Monday, April 28, 2025

Thought for the Day - 28th April 2025 (Monday)



Revere knowledge as you revere your father, adore love as you adore your mother, move fondly with dharma, as your own brother; confide in compassion as your dearest friend; have calmness as your better half; and treat fortitude, as your own beloved son. These are your genuine kith and kin. Move with them, live with them, do not forsake or neglect them. Arjuna asked Krishna how the ever-restless mind could be controlled. Living with these kinsmen is the best recipe. That is the best atmosphere to ensure discipline and detachment needed for mind control. Mere prayer will not do. You must swallow and digest the morsel that’s put into the mouth; repetition of the name of the dish is of no use! Hearing discourses and nodding approval or clapping in appreciation are not enough. The mother feeds lovingly, but the child must take it in with avidity and relish. When this earthly mother has so much love, who can estimate the love of the Mother of all beings, the Jagat-janani?


- Divine Discourse, Oct 9, 1964

Anxiety is removed by faith in the Lord, the faith that tells you that whatever happens is for the best and that the Lord’s will be done. 


Hormatilah ilmu pengetahuan sebagaimana engkau menghormati ayahmu, muliakanlah kasih sebagaimana engkau memuliakan ibumu, jalanilah dharma dengan penuh kasih seperti halnya saudara kandungmu sendiri; percayalah pada welas asih sebagai teman terdekatmu; miliki ketenangan sebagai pasangan hidupmu; dan perlakukan ketabahan sebagai putra kesayanganmu sendiri. Semuanya ini adalah kerabat dan keluargamu yang sesungguhnya. Bergeraklah bersama mereka, hiduplah dengan mereka dan jangan tinggalkan atau abaikan mereka. Arjuna bertanya pada Krishna bagaimana cara mengendalikan pikiran yang selalu gelisah. Hidup bersama dengan keluarga dan kerabat ini adalah resep yang terbaik. Itu adalah suasana yang terbaik dalam memastikan disiplin serta tanpa keterikatan yang dibutuhkan untuk pengendalian pikiran. Berdoa saja tidak akan berhasil. Engkau harus menelan dan mencerna makanan yang dimasukkan ke dalam mulut; dengan mengulang-ulang nama makanan tidak ada gunanya! Mendengarkan ceramah dan menganggukkan kepala tanda setuju atau bertepuk tangan sebagai penghargaan adalah tidak cukup. Sang ibu menyusui anaknya dengan penuh kasih, namun sang anak harus menerimanya dengan antusias dan menikmati. Jika seorang ibu duniawi memiliki kasih yang begitu besar, siapa yang dapat mengukur kasih dari Ibu semua makhluk, sang Jagat-janani?


- Divine Discourse, 9 Oktober 1964

Kecemasan dihilangkan dengan keyakinan pada Tuhan, keyakinan memastikanmu bahwa apapun yang terjadi adalah yang terbaik dan bahwa kehendak Tuhanlah yang terjadi.

Sunday, April 27, 2025

Thought for the Day - 27th April 2025 (Sunday)



You toiled hard, earned money, and deposited it in a bank for safety and security. No doubt that money belongs to you, but the Bank Manager will not give it to you on your mere asking for it. There are certain rules and regulations for the withdrawal of money from the bank. You can withdraw the money only when you sign the cheque and surrender it to the Bank Manager. Likewise, you have deposited the 'money' of meritorious deeds with God, the Divine Bank Manager. Though God is the embodiment of sacrifice, and the money belongs to you, there is a proper procedure to get it. God is the Manager of the Bank of Love. You have deposited your money in His bank. In order to withdraw money from this bank, you have to submit the cheque of sacrifice with the signature of love. Anything may happen, but your love for God should not change. Only through such love can you follow the path of sacrifice and withdraw 'money' from the Divine Bank. Here 'money' does not mean currency notes. It is the 'money' of grace, wisdom, and righteousness.


- Divine Discourse, May 07, 2001.

Knock, the doors of Grace will open. Open the door; the sun’s rays waiting outside will flow silently in and flood the room with light. 


Engkau bekerja keras, mendapatkan uang dan menyimpannya di bank untuk keamanan dan keselamatan. Tidak diragukan lagi bahwa uang itu adalah milikmu, namun manajer bank tidak akan memberikan uang itu padamu hanya karena engkau memintanya. Ada aturan dan syarat tertentu yang harus dilakukan untuk menarik uang dari bank. Engkau bisa menarik uang hanya ketika engkau menandatangi cek dan menyerahkannya pada manajer bank. Sama halnya, engkau telah menyimpan ‘uang’ berupa perbuatan-perbuatan baik pada Tuhan sebagai manajer bank Ilahi. Walaupun Tuhan adalah perwujudan dari pengorbanan, dan uang itu adalah milikmu, ada prosedur yang tepat untuk mendapatkannya. Tuhan adalah manajer bank dari kasih. Engkau telah menyimpan uangmu pada bank Tuhan. Untuk menarik uang dari bank Tuhan maka engkau harus menyerahkan cek berupa pengorbanan dengan membubuhkan tanda tangan kasih. Apapun bisa terjadi, namun kasihmu pada Tuhan seharusnya tidak berubah. Hanya dengan kasih seperti itu maka engkau dapat menapaki jalan pengorbanan dan menarik ‘uang’ dari bank Ilahi. Dalam hal ini ‘uang’ tidak berarti mata uang. Ini adalah ‘uang’ berupa Rahmat, kebijaksanaan dan kebajikan.


- Divine Discourse, 07 Mei 2001.

Ketuklah, pintu Rahmat akan terbuka. Buka pintunya; karena cahaya matahari sedang menunggu di luar dan akan masuk dalam keheningan dan menerangi ruangan dengan terang cahaya.

Saturday, April 26, 2025

Thought for the Day - 26th April 2025 (Saturday)



When you are driving a car, the car is your God. When you are doing business in market, the market is your God. According to the culture of Bharat, we first make obeisance to the work we have to do. Before undertaking any work, we should regard that work as God. Tasmai Namah Karmane - Upanishads teach us this: “The work I have to do, I regard as God and make obeisance to God in that form”. Let us see the person who plays on tabla. Before he begins to play on it, he pays obeisance to tabla. The harmonium player will make obeisance to the harmonium before he starts. A dancer, before she begins her dance, will make obeisance to her ghunghru (musical anklets). Even a driver who is going to drive a lifeless car, before he holds the steering wheel, makes namaskaram (salutations) to the steering wheel! You do not have to go so far. While driving, if the car hits another person, immediately we make namaskaram to that person. The significance of all this is the faith and belief that God is present in all things. Thus, to regard the entire creation as the form of God and to perform your duty in that spirit is meditation.


- Divine Discourse, May 12, 1981.

Consider every work as God’s work. Then your work will be transformed into worship.

 

Ketika engkau sedang mengemudikan mobil, mobil itu adalah Tuhanmu. Ketika engkau sedang menjalankan bisnis di pasar maka pasar itu adalah Tuhanmu. Sesuai dengan budaya Bharat, kita pertama memberikan penghormatan pada pekerjaan yang harus kita lakukan. Sebelum melakukan kerja apapun, kita harus memandang kerja itu sebagai Tuhan. Tasmai Namah Karmane – Upanishad mengajarkan kita hal ini: “kerja yang harus aku lakukan, aku menganggapnya sebagai Tuhan dan memberikan penghormatan pada Tuhan dalam wujud kerja itu”. Mari kita lihat seseorang yang memainkan alat musik tabla. Sebelum dia mulai memainkan tabla, maka dia memberikan penghormatan pada tabla tersebut. Pemain harmonium akan memberikan penghormatan pada harmonium sebelum mulai memainkannya. Seorang penari, sebelum dia mulai tariannya maka dia akan memberikan penghormatan pada ghunghru (gelang kakinya yang berbunyi). Bahkan seorang sopir yang akan mengemudikan sebuah mobil yang tidak bernyawa, sebelum dia memegang kemudi maka dia memberikan penghormatan dalam bentuk namaskaram pada kemudi tersebut! Engkau tidak perlu melakukan sejauh itu. Pada saat lagi mengemudi, jika mobil menabrak orang lain, segera kita melakukan namaskaram pada orang itu. Makna dari semuanya ini adalah keyakinan dan kepercayaan bahwa Tuhan bersemayam pada semuanya. Jadi, sadarilah seluruh ciptaan sebagai wujud Tuhan dan menjalankan kewajibanmu dalam semangat itu adalah meditasi.


- Divine Discourse, 12 Mei 1981.

Pandanglah bahwa setiap pekerjaan sebagai pekerjaan Tuhan. Kemudian pekerjaanmu akan berubah menjadi ibadah.

