Saturday, July 12, 2025

Thought for the Day - 12th July 2025 (Saturday)



To eliminate the mind and remove the delusions from it, desires have to be controlled. But the sadhaks of today have not reduced their desires. It must be realised that selfishness and self-centeredness have to be got rid of. Selfishness is the root cause of all the afflictions plaguing man. If the world is to be transformed, we must begin with the individual. His evil traits have to be removed. He must fill himself with sacred thoughts. To start with, the individual must reform himself. Without the individual realising his true nature, all other accomplishments are of no avail. Man is exploring the most distant regions in space, but is not moving even an inch towards understanding his heart. Is this the journey man should undertake? He must turn the mind inwards. Turning the mind towards the external world can only breed sorrow. Enduring bliss can be got only by directing the mind towards God. That is the real sadhana. Without mental transformation, all other changes are meaningless. Without changing your qualities, you remain in the same state as before. Develop good qualities and sanctify yourself. 


- Divine Discourse, Jul 7, 1990

The water vapour produced by the sun becomes a cloud and hides the sun itself. Likewise, the thoughts arising in the mind conceal the Atma. 


Untuk melenyapkan pikiran dan menghilangkan khayalan darinya maka keinginan harus dikendalikan. Namun para peminat spiritual hari ini tidak mengurangi keinginan yang mereka miliki. Harus disadari bahwa sifat mementingkan diri sendiri dan terpusat pada diri sendiri harus dilenyapkan. Sifat mementingkan diri sendiri adalah akar penyebab dari semua penderitaan yang mengganggu manusia. Jika dunia dirubah maka kita harus mulai dari individu dengan menghilangkan sifat-sifat buruknya. Dia harus mengisi dirinya sendiri dengan gagasan-gagasan pemikiran yang suci. Untuk memulai langkah ini maka setiap individu harus mulai merubah dirinya sendiri. Tanpa seseorang menyadari sifat alaminya yang sejati, semua pencapaiannya lainnya menjadi sia-sia saja. Manusia saat sekarang sedang menjelajahi angkasa luar yang begitu jauh, namun tidak bergerak sedikitpun untuk memahami pikiran yang ada dalam dirinya. Apakah perjalanan ini yang harus dilakukan manusia? Manusia harus mengarahkan pikirannya ke dalam dirinya. Mengarahkan pikiran ke luar yaitu pada dunia di luar diri hanya menimbulkan penderitaan. Kebahagiaan abadi hanya bisa dicapai dengan mengarahkan pikiran kepada Tuhan. Itu adalah latihan spiritual (sadhana) yang sesungguhnya. Tanpa adanya perubahan mental, maka semua perubahan adalah tidak ada maknanya. Tanpa merubah sifat-sifat dalam diri kita, maka engkau masih tetap sama pada keadaan sebelumnya. Maka dari itu, kembangkanlah sifat-sifat yang baik dan sucikan dirimu sendiri. 


- Divine Discourse, 7 Juli 1990

Uap air yang dihasilkan oleh matahari menjadi awan dan menyembunyikan matahari itu sendiri. Sama halnya, gagasan pemikiran muncul dari pikiran menyembunyikan Sang Atma. 

Friday, July 11, 2025

Thought for the Day - 11th July 2025 (Friday)



There are two kinds of knowledge which man can seek in his quest for happiness. One is Lokajnana (worldly knowledge). This relates to knowledge of music and the fine arts, of the physical Universe, botany, chemistry, mathematics, and the like. All this knowledge is of use only for earning a living. All of it relates to matters which are ever changing and perishable. The other kind of knowledge is Brahmajnana (knowledge of the Supreme). This knowledge reveals that the origin, growth and dissolution of the Cosmos are due to Brahman (Supreme Reality). The Upanishads (Vedic metaphysical treatises) have described it as Akshaya (imperishable) Brahman. Man today needs this supreme knowledge. There are three steps leading to this knowledge. One is “Bhavam” (heartfelt feeling). The second is “Sadhana” (spiritual effort). The third is “Upasana” (contemplation). 


- Divine Discourse, Jul 24, 1983

You need a diamond to cut another diamond. To experience the Atma (Self), you require only Self-knowledge, Atma-jnanam. 


Ada dua jenis pengetahuan yang manusia dapat cari dalam pencariannya akan kebahagiaan. Pertama adalah pengetahuan duniawi (Lokajnana). Pengetahuan ini terkait dengan pengetahuan tentang musik dan seni rupa, alam semesta fisik, botani, kimia, matematika ,dan sejenisnya. Semua jenis pengetahuan ini hanyalah digunakan untuk mendapatkan nafkah. Semuanya ini terkait pada hal-hal yang senantiasa mengalami perubahan dan mudah hancur. Jenis pengetahuan lain adalah pengetahuan tentang Yang Maha Kuasa (Brahmajnana). Pengetahuan ini mengungkapkan tentang asal mula, pertumbuhan dan peleburan kosmos yang disebabkan oleh Brahman (realitas yang tertinggi). Naskah suci Upanishad (kitab filsafat metafisika Weda) telah menjabarkannya sebagai Brahman Akshaya (Brahman yang abadi dan tidak terhancurkan). Manusia hari ini membutuhkan pengetahuan tertinggi ini. Ada tiga langkah menuju pada pengetahuan ini. Langkah pertama adalah “Bhavam” (perasaan sepenuh hati). Langkah kedua adalah “Sadhana” (latihan spiritual). Langkah ketiga adalah “Upasana” (kontemplasi). 


- Divine Discourse, 24 Juli 1983

Engkau membutuhkan sebuah berlian untuk memotong berlian lainnya. Untuk dapat mengalami Atma (Diri Sejati), engkau hanya membutuhkan Pengatahuan Diri Sejati atau Atma-jnanam. 

Thursday, July 10, 2025

Thought for the Day - 10th July 2025 (Thursday)



Guru Poornima is a name full of meaning. Poornima means the effulgent full moon. Guru means (Gu - ignorance; Ru - destroyer), he who removes the darkness and delusion from the heart and illumines it with the higher wisdom. The Moon and the mind are interrelated, as object and image. On this day, the Moon is full, fair and cool; its light is fresh, pleasant and peaceful. So the light of the mind too, must be pleasing and pure. This is the message of the day. In the firmament of your heart, the Moon is the mind. There are clouds there, thick and heavy – sensual desires and worldly activities, which mar your joy at the light of the Moon. Therefore, let the strong breeze of love scatter the clouds and confer on you the cool glory of moonlight. When devotion shines in full, the sky in the heart becomes a bowl of beauty and life is transformed into a charming avenue of Ananda. That beauty of heart, that Ananda (bliss) in life can be won through the mind, if the lesson of this day is remembered and realised! 


- Divine Discourse, Jul 29, 1969.

Worldly Gurus undergo change with the passage of time. God alone is changeless and He alone is your true Guru. 


Guru Poornima adalah sebuah nama yang penuh dengan makna. Poornima berarti kilauan cahaya bulan purnama. Guru berarti (Gu - ketidaktahuan; Ru - penghancur), dia yang melenyapkan kegelapan dan khayalan dari hati dan meneranginya dengan kebijaksanaan yang lebih luhur. Bulan dan pikiran adalah saling terkait, seperti halnya objek dan gambar. Pada hari ini adalah bulan penuh atau bulan purnama, cerah dan sejuk; cahayanya segar, menyenangkan dan penuh kedamaian. Jadi begitu juga dengan cahaya pikiran, haruslah bersifat menyenangkan dan murni. Ini adalah pesan dari perayaan Guru Poornima hari ini. Dalam cakrawala hatimu, bulan adalah pikiran. Ada awan-awan yang disana yang tebal dan berat berupa keinginan sensual dan aktifitas duniawi yang mana merusak suka citamu pada cahaya rembulan. Maka dari itu, biarkan hembusan angin kasih yang kuat menghamburkan awan-awan tersebut dan memberikanmu kesejukan cahaya rembulan. Ketika bhakti bersinar secara penuh, langit di dalam hatimu menjadi sebuah mangkuk keindahan dan hidup dirubah menjadi jalan indah dari Ananda. Keindahan hati tersebut, Ananda (kebahagiaan) dalam hidup dapat dicapai melalui pikiran, jika hikmah dari perayaan guru Purnima hari ini diingat dan disadari! 


- Divine Discourse, 29 Juli 1969.

Guru-guru duniawi mengalami perubahan sesuai berjalannya waktu. Hanya Tuhan yang tidak berubah dan hanya Tuhan adalah gurumu yang sejati.

