Sunday, May 31, 2020

Thought for the Day - 31st May 2020 (Sunday)

Our first task is to recognise our duty. We should not keep thinking whether it will lead to victory or failure. It is one’s duty to make an attempt; the success or failure of the attempt should be left to God. If we develop this attitude, we will not be troubled by successes or failures. All students want to succeed in their examinations. They must recognise that the effort (sadhana) is more important than success itself. More than dreaming that you should succeed, it is very important for you to put in your effort. Ask yourself: You desire great results, but are you putting in appropriate efforts? If you put in appropriate effort, then, you need not worry about the result. Even if by some bad luck you do not get what you desired, you need not feel sorry for it, because you did put in your efforts! Develop this mental stability and equal-mindedness through which you neither feel elated nor depressed. 


Tugas kita yang pertama adalah menyadari kewajiban kita. Kita seharusnya tidak terus berpikir apakah kewajiban ini akan menuju pada keberhasilan atau kegagalan. Merupakan kewajiban seseorang untuk melakukan sebuah usaha; keberhasilan atau kegagalan dari usaha itu seharusnya diserahkan kepada Tuhan. Jika kita mengembangkan sikap ini, kita tidak akan diganggu oleh keberhasilan atau kegagalan. Semua pelajar ingin berhasil di dalam ujian mereka. Mereka harus menyadari bahwa usaha (sadhana) adalah lebih penting daripada sukses itu sendiri. Melebihi daripada sekedar bermimpi bahwa engkau seharusnya berhasil, adalah sangat penting bagimu untuk berusaha. Tanyakan kepada dirimu sendiri: engkau menginginkan hasil yang sangat besar, namun apakah engkau memberikan usaha yang sesuai? Jika engkau memberikan usaha yang sesuai, kemudian engkau tidak perlu cemas dengan hasilnya. Bahkan jika karena kesialan engkau tidak mendapatkan seperti apa yang engkau inginkan, engkau tidak perlu cemas akan hal ini, karena engkau sudah melakukan usaha! Kembangkan stabilitas batin dan ketenangan pikiran ini sehingga engkau tidak akan merasa gembira atau tertekan. (Ch 21, Summer Showers 1978)

-BABA

Saturday, May 30, 2020

Thought for the Day - 30th May 2020 (Saturday)

When you pursue victory and wealth, remind yourself that they are shadows, not substantial things. When the Sun is behind you, can you ever reach your shadow even if you pursue it for millions of years? Never, your shadow flees faster and will always be beyond your reach. Instead, turn toward the Sun and proceed! Then, watch what happens. The shadow falls behind and follows your footsteps like a slave! Remember, shadow is the symbol of worldly illusion (maya)! As long as you follow worldly illusion, Madhava (God) is ignored and is out of sight. You cannot win His vision and grace and will ever remain in bondage, caught up in the coils of birth and death. From this atmosphere of dependence, sincerely endeavour to release yourself. Without realising your bondage, if all of your efforts are directed to the acquisition of sensual pleasures, it is a sure sign of rank ignorance. Instead use all your skill and energy to free yourselves! 


Ketika engkau mengejar kemenangan dan kekayaan, ingatkan dirimu sendiri bahwa keduanya itu adalah bayangan dan bukan hal yang bersifat mendasar atau penting. Ketika matahari ada di belakangmu, dapatkah dirimu mengejar bayanganmu bahkan jika mengejarnya selama jutaan tahun? Tidak pernah, bayanganmu berjalan lebih cepat dan akan selalu di luar jangkauanmu. Sebaliknya, berbaliklah ke arah matahari dan terus berjalan! Kemudian, perhatikan apa yang terjadi. Bayangan itu jatuh di belakangmu dan mengikuti jejak kakimu seperti halnya seorang budak! Ingatlah, bayangan adalah simbol dari khayalan duniawi (maya)! Selama engkau mengikuti bayangan duniawi, Madhava (Tuhan) diabaikan dan tidak terlihat. Engkau tidak bisa mendapatkan pandangan dan rahmat Tuhan dan akan tetap dalam perbudakan, terjebak dalam siklus kelahiran dan kematian. Dari keadaan ketergantungan ini, berusahalah dengan sungguh-sungguh untuk membebaskan dirimu. Tanpa menyadari perbudakanmu, jika semua usahamu diarahkan untuk mendapatkan kesenangan sensual, dan ini adalah tanda pasti tingkat kebodohan. Sebaliknya gunakan semua keahlian dan energimu untuk membebaskan dirimu! (Vidya Vahini, Ch 9)

-BABA

Friday, May 29, 2020

Thought for the Day - 29th May 2020 (Friday)

Praise and blame appear to be contradictory to each other, but they are not! That which takes you to a respectable position will also bring you down! As you are being praised, blame is growing along. When we dig a well, a heap of mud will also grow alongside. The deeper we go into the well, the higher will the accumulated mound be. We think that the hole, which corresponds to the deep well, is blame while the heap corresponds to praise. But when we put the heap of mud into the well, it gets closed. The mud from the well and the mud in the heap are the same. Once we realise that this is so, we will not be afraid of criticism or blame. We will develop an equal-minded attitude for praise and blame. Some people will look at the depth of the well while others look at the height of the mound. The correct attitude will be to look at both with the same mind. Only then will one be able to progress along the sacred path. 


Pujian dan celaan kelihatan muncul saling bertentangan, namun ternyata tidak! Apa yang membuatmu mendapatkan posisi yang terhormat, hal ini juga akan menjatuhkanmu! Saat engkau sedang dipuji, celaan akan terus bertambah. Ketika kita menggali sebuah sumur, timbunan lumpur juga semakin bertumpuk di samping kita. Semakin dalam kita menggali sumur, maka semakin tinggi akumulasi tumpukan dari timbunan itu. Kita berpikir bahwa lubang dalam yang berhubungan dengan sumur adalah celaan sementara timbunan lumpur adalah pujian. Namun ketika kita menaruh timbunan lumpur ke dalam sumur, maka sumur itu akan tertutup. Lumpur yang berasal dari sumur dan lumpur yang ada dalam timbunan adalah sama. Saat engkau menyadari hal ini, kita tidak akan takut dengan celaan atau kritikan. Kita akan mengembangkan sikap pikiran yang sama pada pujian dan celaan. Beberapa orang akan melihat kedalaman pada sumur sedangkan yang lainnya memandang ketinggian timbunan lumpur. Sikap yang benar terdapat pada memandang keduanya dengan pikiran yang sama. Hanya dengan demikian seseorang akan mampu maju sepanjang jalan yang suci. (Ch 21, Summer Showers 1978)