Thursday, April 24, 2025

Thought for the Day - 24th April 2025 (Thursday)



Fill your hearts with love and let love be the guiding principle in all your activities. When you have love in your heart, you need not worry about anything. God will always be with you, in you, around you and will look after you in all respects. When you say, “Krishna, I will follow You,” it means that Krishna is separate from you. It is possible that you will lose your way. Hence, you should pray, “Krishna, please be with me always.” In fact, He is always in you. When you enquire deeply, you will experience this truth. It is impossible to be away from Him. Many devotees proclaim, “Oh God, I am in you, I am with you and I am for you.” They repeat these words like parrots, but do not say from the depths of their heart. Actually, God is never separate from you. Pray to Him wholeheartedly with the conviction that He is always in you, with you, above you, below you, and around you. When you offer such a prayer to God, He will certainly redeem your life!


- Divine Discourse, Apr 13, 2005.

You may think that Swami is somewhere and does not know what is happening, but Swami is here, there and everywhere as the principle of the Atma. 


Isilah hatimu dengan kasih dan jadikan kasih menjadi prinsip penuntun dalam segala aktifitasmu. Ketika engkau memiliki kasih di dalam hatimu, engkau tidak perlu merasa cemas tentang apapun juga. Karena Tuhan akan selalu bersamamu, di dalam dirimu, di sekitarmu dan akan menjagamu dalam segala hal. Ketika engkau berkata, “Krishna, aku akan mengikutimu,” itu berarti bahwa Krishna adalah terpisah dari dirimu. Maka ada kemungkinan engkau akan kehilangan arah. Karena itu, engkau harus berdoa, “Krishna, tolonglah agar selalu bersamaku.” Sejatinya, Tuhan ada selalu di dalam dirimu. Ketika engkau menyelidiki lebih dalam, engkau akan mengalami kebenaran ini. Adalah tidak mungkin untuk bisa menjauh dari Tuhan. Banyak bhakta menyatakan, “Oh Tuhan, aku ada di dalam diri-Mu, aku ada bersama-Mu dan aku ada untuk-Mu.” Mereka mengulang perkataan ini seperti burung beo, namun tidak dikatakan dari kedalaman lubuk hati mereka. Sesungguhnya, Tuhan tidak pernah terpisah darimu. Berdoalah pada Tuhan sepenuh hati dengan keyakinan bahwa Tuhan selalu ada di dalam dirimu, bersamamu, diatasmu, dibawahmu, dan disekitarmu. Ketika engkau mempersembahkan doa seperti itu kepada Tuhan, maka Tuhan pastinya akan menyelamatkan hidupmu!


- Divine Discourse, 13 April 2005.

Engkau mungkin berpikir bahwa Swami ada di suatu tempat dan tidak mengetahui apa yang sedang terjadi, namun Swami ada disini, disana dan dimana-mana sebagai prinsip dari Atma.

Tuesday, April 22, 2025

Thought for the Day - 22nd April 2025 (Tuesday)



God never asks anything from anyone. But when people give to Him with a full heart, He returns a thousand-fold. You know the story of Kuchela. For the gift of a fistful of dry rice, Krishna granted him lifelong prosperity. Rukmini Devi was able to win Krishna for herself by offering Him just a single Tulasi leaf. So, whenever God accepts anything from anyone, He grants unending bounty in return. That is why it is said, Patram Pushpam Phalam Toyam - a leaf, a flower, a fruit or some water. At least these must be offered to God. Why? Only when we offer, we become eligible to receive. If you go to a bank and simply ask for your money, they will not give it to you although you have every right over it. You need to fill a withdrawal slip and sign it. Only then can you claim your money. So, you must give something first, in order to receive. This is Divine Law. Even if it is tiny or insignificant, it must be offered to God.


- Summer Showers, May 28, 1995.

God offers Himself to His devotees in exactly the same manner in which devotees offer themselves to Him.

 

Tuhan tidak pernah meminta apapun dari siapapun. Namun ketika manusia memberikan pada-Nya dengan sepenuh hati, Tuhan mengembalikannya seribu kali lipat. Engkau mengetahui kisah tentang Kuchela. Untuk pemberian segenggam beras kering, Krishna memberikannya kesejahtraan seumur hidup. Rukmini Devi mampu mendapatkan Krishna bagi dirinya hanya dengan mempersembahkan selembar daun Tulasi kepada Krishna. Jadi, kapanpun Tuhan menerima apapun dari siapapun, Tuhan memberikan karunia yang tidak terbatas padanya. Itulah sebabnya mengapa disebutkan, Patram Pushpam Phalam Toyam - daun, bunga, buah atau air. Setidaknya keempat ini harus dipersembahkan kepada Tuhan. Mengapa? Hanya ketika kita mempersembahkan, kita menjadi layak untuk menerima. Jika engkau pergi ke bank dan hanya meminta uangmu, pihak bank tidak akan memberikannya kepadamu walaupun engkau memiliki hak pada uang itu. Engkau harus mengisi berkas penarikan uang dan menandatanginya. Hanya setelah itu engkau dapat mengklaim uangmu. Jadi, engkau harus memberikan sesuatu awalnya, dalam upaya untuk menerima. Ini adalah hukum Tuhan. Bahkan pemberian itu bersifat kecil atau tidak berarti, ini harus dipersembahkan pada Tuhan.


- Wacana Musim Panas, 28 Mei 1995.

Tuhan mempersembahkan diri-Nya sendiri pada bhakta-Nya dengan cara yang sama seperti bhakta mempersembahkan dirinya pada Tuhan.

Monday, April 21, 2025

Thought for the Day - 21st April 2025 (Monday)



The greatest obstacle on the path of surrender is ahankara (egoism) and mamakara (mineness or possessiveness). It is something that has been inherent in your personality since ages, sending its tentacles deeper and deeper with the experience of every succeeding life. It can be removed only by the twin detergents of discrimination and renunciation. Bhakti is the water to wash away this dirt of ages and the soap of japam, dhyanam, and yoga (repetition of God’s name, meditation, and communion) will help to remove it quicker and more effectively. The slow and the steady will surely win this race; walking is the safest method of travel, though it may be condemned as slow. Quicker means of travel mean disaster; the quicker the means, greater the risk of disaster. You should eat only as much as you feel hunger, for more will cause disorder. So, proceed step by step in Sadhana (spiritual effort), making sure of one step before you take another. Do not slide back two paces, when you go one pace forward. But, even the first step will be unsteady, if you have no faith. So, cultivate faith.


- Divine Discourse, Aug 01, 1956.

When the Sun is over your head, there will be no shadow; similarly, when faith is steady in your head, it should not cast any shadow of doubt. 


Rintangan terbesar dalam jalan berserah diri adalah ahankara (egoisme) dan mamakara (rasa kepemilikan). Keduanya ini telah melekat dalam kepribadianmu sejak dari jaman dahulu, menancapkan tentakelnya lebih dalam dan lebih dalam lagi seiring dengan pengalaman hidup yang bertambah. Kedua rintangan ini hanya dapat dilepaskan dengan sabun cuci ganda yaitu kemampuan memilah dan tanpa keterikatan. Bhakti adalah air yang dipakai dalam membersihkan kotoran yang melekat sejak lama dan sabun berupa japam, dhyanam, dan yoga (pengulangan nama suci Tuhan, meditasi dan pergaulan spiritual) akan membantu untuk melepaskan kotoran ini lebih cepat dan lebih efektif. Mereka yang melangkah pelan namun mantap pastinya akan memenangkan perlombaan ini; berjalan adalah metode yang paling aman dalam menempuh perjalanan, walaupun berjalan dianggap sebagai lambat. Menempuh perjalanan lebih cepat berarti bencana; semakin cepat berarti semakin besar resiko bencana. Engkau hanya bisa makan sebanyak engkau merasa lapar, makan lebih banyak lagi akan menyebabkan gangguan. Jadi, lakukan sadhana (latihan spiritual) secara bertahap langkah demi langkah, pastikan satu langkah sebelum melangkah pada langkah selanjutnya. Jangan mundur dua langkah ketika engkau melangkah satu langkah ke depan. Namun, bahkan satu langkah menjadi tidak mantap jika engkau tidak memiliki keyakinan. Jadi, tingkatkan keyakinan.


- Divine Discourse, 01 Agustus 1956.

Ketika matahari ada tepat di atas kepalamu, maka tidak akan ada bayangan; sama halnya, ketika keyakinan begitu mantap dalam kepalamu maka tidak akan ada bayangan keraguan. 

Sunday, April 20, 2025

Thought for the Day - 20th April 2025 (Sunday)



It is the destiny of man to journey from humanity to Divinity. In this pilgrimage, he is bound to encounter various obstacles and trials. To illumine the path and help him overcome these troubles, sages, seers, realised souls, divine personalities, and Incarnations of God take birth in human form. They move among the afflicted and the seekers who have lost their way or strayed into the desert and lead them into confidence and courage. Certain personalities are born and live out their days for this very purpose. They can be called karana-janmas, for they take on the janma (birth) for a karana (cause, purpose). Of course, there are many aspirants who by their devotion, dedication and disciplined lives, attain the vision of the Omnipresent, Omnipotent, and Omniscient One. They are content with the bliss they have won for themselves. There are others who go out to share this bliss with those beyond the pale; they guide and lead and are blessed thereby. They teach that multiplicity is a delusion and that unity is the reality. Jesus was a karana-janma, a Master born with a purpose, the mission of restoring love, charity, and compassion in the heart of man.


