Friday, May 31, 2013

Thought for the Day - 31st May 2013 (Friday)

The Lord cares for your concentration (Ekagratha) and purity of mind (Chittashuddhi). You need not worry if you are near or far from Him. He has no ‘near’ or ‘far’. When the address you write is correct and clear, your letter will be delivered whether it is to the next street or a distant city. Remembering the Lord (Smarana) is the stamp. Recapitulating His Glory in your heart (Manana) is the Address. Select any Name that appeals to you for Smarana and Manana. Be careful not to talk ill of other Names and Forms. Conduct yourself like the woman in a joint family. She respects all elders in the family (father in law or brother in law), but her heart is dedicated to her husband, whom she loves and reveres in a special manner. Never carp at others’ faith, it reveals that your devotion is fake. If you are sincere, you will appreciate the sincerity of others.

Tuhan memperhatikan konsentrasi-mu (Ekagratha) dan kemurnian pikiran-mu (Chittashuddhi). Engkau tidak perlu khawatir jika engkau dekat ataupun jauh dari-Nya. Beliau tidak mengenal 'dekat' atau 'jauh'. Ketika alamat yang engkau tulis, benar dan jelas, suratmu akan dikirimkan apakah itu di jalan yang dekat atau kota yang jauh. Mengingat Tuhan (Smarana) adalah perangkonya. Mengulang-ulang kemuliaan-Nya dalam hatimu (Manana) adalah Alamat-nya. Pilihlah salah satu Nama Tuhan yang menarik bagi-mu untuk melakukan Smarana dan Manana. Berhati-hatilah untuk tidak berbicara buruk tentang Nama dan Wujud (Tuhan) yang lainnya. Perlakukanlah dirimu seperti seorang wanita dalam suatu keluarga. Dia menghormati semua orang tua dalam keluarga (ayah mertua atau ipar), tetapi hatinya didedikasikan untuk suaminya, yang dia cintai dan menghormati suaminya secara khusus. Jangan pernah mencela/mencari kesalahan pada agama/keyakinan yang lain, ini menandakan pengabdianmu tidak sungguh-sungguh. Jika engkau bersungguh-sungguh, engkau akan menghargai kesungguhan orang lain.
-BABA

Thursday, May 30, 2013

Thought for the Day - 30th May 2013 (Thursday)

If you want to attain God, cultivate love. If you promote love and look upon all with love, hatred will never be your lot. That is the one important lesson I teach always. I do not ask that you should become a scholar or a recluse or an ascetic skilled in recitation of holy Names and Meditation (Japa and Dhyana). God only examines, “Is your heart full of love?” Firmly believe that Love is God, Truth is God. Love is Truth, Truth is Love. For it is only when you love that you have no fear. Fear is the mother of falsehood. If you have no fear, you will adhere to truth. The mirror of love reflects the Divine Self within you and reveals to you that the Divine Self within you is Universal and is immanent in every being.

Jika engkau ingin mencapai Tuhan, kembangkanlah cinta-kasih. Jika engkau meningkatkan cinta-kasih dan memandang semuanya dengan cinta-kasih, kebencian tidak akan menghampirimu. Itulah pelajaran penting yang selalu Aku ajarkan. Aku tidak memintamu harus menjadi seorang sarjana atau seorang pertapa yang ahli dalam pengucapan Nama suci dan Meditasi (Japa dan Dhyana). Tuhan hanya menguji, "Apakah hatimu penuh dengan cinta-kasih?" Percayalah bahwa Cinta-Kasih adalah Tuhan, Kebenaran adalah Tuhan. Cinta-kasih adalah Kebenaran, Kebenaran adalah Cinta-kasih. Karena hanya ketika engkau mencintai engkau tidak memiliki rasa takut. Ketakutan adalah ibu dari kepalsuan. Jika engkau tidak memiliki rasa takut, maka engkau akan mematuhi kebenaran. Cermin cinta-kasih mencerminkan Divine Self dalam dirimu dan mengungkapkan kepadamu bahwa Divie Self di dalam dirimu adalah Universal dan imanen (tetap ada) dalam setiap makhluk.

-BABA

Wednesday, May 29, 2013

Thought for the Day - 29th May 2013 (Wednesday)

You do not wail that the pot you are holding is a mud pot, if you know that what is contained in it is nectar, is it not? Having a mud pot with nectar is far better than having a gold pot with poison! There is no value to the land of riches or a mansion if the quality of life is deplorable. Even if the standard of life is poor, it does not matter if the way of life is pure, full of love, humility, fear of sin and reverence towards elders. It is easy to restore this way of life provided the Vedas are studied and fostered and its teachings practised in earnestness. The Mother of Veda (Vedamatha) will foster in you love and kindness. The teachings for right conduct laid down in the Vedas are the best armour to guard you against sorrow and difficulties.

Engkau tidak akan meratap (merasakan kesedihan yang mendalam) karena belanga di tanganmu terbuat dari lumpur, jika engkau mengetahui bahwa apa yang terkandung di dalamnya adalah nektar, bukankah demikian? Memiliki belanga yang terbuat dari lumpur yang berisi nektar jauh lebih baik daripada memiliki belanga yang terbuat dari emas yang berisi racun. Tidak ada nilainya kekayaan berupa tanah atau rumah mewah jika kualitas hidupnya sangat buruk. Tidak masalah jika standar hidup sangat rendah, jika cara hidup yang dijalani murni, penuh kasih, penuh kerendahan hati, takut berbuat dosa dan hormat terhadap orang tua. Sangat mudah untuk mengembalikan cara hidup yang diberikan Veda dengan mempraktikkan ajaran-ajaran tersebut dengan sungguh-sungguh. Ibu Veda (Vedamatha) akan mendorongmu dalam cinta-kasih dan kebaikan. Ajaran untuk perilaku yang benar ditetapkan dalam Weda merupakan senjata yang terbaik untuk menjagamu melawan penderitaan dan kesulitan.