-BABA

Thursday, May 28, 2020

Thought for the Day - 28th May 2020 (Thursday)

When what really exists is only One, there is no room for any difference in attitudes. The same life force that is present in an elephant is also present in a dog or in a cow. Since this life force present in all jivas is one and the same, we observe that everything is an aspect of the divine. So long as you have the feeling of ownership or keep saying, “Mine, Mine, Mine,” you will not have a chance to observe things other than yours. As long as you have this attitude you will never be able to understand what is not yours. On the day when you give up this idea, you will really understand this aspect of equanimity. You must reduce your attachment to things. So long as jealousy and ego are uppermost in your mind, God will be at a distance from you. When you are able to get rid of these qualities, God will come close to you. 


Ketika apa yang benar-benar ada hanyalah Satu, maka tidak ada ruang perbedaaan apapun dalam sikap. Kekuatan hidup yang sama ada pada seekor gajah adalah juga ada pada seekor anjing atau seekor sapi. Oleh karena kekuatan hidup ini ada di dalam semua jiva adalah satu dan sama, kita melihat bahwa segala sesuatu adalah aspek ketuhanan. Selama engkau masih memiliki rasa kepemilikan dan tetap berkata, “milikku, milikku, milikku,” engkau tidak akan memiliki sebuah kesempatan untuk melihat hal-hal yang lain selain milikmu. Selama engkau memiliki sikap ini engkau tidak pernah mampu memahami apa yang bukan milikmu. Pada satu hari ketika engkau melepaskan pandangan ini, engkau akan siap untuk mengerti aspek ketenangan hati. Engkau harus mengurangi keterikatanmu pada hal-hal ini. Selama rasa kecemburuan dan ego adalah terpenting di dalam pikiranmu, Tuhan akan berada jauh darimu. Ketika engkau mampu melenyapkan sifat-sifat ini, Tuhan akan berada dekat denganmu. (Ch 21, Summer Showers in Brindavan 1978)

-BABA

Thought for the Day - 27th May 2020 (Wednesday)

The union in yoga is between dharma (righteousness) and Divinity. The more such evils as lust and anger breed in a person, the greater the diminution of the divinity. That is to say, faith in the Atma will decline fast, as the evils develop. Faith is all important, faith in one’s reality being the Atma — that is the real spiritual knowledge (vidya). When lust, anger, etc., diminish and disappear, faith in the Atma and in the rightness of spiritual inquiry will grow and get confirmed. Non-attachment is the very foundation for attaining awareness of Brahman (Brahma-jnana), the Universal Absolute. Even for a small structure, the foundation has to be stable and strong, or else it will pretty soon fall as a heap. When a garland has to be made, we need a string, a needle and flowers, don’t we? So too, when spiritual wisdom has to be won, devotion (the string), non-attachment (the needle), and steady single-pointedness (flowers) are essential. 


Kemanunggalan dalam yoga adalah diantara dharma (kebajikan) dan ketuhanan. Semakin banyak sifat jahat seperti nafsu berahi dan kemarahan berkembang biak di dalam diri seseorang, semakin besar penyusutan kualitas ketuhanan. Dengan kata lain, keyakinan pada Atma akan merosot dengan cepat, saat sifat jahat berkembang. Keyakinan sangatlah penting, keyakinan pada kenyataan diri yang sejati yaitu Atma — itu adalah pengetahuan spiritual yang sejati (vidya). Ketika nafsu berahi, kemarahan, dsb, hilang dan lenyap maka keyakinan pada Atma dan kebenaran pada penyelidikan spiritual akan tumbuh dan dimantapkan. Tanpa keterikatan adalah sangat mendasar untuk mencapai kesadaran Brahman (Brahma-jnana), yang bersifat universal absolut. Bahkan untuk bangunan kecil, pondasi haruslah kuat dan stabil, atau jika tidak demikian maka segera bangunan itu cepat roboh. Ketika sebuah kalung bunga dibuat, kita memerlukan sebuah benang, jarum dan bunga bukan? Begitu juga, ketika kita ingin mendapatkan kebijaksanaan spiritual, maka bhakti adalah benangnya, tanpa keterikatan adalah jarumnya dan konsentrasi yang mantap adalah bunganya dan semuanya itu adalah bersifat mendasar. (Vidya Vahini, Ch 9)

-BABA

Tuesday, May 26, 2020

Thought for the Day - 26th May 2020 (Tuesday)

The benefit we can derive from anything is directly proportional to the faith we place in it. From adoration of gods, pilgrimages, chanting mantras, or resorting to doctors, we derive benefits only according to the measure of our faith. For the growth of faith and for the fostering of understanding, an essential requirement is purity of the heart, of the very base of thought (the kshetra), and of the level of consciousness (chittha). Without this purity, the sudden effort of self-inquiry or investigation into the self-existent Atma, while in the midst of diverse worldly and material entanglements, will be rendered fruitless, since it will not stem from an eager will. The consciousness (chittha) must first be withdrawn from the objective world (prapancha) and turned inward toward the awareness of the Atma. Seeds can sprout fast only when planted in a well-ploughed land. So too, the seed of Atmic wisdom can sprout in the heart-field (hridaya-kshetra) only when it has undergone the necessary refining process. 


