Thursday, January 30, 2020

Thought for the Day - 30th January 2020 (Thursday)

Life is eternally stalked by death. Yet, people don’t tolerate the very mention of the word “death”. It is deemed inauspicious to hear that word, though, however insufferable it is, every living thing is every moment proceeding nearer and nearer to it. Intent on a journey and having purchased a ticket for the same, when you enter a train, the train takes you willy-nilly to the destination, whether you sit quiet or lie down or read or meditate. So too, each living thing received a ticket to death at birth and has come on a journey; so whatever your struggles, safeguards and precautions, the place has to be reached some day. Anything else may be uncertain, but death is certain. It is impossible to change that law. People have taught the eye, ear and tongue the luxury of constant novelty. Now, the opposite tendencies have to be taught. The mind has to be turned towards the good; the activities of every minute have to be examined from that standpoint. 


Hidup selamanya dibuntuti oleh kematian. Namun, manusia masih tidak tahan terhadap penyebutan kata “kematian”. Mendengar kata ini saja dianggap tidak menguntungkan, meskipun betapapun sulitnya, setiap makhluk hidup semakin dekat dan semakin dekat dengan kematian. Bermaksud untuk melakukan perjalanan dan membeli tiket untuk perjalanan tersebut, ketika engkau memasuki kereta api, maka kereta api akan membawamu dengan pasti sampai pada tujuan, apakah engkau duduk dengan tenang atau berbaring atau membaca atau meditasi. Begitu juga, setiap makhluk hidup menerima sebuah tiket menuju kematian pada saat dilahirkan dan telah memulai perjalanan itu; jadi apapun perjuangan, perlindungan dan tindakan pencegahan, tujuan itu harus dicapai pada suatu hari nanti. Sesuatu yang lain mungkin tidak pasti, namun kematian adalah kepastian. Adalah tidak mungkin untuk merubah hukum tersebut. Manusia telah mengajarkan mata, telinga, dan lidah tentang kemewahan baru secara terus menerus. sekarang, kecenderungan yang berlawanan harus diajarkan. Pikiran harus diarahkan pada kebaikan; aktifitas setiap menitnya harus diuji dari sudut pandang itu. (Prema Vahini, Ch 27)

-BABA

Thought for the Day - 29th January 2020 (Wednesday)

Always keep death, which is inevitable, before the eye of memory and engage yourself in the journey of life with good wishes for all, with strict adherence to truth, seeking always the company of the good, and with the mind always fixed on the Lord. Live, avoid evil deeds and hateful and harmful thoughts, and don’t get attached to the world. If you live thus, your last moment will be pure, sweet, and blessed. Disciplined striving throughout life is needed to ensure this consummation. The mind has to be turned over to good mental tendencies (samskaras). Everyone must examine themselves rigorously, spot defects, and struggle to correct them. When people uncover and realise their own defects, it is like being reborn. People then start anew, from a new childhood. This is the genuine moment of awakening. 


Selalu pandang kematian yang tidak dapat dihindarikan tetap ada di dalam ingatan  dan melibatkan dirimu sendiri dalam perjalanan hidup dengan harapan yang baik bagi semuanya, menjunjung tinggi kebenaran dengan penuh disiplin, selalu mencari pergaulan yang baik serta pikiran yang selalu terpusat pada Tuhan. Jalani hidup, hindari perbuatan jahat serta pemikiran yang penuh kebencian dan menyakiti, dan jangan menjadi terikat pada dunia. Jika engkau menjalani hidup seperti itu, maka saat-saat terakhirmu akan menjadi murni, indah dan terberkati. Usaha yang penuh disiplin sepanjang hidup adalah diperlukan untuk memastikan penyempurnaan ini. Pikiran harus diarahkan pada kecenderungan batin yang baik (samskara). Setiap orang harus memeriksa diri mereka sendiri dengan teliti, menemukan cacat cela, dan berusaha dengan kuat untuk memperbaiki semuanya itu. Ketika manusia menemukan dan menyadari cacat cela dirinya sendiri, ini adalah seperti dilahirkan kembali. Mereka kemudian memulai lagi yang baru, dari masa anak-anak yang baru. Ini adalah momen asli kebangkitan. (Prema Vahini, Ch 27)

-BABA

Tuesday, January 28, 2020

Thought for the Day - 28th January 2020 (Tuesday)

A merchant calculates debit and credit at the end of a week, month, year and draws up the balance sheet to arrive at one value — his earnings. So too, in this business of life, everything ends leaving some net positive, after all the give and take is accounted for. The experiences that persist to the very last moment of life, the two or three that well up into consciousness when one recalls all that has happened in life, these are the genuine achievements. At the point of death, if one yearns to cater to the tongue, it is proof that throughout life the tongue has been the master. Or if a woman remembers her child and seeks to fondle it, the inner desire (samskara) of child-love has been predominant all through life. It proves that all other experiences have been thrown into oblivion. Therefore, direct the entire current of life toward acquisition of the mental samskara that you want to have during the last moment. Fix your attention upon it, day and night. 


Seorang pedagang sedang menghitung debit dan kredit pada akhir minggu, bulan, tahun, dan menyusun lembar neraca keseimbangan untuk bisa mendapatkan satu nilai – penghasilannya. Begitu juga, dalam keadaan hidup ini, segala sesuatunya berakhir  dengan meninggalkan beberapa keuntungan yang positif, setelah semua bentuk pemberian dan penerimaan dihitung. Pengalaman yang bertahan sampai pada saat akhir kehidupan, dua atau tiga yang berkembang menjadi kesadaran ketika seseorang mengingat kembali semua yang terjadi dalam hidupnya, semuanya ini adalah pencapaian yang murni. Pada saat kematian, jika seseorang merindukan melayani lidah, hal ini membuktikan bahwa sepanjang hidupnya lidah telah menjadi majikan. Atau jika seorang wanita ingat pada anak-anaknya dan mencari cara untuk menimangnya, keinginan batin ini (samskara) dalam menyayangi anak begitu dominan dalam sepanjang hidupnya. Hal ini membuktikan bahwa semua pengalaman yang lain telah dilupakan. Maka dari itu, arahkan seluruh aliran kehidupan menuju pada perolehan samskara batin yang engkau ingin miliki pada detik detik terakhir hidupmu. Tetapkan perhatianmu padanya, siang dan malam. (Prema Vahini, Ch 27)

-BABA

Monday, January 27, 2020

Thought for the Day - 27th January 2020 (Monday)

Many people slander image worship, but its basis is really one’s ability to see the macrocosm in the microcosm. The value of image worship is testified by experience; it doesn’t depend on one’s imaginative faculty. What is found in the form of the Lord (Virat-swarupa) is also found, undiminished and unalloyed, in the image form (swarupa). Images serve the same purpose as metaphors and similes in poetry. They illustrate, amplify and clarify. Joy comes not through the shape and structure of things but through the relationship established. Not any child but her own child makes the mother happy. So also, with each one and with all things in the Universe, if you choose to establish that kinship, that pure divine love (Iswara prema), then truly an overpowering joy can be experienced! Those who have felt it will definitely understand this truth! 