- Divine Discourse, Dec 25, 1978.

A lover of God is a messenger of God. The one whom God loves is a “Son of God.” When one experiences both of these, he becomes one with God. 


Merupakan takdir dari manusia melakukan perjalanan dari kemanusiaan menuju keilahian. Dalam perjalanan suci ini, manusia terikat menghadapi berbagai jenis rintangan dan cobaan. Untuk menerangi jalan ini dan membantu manusia mengatasi rintangan-rintangan ini maka para guru suci, orang bijak dan jiwa yang tercerahkan, kepribadian Ilahi, dan inkarnasi Tuhan mengambil kelahiran sebagai manusia. Para guru-guru suci ini bergerak diantara orang-orang yang menderita dan para pencari spiritual yang kehilangan arah atau tersesat di gurun pasir dan menuntun mereka menuju keyakinan dan keberanian. Kepribadian tertentu lahir dan menjalani hari-harinya untuk tujuan khusus ini. Mereka dapat disebut dengan karana-janmas, karena mereka lahir (janma) untuk sebuah tujuan (karana). Tentu saja, ada banyak peminat spiritual dengan bhakti, dedikasi dan kehidupan disiplin mereka, mencapai pandangan dari Tuhan yang ada dimana-mana, Tuhan yang Maha Kuasa dan Tuhan yang Maha Tahu. Mereka puas dengan kebahagiaan yang mereka dapatkan untuk diri mereka sendiri. Sedangkan ada yang lainnya yang hadir untuk berbagi kebahagiaan ini dengan mereka yang berada di luar batas; mereka ini menuntun serta mengarahkan dan karenanya diberkati. Mereka mengajarkan bahwa keberagaman adalah khayalan dan kesatuan itu adalah kenyataan sejati. Yesus adalah seorang karana-janma, guru suci yang lahir dengan sebuah tujuan, dengan misi untuk memulihkan kasih, kedermawanan, dan welas asih dalam hati manusia.


- Divine Discourse, 25 Desember 1978.

Seorang yang mengasihi Tuhan adalah seorang utusan Tuhan. Seseorang yang Tuhan kasihi adalah seorang “putra dari Tuhan.” Ketika seseorang mengalami keduanya ini maka dia menjadi satu dengan Tuhan. 

Saturday, April 19, 2025

Thought for the Day - 19th April 2025 (Saturday)



Once a wealthy man decided to go on a pilgrimage of sacred places. To escape the trouble of carrying too much luggage, he tied only very essential items in a bedroll and embarked on his journey. As the saying goes, ‘less luggage, more comfort makes travel a pleasure’, he could conveniently see all the sacred places of pilgrimage such as Kashi, Mathura, Brindavan, etc. During the day, he saw many temples, worshipped beautiful idols of various deities in them, took bath in sacred rivers and performed various acts of merit. After spending the whole day thus, he became tired at night and lay down on his bed to sleep. But he did not get even a wink of sleep. Though he performed noble deeds at physical level, he did not attain mental peace. What was the reason? The reason was that there were numerous bedbugs in the bed he brought with him. Due to the biting of these bedbugs, he could not get any sleep at night. The same is the condition of man today. At physical level, he has amassed many comforts and conveniences and appears to be quite happy. But he harbours within himself the bedbugs of bad qualities, evil thoughts and wicked motives which destroy his peace. As long as he gives room to negative feelings and thoughts, he cannot attain peace.


- Divine Discourse, Jun 24, 1996.

Peace is not available in the world outside. Outside, there are only pieces! True peace is that which comes from within you. 


Suatu hari seorang yang kaya memutuskan untuk pergi melakukan perjalanan mengunjungi tempat-tempat suci. Untuk bebas dari masalah membawa begitu banyak barang bawaan maka dia memutuskan hanya mengikat barang-barang yang sangat penting pada kasur gulung dan memulai perjalanannya. Seperti kata pepatah, ‘sedikit barang bawaan, membuat perjalanan menjadi lebih nyaman dan menyenangkan’, dia dapat dengan nyaman mengunjungi semua tempat-tempat suci seperti Kashi, Mathura, Brindavan, dsb. Pada siang hari, dia mengunjungi banyak tempat suci, memuja arca perwujudan Tuhan yang indah ada di sana, mandi di sungai-sungai yang suci dan melakukan berbagai tindakan yang luhur. Setelah menghabiskan sepanjang hari seperti itu, dia merasa letih di malam hari dan berbaring untuk tidur. Namun dia tidak bisa tidur sedetikpun. Walaupun dia telah melakukan perbuatan yang luhur di level fisik, namun dia tidak mendapatkan kedamaian di level batin. Apa alasannya? Alasannya ada banyak kutu busuk di dalam kasur gulung yang dia bawa. Karena digigit oleh kutu busuk itu, dia tidak bisa tidur di malam hari. Keadaan yang sama terjadi pada manusia saat sekarang. Pada level fisik, manusia telah mengumpulkan banyak kenyamanan dan kemudahan yang kelihatannya menjadi begitu bahagia. Namun, manusia menyimpan dalam dirinya kutu busuk berupa sifat-sifat buruk, pikiran jahat dan niat jahat yang mana menghancurkan kedamaiannya. Selama manusia memberikan ruang bagi perasaan dan pikiran negatif maka manusia tidak bisa mencapai kedamaian.


- Divine Discourse, 24 Juni 1996.

Kedamaian tidak tersedia di dunia luar. Hanya ada kepingan saja di dunia luar! Kedamaian sejati muncul dari dalam dirimu. 

Friday, April 18, 2025

Thought for the Day - 18th April 2025 (Friday)



When the nails were being driven into Jesus to fix him on the cross, Jesus heard the voice of the Father saying, "All life is one, My dear Son. Be alike to everyone," and he pleaded that those who were crucifying him may be pardoned for they knew not what they did. Jesus sacrificed himself for the sake of mankind. Carols and candles, readings from the Bible and acting out the incidents that surrounded His Birth, are not enough to celebrate the birth of Jesus. Jesus said that the bread taken in the 'last supper' was his flesh, and the wine, his blood. He meant that all beings alive with flesh and blood are to be treated as he himself and that no distinction should be made of friend or foe, we or they. Everybody is his body, sustained by the bread; every drop of blood flowing in the veins of every living being is his, animated by the activity that the wine imparted to it. That is to say, every man is Divine and has to be revered as such!


- Divine Discourse, Dec 25, 1978.

You work as a messenger or servant; later, you worship, as a son does his father, and finally, you achieve the wisdom that You and He are One. That is the spiritual journey Jesus has shown in clear terms.

 

Ketika paku-paku ditancapkan pada tubuh Yesus pada saat disalibkan, Yesus mendengar suara dari Bapa di Surga berkata, "Semua hidup adalah satu, putra-Ku yang terkasih. Jadilah sama terhadap setiap orang," dan Yesus memohon agar mereka yang menyalibnya dapat diampuni karena mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan. Yesus mengorbankan dirinya sendiri untuk kepentingan umat manusia. Nyanyian pujian dan lilin, membaca alkitab dan memerankan kejadian-kejadian sekitar kelahiran Yesus, adalah tidak cukup untuk merayakan kelahiran Beliau. Yesus berkata bahwa roti yang dimakan pada ‘penjamuan terakhir’ adalah dagingnya dan anggur yang diminum adalah darahnya. Maksud dari perkataan Yesus adalah bahwa semua makhluk hidup yang memiliki daging dan darah harus diperlakukan sama seperti dirinya dan tidak boleh ada perbedaan diantara teman atau musuh, kami atau mereka. Setiap orang adalah tubuhnya, dirawat oleh roti; setiap tetes darah mengalir dalam pembuluh darah setiap makhluk hidup adalah miliknya, digerakkan dengan aktifitas yang diberikan anggur padanya. Dengan kata lain, setiap manusia adalah Ilahi dan harus dihormati seperti itu!


- Divine Discourse, 25 Desember 1978.

Engkau berkerja sebagai utusan atau pelayan; kemudian, engkau memuja, seperti putra memuja ayahnya, dan akhirnya, engkau mencapai kebijaksanaan bahwa dirimu dan Tuhan adalah satu. Itu adalah perjalanan spiritual yang Yesus perlihatkan dengan jelas. 

Thursday, April 17, 2025

Thought for the Day - 17th April 2025 (Thursday)



Bhakti and shraddha (devotion and faith) are the two oars, with which you can take the boat across the sea of worldly life (samsara). A child told its mother, when it went to bed at night, "Mother! Wake me up, when I get hungry." The mother answered, "There is no need. Your hunger will itself wake you." So too, when the hunger for God comes, it will itself activate you and make you seek the food you need. God has endowed you with hunger and He supplies the food; He has endowed you with illness and He grows the specifics you need. Your duty is to see that you get the proper hunger and the right illness and use the appropriate food or drug! Man must be yoked to samsara (worldly life) and broken; that is the training, which will teach that the world is unreal; no amount of lectures will make you believe it is a snake unless you actually experience it. Touch fire and get the sensation of burning; there is nothing like it to teach you that fire is to be avoided. Unless you touch it, you will be aware only of its light. It is light and heat both; just as this world is both true and false, that is to say, unreal. 