-BABA

Tuesday, May 28, 2013

Thought for the Day - 28th May 2013 (Tuesday)

The others are part of yourself. You need not worry about them. Worry about yourself that is enough. When you become all right, they too will be all right, for you will no longer be aware of them as separate from you. Criticising others, finding fault with them, etc. - all this comes out of egoism. Search for your own faults instead. The faults you see in others are but reflection of your own personality traits. Pay no heed to little worries; attach your mind to the Lord. Then, you will be led onto the company of good people and your talents will be transmuted. Consider everyone as the children of the Lord, as your own brothers and sisters, develop the quality of love and seek always the welfare of humanity. Be like the bee, drinking the nectar of every flower, not like the mosquito drinking blood and distributing disease in return. If you continue to love, you will be loved in return.

Orang lain adalah bagian dari dirimu. Engkau tidak perlu mengkhawatirkan mereka. Mengkhawatirkan dirimu sendiri sudah cukup. Ketika engkau baik-baik saja, mereka juga akan baik-baik saja, karena engkau akan menyadari bahwa mereka bukan merupakan bagian yang terpisah dari dirimu. Mengkritik orang lain, mencari-cari kesalahan mereka, dll - semuanya  ini berasal dari egoisme. Carilah kesalahanmu sendiri. Kesalahan yang engkau lihat dalam diri orang lain hanyalah cerminan dari karakter kepribadianmu sendiri. Engkau hendaknya melekatkan pikiranmu kepada Tuhan, sehingga engkau akan dituntun ke pergaulan yang baik dan talentamu akan ditransmutasikan. Anggaplah setiap orang sebagai anak-anak Tuhan, sebagai saudaramu sendiri, kembangkanlah kualitas cinta-kasih dan selalu mencari kesejahteraan umat manusia. Engkau hendaknya menjadi seperti lebah, hanya meminum sari setiap bunga, tidak seperti nyamuk yang meminum darah dan mendistribusikan penyakit sebagai balasannya. Jika engkau secara terus-menerus mencintai, maka sebagai balasannya engkau juga akan dicintai.
-BABA

Monday, May 27, 2013

Thought for the Day - 27th May 2013 (Monday)

The three qualities (gunas) of the mind have to be transcended sequentially. Lethargy (Thamas) should be transformed into passionate activity (Rajas) and Rajas into serenity and poise (Sathwa) and finally into atributelessness. The Gunas bind the person and leave impressions. Thamas is like the worms that creep and crawl in offal. Rajas is like the fly that sits on foul and also good things. Sathwa is like the bee that visits only fragrant flowers. But all the three are drawn towards objects nonetheless. One should be free from all traces of attachment. When your heart is infested with flies and worms, the pesticide of Namasmarana (constant remembrance of the Name of the Lord) has to be used for disinfecting.

Tiga kualitas (Gunas) pikiran hendaknya melampaui serangkaian urutan. Kelesuan/kemalasan (Thamas) harus diubah menjadi aktivitas yang bergairah (Rajas) dan Rajas menuju pada ketenangan (Sathwa) dan akhirnya menuju pada tanpa atribut. Ketiga gunas tersebut mengikat orang-orang dan meninggalkan pengaruh. Thamas dapat diibaratkan seperti cacing yang merayap dan merangkak ke tempat sampah. Rajas dapat diibaratkan seperti lalat yang bertengger baik pada hal-hal yang busuk maupun yang baik. Sathwa dapat diibaratkan seperti lebah yang hanya tertarik pada bunga-bunga yang harum. Tetapi walaupun demikian, ketiganya tertarik pada objek duniawi. Seseorang harus terbebas dari semua jejak kemelekatan. Ketika hatimu dikerumuni dengan lalat dan cacing, pestisida Namasmarana (mengingat Nama Tuhan secara terus-menerus) harus digunakan sebagai desinfektan.
-BABA

Sunday, May 26, 2013

Thought for the Day - 26th May 2013 (Sunday)

The first step in Self-Enquiry (Athma Vichara) is the practice of the truth that whatever gives you pain, gives pain to others and whatever gives you joy, gives joy to others. So do unto others as you would like them do unto you; desist from any act in relation to others, which, if done by them will cause you pain. Thus, a kind of reciprocal relationship will grow between you and others and gradually you reach the stage when your heart thrills with joy when others are joyful and shudders in pain when others are sad. This is not the kind of affection towards those who are dear to you or those who are your kith and kin. This sharing of joy and grief is automatic, immediate, and universal. It is a sign of great spiritual advance, the wave knows that it is part of the ocean; all the waves are but temporary manifestations of the sea and with the same taste of the ocean itself.

Langkah pertama dalam penyelidikan Atma (Athma Vichara) adalah mempraktikkan kebenaran bahwa apa pun penderitaan yang engkau alami, engkau berbagi penderitaan itu pada orang lain, demikian pula apapun kebahagiaan yang engkau alami, engkau berbagi kebahagiaan itu pada orang lain. Jadi engkau hendaknya memperlakukan orang lain seperti apa yang engkau ingin mereka lakukan kepadamu; berhentilah dari setiap tindakan dalam kaitannya dengan orang lain, yang jika dilakukan oleh mereka akan menyebabkan engkau menderita. Jadi, semacam hubungan timbal balik akan tumbuh antara engkau dan orang lain dan secara bertahap engkau akan mencapai tahapan ketika hatimu bergetar dengan sukacita ketika orang lain berbahagia dan merasakan kesedihan ketika orang lain menderita. Ini bukanlah jenis kasih sayang terhadap orang-orang yang sayang kepadamu atau terhadap kerabat-kerabatmu. Ini berbagi kebahagiaan dan kesedihan secara otomatis, langsung, dan universal. Inilah tanda kemajuan spiritual yang besar, gelombang mengetahui bahwa ia adalah bagian dari laut, semua gelombang hanyalah manifestasi sementara laut dan dengan rasa yang sama dari laut itu sendiri.