Banyak orang memfitnah tentang memuja gambar Tuhan, namun dasarnya adalah kemampuan seseorang untuk melihat makrokosmos di dalam mikrokosmos. Nilai dari memuja gambar Tuhan dibuktikan dengan pengalaman; hal ini tidak tergantung pada kemampuan imajinatif seseorang. Apa yang ditemukan dalam wujud Tuhan (Virat-swarupa)  juga ditemukan, tidak berkurang dan murni, dalam wujud gambar (swarupa). Gambar menyajikan tujuan yang sama sebagai metafora dan perumpamaan dalam puisi. Semuanya itu menggambarkan, menjelaskan, dan menjernihkan. Suka cita muncul tidak melalui bentuk dan struktur benda namun hubungan yang terbangun di dalamnya. Bukan semua anak namun hanya anaknya yang membuat seorang ibu bahagia. Begitu juga, dengan setiap orang dan dengan semua benda di semesta ini, jika engkau memilih untuk mengembangkan hubungan kekerabatan itu, kasih Tuhan yang suci (Iswara prema), kemudian benar-benar kegembiraan yang luar biasa dapat dialami! Bagi mereka yang telah merasakannya secara pasti akan mengerti kebenaran ini! (Prema Vahini, Ch 20)

-BABA

Sunday, January 26, 2020

Thought for the Day - 26th January 2020 (Sunday)

For some ailments medicines are prescribed for external application while for others, they are given for internal use. But for this universal ailment of the cycle of birth and death (bhava-roga), listening to spiritual discourses (sravana), singing God’s name (kirtana), and other medicines are prescribed for external and internal use. One has to utter as well as hear the Lord’s name. God has equal affection toward all His children just like the nature of light is to shed illumination on all. Utilising that illumination, some can read good books and others can do their daily tasks, whatever they are. So too, uttering God’s name, one can progress in the realisation of God, another can even do wicked deeds! It all depends on how you use the light. But the Lord’s name is without blemish, always and forever. 


Untuk beberapa penyakit, obat ditentukan untuk penggunaan luar sedangkan yang lain untuk penggunaan di dalam. Namun untuk penyakit yang bersifat universal ini yaitu siklus kelahiran dan kematian (bhava-roga), maka obatnya adalah mendengarkan wacana spiritual (sravana), mengkidungkan nama suci Tuhan (kirtana), dan obat yang lain diresepkan untuk penggunaan di luar dan juga di dalam. Seseorang harus melantunkan dan juga mendengarkan nama suci Tuhan. Tuhan memiliki kasih yang sama kepada anak-anak-Nya seperti halnya sifat alami dari cahaya yang memberikan penerangan kepada semuanya. Memanfaatkan penerangan itu, beberapa orang dapat membaca buku-buku yang baik dan yang lainnya dapat menjalankan tugas hariannya, apapun itu. Begitu juga, melantunkan nama suci Tuhan, seseorang dapat maju dalam kesadaran Tuhan, yang lainnya bahkan dapat melakukan perbuatan yang jahat! Ini semua tergantung dari bagaimana engkau menggunakan cahaya itu. Namun nama suci Tuhan adalah tanpa noda, selalu dan selamanya. (Prema Vahini, Ch 21)

-BABA

Saturday, January 25, 2020

Thought for the Day - 25th January 2020 (Saturday)


The body is the temple of the individual, so whatever happens in that temple is the concern of the individual. So too, the world is the body of the Lord, and all that happens in it, good or bad, is His concern. From the observed fact of the individual and the body, know the truth of the unobservable fact of the Lord and the world. The relationship of the individual and the Lord can be grasped by everyone who acquires three chief instruments: (1) a mind unsullied by attachment and hatred, (2) a speech unsullied by falsehood and (3) a body unsullied by violence. Joy and peace do not inhere in external objects; they are in you yourself. But in your foolishness, you search for them outside yourself in a world from which you are bound to depart, today or tomorrow. Try to know the essence of everything, the eternal truth. Try to experience the love that is God itself. Discriminate at every turn, accepting what is true and discarding the rest. 


Badan adalah tempat suci dari jiwa, jadi apapun yang terjadi pada badan adalah penting bagi jiwa. Demikian juga dengan dunia merupakan badan bagi Tuhan, dan segala sesuatu yang terjadi di dalamnya, apakah itu baik atau buruk adalah penting bagi Tuhan. Dari kenyataan pengamatan hubungan antara jiwa dan badan, dari pengertian ini pahamilah kebenaran mengenai hubungan Tuhan dan dunia, walau kebenaran itu berada di luar jangkauan pengertianmu. Hubungan antara jiwa dan Tuhan dapat dipahami oleh siapapun juga yang memiliki tiga sarana yang utama ini: (1) sebuah pikiran yang tidak tercemar oleh keterikatan dan kebencian, (2) perkataan yang tidak tercemar oleh dusta (3) badan yang tidak tercemar oleh kekerasan atau perbuatan yang kejam. Suka cita dan kedamaian tidak terletak pada benda-benda duniawi; keduanya itu terletak di dalam dirimu. Namun karena kebodohan, engkau mencari keduanya di luar dirimu, dan di dunia yang cepat atau lambat pasti akan engkau tinggalkan. Cobalah untuk mengetahui kebenaran yang bersifat kekal. Cobalah untuk memahami cinta kasih yang merupakan Tuhan itu sendiri. Gunakan kemampuan diskriminasi di setiap kesempatan, menerima apa yang benar dan membuang sisanya. (Prema Vahini, Ch 19)

-BABA

Friday, January 24, 2020

Thought for the Day - 24th January 2020 (Friday)

How is love to be cultivated? Through two methods: 1. Always consider the faults of others, however big, to be insignificant and negligible. Always consider your own faults, however insignificant and negligible, to be big, feel sad and repent sincerely. Through these methods, you help yourself not commit big errors and faults; you also acquire the qualities of brotherliness and forbearance. 2. Whatever you do, with yourself or with others, do it remembering that God is omnipresent. He sees and hears every word and knows everything you do. Whatever you speak remember that God hears every word; discriminate between the true and the false, and speak only the truth. Whatever you do, discriminate between right and wrong and do only the right. Endeavour every moment to live in the awareness of the omnipotent Lord. 