Tuesday, July 8, 2025

Thought for the Day - 8th July 2025 (Tuesday)



A happy atmosphere should prevail in the home at all times for children to grow healthy and intelligently. Long drawn faces are not conducive to healthy growth. Why should you have a sorrowful demeanour? Difficulties do come often, be it anybody. But, you should know that they are like passing clouds. Why should you lose cheer at each and every incident? It is only a state of mind. There is nothing that remains permanent in this life. Let us think only of joyful moments of the past. Never brood over sorrowful events. Be cheerful in the present, filling the mind always with noble thoughts. Start the day with love, spend the day with love, fill the day with love, and end the day with love. You should never forget this most important aspect of love. Right from dawn to dusk, you must maintain a cheerful disposition. Take your fill of happiness and make others happy with a virtuous demeanour. 


- Divine Discourse, Jan 21, 1988.

The mind that is morose harbours nothing but malice and jealousy. Divinity cannot reside in such unholy minds. 


Sebuah suasana yang bahagia harus meliputi seisi rumah sepanjang waktu untuk pertumbuhan anak-anak yang sehat dan cerdas. Raut wajah yang patah semangat dan sedih adalah tidak bersifat kondusif bagi pertumbuhan yang sehat. Mengapa engkau memiliki sikap yang penuh kesedihan? Kesulitan sering datang kepada siapapun juga. Namun, engkau harus mengetahui bahwa semua kesedihan itu adalah awan-awan yang berlalu. Mengapa engkau sampai harus kehilangan kegembiraan dalam setiap kejadian? Hal ini hanyalah keadaan pikiran. Tidak ada satupun yang tetap kekal di dalam hidup ini. Marilah kita memikirkan hanya momen-momen indah di masa lalu. Jangan pernah tenggelam dalam merenungkan keadaan yang menyedihkan. Jadilah penuh suka cita di masa sekarang, selalu isilah pikiran dengan gagasan-gagasan yang mulia. Awali hari dengan kasih, jalani hari dengan kasih, isilah hari dengan kasih dan akhiri hari dengan kasih. Engkau tidak boleh melupakan aspek yang paling penting ini dari kasih. Mulai dari fajar menyingsing sampai matahari terbenam, engkau harus tetap menjaga karakter yang ceria. Raihlah kebahagiaanmu dan buatlah orang lain bahagia dengan perilaku yang berbudi luhur. 


- Divine Discourse, 21 Januari 1988.

Pikiran yang murung tidak mengandung apapun kecuali kedengkian dan kecemburuan. Keilahian tidak bisa bersemayam dalam pikiran yang tidak suci seperti itu.  

Sunday, July 6, 2025

Thought for the Day - 6th July 2025 (Sunday)



Every human being is an embodiment, repository, and vehicle of ananda (bliss). The awareness of this ananda is the goal of man, the consummation of human life. But, man seeks pleasure and happiness from objects through the senses and attains the low material ananda, not the supreme ananda he ought to win. It must be said that the ananda attained through the objective world or through subjective means is only a fractional expression of the ananda which the mergence in Brahman (Supreme Reality) grants. We speak of hot water, though heat is not a quality of water; fire has given it the heat. So too, objective ananda or subjective ananda is rendered so, through the grace of Brahmanandam (Supreme Divine Bliss). Man prides himself that he has earned ananda himself by his effort. It is sugar that makes the bland globules of flour into sweet laddus. The stars are proud that they shed light on a darkened world but the bright moonlight renders starlight too faint to be noticed. The moon’s pride too, is humbled when the sun illumines the sky. Brahmananda is the Sun. This does not mean that one should ignore starlight and moonlight or Vishaya ananda and Vidya ananda — the bliss derived from nature and from spiritual experiential knowledge. They are steps, stages, samples. While valuing them as such, the goal of Brahmananda has to be relentlessly pursued. 


- Divine Discourse, Jul 25, 1983.

Ananda is the innate nature of Man. But, the pity is, he is searching for it everywhere except where it is available. 


Setiap manusia adalah perwujudan, tempat penyimpanan, wahana dari ananda (kebahagiaan). Kesadaran pada ananda ini adalah tujuan dari manusia dan merupakan penyempurnaan dari hidup manusia. Namun, manusia mencari kesenangan dan kenikmatan dari objek-objek melalui indria serta meraih ananda material rendahan, dan bukan ananda tertinggi yang harusnya manusia dapatkan. Harus dikatakan bahwa ananda yang didapat melalui dunia objektif atau melalui sarana subjektif hanyalah merupakan sebagian kecil dari ungkapan ananda yang diberikan dari penyatuan dengan Brahman (Kenyataan sejati yang tertinggi). Saat kita berbicara tentang air panas, walaupun panas itu bukanlah kualitas dari air; namun api telah memberikan air itu panas. Demikian pula, jenis ananda yang bersifat objektif dan subjektif, adalah berasal dari Brahmanandam (kebahagiaan Ilahi tertinggi). Manusia bangga pada dirinya sendiri bahwa dia telah mendapatkan ananda dengan usahanya sendiri. Adalah gula yang membuat tepung yang hambar menjadi laddu yang manis. Bintang-bintang merasa bangga ketika memberikan cahaya dan bersinar saat dunia gelap, namun cahaya terang dari bulan menjadikan cahaya bintang tidak terlihat. Kebanggaan bulan juga menjadi redup ketika cahaya matahari menerangi dunia. Brahmananda adalah matahari. Hal ini bukan berarti bahwa seseorang boleh mengabaikan cahaya bintang dan cahaya rembulan atau Vishaya ananda dan Vidya ananda -- kebahagiaan yang didapat berasal dari alam dan dari pengalaman pengetahuan spiritual. Itu semuanya adalah langkah-langkah, tahapan-tahapan, contoh-contoh. Sambil menghargai semuanya itu, tujuan akhir dari Brahmananda harus dikejar tanpa henti. 


- Divine Discourse, 25 Juli 1983.

Ananda adalah sifat alami bawaan manusia. Namun, sangat disayangkan manusia mencarinya kemana-mana kecuali di tempat yang tersedia. 

Saturday, July 5, 2025

Thought for the Day - 5th July 2025 (Saturday)



Dedication or Prapatti means total surrender. There is a formidable force that stands between man and God like a limiting wall. This power that is separating the devotee from God is the ‘ego’. Only when we succeed in destroying the ego can we merge into Divinity. First, we must be able to surrender this ego to God. Prapatti means surrendering of body, mind, intellect, awareness, and senses, they being dependent on the ego. Money, might, caste, education, beauty, kingdom, penance, and arrogance are all related to ego. Together or individually, they are comprised of ego. Among them, pride in wealth and education are much worse. There are medicines for all kinds of diseases. But the disease of ego cannot be cured by any kind of medicine. There is only one medicine that is capable of subduing this disease of ego; that is Divinity. No other medicine except Divinity is capable of curing this formidable disease. 


- Divine Discourse, Jan 21, 1988.

The vision of the inner Atma will not be revealed to the spiritual aspirant as long as one’s ego continues to exist 


Dedikasi atau Prapatti mengandung makna berserah diri sepenuhnya. Ada sebuah kekuatan besar yang berdiri diantara manusia dan Tuhan seperti sebuah tembok pembatas. Kekuatan ini yang memisahkan bhakta dari Tuhan yang disebut dengan ‘ego’. Hanya ketika kita berhasil menghancurkan ego ini maka kita dapat menyatu ke dalam keilahian. Pertama-tama, kita harus mampu untuk menyerahkan ego kita pada Tuhan. Prapatti berarti menyerahkan tubuh, pikiran dan kecerdasan, kesadaran dan indra, yang semuanya ini bergantung pada ego. Uang, kekuasaan, kasta, pendidikan, kecantikan, kerajaan, penebusan dosa, dan arogansi semuanya terkait dengan ego. Baik secara bersama-sama atau secara terpisah semuanya terdiri dari ego. Diantara semuanya itu, kesombongan pada kekayaan dan pendidikan adalah yang paling buruk. Ada obat untuk segala jenis penyakit. Namun untuk penyakit ego tidak bisa disembuhkan oleh obat jenis apapun. Hanya ada satu obat yang mampu untuk menaklukkan penyakit ego ini; itu adalah keilahian. Tidak ada obat lain kecuali keilahian yang mampu menyembuhkan penyakit yang dashyat ini. 


- Divine Discourse, 21 Januari 1988.

Penglihatan terhadap Atma di dalam diri tidak akan terungkapkan pada peminat spiritual selama egonya masih ada. 

Friday, July 4, 2025

Thought for the Day - 4th July 2025 (Friday)



God is present in all human beings. All heads of all human beings in this world are God’s own heads, verily. Hence, God is described as Viratasvarupa (embodiment of cosmic Divinity). His is the cosmic form. Each one in that cosmic form has a different form. However, God is immanent in every form. Krishna declared in the Bhagavad Gita, Mamaivamsho Jivaloke Jivabhutah Sanatanah (the eternal Atma in all beings is a part of My Being). I alone am present in each one of you. You are not different from Me. Do not entertain any doubts or differences of opinion in this regard. Strengthen your love, that is the proper Sadhana. If only the fruit of love in your heart is ripened, the juice of that fruit can be shared with one and all. Hence, let that fruit of love ripen in your heart first. If only you fill your heart with pure love, that love can be shared with all. All people then will become embodiments of love. Then, there will be no scope at all for hatred and violence in the world. 


