat spirit dan membekalimu dengan inner peace (kedamaian batin). Jikalau mind sudah berhasil dijinakkan, maka itu saja sebenarnya sudah cukup; engkau tidak perlu lagi bersusah-payah menaklukkan indera-indera eksternal. Jikalau mind sudah tidak melekat lagi terhadap obyek-obyek indriawi, maka panca indera tidak akan bisa memperbudakmu lagi; semua perasaan suka dan tidak suka akan sirna. Hubungan dengan dunia obyektif sudah terputus, walaupun panca indera kita masih akan tetap terpengaruh olehnya. Bagi mereka yang telah diberkahi dengan kesadaran Atmic ini, maka ia sudah tidak akan terpengaruh lagi oleh hal-hal yang duniawi (kesenangan dan kesedihan).
-BABA
Thoughts for the Day - 23rd February 2008 (Saturday)
The sacred scriptures of Bharat loudly proclaim that the individual is the architect of his own fate. Whatever form the person craves for now while alive in this birth, that form he attains after death. Therefore, it is clear that Karma (consequences of one's actions) decides birth and wealth, the character and attitude, the level of intelligence. The joys and sorrows of this life are the earnings gathered during the previous life. The inference, therefore, is inevitable that the next life of the individual will be in consonance with the activities prompted by the level of Karma in this life.
Kitab-kitab suci Bharat secara nyata memproklamirkan bahwa setiap orang/individu adalah arsitek dari nasibnya sendiri. Apapun juga wujud/bentuk (kehidupan) yang digandrungi oleh seseorang semasa hidupnya, maka wujud/bentuk itulah yang akan ia peroleh setelah kematiannya. Oleh sebab itu, sudah jelas bahwa Karma (konsekuensi perbuatan seseorang) menentukan kelahiran dan kesejahteraan, karakter dan sikap serta tingkat intelligensianya kelak. Kegembiraan dan kesedihan dari kehidupan ini merupakan hasil atau buah-akibat dari perbuatan-perbuatan di kehidupan yang lampau. Kesimpulannya adalah bahwa kondisi kehidupan yang akan datang akan sesuai dengan kegiatan atau hasil perbuatan semasa kehidupan saat ini (Karma kehidupan sekarang).
-BABA
Thoughts for the Day - 22nd February 2008 (Friday)
Life has to be an incessant process of repair and reconstruction, of discarding evil and developing goodness. Paddy grains have to be de-husked in order to become edible as rice. Cotton has to be converted as yarn to become wearable cloth. Gold nuggets have to be heated in the crucible to remove the impurities. Man too, must purify his impulses, emotions and desires and cultivate good thoughts, words and deeds so that he can progress spiritually.
Kehidupan ini merupakan serangkaian proses perbaikan dan rekonstruksi yang berjalan secara terus-menerus dimana kita seharusnya membuang kejahatan dan mengembangkan kebajikan. Sekam padi harus dikupas atau dibuang terlebih dahulu sebelum beras itu dapat dimasak. Kapas harus diolah menjadi benang terlebih dahulu agar ia dapat dimanfaatkan/dijahit menjadi baju. Bongkahan-bongkahan emas harus dipanaskan atau dilumerkan terlebih dahulu agar dapat membuang zat-zat yang tidak murni. Demikianlah, manusia harus terlebih dahulu memurnikan dorongan-dorongan batinnya, emosi serta keinginannya sembari tetap mengembangkan pemikiran, ucapan dan perbuatan yang positif agar ia dapat bergerak maju secara spiritual.
-BABA
Wednesday, February 20, 2008
Thoughts for the Day - 21st February 2008 (Thursday)
God is not involved in either reward or punishment. He only reflects, resounds and reacts. He is the eternal unaffected Witness. You decide your own fate. Do good, be good, you get good in return; be bad, do bad deeds, you receive bad results. Do not thank or blame God. He does not even will that creation, protection and destruction shall take place. They follow the same law, it is the innate law of the Maya-ridden (illusory) universe. Electric current, for example, can be used by us to power fans to get cool breeze, light bulbs for light, to magnify human speech, to make many copies of a printed sheet, etc. In all these cases, it creates, but if you grasp the bare wire which carries the current, you are killed. The current creates, it protects, it destroys; it all depends on how we utilize it.