Keuntungan yang dapat kita peroleh dari apapun adalah berbanding lurus dengan keyakinan yang tempatkan di dalamnya. Mulai dari pemujaan kepada Tuhan, melakukan perjalanan suci, melantunkan mantra, atau berobat ke dokter, kita hanya mendapatkan keuntungan sesuai dengan ukuran dari keyakinan kita. Untuk pertumbuhan keyakinan dan untuk mengembangkan pemahaman, syarat mendasar yang diperlukan adalah kesucian hati, kesucian pikiran (kshetra), dan tingkat kesadaran (chittha). Tanpa adanya kesucian ini, usaha yang tiba-tiba dalam penyelidikan diri atau penyelidikan pada jati diri yaitu Atma, ketika sedang berada ditengah-tengah berbagai keterlibatan duniawi dan materi, akan menjadi sia-sia belaka karena tidak timbul dari hasrat yang kuat. Kesadaran (chittha) pertama-tama harus ditarik dari dunia yang kasat mata ini (prapancha) dan mengarahkannya ke dalam diri menuju pada kesadaran Atma. Benih hanya dapat berkembang dengan cepat hanya ketika ditanam di atas tanah yang telah digemburkan dengan baik. Begitu juga, benih kebijaksanaan Atma dapat berkembang di ladang hati (hridaya-kshetra) hanya ketika benih itu mengalami proses pemurnian yang diperlukan. (Vidya Vahini, Ch 9)

-BABA

Monday, May 25, 2020

Thought for the Day - 25th May 2020 (Monday)

Your nature is revealed by your acts, gestures, looks, speech, food habits, dress and gait. Therefore pay attention to ensure that your speech, movements, thoughts, behaviour are all right — full of love, pure (satwic), and devoid of wildness and waywardness. Eating food is a holy ritual (yajna). It should not be performed during moments of anxiety or emotional tension. Food must be considered as medicine for the illness of hunger and as the sustenance of life. You must develop the humility to believe that you have much good to learn from others. Your enthusiasm, your strong ambition, your resolution, your capacity to work, your store of knowledge, your wisdom — these have to be related to all others and not utilised for you alone. Your heart should take all others in. Your thoughts too should be patterned on broad lines. Treat each trouble you encounter as a fortunate opportunity to develop your strength of mind and to toughen you with greater strength. 


Sifat atau karaktermu terungkap oleh kelakuanmu, gerak-gerik, pandangan, pembicaraan, kebiasaan makan, pakaian, dan gaya berjalanmu. Maka dari itu berikan perhatian untuk memastikan bahwa perkataan, pergerakan, pikiran, tingkah lakumu semuanya adalah benar yaitu penuh dengan kasih, kesucian (satwik), dan menghindari kebuasan dan ketidakpatuhan. Menikmati makanan adalah sebuah ritual yang suci (yajna). Hal ini seharusnya tidak dilakukan pada saat perasaan cemas atau tegang dan penuh emosi. Makanan harus dianggap sebagai obat bagi penyakit rasa lapar dan sebagai penopang hidup. Engkau harus mengembangkan kerendahan hati untuk yakin bahwa engkau telah belajar banyak hal-hal baik dari yang lainnya. Semangatmu, ambisimu yang kuat, kebulatan tekadmu, kapasitasmu bekerja, pengetahuan, dan kebijaksanaanmu – semuanya ini harus digunakan untuk semua orang dan tidak hanya untuk dirimu sendiri saja. Engkau harus merangkul semuanya di dalam hatimu. Pikiranmu juga harus bersifat luas. Perlakukan setiap masalah yang engkau hadapi sebagai sebuah kesempatan yang baik untuk mengembangkan kekuatan pikiranmu dan menguatkanmu dengan kekuatan yang lebih besar. (Vidya Vahini, Ch 8)

-BABA

Thought for the Day - 24th May 2020 (Sunday)

Islam means surrender to God. Islam teaches that God's grace can be won through justice and righteous living; wealth, scholarship and power cannot earn it. Pure Love alone pleases the Lord. Islam insists on full co-ordination between thought, word and deed. Really speaking, all those who live in a spirit of surrender and dedication, and in peace and harmony, follow Islam. Muslim holy sages have emphasised that we must inquire into the validity of the 'I', which feels it is the body, and the 'I' which feels it is the mind and reach the conclusion that the real 'I' is the Self, yearning for the Omniself, God. The Ramzan month, fast and prayers are designed to awaken and manifest this realisation. Every religion emphasises on unity, harmony and equal-mindedness. Therefore cultivate love, tolerance and compassion, and demonstrate this truth in your daily living. This is the message I give you with My Blessings. 


Islam berarti berserah diri kepada Tuhan. Islam mengajarkan bahwa rahmat Tuhan dapat diraih melalui keadilan dan hidup yang baik; kekayaan, kesarjanaan, dan kekuasaan tidak bisa mendapatkan rahmat Tuhan. Hanya kasih suci yang dapat menyenangkan Tuhan. Islam menekankan pada koordinasi yang penuh diantara pikiran, perkataan, dan perbuatan. Berbicara sesungguhnya, mereka yang hidup dalam berserah diri dan dedikasi, serta dalam kedamaian dan keharmonisan adalah mereka yang mengikuti Islam. Orang-orang suci dalam Muslim telah menekankan bahwa kita harus menyelidiki ke dalam kebenaran tentang 'aku', yang mana mengarah pada tubuh, dan 'aku' yang mengarah pada pikiran dan mencapai kesimpulan bahwa ‘aku’ yang sesungguhnya adalah Jati Diri, kerinduan pada Diri yang Sejati yaitu Tuhan. Bulan Ramadhan, puasa dan ibadah adalah dimaksudkan untuk membangkitkan dan mewujudkan tujuan ini. Setiap agama menekankan pada kesatuan, keharmonisan, dan kedamaian pikiran. Maka dari itu, tingkatkan kasih, toleransi, dan welas asih, serta tunjukkan kebenaran ini di dalam hidupmu sehari-hari. Ini adalah pesan yang Aku berikan padamu dengan rahmat-Ku. (Divine Discourse, Jul 12, 1983)

-BABA

Saturday, May 23, 2020

Thought for the Day - 23rd May 2020 (Saturday)

The month of Ramzan is dedicated to the holy task of remembering and practicing the teachings of Hazrat Muhammad to attain that stage of unity and purity which is truly Divine. Islam gives importance to the Moon which regulates the months. With the darshan (sighting) of the New Moon, Ramzan fast begins and when the New Moon is seen again, the fast ends. 'Fast' is not merely desisting from food and drink, it is subjecting the body, senses and mind to rigorous discipline. Fast begins at sunrise and is broken only after sunset. Waking early at four, prayer begins, and throughout the day, constant presence of God is sought to be experienced. This is the meaning of Upavasa (fast). During the Ramzan month, rivalry is avoided, hatred is suspended, and all follow the same spiritual regimen with an atmosphere of brotherhood. The Quran emphasises that all should cultivate the sense of unity, of interdependence, of selfless love and of the immanence of the Divine. 