-BABA

Saturday, May 25, 2013

Thought for the Day - 25th May 2013 (Saturday)

The world today is suffering more from Rajobuddhi (passionate intellect) than Thamas (inertia). People have violent likes and dislikes. They are carried away by noise, show and propaganda. That is why discrimination has become essential. To reach the goal, Sathwabuddhi (pious intellect) is essential. This intellect will lead you to seek the truth calmly and stick to it, unmindful of the consequences. You might have heard people talk about the miracles; of My 'materialisations', of My fulfilling all your wants, of My curing illnesses. But they are not so important as the Saathwaguna (poised state) I appreciate, promote and instil. In fact, I confer on you the boons of health and prosperity, only so that you might, with greater enthusiasm and less interruption proceed on the path of spiritual practice.

Dunia saat ini lebih mengalami Rajobuddhi (dipengaruhi oleh nafsu) daripada Thamas (inersia/lembam). Orang-orang terpengaruh dengan keramaian, pertunjukan dan propaganda. Itulah sebabnya diskriminasi menjadi sesuatu yang penting. Untuk mencapai tujuan tersebut, Sathwabuddhi (dipengaruhi oleh sifat-sifat yang baik) adalah penting. Intelek ini akan menuntunmu untuk mencari kebenaran dengan tenang dan tetap berpegang pada kebenaran itu, tidak menghiraukan apapun konsekuensinya. Engkau mungkin telah mendengar orang-orang mengatakan tentang keajaiban, materialisasi yang Aku ciptakan, Aku memenuhi semua keinginanmu, menyembuhkan penyakit. Tetapi semuanya itu tidak begitu penting, yang penting adalah Saathwaguna (keadaan/sikap yang tenang). Aku memberkatimu dengan anugerah kesehatan dan kesejahteraan, sehingga engkau bisa memiliki antusiasme yang besar dan tanpa gangguan untuk melanjutkan perjalanan di jalur spiritual.

-BABA

Friday, May 24, 2013

Thought for the Day - 24th May 2013 (Friday)


Kama (desire) is a three-headed demon; when you win your desire, you develop lobha (greed) to retain the gain and see that it multiplies; when you are defeated in desire, you develop krodha (resentment or anger). Kama, lobha and krodha are all forms of rajoguna (quality of passion and activity), the feverish activity that ignores the ‘means’ while concentrating on the ‘end’. Rajoguna pursues the goal, but is not particular about the correctness of the path. Lanka was a land that reverberated with the recitation of the Vedas; its air was thick with sacrificial smoke. Yet the demons living there were wicked. Rituals must result in righteousness; otherwise, it is only rigmarole. Ravana sought to gain Prakrithi, not Purusha (the manifestation not the Manifestor), and so his life became futile.

Kama (keinginan) adalah iblis yang berkepala tiga, ketika engkau memenangkan keinginanmu, engkau mengembangkan lobha (keserakahan) untuk mempertahankan apa yang telah engkau peroleh dan melihat bahwa keinginanmu terus berkembang, ketika engkau dikalahkan oleh keinginan, engkau mengembangkan krodha (kebencian atau kemarahan). Kama, lobha, dan krodha, semuanya ini adalah bentuk rajoguna (sifat yang aktif dan penuh gairah). Rajoguna mengejar tujuan, tetapi tidak dengan cara yang benar. Lanka adalah negeri yang mengumandangkan pembacaan Veda, udaranya dipenuhi dengan asap pengorbanan. Namun iblis yang tinggal di sana jahat. Ritual seharusnya menghasilkan kebenaran, jika tidak, maka itu tidak ada artinya (omong kosong belaka). Rahwana berusaha untuk mendapatkan Prakrithi, bukan Purusha (manifestasi bukan Sang Manifestor), sehingga hidupnya menjadi sia-sia.
-BABA

Thursday, May 23, 2013

Thought for the Day - 23rd May 2013 (Thursday)

All that I can tell you about the spiritual disciplines have been told often before; the human capacity, nature, and talents are all ancient possessions and so the advice regarding how to use them is also ancient. The only new thing is the directions in which these talents are wasted, and the way one is playing false to one’s own nature. Man is essentially an animal, endowed with viveka (Discrimination). That is why one is not content with the satisfaction of mere animal needs. One feels some void, some deep discontent and some unslaked thirst, for man is a child of Immortality and so feels that death is not and should not be the end. This viveka urges man to discover answers to the problems that haunt him: "Where did I come from, whither am I journeying, which is the journey's end?" To find answers to these questions, the intellect (buddhi) has to be kept sharp and clear.

Semua yang dapat Aku katakan kepadamu tentang disiplin spiritual sudah sangat sering dikatakan sebelumnya; kapasitas manusia, sifat, dan bakat semuanya adalah harta kuno sehingga saran mengenai bagaimana menggunakannya juga kuno. Manusia pada dasarnya adalah binatang, yang diberkati dengan Viveka (Diskriminasi/kemampuan membedakan). Itulah sebabnya mengapa kita tidak merasa puas hanya dengan memuaskan kebutuhan hewani belaka. Kita merasakan kekosongan, ketidakpuasan dan kehausan yang mendalam, karena manusia adalah anak Keabadian, jadi merasakan tidak ada kematian dan seharusnya tidak ada akhir. Viveka ini mendorong manusia untuk menemukan jawaban atas masalah yang menghantuinya: "Dari mana aku berasal, ke mana aku melakukan perjalanan, yang mana merupakan akhir perjalanan?" Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, intelek (buddhi) harus dijaga tetap tajam dan murni.

