Saturday, August 2, 2025

Thought for the Day - 2nd August 2025 (Saturday)



You must expand your love to as wide a circle as possible. That is how kulabhimanam, matabhimanam and desabhimanam, that is affection for the community, the religion and the country, becomes desirable and commendable. If, instead of love, these create hatred of other communities, other religions and other countries, then they become poisonous. Love your religion, so that you may practise it with greater faith; and, when each one practises their religion with faith, there can be no hatred in the world, for all religions are built on universal love. Love your country, so that it may become strong, happy and prosperous, an arena for the exercise of all the higher faculties of man. Feel that Delhi or Calcutta is as much a part of yourself as your own town or village; any pain in the toe is as much a matter of concern for you as a pain on the top of the head. Strive to make India strong and happy so that it may not be a drag on other countries, or even a temptation; she was once the Guru of Humanity. Let her assume that role again. 


- Divine Discourse, Oct 02, 1965

The Vedic seers prayed for the peace and happiness of all mankind, of all animate and inanimate things. Cultivate that universal vision.

 

Engkau harus memperluas kasihmu hingga mencakup lingkaran seluas mungkin. Itulah sebabnya mengapa kulabhimanam, matabhimanam dan desabhimanam  - yaitu rasa cinta kasih pada masyarakat, agama dan negara menjadi sesuatu yang diidamkan dan patut dihargai. Jika, cinta kasih itu menjadi alasan terjadinya kebencian pada masyarakat lainnya, agama lainnya atau pada negara lainnya, maka kemudian kasih itu berubah menjadi beracun. Sayangi agamamu, sehingga engkau dapat mempraktekkan ajarannya dengan keyakinan mendalam; dan, ketika setiap orang umat beragama menjalankan ajaran agama mereka dengan keyakinan, maka tidak akan ada kebencian di dunia, karena seluruh agama dibangun atas dasar kasih yang universal. Sayangi negaramu, sehingga negaramu menjadi kuat, makmur dan sejahtera, dimana negara menjadi sebuah arena dalam mengembangkan semua potensi tertinggi. Rasakan bahwa satu daerah atau daerah lainnya adalah bagian dari dirimu sendiri sebagai kota atau desamu; rasa sakit apapun yang dirasakan di ujung kaki adalah sama sakitnya terasa di ujung kepala. Berusahalah untuk membuat Bharat menjadi kuat dan bahagia sehingga tidak menjadi beban bagi negara lain, atau bahkan menjadi godaan; dahulu, Bharat pernah menjadi guru bagi umat manusia. Biarlah Bharat mengambil kembali peran itu. 


- Divine Discourse, 02 Oktober 1965

Para Rsi Weda berdoa untuk kedamaian dan kebahagiaan semua umat manusia, bagi semua makhluk hidup dan benda mati. Tingkatkan pandangan universal yang seperti itu. 

Friday, August 1, 2025

Thought for the Day - 1st August 2025 (Friday)



Sadhana is not only japa, rituals, bhajans, etc. The essence of all sadhana is to obey God’s command. In God’s treasury, there are many gems and valuables. What is God’s nature? It is to give more than you can understand, but if you ask, your prayer may not be fulfilled. “Do not ask, oh mind, do not ask. The more you ask, the more you will be neglected. God will certainly grant you what you deserve without your asking. Did He not grant the wish of Sabari, who never asked? Did He not redeem Jatayu, who never asked but sacrificed his life for His cause?” (Telugu Poem) God gives more than you could ever ask when you follow His command, worship Him wholeheartedly and with full surrender. That is true sadhana. 


- Divine Discourse, Apr 08, 1996

Only he who obeys God’s commands is redeemed. There is no point in undertaking spiritual practices without obeying God’s commands. 


Sadhana tidak hanya terkait pada japa, ritual, bhajan, dsb. Intisari dari semua bentuk sadhana adalah untuk mematuhi perintah Tuhan. Dalam pembedaharaan Tuhan, ada banyak permata dan barang-barang berharga. Apa sifat alami dari Tuhan? Tuhan memberikan lebih banyak dari yang engkau dapat pahami, namun jika engkau meminta, doamu mungkin tidak terkabulkan. “Jangan meminta, oh pikiran, jangan meminta. Semakin banyak engkau meminta, maka semakin besar engkau akan diabaikan. Tuhan pastinya akan memberikanmu apa yang layak bagimu tanpa engkau meminta. Bukankah Tuhan mengabulkan keinginan dari Sabari, yang tidak pernah meminta? Bukankah Tuhan membebaskan penderitaan Jatayu, yang tidak pernah meminta namun mengorbankan hidupnya untuk demi Tuhan?” (Puisi Telugu) Tuhan memberikan lebih daripada yang pernah engkau minta ketika engkau mengikuti perintah-Nya, memuja-Nya sepenuh hati dan dengan berserah sepenuhnya. Itu adalah sadhana yang sejati. 


- Divine Discourse, 08 April 1996

Hanya dia yang mematuhi perintah Tuhan yang diselamatkan. Tidak ada gunanya melakukan latihan spiritual tanpa mematuhi perintah Tuhan. 

Thursday, July 31, 2025

Thought for the Day - 31st July 2025 (Thursday)



Like the poor villager who jumped into the flood to salvage a bundle of rugs which was really a bear being carried along by the raging waters, and found that the bundle caught hold of him so tight that he could not escape, man too jumps in, to retrieve what he considers a treasure, but is himself caught and bound. That is why the saints of this land have been teaching the people that they are children of immortality, repositories of peace and joy, of truth and justice, and masters of their senses. Of course, man can have some desires, some eagerness to achieve comfort, some attempt to earn content, but it must be like the diseased man craving for medicine. Food and drink, housing and clothing must be subsidiary to the needs of the spirit, the education of the emotions, passions and impulses. They must take the place that salt and pepper take on the dining table today; uppu must be subsidiary to pappu, that is, you cannot have more salt than the quantity of dal, not even as much. So too, efforts to achieve health, comfort, etc., must be just enough for the purpose of sustaining the sadhana, not more, not less. 


- Divine Discourse, Oct 02, 1965

The body is like a temporary shelter where you reside for a short while, on your journey.


Seperti penduduk desa miskin yang melompat ke dalam derasnya banjir untuk menyelamatkan gulungan karpet yang sebenarnya adalah seekor beruang yang hanyut terbawa arus deras, dan akhirnya terperangkap karena beruang itu mencengkeramnya dengan kuat sehingga dia tidak bisa melepaskan diri, manusia juga melompat ke sana, untuk mendapatkan apa yang disebut dengan kekayaan, namun dirinya sendiri terjebak dan terikat olehnya. Itulah sebabnya mengapa para guru suci di tanah ini telah mengajarkan manusia bahwa mereka adalah anak-anak keabadian, tempat bersemayamnya kedamaian dan suka cita, kebenaran dan keadilan, dan penguasa dari indra mereka sendiri. Tentu saja, manusia boleh memiliki beberapa keinginan, dorongan untuk mendapatkan kenyamanan, beberapa usaha untuk mendapatkan kepuasan, namun hal ini harus seperti orang sakit yang mendambakan obat. Makanan dan minuman, rumah dan pakaian harus ditempatkan dibawah kebutuhan dari jiwa, pendidikan emosi, hasrat dan dorongan batin. Semuanya itu harus berperan seperti halnya garam dan merica di meja makan hari ini; uppu (garam) harus ada dibawah pappu (dal), artinya jumlah garam tidak boleh melebihi daripada jumlah dal, bahkan tidak boleh sama banyak. Begitu juga, usaha untuk mencapai kesehatan, kenyamanan, dsb., harus cukup hanya untuk menunjang sadhana, tidak lebih dan tidak kurang. 


- Divine Discourse, 02 Oktober 1965

Tubuh adalah seperti tempat tinggal sementara dimana engkau tinggal dalam waktu singkat, dalam perjalananmu. 

Wednesday, July 30, 2025

Thought for the Day - 30th July 2025 (Wednesday)



Man fails to appreciate the power and capacities of the mind. The mind is the root cause of all joys and sorrows. The divine power latent in the mind is beyond description. The nature of the mind is beyond words. It can go anywhere in an instant or stop in an instant. Mano-mulam idam jagat – The world is based on the mind. We know that the food we eat becomes nourishment for the body. No, no. It is not the food which gives nourishment, but the mind alone! If the mind is not enthusiastic and joyous during meals, food can even prove poisonous! The mind alone lends Divinity to human nature. Whatever we see, speak, think or do, we must make it sacred. Without the mind’s prompting, we cannot even put a foot forward. Man foolishly gloats over physical prowess, intelligence, riches and power. But he does not enquire into the demon of ego, which misleads him. 


- Divine Discourse, Jun 01, 1991

Just as the wind causes the leaves to move, the company one keeps influences a man’s mind. 