Bulan Ramadhan didedikasikan pada tugas suci dalam mengingat dan menjalankan ajaran Nabi Muhammad untuk mencapai tahapan kesatuan dan kesucian yang mana merupakan Tuhan yang sesungguhnya. Islam memberikan perhatian tentang pentingnya planet Bulan yang mengatur setiap bulannya. Dengan darshan (penglihatan) dari Bulan baru, puasa Ramadhan dimulai dan ketika Bulan baru dilihat kembali puasa selesai. 'Puasa' tidak hanya melulu pada berhenti makan dan minum, ini adalah tentang menundukkan tubuh, indera dan pikiran dengan disiplin yang ketat. Puasa dimulai saat matahari terbit dan dibuka hanya setelah matahari terbenam. Bangun pagi lebih awal di jam empat pagi, doa dimulai dan selama sepanjang hari kehadiran Tuhan secara terus menerus dicari untuk dapat dialami. Ini adalah makna dari Upavasa (puasa). Selama bulan Ramadhan, persaingan dihindari, kebencian ditangguhkan dan semua mengikuti aturan hidup yang sama dalam suasana persaudaraan. Al-Quran menekankan bahwa semua seharusnya meningkatkan rasa persatuan, saling ketergantungan, kasih yang tanpa pamrih dan Tuhan yang bersemayam di dalam diri. (Divine Discourse, Jul 12, 1983)

-BABA

Friday, May 22, 2020

Thought for the Day - 22nd May 2020 (Friday)

Spiritual learning (vidya) instructs you to remember yourself first. After transforming yourself, try to reform others: that is the advice offered by spiritual knowledge. The delusive attachment to the objective world can be uprooted by means of selfless service rendered as worship to the Lord. Devotion to the motherland, love of the motherland — these are to be reckoned as far less than love and devotion towards all mankind. Genuine spiritual devotion (bhakti) is characterised by love for all, at all times, everywhere. The characteristic of nature is “to manifest as manifold”; the characteristic of the Divine is “to absorb into unity”. So, those who dislike or hate another or demean and denigrate another are indeed fools, for they thereby dislike, hate, demean or denigrate only themselves! But they are unaware of this truth. Spiritual knowledge instructs one to become established in this truth and demonstrate the underlying Divinity. 


Pembelajaran Spiritual (vidya) mengajarkanmu untuk mengingat dirimu sendiri terlebih dahulu. Setelah merubah dirimu sendiri, cobalah untuk memperbaiki yang lainnya: itu adalah nasihat yang diberikan oleh pengetahuan spiritual. Keterikatan delusif (bersifat khayal) pada benda-benda duniawi dapat dicabut dengan sarana pelayanan yang tanpa pamrih yang dilaksanakan sebagai pemujaan kepada Tuhan. Bhakti dan kasih kepada ibu pertiwi – kedua hal ini dianggap jauh kurang bernilai daripada kasih dan bhakti kepada seluruh manusia. Bhakti spiritual yang sejati dapat dikenali dengan kasih bagi semuanya, sepanjang waktu, dimana saja. Karakteristik dari alam adalah “untuk mewujud sebagai keanekaragaman”; karakteristik dari Tuhan adalah “menyerap semuanya dalam kesatuan”. Jadi, mereka yang tidak suka atau benci pada yang lainnya atau merendahkan dan mencemarkan nama baik orang lain sesungguhnya adalah orang yang bodoh, karena dengan demikian dia tidak menyukai, membenci, merendahkan, atau mencemarkan nama baiknya sendiri! Namun dia tidak menyadari kebenaran ini. Pengetahuan spiritual mengajarkan seseorang untuk memantapkan diri dalam kebenaran ini dan membuktikan ketuhanan yang mendasarinya. (Vidya Vahini, Ch 8)

-BABA

Thursday, May 21, 2020

Thought for the Day - 21st May 2020 (Thursday)

These days, listening to lectures and discourses has become just an itch, a craze. After hearing them once, people imagine they have known all. Don’t just listen, practice and experience. Do not rest content with merely listening to advice. What you have listened to must later be reflected upon, and what has thus been imprinted on the mind has later to be experienced and expressed in thought, word and deed. Only thus can the truth be a treasure in the heart; only then can it flow through the veins and manifest in full splendour through you. The real purpose of the search for truth is to liberate oneself. The yearning must be deep and persistent. The longing to know and experience the truth will then become a yoga, a process of union. 


Pada hari-hari ini, mendengarkan wacana dan ceramah telah menjadi hanya sebuah keinginan yang besar serta keranjingan. Setelah mendengarkan ceramah sekali, manusia membayangkan bahwa mereka telah mengetahui semuanya. Jangan hanya mendengarkan, namun praktikkan dan alami. Jangan bersantai puas dengan sekedar mendengarkan wacana. Apa yang telah engkau dengarkan kemudian harus direnungkan dan apa yang telah terpatri di dalam pikiranmu selanjutnya dialami dan diungkapkan dalam pemikiran, perkataan, dan perbuatan. Hanya dengan demikian kebenaran dapat menjadi sebuah harta karun di dalam hati; kemudian menjiwai dirimu dan tampil dalam segala keindahannya melalui dirimu. Tujuan yang sejati dari pencarian kebenaran adalah untuk membebaskan diri. Kerinduan ini harusnya mendalam dan terus menerus. Keinginan untuk mengetahui dan mengalami kebenaran kemudian akan menjadi sebuah yoga, sebuah proses untuk manunggal. (Vidya Vahini, Ch 9)

-BABA

Wednesday, May 20, 2020

Thought for the Day - 20th May 2020 (Wednesday)

In the garden of the heart, one must plant and foster the rose of divinity, the jasmine of humility, and the champak of generosity. In the medicine chest of each student must be kept in readiness tablets of discrimination, drops of self-control, and the three powders: faith, devotion, and patience. By the use of these drugs, one can escape the serious illness called ignorance (ajnana). There are many destructive forces in the world, but, luckily, there are also, constructive forces. Students of spiritual learning should not turn into worshipers of bombs and mechanical contrivances (yantras). They must transform themselves into active individuals worshipping God (Madhava) and mantras. Authority and power are powerful intoxicants. They pollute and poison people and lead one to destruction. They breed misfortune. But spiritual knowledge will confer wholeness and good fortune on them. 