Bagaimana kasih dapat ditingkatkan? Melalui dua cara yaitu: 1. Selalu menganggap kesalahan orang lain, betapapun besarnya menjadi tidak berarti dan sepele. Selalu menganggap kesalahanmu sendiri, betapapun tidak berarti dan sepelenya, menjadi besar, merasa sedih dan menyesalinya dengan penuh ketulusan. Melalui cara yang pertama ini, engkau menolong dirimu sendiri untuk tidak melakukan kesalahan-kesalahan yang besar; engkau juga memperoleh kualitas persaudaraan dan ketabahan. 2. Apapun yang engkau lakukan, dengan dirimu sendiri atau dengan orang lain, lakukan hal itu dengan mengingat bahwa Tuhan ada dimana-mana. Tuhan melihat dan mendengar setiap perkataan serta mengetahui semua yang engkau lakukan. Apapun yang engkau katakan, ingatlah bahwa Tuhan mendengar setiap kata; bedakan antara yang benar dan yang salah, dan hanya berbicara yang benar saja. Apapun yang engkau lakukan, bedakan diantara yang benar dan salah serta hanya lakukan yang benar saja. Berusahalah dalam setiap momen untuk hidup dalam kesadaran akan kemahakuasaan Tuhan. (Prema Vahini, Ch 19)

-BABA

Thursday, January 23, 2020

Thought for the Day - 23rd January 2020 (Thursday)

Some aspirants are so frightened by troubles, losses, and difficulties to even begin their spiritual endeavor, and so remain aloof. Some devotees, after undertaking the spiritual journey and travelling some distance, are depressed and defeated by obstacles and disappointments and give up in the middle. Yet others steadfastly adhere to the spiritual path with calmness and courage, whatever the nature of the travail, however hard the road - these are of the highest type. You may be deluded by attachment to this illusory world and attracted by temporal joy, but never barter away the means to achieve permanent and complete happiness. Carry on your spiritual duties with full devotion. God cannot be experienced without faith and steadfastness. The Lord comes only through supreme devotion (para-bhakti); supreme devotion comes only through spiritual wisdom (jnana); spiritual wisdom comes only through faith (shraddha); and faith comes only through love (prema). 


Beberapa peminat spiritual begitu ketakutan dengan masalah, kehilangan, dan kesulitan bahkan untuk memulai usaha spiritual mereka, dan tetap masih menjauhkan diri. Beberapa bhakta, setelah melakukan perjalanan spiritual dan melangkah beberapa jauh, menjadi tertekan dan dikalahkan oleh rintangan dan kekecewaan serta menyerah di tengah jalan. Namun yang lain masih tetap teguh mengikuti jalan spiritual dengan ketenangan dan keberanian, apapun sifat kesulitan itu, bagaimanapun kerasnya jalan itu – ini adalah jenis peminat spiritual yang tertinggi. Engkau mungkin tertipu oleh keterikatan pada dunia khayalan ini dan tertarik dengan suka cita yang sementara, namun jangan pernah menukar sarana untuk mencapai kebahagiaan yang kekal dan penuh. Jalankan terus kewajiban spiritualmu dengan penuh bhakti. Tuhan tidak bisa dialami tanpa keyakinan dan ketabahan. Tuhan hanya datang melalui bhakti yang tertinggi (para-bhakti); bhakti yang tertinggi hanya datang melalui kebijaksanaan spiritual (jnana); kebijaksanaan spiritual hanya datang melalui keyakinan (shraddha); dan keyakinan hanya datang melalui kasih (prema). (Prema Vahini, Ch 18)

-BABA

Thought for the Day - 22nd January 2020 (Wednesday)

Those who seek union with God and the welfare of the world should discard as worthless both praise and blame, appreciation and derision, prosperity and adversity. They should courageously keep steady faith in their own innate reality and dedicate themselves to spiritual uplift. No one, not even a great spiritual personality (maha-purusha) or Avatar, can ever escape criticism and blame. So, let aspirants keep away from all such waverers and ignorant people, and desist from discussing their beliefs and convictions with them. Let them become immersed in holy books and be in the company of devotees of the Lord. Later, rich with the experience of realisation and courageous on account of that contact with reality, they can mix in any company without danger and even endeavour to direct other minds on to the truth that they themselves have seen. 


Bagi mereka yang mencari penyatuan dengan Tuhan dan kesejahteraan duniawi seharusnya membuang sebagai sesuatu yang tidak berharga yaitu keduanya pujian dan cemoohan, kemujuran dan kemalangan. Para peminat spiritual harus dengan berani mempertahankan keyakinan pada kenyataan diri mereka yang sejati dan mendedikasikan diri mereka pada peningkatan spiritual. Tidak ada seorangpun, bahkan kepribadian yang hebat (maha-purusha) atau Avatar, dapat melepaskan diri dari kritik dan tuduhan. Jadi, biarlah para peminat spiritual menjauh dari semua orang-orang yang penuh keraguan dan bodoh, serta berhenti dalam membicarakan kepercayaan serta keyakinan dengan mereka. Biarkan para peminat spiritual menjadi tenggelam dalam buku-buku suci dan ada dalam pergaulan mereka yang berbhakti kepada Tuhan. Selanjutnya, mereka akan kaya dengan pengalaman akan kesadaran serta keberanian karena terhubungkan dengan kenyataan yang sejati, mereka kemudian dapat bergaul dalam pergaulan apapun juga tanpa bahaya dan bahkan berusaha untuk mengarahkan pikiran yang lain pada kebenaran yang telah mereka lihat sendiri. (Prema Vahini, Ch 17)

-BABA

Tuesday, January 21, 2020

Thought for the Day - 21st January 2020 (Tuesday)

If the I-consciousness produces the pride “I know all”, a fall is inevitable; this delusion causes death. The secret of salvation lies in the realisation of this danger; rebirth is inevitable if this danger is not averted. Aware of all this, if you get immersed in spiritual practice, then the world and its worries will not affect you. It is only when you are far from this truth that you suffer, feel pain, and experience travail. At a distance from the bazaar, one hears only a huge indistinct uproar. But as one approaches it and walks into it, one can clearly distinguish the separate bargainings. So too, until the reality of the Supreme (Paramatma) is known to you, you are overpowered and stunned by the uproar of the world; but once you enter deep into the realm of spiritual endeavour, everything becomes clear and the knowledge of the reality awakens within you. Until then, you will be caught up in the meaningless noise of argumentation, disputation and exhibitionist flamboyance. 