- Divine Discourse, Jul 28, 2007.

People admire the beauty of Nature, but are not aware of the beauty in their hearts. 


Tuhan bersemayam di dalam semua umat manusia. Sejatinya, semua kepala dari setiap manusia di dunia adalah kepala Tuhan sendiri. Oleh karena itu, Tuhan disebutkan sebagai Viratasvarupa (perwujudan keilahian kosmik). Wujud-Nya adalah wujud kosmik. Setiap orang yang dalam wujud kosmik itu memiliki wujud yang berbeda. Bagaimanapun juga, Tuhan meresapi dalam setiap wujud. Sri Krishna menyatakan dalam Bhagavad Gita, Mamaivamsho Jivaloke Jivabhutah Sanatanah (Atma yang bersifat abadi ada dalam semua makhluk adalah bagian dari diri-Ku). Aku sendiri yang ada dalam dirimu semuanya. Engkau tidaklah berbeda dari diri-Ku. Jangan memberikan ruang bagi keraguan atau perbedaan pendapat dalam hal ini. Perkuat kasihmu, itu adalah Sadhana sesungguhnya. Jika buah kasih di dalam hatimu sudah matang maka sari buah itu dapat dibagi dengan semuanya. Karena itu, jaga agar buah kasih itu matang terlebih dahulu di dalam hatimu. Apabila engkau mengisi hatimu dengan kasih yang murni, maka kasih itu dapat dibagi dengan semuanya. Semua orang kemudian akan menjadi perwujudan kasih. Kemudian, tidak akan ada lagi ruang bagi kebencian dan kekerasan di dunia. 


- Divine Discourse, 28 Juli 2007.

Manusia mengagumi keindahan alam, namun manusia tidak menyadari keindahan dalam hati mereka. 

Thursday, July 3, 2025

Thought for the Day - 3rd July 2025 (Thursday)



As soon as we wake up in the morning, we should cleanse our mouth. The inner and outer sides of the teeth should be brushed well. The surface of the tongue should be cleaned thoroughly. For the mouth is the entrance for all diseases. While talking to each other, we should be cautious of unpleasant odours. Health should thus be protected through hygiene. Not only this, each working part of the body should be fit and robust. We should always be aware of the truth that Divinity is inherent in each limb and organ of the body. That is why the Vedas extol God as Angirasa, the essence in the limbs. Each part of the body has its intrinsic characteristic goodness. You should learn from the Mahabharata about the strength of the Indians, who protected their health in this manner. At the time of the great war, Bhishma’s age was 115 years, and he was the commander-in-chief. Similarly, Krishna was 86 and Arjuna was 84. Such were the mighty warriors of those days who lived with health and happiness. Thus, by preserving health, the men and women of those times were able to be exemplars of many ideals to the nation. They ate and slept on time. Ate lightly; never partook of anything out of schedule. 


- Divine Discourse, May 27, 2002

Wealth does not consist of only money; it consists of good health, good qualities, purity and cleanliness also.


Saat kita bangun di pagi hari, kita harus membersihkan mulut kita. Bagian dalam dan luar gigi harus digosok dengan baik. Permukaan dari lidah harus dibersihkan secara menyeluruh. Karena mulut adalah pintu masuk dari semua penyakit. Pada saat lagi berbicara dengan orang lain, kita harus berhati-hati dengan bau mulut yang tidak sedap. Maka dari itu kesehatan harus dilindungi melalui kebersihan. Tidak hanya ini, setiap bagian tubuh yang bekerja harus dalam keadaan sehat dan kuat. Kita harus selalu sadar pada kebenaran bahwa keilahian melekat pada setiap bagian anggota tubuh. Itulah sebabnya mengapa anggota tubuh dalam Weda disebut dengan Angirasa, esensi dari anggota tubuh. Setiap bagian dari tubuh memiliki karakteristik kebaikan yang hakiki. Engkau harus belajar dari epos Mahabharata tentang kekuatan dari masyarakat India yang melindungi kesehatan mereka dengan cara ini. Pada saat perang besar berlangsung, usia dari Bhishma adalah 115 tahun dan dia adalah panglima perang. Sama halnya dengan Sri Krishna yang berusia 86 tahun dan Arjuna yang berusia 84 tahun. Mereka semuanya adalah prajurit gagah perkasa pada waktu itu yang hidup dengan kesehatan dan kebahagiaan. Jadi, dengan menjaga kesehatan maka masyarakat pada waktu itu mampu menjadi teladan bagi banyak bangsa. Mereka makan dan tidur tepat waktu. Makan sedikit-sedikit; tidak pernah makan sesuatu yang tidak sesuai dengan jadwal. 


- Divine Discourse, 27 Mei 2002

Kekayaan tidak hanya terkait dengan uang; kekayaan juga terkait dengan kesehatan yang baik, sifat yang baik, dan juga kesucian serta kebersihan.

Wednesday, July 2, 2025

Thought for the Day - 2nd July 2025 (Wednesday)



All people in this world love someone or the other. However, there are differences in such love. The students love their fellow students. The bodies love other bodies. God is present in this body as well as the other body. Both are embodiments of divinity. The one God is present in all bodies. We must love every human being. Love all, Serve all, since God is present in all human beings. There is no place in this universe where God is not present. God is present in the sky, in the water, in the sound and in the light. Thus, everything in this universe is the embodiment of divinity. We forsake such omnipresent divinity and worship God in the form of some idol in a temple. No doubt, you can worship those idols. Nothing wrong in that. But, you must realise the truth that the same God in that idol is present in every human being, nay, in every living being. I don’t say it is wrong to worship those idols. But you are yourself God. Consider yourself as God first, and then begin to see the same God in every living being.


- Divine Discourse, Jul 28, 2007.

If you can penetrate behind the stone (idol) and see the divine basis, how much easier it is to see the Lord who resides in the heart of every living being? 


Semua orang di dunia ini mengasihi seseorang atau yang lainnya. Bagaimanapun juga, ada perbedaan dalam bentuk kasih seperti itu. Para pelajar mengasihi teman mereka. Tubuh mengasihi tubuh yang lainnya. Tuhan bersemayam dalam tubuh ini dan juga dalam tubuh yang lainnya. Keduanya adalah perwujudan dari keilahian. Satu Tuhan ada di dalam semua tubuh. Kita harus mengasihi setiap manusia. Kasihi semuanya, layani semuanya, karena Tuhan bersemayam di dalam semua manusia. Tidak ada tempat di semesta ini yang tidak dipenuhi oleh Tuhan. Tuhan ada di langit, di dalam air, dalam suara dan dalam cahaya. Jadi, segala sesuatu di semesta ini adalah perwujudan dari keilahian. Kita meninggalkan keilahian yang ada dimana-mana dan memuja Tuhan dalam wujud beberapa arca di tempat suci. Tidak diragukan, engkau boleh memuja arca-arca suci tersebut. Tidak ada yang salah dengan itu. Namun, engkau harus menyadari kebenaran bahwa Tuhan yang sama dalam arca suci itu juga ada dalam diri setiap manusia, bahkan dalam setiap makhluk hidup. Aku tidak mengatakan bahwa memuja arca suci itu adalah salah. Namun dirimu sendiri adalah Tuhan. Sadari dirimu sendiri adalah Tuhan terlebih dahulu, dan kemudian mulai melihat Tuhan yang sama dalam setiap makhluk hidup. 


- Divine Discourse, 28 Juli 2007.

Jika engkau dapat menembus batu (arca) dan melihat dasar keilahiannya, alangkah lebih mudahnya untuk melihat Tuhan yang bersemayam dalam hati setiap makhluk hidup? 

Tuesday, July 1, 2025

Thought for the Day - 1st July 2025 (Tuesday)



The sun shines brilliantly when there is no obstruction, but when we build a house and fit it with doors and windows and close all of them, there is only darkness, but no light inside that house. When we want the Sun’s light to penetrate into the house, either of two things must be done by us. We must remove the top, that is, we must get rid of deha bhranti (the illusion that one is the body). We demolish the top, which is made of ahamkara or ego and mamakara or attachment. Alternatively, we can fit a mirror and see that the Sun is reflected into the house. It is then possible to spread light in the dark interior of the house by moving the mirror. But, does light come from the Sun or the mirror? The mirror is inert and not luminous by nature. The moon is also like a mirror, it has no brightness of its own. The light of the sun is reflected on the surface of the moon, and therefore, the light of the moon is also cool and pleasant. Our Vedas teach that the moon is like the mind, which reflects the glory of the soul! If the light of Atma is reflected in the mirror of intelligence, then the entire dark mind may shine with light!