Di dalam kebun hati kita, seseorang harus menanam dan memelihara bunga mawar ketuhanan, bunga melati kerendahan hati, dan bunga cempaka kemurahan hati. Di dalam kotak obat-obatan, setiap pelajar harus selalu siaga dengan menyimpan kapsul kemampuan membedakan, obat tetes pengendalian diri, dan tiga jenis serbuk yaitu: keyakinan, bhakti, dan kesabaran. Dengan menggunakan obat-obatan ini, seseorang dapat melepaskan diri dari penyakit yang serius yang disebut dengan kebodohan (ajnana). Ada banyak kekuatan-kekuatan penghancur di dunia, namun untungnya ada juga kekuatan-kekuatan membangun. Para pelajar yang mempelajari spiritual seharusnya tidak berubah menjadi pemuja bom dan mesin (yantra). Mereka harus merubah diri mereka sendiri menjadi individu yang aktif dalam memuja Tuhan (Madhava) dan mantra. Kewenangan dan kekuatan adalah minuman keras yang sangat memabukkan. Keduanya ini mencemari dan meracuni manusia serta menuntun seseorang pada kehancuran, selain itu juga mengembangkan kesialan. Namun pengetahuan spiritual akan menganugerahkan kesempurnaan dan keberuntungan kepada manusia. (Vidya Vahini, Ch 8)

-BABA

Tuesday, May 19, 2020

Thought for the Day - 19th May 2020 (Tuesday)

Though three permanent ornaments are available for all in the form of charity for the hand, hearing God's glory for the ears and speaking the truth for the tongue, people are engaging themselves in the pursuit of all transient and useless worldly things. You should strive to achieve that by getting which everything else is achieved. The first step is to understand the link that connects any two individuals. It is nothing but love. It is on the basis of love that the entire society is closely knit. What is a country? It is not the land but the society that makes a country or a nation. When the nation is prosperous and progresses with healthy growth, the needs of the individuals are also fulfilled. The individual is dependent on society; one is born, brought up and sustained by society. Therefore, it is the duty of every individual to render selfless service for promoting the common welfare of society. 


Walaupun ada tiga perhiasan yang bersifat abadi yang tersedia bagi semuanya dalam bentuk derma untuk tangan, mendengarkan kemuliaan Tuhan untuk telinga, dan berbicara kebenaran untuk lidah, namun manusia melibatkan diri mereka dalam pengejaran semua yang bersifat sementara dan benda-benda duniawi yang tidak berguna. Engkau harus berusaha dengan keras untuk mendapatkan perhiasan abadi itu dimana dengan mendapatkannya maka segala sesuatu yang lainnya bisa didapatkan. Langkah pertama adalah memahami mata rantai yang menghubungan dua individu. Hal ini tiada lain adalah kasih. Atas dasar kasih dimana seluruh masyarakat dirajut dengan erat. Apa itu bangsa? Bangsa bukanlah tanah namun masyarakat yang membentuk bangsa atau sebuah negara. Ketika sebuah bangsa sejahtera dan makmur dengan pertumbuhan yang sehat, maka kebutuhan dari setiap individu juga terpenuhi. Setiap individu tergantung dari masyarakat; seseorang itu lahir, besar, dan dirawat oleh masyarakat. Maka dari itu, merupakan kewajiban dari setiap individu untuk melakukan pelayanan tanpa pamrih dalam meningkatkan kesejahteraan bersama masyarakat. (Divine Discourse, Apr 11, 1994)

-BABA

Monday, May 18, 2020

Thought for the Day - 18th May 2020 (Monday)

As children of the earth, people should learn the lesson of tyaga (selfless activity) from Mother Earth. Without sacrifice, it is difficult to sustain life itself. Some say knowledge is valuable. But character is more valuable than knowledge. One may be a learned scholar, one may hold high positions of authority, one may be very wealthy or be an eminent scientist, but if one has no character all the other acquisitions are of no use at all. Sacrifice, love, compassion and forbearance are the sterling human qualities that should be fostered, shedding jealousy, hatred, ego and anger, which are animal qualities. What is the use of being born as a man and leading a life of birds and beasts? You should maintain equanimity in pleasure and pain, loss or gain. Without pain, you cannot enjoy pleasure. Sorrow is verily the royal road to joy. Sufferings are the stepping stones that lead man towards virtuous conduct. One should neither be elated by pleasure not dejected by pain. 


Sebagai anak-anak dari bumi, manusia seharusnya belajar pelajaran tentang tyaga (aktifitas tanpa mementingkan diri sendiri) dari ibu pertiwi. Tanpa pengorbanan, adalah sulit untuk menopang hidup itu sendiri. Beberapa orang mengatakan bahwa pengetahuan adalah berharga. Namun karakter adalah lebih berharga daripada pengetahuan. Seseorang mungkin adalah sarjana terpelajar, seseorang mungkin mendapatkan jabatan dengan kewenangan yang tinggi, seseorang mungkin sangatlah kaya atau menjadi ilmuwan yang terkenal, namun jika seseorang tidak memiliki karakter maka semua kemampuannya tadi menjadi tidak ada gunanya sama sekali. Pengorbanan, kasih, welas asih, dan ketabahan adalah kualitas manusia yang sejati yang harus dikembangkan, melemahkan rasa iri hati, kebencian, ego, dan amarah yang mana merupakan kualitas binatang. Apa gunanya lahir sebagai manusia dan menjalani hidup seperti unggas dan binatang buas? Engkau harus menjaga ketenangan hati di dalam kesenangan dan penderitaan, kerugian atau keuntungan. Tanpa penderitaan maka engkau tidak bisa menikmati kesenangan. Penderitaan sejatinya adalah jalan menuju suka cita. Penderitaan adalah batu loncatan yang mengarahkan manusia pada tingkah laku yang baik. Seseorang seharusnya tidak merasa gembira dengan kesenangan dan bersedih karena rasa sakit. (Divine Discourse, Apr 11, 1994)

-BABA

Sunday, May 17, 2020

Thought for the Day - 17th May 2020 (Sunday)

Just a few minutes of thought will convince anyone of the hollowness of earthly riches, fame or happiness. When you are affluent, everyone praises you; when the tank is full, hundreds of frogs croak all round. When the tank is dry, not a single one is around. A proverb states, if a corpse had a few jewels on it, many will claim kinship with the dead person; if it has no valuables on it, not a single person will weep for it! When you are adding to your bank account more and more, consider whether or not you are accumulating troubles for yourselves and your children, making it harder for your children to lead clean, comfortable and honourable lives. Reflect and you’ll discover that the ones honoured everywhere are only those who renounced, and sought the more difficult road of God-realisation, than the easier path of world-realisation! Your detachment must be strong enough for you to discard the bondage of the senses. 