-BABA

Wednesday, May 22, 2013

Thought for the Day - 22nd May 2013 (Wednesday)

Right Conduct (Dharma) is the feet and Realization (Moksha) is the head of every human being. Wealth and Desire (Artha and Kama) are the trunk and the limbs. The tragedy in the present times is that the Head and Feet are ignored while trunk and limbs are reckoned as vital. Enough warning about the tragedy this approach can lead to has been given in the ancient texts. Sanathana Dharma has laid down the rules and regulations for the best possible utilisation of life, but for want of teaching, exposition and example, they have been sadly neglected. The neglect of these rules which give real happiness and peace, is like inflicting injuries on oneself. The land may be rich, but, if life is mean, it is deplorable. It does not matter if the standard of life is poor, provided the way of life is pure, full of love and humility, and is led with fear-of-sin and reverence towards elders.

Perilaku yang benar (Dharma) dapat diibaratkan sebagai kaki dan Pembebasan (Moksha) dapat diibaratkan sebagai kepala, pada setiap manusia. Kekayaan dan Keinginan (Artha dan Kama) adalah badan dan anggota badan. Tragedi yang terjadi saat ini adalah karena Kepala dan Kaki diabaikan sementara badan dan anggota badan diperhitungkan sebagai yang terpenting, padahal peringatan untuk ini telah diberikan dalam teks-teks kuno. Sanathana Dharma telah menetapkan aturan dan peraturan untuk pemanfaatan kehidupan yang terbaik, tetapi sayang sekali diabaikan. Mengabaikan aturan-aturan ini, dapat menimbulkan penderitaan pada diri sendiri,  karena dengan menjalankan aturan dan peraturan ini dalam kehidupan, akan dapat memberikan kebahagiaan dan kedamaian sejati. Negeri ini bisa jadi kaya, tetapi jika hidup berarti dan dimanfaatkan dengan baik, jika tidak, maka sangat disayangkan sekali. Tidak masalah jika standar hidup rendah, asalkan cara hidup yang dijalani murni, penuh cinta-kasih dan kerendahan hati, serta memiliki rasa takut untuk berbuat dosa dan hormat terhadap orang tua.
-BABA

Tuesday, May 21, 2013

Thought for the Day - 21st May 2013 (Tuesday)

Prema (Love) is what the individual and the nation must cultivate now for progress. Your love must transform all relationships - Personal, Social, Economic, Educational, Family, Religious, Legal, etc. The father must love the child a little more intensely and intelligently. The mother must spread the love to all who come within her influence. Children must love the servants. The sense of equality that everyone is a repository of Divinity must transmute individual and social behavior. The Grace of the Lord is always flowing like the electric current through the wire. Fix a bulb and the current, to the extent of the wattage, will illumine your homes. The bulb is the Sadhana you perform, the home is your heart.

Prema (Cinta-kasih) adalah apa yang individu dan bangsa harus mengembangkannya saat ini untuk membawa ke arah kemajuan. Cinta-kasihmu harus mengubah semua hubungan - Personal, Sosial, Ekonomi, Pendidikan, Keluarga, Agama, Hukum, dll. Sang ayah harus mengasihi anaknya  lebih intens dan si ibu harus menyebarkan cinta-kasih kepada semuanya. Anak-anak harus menyayangi para pengasuh mereka. Perasaan sama bahwa setiap orang adalah gudang Divinity harus mengubah perilaku individu dan sosial. Berkat Tuhan selalu mengalir, dapat diibaratkan seperti arus listrik yang melalui kabel. Pasanglah bola lampu dan arus listrik, sehingga dapat menerangi rumahmu. Bola lampu dapat diibaratkan sebagai Sadhana yang engkau lakukan, rumahmu adalah hatimu.
-BABA

Monday, May 20, 2013

Thought for the Day - 20th May 2013 (Monday)

When the house catches fire, you run about in desperate haste to get succour and to put out the flames. But you do not realise that the fire raging inside you is far more devastating and devouring. You must take up the duty of firefighting in right earnest and never rest until those flames are put out. Start the fight right now. That is Sadhana, spiritual effort. Start serving your parents, teachers, elders, the poor, the diseased and the distressed. Do not foster factions and divisions. Promote love, concord, co-operation and brotherliness. You all are in the state of bondage to the senses and to the objective world. Join the company of the good, the striving and the yearning aspirants and you will soon reach the stage of peace within and harmony without.