Tuhan sama sekali tidak terlibat dalam hal reward maupun punishment. Beliau hanya reflects, resounds dan reacts. Ia adalah saksi abadi yang sama sekali tidak ikut campur tangan. Engkau sendiri yang merancang nasibmu. Do good, be good maka engkau akan menerima hasil yang baik. Sebaliknya be bad dan lakukanlah perbuatan yang jahat; maka engkau juga akan menerima hasil yang negatif. Engkau tidak perlu berterima-kasih atau sebaliknya menyalahkan Tuhan. Beliau bahkan tidak menghendaki untuk terjadinya penciptaan, perlindungan dan penghancuran (prinsip Brahma – Vishnu – Mahesvara). Segala sesuatunya mengikuti aturan yang sama, yaitu the innate law of the Maya-ridden (illusory) universe (alam semesta yang bersifat khayal/maya). Ambillah arus listrik sebagai contoh, arus ini bisa kita manfaatkan untuk memutar kipas angin sehingga diperoleh hembusan angin segar, atau untuk menyalakan bola lampu, sebagai pengeras suara, memperbanyak cetakan (foto-copy) dan sebagainya. Dalam semua fungsinya tadi, arus listrik berada dalam kapasitasnya untuk menciptakan (creation); akan tetapi jikalau engkau memegang kawat listrik (tembaga) yang sedang mengalirkan arus, maka engkau akan terbunuh. Jadi, terlihat bahwa arus listrik selain bisa menciptakan, ia juga melindungi dan juga menghancurkan; semuanya tergantung bagaimana kita mendaya-gunakannya.
-BABA
Tuesday, February 19, 2008
Thoughts for the Day - 20th February 2008 (Adoration)
You have it in your power to make your days on earth a bed of roses instead of a bed of thorns. Recognise the Sai resident in every heart and everything will be smooth and easy. Sai will be the fountain of love in your heart and in the hearts of all you come in contact with. Know that Sai is Omnipresent and that He is present in every living being. Adore everyone as you adore Sai.
Engkau sendirilah yang memiliki sumber daya untuk membuat hari-harimu menjadi hamparan bunga mawar. Ketahuilah bahwa Sai adalah penghuni hati setiap orang, dengan berbekal kesadaran ini maka segala-galanya akan menjadi lancar dan mulus. Sai akan menjadi sumber mata-air cinta-kasih di dalam hatimu dan juga di dalam hati setiap orang yang kau temui. Sadarilah bahwa Sai adalah Omnipresent dan Beliau eksis di dalam diri setiap mahluk hidup. Hormatilah setiap orang seperti halnya engkau menghormati Sai.
-BABA
Monday, February 18, 2008
Thoughts for the Day - 19th February 2008 (Tuesday)
There is no living being without the spark of love; even a mad man loves something or somebody intensely. But, you must recognise this love as but a reflection of the Premaswarupa (embodiment of Love) that is your reality, of the God who is residing in your heart. Without that spring of Love that gushes forth from your heart, you will not be prompted to love at all. Recognise that spring, rely on it more and more, envelop the whole world with it, discarding all traces of selfishness. Do not seek anything in return for it from those to whom you extend it.
Tiada mahluk hidup yang tidak memiliki percikan cinta-kasiih; bahkan orang yang dicap kurang-waras sekalipun juga mencintai sesuatu atau seseorang. Engkau harus menyadari bahwa cinta-kasih ini merupakan refleksi dari Premaswarupa (perwujudan cinta-kasih) yang merupakan bagian dari realitas dirimu, sebab Tuhan memang bersemayam di dalam hatimu. Tanpa adanya cinta-kasih di dalam hati, maka engkau tidak akan terdorong untuk mencintai semuanya. Kembangkanlah cinta-kasihmu hingga mencakupi seisi dunia dan buanglah jauh-jauh sifat-sifat selfishness (yang mementingkan diri sendiri). Janganlah mengharapkan imbalan dari orang-orang yang engkau kasihi.