Hanya beberapa menit pemikiran akan meyakinkan siapa pun dari kekosongan kekayaan duniawi, ketenaran, atau kebahagiaan. Ketika engkau kaya, semua orang memujimu; ketika kolam penuh berisi air, ratusan katak berkuak-kuak. Ketika kolam tersebut kering, tidak ada seekor katak pun di sekitar itu. Sebuah pepatah menyatakan, jika mayat memiliki beberapa permata di atasnya, banyak yang akan mengklaim kekerabatan dengan orang yang sudah meninggal tersebut; jika tidak ada barang berharga di dalamnya, tidak ada seorang pun yang akan menangis karenanya! Ketika engkau menambahkan lagi dan lagi ke rekening bankmu, pertimbangkan apakah ya atau tidak engkau sedang mengumpulkan masalah untuk dirimu sendiri dan anak-anakmu, membuat lebih sulit bagi anak-anakmu untuk menjalani kehidupan yang bersih, nyaman, dan terhormat. Renungkan dan engkau akan menemukan bahwa orang-orang yang dihormati di mana-mana hanya ketika mereka melepaskan, meninggalkan hal itu dan mencari jalan yang lebih sulit untuk mencapai kesadaran Tuhan, daripada jalan yang lebih mudah untuk mencapai kesadaran duniawi! Tanpa kemelekatanmu harus cukup kuat bagimu untuk membuang ikatan indera. (Divine Discourse, Sep 8, 1963)

-BABA

Thought for the Day - 16th May 2020 (Saturday)

The next step (in getting rid of the ignorance of individuality, where the first is practising the attitude of, ‘I am Yours’) is: “You are mine,” where the wave demands the support of the sea as its right. The Lord has to take the responsibility of guarding and guiding the individual. The individual is important, worthy to be saved, and the Lord is bound to fulfil the need of the devotee. Surdas said, “You are mine; I will not leave You; I shall imprison You in my heart; You shall not escape.” The next stage is: “You are I” — I am but the image and You are the Reality. I have no separate individuality; there is no duality. All is One. Duality is but delusion. 


Langkah selanjutnya (dalam menghilangkan ketidaktahuan akan sifat individualitas, dimana langkah pertama dengan mempraktikkan sikap, ‘aku adalah milik-Mu’) adalah: “Engkau adalah milikku,” dimana gelombang menuntut dukungan dari laut sebagai haknya. Tuhan harus mengambil tanggung jawab dalam menjaga dan menuntun individual. Individual adalah penting, berharga untuk diselamatkan, dan Tuhan terikat untuk memenuhi kebutuhan dari bhakta. Surdas berkata, “Engkau adalah milikku; aku tidak akan meninggalkan-Mu; aku akan menempatkan-Mu di dalam hatiku; Engkau tidak akan bisa melepaskan diri.” Tahapan berikutnya adalah: “Engkau adalah aku” — aku adalah bayangan dan Engkau adalah kenyataannya. Aku bukanlah individu yang terpisah; tidak ada dualitas. Semuanya adalah Satu. Dualitas hanyalah khayalan. (Divine Discourse, Sep 8, 1963)

-BABA

Friday, May 15, 2020

Thought for the Day - 15th May 2020 (Friday)

When someone suffers from stomach-ache, the best treatment will be salts or a hot water bag applied to the stomach, and not medicated collyrium for the eye. Suffering due to ignorance must be removed by acknowledging the universality of God and merging your individuality in the Universal. This first step is not as easy as it looks. Practice the attitude “I am yours.” Let the wave discover and acknowledge that it belongs to the sea. The wave takes a long time to recognise that indeed the vast sea beneath it gives it its existence. Its ego is so powerful that it will not permit it to be so humble, and bend before the sea. “I am Yours; You are the Master. I am a servant; You are sovereign. I am bound.” This mental attitude will tame the ego. This is the religious outlook named marjala-kishora - the attitude of the kitten to its mother, mewing plaintively for succour and sustenance, removing all trace of the ego. 


Ketika seseorang menderita karena sakit perut, cara perawatan terbaik adalah dengan garam atau air hangat yang dioleskan pada perut dan bukan dengan obat cairan untuk mata. Penderitaan yang disebabkan oleh kedunguan harus dihilangkan dengan mengakui keuniversalan Tuhan dan menyatukan individualitasmu ke dalam Universal. Langkah pertama adalah tidak mudah seperti kelihatannya. Praktik sikap “aku adalah milik-Mu.” Biarkan gelombang menemukan dan mengakui bahwa dia adalah milik dari lautan. Gelombang memerlukan waktu yang lama untuk menyadari bahwa laut yang luas di bawahnya memberikan keberadaannya. Egonya yang begitu besar dan kuat tidak akan mengizinkannya untuk bisa menjadi rendah hati dan membungkuk di hadapan laut. “Aku adalah milik-Mu; Engkau adalah Penguasa tertinggi. Aku adalah seorang pelayan; Engkau adalah yang berkuasa. Aku terikat.” Sikap mental seperti ini akan menjinakkan ego. Dalam pandangan agama ini disebut dengan nama marjala-kishora – sikap dari anak kucing kepada induknya, mengeong dengan begitu sedih untuk pertolongan dan makanan, melenyapkan semua jejak-jejak dari ego. (Divine Discourse, Sep 8, 1963)

-BABA

Thursday, May 14, 2020

Thought for the Day - 14th May 2020 (Thursday)

A person living without love is as good as dead. You are having love towards your father, mother, wife, children and others. There is nothing wrong in this. But you must see God in every one of them. This is the essence of the well-known prayer: Tvameva mata cha Pita tvameva…This prayer addressed to the Supreme Being means - "Oh my Lord, You are the father, mother, friend and relative. You are knowledge and wealth. You are everything!" We should see God in every being. The whole Universe is a manifestation of Brahman (Divinity). You are divine but you are not realising it. When you do namaskaram with folded hands in obeisance, it means that you are offering your five Karmendriyas (organs of action) and five Jnanendriyas (organs of perception) to the Divine. Offering namaskaram itself emphasises unity. If you have unity and purity, Divinity will blossom there. 