- Divine Discourse, Mahashivaratri, 1955.

More than the knowledge that you can get from reading the scriptures, you should value the wisdom that you can get from experience.

 

Bhakti dan shraddha (pengabdian dan keyakinan) adalah dua dayung yang mana dapat menggerakkan perahu menyebrangi lautan kehidupan duniawi (samsara). Seorang anak mengatakan kepada ibunya pada saat tidur di malam hari, "Ibu! nanti bangunkan aku ketika aku lapar." Ibunya menjawab, "Tidak perlu ibu membangunkanmu karena rasa laparmu akan membangunkanmu sendiri." Begitu juga, ketika rasa lapar pada Tuhan datang maka rasa lapar ini yang akan membangunkan dan membuatmu mencari makanan yang engkau butuhkan. Tuhan telah memberimu dengan rasa lapar dan Tuhan menyediakan makanan untuk rasa lapar itu; Tuhan juga memberikanmu penyakit dan Tuhan menumbuhkan hal-hal khusus yang engkau butuhkan. Kewajibanmu adalah untuk memastikan bahwa engkau mendapatkan rasa lapar yang tepat dan penyakit yang benar serta menggunakan makanan dan obat yang sesuai! Manusia harus terikat dengan samsara (kehidupan duniawi) dan selanjutkan keterikatan itu dihancurkan; itu adalah latihan yang akan mengajarkanmu bahwa dunia ini adalah tidak nyata; tidak ada banyak ceramah yang akan membuatmu percaya bahwa ini adalah ular kecuali engkau benar-benar mengalaminya. Sentuh api dan dapatkan sensasi dari rasa terbakar; tidak ada yang bisa mengajarkanmu bahwa api harus dihindarkan selain engkau merasakannya. Jika engkau tidak menyentuh api itu maka engkau hanya tahu cahayanya saja. Api itu adalah keduanya yaitu cahaya dan panas; seperti halnya dunia ini yang merupakan kebenaran dan kepalsuan, maka dari itu disebut tidak nyata. 


- Divine Discourse, Mahashivaratri, 1955.

Lebih daripada pengetahuan yang engkau dapat peroleh dari membaca naskah suci, engkau harus menghargai kebijaksanaan yang dapat engkau peroleh dari pengalaman. 

Wednesday, April 16, 2025

Thought for the Day - 16th April 2025 (Wednesday)



The world today has achieved great progress in the fields of science and worldly knowledge. But it is regressing in the fields of morality and humanness. What is the reason? The reason is selfishness and self-interest of modern man. Whatever work man performs today, he does it with a selfish motive. All his thoughts and actions are motivated by self-interest. In fact, he has become a puppet of selfishness. He looks at everything with an eye of selfishness. He is, in fact, bound in the fetters of selfishness. The moment he changes his motive of life from selfishness to social welfare, he will experience the essence of true education. It is therefore necessary that man should get rid of his selfishness and self-interest and fill his heart with noble thoughts of welfare and progress of society. In this way, he should make his heart pure with sacred feelings and curb the unsteadiness of his mind. Whatever work you do with a pure heart, steady mind and selfless attitude, it will take you towards the path of victory in your spiritual journey. 


- Divine Discourse, Jun 24, 1996.

Develop the faith that your welfare is bound up with the welfare of the society. Develop your social consciousness. 


Dunia pada saat sekarang telah mencapai kemajuan yang hebat dalam bidang sains dan pengetahuan duniawi. Namun dunia mengalami kemunduran dalam bidang moralitas dan kemanusiaan. Apa penyebab dari keadaan ini? Penyebabnya adalah sifat egosime dan kepentingan diri pada manusia modern. Apapun yang manusia kerjakan pada hari ini, manusia melakukannya dengan motif mementingkan diri sendiri. Semua pikiran dan perbuatannya didorong oleh kepentingan diri. Sejatinya, manusia telah menjadi boneka dari sifat egoisme. Manusia memandang segala sesuatu dengan pandangan mementingkan diri sendiri. Akhirnya manusia terbelenggu oleh belenggu egoisme. Pada saat manusia mengganti motif dalam hidupnya dari egoisme mengarah pada kesejahtraan sosial, maka manusia akan mengalami intisari dari pendidikan yang sejati. Maka dari itu adalah perlu bagi manusia untuk melepaskan sifat egoisme dan kepentingan diri serta mengisi hatinya dengan pikiran yang luhur tentang kesejahtraan dan kemajuan masyarakat. Dengan cara ini, manusia harus membuat hatinya menjadi murni dengan perasaan yang suci dan mengendalikan pikirannya yang tidak stabil. Apapun pekerjaan yang engkau lakukan dengan hati yang suci, pikiran yang stabil dan sikap tanpa mementingkan diri sendiri, maka hal ini akan membawamu pada jalan keberhasilan dalam perjalanan spiritual. 


- Divine Discourse, 24 Juni 1996.

Pupuklah keyakinan bahwa kesejahtraanmu terkait erat dengan kesejahtraan masyarakat. Kembangkan kesadaran sosial di dalam dirimu. 

Monday, April 14, 2025

Thought for the Day - 14th April 2025 (Monday)



God is not an external contrivance or convenience like the air cooler. He is the Antaryamin, the Inner Director, the Inner Reality, the Unseen Basis on which all this seeable world is built. He is like the fire-principle that is latent in wood, which can be made manifest when one piece is rubbed vigorously against another. The heat that is produced consumes the wood in the fire! Satsang (Company of the good and the godly) makes you meet with other souls (individuals) of a like nature, and creates the contact that manifests the inner fire. Satsang means meeting the Sat, the Sat which is spoken of while extolling God as Sat-Chit-Ananda. Sat is the Existence Principle, the 'IS' that is the basic truth of the Universe. Align with the Truth, the Sat in you, the Satya (reality) on which the mitya (false) is imposed by minds that do not see light. By dwelling in that Sat, the flame is lit, light dawns, darkness flees and Jnana-bhaskara (the Sun of Realisation) rises. 


- Divine Discourse, 10 Mei 1969.

We must acquire the company of Godly thoughts, and thereby, the company of God Himself

 

Tuhan bukanlah alat atau kenyamanan bersifat ekternal seperti pendingin ruangan. Tuhan adalah Antaryamin yaitu pengarah batin, realitas batin, dasar yang tidak terlihat dimana seluruh dunia yang dapat dilihat ini dibangun diatasnya. Tuhan adalah seperti prinsip api dimana bersifat terpendam dalam kayu dan dapat menghasilkan api ketika satu kayu digosokkan dengan kayu lain dengan kuat. Panas yang dihasilan membakar kayu dalam api! Satsang (pergaulan suci) membuatmu bertemu dengan jiwa-jiwa lain (individu) lain yang memiliki sifat yang sama dan menciptakan keterhubungan yang mewujudkan api di dalam batin. Satsang berarti bertemu dengan Sat, Sat yang dibicarakan saat sedang memuliakan Tuhan sebagai Sat-Chit-Ananda. Sat adalah prinsip dari keberadaan yang merupakan kebenaran mendasar dari semesta. Selaraskan diri dengan kebenaran yaitu Sat yang ada di dalam dirimu, Satya (kenyataan sejati) agar tidak terperangkap oleh mitya (khayalan) yang diciptakan oleh pikiran yang tidak tercerahkan oleh cahaya. Dengan merenung pada Sat itu, maka nyala api itu dihidupkan, cahaya mulai muncul, kegelapan lenyap dan Jnana-bhaskara (matahari kenyataan diri sejati) muncul. 


- Divine Discourse, 10 Mei 1969.

Kita harus memperoleh pergaulan suci, dan dengan demikian mendapatkan pergaulan dengan Tuhan sendiri

Sunday, April 13, 2025

Thought for the Day - 13th April 2025 (Sunday)



When there is hard rock below, you have to bore deeper for tapping the underground perennial pure water. The softer the subterranean soil, the quicker the success. Make your heart soft; then, success is quick in sadhana. Talk soft, talk sweet, talk only of God – that is the process of softening the subsoil. Develop compassion, sympathy; engage in service, understand the agony of poverty, disease, distress and despair; share both - tears and cheers with others. That is the way to soften the heart, and help sadhana to succeed. Satsang is like quaffing pure crystal water. Dussang – the company of the vicious, the ungodly, the impure – is like quaffing saltwater from the sea; no amount of sugar added to it can make it quaffable! It increases thirst. 


- Divine Discourse, May 10, 1969.

If there is anything sweeter than all things sweet, more auspicious than all things auspicious, holier than all holy objects, verily, it is the name of the Lord — or the Lord Himself!

