Tuesday, August 31, 2010

Thought for the Day - 31st August 2010 (Tuesday)


There is a technique by which the Immortal Spirit can be discovered. Though it may appear difficult, each step forward makes the next one easier, and a mind that is made ready by discipline is able to discover the Divine basis of man and creation in a flash. There is no short-cut to this consummation. One has to give up all the tendencies that one has accumulated so far and become light for the journey. Lust, greed, anger, malice, conceit, envy, hate – all these tendencies have to be shed. It is not enough to listen to spiritual discourses and count the number you have listened to. The only thing that counts is practising at least one of those teachings.

Ada caranya bagaimana Immortal Spirit dapat ditemukan. Walaupun mungkin sangat sulit, setiap langkah yang dilalui akan membuat langkah selanjutnya menjadi lebih mudah, dan pikiran akan siap dengan disiplin yang kemudian mampu menemukan dasar penciptaan manusia dalam sekejap. Tidak ada jalan singkat untuk melaksanakan hal ini. Seseorang harus melepaskan semua kecenderungan negatif bahwa seseorang telah mengumpulkan sampai begitu jauh dan menjadi cahaya dalam perjalanannya. Nafsu, ketamakan, kemarahan, kedengkian, keangkuhan, iri hati, kebencian - semua kecenderungan negatif ini harus dilepaskan. Tidaklah cukup mendengar wacana spiritual dan menghitung berapa jumlah wacana yang telah engkau dengarkan. Satu-satunya yang penting dilakukan adalah mempraktekkan setidak-tidaknya salah satu ajaran yang telah engkau dengarkan tersebut.

-BABA

Monday, August 30, 2010

Thought for the Day - 30th August 2010 (Monday)


A true scholar should not entertain egoism in his thoughts at any time. However, the misfortune is that scholars as a class are today afflict ed with unbounded egoism. As a consequence, they follow wrong ideals and take to wrong paths. They confer the benefits of education only on themselves and on their kith and kin. As a result, they forgo their position among Sajjans (noble men) and the respect it can bring. One must grant generously to others the knowledge, skill and insight that one has acquired. If this is not done, human progress itself is endangered. In order to promote the best interest of mankind, one has to cultivate the holy urge of Paropakaaram (service to others) and the attitude of sharing.


Seorang terpelajar sejati seharusnya tidak mengembangkan egoisme dalam pikirannya. Akan tetapi, kesulitannya adalah bahwa para terpelajar saat ini telah dibelenggu dengan egoisme yang tidak terbatas. Maka akibatnya mereka mengikuti tujuan yang salah dan mengambil jalan yang salah. Mereka memberi manfaat pendidikan hanya untuk diri mereka sendiri serta sanak keluarga mereka. Sebagai hasilnya, mereka melupakan posisi mereka diantara Sajjans (orang-orang mulia) dan orang-orang yang menghargai mereka. Seseorang harus memberikan dengan murah hati pada orang lain pengetahuan, keterampilan, dan wawasan yang telah diperolehnya. Jika hal ini tidak dilakukan, maka kemajuan umat manusia akan terancam. Untuk memajukan umat manusia, seseorang harus mengembangkan dorongan suci untuk melayani orang lain (Paropakaaram) dan memiliki sikap berbagi dengan yang lainnya

-BABA

Sunday, August 29, 2010

Thought for the Day - 29th August 2010 (Sunday)


Consider what happens when a person sees a dry stump of a tree at night: he/she is afraid that it is a ghost or a bizarre human being. It is neither, though it is perceived as either. The reason for this misperception is darkness. Darkness superimposes on something another thing that is not there. In the same manner, the darkness that is spread through Maya (false perception) veils and renders unnoticeable the Primal Cause, Brahman (Divine Self), and imposes the cosmos on It, as a perceptible reality. This deceptive vision is corrected by the Jnana (awakened consciousness) and transmuted into the vision of Prema (universal love).

Bayangkanlah apa yang terjadi ketika seseorang melihat batang pohon kering di malam hari: ia ketakutan mengira batang pohon itu sebagai hantu atau manusia yang aneh. Penyebab dari kekeliruan ini adalah kegelapan. Kegelapanlah yang menyebabkan adanya sesuatu pada sesuatu hal lain yang sebenarnya tidak ada. Dengan cara yang sama, kegelapan yang disebarkan melalui Maya (persepsi yang keliru) menyelubungi kesadaran akan Brahman sebagai Penyebab Utama, dan menerapkan hal itu pada alam semesta, sebagai suatu realitas yang nyata. Pandangan yang keliru ini diperbaiki oleh Jnana sehingga berubah menjadi Prema (kasih yang universal).

-BABA

Saturday, August 28, 2010

Thought for the Day - 28th August 2010 (Saturday)


Education is rendered noble when the spirit of service is inculcated. The service rendered must be free of the slightest trace of narrow selfishness. That is not enough. The thought of service should not be marred by the desire for something in return. You have to perform the service as you would perform an important Yajna (sacrificial ritual). As trees do not eat their fruits but offer them to be eaten by others in an attitude of detachment; as rivers, without drinking the waters they carry, quench the thirst and cool the heat from which others suffer; as cows offer their milk, produced primarily for their calves, in a spirit of generosity born of Thyaga (renunciation), to be shared by others, so too you should offer yourself to others prompted by the motive of service and without consideration of selfish interests. Only then can you justify your status as Sajjana (noble men).