- The Path of Devotion, Summer Showers 1972

Acting under the dictates of the mind brings disaster; acting under the instructions of the illumined buddhi (intellect) is desirable.


Matahari bersinar dengan cemerlang ketika tidak ada halangan, namun ketika kita membangun rumah dan memasang pintu serta jendela lalu menutup semuanya, maka hanya ada kegelapan dalam rumah itu, tanpa ada cahaya sama sekali. Ketika kita ingin cahaya matahari untuk bisa masuk ke dalam rumah, kita harus melakukan salah satu dari dua hal. Kita harus melepaskan atap rumahnya, yaitu kita harus melenyapkan deha bhranti (khayalan bahwa seseorang adalah tubuh). Kita menghilangkan atap yang mana terbuat dari ahamkara atau ego serta mamakara atau keterikatan. Sebagai alternatif, kita dapat memasang sebuah cermin dan melihat cahaya matahari terpantul lewat cermin ke dalam rumah. Dengan demikian kita dapat menyebarkan cahaya pada bagian gelap yang ada di rumah dengan menggerakkan cermin tersebut. Namun pertanyaannya adalah apakah cahaya itu berasal dari cermin atau dari matahari? Cermin adalah tidak aktif dan tidak memiliki cahaya secara alami. Bulan juga seperti halnya cermin dimana tidak memiliki cahaya sendiri. Cahaya dari matahari dipantulkan pada permukaan bulan, dan maka dari itu, cahaya bulan juga sejuk dan menyenangkan. Dalam Weda mengajarkan bahwa bulan adalah seperti pikiran, yang mana memantulkan kemuliaan dari jiwa! Jika cahaya Atma dipantulkan pada cermin kecerdasan, kemudian seluruh pikiran gelap dapat diterangi dengan cahaya!


- The Path of Devotion, Summer Showers 1972

Bertindak dibawah kendali pikiran akan membawa malapetaka; bertindak dibawah tuntunan buddhi (kecerdasan) yang bersinar adalah hal yang patut diinginkan. 

Monday, June 30, 2025

Thought for the Day - 30th June 2025 (Monday)



Vedas assert that acquiring Jnana (wisdom) alone confers the eternally blissful freedom or liberation (moksha), which is the panacea for all ills, troubles and travails. To acquire this Jnana, there are many paths, and the chiefest of them is the path of Bhakti (love directed towards God). That is the reason why even great and noble men such as Vashishtha, Narada, Vyasa, Jayadeva, Gouranga adopted the path of Bhakti. As the oil is the basis to the flame in the lamp, devotion towards God is the basis to the flame of Jnana (wisdom). The heavenly tree of the joy of Jnana thrives on the refreshing waters of Bhakti. Understand this well! It is for this reason that Lord Krishna, who is the personification of love and who is saturated with the quality of mercy, declared in the Gita: Bhaktya mam abhijnanati (I am known by the means of Bhakti). Why was this declaration made? Because, in the path of Bhakti, there are no dangers. Young and old, high and low, man and woman, all are entitled to tread it.


- Ch 6, Jnana Vahini.

Realisation, which is not possible through logic, offering sacrifices, and through discussion and other disciplines, can be achieved only through love. 


Weda menegaskan bahwa hanya dengan memperoleh Jnana (kebijaksanaan) yang bisa memberikan kebebasan atau pembebasan (moksha) yang abadi dan penuh kebahagiaan, yang merupakan obat yang ampuh untuk semua penyakit berupa masalah dan penderitaan. Untuk bisa mendapatkan Jnana ini, ada banyak jalan dan jalan yang paling utama dari semuanya adalah jalan Bhakti (kasih yang diarahkan pada Tuhan). Itu adalah alasan mengapa bahkan jiwa-jiwa yang agung seperti Vashishtha, Narada, Vyasa, Jayadeva, Gouranga menggunakan jalan Bhakti. Seperti halnya minyak yang menjadi dasar dari nyala api pada lampu, bhakti yang diarahkan pada Tuhan adalah dasar dari nyala api kebijaksanaan (Jnana). Pohon surgawi kebahagiaan Jnana tumbuh subur dari air Bhakti yang menyegarkan. Pahamilah hal ini dengan baik! Adalah untuk alasan ini dimana Sri Krishna yang merupakan personifikasi dari kasih dan yang dipenuhi dengan kualitas belas kasihan, menyatakan dalam Bhagavad Gita: Bhaktya mam abhijnanati (Aku dapat diketahui dengan cara Bhakti). Mengapa penyataan ini disampaikan? Karena dalam jalan Bhakti, tidak ada bahaya. muda dan tua, tinggi atau rendah, laki-laki dan perempuan, semuanya berhak untuk menapaki jalan bhakti.


- Ch 6, Jnana Vahini.

Kesadaran diri sejati – yang tidak mungkin dicapai dengan logika, persembahan, diskusi dan disiplin lainnya, hanya dapat dicapai melalui kasih. 

Sunday, June 29, 2025

Thought for the Day - 29th June 2025 (Sunday)



Embodiments of Love! Lord Krishna declares in the Bhagavad Gita: Yada yada hi dharmasya glanir bhavati Bharata, Abhyutthanam adharmasya Tadatmanam Srijamyaham. (O Arjuna! Whenever there is a decline in Dharma and a rise in Adharma, I incarnate on earth.) God incarnates to teach Dharma (righteousness) to man and to raise him to the divine level. Dharma itself, therefore, takes human form. Devotion is most important in the life of man. Unflinching love for God is true Bhakti (devotion). But people waste their lives by their love for external worldly objects. Worldly love is not true love. This is sheer attachment, not love. Only love for God is true love. Intense love for God is real devotion. The outpouring of Prema (love) is Dharma. One who understands Dharma will foster Prema. A person who develops love for God can follow Dharma easily. Dharma and Prema are twins. But man today has lost both these qualities. Life without Dharma and Prema is barren like a wasteland.


- Divine Discourse, Apr 24, 1996.

Cultivate the quality of unbounded, selfless love. It is only then that real spiritual wisdom will dawn on you. 



Perwujudan kasih! Sri Krishna menyatakan dalam Bhagavad Gita: Yada yada hi dharmasya glanir bhavati Bharata, Abhyutthanam adharmasya Tadatmanam Srijamyaham. (O Arjuna! kapanpun terjadi kemerosotan dalam Dharma dan meningkatnya Adharma, Aku berinkarnasi ke dunia) Tuhan berinkarnasi untuk mengajarkan Dharma (kebajikan) pada manusia dan mengangkat manusia ke level ilahi. Oleh karena itu, Dharma sendiri mengambil wujud manusia. Bhakti adalah yang paling penting dalam hidup manusia. Kasih yang tidak tergoyahkan pada Tuhan adalah Bhakti sejati. Namun manusia menyia-nyiakan hidup mereka karena kasih mereka pada objek-objek duniawi di luar diri. Kasih duniawi bukanlah kasih sejati. Hal ini adalah keterikatan belaka dan bukan kasih. Hanya kasih pada Tuhan adalah kasih sejati. Kasih yang bersifat mendalam adalah bhakti yang sejati. Tindakan ekspresi yang begitu besar dari Prema (kasih) adalah Dharma. Seseorang yang memahami Dharma akan menguatkan Prema. Seseorang yang mengembangkan kasih untuk Tuhan dapat mengikuti Dharma dengan mudah. Dharma dan Prema adalah kembar. Namun manusia pada saat sekarang telah kehilangan kedua nilai-nilai ini. Hidup tanpa adanya Dharma dan Prema adalah gersang seperti tanah tandus.


- Divine Discourse, 24 April 1996.

Tingkatkan kualitas kasih yang tidak terbatas dan tidak mementingkan diri sendiri. Hanya kemudian kebijaksanaan spiritual sejati akan muncul dalam dirimu.

Saturday, June 28, 2025

Thought for the Day - 28th June 2025 (Saturday)



Krishna wanted to test the faith of Arjuna before the Mahabharata war. One day, while going to the forest, Krishna pointed towards a bird perched on a tree and asked, “Arjuna, on that tree, what bird is that? Is it a peacock?” “Yes, Krishna, it is a peacock”, said Arjuna. “No, no! It is a crow,” said Krishna. Then Arjuna said, “Yes Swami, it is a crow”. Krishna then said, “Oh mad man, you say ‘yes, yes’ to whatever I say. Don’t you have discrimination?” “Swami, what’s the use of my discrimination in front of You? If I say, it is not a peacock, you may transform it into a peacock. Whatever You say, is the truth.” Then Krishna said, “Now you have become deserving!” Only then Krishna imparted the knowledge of the Bhagavad Gita to Arjuna. Therefore, God’s teaching begins with faith. What did Arjuna ultimately say? He said, “I obey Your command”. You should have strong vishvasa. It is not vishvasa (faith), but your svasa (breath). With every breath, repeat So’ham, So’ham (That I am). Have this firm faith that you are God.