 

Ketika ada batu karang yang keras dibawah maka engkau harus melakukan pengeboran lebih dalam untuk bisa mendapatkan mata air murni bawah tanah yang abadi. Semakin lunak jenis tanah dibawah permukaan maka semakin cepat keberhasilan mendapatkan mata air. Maka dari itu, buatlah hatimu menjadi lembut; kemudian, keberhasilan akan cepat di dapat dalam sadhana. Berbicaralah dengan sopan, berkatalah dengan lembut, sampaikan hanya tentang Tuhan – itu adalah proses dalam melembutkan lapisan tanah. Kembangkan welas asih, simpati; libatkan diri dalam pelayanan, pahami penderitaan dari kemiskinan, penyakit, kesulitan dan keputusasaan; berbagilah keduanya yaitu air mata dan suka cita dengan yang lainnya. Itu adalah jalan untuk melembutkan hati, dan membantu sadhana untuk berhasil. Satsang adalah seperti meminum air kristal yang murni. Dussang – pergaulan dengan orang jahat, tidak baik, tidak murni – adalah seperti minum air laut yang asin; sebanyak apapun gula yang ditambahkan pada air laut yang asin itu tidak akan membuatnya bisa diminum! Itu justru menambah rasa haus. 


- Divine Discourse, 10 Mei 1969.

Jika ada sesuatu yang lebih manis dari segala yang manis, lebih berharga daripada semua yang berharga, lebih suci daripada semua yang suci, sejatinya itu adalah nama suci Tuhan – atau Tuhan itu sendiri!

Saturday, April 12, 2025

Thought for the Day - 12th April 2025 (Saturday)



With determination, man can touch the sky and conquer the world. But today man is losing this strength. What is the reason for this? He is losing his mastery over the senses. The more sensual he is, the lesser is the lifespan. Today’s man is losing his physical strength and consequently destroying his inner strength completely. To remain immortal and retain youth, the power of the senses should be developed by controlling them. There should be no body-attachment. If on one hand, man loses control over the senses and on the other hand, he develops body-attachment, then what will be his plight?  These two can be compared to two holes in a pot filled with water. Water is filled in such a pot, which gets drained. Similarly, the pot of our heart is filled with nectarous grace of God. Man has to foster his heart. But without forbearance and sympathy, he has drilled holes into it. Consequently, his lifespan has decreased. In this limited life span, what good deeds can he do? How can he work for the welfare of the society? God-given strength should be utilized properly by Satsangam (Good Company), by Satpravartana (Good conduct) and by Seva (Service). Only then can your strength improve. 


- Divine Discourse, Oct 02, 2000.

All the power and potency found in Nature are also latent in every human being. That which cannot be found within a human being cannot be found anywhere else in the Universe.


Dengan kebulatan tekad, manusia dapat menyentuh langit dan menaklukkan dunia. Namun manusia pada saat sekarang sedang kehilangan kekuatannya. Apa alasan dari keadaan ini? Manusia sedang kehilangan kemampuannya dalam menguasai indria. Semakin seseorang berhawa nafsu maka semakin pendek usia hidupnya. Manusia pada saat sekarang kehilangan kekuatan fisiknya dan sebagai akibatnya menghancurkan seluruh kekuatan batinnya.

Untuk tetap abadi dan awet muda, kekuatan indria harus dikembangkan dengan mengendalikannya. Seharusnya tidak ada keterikatan pada tubuh jasmani. Jika pada satu sisi, manusia kehilangan kendali pada indria dan sebaliknya dia mengembangkan keterikatan pada tubuh jasmani, kemudian apa jadinya nanti? Kedua hal ini dapat diibaratkan dengan dua lubang pada bejana yang diisi dengan air. Air yang diisi pada bejana yang seperti itu yang akhirnya air itu akan habis terkuras. Sama halnya, bejana dari hati kita diisi dengan nektar karunia Tuhan. Manusia harus menjaga hatinya. Namun tanpa adanya kesabaran dan simpati, manusia telah melubangi hatinya. Sebagai akibatnya, usia hidup manusia menjadi berkurang. Dalam usia hidup yang terbatas ini, apa perbuatan baik yang dapat dilakukannya? Bagaimana dia bisa bekerja untuk kesejahtraan masyarakat? Tuhan memberikan kekuatan harus digunakan sebaik-baiknya dengan _Satsangam_ (pergaulan baik), dengan _Satpravartana_ (perbuatan baik) dan dengan _Seva_ (pelayanan). Hanya dengan demikian kekuatanmu dapat ditingkatkan. 


- Divine Discourse, 2 Oktober 2000.

Semua kekuatan dan potensi yang ditemukan dalam alam adalah juga terpendam dalam diri setiap manusia. Apa yang tidak bisa di temukan dalam diri manusia adalah tidak bisa ditemukan di tempat lain dalam semesta.

Friday, April 11, 2025

Thought for the Day - 11th April 2025 (Friday)



The body is the temple of God; He is resident in the heart; buddhi (intelligence) is the lamp lit in that altar; now, every gust of wind that blows through the windows of the senses affects the flame of the lamp and dulls its light, threatening even to put it out. So, close the windows; do not keep them open for dire attraction from objects. Keep buddhi sharp, so that it may cut the mind like a diamond and convert it into a blaze of light, instead of being a dull pebble. Discrimination (nityanitya vastu viveka or distinguishing between the eternal and temporary) is an important instrument of spiritual progress. The reasoning faculty must be employed to distinguish between the limited and the unlimited, the temporary and the Eternal. That is its legitimate use. Shankaracharya names his work on the principles of Advaita as “Viveka Chudamani”, for he wanted to emphasise the value of viveka for the realisation of the evanescence of life and the Oneness of the Universe. 


- Divine Discourse, Oct 02, 1965.

By cultivating unwavering discrimination, avidya (ignorance) can be destroyed.


Tubuh jasmani adalah tempat suci dari Tuhan; karena Tuhan bersemayam di dalam hati; buddhi (kecerdasan) adalah lentera yang menyala terang di altar tempat suci itu; sedangkan, setiap hembusan angin yang bertiup melalui jendela indria mempengaruhi nyala lentera itu dan meredupkan cahayanya, dan bahkan bisa memadamkan nyala apinya. Hal yang bisa dilakukan adalah menutup jendela tersebut; jangan biarkan jendela itu terbuka karena binatang yang tidak diinginkan bisa masuk melaluinya. Jaga agar buddhi tetap tajam, sehingga dapat memotong pikiran seperti halnya berlian dan mengubahnya menjadi cahaya yang bersinar terang dan bukannya menjadi kerikil yang tumpul. Kemampuan memilah (nityanitya vastu viveka atau membedakan diantara yang bersifat kekal dan sementara) adalah sebuah sarana yang penting dalam kemajuan spiritual. Kemampuan berpikir harus digunakan untuk membedakan diantara yang terbatas dan tidak terbatas, yang sementara dan kekal. Itu adalah penggunaan yang sah. Shankaracharya memberikan nama pada karyanya pada prinsip Advaita sebagai “Viveka Chudamani”, karena Shankaracharya ingin menekankan pada nilai dari viveka untuk mendapatkan kesadaran dari kefanaan hidup dan Keesaan dari semesta. 


- Divine Discourse, 2 Oktober 1965.

Dengan memupuk kemampuan memilah yang tidak tergoyahkan, maka kebodohan (avidya) dapat dihancurkan.

Thursday, April 10, 2025

Thought for the Day - 10th April 2025 (Thursday)



Cultivate pure love through these two methods: 1. Always consider the faults of others, however big, to be insignificant and negligible. Always consider your own faults, however insignificant and negligible, to be big, and feel sad and repentant. Thus, you avoid developing bigger faults and defects and acquire qualities of brotherliness and forbearance. 2. Whatever you do, with yourself or with others, do it remembering that God is omnipresent. He sees, hears and knows everything. Whatever you speak, remember that God hears every word; discriminate between true and false and speak only the truth. Whatever you do, discriminate between right and wrong and do only the right. Endeavour every moment to be aware of omnipotence of God. The body is temple of individual (jiva), so whatever happens in that temple is the concern of the individual. So too, world is the body of the Lord, and all that happens in it, good or bad, is His concern. 


- Ch 19 Prema Vahini

When you point out one fault in others, you must be able to examine three times whether there is a fault in you.



Pupuklah kasih yang suci melalui dua metode ini yaitu: 1. Selalulah menganggap kesalahan orang lain betapapun besarnya sebagai sesuatu yang tidak penting dan sepele. Selalulah menganggap kesalahanmu sendiri betapapun kecil atau sepelenya sebagai sesuatu yang besar dan merasa sedih serta menyesal. Dengan cara ini, engkau akan terhindar dari mengembangkan kesalahan yang lebih besar dan mendapatkan kualitas persaudaraan serta kesabaran. 2. Apapun yang engkau lakukan, apakah dilakukan sendiri atau bersama orang lain, lakukanlah hal itu dengan mengingat Tuhan ada dimana-mana. Tuhan melihat, mendengarkan dan mengetahui segalanya. Apapun yang engkau katakan, ingatlah bahwa Tuhan mendengarkan setiap kata yang engkau ucapkan; lakukan pemilahan diantara yang benar dan salah serta hanya katakan kebenaran. Apapun yang engkau lakukan, lakukan pemilahan diantara yang tindakan yang benar dan salah serta hanya lakukan tindakan yang benar saja. Berusahalah dalam setiap momen untuk selalu sadar pada kehadiran Tuhan dimana-mana. Tubuh jasmani adalah tempat suci bagi jiwa, jadi apapun yang terjadi pada tempat suci ini adalah urusan masing-masing individu. Begitu juga, dunia adalah tubuh jasmani dari Tuhan, dan semua yang terjadi di dalamnya, apakah itu baik atau buruk adalah menjadi urusan Tuhan. 