Jika kesadaran akan “aku” ada di dalam dirimu, menghasilkan kebanggaan "aku tahu semuanya", kemerosotan tidak bisa dihindari; delusi tersebut menyebabkan kematian. Rahasia keselamatan terletak pada kesadaran akan bahaya ini. Kelahiran kembali tidak bisa dihindari jika bahaya ini tidak dihindari. Engkau hendaknya melibatkan dirimu dalam praktik spiritual, maka dunia dan kekhawatiran tidak akan mempengaruhimu. Ini ketika engkau berada jauh dari kebenaran ini, bahwa engkau menderita, merasa sakit, dan mengalami kesusahan. Dari kejauhan pasar, seseorang hanya mendengar keributan yang tidak jelas. Tetapi ketika engkau mendekatinya, engkau dapat dengan jelas membedakan pedagang-pedagang secara terpisah. Demikian juga, sampai engkau menyadari realitas Yang Agung, engkau dikuasai dan terpana oleh keributan dunia; tetapi setelah engkau masuk jauh ke ranah spiritual, semuanya menjadi jelas dan pengetahuan tentang realitas muncul dalam dirimu. Sampai kemudian, engkau akan berputar-putar dalam kebisingan argumentasi, perdebatan, dan pamer yang tiada artinya. (Prema Vahini, Ch 16)

-BABA

Thought for the Day - 20th January 2020 (Monday)

Mere punditry is of no use at all; the Vedas, the Upanishads and the scriptures are doctrines for living out in daily practice. Without this practice, whatever be the wealth of words or the standard of scholarship, it is all a colossal waste. To bring these teachings into one’s actual life, one has to scotch the feeling “I know”, open one’s eyes to the real essence, and introspect on it. Then one can attain bliss, without fail. The almanac might indicate that it will rain ten units of water, but even if the calendar is folded ten times and squeezed, not a drop of water can be extracted. The purpose of the calendar is not to give rain but only to give information about it. So too, the scriptures can give only information about doctrines, axioms, rules, regulations, and duties. They give instruction in the methods of attaining peace and liberation. But they aren’t saturated with these essences of bliss. One has to discover the path, direction, and goal as described in them; then, one has to tread the path, follow the direction, and reach the goal. 


Hanya punditry tidak ada gunanya sama sekali; Veda, Upanishad, dan tulisan suci adalah doktrin untuk hidup dalam praktik sehari-hari. Tanpa praktik ini, apa pun kekayaan kata-kata atau standar keilmuan, semuanya tidak akan ada gunanya sama sekali. Untuk membawa ajaran-ajaran ini ke dalam kehidupan nyata seseorang, seseorang harus menghilangkan perasaan "aku tahu", membuka mata seseorang terhadap esensi nyata, dan mengintrospeksi atas hal tersebut. Setelah itu, seseorang dapat mencapai kebahagiaan sejati, tanpa gagal. Almanak (kalender tahunan) mungkin mengindikasikan bahwa akan turun hujan sepuluh unit air, tetapi meskipun kalendar dilipat sepuluh kali dan diperas, setetes air tidak dapat diekstraksi. Tujuan dari kalender ini bukan untuk memberikan hujan tetapi hanya untuk memberikan informasi tentang itu. Demikian juga, tulisan suci hanya dapat memberikan informasi tentang ajaran, aksioma, aturan, peraturan, dan kewajiban. Mereka memberi instruksi dalam metode untuk mencapai kedamaian dan pembebasan. Tetapi mereka tidak jenuh dengan esensi kebahagiaan ini. Seseorang harus menemukan jalan, arah, dan tujuan sebagaimana dijelaskan di dalamnya; maka, seseorang harus menginjak jalan, mengikuti arah, dan mencapai tujuan. (Prema Vahini, Ch 16)

-BABA

Sunday, January 19, 2020

Thought for the Day - 19th January 2020 (Sunday)

A person who is a genuine vehicle of power can be recognised by the characteristics of truth, kindness, love, patience, forbearance, and gratefulness. Wherever these reside, ego (ahamkara) cannot subsist; it has no place. Therefore seek to develop these virtues. The effulgence of the Divine Self (Atma) is obscured by ego. Therefore when ego is destroyed, all troubles end, all discontents vanish and bliss is attained. Just as the sun is obscured by mist, the feeling of ego hides eternal bliss. Even if the eyes are open, a piece of cloth or cardboard can prevent vision from functioning effectively and usefully. So too, the screen of selfishness prevents one from seeing God, who is, in fact, nearer than anyone and anything else in the Universe. 


Seseorang dengan sarana kekuatan sendiri dapat dikenali dengan karakteristik kebenaran, kebaikan, cinta-kasih, ketelatenan, kesabaran, dan rasa syukur. Dimanapun ini berada, ego (Ahamkara) tidak dapat bertahan hidup. Oleh karena itu, berusahalah untuk mengembangkan kebajikan ini. Cahaya dari Ilahi (Atma) digelapkan oleh ego. Ketika ego dihancurkan, semua masalah berakhir, semua ketidakpuasan lenyap, dan kebahagiaan dicapai. Sama seperti Matahari yang dikaburkan oleh kabut, sehingga perasaan ego menyembunyikan kebahagiaan abadi. Bahkan jika mata terbuka, sepotong kain dapat mencegah pandangan dari berfungsi secara efektif dan berguna. Demikian juga, layar keegoisan mencegah seseorang untuk melihat Tuhan, yang, sebenarnya, lebih dekat daripada siapa pun dan apa pun di Semesta. (Prema Vahini, Ch 15)

-BABA

Thought for the Day - 18th January 2020 (Saturday)

People develop in them an abounding variety of selfish habits and attitudes, causing great discontent for themselves. The impulse for all this comes from the greed for accumulating authority, domination and power. The greed for things can never be eternal and full. In fact, it is impossible to attain the level of satiation. A person might feel elated to become the master of all arts, owner of all wealth, possessor of all knowledge, or repository of all the scriptures, but from whom did the person acquire all these? There must be someone greater. One might even claim that one earned all this through their own efforts, labour and toil. But surely someone gave it to them in some form or other. This one cannot gainsay. The source from which all authority and all power originate is the Lord of all. Ignoring that omnipotence and deluding oneself that the little power one has acquired is one’s own is indeed selfishness, conceit and pride (ahamkara). 


Manusia mengembangkan di dalam diri mereka berbagai jenis kebiasaan dan sikap yang mementingkan diri sendiri yang begitu besar, yang menyebabkan ketidakpuasan yang sangat besar dalam diri mereka. Dorongan semuanya ini muncul dari ketamakan dalam mengumpulkan kekuasaan dan dominasi. Ketamakan akan sesuatu tidak akan pernah bersifat kekal dan penuh. Sejatinya, adalah tidak mungkin bagi siapapun juga untuk mencapai tingkat kepuasan tertinggi. Seseorang mungkin merasa sangat gembira telah menguasai semua seni, memiliki semua kekayaan, mengetahui semua pengetahuan, atau gudangnya naskah-naskah suci, namun dari siapa mereka bisa mendapatkan semuanya itu? Pastinya ada seseorang yang lebih tinggi. Seseorang mungkin dapat menyatakan bahwa dia mendapatkan semuanya ini dari usaha dan kerja keras mereka. Namun pastinya seseorang memberikan hal ini kepada mereka dalam satu bentuk atau yang lainnya. Hal ini tidak bisa disangkal. Sumber dimana semua kewenangan dan kekuasaan berasal dari Tuhan. Mengabaikan kemahakuasaan dan menipu diri sendiri bahwa kekuatan kecil yang diperoleh seseorang adalah miliknya sendiri sejatinya hal ini adalah sifat mementingkan diri sendiri dan kesombongan (ahamkara). (Prema Vahini, Ch 15)