- Divine Discourse, Apr 26, 1993

Grow the twin wings of love and faith; then you can soar freely in the sky of the Lord’s grace.


Sri Krishna ingin menguji keyakinan Arjuna sebelum perang Mahabharata. Suatu hari, ketika sedang pergi ke dalam hutan, Krishna menunjuk ke arah burung yang sedang bertengger pada sebuah pohon dan bertanya, “Arjuna, burung apakah itu yang sedang bertengger di pohon? Apakah itu burung merak?” “Iya benar Krishna, itu adalah burung merak”, jawab Arjuna. “Bukan, bukan! Itu adalah burung gagak,” kata Krishna. Kemudian Arjuna berkata, “Iya benar sekali Swami, itu adalah burung gagak”. Krishna kemudian berkata, “Oh Arjuna yang labil, engkau mengatakan ‘iya, iya’ pada apapun yang Aku katakan. tidakkah engkau memiliki kemampuan membedakan?” “Swami, apakah gunanya kemampuan membedakan yang aku miliki di hadapan-Mu? Jika saya berkata itu bukanlah burung merak, Engkau dapat merubahnya menjadi burung merak. Apapun yang Engkau katakan adalah kebenaran.” Kemudian Sri Krishna berkata, “Sekarang engkau telah menjadi layak!” Baru kemudian Sri Krishna menyampaikan pengetahuan suci Bhagavad Gita kepada Arjuna. Maka dari itu ajaran-ajaran suci Tuhan dimulai dengan keyakinan. Apa yang akhirnya Arjuna sampaikan? Arjuna berkata, “saya mematuhi perintah-Mu”. Engkau harus memiliki vishvasa (keyakinan) yang kuat. Itu bukanlah vishvasa, namun merupakan svasa (nafasmu). Dengan setiap nafas, ulangi So’ham, So’ham (aku adalah Tuhan). Miliki keyakinana yang teguh bahwa engkau adalah Tuhan.


- Divine Discourse, 26 April 1993

Tumbuhkanlah sayap kembar yaitu kasih dan keyakinan; kemudian engkau dapat terbang tinggi dengan bebas di langit Rahmat Tuhan.

Friday, June 27, 2025

Thought for the Day - 27th June 2025 (Friday)



The most important element in man’s existence is sankalpa (thought). As are the thoughts, so is the speech. As is the speech, so are the actions. The harmony of these three will lead to the experience of Divinity. Words come out of the heart. They should be filled with compassion. The heart is the abode of compassion. It is the source of love. Hence, whatever emanates from the heart should be filled with love. That love should express itself in speech. The flow of love in speech should find concrete expression in action. The heart is the seat of the Paramatma (Supreme Self). The Ganga that flows from it is the river of Truth. Actions are the harvest that is reaped from the field watered by Truth. Hence, it is said that the high-souled beings are marked by harmony in thought, word and deed. Unfortunately, today people think in one way, speak in another way and act differently. As a result, humanness has been degraded today. To raise it to its proper level, the triune unity of thought, word and deed is essential. This is the penance for our times. This is the means to realise peace.


- Divine Discourse, Jul 09, 1995.

True education can be summed up in one word: Love, all-encompassing love. A life without love is worse than death.


Unsur yang paling penting dalam keberadaan manusia adalah sankalpa (gagasan pemikiran). Sebagaimana gagasan pemikirannya maka begitulah perkatannya. Sebagaimana perkataannya maka begitulah perbuatannya. Keharmonisan dari ketiga bagian ini akan menuntun pada pengalaman keilahian. Kata-kata muncul dari dalam hati yang mana harus diliputi dengan welas asih. Hati adalah tempat atau sumbernya dari welas asih. Oleh karena itu, apapun yang muncul dari hati harus diliputi dengan kasih. Kasih itu harus mengungkapkan dirinya dalam bentuk perkataan. Aliran dari kasih dalam perkataan harus menemukan ekpresi konkret dalam tindakan. Hati adalah tempat berstananya Paramatma (Diri sejati yang tertinggi). Aliran sungai Ganga yang mengalir darinya adalah sungai kebenaran. Perbuatan merupakan hasil panen yang diperoleh dari ladang yang diairi dengan kebenaran. Oleh karena itu, dikatakan bahwa jiwa-jiwa yang luhur ditandai dengan keselarasan antara pikiran, perkataan dan perbuatan. Sangat disayangkan, pada hari ini manusia berpikir dengan satu cara, berbicara dengan cara yang lain dan berbuat yang berbeda. Sebagai hasilnya, kemanusiaan mengalami kemerosotan pada hari ini. Untuk mengangkat kemanusiaan pada tingkat yang seharusnya, maka kesatuan dari tri tunggal yaitu pikiran, perkataan dan perbuatan adalah bersifat mendasar. Ini adalah bentuk tirakat untuk jaman kita sekarang. Ini adalah sarana untuk menyadari kedamaian.


- Divine Discourse, 09 Juli 1995.

Pendidikan sejati dapat disimpulkan dalam satu kata: Kasih – kasih yang menyeluruh. Sebuah kehidupan tanpa kasih adalah lebih buruk daripada kematian.

Thursday, June 26, 2025

Thought for the Day - 26th June 2025 (Thursday)



It is necessary for man to perform good actions constantly in his daily life. As the proverb goes, “If you go on singing, you can sing well; if you go on chewing neem leaves, even they will taste sweet; if you go on rubbing stone, it will become smaller”. The value of a diamond increases after grinding and cutting. Similarly, Divinity shines forth in a person, after passing through trials and tribulations and upon constant practice. Fire is produced when two logs of wood are rubbed against each other. Soft butter comes out by churning of curd. Similarly, man can attain Divinity by constantly thinking of God. It is said, the more you rub the sandal log on stone, the more the fragrance it gives. When you crush the sugarcane hard, it gives only sweet juice. When gold is put on fire, it sheds all its dirt and shines brilliantly. Similarly, a spiritual aspirant should face all problems and difficulties, develop the spirit of renunciation and sacrifice and experience divinity!


- Divine Discourse, Apr 26, 1993

I set tests not as a punishment, or because I enjoy putting you into trouble, but just to give you the joy of passing! 


Manusia harus melakukan perbuatan-perbuatan yang baik secara tanpa henti dalam kehidupan sehari-harinya. Seperti kata pepatah, “jika engkau terus bernyanyi, engkau bisa menyanyi dengan baik; jika engkau terus mengunyah daun mimba, daunnyapun akan terasa manis; jika engkau terus menggosok batu, batu itu akan mengecil”. Nilai dari sebuah berlian menjadi meningkat setelah digiling dan dipotong. Sama halnya, keilahian bersinar terang dalam diri manusia, setelah melewati cobaan dan penderitaan serta latihan terus menerus. Api dihasilkan ketika dua batang kayu digosokkan satu dengan lainnya. Mentega yang lembut dihasilkan dari dadih yang diaduk. Sama halnya, manusia dapat mencapai keilahian dengan tanpa henti memikirkan Tuhan. Seperti dikatakan bahwa semakin sering engkau menggosok kayu cendana pada batu, maka semakin wangi aroma yang dihasilkan. Ketika engkau meremukkan tebu dengan keras maka hanya sari tebu yang manis dihasilkan. Ketika emas ditaruh dalam api, emas akan membuang semua kotorannya dan bersinar secara cemerlang. Sama halnya, seorang peminat spiritual harus menghadapi semua masalah dan kesulitan, mengembangkan semangat tanpa keterikatan serta pengorbanan dan mengalami keilahian!


- Divine Discourse, 26 April 1993

Aku memberikan ujian bukan sebagai hukuman, atau karena Aku menikmati engkau ada dalam masalah, namun hanya untuk memberikanmu suka cita karena bisa melewatinya! 

Wednesday, June 25, 2025

Thought for the Day - 25th June 2025 (Wednesday)



Many of you might have read the story of Abraham Lincoln, who lived in penury during his student days. While other boys went to school in costly clothes, Lincoln could not afford even a proper dress when he went to school. One day, his friends made fun of him and humiliated him. He came home crying and told his mother how he was being insulted and humiliated. His mother consoled him, saying, “My dear son, do not get affected by praise or blame. Develop self-confidence. Have firm faith in God. Then everything will become good for you.” These words made a lasting impression on the tender heart of Lincoln. He acquired self-confidence with the encouragement of his mother. Ultimately, he rose to the position of the President of America. Nothing is impossible in this world for one with self-confidence and courage. He can accomplish anything and everything. Therefore, strengthen self-confidence. Don’t bother about what others say. Don’t be afraid, even if they make fun of you. Why should you have any fear when God is with you? He is the resident of your heart.