-BABA
Friday, February 15, 2008
Thoughts for the Day - 18th February 2008 (Monday)
Love alone can reveal the Divinity latent in all. Love is God. Live in Love. Love lives by giving and forgiving; self lives by getting and forgetting. Love is selflessness. Do not waste your life pursuing the narrow interests of the self. Love! Love! Become what you truly are - the embodiments of Love. No matter how others treat you or what they think of you, do not worry. Your own heart shining with Love is God's Love. You should constantly remind yourself, "I am God." The day you see yourself as God, you become God.
Hanya cinta-kasih sajalah yang bisa memunculkan Divinity yang laten ada di dalam diri setiap orang. Cinta-kasih adalah Tuhan. Hiduplah dalam cinta-kasih. Cinta-kasih bersifat pemberi dan pemaaf; sedangkan self (diri) bersifat menerima dan melupakan. Cinta-kasih bersifat tanpa pamrih. Jangnanlah menghabiskan sisa kehidupanmu dengan membiarkan dirimu tunduk terhadap kepentingan self (diri)! Cintailah! Cintailah! Jadilah dirimu yang sejati, yaitu sebagai perwujudan cinta-kasih. Tanpa peduli bagaimana perlakuan atau pemikiran orang lain terhadap dirimu, engkau tidak perlu terlalu mengkhawatirkannya sama sekali. Hatimu yang bersinar dengan cinta-kasih sudah menjadi cinta-kasih Tuhan. Ingatlah selalu, “Aku adalah Tuhan.” Di hari engkau melihat dirimu sebagai Tuhan, maka itu berarti engkau sudah menjadi diri-Nya.
-BABA
Thoughts for the Day - 17th February 2008 (Sunday)
Today, man aspires to attain Mukthi (liberation). What is Mukthi? It is not the attainment of a heavenly abode. Mukthi means freedom from suffering. One needs to have Mukthi at three levels - body, mind and soul. For example, when one is hungry, one eats food and the hunger is satiated. This is a kind of Mukthi. Suppose, one is suffering from a disease, one gets cured by taking medicine. This is also a kind of Mukthi. All this is related to the body. At the mental level, Mukthi means controlling the vagaries of the mind. But, true liberation lies in understanding the principle of the Atma which neither comes nor goes. This is termed as 'Nirvana'.
Hari ini banyak orang yang beraspirasi untuk mencapai Mukthi (pembebasan/pencerahan). Apakah yang dimaksud dengan Mukthi? Ia bukanlah berarti keberhasilan untuk sampai ke tanah surga. Mukthi diartikan sebagai terbebasnya penderitaan. Setiap orang perlu memiliki Mukthi di tiga level, yaitu: level badan jasmaniah, mind (batin) dan soul (jiwa). Sebagai contoh, ketika engkau lapar, maka engkau perlu makan. Setelah makan, maka rasa lapar-pun lenyap. Nah, ini adalah sejenis Mukthi. Selanjutnya, misalkan engkau sedang sakit, setelah meminum obat, maka penyakitmu menjadi sembuh. Kesembuhan ini juga merupakan sejenis Mukthi. Semuanya itu berhubungan dengan badan jasmani. Di level mental, Mukthi diartikan sebagai kesanggupan untuk mengendalikan pasang-surut mind. Akan tetapi, pembebasan atau pencerahan sejati adalah terletak pada kesanggupan untuk memahami prinsip Atma (yang tidak mengenal lahir & mati). Inilah yang dinamakan sebagai ‘Nirvana.’
-BABA
Thoughts for the Day - 16th February 2008 (Saturday)
Today people study the Vedas and other scriptures as a ritual; they do not put into practice any of their injunctions. Of what avail is it to merely know how the Vedas and Upanishads have described the Divine, when this knowledge is not reflected in one's life? Such a person is like a blind man who hears about the existence of the world but cannot see it. The scriptures are meant to provide guidance for practical living and not merely to be learnt by rote.