Ketika rumah terbakar, engkau akan berlari dengan tergesa-gesa untuk mendapatkan bantuan dan untuk memadamkan api. Tetapi engkau tidak menyadari bahwa api berkobar di dalam dirimu jauh lebih dahsyat dan bisa melahap/menelan/menghancurkan semuanya. Engkau harus mengambil tugas sebagai pemadam kebakaran dengan sebenar-benarnya dan tidak pernah beristirahat sampai api tersebut dipadamkan. Mulailah pertarungan saat ini, yaitu melakukan Sadhana, upaya-upaya spiritual. Mulailah melayani orang tua, guru, sesepuh, orang miskin, orang sakit dan orang yang menderita. Janganlah mendorong perpecahan dan perselisihan, tetapi sebaliknya engkau hendaknya meningkatkan cinta-kasih, kerukunan, kerjasama dan persaudaraan. Kalian semua berada dalam keadaan perbudakan  indera dan dunia objektif. Engkau hendaknya mencari pergaulan yang baik, berjuang di jalan spiritual, dan senantiasa merindukan untuk berjalan di jalan spiritual, dengan demikian engkau akan mencapai kedamaian dan harmoni.
-BABA

Sunday, May 19, 2013

Thought for the Day - 19th May 2013 (Sunday)

Practise moderation in speech as it will help you in many ways. When the foot slips, the wound heals after a few months; when the tongue slips, the wound it causes in the heart of another will fester for life. The tongue is liable to four big errors – uttering falsehood, finding fault with others, excessive articulation and indulging in scandals. These have to be strictly avoided if there has to be peace for the individual and the society. The bond of love and brotherliness will be stronger if people would speak less and speak sweetly. Silence (mounam) has been prescribed as a spiritual practice, for this same reason. You are all spiritual aspirants at various stages of the road and so this discipline is valuable for you also.

Mempraktikkan pembatasan berbicara/berbicara seperlunya dan tidak berlebihan akan membantumu dalam banyak jalan. Ketika kaki tergelincir, luka akan sembuh setelah beberapa bulan, tetapi ketika lidah slip/tergelincir, luka itu akan menyebabkan sakit hati orang lain, yang tidak terlupakan selamanya. Lidah bertanggung jawab pada empat kesalahan besar yaitu "berdusta, menemukan kesalahan pada orang lain, artikulasi yang berlebihan dan terlibat dalam skandal." Semuanya ini harus benar-benar dihindari jika ingin menciptakan kedamaian bagi individu dan masyarakat. Ikatan cinta-kasih dan persaudaraan akan lebih kuat jika orang-orang sedikit berbicara dan berbicara dengan lembut. Silence (mounam) telah diresepkan sebagai praktik spiritual, untuk alasan yang sama. Kalian semua adalah para peminat spiritual di berbagai tahapan jalan spiritual, jadi disiplin ini juga sangat berharga untukmu.

-BABA

Saturday, May 18, 2013

Thought for the Day - 18th May 2013 (Saturday)

Devotion is like a King who has two aides-de-camp called Wisdom (Jnana) and Detachment (Vairagyam). Without these body-guards, devotion is never safe or secure. Devotion must be built upon the foundation of Wisdom and must flower as Detachment from the world. The man of wisdom (Jnani) is unmoved by the agitating feelings and emotions and is unshaken by the storms of good fortune and bad (a sthithaprajna). The one who is detached (vairagi) is the one who has rid himself of the three gunas (or qualities of the mind). A devotee is one who has love towards all living beings. Bhakthi, Jnana and Vairagya are three peaks of the same Himalayan Range. Prema creates dhaya (compassion), Vairaagya induces dhama (tolerance); and, jnaana (wisdom) leads you along the path of dharma.

Pengabdian dapat diibaratkan seperti seorang raja yang memiliki dua perwira pembantu yang disebut Kebijaksanaan (Jnana) dan Tanpa kemelekatan (Vairagyam). Tanpa pelindung badan ini, pengabdian tidak akan selamat atau aman. Pengabdian harus dibangun di atas dasar Kebijaksanaan dan harus mengembangkan Tanpa kemelekatan pada dunia. Orang yang bijaksana (Jnani) adalah mereka yang tidak berubah oleh perasaan gelisah dan emosi dan tak tergoyahkan baik oleh nasib baik dan buruk (sthithaprajna). Orang yang tidak terikat (vairagi) adalah orang yang telah melepaskan diri dari ketiga guna (atau kualitas pikiran). Seorang bhakta adalah mereka yang memiliki cinta-kasih terhadap semua makhluk hidup. Bhakthi, Jnana, dan Vairagya dapat diibaratkan sebagai tiga puncak pegunungan Himalaya. Prema menciptakan Dhaya (kasih sayang), Vairaagya membawamu dalam dhama (toleransi), dan jnaana (kebijaksanaan) membawamu ke jalan dharma.
-BABA

Friday, May 17, 2013

Thought for the Day - 17th May 2013 (Friday)

Every being is Divine, take it from Me! All of you are really here on a holy mission, for a divine purpose. To consider yourself weak or sinful is itself a sin! You must earn your birthright, which is Peace (Shanthi). Restlessness (ashanthi) is an unnatural state. To recover this heritage of peace, people try many methods – accumulation of riches, maintenance of good health, mastery of knowledge, cultivation of arts, etc. All these are not fundamental. Three basic needs remain even after all these methods are exhausted - the need for Truth, Light and for Immortality. It is only when these are won that Peace will be permanently established.

Percayalah bahwa setiap makhluk adalah Divine/perwujudan Tuhan! Kalian semua berada di sini dalam misi suci, untuk tujuan Ilahi. Adalah merupakan suatu dosa, jika menganggap diri sendiri lemah atau berdosa! Engkau harus mendapatkan hak-mu yang dibawa sejak lahir, yaitu Kedamaian (Shanthi). Perasaan gelisah/tidak tenang (ashanthi) bukanlah sifat alami-mu. Untuk menemukan kembali warisan kedamaian ini, orang-orang mencoba melakukan banyak cara seperti menumpuk kekayaan, menjaga kesehatan dengan baik, menguasai pengetahuan, mengembangkan seni, dll. Semuanya ini bukanlah yang fundamental. Tiga kebutuhan dasar yang diperlukan - Kebenaran, Cahaya Ilahi, dan Keabadian. Hanya ketika ketiganya didapatkan maka kedamaian dicapai secara permanen.