-BABA

Thought for the Day - 17th January 2020 (Friday)

Meditate on God as truth, as love. It is possible to realise Him in whatever form you meditate upon. Be always in the good company (satsang) of His devotees. Through this good company, discrimination and renunciation (viveka and vairagya) will be implanted in you and will grow. These will strengthen the spirit and endow you with inner peace. Your mind will then merge in God. In everything you do, speak and act truthfully, using all the strength and talent with which you are endowed. At first, you might fail in this and encounter difficulties and sufferings. But, ultimately, you are bound to succeed and achieve victory and bliss. Only truth conquers, not untruth (satyameva jayate, nanritam). Through your behaviour and way of life, you can realise the truth; you can indeed realise God (Paramatma). God alone is real. God is truth. The Supreme Lord is love. 


Meditasi atau renungkan Tuhan sebagai kebenaran, sebagai cinta kasih. Adalah memungkinkan untuk menyadari Tuhan dalam apapun wujud yang engkau renungkan. Selalulah berada dalam pergaulan yang baik (satsang) dari bhakta-bhakta-Nya. Dengan pergaulan yang baik ini, kemampuan membedakan dan praktik meninggalkan kehidupan duniawi (viveka dan vairagya) akan tertanam di dalam dirimu dan akan tumbuh. Hal ini akan menguatkan jiwa dan memberkatimu dengan kedamaian batin. Pikiranmu kemudian akan menyatu dalam Tuhan. Dalam apapun yang engkau lakukan, berbicara, dan bertindak jujur, menggunakan semua kekuatan dan bakat yang engkau miliki. Pertama, engkau mungkin belum berhasil dalam hal ini dan mengalami kesulitan serta penderitaan. Namun, pada akhirnya engkau dipastikan berhasil dan mencapai kemenangan serta kebahagiaan. Hanya kebenaran yang menaklukkan, dan bukan ketidakbenaran (satyameva jayate, nanritam). Melalui tingkah lakumu dan cara hidupmu, engkau dapat menyadari kebenaran; engkau dapat benar-benar menyadari Tuhan (Paramatma). Tuhan sendiri yang sejati. Tuhan adalah kebenaran. Tuhan yang tertinggi adalah cinta kasih. (Prema Vahini, Ch 14)

-BABA

Thought for the Day - 16th January 2020 (Thursday)

Worship (puja) is not merely plucking a flower and placing it on top of a beautiful image of God; do not forget the gardener who toiled to nurse the plant and gave the flower – remember, he is also a worshipper. Real spiritual wisdom (jnana) is true understanding, it is not merely an intellectual accomplishment. It is only when food is given, that the body can function. Even the acts preceding a sacrifice is an offering (yajna). One utilises the world to worship the Lord, to establish peace and justice in society, and to control and coordinate the functions of the body. All action done for the sake of these three goals is sacrifice. The first is called a sacrificial ritual (yajna); the second, charity (dana); the third, penance (tapas). All human acts, by everyone, anywhere in the world, must subserve these three needs! 


Persembahyangan (puja) bukan hanya memetik bunga dan menaruhnya di depan altar dan di depan gambar Tuhan yang indah; jangan lupa bahwa tukang kebun yang bekerja keras merawat tanaman dan memberikan bunga – ingat, tukang kebun itu juga adalah seorang pemuja. Kebijaksanaan spiritual yang sejati (jnana) adalah sebuah pemahaman yang benar, ini bukan semata-mata hanya melulu pada pencapaian intelektual. Hanya ketika makanan diberikan, maka tubuh dapat berfungsi. Bahkan tindakan sebelum pengorbanan adalah sebuah persembahan (yajna). Seseorang yang memanfaatkan dunia untuk memuja Tuhan, untuk membuat perdamaian dan keadilan di dalam masyarakat, dan untuk mengendalikan serta menyelaraskan fungsi dari tubuh. Semua perbuatan yang dilakukan untuk kepentingan tiga tujuan ini adalah pengorbanan. Bagian yang pertama disebut dengan ritual pengorbanan (yajna); yang kedua disebut dengan berderma (dana); dan yang ketiga disebut dengan nama bertapa (tapas). Semua perbuatan manusia, oleh setiap orang, dimana saja di dunia, harus memenuhi ketiga kebutuhan ini! (Prema Vahini, Ch 12)

-BABA

Thought for the Day - 15th January 2020 (Wednesday)

Today is Sankranti, which marks the commencement of Uttarayana, the auspicious and sacred time. At least from today onwards, develop noble feelings. Follow the sacred path. Then your future will certainly be safe and secure. With prayer to God, you can achieve anything in life. I want you to pray. I am always with you, in you, above you, and around you. Make efforts to instill such faith and devotion in fellow human beings. That will make Me very happy. Happiness lies in union with God. Hence contemplate on God incessantly. Never give scope for anxiety or worry thinking, “Examinations are approaching. How am I going to face them? Will I pass?” Do not give scope for despair and despondency with such negative attitude. Have faith in God. Do your duty and face any situation with courage. Then, the result is bound to be good. Love is everything. Love is God. Live in love. 


Hari ini adalah Sankranti, dimana ditandai dengan permulaan dari Uttarayana, yang merupakan waktu yang suci. Setidaknya mulai dari sekarang dan selanjutnya, kembangkan perasaan-perasaan yang mulia. Ikuti jalan yang suci. Kemudian masa depanmu pastinya akan aman. Dengan berdoa kepada Tuhan, engkau dapat mencapai apapun di dalam hidup. Aku ingin engkau berdoa. Aku selalu denganmu, di dalam dirimu, diatasmu, dan disekitarmu. Buatlah usaha untuk menanamkan keyakinan dan bhakti pada sesama manusia. Itu akan membuat-Ku sangat bahagia. Kebahagiaan terdapat pada penyatuan dengan Tuhan. Karena itu, pusatkan perhatian pada Tuhan secara terus-menerus. Jangan pernah memberikan ruang untuk pikiran cemas dan khawatir seperti, “Ujian semakin dekat, bagaimana saya menghadapinya? Akankah saya bisa lulus?” jangan memberikan ruang untuk putus asa dan patah semangat dengan sikap negatif yang seperti itu. Miliki keyakinan pada Tuhan. Lakukan kewajibanmu dan hadapi situasi apapun dengan keberanian. Kemudian, hasilnya pastinya akan bagus. Cinta kasih adalah segalanya. Kasih adalah Tuhan. Hiduplah dalam cinta kasih. (Divine Discourse, Jan 14, 2006)

-BABA

Thought for the Day - 14th January 2020 (Tuesday)

The festival of Sankranti is arriving in all its beauty and splendour. This day is no ordinary day. It marks the beginning of the sacred Uttarayana (northward journey of the Sun). It confers on us plenty, prosperity and helps us develop virtues and undertake sacred activities. You can conquer the entire world when your thoughts are noble. When you fill your heart with worldly thoughts and feelings, you will not be able to practice your innate divine qualities. Hiranyaksha, Hiranyakasipu, Duryodhana and Kamsa were by no means ordinary. Though they were very strong in their body and mind, they became weak as they were immersed in worldly feelings. Do not fill your heart with worldly feelings. Every individual is endowed with mighty power and intelligence. Develop virtues, noble thoughts and sterling character and you will accomplish great heights! 