- Divine Discourse, Feb 14, 2009.

Society can be set right only by those who have firm faith in God. 


Banyak diantara dirimu telah membaca kisah dari Abraham Lincoln, yang hidup dalam kemiskinan pada saat masa-masa belajarnya sebagai murid. Sedangkan anak-anak yang lainnya pergi ke sekolah dengan pakaian yang mewah, Lincoln bahkan tidak mampu untuk membeli pakaian yang layak untuk pergi ke sekolah. Pada suatu hari, teman-temannya mengejek dan menghinanya. Lincoln pulang ke rumah sambil menangis dan berkata kepada ibunya bagaimana dia telah dihina dan direndahkan. Ibunya menenangkan Lincoln sambil berkata, “anakku tersayang, jangan terpengaruh dengan pujian dan ejakan. Kembangkan dalam dirimu kepercayaan diri. Miliki keyakinan yang teguh pada Tuhan. Kemudian segala sesuatu akan menjadi baik bagimu.” Kata-kata ini memberikan kesan yang abadi di dalam hati Lincoln yang lembut. Dia mendapatkan kepercayaan diri dengan dorongan dari ibunya. Pada akhirnya, dia berhasil mencapai kedudukan sebagai Presiden Amerika. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini bagi seseorang dengan kepercayaan diri dan keberanian. Dia dapat melakukan apa saja dan segalanya. Maka dari itu, perkuat kepercayaan diri. Jangan menjadi terganggu dengan apa yang orang lain katakan. Jangan menjadi takut, bahkan jika mereka menertawakanmu. Mengapa engkau harus memiliki rasa takut ketika Tuhan ada bersamamu? Tuhan ada bersemayam di dalam hatimu.


- Divine Discourse, 14 Februari 2009.

Masyarakat hanya dapat diperbaiki oleh mereka yang memiliki keyakinan yang teguh pada Tuhan. 

Tuesday, June 24, 2025

Thought for the Day - 24th June 2025 (Tuesday)



You draw a creeper with many flowers on a piece of paper. When the wind blows, the paper will flutter, but not the creeper drawn on the paper. Likewise, your mind may waver due to the influence of bad company, but your heart will remain steady when you are endowed with true love. Nobody can change the true love that is present in your heart. Love should find place not just in your mind, but in your heart. The mind is nothing but a bundle of thoughts. The love that is sustained in your mind by thoughts will be driven away by another current of thoughts. Therefore, you should preserve love and sacred feelings in your heart. True love has three qualities. First, it knows no fear. Second, it does not beg anything from anyone. Third, it is love for love's sake and not for any material gain. These three qualities are the very core of love. This type of sacred love is actually true love.


- Divine Discourse, Jun 20, 1996.

The bandage of humility, the ointment of faith, and the waters of love will be able to cure this disease that has erupted with this boil of ‘I’. 


Engkau menggambar sebuah tanaman merambat dengan banyak bunga pada secarik kertas. Ketika angin berhembus, kertas itu tertiup namun tidak dengan tanaman merambat yang terlukis di atas kertas. Sama halnya, pikiranmu bisa goyah karena pengaruh dari pergaulan yang buruk, namun hatimu akan tetap teguh ketika engkau dipenuhi dengan kasih sejati. Tidak ada seorangpun dapat merubah kasih sejati yang ada di dalam hatimu. Kasih tidak seharusnya hanya ada di pikiranmu, namun juga di dalam hatimu. Pikiran tiada lain hanyalah kumpulan dari gagasan pemikiran. Kasih yang dipelihara dalam pikiranmu oleh gagasan pemikiran akan tersapu oleh gagasan pemikiran lainnya. Maka dari itu, engkau harus menjaga kasih dan perasaan suci di dalam hatimu. Kasih sejati memiliki tiga kualitas. Pertama, kasih sejati tidak mengenal rasa takut. Kedua, kasih sejati tidak mengharapkan apapun dari siapapun juga. Ketiga, kasih sejati adalah untuk kepentingan kasih dan bukan untuk keuntungan material. Ketiga kualitas ini adalah intisari dari kasih. Jenis dari kasih suci seperti inilah yang benar-benar layak disebut kasih sejati.


- Divine Discourse, 20 Juni 1996.

Balut berupa kerendahan hati, obat salep keyakinan, dan air berupa kasih akan mampu menyembuhkan penyakit yang muncul akibat bisul dari ‘keakuan’.

Monday, June 23, 2025

Thought for the Day - 23rd June 2025 (Monday)



 It is really surprising that anyone should train people in concentration, for without concentration, no task can be accomplished by man. To drive a car, shape a pot on a wheel, weave a design, and weed a plot of land - all these jobs require single-minded attention. To walk along life’s highway, which is full of hollows and mounds, to talk to one’s fellowmen, who are of manifold temperaments – all these require concentration. The senses have to be reined in, so that they may not distract or disturb; the brain must not go wool-gathering; the emotions must not colour or discolour the objectives one seeks. That is the way to succeed in concentration. Yoga is chitta vritti nirodha - the cutting off all agitations on the lake of one’s inner consciousness. Nothing should cause a wave of emotion or passion on the calm surface or in the quiet depths of one’s awareness. This state of equanimity is the hallmark of Jnana (spiritual wisdom). Sadhana (spiritual discipline) is the drug, and Vichara (enquiry) is the regimen that will cure man of all waywardness and agitation.


- Divine Discourse, Jan 22, 1967.

Iron has to be beaten flat by iron alone. So too, the inferior, low mind has to be shaped better by the superior mind alone.


Adalah benar-benar mengejutkan dimana ada orang yang melatih orang lain untuk konsentrasi, karena tanpa adanya konsentrasi maka tidak ada tugas yang dapat diselesaikan oleh manusia. Untuk mengemudikan mobil, membentuk pot di atas putaran, menenun sebuah pola, dan mencabut rumput liar pada sebidang tanah – semua jenis kegiatan ini membutuhkan perhatian yang terpusat. Untuk berjalan di jalan besar kehidupan yang mana penuh dengan lubang dan gundukan, untuk bisa berbicara dengan sesama yang beragam sifat dan watak – semua ini membutuhkan konsentrasi. Indria harus dikendalikan agar tidak mengganggu atau membelokkan perhatian; pikiran tidak boleh melantur kemana-mana; emosi tidak boleh mewarnai atau mengaburkan tujuan yang seseorang hendak capai. Itu adalah jalan untuk berhasil dalam konsentrasi. Yoga adalah chitta vritti nirodha – penghentian semua gejolak pada danau kesadaran batin seseorang. Tidak boleh ada satupun gelombang emosi atau gairah pada permukaan tenang atau di kedalaman kesadaran yang hening. Keadaan keseimbangan batin ini adalah tanda dari Jnana (kebijaksanaan spiritual). Sadhana (disiplin spiritual) adalah obat dan Vichara (penyelidikan batin) adalah aturan yang akan menyembuhkan manusia dari semua jenis ketidakpatuhan dan kegelisahan.


- Divine Discourse, 22 Januari 1967.

Besi harus dibentuk rata hanya dengan besi. Begitu juga, pikiran rendahan hanya dapat dibentuk dan disempurnakan oleh pikiran yang lebih tinggi.

Sunday, June 22, 2025

Thought for the Day - 22nd June 2025 (Sunday)



You know the greatness of Hanuman, who was the symbol of selfless service. He was endowed with mighty power, valour, and strength, and was hailed as a great scholar of impeccable character. Yet, when the demons in Lanka questioned who he was, he never hesitated to reply that he was the servant of Sri Ramachandra. You should feel honoured to call yourself a servant of God and humanity. If you start serving with the attitude that service to man is service to God, you will find God there. You cannot experience the same in japa or dhyana. You must “shut your mind and open your heart,” which happens while doing seva. Some may ask, “While you are God, why worship God?” Even to realise you are divine, you must do certain things as part of your duty. According to the tradition of Bharat, you must do things to please God or in other words, transform work into worship. When you practise this, it becomes easier to realise God.


- Divine Discourse, July 19, 1997.

You can save yourselves from the clutches of ego when you perform service to society.