Dewasa ini orang-orang mempelajari kitab suci Veda dan kitab suci lainnya dalam
-BABA
Wednesday, February 13, 2008
Thoughts for the Day - 15th February 2008 (Friday)
The Vedas and Shastras, since they were won by penance and travail by sages and seers, who were interested in the welfare of humanity and the liberation of man, are the greatest repositories of Hitha (beneficence). They advise that man must regulate his 'outer-look' and develop the 'inner-look'; the inner reality is the foundation on which the outer reality is built. It is like the steering wheel inside the car which directs the outer wheels. Know that the basic reality is God. Become aware of it and stay in that awareness always. Whatever be the stress and the storm, do not waver from that faith.
Kitab suci Veda dan Shastra diperoleh melalui upaya keras tapa-brata oleh para sadhu dan rishi yang peduli atas kesejahteraan serta pembebasan umat manusia (dari lingkaran kelahiran dan kematian). Kitab-kitab suci tersebut bagaikan harta yang sangat tak ternilai harganya. Di dalam kitab suci itu, kita diajarkan untuk mengarahkan pandangan ke dalam diri kita masing-masing; sebab inner reality merupakan fondasi atau landasan daripada outer reality. Ia bagaikan roda kemudi di dalam mobil yang mengarahkan arah perjalanan dari keempat roda di luar. Sadarilah bahwa Tuhan adalah basic reality. Apapun juga kendala dan hambatan yang terjadi, janganlah engkau menjadi goyah dari keyakinanmu itu.
-BABA
Thoughts for the Day - 14th February 2008 (Thursday)
Life is a campaign against one's inner foes; it is a battle with obstacles, temptations, hardships and hesitations. These foes are within man and so, the battle has to be incessant and perpetual. Like the virus that thrives in the bloodstream, the vices of lust, greed, hate, malice, pride and envy sap the energy and faith of man and ruin him.
Kehidupan ini bagaikan
-BABA
Tuesday, February 12, 2008
Thoughts for the Day - 13th February 2008 (Wednesday)
Atma is the embodiment of bliss, peace and love, but, without knowing that all these exist in oneself, man seeks them from outside and exhausts himself in that disappointing pursuit. Birds that fly far from the mast of a ship on high seas have to return to that very mast, for they have no other place to fold their tired wings and rest. Devoid of this Jnana (spiritual wisdom), all efforts to seek spiritual bliss and peace will be futile.
Atma adalah perwujudan bliss, kedamaian dan cinta-kasih. Tanpa mengetahui kenyataan bahwa semua aspek perwujudan atma tersebut sebenarnya eksis di dalam dirinya, manusia telah membuat dirinya keletihan & kelelahan dalam usaha-usahanya untuk mencarinya di luar. Kawanan burung yang sudah terbang jauh dari buritan kapal di tengah samudera luas, pada akhirnya, mereka akan kembali lagi ke sarangnya itu agar dapat mengistirahatkan sayap-sayapnya yang sudah kelelahan. Tanpa adanya Jnana (kebijaksanaan spiritual), semua jenis upaya untuk mencari spiritual bliss dan kedamaian akan berakhir secara sia-sia.
-BABA
Thoughts for the Day - 12th February 2008 (Tuesday)
When you try to prepare a meal, you may have with you all the materials and ingredients you need but unless you have the fire in the hearth, you cannot cook and make an edible meal out of it. So too with life, Jnana (spiritual wisdom) is the fire which makes the material world and the external activities, edible and tasty, healthy and joyful. That joy is called Ananda; it is uplifting, it is illuminating, it is constructive. Iha-nivaasam (life in the world) is for Para-praapthi (attaining salvation). That is to say, life 'here' is for the sake of reaching 'there'.
Ketika engkau mempersiapkan makanan, tentunya engkau sudah menyediakan bahan
-BABA
Friday, February 8, 2008
Thoughts for the Day - 11th February 2008 (Monday)
The Lord’s grace is conferred on each devotee according to the level of that person’s spiritual consciousness. The ocean is vast and boundless, but the amount of water you can carry from it is determined by the size of the vessel you take. If the vessel you carry is small, you cannot fill it beyond its capacity. Likewise, if your heart is constricted, Divine grace will be equally limited. Broaden your heart and receive the plenitude of God’s grace.