-BABA

Thursday, May 16, 2013

Thought for the Day - 16th May 2013 (Thursday)

The mind must become bhakthimaya (saturated with devotion to God). The intelligence must be transformed into Jnana (divine knowledge). The body must be a willing and efficient instrument for the practice of righteousness. Such a life is indeed the crown and glory of humanity. The rest are merely contaminated, contained and caged lives! So sadhana (spiritual endeavours) alone makes life worth while; the rest are like froth which is fake and momentary. Join the company of the good, the striving, the yearning spiritual aspirants and you will soon reach the stage of peace within and harmony without.

Pikiran harus menjadi bhakthimaya (dipenuhi dengan pengabdian kepada Tuhan). Intelegensi harus diubah menjadi Jnana (pengetahuan ilahi). Badan jasmani harus menjadi instrumen yang efisien untuk mempraktikkan kebenaran. Menjalani kehidupan yang seperti itu, adalah mahkota dan kemuliaan manusia. Yang lainnya hidup seperti terkontaminasi dan berada dalam kurungan! Jadi hanya dengan sadhana (usaha-usaha spiritual) membuat hidup menjadi bernilai; usaha-usaha yang lainnya palsu dan bersifat sementara. Engkau hendaknya mencari pergaulan yang baik, berjuang di jalan spiritual, dan senantiasa merindukan untuk berjalan di jalan spiritual, dengan demikian engkau akan mencapai kedamaian dan harmoni.

-BABA

Wednesday, May 15, 2013

Thought for the Day - 15th May 2013 (Wednesday)



Just as you attend to the needs of the body regularly, feeding it three times a day to keep it in good running condition, so too spend some time regularly to keep your inner consciousness in good trim. Spend one hour in the morning, another at night and the third in the early hours of the dawn (the Brahma Muhurtha) for japam (contemplation) and meditation on the Lord. You will find great peace descending upon you and new sources of strength welling up within as you progress in this spiritual practice (Sadhana). After sometime, the mind will dwell on the Name, wherever you are and whatever you are engaged in. Peace and Joy will become your inseparable companions.

Sama seperti engkau yang memerlukan kebutuhan badan jasmani secara teratur seperti makan tiga kali sehari untuk tetap menjaga badan dalam kondisi yang baik, demikian juga engkau hendaknya meluangkan waktu secara teratur untuk menjaga kesadaran batin-mu tetap dalam keadaan baik. Engkau hendaknya memanfaatkan satu jam di pagi hari, di malam hari dan di awal fajar (Brahma Muhurtha) untuk melakukan japam (kontemplasi) dan meditasi pada Tuhan. Engkau akan menemukan kedamaian yang luar biasa dan mendapatkan sumber kekuatan baru yang mengalir dalam dirimu karena engkau maju dalam praktik spiritual (Sadhana). Setelah beberapa waktu, pikiranmu  akan merenungkan Nama Tuhan, di manapun engkau berada dan apa pun yang engkau lakukan. Kedamaian dan kebahagiaan akan menjadi sahabatmu yang tak terpisahkan.
-BABA

Tuesday, May 14, 2013

Thought for the Day - 14th May 2013 (Tuesday)



Krishna was born in Gokul, grew up in Brindavan, ruled over Mathura and later Dwaraka, what does that signify? The mind is the Gokul where He was born. He is born to everyone, even today, whoever has taken to a spiritual path. The heart is the Brindavan where He grows. He grows in every heart, where Divine Love develops and expands. Your Intellect (Chitha) is where He begins His rule, and the Nirvikalpa stage (the state of absolute oneness) is the Dwaraka where He firmly establishes Himself as the reigning monarch. Make your thirst and devotion for the Lord grow through these stages, and you will be saving yourself.

Krishna dilahirkan di Gokul, dibesarkan di Brindavan, memerintah di Mathura dan kemudian Dwaraka, apa artinya ini? Pikiran adalah Gokul dimana Beliau dilahirkan. Beliau lahir untuk semua orang, bahkan saat ini, siapa pun yang telah mengambil jalan spiritual. Hati adalah Brindavan dimana Beliau tumbuh. Beliau tumbuh di setiap hati, di mana Cinta-kasih Ilahi berkembang dan luas. Intelekmu (Chitha) adalah di mana ketika Beliau memulai pemerintahan-Nya, dan tahap Nirvikalpa (tahap kesatuan mutlak) adalah Dwaraka dimana Beliau tegas menetapkan diri sebagai raja yang berkuasa. Buatlah kehausanmu dan pengabdian pada Tuhan tumbuh melalui tahapan-tahapan ini, dan engkau akan menyelamatkan dirimu sendiri.
-BABA

Monday, May 13, 2013

Thought for the Day - 13th May 2013 (Monday)

The poet Kalidasa once said, “I would get liberation, as soon as I go”, implying, liberation is achieved as soon as the ego disappears. For then one would shine in his native splendour, as the indestructible Atma. The ‘I’ when crossed out becomes the symbol of the cross. So what is crucified is the ego. Once this happens, the Divine nature spontaneously manifests itself unhampered. The ego is most easily destroyed by devotion, by dwelling on the magnificence of the Lord. You can call Him by any name, for all names are His. Select the Name and Form that best appeals to you. That is why Sahasranamas (thousand names of the Lord) are composed for the various forms of God; you have the freedom and the right to select any one of the thousand.