Seseorang yang hidup tanpa cinta kasih sama artinya dengan meninggal. Engkau memiliki cinta kasih kepada ayah, ibu, istri, anak-anakmu, dan kepada yang lainnya. Tidak ada yang salah dengan hal ini. Namun engkau harus melihat Tuhan di dalam setiap orang dari mereka. Ini adalah intisari dari doa yang sudah diketahui oleh banyak orang yaitu: Tvameva mata cha Pita tvameva… doa ini ditujukan kepada Yang Maha Tinggi yang berarti - "Oh Tuhanku, Engkau adalah ayah, ibu, sahabat, dan kerabat. Engkau adalah pengetahuan dan kekayaan. Engkau adalah segala-galanya!" Kita seharusnya melihat Tuhan di dalam setiap makhluk hidup. Seluruh alam semesta adalah sebuah perwujudan dari Brahman (Tuhan). Engkau adalah Tuhan namun engkau tidak menyadarinya. Ketika engkau melakukan namaskaram dengan tangan dicakupkan sebagai penghormatan, ini berarti bahwa engkau sedang mempersembahkan Panca Karmendriya (organ-organ tindakan) dan Panca Jnanendriya (organ-organ persepsi) kepada Tuhan. Mempersembahkan namaskaram sendiri menekankan tentang kesatuan. Jika engkau memiliki kesatuan dan kesucian maka kualitas ketuhanan akan mekar disana. (Divine Discourse, Apr 11, 1994)

-BABA

Thought for the Day - 13th May 2020 (Wednesday)

Activity (karma) that binds is a huge fast growing tree. The axe that can cut its roots is this: Do every act as an act of worship to glorify the Lord. This is the real sacrifice (yajna), the most important ritual. This sacrifice promotes and confers knowledge of Brahman (Brahma-vidya). Note that the yearning to do selfless service must flow in every nerve of the body, penetrate every bone and activate every cell. Those who engage themselves in spiritual discipline (sadhana) must have mastered this attitude toward service. Where there is no harshness, holiness will thrive and virtue will flourish. Where greed exists, vice will breed thick! Selfless service (seva) is the blossom of love (prema), a flower that fills the mind with rapture. Harmlessness is the fragrance of that flower. Render service to others without expecting anything in return. Let even your tiny acts be filled with compassion and reverence; be assured that your character would thereby shine great! 


Aktifitas (karma) yang mengikat adalah sebuah pohon besar yang tumbuh sangat cepat. Kapak yang dipakai untuk memotong akarnya adalah ini : Kerjakan setiap perbuatan sebagai sebuah tindakan persembahan untuk memuliakan Tuhan. Ini adalah pengorbanan yang sejati (yajna), dan juga ritual yang paling penting. Pengorbanan meningkatkan dan menganugerahkan pengetahuan Brahman (Brahma-vidya). Penting untuk diingat bahwa kerinduan untuk melakukan pelayanan tanpa pamrih harus mengalir di dalam setiap syaraf, merasuki setiap tulang dan mengaktifkan setiap sel di dalam tubuh. Bagi mereka yang melibatkan diri mereka dalam Latihan spiritual (sadhana) harus menguasai sikap ini menuju pada pelayanan. Dimana tidak ada kekerasan, kesucian akan tumbuh dengan pesat dan kebajikan akan tumbuh dengan subur. Dimana ada ketamakan, sifat buruk akan berkembang cepat! Pelayanan tanpa pamrih (seva) adalah bunga dari kasih (prema), sebuah bunga yang meliputi pikiran dengan kegembiraan. Tanpa kekerasan adalah wangi dari bunga itu. Lakukan pelayanan kepada yang lainnya tanpa mengharapkan apapun sebagai imbalannya. Jadikan bahkan setiap tindakan kecilmu diliputi dengan welas asih dan penghormatan; yakinlah bahwa karaktermu akan bersinar dengan cemerlang! (Ch 8, Vidya Vahini)

-BABA

Tuesday, May 12, 2020

Thought for the day - 12th May 2020 (Tuesday)

Spiritual learning (vidya) impels one to pour one’s narrow ego into the sacrificial fire and foster in its place universal love, which is the foundational base for the super structure of spiritual victory. Love that knows no limits purifies and sanctifies the mind. Let the thoughts centre around God, let the feelings and emotions be holy, and let activities be the expression of selfless service. Let the mind, heart, and hand be thus saturated in good. Spiritual education has to take up this task of sublimation. It must first instill the secret of service. Service rendered to another has to confer full joy in all ways. Spiritual education must emphasise this through service (seva); no harm, pain, or grief should be inflicted on another. While rendering service, the attitude of its being done for one’s own satisfaction should not tarnish it. Service must be rendered as an essential part of the process of living itself. 


Pembelajaran spiritual (vidya) mendorong seseorang untuk menuangkan egonya yang sempit pada api suci pengorbanan dan menumbuhkan kasih yang universal, yang mana merupakan pondasi dasar untuk struktur utama dari kemenangan spiritual. Kasih yang tidak mengenal batas menyucikan dan memurnikan pikiran. Biarkan pikiran terpusat hanya di sekitar Tuhan, biarkan perasaan dan emosi menjadi suci, dan biarkan aktifitas menjadi ungkapan dari pelayanan yang tanpa pamrih. Biarkan pikiran, hati, dan tangan menjadi terliputi dalam kebaikan. Pendidikan spiritual harus mengambil tugas dalam pemurnian ini. Pendidikan spiritual pertama harus menanamkan secara perlahan ke dalam pikiran dan perasaan tentang rahasia pelayanan. Pelayanan dilakukan kepada yang lainnya harus memberikan penuh suka cita di dalam segala hal. Pendidikan spiritual harus menekankan hal ini melalui pelayanan (seva); tidak ada kerugian, rasa sakit, atau kesedihan yang ditimbulkan pada orang lain. Ketika sedang melakukan pelayanan, sikap yang ditimbulkan adalah demi  untuk kepuasan diri sendiri seharusnya tidak menodai hal ini. Pelayanan harus dilakukan sebagai sebuah bagian yang mendasar dari proses kehidupan itu sendiri. (Ch 8, Vidya Vahini)

-BABA

Thought for the Day - 11th May 2020 (Monday)

You may feel proud of your wealth and accomplishments, but you can not take even a single pie with you when you leave this world. Such being the case, why should you struggle to amass wealth? The money you accumulate will not follow you. To whom will it go ultimately? Nobody knows! Hence is it not better that you strive to attain divine grace? Even a millionaire has to partake of salt and rice only. Even he or she cannot swallow gold to satiate their hunger. Hence you must use wealth to undertake righteous deeds and earn merit so as to deserve divine grace. Some individuals feel proud of their youth and beauty. But they are momentary. Realising these important truths, all of you must accumulate the wealth of divine grace. When you contemplate on God all the time continuously with single-minded devotion, God will take care of all your needs. 