Engkau mengetahui kehebatan dari Hanuman, yang merupakan simbul dari pelayanan tanpa pamrih. Hanuman diberkati dengan kekuatan, keberanian, kemampuan yang luar biasa, serta dipuji sebagai cendekiawan hebat yang berkarakter sempurna. Namun, ketika raksasa di Lanka menanyakan siapa dirinya, Hanuman tidak pernah ragu-ragu untuk menjawab bahwa dia adalah pelayan dari Sri Ramachandra. Engkau harus merasa terhormat dengan menyebut dirimu sebagai pelayan Tuhan dan kemanusiaan. Jika engkau mulai melayani dengan sikap bahwa pelayanan pada manusia adalah pelayanan pada Tuhan, maka engkau akan menemukan Tuhan dalam pelayanan itu. Engkau tidak bisa mengalami hal yang sama dalam japa atau dhyana. Engkau harus “menutup pikiranmu dan membuka hatimu,” hal ini dapat terjadi ketika sedang melakukan seva. Beberapa orang bertanya, “ketika engkau adalah Tuhan, mengapa memuja Tuhan?” bahkan untuk menyadari bahwa engkau adalah Tuhan, engkau harus melakukan hal-hal tertentu sebagai bagian dari kewajibanmu. Sesuai dengan tradisi Bharat, engkau harus melakukan sesuatu untuk menyenangkan Tuhan atau dengan kata lain, merubah kerja menjadi ibadah. Ketika engkau menjalankan hal ini, maka akan menjadi lebih mudah untuk menyadari Tuhan.


- Divine Discourse, 19 Juli 1997.

Engkau dapat menyelamatkan dirimu dari cengkeraman ego ketika engkau melakukan pelayanan pada masyarakat.

Saturday, June 21, 2025

Thought for the Day - 21st June 2025 (Saturday)



What is required today is transformation, which can be effected by questioning oneself, ‘Who am I?’ Once you know the answer to this and reach the state of transformation, you need no further spiritual practices. This is possible only when you control your mind. Sage Patanjali has enunciated the same: “Yoga Chitta Vritti Nirodha” (controlling thoughts and aberrations of the mind is true Yoga). Yoga does not mean physical exercise. Yoga means ‘to unite with’ the Atma. There is no greater happiness than being one with the Atma. But today, no one is making any effort to attain the Atma, the final goal of life. The senses are above the body; the mind is above the senses; the intellect is above the mind; and Atma is above the intellect. Man does not travel even up to the level of the intellect. He travels only up to the level of the mind. As man is unable to control his mind and senses, he is subjected to confusion and depression. As a result, he forgets the Principle of the Atma.


- Divine Discourse, Nov 24, 1998.

Yoga Asanas (Yogic postures) are powerful in giving firmness to the body and enabling the mind to concentrate for a longer time in dhyana (meditation).

 

Apa yang dibutuhkan hari ini adalah perubahan yang mana dapat dilakukan dengan menanyakan diri sendiri, ‘siapakah aku?’ Sekali engkau mengetahui jawaban ini dan mencapai keadaan perubahan, engkau tidak perlu lagi melakukan latihan spiritual. Hal ini dimungkinkan hanya ketika engkau mengendalikan pikiranmu. Rsi Patanjali telah menyampaikan hal yang sama: “Yoga Chitta Vritti Nirodha” (mengendalikan gagasan pikiran dan penyimpangan pikiran adalah Yoga yang sesungguhnya). Yoga tidak berarti latihan fisik. Yoga berarti ‘penyatuan dengan’ Atma. Tidak ada kebahagiaan yang lebih besar daripada menjadi satu dengan Atma. Namun hari ini, tidak ada seorangpun yang melakukan usaha untuk mencapai Atma yang merupakan tujuan akhir dari hidup. Indra berada di atas tubuh; pikiran berada di atas indra; kecerdasan berada di atas pikiran; dan Atma berada di atas kecerdasan. Manusia tidak mencapai bahkan pada tingkat kecerdasan. Manusia hanya mampu mencapai pada tingkat pikiran. Ketika manusia tidak mampu mengendalikan pikiran dan indranya, maka manusia mengalami kebingungan dan depresi. Sebagai hasilnya, manusia lupa pada prinsip Atma.


- Divine Discourse, 24 November 1998.

Yoga Asanas (postur Yoga) sangatlah efektif dalam memberikan kekuatan pada tubvuh dan memungkinan pikiran terpusat dalam jangka waktu yang lama dalam dhyana (meditasi).

Friday, June 20, 2025

Thought for the Day - 20th June 2025 (Friday)



Everyone seeks to know what benefit one can derive from other individuals or from society. No one asks what good or benefit society derives from them. Start with rendering service to society. Today, due to the influence of the Kali Age, two kinds of diseases are seen. One is the insatiable thirst for wealth. In every city, there is a mad rush for making money. Everyone is caught up in this craze for money. No doubt money is necessary, but only up to a limit to meet one’s needs. Owing to excessive desire, people lose all sense of proportion. Men turn into demons in the pursuit of wealth. It may be asked whether they at least make good use of their immense wealth. No, ultimately, the money may fall in the hands of robbers or others. What you get from society, give it back to society. That is the primary value to be cherished by everyone. The second malady is the thirst for power. The thirst for power and position is unquenchable.


- Divine Discourse, Apr 07, 1997.

When money earned by honest means does not always confer happiness, how can you get happiness through money earned by dishonest means?


Setiap orang ingin tahu apa keuntungan yang mereka bisa dapatkan dari orang lain atau dari masyarakat. Tidak ada seorangpun yang bertanya apa kebaikan atau keuntungan yang masyarakat dapatkan dari mereka. Mulailah dengan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Hari ini, karena pengaruh dari jaman kali, dua jenis penyakit sangat terlihat. Pertama dalah rasa haus pada kekayaan yang tidak terpuaskan. Dalam setiap kota, ada kegilaan yang luar biasa dalam mengejar uang. Setiap orang terjebak dalam kegilaan mengejar uang ini. Tidak diragukan bahwa uang adalah perlu, namun hanya sampai batas tertentu untuk memenuhi kebutuhan hidup seseorang. Dengan memiliki keinginan yang berlebihan, manusia kehilangan semua rasa proporsionalitas. Manusia berubah menjadi iblis pada saat mengejar kekayaan. Bisa saja ditanyakan apakah manusia setidaknya menggunakan kekayaan yang besar itu dengan bijak. Tidak, pada akhirnya, uang itu bisa jatuh di tangan perampok atau yang lain. Apa yang engkau dapatkan dari masyarakat, maka kembalikan kepada masyarakat. Itu adalah nilai utama yang harus dinjunjung tinggi oleh setiap orang. Penyakit kedua adalah kehausan pada kekuasaan. Kehausan pada kekuasaan dan jabatan adalah tidak pernah bisa dipuaskan.


- Divine Discourse, 07 April 1997.

Ketika uang dihasilkan dengan cara yang jujur saja tidak selalu memberikan kebahagiaan, lantas bagaimana engkau mendapatkan kebahagiaan dari uang yang didapat dengan cara tidak jujur? 

Thursday, June 19, 2025

Thought for the Day - 19th June 2025 (Thursday)



Sacrifice is the goal of love. Love does not desire anything. It does not criticise or harm anybody. It is selfless and pure. Unable to understand this principle of love, man craves for love in many ways. You should have faith that selflessness and the spirit of sacrifice are the hallmarks of true love. There is some element of selfishness and self-interest even in the love between a mother and child, a husband and wife, between brothers and friends. Only God's love is without any trace of selfishness and self-interest. True love can bring close to you those who are distant or separated from you. It can transform man with animal tendencies into a divine being. It can gradually change worldly and physical love into divine love. People who wish to understand the principle of love should give up selfishness and self-interest. They should develop purity, steadfastness, and other divine qualities to understand divine love. They should try to lead their life keeping their focus on the love of God without paying heed to their difficulties and sufferings.


- Divine Discourse, Jun 20, 1996.

The fuel of Prema (Love) yields the divine flame of Shanti (Peace). 


Pengorbanan adalah tujuan dari kasih. Kasih tidak menginginkan apapun. Kasih tidak mengkritik atau menyakiti siapapun juga. Kasih adalah bersifat tanpa mementingkan diri sendiri dan murni. Karena ketidakmampuan memahami prinsip kasih ini, manusia mendambakan kasih dalam banyak cara. Engkau harus memiliki keyakinan bahwa sifat tidak mementingkan diri sendiri dan pengorbanan adalah tanda dari kasih sejati. Ada beberapa unsur dari sifat mementingkan diri sendiri dan kepentingan diri bahkan dalam ikatan kasih diantara ibu dan anak, suami dan istri, diantara saudara dan sahabat. Hanya kasih Tuhan yang tidak ada jejak mementingkan diri sendiri atau kepentingan diri. Kasih sejati dapat mendekatmu dengan mereka yang jauh atau terpisah darimu. Kasih ini dapat merubah manusia dengan kecendrungan binatang menjadi makhluk ilahi. Kasih sejati juga dapat merubah secara perlahan dan pasti kasih duniawi dan fisik menjadi kasih Tuhan. Manusia yang ingin memahami prinsip kasih harus melepaskan sifat mementingkan diri sendiri dan kepentingan diri. Mereka harus mengembangkan kesucian, keteguhan, dan sifat Ilahi lainnya untuk memahami kasih Tuhan. Mereka harus mencoba untuk menjalani hidup mereka dengan tetap fokus pada kasih Tuhan tanpa menghiraukan pada kesulitan dan penderitaan mereka.