Pendidikan yang diberikan akan sangat mulia ketika semangat pelayanan ditanamkan. Pelayanan yang diberikan harus terbebas dari jejak mementingkan diri sendiri. Inipun belum cukup. Pikiran pada saat melakukan pelayanan seharusnya tidak boleh dirusak oleh keinginan untuk mendapatkan balasannya. Engkau harus melakukan pelayanan seperti engkau akan melakukan suatu Yajna penting (ritual pengorbanan). Sikap tanpa keterikatan, diperlihatkan oleh pohon, ia tidak memakan buah-buahan yang dihasilkannya, tetapi memberikan buah-buahan itu untuk dimakan oleh orang lain, seperti sungai, ia tidak meminum air yang dibawanya, tetapi air dapat melepas dahaga dan mendinginkan panas bagi mereka yang memerlukannya; seperti sapi yang memberikan susunya, yang sebenarnya dihasilkan terutama untuk anak-anaknya, kemudian dengan semangat kemurahan hati yang timbul dari Thyaga (pengorbanan), maka susu itu dibagikan pada orang lain, demikian juga engkau seharusnya memberikan dirimu pada orang lain didorong oleh motif pelayanan dan tanpa mempertimbangkan kepentinganmu sendiri. Hanya dengan melakukan hal ini, kemudian engkau dapat disebut sebagai Sajjana (orang mulia).

-BABA

Friday, August 27, 2010

Thought for the Day - 27th August 2010 (Friday)


It is due to the gift of His Divine Grace that we survive in this world. Every drop of blood coursing through our veins is but a drop from the shower of His Grace. Every muscle is but a lump of His Love. Every bone and cartilage is but a piece of His mercy. It is clear that without Him we are but bags of skin. But, unable to understand this secret, we strut about, boasting “I achieved this,” and “I accomplished this.”

Berkat karunia-Nya kita bisa hidup di dunia ini. Setiap tetes darah yang mengalir melalui pembuluh darah kita hanyalah setetes dari percikan rahmat-Nya. Setiap otot hanyalah segumpal Kasih-Nya. Setiap tulang dan tulang rawan hanyalah bagian dari rahmat-Nya. Jelas bahwa tanpa Beliau kita ada tetapi hanya berupa kantong kulit saja. Tetapi, kita tidak mampu memahami rahasia ini, dan menyatakan dengan kesombongan "aku mencapai hal ini," dan "aku berhasil melakukan ini."

-BABA

Wednesday, August 25, 2010

Thought for the Day - 26th August 2010 (Thursday)


A bird in flight in the sky needs two wings; a person on the earth below needs two legs to move; an aspirant eager to attain the mansion of Moksha (liberation), the abode of freedom, needs renunciation and wisdom - renunciation of worldly desires and wisdom to become aware of the Atma. When a bird has only one wing, it cannot rise up into the sky, can it? In the same manner, if one has only renunciation or only wisdom, one cannot attain the supreme Self, Brahman. The sense of “mine” is the bond of deluding attachment. How long can one cling to what one fondles as mine? Some day, one has to give up everything and leave, alone and empty handed. This is the inescapable destiny.

Seekor burung terbang di langit memerlukan dua sayap; orang di bumi ini membutuhkan dua kaki untuk bergerak; seorang peminat spiritual yang berhasrat untuk mencapai Moksha (pembebasan), tempat tinggal kebebasan, memerlukan kebijaksanaan dan pengorbanan yaitu melepaskan keinginan-keinginan duniawi dan kebijaksanaan untuk menyadari Atma. Bukankah ketika burung hanya memiliki satu sayap, ia tidak dapat terbang? Demikian pula, jika seseorang hanya memiliki pengorbanan saja atau kebijaksanaan saja, seseorang tidak bisa mencapai Brahman. Perasaan "milikku" adalah ikatan yang menipu keterikatan. Berapa lama seseorang bisa melekat pada milikku? Suatu hari, seseorang harus melepaskan segalanya dan meninggalkan semuanya sendirian dengan tangan kosong. Ini adalah takdir yang tak akan bisa dihindari.

-BABA

Thought for the Day - 25th August 2010 (Wednesday)


We have to learn good things from others. We sow seeds in the ground. We provide it with manure and water. The seed sprouts, becomes a sapling and grows into a huge tree. It does not become soil when placed therein, nor manure when it feeds thereon, nor water when it partakes thereof. It only imbibes from each of them whatever it can benefit from them. It grows into what is essentially IT, namely, a huge tree! May you too grow likewise. You have to learn much from others. Learn about the Supreme and the means of attaining it from even the lowest. Learn from others how to practise progressive Sadhana (spiritual exercise) and saturate yourselves with it. But do not be transformed into others.

Kita harus belajar hal-hal baik dari orang lain. Kita menabur benih di tanah. Kita memberikan benih tersebut pupuk dan air. Benih tumbuh menjadi tunas, menjadi pohon kecil lalu berkembang menjadi pohon yang besar. Benih itu tidak menjadi tanah ketika ditempatkan di tanah, ia tidak menjadi pupuk ketika ia diberi pupuk, tidak pula menjadi air ketika ia disiram dengan air. Ia hanya menyerap unsur-unsur yang bermanfaat baginya. Ia tumbuh sesuai dengan esensi dirinya yaitu pohon yang besar! Semoga engkau juga tumbuh sedemikian. Engkau harus belajar lebih banyak lagi dari orang lain. Pelajari tentang Yang Agung dan cara mencapainya bahkan dari orang yang terendah sekalipun. Belajarlah dari orang lain bagaimana cara mempraktekkan Sadhana (latihan spiritual) dan penuhilah dirimu dengan hal tersebut. Tapi janganlah berubah menjadi orang lain.

-BABA