- Ch 19 Prema Vahini

Ketika engkau menunjukkan satu kesalahan pada orang lain, engkau harus mampu memeriksa tiga kali apakah kesalahan itu ada di dalam dirimu.

Wednesday, April 9, 2025

Thought for the Day - 9th April 2025 (Wednesday)



In the Kali Age, man has acquired great fame, riches and comforts, but he lacks peace and a sense of security. The reason for this sorrow is the lack of patience and sympathy amongst the members of the family living in a house. Why does man lack these two qualities? The rise in selfishness and the use of intelligence for one’s own self-interest has brought about this decline. These two values are not seen in any family today. Because of this, they remain steeped in worries from dawn to dusk. There is no unity or coordination amidst the sons of a family. Therefore, each goes his own way and, though born as a human being, leads a life worse than that of animals. In fact, animals are better as they have a reason and a season. Man has become selfish and he no more thinks of contributing to others’ happiness. Patience and sympathy are like life forces for a man. A man without these can be considered lifeless. Having acquired a number of degrees and having amassed wealth, what has man really achieved? What every man in a family should aspire to achieve are the two virtues of patience and sympathy. 


- Divine Discourse, Oct 02, 2000.

Let love be enthroned in your heart. Then, there will be sunshine and cool breeze and gurgling waters of contentment, feeding the roots of faith



Di jaman kali ini, manusia telah mendapatkan ketenaran, kekayaan dan kenyamanan yang luar biasa, namun manusia kurang adanya kedamaian dan rasa aman. Alasan dari penderitaan ini adalah kurangnya kesabaran dan simpati diantara anggota keluarga yang tinggal dalam rumah. Mengapa manusia kurang dengan dua kualitas itu? Hal ini disebabkan karena meningkatnya sifat mementingkan diri sendiri dan penggunaan kecerdasan untuk kepentingan diri telah membawa pada kemerosotan ini. Kedua nilai-nilai luhur ini tidak terlihat di dalam keluarga manapun saat sekarang. Karena alasan ini maka manusia tetap dihantui oleh kecemasan dari pagi hingga sore hari. Tidak adanya persatuan atau koordinasi diantara anak-anak yang ada dalam keluarga. Maka dari itu, setiap anak mengambil jalannya masing-masing dan walaupun lahir sebagai manusia namun menjalani hidup yang lebih buruk daripada hidup binatang. Sebagai faktanya, binatang adalah lebih baik karena binatang memiliki alasan dan musim. Manusia telah menjadi egois dan tidak ada perhatian lagi untuk memberikan sumbangsih bagi kebahagiaan orang lain. Kualitas seperti kesabaran dan simpati adalah seperti kekuatan hidup bagi manusia. Seorang manusia tanpa adanya dua kualitas ini dapat dianggap sebagai yang tidak bernyawa. Setelah memperoleh beberapa gelar kesarjanaan dan memiliki kekayaan yang melimpah, apa sebenarnya yang telah dicapai oleh manusia? Apa yang harus menjadi cita-cita dari setiap orang dalam keluarga adalah untuk mencapai dua kualitas luhur yaitu kesabaran dan simpati. 


- Divine Discourse, 02 Oktober 2000.

Biarkan kasih bersemayam di dalam hatimu. Kemudian, akan ada sinar matahari dan angin yang sepoi-sepoi serta gemericik air rasa syukur yang menyuburkan akar-akar keyakinan.

Tuesday, April 8, 2025

Thought for the Day - 8th April 2025 (Tuesday)



Some people may have some doubts related to prayer. Of what avail is prayer? Will the Lord gratify all that we ask for in our prayers? He gives us only what He feels we need or deserve, is it not? Will the Lord like to give us all that we ask for in our prayers to Him? Of course, all these doubts can be resolved. If the devotee has dedicated everything — body, mind, and existence — to the Lord, He will Himself look after everything, for He will always be with the devotee. Under such conditions, there is no need for prayer. But have you so dedicated yourself and surrendered everything to the Lord? No. When losses occur, calamities come, or plans go awry, the devotee blames the Lord. Some, on the other hand, pray to Him to save them. If you avoid both of these, as well as reliance on others by placing complete faith on the Lord at all times, why should He deny you His grace? Why should He desist from helping you?


- Ch 7, Prasanthi Vahini.

When God is ready to give strength, devotion and liberation, why should we desire worldly life and pray for worldly things?



Beberapa orang memiliki beberapa keraguan terkait dengan doa. Apa manfaat dari doa? Akankah Tuhan mengabulkan semua yang kita minta dalam doa kita? Bukankah Tuhan hanya memberikan kepada kita apa yang menurut-Nya kita butuhkan dan layak kita terima? Akankah Tuhan memberikan kepada kita semua yang kita minta dalam doa kita pada-Nya? Tentu saja, semua keraguan itu dapat dijelaskan. 


Jika seorang bhakta telah mendedikasikan semuanya yaitu : tubuh, pikiran dan keberadaannya kepada Tuhan, maka Tuhan sendiri akan mengurus segala sesuatunya, karena Tuhan akan selalu berada bersama dengan bhakta itu. Dengan keadaan seperti itu maka doa tidak diperlukan lagi. Namun, sudahkah engkau mendedikasikan dirimu dan berserah segala sesuatunya kepada Tuhan? Belum. Ketika terjadi kemalangan, musibah datang, atau rencana menjadi gagal, maka bhakta menyalahkan Tuhan. Sebaliknya, ada beberapa orang lainnya berdoa kepada Tuhan untuk menyelamatkan diri mereka. Jika engkau menghindari keduanya ini, serta tidak tergantung pada orang lain dan hanya menaruh keyakinan penuh pada Tuhan sepanjang waktu, mengapa Tuhan harus menunda memberikanmu rahmat-Nya? Mengapa Tuhan harus enggan menolongmu? 


- Ch 7, Prasanthi Vahini.

Ketika Tuhan siap untuk memberikan kekuatan, bhakti dan pembebasan, lantas mengapa kita masih menginginkan kehidupan duniawi dan berdoa untuk hal-hal duniawi?

Monday, April 7, 2025

Thought for the Day - 7th April 2025 (Monday)



The Ramayana is a guidebook on the ideal relations between mothers and children, between husband and wife, between brothers, between the ruler and the people, between the master and the servants and many other human relationships. Rama showed compassion to the dying eagle Jatayu, which had fought with Ravana when he was carrying Sita away to Lanka and Rama gave refuge to Vibhishana, even against the fears expressed by Lakshmana. These are examples of Rama’s supreme benevolence and magnanimity towards anyone who revered him or sought his protection. Rama declared to Lakshmana “Anyone who comes to Me in a spirit of surrender, whoever he might be, is Mine and I am his. I shall give him asylum. This is My vow.” Rama was a man pledged to one word, to one wife, and to a single arrow. Devotees should install Rama in their hearts and celebrate Rama-navami for achieving Atmic bliss. Going through the Ramayana epic they should reach the state of ‘Atma-rama’ (oneness with the Universal Spirit). In such a state, there is no Ahamkaram (ego-sense).


- Divine Discourse, Apr 07, 1987

The day we install in our hearts the path laid down by Rama is the real birthday of Rama. 



Kisah Ramayana adalah sebuah naskah suci yang berisi tuntunan terkait hubungan yang ideal diantara ibu dan anak, diantara suami dan istri, diantara saudara, diantara penguasa dan rakyatnya, diantara majikan dan pelayan dan banyak hubungan manusia lainnya. Sri Rama memperlihatkan welas asih pada burung Jayatu yang sekarat, yang mana telah bertarung dengan Ravana ketika dia menculik Sita ke Lanka dan Sri Rama memberikan perlindungan pada Vibhishana, bahkan pada ketakutan yang ditunjukkan oleh Lakshmana. Semuanya ini adalah contoh teladan dari kebajikan dan kemurahan hati yang begitu mulia dari Sri Rama kepada siapapun yang menghormati dan mencari perlindungan pada-Nya. Sri Rama menyatakan kepada Lakshmana “Siapapun yang datang pada-Ku dalam semangat penyerahan diri, siapapun dia maka dia adalah milik-Ku dan aku adalah miliknya. Aku akan memberikannya perlindungan. Ini adalah janji-Ku.” Sri Rama adalah manusia yang berikrar pada satu kata, pada satu istri dan pada satu anak panah. Bhakta harus menempatkan Rama di dalam hati mereka dan merayakan Rama-navami untuk mendapatkan kebahagiaan Atma. Melalui epos Ramayana, mereka harus mencapai keadaan ‘Atma-rama’ (penyatuan dengan kesadaran Universal). Dalam keadaan seperti itu, tidak akan ada Ahamkaram (perasaan ego).