Penyair Kalidasa pernah berkata, "Saya akan mendapatkan pembebasan, begitu saya pergi", ini menyiratkan, pembebasan dicapai secepat ego menghilang. Selanjutnya seseorang akan memancarkan kemuliaannya, dapat diibaratkan seperti Atma yang tidak bisa dihancurkan. 'I' bila disilangkan hasilnya menjadi tanda silang. Jadi apa yang sebenarnya disilangkan tersebut adalah ego. Setelah ini terjadi, sifat Ilahi spontan memanifestasikan dirinya tanpa terhalangi oleh apapun. Ego paling mudah dihancurkan dengan pengabdian dan dengan merenungkan keagungan Tuhan. Engkau dapat memanggil-Nya dengan Nama apapun, karena semua Nama adalah milik-Nya. Pilihlah Nama dan Wujud Tuhan yang paling menarik bagimu. Itulah sebabnya Sahasranamas (ribuan nama Tuhan) diciptakan untuk berbagai Wujud Tuhan; engkau memiliki kebebasan dan hak untuk memilih salah satu dari ribuan Nama Tuhan tersebut.
-BABA

Sunday, May 12, 2013

Thought for the Day - 12th May 2013 (Sunday)

You can understand Radha only if you can fathom the depth of her thirst for Krishna. Radha believed that Krishna is the Aadhar (basis). She performed Araadh (worship) in a continuous Dhara (stream). In fact she is Prakrithi (nature), another form of the Lord Himself. How can those, who are full of evil tendencies and impulses grasp that relationship? The recitation of the Name of the Lord is the best method for cleansing the mind of all these evil impulses. If you have pure and steady faith in the Lord, He will provide for you, not just food, but the nectar of immortality itself. You have the potential in you to make Him grant you that boon.

Engkau dapat memahami Radha hanya jika engkau bisa memahami kedalaman dahaganya untuk Sri Krishna. Radha percaya bahwa Krishna adalah Aadhar (landasan/dasar bagi semuanya). Dia melakukan Araadh (ibadah) dalam Dhara (aliran) secara terus-menerus. Walaupun dia adalah Prakrithi, bentuk lain dari Tuhan sendiri. Bagaimana mereka, yang penuh dengan kecenderungan dan dorongan-dorongan yang tidak baik dapat memahami hubungan itu? Pengulangan Nama Tuhan adalah metode terbaik untuk memurnikan pikiran dari semua dorongan hati yang tidak baik. Jika engkau memiliki keyakinan yang murni dan mantap pada Tuhan, Beliau akan menyediakan, bukan hanya makanan, tetapi nektar keabadian. Engkau memiliki potensi/kekuatan dalam dirimu untuk membuat Beliau memberikan kepadamu anugerah itu.

-BABA

Saturday, May 11, 2013

Thought for the Day - 11th May 2013 (Saturday)

The Lord is the Kalpatharu (the divine wish fulfilling tree) who gives whatever is asked for. But you have to go near the tree and wish for the thing you want. The atheist is the person who keeps far away from the tree. The theist is the one who has come near. The tree does not make any distinction – it grants boons to all. The Lord will not punish or take revenge if you do not recognize Him or revere Him. Earn the right to approach the Lord without fear and the right to ask for your heritage. You must become so free that praise will not emanate from you when you approach the Lord. Praise is a sign of distance and fear.

Tuhan adalah Kalpatharu (Pohon Ilahi yang dapat memenuhi keinginan) yang memberikan apa yang diminta. Tetapi engkau harus menuju ke dekat pohon dan memohon apa yang engkau inginkan. Ateis adalah orang yang berada jauh dari pohon tersebut. Teis adalah orang yang sudah dekat dengan pohon tersebut. Pohon itu tidak membuat perbedaan apapun - ia memberikan anugerah kepada semuanya. Tuhan tidak akan menghukum atau membalas dendam walaupun engkau tidak menyadari keberadaan-Nya atau tidak menghormati-Nya. Engkau berhak untuk mendekati Tuhan tanpa rasa khawatir dan berhak untuk meminta warisan-mu. Engkau seharusnya tidak terikat pada pujian/mengagung-agungkan dirimu sendiri ketika engkau mendekati Tuhan, karena itu adalah tanda bahwa engkau jauh dari Tuhan dan memiliki rasa khawatir.

-BABA

Friday, May 10, 2013

Thought for the Day - 10th May 2013 (Friday)

If you have the ear, you can hear 'Om' in every sound announcing to you the Lord's presence. The bell in temples is intended to convey the ‘Om’ as the symbol of the Omnipresent God. When the bell sounds, the Godhead within you will awaken and you will be aware of His Presence. The jeevi (individual soul) has come in with a dress (body), like a pilgrim on a visit to a holy place. The jeevi must have a guide who will show the sacred spots and help fulfil the pilgrimage. That guide is the Lord Himself and the guide books are the Vedas, Upanishads and other scriptures. The essence of the scriptures lies in this one rule: Repeat the name of the Lord, keeping His Glow always before the mind.

Jika engkau memiliki telinga, engkau dapat mendengar 'Om' dalam setiap suara yang memberitahukan kepadamu kehadiran Tuhan. Lonceng di kuil-kuil dimaksudkan untuk menyampaikan 'Om' sebagai simbol Tuhan yang omnipresent (ada dimana-mana).  Ketika bel berbunyi, Ketuhanan dalam dirimu akan terbangun dan engkau akan menyadari kehadiran-Nya. Jeevi (jiwa individu) telah datang dengan pakaian (badan jasmani), dapat diibaratkan seperti para peziarah yang mengunjungi tempat suci. Jeevi harus memiliki panduan yang akan menunjukkan dimana tempat suci dan membantu memenuhi segala sesuatu dalam perjalanan suci tersebut. Panduan tersebut adalah Tuhan sendiri dan buku panduannya adalah Weda, Upanishad dan kitab-kitab suci lainnya. Inti dari kitab-kitab suci terletak pada aturan yang satu ini: Ucapkan Nama Tuhan secara berulang-ulang, dan jagalah Cahaya-Nya selalu dalam pikiran.
-BABA