Perayaan Sankranti akan segera datang dengan semua keindahan dan kemuliaannya. Hari ini bukanlah hari yang biasa. Hari ini adalah menandai awal dari Uttarayana yang suci (perjalanan matahari ke arah utara). Hal ini memberikan kita begitu banyak, kesejahteraan dan membantu kita mengembangkan sifat-sifat baik serta menjalankan aktifitas yang suci. Engkau dapat menaklukkan seluruh dunia ketika pikiran-pikiranmu mulia. Ketika hatimu diliputi dengan pikiran serta perasaan duniawi, engkau tidak akan mampu menjalankan sifat-sifat keilahian yang menjadi kualitas bawaanmu. Hiranyaksha, Hiranyakasipu, Duryodhana, dan Kamsa sama sekali bukan orang biasa. Walaupun mereka sangat kuat secara fisik dan pikiran, mereka menjadi lemah ketika mereka tenggelam dalam perasaan duniawi. Jangan mengisi hatimu dengan perasaan-perasaan duniawi. Setiap individu diberkati dengan kekuatan dan kecerdasan yang sangat besar. Kembangkan sifat-sifat mulia, pikiran yang luhur, dan karakter yang sejati maka engkau akan mencapai tingkat yang tertinggi! (Divine Discourse, Jan 14, 2003)

-BABA

Thought for the Day - 13th January 2020 (Monday)

Concentrate on the love of God. Although one’s mother, father and preceptor are to be adored as divine beings, they are not God. God should be worshipped as mother, father, preceptor, kinsman, and friend. They all dwell in their respective abodes, but God dwells in your heart. Love the Lord who resides in your heart. All other objects of love are impermanent. By developing love, one sees the Divine in all beings. It is like wearing coloured glasses. If you see the world through the glasses of love, you will see love everywhere. The glasses and vision must be in harmony, and only with love, you can see loveliness in the world. It is through love that noble qualities such as kindness, compassion and empathy are fostered. Embodiments of Love! You are carrying on a variety of spiritual exercises (sadhanas). God does not seek your sadhana. Nor does He seek your devotion. He seeks only your love. 


Pusatkan perhatian pada kasih Tuhan. Walaupun ibu, ayah, dan guru dimuliakan sebagai Tuhan, mereka bukanlah Tuhan. Tuhan seharusnya dipuja sebagai ibu, ayah, guru, kerabat, dan sahabat. Mereka semuanya ini tinggal di tempat mereka masing-masing, namun Tuhan bersemayam di dalam hatimu. Kasihi Tuhan yang bersemayam di dalam hatimu. Semua objek yang lainnya dari kasih adalah bersifat tidak kekal. Dengan mengembangkan kasih, seseorang melihat Tuhan di dalam semua makhluk. Ini adalah seperti memakai kaca mata yang berwarna. Jika engkau melihat dunia melalui kaca mata cinta kasih, engkau akan melihat cinta kasih ada dimana-mana. Kaca mata dan pandangan harus ada dalam kesatuan, dan hanya dengan kasih, engkau dapat melihat kasih sayang di dunia. Adalah melalui kasih dimana sifat-sifat yang mulia seperti kebaikan, welas asih, dan empati dikembangkan. Perwujudan kasih! Engkau sedang melakukan berbagai jenis latihan spiritual (sadhana). Tuhan tidak mencari Sadhanamu. Dan tidak juga bhaktimu. Tuhan hanya mencari kasihmu. (Divine Discourse, July 9, 1998)

-BABA

Thought for the Day - 12th January 2020 (Sunday)

Once Vivekananda went to Swami Ramakrishna Paramahamsa and asked him, “Have you seen God?” “Yes”, said Sri Ramakrishna. “In what form?”, asked Vivekananda. Ramakrishna replied, “I am seeing Him just as I am seeing you”. “Why then, am I unable to see Him?” Ramakrishna explained that if he yearned for God with the same intensity with which he was yearning for many other things, he too would experience God. Ramakrishna said that people shed tears for relations, wealth and many other aspects, but how many shed tears for God? Ramakrishna advised Vivekananda to yearn for God with all his heart and soul. God is then bound to manifest Himself to him. If you are keen to experience the Divine, you must devote yourself to the Divine. People undertake various troubles to achieve wealth, relations, position, and power. If they devote a small fraction of that time to thoughts of God, they would definitely experience freedom from the fear of death. 


Sekali Vivekananda mengunjungi Swami Ramakrishna Paramahamsa dan bertanya kepadanya, “Apakah guru pernah melihat Tuhan?” “Iya”, jawab Sri Ramakrishna. “Dalam wujud apa?”, tanya Vivekananda. Ramakrishna menjawab, “aku sedang melihat-Nya sama seperti aku sedang melihatmu”. “Kalau begitu, mengapa saya tidak mampu melihat-Nya?” Ramakrishna menjelaskan bahwa jika engkau merindukan Tuhan sama besarnya dengan engkau merindukan banyak hal yang lainnya, maka engkau juga akan mengalami Tuhan. Ramakrishna berkata bahwa manusia meneteskan air mata untuk hubungan, kekayaan dan banyak aspek yang lainnya, namun berapa banyak air mata untuk Tuhan? Ramakrishna menasihatkan Vivekananda untuk merindukan Tuhan dengan sepenuh hati dan jiwa. Tuhan kemudian terikat untuk mewujudkan diri-Nya sendiri kepadanya. Jika engkau benar-benar ingin mengalami Tuhan, engkau harus mengabdikan dirimu sendiri pada Tuhan. Manusia memikul berbagai jenis masalah untuk mencapai kekayaan, hubungan, jabatan, dan kekuasaan. Jika mereka mengabdikan sedikit saja waktu untuk memikirkan Tuhan, mereka pastinya akan mengalami kebebasan dari ketakutan akan kematian. (Divine Discourse, July 9, 1998)

-BABA

Thought for the Day - 11th January 2020 (Saturday)

Students! You have performed a variety of gymnastic feats. You have distinguished yourselves in a variety of games and sports. Although these games have a value of their own in the physical plane, there is something greater than all the health benefits. It is this message: Life is a game, play it! You must learn to treat life itself as a big game. To achieve a good name and success in this game, you have to cultivate good habits. Good thoughts, good speech and good actions are the disciplines required in this game. When so much practice and effort are required to achieve success in games like tennis, how much more effort is needed to succeed in the game of life! In this game, if you wish to achieve a good name, uphold your ideals, and realise the Divine. You have to observe in your daily life, right thinking, right conduct and right attitude! 