- Divine Discourse, 20 Juni 1996.

Bahan bakar dari kasih (prema) menghasilkan nyala api Ilahi yaitu kedamaian (shanti). 

Thought for the Day - 18th May 2025 (Wednesday)



Man is born to manifest and reflect Divinity. All constituents of nature reflect their inherent qualities. Man also has to do so, but is not reflecting his innate human quality. Everyone should consider devotion and discipline as of the utmost importance — duty comes only next to these two. You, the youth, are intrinsically very good. But you lack discipline. You should observe good discipline. You should not waste time, which is precious and sacred. How should you utilise the time usefully? You have to follow the ideal path reflecting sacred human values. Not only that, you should also inspire and encourage others to follow a disciplined life. Every second is valuable and should be used well. Character is the most important life principle to be imbibed. This is the golden period in your life, and if you spoil this fine opportunity in careless living, your future will be ruined. The sapling has to be tended very carefully, so that it can grow into a mighty tree in the right manner and serve the people well.


- Divine Discourse, July 19, 1997.

One may have enormous wealth, high education, immense physical prowess or high status, but all these are useless if one lacks character. 


Manusia dilahirkan untuk mewujudkan dan menyadari keilahian. Semua unsur dari alam mencerminkan sifat bawaannya sendiri. Manusia juga harus mencerminkan nilai kemanusiaan yang ada pada dirinya, namun sayangnya manusia tidak mencerminkan nilai-nilai kemanusiaannya. Setiap orang harus menempatkan bhakti dan disiplin sebagai hal yang utama – kewajiban baru menyusul setelah keduanya tadi. Kalian, para pemuda, pada hakekatnya adalah sangat baik. Namun engkau kurang dalam hal disiplin. Engkau harus menjalankan disiplin yang baik. Engkau seharusnya tidak menyia-nyiakan waktu, yang mana adalah berharga dan suci. Bagaimana engkau seharusnya menggunakan waktu dengan benar? Engkau harus mengikuti jalan ideal yang mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan yang suci. Tidak hanya itu, engkau harus juga menginspirasi dan mendorong yang lainnya untuk mengikuti hidup yang penuh disiplin. Setiap detik adalah berharga dan harus digunakan dengan baik. Karakter adalah prinsip hidup yang paling penting untuk dihayati dan diresapi. Ini adalah masa keemasan di dalam hidupmu, dan jika engkau menyia-nyiakan kesempatan yang berharga ini dalam hidup yang sembrono, maka masa depanmu akan rusak. Bibit yang baru tumbuh harus dijaga dengan sangat hati-hati, sehingga bibit ini dapat tumbuh menjadi pohon yang besar dengan cara yang benar serta dapat bermanfaat bagi semuanya.


- Divine Discourse, 19 Juli 1997.

Seseorang mungkin memiliki kekayaan yang melimpah, pendidikan yang tinggi, kekuatan fisik yang luar biasa atau status yang tinggi, namun semuanya ini menjadi tidak ada artinya jika seseorang tidak memiliki karakter. 

Tuesday, June 17, 2025

Thought for the Day - 17th May 2025 (Tuesday)



Do not consider God to be someone above you. Treat Him as your own. It is possible only when you develop love. Embodiments of Love! Make every effort to repay the debt to God, for He pervades your entire being and safeguards you. Who is responsible for the blood circulation in your body? How is it that the blood does not ooze out as it moves in the body? You think you are sustained by food. But neither food nor blood can sustain you. God alone is responsible for your sustenance. However, you owe every drop of your blood to your parents. Their food takes the form of your blood. Hence, it is your foremost duty to respect and revere your parents. If you do not respect your parents today, your children will not respect you in the future. What is the use of lamenting then? Respect your parents and set a good ideal for your children. One who does not respect his parents is verily a rakshasa (demon). Do not lead the life of a rakshasa, live like a manava (human being).


- Divine Discourse, Apr 12, 2003.

If you want to realise God, first and foremost, develop love and devotion towards your parents. 


Jangan menganggap Tuhan sebagai sosok yang berada jauh di atasmu. Jadikan Tuhan sebagai milikmu sendiri. Hal ini dapat terjadi hanya ketika engkau mengembangkan kasih. Perwujudan kasih! Lakukan setiap usaha untuk membayar kembali hutang kita kepada Tuhan, karena Tuhan meliputi seluruh keberadaanmu dan menjagamu. Siapa yang bertanggung jawab pada sirkulasi darah di dalam tubuhmu? Mengapa darah tidak keluar begitu saja ketika darah mengalir dalam seluruh tubuhmu? Engkau mengira bahwa makananlah yang membuatmu bertahan hidup. Namun bukan makanan, bukan juga darah yang menopang hidupmu. Hanya Tuhan yang satu-satunya bertanggung jawab sebagai penopang hidupmu. Bagaimanapun juga, engkau berhutang setiap tetes darahmu dari orang tuamu. Dari makanan yang mereka berikan, darahmu terbentuk. Oleh karena itu, merupakan kewajibanmu yang paling utama untuk menghormati dan memuliakan orang tuamu. Jika engkau tidak menghormati orang tuamu hari ini, maka anak-anakmu tidak akan menghormatimu di masa depan. Saat itu tiba, apa gunaya penyesalan? Hormati orang tuamu dan berikan ideal yang baik bagi anak-anakmu. Seseorang yang tidak menghormati orang tuanya adalah sejatinya seorang rakshasa (iblis). Jangan menjalani hidup sebagai seorang rakshasa, Jalani hidup sebagai seorang manusia (manava).


- Divine Discourse, 12 April 2003.

Jika engkau ingin menyadari Tuhan, pertama dan utama kembangkan kasih dan bhakti pada orang tuamu. 

Monday, June 16, 2025

Thought for the Day - 16th June 2025 (Monday)



People suffer because they have all kinds of unreasonable desires, they pine to fulfil them, and they fail. They attach too much value to the objective world. It is only when attachment increases that you suffer pain and grief. If you look upon nature and all created objects with the insight derived from the inner vision, then attachment will slide away; you will also see everything much clearer and with a glow suffused with Divinity and splendour. Close these eyes and open those inner eyes, and what a grand picture of essential unity you get! Attachment to nature has limits, but the attachment to the Lord that you develop when the inner eye opens has no limit. Enjoy that reality, not this false picture. The Lord is the immanent power in everything; those who refuse to believe that the image in the mirror is a picture of themselves, how can they believe in the Lord, when He is reflected in every object around them? The moon is reflected in a pot, provided it has water; so too, the Lord can be clearly seen in your heart, provided you have the water of prema (love) in it. When the Lord is not reflected in your heart, you cannot say that there is no Lord; it only means that there is no love in you!


- Divine Discourse, Feb 02, 1958.

The essence of prema (love) as a sadhana lies in the cultivation of humanitarianism, universal compassion and altruism.


Manusia menderita karena memiliki semua jenis keinginan yang tidak masuk akal, manusia berhasrat untuk memenuhi keinginan itu, namun mereka gagal. Manusia terikat terlalu kuat pada nilai dari dunia objektif. Hanya ketika keterikatan meningkat maka engkau menderita penderitaan dan kesedihan. Jika engkau memandang pada alam dan semua objek ciptaan dengan pemahaman mendalam yang berasal dari pandangan batin, maka keterikatan akan menjauh; engkau juga akan melihat segala sesuatu dengan jauh lebih jelas dan dengan sinar yang dipenuhi dengan keilahian dan kemegahan. Pejamkanlah mata ini dan bukalah mata batin itu, dan betapa agungnya gambaran kesatuan yang bersifat mendasar yang engkau dapatkan! Keterikatan pada alam memiliki batas, namun keterikatan pada Tuhan yang engkau pupuk ketika engkau membuka mata batin tidak memiliki batas. Nikmatilah kenyataan itu, bukan pada gambaran palsu ini. Tuhan adalah kekuatan yang meresapi dalam segalanya; bagi mereka yang menolak untuk mempercayai bahwa bayangan yang terpantul di cermin adalah berasal dari diri mereka sendiri, lantas bagaimana bisa mereka mempercayai Tuhan ketika Tuhan tercermin pada setiap objek di sekitar mereka? Bulan terpantul pada bejana yang ada air di dalamnya; begitu juga, Tuhan dapat dengan jelas terlihat di dalam hatimu yang terdapat air prema (kasih) di dalamnya. Ketika Tuhan tidak terpantul di dalam hatimu, engkau tidak bisa mengatakan bahwa tidak ada Tuhan; itu hanya berarti bahwa tidak ada kasih di dalam dirimu!


- Divine Discourse, 02 Februari 1958.

Intisari dari prema (kasih) sebagai sebuah sadhana terdapat pada peningkatan kemanusiaan, kasih yang universal dan altruisme.