Manusia gagal untuk menghargai kekuatan dan kapasitas dari pikiran. Pikiran adalah akar penyebab dari semua suka dan duka cita. Kekuatan Tuhan yang terpendam dalam pikiran adalah tidak terlukiskan. Sifat alami dari pikiran melampaui kata-kata. Pikiran dapat pergi kemana saja dalam sekejap atau juga berhenti dalam sekejap. _Mano mulam idam jagat_  -- dunia berdasarkan pada pikiran. Kita mengetahui bahwa makanan yang kita makan menjadi nutrisi bagi tubuh. Bukan, bukan, bukan makanan yang memberikan nutrisi, namun pikiranlah yang memberikannya! Jika pikiran tidak semangat dan gembira pada saat makan, makanan bahkan bisa menjadi racun! Hanya pikiran yang memberikan keilahian pada sifat alami dari manusia. Apapun yang kita lihat, katakan, pikirkan atau lakukan, kita harus menjadikannya suci. Tanpa adanya perintah dari pikiran, kita bahkan tidak bisa melangkahkan kaki ke depan. Manusia dengan bodohnya membanggakan kekuatan fisik, kepintaran, kekayaan dan kekuasaan. Namun manusia tidak menyelidiki iblis keakuan (ego) yang menyesatkan manusia. 


- Divine Discourse, 01 Juni 1991

Sebagaimana angin membuat daun-daun bergerak, demikian pula pergaulan seseorang memberikan pengaruh pada pikirannya. 

Tuesday, July 29, 2025

Thought for the Day - 29th JUly 2025 (Tuesday)



Realisation of oneness is true knowledge. However, It is not easy to attain Self-realisation. Yet, you should make efforts to experience it. You will reach the goal when you proceed on the prescribed path. You can become a good singer with continuous practice. Even the neem fruit tastes sweet when you keep chewing it. Sandalwood makes a groove on the sandstone when you rub it unceasingly. The more you cut a diamond, the more its value. Anything can be achieved by constant practice. Walking, reading, talking, eating, writing - all require practice. How much you need to practice if you want to ride a motorcycle? You may fall any number of times, but do you give up practising? Unfortunately, you give up your resolve at your first failure on the path of spirituality. In all other endeavours, despite all obstacles, you do not stop your effort. In fact, you should show the same resolve and more on the path of spirituality. Why? Because spirituality leads you to the goal of your life. That is the purpose of human birth! 


- Divine Discourse, Sep 01, 1996

By perseverance, ‘Nara’ can become ‘Narayana’, that is, Man can become Divine. 


Kesadaran pada kesatuan adalah pengetahuan sejati. Bagaimanapun juga, hal ini tidaklah mudah untuk mencapai kesadaran Diri Sejati. Namun, engkau harus melakukan usaha untuk mengalaminya. Engkau akan mencapai tujuan ketika engkau melangkah pada jalan yang telah ditentukan. Engkau dapat menjadi seorang penyanyi yang bagus dengan latihan yang secara terus menerus. Bahkan rasa buah mimba yang pahit menjadi terasa manis saat engkau tetap mengunyahnya. Kayu Cendana dapat membuat alur lekukan pada batu paras ketika engkau menggosoknya terus menerus. Semakin sering engkau memotong berlian maka semakin besar nilainya. Segala sesuatu dapat dicapai dengan latihan secara tanpa henti. Berjalan, membaca, berbicara, menulis – semua ketrampilan ini membutuhkan latihan. Berapa banyak latihan yang engkau butuhkan jika engkau ingin mengendarai sepeda motor? Engkau bisa jatuh berulang kali, namun apakah engkau berhenti untuk berlatih? Namun sangat disayangkan, engkau putus asa dan menyerah pada tekadmu saat kegagalan pertama di jalan spiritual. Dalam segala usaha lainnya, terlepas dari semua halangan, engkau jangan berhenti untuk berusaha. Justru, engkau harus memperlihatkan tekad yang sama dan lebih lagi pada jalan spiritual. Mengapa? Karena spiritual menuntunmu pada tujuan dari hidupmu. Itu adalah tujuan dari kelahiran manusia! 


- Divine Discourse, 01 September 1996

Dengan ketekunan maka ‘Nara’ dapat menjadi ‘Narayana’, yaitu manusia dapat mencapai keilahian.

Monday, July 28, 2025

Thought for the Day - 28th July 2025 (Monday)



What is meant by life? What is its goal? What is its secret? What is its aim? We must ruminate on these aspects. “What for did we come to this world? What is liberation? Really, what is freedom?” Liberation is “to reach” - one joining the other; one mingling with the other. This is known as liberation. Take the case of a river. It flows incessantly, finding its way unmindful of any obstructions on the path. When obstructed by a rock, it breaks itself into two streams around it and subsequently merges into the sea. The river never forgets its goal. Our life is like the flow of a river. What is the goal of the river called life? Definitely, the goal is not wasting life and forgetting our duties. Therefore, our life should flow towards its goal of the grace of God with perseverance in practice. This is what all religions teach. 


- Divine Discourse, Aug 31, 1978

Without attaining the prosperity of the grace of that Lord, no one can experience peace.


Apa makna dari hidup? Apa tujuan dari hidup? Apa rahasia dari hidup? Apa sasaran dari hidup? kita harus merenungkan pada aspek-aspek ini. “Apa tujuan kelahiran kita ke dunia ini? Apa arti pembebasan? Sebenarnya, apa makna dari pembebasan?” Pembebasan adalah “untuk mencapai” – satu menyatu dengan yang lainnya; satu berbaur dengan yang lainnya. Ini dikenal sebagai pembebasan. Ambilah contoh sungai. Sungai ini mengalir tanpa henti, mencari jalannya tanpa menghiraukan halangan apapun di jalannya. Ketika alirannya terhalang oleh batu cadas, aliran sungai itu membagi dirinya menjadi dua bagian serta melewati batu tersebut dan pada akhirnya menyatu dengan lautan. Sungai tidak pernah lupa tujuannya. Hidup kita adalah seperti aliran sebuah sungai. Apa tujuan dari aliran sungai hidup? Tentu saja tujuannya adalah tidak menyia-nyiakan hidup dan melupakan kewajiban kita. Maka dari itu, hidup kita harus mengalir menuju pada tujuannya yaitu Rahmat Tuhan dengan ketekunan dalam praktek. Hal ini adalah apa yang diajakan oleh semua agama. 


- Divine Discourse, 31 Agustus 1978

Tanpa memperoleh kesejahtraan dari Rahmat Tuhan, tidak ada seorangpun yang dapat mengalami kedamaian.

Sunday, July 27, 2025

Thought for the Day - 27th July 2025 (Sunday)



Gopikas were devotees with equal-mindedness. They had sacred hearts. They had no attachment at all. They had no ego in them. They were practising dharma in daily life, and their lives were ideal for others. Today, we are trying to live like gopikas and the gopalas. Such things can only be experienced, but not described. Our life is full of desires. On the day when the desires disappear, we will have a sacred heart. Jealousy and ego occupy a very important position. So long as we are filled with jealousy and ego, we cannot understand the sacred aspects of Krishna. Today, you must develop such single-minded devotion that you think of God as the only one reality. We should not make an attempt to get the grace of God for purely selfish reasons. We must make an attempt to recognise divinity in all and God’s omnipresence. Our life must be dedicated to recognising divinity in everyone and to earning the grace of the Lord.


- Ch 13, Summer Showers 1978

You should rise from the level of worldly attachments to the level of selfless love for God. 


Para Gopika adalah bhakta yang memiliki keseimbangan batin. Hati mereka suci dan murni. Mereka tidak memiliki keterikatan apa pun. Mereka juga tidak memiliki ego dalam diri mereka. Mereka menjalankan dharma dalam kehidupan sehari-hari, dan kehidupan mereka menjadi teladan bagi orang lain. Saat ini, kita berusaha untuk hidup seperti halnya para Gopika dan Gopala. Namun, hal-hal seperti itu hanya bisa dialami, bukan dideskripsikan. Kehidupan kita saat ini dipenuhi oleh keinginan. Pada hari ketika semua keinginan itu lenyap, barulah kita akan memiliki hati yang suci. Rasa iri dan ego sangat mendominasi dalam hidup ini. Selama kita masih dipenuhi dengan iri hati dan ego, kita tidak akan bisa memahami aspek kesucian dari Krishna. Hari ini, anda harus mengembangkan bhakti yang teguh dan tak tergoyahkan, dengan memikirkan Tuhan sebagai satu-satunya realitas yang sejati. Kita tidak seharusnya berusaha mendapatkan anugerah Tuhan hanya demi kepentingan pribadi. Sebaliknya, kita harus berusaha mengenali keilahian dalam semua makhluk dan menyadari bahwa Tuhan hadir di mana-mana. Kehidupan kita harus dipersembahkan untuk mengenali keilahian dalam setiap makhluk dan untuk meraih anugerah Tuhan. 