- Divine Discourse, 07 April 1987

Hari saat kita menempatkan dalam hati kita jalan yang telah ditetapkan oleh Sri Rama adalah hari ulang tahun sesungguhnya dari Sri Rama.

Sunday, April 6, 2025

Thought for the Day - 6th April 2025 (Sunday)



Whatever is done by the great, whichever company they choose, they will ever be on the path of righteousness, on the divine path. Their acts will promote welfare of the entire world! So, when Ramayana or narratives of the Divine are recited or read, attention must be fixed on the majesty and mystery of God, on the truth and straightforwardness that are inherent in them, and on practice of these qualities in daily life. No importance should be attached to extraneous matters; the manner of execution of one’s duty is the paramount lesson to be learned. God, when appearing with form for the sake of upholding dharma, behaves in a human way. He must! For, He holds forth the ideal life before people and confers the experience of joy and peace. His movements and playful activities (leelas) might appear ordinary and commonplace to some. But each will be an expression of beauty, truth, goodness, joy, and exaltation. Each will captivate the world with its charm and purify the heart that contemplates it! Each will overcome and overwhelm all the agitations of the mind, tear the veil of illusion (maya), and fill the consciousness with sweetness.


- Ch 1, Rama Katha Rasavahini, Vol 1

The Divine Rama Principle is not something to be remembered once a year but every moment of our life.



Apapun yang dilakukan oleh orang-orang yang agung, apapun pergaulan yang mereka pilih, mereka selalu akan berada di jalan kebenaran yaitu di jalan Tuhan. Setiap tindakan mereka akan meningkatkan kesejahtraan seluruh dunia! Jadi, ketika Ramayana atau kisah dari Tuhan diceritakan atau direnungkan, maka perhatian harus diarahkan pada keagungan dan misteri dari Tuhan, tentang kebenaran dan ketulusan yang terkandung di dalamnya, dan tentang penerapan sifat-sifat ini dalam kehidupan sehari-hari. Hal-hal lain yang tidak relevan seharusnya tidak diberikan perhatian; cara dalam menjalankan kewajiban seseorang adalah pelajaran yang paling penting harus dipelajari. Tuhan pada saat muncul dengan wujud untuk kepentingan menegakkan dharma, bertingkah laku seperti halnya manusia. Memang harus demikian! Karena Tuhan memperlihatkan hidup yang ideal kepada manusia serta menganugerahkan pengalaman suka cita dan kedamaian. Gerak-gerik dan permainan Ilahi-Nya _(leelas)_ mungkin kelihatan biasa saja dan sederhana bagi sebagian orang. Namun setiap tindakan-Nya akan menjadi sebuah ekspresi dari keindahan, kebenaran, suka cita dan kemuliaan. Setiap tindakan-Nya akan memikat dunia dengan pesona-Nya dan memurnikan hati bagi mereka yang merenungkannya! Setiap tindakan-Nya akan mengatasi dan meredakan semua gejolak pikiran, merobak selubung khyalan _(maya)_, dan mengisi kesadaran dengan keindahan.


- Ch 1, Hikayat Sri Rama, Vol 1

Prinsip dari keilahian Rama bukanlah sesuatu yang diingat sekali dalam setahun namun setiap momen dalam hidup kita.

Saturday, April 5, 2025

Thought for the Day - 5th April 2025 (Saturday)




It is often said that Rama followed dharma (righteousness) at all times. This is not the correct way of describing Him. He did not follow dharma; He was dharma. What He thought, spoke and did was dharma, is dharma forever. The recitation of Ramayana verses or listening to the exposition of those verses must transform the person into an embodiment of dharma. His every word, thought and deed must exemplify that ideal. Shraddha (steady faith) in Rama, Ramayana and oneself is essential for success. And for what end? To become good and help others to unfold their goodness. To be totally human with every human value expanded to the utmost and promote those traits in society to help others too. Purify the body by means of holy activity. Purify speech by adhering to truth, love and sympathy. Purify the mind, not yielding to the clamour of the senses and the desires they breed.


- Divine Discourse, Apr 18, 1986.

Meditate on the Rama-swarupa (form of Rama) and the Rama-svabhava (the true nature of Rama), when you recite or write the Rama-nama (name of Rama).



Sering kali dikatakan bahwa Rama senantiasa mengikuti dharma (kebajikan). Namun, ini bukanlah cara yang sepenuhnya tepat untuk menggambarkan Beliau. Rama bukan hanya mengikuti dharma, Beliau adalah dharma itu sendiri. Apa yang Beliau pikirkan, ucapkan, dan lakukan adalah dharma, dan akan selalu menjadi dharma untuk selamanya. Membaca ayat-ayat Ramayana, atau mendengarkan penjelasan mendalam tentang kisahnya, seharusnya mengubah diri kita menjadi perwujudan dharma. Setiap kata, pikiran, dan tindakan harus mencerminkan ideal/teladan tersebut. Shraddha (keyakinan yang teguh) terhadap Rama, Ramayana, dan terhadap diri sendiri, adalah kunci keberhasilan. Dan untuk tujuan apa? Hal ini bertujuan untuk menjadi pribadi yang baik dan membantu orang lain mengungkapkan kebaikan dalam dirinya. Untuk menjadi manusia seutuhnya dengan mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan secara maksimal, dan menanamkan sifat-sifat tersebut dalam masyarakat untuk membantu orang lain juga. Murnikanlah tubuh dengan melakukan tindakan yang suci. Murnikanlah ucapan dengan berpegang pada kebenaran, cinta-kasih, dan simpati. Murnikanlah pikiran dengan tidak tunduk pada hiruk-pikuk indria dan keinginan yang ditimbulkannya.


- Divine Discourse, Apr 18, 1986.

Renungkan Rama-swarupa (wujud Rama) dan Rama-svabhava (sifat sejati Rama), setiap kali engkau melafalkan atau menulis Rama-nama (nama Rama).

Friday, April 4, 2025

Thought for the Day - 4th April 2025 (Friday)



There is no object without fault or failure; no joy that is not mixed with pain; no act that is not tainted with egotism. So be warned and develop detachment which will save you from grief. Ramayana instils this wise, valid, valuable detachment, or sacrifice (tyaga). Rama gladly journeys into the forest as an exile, the moment he knows his father's wish was that he should do so; and remember, he was to be crowned Emperor just that moment by the very same person who ordered him to go into exile! When those who have full powers and claims, renounce positions of authority in Ramayana, we see today persons with no powers or claims, clamouring to occupy position of authority! Duty is God, that’s the lesson the Ramayana teaches. The word ‘duty’ is used today to indicate methods by which one exercises his authority. No! Duty is the responsibility you have, to respect and revere others and serve them to the best of your ability! You claim to have freedom to walk, waving your walking stick around you; but, the man coming behind has as much freedom to use the road as you have! To exercise your freedom such that you don’t limit or harm the freedom of others - that is the duty, which becomes worship!


- Divine Discourse, 20 April 1975.

If you pursue your spiritual discipline, while regulating your daily life and discharging your daily duties, you are bound to become the recipient of God's grace.


Tidak ada objek yang tanpa cacat atau kegagalan; tidak ada suka cita yang tidak tercampur dengan penderitaan; tidak ada perbuatan yang tidak ternoda dengan egoisme. Jadi berhati-hatilah dan kembangkan kualitas tanpa keterikatan yang akan menyelamatkanmu dari duka cita. Ramayana menanamkan sikap tanpa keterikatan yang bijaksana, valid, bernilai atau pengorbanan _(tyaga)_. Rama dengan senang hati melakukan perjalanan ke hutan sebagai sebuah pengasingan, pada saat Rama mengetahui keinginan ayah-Nya agar Dia melakukan itu; dan ingatlah bahwa Rama akan dinobatkan sebagai kaisar tepat pada saat itu oleh orang yang sama yang kemudian memerintahkan Rama untuk pergi pengasingan!

Dalam Ramayana kita melihat bahwa mereka yang memiliki kekuasaan dan hak yang penuh justru melepaskan kekuasaan itu, namun kita melihat hari ini dimana orang-orang yang tidak memiliki kekuasaan atau kewenangan, justru berebut untuk mendapatkan jabatan atau kekuasan! Kewajiban adalah Tuhan, itu adalah pelajaran yang diajarkan dalam Ramayana. Kata ‘kewajiban’ digunakan hari ini untuk merujuk pada cara yang seseorang gunakan untuk menjalankan kekuasannya. Tidak! Kewajiban adalah tanggung jawab yang engkau miliki, untuk menghormati dan menghargai serta melayani mereka dengan kemampuanmu terbaik! Engkau mungkin memiliki kebebasan untuk berjalan, mengayunkan tongkatmu di sekitarmu; namun, seseorang yang berjalan di belakangmu juga memiliki kebebasan yang sama untuk menggunakan jalan seperti yang engkau miliki! Menggunakan kebebasanmu yang tidak membatasi atau merugikan kebebasan orang lain – itu adalah kewajiban yang menjadi bentuk ibadah!


- Divine Discourse, 20 April 1975.