Para pelajar! Engkau telah memperlihatkan berbagai jenis prestasi dalam senam. Engkau telah membedakan dirimu sendiri dalam berbagai jenis olahraga dan permainan. Walaupun permainan-permainan ini memiliki sebuah nilai mereka sendiri dalam bidang fisik, ada sesuatu yang lebih besar daripada semua keuntungan kesehatan yang didapat. Ini adalah pesannya: Hidup adalah sebuah permainan, mainkanlah! Engkau harus belajar untuk memperlakukan kehidupan itu sendiri sebagai sebuah permainan besar. Untuk mendapatkan sebuah nama baik dan berhasil dalam permainan ini, engkau harus meningkatkan kebiasaan-kebiasaan yang baik. Pemikiran yang baik, perkataan yang baik, dan perbuatan yang baik adalah disiplin yang diperlukan dalam permainan ini. Ketika begitu banyak latihan dan usaha yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan dalam permainan seperti tenis, berapa banyak usaha lagi yang diperlukan untuk dapat berhasil dalam permainan kehidupan! Dalam permainan ini, jika engkau ingin mendapatkan nama baik, junjung tinggi idealmu dan sadari ketuhanan. Engkau harus memperhatikan dalam kehidupanmu sehari-hari, pemikiran yang benar, tingkah laku yang benar dan sikap yang benar! (Divine Discourse, Jan 14, 1992)

-BABA

Thought for the Day - 10th January 2020 (Friday)

“Eating” doesn’t mean placing food on the tongue and tasting it; it is worthwhile only when food is chewed, swallowed, digested, assimilated into blood stream, and transformed into muscle and bone, into strength and vigour. So too, spiritual understanding must permeate and invigorate all moments of life. It must be expressed through all the organs and senses (karmendriyas and jnanendriyas). One must pace up steadily and reach this high stage. Mere accumulation of learning is not spiritual wisdom (jnana). Only good conduct (sat-guna) is spiritual wisdom. In order that one might do selfless service, a little eating (bhoga) has to be gone through. Such eating is part of the sacrifice (yajna). To make this body-machine function, the fuel of food has to be used. Food is not sacrifice, but it makes sacrifice possible. Therefore, eating food must not be laughed at as catering to greed or as feeding of the stomach. It must be understood as part of worship. 


“Makan” tidak berarti menempatkan makanan di lidah dan merasakannya; makan menjadi berfaedah hanya ketika makanan dikunyah, ditelan, dicerna, diserap ke dalam aliran darah dan diedarkan pada otot dan tulang, menjadi kekuatan dan tenaga. Begitu juga, pemahaman spiritual harus diresapi serta memperkuat seluruh bagian kehidupan. Spiritual harus diungkapkan melalui seluruh organ dan indria (karmendriya dan jnanendriya). Seseorang harus melangkah dengan mantap dan mencapai tahapan yang tertinggi ini. Akumulasi pembelajaran saja bukanlah kebijaksanaan spiritual (jnana). Hanya tingkah laku yang baik (sat-guna) adalah kebijaksanaan spiritual. Dalam upaya seseorang dapat melakukan pelayanan tanpa mementingkan diri sendiri, sedikit makan (bhoga) harus dilakukan. Makan seperti itu adalah bagian dari korban suci (yajna). Untuk membuat mesin tubuh ini berfungsi maka bahan bakar berupa makanan harus digunakan. Makanan bukanlah pengorbanan, namun memungkinkan pengorbanan. Maka dari itu, menikmati makanan harusnya tidak dipandang rendah seperti menyediakan makanan bagi ketamakan atau sebagai memberi makan bagi perut. Ini harus dipahami sebagai bagian dari ibadah. (Prema Vahini, Ch 12)

-BABA

Thought for the Day - 9th January 2020 (Thursday)

A time may come when you become tired and weak, then pray thus: “Lord, things have gone beyond my capacity. I feel further effort is too great a strain. Give me strength, O Lord!” Initially, God stands at a distance, watching one’s effort, like the teacher who stands apart when students answer an exam. Then, when one sheds attachment to sensual pleasures (bhoga) and takes to good deeds and selfless service, God comes nearer. Like Sun God (Surya-narayana), He waits outside the closed door. Like the servant doesn’t announce his presence or bang on the door but simply waits, knowing his employer’s preferences, God too waits! When the master opens the door just a little, the sun rushes in and promptly drives darkness out from within. Similarly, when God’s help is requested, He immediately presents Himself with extended hands to help. So what you need is only the discrimination (viveka) to pray and the spiritual wisdom (jnana) to remember Him. 


Ada keadaan muncul ketika engkau menjadi capai dan lemah, maka berdoalah seperti ini: “Tuhan, keadaan ini telah melewati kemampuan saya. Saya merasa usaha lebih lanjut terasa sangat berat. Berikanlah saya kekuatan, O Tuhan!”pada awalnya, Tuhan berdiri di kejauhan, memperhatikan usaha yang dilakukan seseorang, seperti halnya guru yang berdiri kejauhan ketika murid-murid menjawab ujian. Kemudian, ketika seseorang melepaskan keterikatan pada kesenangan sensual (bhoga) dan melakukan perbuatan baik serta pelayanan yang tidak mementingkan diri sendiri, Tuhan datang semakin mendekat. Seperti halnya Dewa Surya (Surya-narayana), Beliau menunggu di luar pintu yang tertutup. Seperti halnya pelayan yang mengetahui hak majikannya dan batasan mereka, dia tidak mengatakan kehadirannya atau menggedor pintu namun hanya menunggu, begitu juga dengan Tuhan! Ketika majikan membukakan pintu sedikit saja, maka matahari segera masuk dan dengan segera menghilangkan kegelapan di dalam. Sama halnya, ketika memohon bantuan Tuhan, Tuhan dengan segera menghadirkan diri-Nya dengan uluran tangan untuk membantu. Jadi, apa yang engkau perlu lakukan adalah hanya diskriminasi (viveka) untuk berdoa dan kebijaksanaan spiritual (jnana) untuk mengingat-Nya. (Prema Vahini, Ch 11)

-BABA

Thought for the Day - 8th January 2020 (Wednesday)

Diversities in attitudes and practices are natural and should be welcomed; there is no need for one over-all, ironclad, hard faith. Rivalry amongst those following different paths cannot bring peace and prosperity to any country. Without the freedom to adopt faith, world cannot progress. India taught that a small group can never command the inexhaustible resources of the world. For the effective functioning of the community it is necessary to divide the work of the community among sections of the people and allot each the task of contributing its share to the common good. This facilitated diversity and mutuality. Diversities were approved for the practical application of spiritual powers and potentialities, therefore there is no need for factionalism and fights. There is an entrancing sense of mystery which, if explored, will enable you to visualize the One that underlies the many. Hence ancient texts proclaim, “One alone exists; wise describe it in manifold ways” (Ekam sat, viprah bahudha vadanti)! 