- Ch 13, Summer Showers 1978

Engkau harus bangkit dari level keterikatan duniawi menuju level kasih tanpa pamrih pada Tuhan.

Saturday, July 26, 2025

Thought for the Day - 26th July 2025 (Saturday)



Not being able to recognise your innate divinity is ignorance. You have to enquire into the reason for this ignorance. This is mainly because you follow the pravritti marga (outward path) all your life under the influence of the sense organs, which are projected outward. You are not making any effort to follow the nivritti marga (inward journey). All that you see, hear or think about are outward acts. In fact, everything that you do is outward. Thus, you are fully engrossed in the outward activities and are completely neglecting the inward path. Embodiments of Love! You need to make an effort to understand the value of man. In fact, there is no divinity other than that present in man. Thus, first, it is necessary to understand man before you can even attempt to understand divinity. In fact, there is no difference between man and divinity. Man is God; God is man. There is only a difference of perception. You see the world with a worldly view and do not recognise the divinity that pervades it. You have to make an effort to change your vision from outward to inward to perceive this divinity.


- Divine Discourse, Jan 01, 2000

You will attain true and everlasting bliss only when you turn your vision inward and experience the Atma.

 

Tidak mampu menyadari keilahian yang melekat pada dirimu adalah sebuah kebodohan. Engkau harus menyelidiki alasan di balik kebodohan ini. Kebodohan ini utamanya disebabkan karena engkau mengikuti pravritti marga (pandangan keluar diri) sepanjang hidupmu dibawah pengaruh dari organ-organ indra, yang diproyeksikan keluar diri. Engkau tidak melakukan usaha apapun untuk mengikuti nivritti marga (perjalanan ke dalam diri). Semua yang engkau lihat, dengar atau pikirkan hanyalah tentang perbuatan lahiriah. Sesungguhnya, segala yang engkau lakukan adalah bersifat lahiriah. Jadi, engkau sepenuhnya tenggelam dalam perbuatan-perbuatan lahiriah dan seluruhnya mengabaikan jalan ke dalam diri atau batiniah. Perwujudan kasih! Engkau perlu melakukan sebuah usaha untuk memahami nilai manusia. Sesungguhnya, tidak ada keilahian selain yang bersemayam dalam diri manusia. Jadi, pertama-tama yang dibutuhkan adalah memahami manusia sebelum engkau dapat mencoba untuk berusaha memahami Tuhan. Sejatinya, tidak ada perbedaan diantara manusia dan Tuhan. Manusia adalah Tuhan; Tuhan bersemayam dalam diri manusia. Hanya ada perbedaan persepsi saja. Engkau melihat dunia dengan pandangan duniawi dan tidak menyadari keilahian yang meliputi semuanya. Engkau harus melakukan usaha untuk merubah pandanganmu dari lahiriah menuju batiniah untuk menerima keilahian ini.


- Divine Discourse, 01 Januari 2000

Engkau akan mencapai kebahagiaan yang sejati dan abadi hanya ketika engkau mengarahkan pandanganmu ke dalam diri dan mengalami Atma.

Friday, July 25, 2025

Thought for the Day - 25th July 2025 (Friday)



The Atma is the Truth, and you are the Atma. It is when this truth is experienced that man can realise the transcendental unity that subsumes everything. For this purpose, an enquiry has to be made into Advaita trayam (three aspects of nondualism). These three are: Bhava-advaitam, Kriya-advaitam and Padartha-advaitam. Bhava-advaitam is the enquiry which leads to recognition of the common basis of different objects like cloth and thread, namely, cotton. To recognise the One that underlies the Many is Bhava-advaitam. This involves recognition of the one indwelling Spirit which is common to all beings. Kriya-advaitam relates to the performance of actions, with purity of mind, speech and body, in a spirit of dedication to God. Padartha-advaitam calls for recognition of the elements that are common to all objects and all living things. The Pancha-pranas (five vital airs) and the Pancha-bhutas (five basic elements—earth, water, fire, air and ether) are to be found in all beings. The understanding of these three aspects of oneness will lead to a realisation of the basic unity of the cosmos.


- Divine Discourse, Jul 23, 1987

The Atma that is the Reality in everyone is, in truth, the One manifesting as the Many.


Atma adalah kebenaran, dan engkau adalah Atma. Adalah ketika kebenaran ini dialami maka manusia dapat menyadari kesatuan yang bersifat transcendental yang meliputi semuanya. Untuk alasan inilah, sebuah penyelidikan harus dilakukan pada Advaita trayam (tiga aspek dari tanpa dualitas). Ketiga aspek itu meliputi: Bhava-advaitam, Kriya-advaitam dan Padartha-advaitam. Bhava-advaitam adalah penyelidikan yang menuntun pada pengenalan pada dasar yang sama pada berbagai objek yang berbeda seperti halnya kain dan benang, yaitu kapas. Untuk menyadari kesatuan itu yang mendasari pada yang banyak adalah inti dari Bhava-advaitam. Ini melibatkan pengenalan terhadap satu jiwa yang bersemayam dan sama dalam semua makhluk. Kriya-advaitam terkait pada pelaksanaan perbuatan, dengan kesucian pikiran, perkataan dan tubuh, dalam semangat dedikasi pada Tuhan. Padartha-advaitam menuntut pada pengenalan pada unsur-unsur yang sama pada semua objek dan semua makhluk hidup. Pancha-prana (lima udara kehidupan) dan Pancha-bhuta (lima unsur dasar  -- tanah, air, api, udara dan ether) ditemukan dalam semua makhluk. Pemehaman pada ketiga aspek kesatuan ini akan menuntun pada sebuah kesadaran tentang kesatuan dasar dari seluruh kosmos.


- Divine Discourse, 23 Juli 1987

Atma yang merupakan diri sejati dalam diri setiap orang, kebenarannya adalah, Yang Esa mewujud sebagai yang banyak.

Thursday, July 24, 2025

Thought for the Day - 24th July 2025 (Thursday)



Lotuses are the ornaments of lakes. Houses and buildings are the ornaments of villages and towns. The waves of the ocean are its ornaments. The moon beautifies the sky. Character is the true ornament of man. The loss of this ornament is the source of all his suffering and misery. Man does not realise the purpose for which he has been created by God. God’s creation is endowed with several truths, mysteries and ideals. But man has forgotten these ideals. He is unable to appreciate the significance of his legacy. Of all the powers in the world, human power is the greatest. In fact, it is man who assesses the value of all the materials of the world. Who gives value to a diamond or, for that matter, to gold? Who attaches value to land? Is it not man? Man assigns value to everything in this world, but he is unable to recognise his own value. Then how can he ever understand the value of divinity? First of all, man has to realise the value of human life. Only then will he be in a position to understand divinity.


- Divine Discourse, Jan 01, 2000

It is virtues alone that lend value to human life, and it is qualities like compassion, forbearance, and sacrifice that make human life precious. 


Bunga lotus adalah perhiasan dari danau. Rumah dan bangunan adalah perhiasan dari desa dan kota. Gelombang lautan adalah perhiasan lautan. Bulan mempercantik langit. Karakter adalah perhiasan sejati dari manusia. Kehilangan perhiasan ini yang menjadi sumber dari semua penderitaan dan kesedihan yang dialami manusia. Manusia tidak menyadari tujuan dari dirinya yang diciptakan oleh Tuhan. Ciptaan Tuhan diberkati dengan beberapa kebenaran, misteri, dan ideal. Namun manusia telah melupakan ideal-ideal ini. Hal ini membuat manusia tidak mampu untuk menghargai makna dari warisannya. Dari semua kekuatan yang ada di dunia, kekuatan manusia adalah yang paling hebat. Sejatinya, adalah manusia yang memberikan nilai pada semua benda yang ada di dunia. Siapakah yang memberikan nilai pada berlian, atau pada emas? Siapa yang terikat pada nilai tanah? Bukankah itu manusia? Manusia memberikan nilai pada segala sesuatu di dunia, namun manusia tidak mampu untuk menyadari nilai pada dirinya sendiri. Kemudian bagaimana manusia bisa memahami nilai pada keilahian? Pertama-tama, manusia harus menyadari nilai pada hidup manusia. Hanya dengan demikian manusia ada dalam posisi untuk memahami keilahian.


- Divine Discourse, 01 Januari 2000

Hanya kebajikan yang memberikan nilai pada hidup manusia, dan sifat seperti welas asih, ketabahan, dan pengorbanan yang membuat hidup manusia berharga.