Rahmat Ilahi diberikan kepada setiap orang sesuai dengan level kesadaran spiritual masing-masing. Samudera maha luas dan tak terbatas, namun jumlah air yang bisa engkau ambil ditentukan oleh ukuran wadah yang dipergunakan. Jikalau wadah yang engkau bawa berukuran kecil, maka sudah barang tentu engkau tidak akan bisa mengisinya hingga melampaui kapasitasnya. Demikianlah, apabila hatimu picik, maka Rahmat Ilahi yang engkau terima juga bersifat terbatas. Oleh sebab itu, lapangkanlah hatimu dan terimalah curahan rahmat Ilahi yang berlimpah-limpah.
-BABA
Thoughts for the Day - 10th February 2008 (Sunday)
There is a technique by which the immortal Spirit can be discovered. Though it may appear difficult, each step forward makes the next one easier, and a mind that is made ready by discipline is able to discover the Divine basis of man and creation in a flash. There is no short-cut to this consummation. One has to give up all the tendencies that one has accumulated so far and become light for the journey. Lust, greed, anger, malice, conceit, envy, hate – all these tendencies have to be shed. It is not enough to listen to My discourses and count the number you have listened to. The only thing that counts is practising at least one of My teachings.
Terdapat satu teknik/cara untuk menemukan immortal Spirit (jiwa yang abadi/Atma). Walaupun pada awalnya mungkin terlihat sulit, namun setiap langkah akan membuat langkah berikutnya menjadi lebih gampang dan mind (batin) kita akan dipersiapkan sedemikian rupa sehingga dalam sekejap kita akan sanggup menemukan Divine basis yang ada dalam diri setiap orang dan seluruh alam ciptaan ini. Tidak ada jalan pintas untuk hal ini. Yang perlu engkau lakukan adalah meninggalkan semua kecenderungan (negatif) yang sudah terakumulasi sedemikian lama agar supaya perjalananmu menjadi jauh lebih ringan. Nafsu, keserakahan, kemarahan, kebencian, keiri-hatian, kedengkian – semua kecenderungan negatif ini haruslah ditanggalkan. Tidaklah cukup bila engkau hanya mendengarkan ceramah-ceramah-Ku atau dengan hanya menghitung berapa kali engkau sudah mendengarkan-Nya. Yang jauh lebih penting adalah mempraktekkan paling tidak salah-satu ajaran-ajaran-Ku.
-BABA
Thoughts for the Day - 9th February 2008 (Saturday)
The company of the good and the godly will slowly and surely reform and cleanse persons prone to stray away from the straight path towards self-realisation. Care must be taken to see that you select and stick to proper company. The Sathsang (holy company) that you join must be purer, more venerable and wedded to higher ideals than yourself. It must be qualitatively higher and greater than that in which you are now.
Pergaulan dengan mereka yang saleh dan bajik secara perlahan-lahan pasti akan mereformasi serta memurnikan orang-orang yang rentan untuk terperosok ke jalan yang menyimpang dari jalur self-realisation. Kita harus benar-benar ekstra hati-hati dalam memilih teman bergaul. Sathsang yang engkau ikuti haruslah lebih murni, lebih luhur dan memiliki idealisme yang lebih tinggi daripada dirimu sendiri. Secara kualitatif, sathsang tersebut haruslah lebih berbobot daripada sathsang yang engkau miliki saat ini.
-BABA
Wednesday, February 6, 2008
Thoughts for the Day - 8th February 2008 (Friday)
Each one must proceed from the place where he is, at his own pace, according to his own light. But, if each has caught a glimpse of the Atmic Reality, of the source from which he has emerged and the goal into which he is to merge, then all will reach the goal of the journey, sooner or later. Once that glimpse is received through Divine grace, the fascination for the body and the senses which dominate it, and the world which feeds the senses will all become meaningless and fade away; man will then have instead of the Deha-bhranti (attachment for body) which now torments him, the yearning to know and be established in the Dehi, the Divine Indweller.