Keragaman dalam sikap dan praktik adalah alami dan harus disambut; tidak perlu bagi seseorang untuk keyakinan yang keras dan kuat. Persaingan di antara mereka yang mengikuti jalan yang berbeda tidak dapat membawa kedamaian dan kemakmuran ke negara mana pun. Tanpa kebebasan untuk menggunakan keyakinan, dunia tidak akan maju. India mengajarkan bahwa sekelompok kecil tidak akan pernah bisa menguasai sumber daya dunia yang tidak ada habisnya. Untuk berfungsinya masyarakat secara efektif, adalah perlu untuk membagi pekerjaan masyarakat di antara bagian-bagian masyarakat dan membagikan masing-masing tugas untuk menyumbangkan bagiannya untuk kebaikan bersama. Ini memfasilitasi keragaman dan kebersamaan. Keragaman disetujui untuk penerapan praktis kekuatan dan potensi spiritual, oleh karena itu tidak perlu untuk faksionalisme (kecenderungan untuk berfraksi) dan perkelahian. Ada rasa misteri memikat yang jika dieksplorasi, akan memungkinkan engkau untuk memvisualisasikan Dia yang mendasari banyak orang. Karena itu teks-teks kuno menyatakan, “Hanya ada satu; orang bijak menggambarkannya dengan berbagai cara ”(Ekam sat, viprah bahudha vadanti)! (Sathya Sai Vahini, Ch 5)

-BABA

Thought for the Day - 7th January 2020 (Tuesday)

Members of Sevadal! First and foremost, cultivate love in your heart. Whomsoever you come across, talk to them with love. Draw all those who are in trouble close to you. Then God will shower His love on you. How can you receive the love of God if you do not love your fellow beings? If you want to become deserving of God’s love, then first and foremost you should become deserving of the love of your fellow beings. God will help you if you help others. Help ever, hurt never. Never cause trouble to anyone. Love everyone. Lead your life with goodness of heart. Your heart should melt with free flowing love. Dear ones! You are not different from Me; I am in you and you are in Me. As I love you, you should also love one and all. You can achieve greatness only when you develop and share pure love from within. This is the service you must render. 


Para anggota dari Sevadal! Pertama dan utama, tingkatkan cinta kasih di dalam hatimu. Siapapun yang engkau temui, berbicaralah pada mereka dengan kasih. Bawalah semua mereka yang kesusahan dekat denganmu. Kemudian Tuhan akan mencurahkan kasih-Nya kepadamu. Bagaimana engkau dapat menerima kasih Tuhan jika engkau tidak menyayangi sesamamu? Jika engkau ingin menjadi layak untuk kasih Tuhan, maka pertama dan utama engkau seharusnya menjadi layak untuk kasih dari sesamamu. Tuhan akan membantumu jika engkau membantu yang lainnya. Selalulah menolong, jangan pernah menyakiti. Jangan pernah menjadi penyebab masalah bagi siapapun juga. Kasihi semuanya. Jalani hidupmu dengan kebaikan di dalam hati. Hatimu seharusnya mencair dengan aliran kasih yang bebas. Engkau yang terkasih! Engkau tidaklah berbeda dengan-Ku; Aku ada di dalam dirimu dan engkau ada di dalam diri-Ku. Sebagaimana Aku mengasihimu, engkau seharusnya juga mengasihi semuanya. Engkau dapat mencapai hal yang luar biasa hanya ketika engkau mengembangkan dan berbagi kasih yang suci dari dalam diri. Ini adalah pelayanan yang harus engkau lakukan. (Divine Discourse, Jan 27, 2007)

-BABA

Monday, January 6, 2020

Thought for the Day - 6th January 2020 (Monday)

Our Upanishads teach us the paths of karma, upasana, and jnana yogas. The essence of karma yoga (path of action) is to perform all actions with dedication as an offering to the Lord, for His pleasure. Upasana yoga (path of worship) is loving God wholeheartedly with harmony and purity in thought, word, and deed (trikarana suddhi). It is not true upasana if you love God merely to achieve your worldly desires. Devotion should be love for love’s sake. The followers of jnana yoga (path of wisdom) should consider the whole universe as manifestation of God. Firm faith that Divinity resides in all beings in the form of Atma is called Jnana. If you wonder how Ekatwa (Oneness) exists with so many different forms, names, different kinds of behaviour, different doctrines, etc., consider the fathomless ocean with infinite waves. Each wave is unique and different from the other in its size and shape, but are all different manifestations of one and the same water, and are also not different from the ocean. 


Di dalam Upanishad mengajarkan kita jalan-jalan karma, upasana, dan jnana yoga. Intisari dari karma yoga (jalan perbuatan) adalah melaksanakan semua perbuatan dengan dedikasi sebagai sebuah persembahan kepada Tuhan dan untuk kesenangan Tuhan. Upasana yoga (jalan pemujaan) adalah mencintai Tuhan sepenuh hati dengan keharmonisan dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan (trikarana suddhi). Bukanlah sebuah upasana yang sejati jika engkau mencintai Tuhan hanya dengan tujuan memenuhi keinginan duniawimu. Bhakti seharusnya adalah kasih demi untuk kasih. Para pengikut jnana yoga (jalan kebijaksanaan) seharusnya menganggap seluruh alam semesta sebagai manifestasi dari Tuhan. Keyakinan yang mantap bahwa Tuhan bersemayam di dalam semua makhluk dalam wujud Atma disebut dengan Jnana. Jika engkau ingin tahu bagaimana Ekatwa (kesatuan) ada dengan begitu banyak perbedaan wujud, nama, perbedaan tingkah laku, dsb, lihatlah lautan yang tidak dapat diukur dengan gelombang yang tidak terbatas. Setiap gelombang adalah unik dan berbeda dari gelombang yang lainnya dalam ukuran dan bentuk, namun semua adalah manifestasi berbeda dari satu dan air yang sama, dan juga tidak berbeda dari lautan. (Summer Showers 1990, Ch 16)

-BABA