Wednesday, July 23, 2025

Thought for the Day - 23rd July 2025 (Wednesday)



People of yore enjoyed peace and happiness a thousand-fold compared to the present generation. They were selfless, egoless, and simple. They always had liberation as the goal of their lives. To enjoy the same kind of peace and joy, we must strive to foster humanism first. Mind plays a prominent role in the life of man. Mind keeps on playing tricks with humanity. It can do good and bad. It is the cause for sorrow as well as happiness. Mind is both negative and positive. The principle of the mind is the most important thing that man must know about. It is the needle-like thorn that gives pain; and it is the same needle that removes the thorn. It is fire that dispels darkness and cooks food. It is the same fire that burns and destroys things. Mana eva manushyanam karanam bandha mokshayoh (The mind alone is responsible for both bondage and liberation). It is the mind that is responsible for all our joys, sorrows, sins, merits, good or bad. We must try to understand the traits of the mind, and we must strive to take hold of it.


- Divine Discourse, Jan 12, 1984

Riches and pomp are ephemeral, like passing clouds. Virtues are our real wealth. To forget virtues is not a symbol of civilised life!


Manusia pada jaman dahulu menikmati kedamaian dan kebahagiaan seribu kali lipat dibandingkan dengan generasi pada saat sekarang. Manusia jaman dahulu tidak mementingkan diri sendiri, tanpa ego, dan sederhana. Mereka selalu memiliki pembebasan sebagai tujuan dari hidup mereka. Untuk bisa menikmati jenis kedamaian dan suka cita yang sama, pertama kita harus berusha untuk mengembangkan kemanusiaan. Pikiran memainkan peran yang begitu penting dalam hidup manusia. Pikiran terus memainkan tipu daya dengan manusia. Pikiran dapat melakukan kebaikan dan keburukan. Maka dari itu, pikiran adalah penyebab dari penderitaan dan juga kebahagiaan. Pikiran adalah keduanya yaitu positif dan negatif. Prinsip dari pikiran yang paling penting yang manusia harus pahami. Ini seperti duri yang seperti jarum yang menimbulkan rasa sakit; dan dengan jarum yang sama digunakan untuk mengeluarkan duri tersebut. Adalah api yang digunakan untuk menghilangkan kegelapan dan memasak makanan. Api yang sama juga dapat membakar dan menghancurkan segalanya. Mana eva manushyanam karanam bandha mokshayoh (hanya pikiran yang bertanggung jawab untuk perbudakan dan pembebasan). Pikiran yang bertanggung jawab untuk segala suka cita, penderitaan, dosa, pahala, kebaikan atau keburukan. Kita harus mencoba untuk memahami sifat dari pikiran, dan kita harus berusaha keras untuk menguasainya.


- Divine Discourse, 12 Januari 1984

Kekayaan dan kegemahan itu adalah fana, seperti awan yang berlalu. Kebajikan adalah kekayaan kita sejati. Dengan melupakan kebajikan adalah bukan simbul dari kehidupan yang beradab!

Tuesday, July 22, 2025

Thought for the Day - 22nd July 2025 (Tuesday)



The age span, 16-30 years, is crucial, for that is the period when life adds sweetness to itself, when talents, skills, and attitudes are accumulated, sublimated and sanctified. If the tonic of unselfish seva (service) is administered to the mind during this period, life’s mission is fulfilled, for the process of sublimation and sanctification will be accelerated by this tonic. Do not serve for the sake of reward, attracting attention, or earning gratitude, or from a sense of pride at your own superiority in skill, wealth, status or authority. Serve because you are urged by love. When you succeed, ascribe the success to the grace of God, who urged you on, as Love within you. When you fail, ascribe the failure to your own inadequacy, insincerity or ignorance. Examine the springs of action, disinfect them from all traces of ego. Do not throw the blame on the recipients of the seva, or on your collaborators and coworkers, or on God.


- Divine Discourse, May 19, 1969

Man should serve and worship God when he is walking on two feet; he should not postpone it to old age when he is virtually walking on three feet.


Rentang usia hidup 16-30 tahun adalah bersifat krusial, karena pada usia tersebut ketika hidup ditambahkan dengan keindahan di dalamnya, ketika bakat, ketrampilan, dan sikap terakumulasi, dimurnikan dan disucikan. Jika tonik berupa pelayanan tanpa pamrih (seva) ditanamkan pada pikiran selama rentang usia ini, misi hidup akan terpenuhi karena proses pemurnian dan penyucian akan dipercepat oleh tonik ini. Jangan melayani untuk mendapatkan pamrih, menarik perhatian, atau mendapatkan ucapan terima kasih, atau dari rasa bangga pada keunggulan diri dalam hal ketrampilan, kekayaan, status, atau kewenangan. Lakukan pelayanan karena engkau di dorong oleh kasih. Ketika engkau berhasil, anggaplah keberhasilan itu karena karunia Tuhan, yang mendorongmu sebagai kasih yang ada dalam dirimu. Ketika engkau gagal, anggaplah kegagalan itu sebagai ketidakmampuan, ketidaktulusan atau ketidaktahuanmu sendiri. Periksa sumber-sumber perbuatan, bersihkan semuanya dari segala bentuk jejak-jejak ego. Jangan melemparkan kesalahan pada penerima seva, atau pada rekan dan teman kerja, atau pada Tuhan.


- Divine Discourse, 19 Mei 1969

Manusia harus melayani dan memuja Tuhan ketika dia sedang berjalan dengan dua kaki; manusia seharusnya tidak menunda sampai usia tua ketika dia berjalan dengan tiga kaki.

Monday, July 21, 2025

Thought for the Day - 21st July 2025 (Monday)



Greater than all other forms of worship is Seva (service to one’s fellow men) done in an unselfish and dedicated spirit. There is an element of selfishness in forms of worship like recitation, meditation, etc. But when service is done spontaneously, it is its own reward. It must be done as an offering to God. Seva is a small word filled with immense spiritual significance. Hanuman is the supreme exemplar of the ideal of service. When the rakshasas (demons) asked Hanuman, during his search for Sita in Lanka, who he was, he replied simply: Dasoham Kosalendrasya. He was content to describe himself as a humble servant of Rama. Seva must be viewed as the highest form of Sadhana. Serving the poor in villages is the best form of sadhana. In the various forms of worship of the Divine, culminating in atma nivedanam (complete surrender to the Divine), Seva comes before atma nivedanam. God's grace will come when seva is done without expectation of reward or recognition. Sometimes, ahamkaram (ego) and abhimanam (attachment) raise their heads during seva. These should be eliminated altogether.


- Divine Discourse, Jan 25, 1985

Every Seva done with sympathy and skill to anyone in distress, anywhere in this world is Sathya Sai Seva.

 

Seva (pelayanan pada sesama manusia) yang dilakukan dengan semangat tanpa pamrih dan dedikasi adalah bentuk ibadah yang lebih hebat dari semua bentuk ibadah lain. Ada sebuah unsur mementingkan diri sendiri dalam bentuk ibadah seperti pelantunan, meditasi, dsb. Namun ketika pelayanan dilakukan secara spontan, maka pelayanan menjadi ganjarannya sendiri. Pelayanan harus dilakukan sebagai sebuah persembahan pada Tuhan. Seva adalah sebuah kata sederhana diisi dengan makna spiritual yang mendalam. Hanuman adalah teladan tertinggi dalam ideal pelayanan. Ketika para rakshasa menanyakan Hanuman terkait siapa dirinya, pada saat pencarian Sita di Lanka, Hanuman menjawab dengan sederhana: Dasoham Kosalendrasya. Hanuman merasa penuh syukur ketika menyebutkan dirinya sebagai pelayan rendah hati dari Sri Rama. Seva harus dipandang sebagai bentuk Sadhana yang tertinggi. Melayani yang miskin di desa adalah bentuk terbaik dari sadhana. Dalam berbagai bentuk ibadah pada Tuhan, puncaknya terdapat dalam atma nivedanam (berserah sepenuhnya pada Tuhan), Seva hadir sebelum atma nivedanam. Karunia Tuhan hadir ketika seva dilakukan tanpa mengharapkan imbalan atau pengakuan. Terkadang, ahamkaram (ego) dan abhimanam (keterikatan) memunculkan kepalanya pada saat seva. Sifat-sifat ini harus dilenyapkan sama sekali.


- Divine Discourse, 25 Januari 1985

Setiap Seva dilakukan dengan simpati dan ketrampilan pada siapapun yang dalam kesusahan, dimanapun di dunia adalah Sathya Sai Seva. 

Sunday, July 20, 2025

Thought for the Day - 20th July 2025 (Saturday)



Just think for a moment: Are you serving God? Or is God serving you? When a pilgrim stands waist-deep in the Ganges, takes in his palms the sacred water and, reciting an invocatory formula, pours the water as an offering to the Deity, or arpanam as he calls it, what he has done is only pour Ganga into Ganga! When you offer milk to a hungry child, or a blanket to a shivering brother on the pavement, you are doing nothing but placing a gift of God into the hands of another as a gift of God! You are reposing the gift of God in a repository of the divine principle! God serves; He allows you to claim that you have served! Without His Will, not a single blade of grass can quiver in the breeze. Fill every moment with gratitude to the giver and the recipient of all gifts. Nurture the will to ‘give’, to renounce the little for the big, the momentary for the sake of the momentous! 