Engkau mungkin merasa bangga akan kekayaan dan pencapaianmu, namun engkau bahkan tidak bisa membawa satu kain pun ketika engkau meninggalkan dunia ini. Karena itu, mengapa engkau harus berjuang untuk menumpuk kekayaan? Uang yang engkau kumpulkan tidak akan mengikutimu. Kepada siapa pada akhirnya engkau akan pergi? Tidak ada yang tahu! Karena itu bukankah lebih baik bahwa engkau berjuang untuk mendapatkan karunia Tuhan? Bahkan seorang jutawan saja harus makan garam dan nasi saja. Bahkan dia tidak bisa menelan emas untuk memuaskan rasa laparnya. Oleh karena itu engkau harus menggunakan kekayaan untuk melakukan perbuatan baik dan mendapatkan pahala sehingga layak mendapatkan karunia Tuhan. Beberapa orang merasa bangga akan masa muda dan kecantikan mereka. Namun semuanya itu hanya sementara saja. Dengan menyadari kebenaran-kebenaran ini, semua darimu harus mengumpulkan kekayaan karunia Tuhan. Ketika engkau memusatkan pikiran pada Tuhan sepanjang waktu tanpa henti dengan bhakti yang tunggal, Tuhan akan menjaga semua kebutuhanmu. (Divine Discourse, May 6, 2003)

-BABA

Sunday, May 10, 2020

Thought for the Day - 10th May 2020 (Sunday)

Since ancient times, many noble mothers have guided their children on the righteous path. The future of nations’ rest in the hands of noble mothers. Hence, you call your own country motherland. It is your foremost duty to love and respect your mother. As soon as you wake up in the morning, the first thing you should do is to touch your mother's feet and offer your salutations. Such a noble practice will always protect you and bestow on you all types of wealth. A true human being is one who loves their mother and receives her love and blessings. Mothers speak from their heart wishing the welfare of their children. Many do not pay heed to the words of their mother. One who cannot earn their mother's love is verily a demon. You may acquire any number of degrees or undertake many sacred activities; but all of them will be futile if you don’t make your mother happy. 


Sejak zaman dahulu, banyak ibu-ibu yang mulia telah menuntun anak-anak mereka pada jalan kebajikan. Masa depan sebuah bangsa terletak pada ibu-ibu yang mulia. Oleh karena itu, engkau menyebut negaramu dengan sebutan ibu pertiwi. Ini merupakan kewajibanmu yang paling utama untuk menyayangi dan menghormati ibumu. Ketika engkau bangun tidur di pagi hari, hal pertama yang harus engkau lakukan adalah menyentuh kaki ibumu dan memberikan penghormatanmu. Praktik yang seperti itu akan selalu melindungi dan memberkatimu dengan semua jenis kekayaan. Seorang manusia yang sejati adalah dia yang menyayangi ibunya dan menerima kasih dan karunia ibunya. Ibu berbicara dari hati mereka dengan mengharapkan kesejahteraan anak-anaknya. Banyak yang tidak memperhatikan perkataan ibu mereka. Seseorang yang tidak bisa mendapatkan kasih dari ibunya sejatinya adalah iblis. Engkau mungkin memiliki banyak gelar atau melakukan banyak kegiatan yang suci; namun semuanya itu akan menjadi sia-sia belaka jika engkau tidak membuat ibumu bahagia. (Divine Discourse, May 6, 2003)

-BABA

Saturday, May 9, 2020

Thought for the Day - 9th May 2020 (Saturday)

Mother Easwaramma imparted many noble teachings to devotees when they gathered around her. Swami gave her a small room in Prasanthi Nilayam. Many ladies would go there and plead with her, "Mother, we are here since long. Please tell Swami to grant us an interview." She would tell them, "My dear, Swami may look small to our eyes, but He does not listen to anyone; He needs no recommendation. He will give you what you deserve. You should understand and practice the divine principles of Swami." In this manner, she would give proper guidance to the devotees. One day she told Me, "Sathya! Your name and fame have spread far and wide. The whole world is coming to You. Please bestow peace on the world with Your Sankalpa (divine will).” I responded, "I don’t have to do Sankalpa for world peace. Each one must attain peace by themselves, because human beings, by nature are the embodiments of peace, truth and love." 


Ibu Easwaramma menanamkan ajaran-ajaran yang luhur kepada para bhakta ketika mereka berkumpul di sekitar beliau. Swami memberikan sebuah kamar kecil bagi Ibu Easwaramma di Prasanthi Nilayam. Banyak bhakta perempuan yang akan pergi kesana dan memohon kepadanya, "Ibu, kita telah ada di sini sejak lama. Tolong sampaikan kepada Swami agar memberkati kami dengan sebuah interview." Ibu Easwaramma akan mengatakan kepada mereka, "yang aku sayangi, Swami mungkin kelihatan kecil di mata kita, namun Beliau tidak mendengarkan siapapun juga; Swami tidak memerlukan rekomendasi apapun. Swami akan memberikanmu apa yang layak bagimu. Engkau seharusnya mengerti dan menjalankan prinsip suci dari Swami." Dalam hal ini, Ibu Easwaramma akan memberikan tuntunan yang layak kepada bhakta. Pada suatu hari beliau berkata kepada-Ku, "Sathya! Nama dan kemasyuran-Mu telah menyebar sangat luas. Seluruh dunia datang kepada-Mu. Tolong curahkan kedamaian pada dunia dengan Sankalpa-Mu (kehendak Tuhan)." Aku menjawab, "Aku tidak harus melakukan Sankalpa untuk kedamaian dunia. Setiap orang harus mencapai kedamaian dari mereka sendiri, karena manusia secara alami adalah perwujudan dari kedamaian, kebenaran, dan kasih." (Divine Discourse, May 6, 2003)

-BABA