Sesuai dengan kemampuan dan kecakapannya masing-masing, setiap orang hendaknya bergerak maju dari tempatnya sekarang ini. Apabila engkau berhasil melihat secara sekilas Realitas Atmic – yaitu sumber darimana dirimu berasal dan juga tujuan akhir dari kehidupanmu ini – maka cepat atau lambat, engkau akan sampai/tiba di tujuan akhir perjalanan itu. Berkat Rahmat Ilahi, apabila engkau sanggup untuk melihat secara sekilas Realitas Atmic, maka semua dominasi panca indera akan menjadi surut dan kehidupan duniawi akan kehilangan daya tariknya; sehingga dengan demikian, Deha-bhranti (kemelekatan pada badan jasmani) akan kehilangan daya cokolnya dan sebaliknya engkau akan semakin mantap bersama Dehi, the Divine Indweller (benih-benih keilahian) yang ada di dalam dirimu.
-BABA
Thoughts for the Day - 7th February 2008 (Thursday - Chinese New Year)
God alone is the source and basis of bliss. Truth is the basis of God. Righteousness is the basis of truth. Love is the basis of righteousness. Faith is the basis of love. But man today has no faith. A person without Vishwasa (faith) is verily without Shwasa (breath). A faithless man is virtually a living corpse. Our ancient sages and seers therefore emphasised the need for faith in God. But man today has become virtually blind having lost his faith.
Tuhan adalah satu-satunya sumber dan dasar untuk tercapainya bliss (kebahagiaan). Kebenaran menjadi landasan (eksistensi) Tuhan. Kebajikan adalah dasar dari kebenaran. Cinta-kasih merupakan dasar kebajikan dan keyakinan tiada lain adalah dasar dari cinta-kasih. Ironisnya, manusia saat ini tidak mempunyai faith (keyakinan) sama sekali. Seseorang yang tak berkeyakinan (Vishwasa) boleh dikatakan tak mempunyai nafas (Shwasa). Manusia yang tak berkeyakinan bagaikan mayat hidup.
-BABA
Tuesday, February 5, 2008
Thoughts for the Day - 6th February 2008 (Wednesday)
It is pure love that bestows liberation. You should endeavour to attain this holistic love. To attain liberation, people undertake all sorts of spiritual practices, but love is the undercurrent of all spiritual endeavours. Bhakti (devotion) is a spiritual practice based on love. Devotion is not merely singing Bhajans or performing sacred rituals. True devotion is a direct flow of selfless and unconditional love from your heart to God. In the spiritual practices that people undertake, there is some amount of selfishness. Offer your love to God devoid of the least trace of selfishness or desire. The annihilation of desire is verily liberation.
Pencerahan tercapai melalui cinta-kasih yang murni. Hendaknya engkau mengupayakan untuk tercapainya holistic love (cinta-kasih yang bersifat menyeluruh terhadap semua mahluk). Demi untuk mencapai pencerahan (moksha), orang-orang melakukan berbagai macam bentuk praktek-praktek spiritual, dimana sebenarnya cinta-kasih merupakan landasan dari semua upaya-upaya spiritualistik tersebut. Bhakti (devotion) adalah praktek spiritual yang didasari oleh cinta-kasih. Perlu diketahui bahwa devotion bukanlah sekedar menyanyikan bhajan ataupun melaksanakan ritual-ritual suci lainnya. Yang dimaksud dengan true devotion adalah pancaran cinta-kasih yang tanpa pamrih dan tak bersyarat dari hatimu kepada Tuhan. Dalam praktek-praktek spiritual yang dijalankan oleh kebanyakan orang, pada umumnya di dalamnya masih terkandung unsur selfishness (untuk kepentingan pribadi). Hendaknya engkau mempersembahkan cinta-kasihmu kepada Tuhan tanpa disertai oleh noda-noda kecongkakan maupun keinginan duniawi. Moksha akan tercapai di kala keinginanmu telah sirna.
-BABA