- Divine Discourse, May 19, 1969

In whatever activity you are involved in society, do it with a spirit of service. There is no one in the world who is not a servant.

 

Coba pikirkan sebentar: apakah dirimu sedang melayani Tuhan? Atau Tuhan yang sedang melayanimu? Ketika seseorang yang sedang melakukan tirtayatra berdiri setinggi pinggang di sungai Gangga, mengambil segenggam penuh air suci Gangga dan sambil menyampaikan keinginan, menuangkan air tersebut sebagai persembahan kepada Tuhan, atau disebut dengan arpanam, apa yang dilakukannya hanyalah menuangkan air sungai Ganga ke sungai Ganga! Ketika engkau memberikan susu kepada seorang anak yang kelaparan, atau selimut bagi seseorang yang kedinginan di pinggir jalan, engkau tidak sedang melakukan apapun kecuali menempatkan karunia Tuhan di tangan orang lain sebagai anugerah Tuhan! Engkau sedang meletakkan karunia Tuhan pada wadah dari prinsip Ilahi itu sendiri! Adalah Tuhan yang melayani; Tuhan mengijinkan dirimu untuk mengklaim bahwa engkau telah melayani! Tanpa kehendak Tuhan, tidak ada sehelai rumput yang bergetar tertiup angin. Isilah setiap momen dengan rasa syukur pada sang pemberi dan penerima semua karunia. Pupuklah hasrat untuk ‘memberi’, untuk melepaskan yang kecil demi yang besar, merelakan yang sementara untuk yang bernilai abadi! 


- Divine Discourse, 19 Mei 1969

Dalam aktifitas apapun yang engkau lakukan dalam masyarakat, lakukan dengan semangat pelayanan. Tiadak ada seorangpun di dunia yang bukan pelayan. 

Saturday, July 19, 2025

Thought for the Day - 19th July 2025 (Saturday)



For want of the five human values, mankind is in the throes of distress and disaster. The morning newspaper is full of murder, massacre, arson, and dacoity. The brain and the mind have been polluted to a dangerous extent. Education aims only at providing information and promoting skills. It has not tackled the problem of moral degeneration, of the sublimation of low desires, of sense control, and the development of spiritual insight. Man is converting himself into a brute with a human form. Vali, the monkey, is said to have argued that Rama wounded it with his mortal arrow, despite the fact that the sin it had committed was pardonable and even proper among monkeys. But, Rama replied that Vali was only a monkey in appearance; it knew both right and wrong, and so deserved punishment. Man, today, is a beast in human garb. When he develops and demonstrates human values, he would have to discard the beast in him and become man, the pilgrim to God.


- Divine Discourse, Mar 07, 1986

For peace and happiness, human values are most important. Bereft of human values, man can never be at peace. 


Karena tidak adanya lima nilai-nilai kemanusiaan, umat manusia terjerumus dalam penderitaan dan bencana. Berita dalam harian koran pagi dipenuhi dengan berita pembunuhan, pembantaian, pembakaran dan perampokan. Otak dan pikiran telah tercemar sampai pada tingkat yang berbahaya. Pendidikan hanya bertujuan untuk menyediakan informasi dan meningkatkan ketrampilan. Pendidikan tidak memecahkan masalah kemerosotan moral, pemurnian keinginan-keinginan rendahan, pengendalian indra, dan pengembangan wawasan spiritual. Manusia sedang merubah dirinya sendiri menjadi kejam dengan wujud manusia. Subali, adalah seekor monyet yang dikatakan pernah memperdebatkan bahwa Rama telah melukainya dengan panah mematikan, walaupun pada kenyataannya bahwa dosanya dapat dimaafkan dan bahkan wajar di kalangan monyet. Namun, Sri Rama menjawab bahwa Subali hanyalah monyet dalam wujudnya; Subali mengetahui yang benar dan salah, dan layak dihukum. Manusia pada saat sekarang adalah makhluk buas dalam wujud manusia. Ketika manusia mengembangkan dan menjalankan nilai-nilai kemanusiaan, maka manusia harus membuang sifat-sifat binatang buas dalam dirinya dan menjadi manusia sejati yang merupakan perjalanan suci menuju Tuhan. 


- Divine Discourse, 7 Maret 1986

Untuk kedamaian dan kebahagiaan, nilai-nilai kemanusiaan adalah sangat penting. Tanpa adanya nilai-nilai kemanusiaan, manusia tidak akan pernah bisa merasakan damai. 

Friday, July 18, 2025

Thought for the Day - 18th July 2025 (Friday)



The mind flits fast from one idea to another; it fondles for a moment and forsakes it the very next moment. You may manage to keep your mouth shut, but it is next to impossible to keep the mind shut. The mind is of that nature; it is woven so, out of the yarn of desire. Its characteristic is to flutter and flit, hither and thither, through the outlets of senses, into the external world of colour, sound, taste, smell, and touch. But it can be tamed and put to good use by man. If we keep it engaged in good pursuits and good adventures, particularly in the contemplation of the Universal, the Absolute, the Eternal, that is to say, God, then it will not go astray and land man in ruin; for God is the source of undying strength, of everlasting joy and unfathomable wisdom.


- Divine Discourse, May 19, 1969

The body is like a water bubble, the mind is like a monkey; don’t follow the body or the mind, follow the conscience. 


Pikiran bergerak dengan cepat dari satu ide ke ide lainnya; pikiran menyukai ide itu sesaat dan meninggalkannya pada saat berikutnya. Engkau mungkin bisa menutup mulutmu, namun adalah tidak mungkin untuk menutup pikiranmu. Demikianlah sifat alami dari pikiran dimana pikiran dijalin oleh benang keinginan. Karakteristik pikiran adalah bergerak dengan cepat, kesana kemari, melalui saluran indra mengarah pada dunia luar diri berupa warna, suara, rasa, bau dan sentuhan. Namun pikiran dapat dijinakkan dan dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia. Jika kita tetap melibatkan pikiran dalam kegiatan-kegiatan dan pertualangan yang baik, khususnya dalam perenungan pada Tuhan yang bersifat Universal, absolut, dan kekal, kemudian pikiran tidak akan tersesat dan membuat manusia hancur; karena Tuhan adalah sumber dari kekuatan yang tidak pernah hilang, suka cita yang bersifat kekal dan kebijaksanaan yang begitu mendalam.


- Divine Discourse, 19 Mei 1969

Tubuh adalah seperti gelembung air, pikiran adalah seperti seekor monyet; jangan ikuti tubuh atau pikiran, ikutilah suara hati. 

Thursday, July 17, 2025

Thought for the Day - 17th July 2025 (Thursday)




Society is the coming together of people. Cooperation among people in a society, motivated by spontaneity and by pure intentions, is the hallmark of seva (service). Seva can be identified with two basic characteristics: compassion and willingness to sacrifice. History informs us that in all countries and in every age, man is a social animal. Man is born in society, he grows through society, and his life ends in society itself. Man’s songs and speech, his duties and diversions, are all determined by society. Society for man is like water for fish: if society rejects him or neglects him, he cannot survive. What a single individual cannot accomplish, a well-knit group or society can achieve. A man walking alone will feel tired and miserable at the end of five miles; but walking with ten others as a group, he would find the five miles a jaunt. He arrives refreshed and strong!


- Divine Discourse, Nov 19, 1981

When service is done spontaneously, it is its own reward.

 

Masyarakat adalah tempat berkumpulnya dan kebersamaan manusia. Kerjasama diantara anggota masyarakat yang didorong oleh spontanitas dan niat yang murni, adalah tanda dari pelayanan (seva). Seva dapat diidentifikan dengan dua karakterisitik mendasar yaitu : welas asih dan hasrat untuk berkorban. Sejarah telah mencatat dan memberikan informasi kepada kita bahwa di semua bangsa dan dalam setiap jaman, manusia adalah makhluk sosial. Manusia lahir dalam masyarakat, manusia tumbuh melalui masyarakat dan mengakhiri hidupnya dalam masyarakat itu sendiri. Lagu nyanyian dan perkataan manusia, kewajiban dan kenikmatan manusia, semuanya itu ditentukan oleh masyarakat. Masyarakat bagi manusia adalah seperti air untuk ikan: jika masyarakat menolak atau mengabaikannya, maka manusia tidak akan bisa bertahan hidup. Apa yang tidak bisa dilakukan oleh satu individu, dapat dicapai oleh kelompok yang kompak atau masyarakat yang solid. Seseorang yang berjalan sendiri akan merasa letih dan menderita setelah menempuh perjalanan sejauh 8 kilometer; namun berjalan dengan sepuluh orang sebagai satu kelompok, dia akan merasa bahwa perjalanan sejauh 8 kilometer adalah menyenangkan. Dia sampai dalam keadaan segar dan kuat!