Thursday, May 9, 2013

Thought for the Day - 9th May 2013 (Thursday)

The thirst for worldly goods can never be allayed; trying to satisfy it makes it only more acute. Thirst can never be quenched by drinking salt water, which is the objective world. Human desire is illimitable, without end. It makes you pursue the mirage in the desert, it makes you build castles in the air, it breeds discontent and despair once you succumb to it. But develop thirst (thrishna) for Krishna, and you will discover the cool spring of bliss within you. The name of Krishna makes you strong and steady, it is sweet and sustaining. Whoever has the thirst, Krishna will quench it; whoever calls on Him in the agony of that thirst, Krishna, the rain-cloud, will answer that call and appear.

Rasa haus untuk benda-benda duniawi tidak dapat dihilangkan; berusahalah untuk memuaskannya. Rasa haus tidak akan bisa dihilangkan dengan minum air asin, yang mana merupakan objek-objek duniawi. Keinginan manusia adalah tak terbatas, tanpa akhir. Ini membuat engkau mengejar fatamorgana di padang pasir, membuat engkau membangun istana di udara, melahirkan ketidakpuasan dan keputusasaan ketika engkau tidak mendapatkannya. Tetapi kembangkanlah rasa haus (Thrishna) untuk Krishna, dan engkau akan menemukan musim semi kebahagiaan yang sejuk dalam dirimu. Nama Krishna membuatmu kuat dan mantap, simpanlah selalu Nama Krishna yang manis di lidah secara terus-menerus. Barangsiapa yang memiliki kehausan pada-Nya, Krishna akan memuaskannya, siapa pun meminta-Nya dalam kehausan yang mendalam, Krishna, awan-hujan, akan muncul dan menjawab panggilan itu.

-BABA

Wednesday, May 8, 2013

Thought for the Day - 8th May 2013 (Wednesday)

Many social workers visit hospitals to do service. Most of the work done, like fanning patients, writing letters for them and singing bhajans, appears mechanical. It is done as that is what is defined as service and done without paying heed to what the patient really needs! That is incorrect. Service must be done with the full cooperation of the mind, gladly, intelligently, and and reverentially. The patient should not feel disgusted at the fussiness of the social worker, but indeed look forward to their arrival, as that of someone near and dear! If you do not like one type of service, do not engage in it. Do not burden your mind by the unpleasantness of a task. Work done mechanically is like the flame of an oil-less wick. Your mental enthusiasm is the oil, pour it and the lamp will burn clear and long.

Banyak pekerja sosial mengunjungi rumah sakit untuk melakukan pelayanan. Sebagian besar pekerjaan dilakukan, seperti mengipasi pasien, menulis surat untuk mereka dan menyanyikan lagu-lagu bhajan, yang dilakukan secara mekanis. Hal ini dilakukan karena tindakan itu didefinisikan sebagai pelayanan dan dilakukan tanpa mengindahkan apakah pasien benar-benar membutuhkannya! Itu tidaklah benar. Pelayanan harus dilakukan dengan kerja sama penuh dari pikiran, dengan senang hati, dengan cerdas, dan rasa hormat. Pasien tidak perlu merasa benci pada kecerewetan dari pekerja sosial, tetapi memang menantikan kedatangan mereka, seperti yang dilakukan oleh seseorang yang dekat dan menyayangi mereka! Jika engkau tidak menyukai salah satu jenis pelayanan, janganlah terlibat di dalamnya. Jangan membebani pikiranmu dengan ketidaknyamanan melakukan pekerjaan itu. Pekerjaan yang dilakukan secara mekanis dapat diibaratkan seperti lampu minyak yang kekurangan minyak. Antusiasme mentalmu adalah minyak, tuangkankanlah itu dan lampu akan menyala terang dan lama.
-BABA

Tuesday, May 7, 2013

Thought for the Day - 7th May 2013 (Tuesday)

All beings have to do actions (Karma), it is an universal inescapable obligation. Some feel that only meritorious acts or sinful acts are entitled to be called karma, but your very breathing is karma. There are physical, mental and spiritual karmas and doing each one of these for the good of the Self is called dedication. Do not waste a single moment of your life, for time is the body of God. He is known as Kaalaswarupa (of the Form of Time). It is a crime to misuse time or to waste it in idleness. Like the force of gravitation which drags everything down, the pull of sloth (Thamoshakthi) will drag you relentlessly down. So you must be ever on the watch, be ever active.

Semua makhluk harus melakukan tindakan (Karma), ini merupakan kewajiban universal yang tak terhindarkan. Beberapa  orang merasa bahwa hanya tindakan yang terpuji (perbuatan baik) atau perbuatan dosa yang disebut karma, tetapi bernapas-pun merupakan karma. Ada berbagai jenis karma yaitu karma fisik, mental dan spiritual dan melakukan masing-masing ini untuk kebaikan disebut dengan dedikasi/pengabdian. Janganlah menyia-nyiakan setiap kesempatan dalam hidupmu, karena waktu adalah badan Tuhan. Beliau dikenal sebagai Kaalaswarupa (Perwujudan dari Sang Waktu). Adalah merupakan suatu dosa jika menyalahgunakan waktu atau menyia-nyiakan waktu dalam kemalasan. Dapat diibaratkan seperti gaya gravitasi yang menarik semuanya, tarikan kemalasan (Thamoshakthi) akan menarikmu ke bawah tanpa henti. Jadi, engkau harus senantiasa berjaga-jaga dan senantiasa aktif.
-BABA