Jika engkau menjalankan disiplin spiritualmu, sambil mengatur hidupmu sehari-hari dan menjalankan kewajibanmu, maka engkau dipastikan menerima Rahmat Tuhan.

Thursday, April 3, 2025

Thought for the Day - 3rd April 2025 (Thursday)



When Rama is installed in the heart, everything will be added unto you - fame, fortune, freedom, fullness. Hanuman was a mere monkey leader until he met Rama; he was a minister in the court of his master; but, when Rama gave him the commission to seek Sita and sent him, that is to say, when Rama was installed in his heart as guide and guardian, Hanuman became immortal, as the Ideal devotee! 


Ramayana has a deep undercurrent of significant meaning. Dasharatha means, he who rides in a chariot of ten (senses), which is man. He is tied up with three gunas (qualities), or three wives, as in Ramayana. He has four sons, Purusharthas - Dharma (Rama), Artha (Lakshmana), Kama (Bharata), and moksha (Shatrughna). These four goals of man must be systematically attained, always with the last one, Moksha, clearly before the eye! Lakshmana represents Buddhi (intellect) and Sita is Truth. Hanuman is the Mind, and it is the repository, if controlled and trained, of courage. Sugreeva, the master of Hanuman, is Discrimination. With these to help him, Rama seeks Truth and succeeds. That is the lesson of the epic to every man!


- Divine Discourse, Apr 20, 1975.

Seek Truth, serve Truth, be Truth. Truth will reveal itself when the heart is saturated in Love.

 


Ketika Sri Rama disemayamkan di dalam hati, segala sesuatu akan ditambahkan kepadamu seperti halnya: ketenaran, keberuntungan, kebebasan, kesempurnaan. Pada awalnya Hanuman hanyalah seekor pemimpin kera sebelum bertemu dengan Sri Rama; Hanuman adalah mentri dalam istana majikannya; namun, ketika Sri Rama memberikannya tugas dan mengirimkannya untuk mencari Sita, dengan kata lain, ketika Sri Rama disemayamkan di dalam hatinya sebagai penuntun dan pelindung, maka Hanuman menjadi abadi, sebagai bhakta ideal!

 

Ramayana memiliki makna mendalam yang sangat penting. Dasharatha memiliki makna dia yang menjalankan sepuluh kereta perang, dalam hal ini sepuluh bermakna indria yaitu Manusia. Dasaratha diikat dengan tiga sifat (guna), yang dilambangkan dengan tiga istri dalam kisah Ramayana. Selain itu, Dasartaha memiliki empat putra  yang melambangkan Purushartha yaitu : Dharma (Rama), Artha (Lakshmana), Kama (Bharata), dan moksha (Shatrughna). Keempat tujuan hidup manusia ini harus dicapai secara sistematis, selalu dengan tujuan terakhir adalah Moksha, jelas di depan mata! Lakshmana melambangkan Buddhi (intelek) dan Sita adalah kebenaran. Hanuman adalah pikiran dan jika dikendalikan serta dilatih, dia adalah gudang dari keberanian. Sedangkan Sugreeva yang merupakan majikan dari Hanuman adalah diskriminasi (kemampuan membedakan). Dengan bantuan ini, Rama mencari kebenaran dan berhasil. Itu adalah pelajaran dari kisah kepahlawanan bagi setiap manusia!


- Divine Discourse, 20 April 1975.

Carilah kebenaran, layani kebenaran, jadilah kebenaran. Kebenaran akan mengungkapkan dirinya ketika hati dipenuhi dengan kasih.

Wednesday, April 2, 2025

Thought for the Day - 2nd April 2025 (Wednesday)


 
The eye ever seeks the vile and the vulgar. Notwithstanding the danger to his own life and body, the motorist will stare at obscene posters advertising a movie film. The eye must be held in check so that it may not ruin the mind as well as the body of man. The ear craves for scandal and salacious stuff. It does not persuade you to attend discourses that can really help in your spiritual development. Even if you chance to attend any, the ear dissuades you by giving you a headache. But when someone pours abuse on another, the two ears attain maximum concentration. The tongue is doubly dangerous unless held in check, for it speaks scandal and creates a craving for taste. It is well nigh impossible to lead the tongue towards the path of japa and dhyana (spiritual recitations and meditation), however sweet be the Name of the Lord. When the eye, ear and tongue are under control and capable of being used for self-improvement, the mind and the hand can also easily be held in check. Thus when man realises himself, there is no need to inquire where God dwells. He dwells in the pure heart of man, clearly shining in His innate splendour of Wisdom, Power and Love.


- Divine Discourse, Mar 20, 1977.

Sanctify the time given to you by worthy deeds, experience bliss and share it with others.



Mata selalu mencari sesuatu yang bersifat keji dan vulgar. Sekalipun berbahaya bagi hidup dan tubuhnya sendiri, para pengendara mobil akan menatap poster-poster cabul yang mengiklankan sebuah film. Oleh karena itu, mata harus tetap dijaga agar tidak merusak pikiran dan juga tubuh manusia. Sedangkan telinga sangat suka mendengarkan skandal dan hal-hal yang bersifat cabul. Telinga tidak akan menarikmu untuk mendengarkan ceramah yang sangat membantumu dalam perkembangan spiritualmu. Bahkan jika engkau mendapat kesempatan mendengarkan ceramah, maka telinga menghalangimu dengan membuat sakit kepala. Namun ketika seseorang menyampaikan cacian atau makian tentang orang lain maka kedua telinga akan memberikan perhatian yang maksimal. Lidah sangatlah berbahaya jika tidak dikendalikan dan dijaga, karena lidah bisa menyampaikan skandal dan menciptakan hasrat untuk mencicipi sesuatu. Hampir mustahil untuk menuntun lidah untuk melakukan japa dan dhyana (pengulangan nama suci dan meditasi), bagaimanapun indahnya nama suci Tuhan. Ketika mata, telinga dan lidah dikendalikan dan digunakan untuk peningkatan diri, maka pikiran dan tangan juga dapat dengan mudah untuk dikendalikan. Jadi ketika manusia menyadari dirinya maka tidak perlu bertanya dimana Tuhan bersemayam. Tuhan bersemayam di dalam hati manusia yang suci, bersinar dengan terang dalam kemegahan kebijaksanaan, kekuasaan dan kasih-Nya.


- Divine Discourse, 20 Maret 1977.

Sucikan waktu yang diberikan padamu dengan perbuatan baik, alami kebahagiaan dan berbagi kebahagiaan itu dengan yang lain.

Tuesday, April 1, 2025

Thought for the Day - 1st April 2025 (Tuesday)

 




The goal of life has to be the realisation of the unity of the self with the Supreme Self. Why else should the self take this human form? If mere 'living' or even 'happy living' was the goal, the self could have been encased in the form of birds or beasts. The very fact that man is equipped with memory, mind, intelligence, discrimination ability to anticipate the future, desire to detach himself from the senses, etc., is an indication that he is destined for some higher goal. Inspite of this if man craves for a lesser consummation, he is a papi (sinner). But he who persists, in spite of temptations and obstacles, on the path that leads to self-fulfilment and self-realisation, is a Gopi, for the Gopis (cowherd girls) of Brindavan were the most inspiring examples of such souls. The most effective discipline that man can adopt to attain this lofty goal, is the control and conquest of the five senses, avoid the errors and evils that the eye, the ear, the tongue, the mind and the hand are prone to commit.

- Divine Discourse, Mar 20, 1977.
Seek the shelter of the Lord and transform every moment into a sacred celebration!



Tujuan hidup sejatinya adalah menyadari kesatuan antara diri (atma) dan Diri Sejati (Paramatman). Jika bukan karena tujuan tersebut, mengapa jiwa ini harus mengambil wujud sebagai manusia? Bila sekadar "hidup" atau bahkan "hidup bahagia" adalah tujuannya, maka jiwa ini bisa saja terlahir dalam wujud burung atau binatang. Faktanya bahwa manusia dianugerahi ingatan, pikiran, kecerdasan, kemampuan untuk membedakan dan melihat lebih jauh ke depan dengan kebijaksanaan, serta keinginan untuk melepaskan diri dari ketertarikan indria, dll., merupakan pertanda bahwa ia ditakdirkan untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi. Namun, jika manusia justru menginginkan pemenuhan yang lebih rendah, maka ia adalah seorang papi (pendosa). Sebaliknya, ia yang tetap teguh di jalan menuju pemenuhan dan realisasi diri meski banyak godaan dan rintangan dialah seorang Gopi, karena para Gopi (gadis-gadis penggembala sapi) di Brindavan adalah contoh paling menginspirasi dari jiwa-jiwa seperti itu. Disiplin paling efektif yang dapat dijalankan manusia untuk mencapai tujuan luhur ini adalah dengan mengendalikan dan menaklukkan lima indria, menghindari kesalahan dan hal yang tidak baik yang kerap dilakukan oleh mata, telinga, lidah, pikiran, dan tangan.

- Divine Discourse, Mar 20, 1977.
Carilah perlindungan pada Tuhan, dan ubahlah setiap momen dalam hidup menjadi sebuah perayaan suci!