- Divine Discourse, 19 November 1981

Ketika pelayanan dilakukan secara spontan, maka pelayanan itu menjadi ganjarannya sendiri. 

Wednesday, July 16, 2025

Thought for the Day - 16th July 2025 (Wednesday)



When your thoughts emanate from a mind purified by love, they will result in right action, which is dharma. When love becomes part of your experience, thoughts and actions, you get shanti (Peace). When we comprehend love clearly, ahimsa or non-violence will result automatically. So, love is the unseen undercurrent binding all four values. It can be summarised thus: love plus thoughts is satya. Love plus feelings is shanti; love plus action is dharma and love plus understanding is ahimsa. Love is the common denominator for all these values. It is the form of God, for God is love. One who gives love is a man, and one who fails to nourish this love is a beast. Love, or the absence of love, makes one an animal, man, or God. Nurturing love is possible only in a tender heart. Because of attachment to worldly objects, that tenderness is lost. When the mind is directed towards the sensual world, life becomes artificial.


- Divine Discourse, Jan 25, 1985

The absence of love leads to the absence of unity. When there is no unity, there is no purity and without purity, divinity cannot be realised.

 

Ketika gagasan pemikiran muncul dari pikiranmu yang dimurnikan oleh kasih, maka gagasan itu akan menghasilkan kebajikan yang disebut dengan dharma. Ketika kasih menjadi bagian dari pengalaman, gagasan pemikiran dan perbuatanmu maka engkau akan mendapatkan kedamaian (shanti). Ketika kita memahami kasih dengan jelas, ahimsa atau tanpa kekerasan akan muncul secara otomatis. Jadi, kasih adalah arus bawah yang tidak terlihat mengikat semua keempat nilai-nilai tersebut. Hal ini dapat disimpulkan sebagai berikut: kasih dalam pikiran adalah satya. Kasih dalam perasaan adalah shanti; kasih dalam tindakan adalah dharma dan kasih dalam pemahaman adalah ahimsa. Kasih adalah kualitas yang sama dari semua nilai-nilai ini. Kasih adalah wujud dari Tuham karena Tuhan adalah kasih. Seseorang yang memberikan kasih adalah manusia, dan seseorang yang gagal dalam memupuk kasih ini adalah binatang buas. Kasih, atau tanpa kasih, membuat seseorang menjadi binatang, manusia atau Tuhan. Memupuk kasih hanya dapat dimungkinkan dalam hati yang lembut. Karena keterikaran pada objek-objek duniawi, kelembutan hati menjadi hilang. ketika pikiran diarahkan pada dunia sensual, hidup menjadi palsu.


- Divine Discourse, 25 Januari 1985

Tanpa adanya kasih mengarah pada tidak adanya kesatuan. Ketika tidak ada kesatuan, maka disana tidak ada kesucian dan tanpa adanya kesucian maka keilahian tidak bisa disadari. 

Tuesday, July 15, 2025

Thought for the Day - 15th July 2025 (Tuesday)



Note that everyone, from the beggar to the billionaire, is prompted by the urge to achieve ananda (supreme bliss), which is based on inner peace, and unaffected by ups and downs. Every activity, however elementary or earth-shaking, is subservient to this ideal. This Bliss Divine is not manufactured by any company, nor available in any shop. It is not something that can be earned from outside and added to the sum of one’s possessions. It has to sprout and grow from within, and fostered and treasured within. Take the case of the contentment and pleasure that food imparts. A hungry man may hold bundles of currency notes in his grasp, or even plenty of eatables, but unless he consumes the eatables or converts the currency into consumable food and eats them, and they become part of him, no sense of satisfaction can arise. Similarly, bliss too is an inner experience, an elevating, exhilarating inner calm. It cannot be gained by the accumulation of impediments like cars and houses, land and gold, stocks and shares. How can a cash-box appease hunger or a passbook give peace? 


- Divine Discourse, Feb 03, 1972

Happiness of material origin is short-lived and has misery as its obverse.


Ketahuilah bahwa setiap orang mulai dari pengemis sampai pada miliarder di dorong oleh keinginan yang sama untuk mendapatkan kebahagiaan tertinggi (ananda), yang didasarkan pada kedamaian batin serta tidak terpengaruh oleh pasang surut kehidupan. Dalam setiap aktifitas bagaimanapun mendasar atau menggemparkan akan tunduk pada cita-cita ini. Kebahagiaan Ilahi ini tidak diproduksi oleh perusahaan manapun dan tidak juga tersedia di toko manapun. Ananda bukanlah sesuatu yang bisa didapat dari luar dan ditambahkan ke dalam jumlah harta milik seseorang. Hal ini tumbuh dan berkembang dari dalam diri, dan dipelihara serta disimpan di dalam diri. Ambillah contoh kepuasan dan kesenangan yang diberikan oleh makanan. Seseorang yang lapar bisa memegang sejumlah uang atau banyak makanan di tangannya, namun kecuali dia makan makanan tersebut atau menukarkan uang itu dengan makanan yang bisa dimakan dan menikmatinya, dan makanan tersebut telah menjadi bagian dari dirinya, maka tidak akan ada rasa kepuasan yang dapat muncul. Sama halnya, kebahagiaan juga adalah sebuah pengalaman batin, ketenangan batin yang membangkitkan serta menyegarkan. Hal ini tidak bisa diperoleh dengan mengumpulkan halangan seperti mobil dan rumah, tanah dan emas, saham dan obligasi. Bagaimana bisa sebuah kotak uang menghilangkan rasa lapar atau buku tabungan memberikan kedamaian? 


- Divine Discourse, 3 Februari 1972

Kesenangan yang berasal dari materi berdurasi singkat dan memberikan penderitaan sebagai kebalikannya. 

Monday, July 14, 2025

Thought for the Day - 14th July 2025 (Monday)



God is everywhere. You are God. It is the agglomeration of body, mind, and senses which is preventing you from recognising your inherent divinity. You are covering yourself in this manner. You are the cause of your bondage through the body and mind. When you understand the nature of the body-mind complex, you will realise your true essence. It is enough if you develop the conviction that you and the Divine are one, Aham Brahmasmi (I am Brahman). Cultivate steadfast faith in this Divine oneness through love. That love will lead you to Self-realisation. Wherever you may be and whatever you do, regard yourselves as instruments of the Divine and act on that basis. You need not wait for a whole year to observe Guru Poornima. Treat every moment of your life as being intended for dedication to the Lord. This is the way to experience the Divine all the time, at all places. This is true Sakshatkara (Vision of the Divine). Serve all and love all. Firmly believe that the Divine is in everyone and constantly act on this belief. Only by continual practice can you develop this sacred attitude. 


- Divine Discourse, Jul 7, 1990

Your evil qualities have covered up your divinity. When you remove this covering, you will have the vision of your true form.


Tuhan adalah ada dimana-mana. Engkau juga adalah Tuhan. Kumpulan dari tubuh, pikiran dan indra yang menghalangimu dalam menyadari keilahian yang merupakan sifatmu yang sesungguhnya. Engkau menutupi dirimu sendiri dengan cara ini. Engkau adalah penyebab bagi perbudakanmu melalui tubuh dan pikiran. Ketika engkau memahami sifat komplek dari tubuh dan pikiran, engkau akan menyadari sifat dasar sejatimu. Adalah cukup jika engkau mengembangkan keyakinan bahwa engkau dan Tuhan adalah satu, Aham Brahmasmi (aku adalah Brahman). Tingkatkan keyakinan yang tidak tergoyahkan pada kesatuan keilahian melalui kasih. Kasih itu akan menuntunmu pada kesadaran Diri Sejati. Dimanapun engkau berada dan apapun yang engkau lakukan, anggaplah dirimu sebagai alat dari Tuhan dan bertindaklah sesuai dengan dasar pemahaman ini. Engkau tidak perlu menunggu sepanjang tahun untuk memaknai Guru Poornima. Perlakukan setiap saat dalam hidupmu sebagai sesuatu yang ditujukan dan didedikasikan pada Tuhan. Ini adalah cara untuk mengalami Tuhan sepanjang waktu, di setiap tempat. Ini adalah bentuk sejati dari Sakshatkara (pandangan ilahi). Layani semua dan kasihi semuanya. Miliki keyakinan yang teguh bahwa Tuhan ada dalam diri setiap orang dan lakukan perbuatan secara terus nenerus sesuai dengan keyakinan ini. Hanya dengan praktek secara berkesimabungan maka engkau dapat mengambangkan sikap suci ini. 


- Divine Discourse, 7 Juli 1990

Sifat-sifat jahatmu telah menutupi keilahian dalam dirimu. Ketika engkau melenyapkan penutup ini, engkau akan memiliki pandangan pada wujud sejatimu. 

Sunday, July 13, 2025

Thought for the Day - 13th July 2025 (Sunday)



You must all realise that the relationship between you and Me is not related only to the physical body. Thinking only of the physical relationship, you should not waste your life. The body is a passing thing. You should concentrate on the attainment of that which is permanent and beyond the limitations of time and space. You have seen for yourself and experienced the Divine here. You must carry with you this experience and enlarge it by contemplating on it internally. Here is an example. Thousands have assembled in this Poornachandra Hall. I have been conversing with you. How long can this last? Perhaps for two or three hours. Tomorrow you will all be returning to your respective places. After you go back, the memory of what you have experienced here, Swami’s discourse to you, and the presence of thousands of devotees in the Poornachandra Hall will be etched in your mind whenever you try to recall this day. It will be a lifelong possession for you. This is because you are carrying Me in your mind. Looking at things externally, the Poornachandra hall will be before you for only a short time. But you must retain permanently what you have seen with the outward-looking eyes. 


- Divine Discourse, Jul 24, 1983

Happiness derived from worldly objects is transient. The source or spring of bliss lies within one’s own being.


Engkau semuanya harus menyadari bahwa hubungan diantara dirimu dengan Aku tidak hanya terkait pada tubuh fisik semata. Engkau tidak boleh menyia-nyiakan hidupmu dengan hanya memikirkan hubungan fisik saja. Tubuh adalah bersifat fana dan akan berlalu. Engkau harusnya memusatkan pikiran pada pencapaian yang bersifat kekal dan melampaui batasan waktu dan ruang. Engkau telah melihat sendiri dan mengalami kehadiran Ilahi disini. Engkau harus membawa serta pengalaman ini dan serta memperluasnya dan merenungkannya secara mendalam di dalam batin. Sebagai contoh bagimu. Ribuan orang telah hadir di hall Poornachandra ini. Aku telah berbicara denganmu. Berapa lama hal ini dapat berlangsung? Mungkin selama dua atau tiga jam. Keesokan harinya saat engkau semua akan kembali ke tempatmu masing-masing. Setelah engkau kembali pulang, kenangan yang telah engkau alami disini, wejangan Swami untukmu, dan kehadiran ribuan bhakta di hall Poornachandra akan terukir dalam pikiranmu kapanpun engkau mencoba untuk mengingat hari ini. Pengalaman ini akan menjadi milikmu seumur hidup. Hal ini karena engkau membawa diri-Ku di dalam pikiranmu. Dilihat dari luar, hall Poornachandra hanya akan tampak dihadapanmu dalam waktu yang singkat. Namun engkau harus mengingat selamanya apa yang engkau telah lihat dengan pandangan matamu. 


- Divine Discourse, 24 Juli 1983

Kebahagiaan yang didapat dari objek-objek duniawi adalah bersifat sementara. Sumber atau mata air kebahagiaan terdapat dalam diri masing-masing. 


Saturday, July 12, 2025

Thought for the Day - 12th July 2025 (Saturday)



To eliminate the mind and remove the delusions from it, desires have to be controlled. But the sadhaks of today have not reduced their desires. It must be realised that selfishness and self-centeredness have to be got rid of. Selfishness is the root cause of all the afflictions plaguing man. If the world is to be transformed, we must begin with the individual. His evil traits have to be removed. He must fill himself with sacred thoughts. To start with, the individual must reform himself. Without the individual realising his true nature, all other accomplishments are of no avail. Man is exploring the most distant regions in space, but is not moving even an inch towards understanding his heart. Is this the journey man should undertake? He must turn the mind inwards. Turning the mind towards the external world can only breed sorrow. Enduring bliss can be got only by directing the mind towards God. That is the real sadhana. Without mental transformation, all other changes are meaningless. Without changing your qualities, you remain in the same state as before. Develop good qualities and sanctify yourself. 


- Divine Discourse, Jul 7, 1990

The water vapour produced by the sun becomes a cloud and hides the sun itself. Likewise, the thoughts arising in the mind conceal the Atma. 


Untuk melenyapkan pikiran dan menghilangkan khayalan darinya maka keinginan harus dikendalikan. Namun para peminat spiritual hari ini tidak mengurangi keinginan yang mereka miliki. Harus disadari bahwa sifat mementingkan diri sendiri dan terpusat pada diri sendiri harus dilenyapkan. Sifat mementingkan diri sendiri adalah akar penyebab dari semua penderitaan yang mengganggu manusia. Jika dunia dirubah maka kita harus mulai dari individu dengan menghilangkan sifat-sifat buruknya. Dia harus mengisi dirinya sendiri dengan gagasan-gagasan pemikiran yang suci. Untuk memulai langkah ini maka setiap individu harus mulai merubah dirinya sendiri. Tanpa seseorang menyadari sifat alaminya yang sejati, semua pencapaiannya lainnya menjadi sia-sia saja. Manusia saat sekarang sedang menjelajahi angkasa luar yang begitu jauh, namun tidak bergerak sedikitpun untuk memahami pikiran yang ada dalam dirinya. Apakah perjalanan ini yang harus dilakukan manusia? Manusia harus mengarahkan pikirannya ke dalam dirinya. Mengarahkan pikiran ke luar yaitu pada dunia di luar diri hanya menimbulkan penderitaan. Kebahagiaan abadi hanya bisa dicapai dengan mengarahkan pikiran kepada Tuhan. Itu adalah latihan spiritual (sadhana) yang sesungguhnya. Tanpa adanya perubahan mental, maka semua perubahan adalah tidak ada maknanya. Tanpa merubah sifat-sifat dalam diri kita, maka engkau masih tetap sama pada keadaan sebelumnya. Maka dari itu, kembangkanlah sifat-sifat yang baik dan sucikan dirimu sendiri. 


- Divine Discourse, 7 Juli 1990

Uap air yang dihasilkan oleh matahari menjadi awan dan menyembunyikan matahari itu sendiri. Sama halnya, gagasan pemikiran muncul dari pikiran menyembunyikan Sang Atma. 

Friday, July 11, 2025

Thought for the Day - 11th July 2025 (Friday)



There are two kinds of knowledge which man can seek in his quest for happiness. One is Lokajnana (worldly knowledge). This relates to knowledge of music and the fine arts, of the physical Universe, botany, chemistry, mathematics, and the like. All this knowledge is of use only for earning a living. All of it relates to matters which are ever changing and perishable. The other kind of knowledge is Brahmajnana (knowledge of the Supreme). This knowledge reveals that the origin, growth and dissolution of the Cosmos are due to Brahman (Supreme Reality). The Upanishads (Vedic metaphysical treatises) have described it as Akshaya (imperishable) Brahman. Man today needs this supreme knowledge. There are three steps leading to this knowledge. One is “Bhavam” (heartfelt feeling). The second is “Sadhana” (spiritual effort). The third is “Upasana” (contemplation). 


- Divine Discourse, Jul 24, 1983

You need a diamond to cut another diamond. To experience the Atma (Self), you require only Self-knowledge, Atma-jnanam. 


Ada dua jenis pengetahuan yang manusia dapat cari dalam pencariannya akan kebahagiaan. Pertama adalah pengetahuan duniawi (Lokajnana). Pengetahuan ini terkait dengan pengetahuan tentang musik dan seni rupa, alam semesta fisik, botani, kimia, matematika ,dan sejenisnya. Semua jenis pengetahuan ini hanyalah digunakan untuk mendapatkan nafkah. Semuanya ini terkait pada hal-hal yang senantiasa mengalami perubahan dan mudah hancur. Jenis pengetahuan lain adalah pengetahuan tentang Yang Maha Kuasa (Brahmajnana). Pengetahuan ini mengungkapkan tentang asal mula, pertumbuhan dan peleburan kosmos yang disebabkan oleh Brahman (realitas yang tertinggi). Naskah suci Upanishad (kitab filsafat metafisika Weda) telah menjabarkannya sebagai Brahman Akshaya (Brahman yang abadi dan tidak terhancurkan). Manusia hari ini membutuhkan pengetahuan tertinggi ini. Ada tiga langkah menuju pada pengetahuan ini. Langkah pertama adalah “Bhavam” (perasaan sepenuh hati). Langkah kedua adalah “Sadhana” (latihan spiritual). Langkah ketiga adalah “Upasana” (kontemplasi). 


- Divine Discourse, 24 Juli 1983

Engkau membutuhkan sebuah berlian untuk memotong berlian lainnya. Untuk dapat mengalami Atma (Diri Sejati), engkau hanya membutuhkan Pengatahuan Diri Sejati atau Atma-jnanam. 

Thursday, July 10, 2025

Thought for the Day - 10th July 2025 (Thursday)



Guru Poornima is a name full of meaning. Poornima means the effulgent full moon. Guru means (Gu - ignorance; Ru - destroyer), he who removes the darkness and delusion from the heart and illumines it with the higher wisdom. The Moon and the mind are interrelated, as object and image. On this day, the Moon is full, fair and cool; its light is fresh, pleasant and peaceful. So the light of the mind too, must be pleasing and pure. This is the message of the day. In the firmament of your heart, the Moon is the mind. There are clouds there, thick and heavy – sensual desires and worldly activities, which mar your joy at the light of the Moon. Therefore, let the strong breeze of love scatter the clouds and confer on you the cool glory of moonlight. When devotion shines in full, the sky in the heart becomes a bowl of beauty and life is transformed into a charming avenue of Ananda. That beauty of heart, that Ananda (bliss) in life can be won through the mind, if the lesson of this day is remembered and realised! 


- Divine Discourse, Jul 29, 1969.

Worldly Gurus undergo change with the passage of time. God alone is changeless and He alone is your true Guru. 


Guru Poornima adalah sebuah nama yang penuh dengan makna. Poornima berarti kilauan cahaya bulan purnama. Guru berarti (Gu - ketidaktahuan; Ru - penghancur), dia yang melenyapkan kegelapan dan khayalan dari hati dan meneranginya dengan kebijaksanaan yang lebih luhur. Bulan dan pikiran adalah saling terkait, seperti halnya objek dan gambar. Pada hari ini adalah bulan penuh atau bulan purnama, cerah dan sejuk; cahayanya segar, menyenangkan dan penuh kedamaian. Jadi begitu juga dengan cahaya pikiran, haruslah bersifat menyenangkan dan murni. Ini adalah pesan dari perayaan Guru Poornima hari ini. Dalam cakrawala hatimu, bulan adalah pikiran. Ada awan-awan yang disana yang tebal dan berat berupa keinginan sensual dan aktifitas duniawi yang mana merusak suka citamu pada cahaya rembulan. Maka dari itu, biarkan hembusan angin kasih yang kuat menghamburkan awan-awan tersebut dan memberikanmu kesejukan cahaya rembulan. Ketika bhakti bersinar secara penuh, langit di dalam hatimu menjadi sebuah mangkuk keindahan dan hidup dirubah menjadi jalan indah dari Ananda. Keindahan hati tersebut, Ananda (kebahagiaan) dalam hidup dapat dicapai melalui pikiran, jika hikmah dari perayaan guru Purnima hari ini diingat dan disadari! 


- Divine Discourse, 29 Juli 1969.

Guru-guru duniawi mengalami perubahan sesuai berjalannya waktu. Hanya Tuhan yang tidak berubah dan hanya Tuhan adalah gurumu yang sejati.

Tuesday, July 8, 2025

Thought for the Day - 8th July 2025 (Tuesday)



A happy atmosphere should prevail in the home at all times for children to grow healthy and intelligently. Long drawn faces are not conducive to healthy growth. Why should you have a sorrowful demeanour? Difficulties do come often, be it anybody. But, you should know that they are like passing clouds. Why should you lose cheer at each and every incident? It is only a state of mind. There is nothing that remains permanent in this life. Let us think only of joyful moments of the past. Never brood over sorrowful events. Be cheerful in the present, filling the mind always with noble thoughts. Start the day with love, spend the day with love, fill the day with love, and end the day with love. You should never forget this most important aspect of love. Right from dawn to dusk, you must maintain a cheerful disposition. Take your fill of happiness and make others happy with a virtuous demeanour. 


- Divine Discourse, Jan 21, 1988.

The mind that is morose harbours nothing but malice and jealousy. Divinity cannot reside in such unholy minds. 


Sebuah suasana yang bahagia harus meliputi seisi rumah sepanjang waktu untuk pertumbuhan anak-anak yang sehat dan cerdas. Raut wajah yang patah semangat dan sedih adalah tidak bersifat kondusif bagi pertumbuhan yang sehat. Mengapa engkau memiliki sikap yang penuh kesedihan? Kesulitan sering datang kepada siapapun juga. Namun, engkau harus mengetahui bahwa semua kesedihan itu adalah awan-awan yang berlalu. Mengapa engkau sampai harus kehilangan kegembiraan dalam setiap kejadian? Hal ini hanyalah keadaan pikiran. Tidak ada satupun yang tetap kekal di dalam hidup ini. Marilah kita memikirkan hanya momen-momen indah di masa lalu. Jangan pernah tenggelam dalam merenungkan keadaan yang menyedihkan. Jadilah penuh suka cita di masa sekarang, selalu isilah pikiran dengan gagasan-gagasan yang mulia. Awali hari dengan kasih, jalani hari dengan kasih, isilah hari dengan kasih dan akhiri hari dengan kasih. Engkau tidak boleh melupakan aspek yang paling penting ini dari kasih. Mulai dari fajar menyingsing sampai matahari terbenam, engkau harus tetap menjaga karakter yang ceria. Raihlah kebahagiaanmu dan buatlah orang lain bahagia dengan perilaku yang berbudi luhur. 


- Divine Discourse, 21 Januari 1988.

Pikiran yang murung tidak mengandung apapun kecuali kedengkian dan kecemburuan. Keilahian tidak bisa bersemayam dalam pikiran yang tidak suci seperti itu.  

Sunday, July 6, 2025

Thought for the Day - 6th July 2025 (Sunday)



Every human being is an embodiment, repository, and vehicle of ananda (bliss). The awareness of this ananda is the goal of man, the consummation of human life. But, man seeks pleasure and happiness from objects through the senses and attains the low material ananda, not the supreme ananda he ought to win. It must be said that the ananda attained through the objective world or through subjective means is only a fractional expression of the ananda which the mergence in Brahman (Supreme Reality) grants. We speak of hot water, though heat is not a quality of water; fire has given it the heat. So too, objective ananda or subjective ananda is rendered so, through the grace of Brahmanandam (Supreme Divine Bliss). Man prides himself that he has earned ananda himself by his effort. It is sugar that makes the bland globules of flour into sweet laddus. The stars are proud that they shed light on a darkened world but the bright moonlight renders starlight too faint to be noticed. The moon’s pride too, is humbled when the sun illumines the sky. Brahmananda is the Sun. This does not mean that one should ignore starlight and moonlight or Vishaya ananda and Vidya ananda — the bliss derived from nature and from spiritual experiential knowledge. They are steps, stages, samples. While valuing them as such, the goal of Brahmananda has to be relentlessly pursued. 


- Divine Discourse, Jul 25, 1983.

Ananda is the innate nature of Man. But, the pity is, he is searching for it everywhere except where it is available. 


Setiap manusia adalah perwujudan, tempat penyimpanan, wahana dari ananda (kebahagiaan). Kesadaran pada ananda ini adalah tujuan dari manusia dan merupakan penyempurnaan dari hidup manusia. Namun, manusia mencari kesenangan dan kenikmatan dari objek-objek melalui indria serta meraih ananda material rendahan, dan bukan ananda tertinggi yang harusnya manusia dapatkan. Harus dikatakan bahwa ananda yang didapat melalui dunia objektif atau melalui sarana subjektif hanyalah merupakan sebagian kecil dari ungkapan ananda yang diberikan dari penyatuan dengan Brahman (Kenyataan sejati yang tertinggi). Saat kita berbicara tentang air panas, walaupun panas itu bukanlah kualitas dari air; namun api telah memberikan air itu panas. Demikian pula, jenis ananda yang bersifat objektif dan subjektif, adalah berasal dari Brahmanandam (kebahagiaan Ilahi tertinggi). Manusia bangga pada dirinya sendiri bahwa dia telah mendapatkan ananda dengan usahanya sendiri. Adalah gula yang membuat tepung yang hambar menjadi laddu yang manis. Bintang-bintang merasa bangga ketika memberikan cahaya dan bersinar saat dunia gelap, namun cahaya terang dari bulan menjadikan cahaya bintang tidak terlihat. Kebanggaan bulan juga menjadi redup ketika cahaya matahari menerangi dunia. Brahmananda adalah matahari. Hal ini bukan berarti bahwa seseorang boleh mengabaikan cahaya bintang dan cahaya rembulan atau Vishaya ananda dan Vidya ananda -- kebahagiaan yang didapat berasal dari alam dan dari pengalaman pengetahuan spiritual. Itu semuanya adalah langkah-langkah, tahapan-tahapan, contoh-contoh. Sambil menghargai semuanya itu, tujuan akhir dari Brahmananda harus dikejar tanpa henti. 


- Divine Discourse, 25 Juli 1983.

Ananda adalah sifat alami bawaan manusia. Namun, sangat disayangkan manusia mencarinya kemana-mana kecuali di tempat yang tersedia.