Saturday, July 12, 2025

Thought for the Day - 12th July 2025 (Saturday)



To eliminate the mind and remove the delusions from it, desires have to be controlled. But the sadhaks of today have not reduced their desires. It must be realised that selfishness and self-centeredness have to be got rid of. Selfishness is the root cause of all the afflictions plaguing man. If the world is to be transformed, we must begin with the individual. His evil traits have to be removed. He must fill himself with sacred thoughts. To start with, the individual must reform himself. Without the individual realising his true nature, all other accomplishments are of no avail. Man is exploring the most distant regions in space, but is not moving even an inch towards understanding his heart. Is this the journey man should undertake? He must turn the mind inwards. Turning the mind towards the external world can only breed sorrow. Enduring bliss can be got only by directing the mind towards God. That is the real sadhana. Without mental transformation, all other changes are meaningless. Without changing your qualities, you remain in the same state as before. Develop good qualities and sanctify yourself. 


- Divine Discourse, Jul 7, 1990

The water vapour produced by the sun becomes a cloud and hides the sun itself. Likewise, the thoughts arising in the mind conceal the Atma. 


Untuk melenyapkan pikiran dan menghilangkan khayalan darinya maka keinginan harus dikendalikan. Namun para peminat spiritual hari ini tidak mengurangi keinginan yang mereka miliki. Harus disadari bahwa sifat mementingkan diri sendiri dan terpusat pada diri sendiri harus dilenyapkan. Sifat mementingkan diri sendiri adalah akar penyebab dari semua penderitaan yang mengganggu manusia. Jika dunia dirubah maka kita harus mulai dari individu dengan menghilangkan sifat-sifat buruknya. Dia harus mengisi dirinya sendiri dengan gagasan-gagasan pemikiran yang suci. Untuk memulai langkah ini maka setiap individu harus mulai merubah dirinya sendiri. Tanpa seseorang menyadari sifat alaminya yang sejati, semua pencapaiannya lainnya menjadi sia-sia saja. Manusia saat sekarang sedang menjelajahi angkasa luar yang begitu jauh, namun tidak bergerak sedikitpun untuk memahami pikiran yang ada dalam dirinya. Apakah perjalanan ini yang harus dilakukan manusia? Manusia harus mengarahkan pikirannya ke dalam dirinya. Mengarahkan pikiran ke luar yaitu pada dunia di luar diri hanya menimbulkan penderitaan. Kebahagiaan abadi hanya bisa dicapai dengan mengarahkan pikiran kepada Tuhan. Itu adalah latihan spiritual (sadhana) yang sesungguhnya. Tanpa adanya perubahan mental, maka semua perubahan adalah tidak ada maknanya. Tanpa merubah sifat-sifat dalam diri kita, maka engkau masih tetap sama pada keadaan sebelumnya. Maka dari itu, kembangkanlah sifat-sifat yang baik dan sucikan dirimu sendiri. 


- Divine Discourse, 7 Juli 1990

Uap air yang dihasilkan oleh matahari menjadi awan dan menyembunyikan matahari itu sendiri. Sama halnya, gagasan pemikiran muncul dari pikiran menyembunyikan Sang Atma. 

Friday, July 11, 2025

Thought for the Day - 11th July 2025 (Friday)



There are two kinds of knowledge which man can seek in his quest for happiness. One is Lokajnana (worldly knowledge). This relates to knowledge of music and the fine arts, of the physical Universe, botany, chemistry, mathematics, and the like. All this knowledge is of use only for earning a living. All of it relates to matters which are ever changing and perishable. The other kind of knowledge is Brahmajnana (knowledge of the Supreme). This knowledge reveals that the origin, growth and dissolution of the Cosmos are due to Brahman (Supreme Reality). The Upanishads (Vedic metaphysical treatises) have described it as Akshaya (imperishable) Brahman. Man today needs this supreme knowledge. There are three steps leading to this knowledge. One is “Bhavam” (heartfelt feeling). The second is “Sadhana” (spiritual effort). The third is “Upasana” (contemplation). 


- Divine Discourse, Jul 24, 1983

You need a diamond to cut another diamond. To experience the Atma (Self), you require only Self-knowledge, Atma-jnanam. 


Ada dua jenis pengetahuan yang manusia dapat cari dalam pencariannya akan kebahagiaan. Pertama adalah pengetahuan duniawi (Lokajnana). Pengetahuan ini terkait dengan pengetahuan tentang musik dan seni rupa, alam semesta fisik, botani, kimia, matematika ,dan sejenisnya. Semua jenis pengetahuan ini hanyalah digunakan untuk mendapatkan nafkah. Semuanya ini terkait pada hal-hal yang senantiasa mengalami perubahan dan mudah hancur. Jenis pengetahuan lain adalah pengetahuan tentang Yang Maha Kuasa (Brahmajnana). Pengetahuan ini mengungkapkan tentang asal mula, pertumbuhan dan peleburan kosmos yang disebabkan oleh Brahman (realitas yang tertinggi). Naskah suci Upanishad (kitab filsafat metafisika Weda) telah menjabarkannya sebagai Brahman Akshaya (Brahman yang abadi dan tidak terhancurkan). Manusia hari ini membutuhkan pengetahuan tertinggi ini. Ada tiga langkah menuju pada pengetahuan ini. Langkah pertama adalah “Bhavam” (perasaan sepenuh hati). Langkah kedua adalah “Sadhana” (latihan spiritual). Langkah ketiga adalah “Upasana” (kontemplasi). 


- Divine Discourse, 24 Juli 1983

Engkau membutuhkan sebuah berlian untuk memotong berlian lainnya. Untuk dapat mengalami Atma (Diri Sejati), engkau hanya membutuhkan Pengatahuan Diri Sejati atau Atma-jnanam. 

Thursday, July 10, 2025

Thought for the Day - 10th July 2025 (Thursday)



Guru Poornima is a name full of meaning. Poornima means the effulgent full moon. Guru means (Gu - ignorance; Ru - destroyer), he who removes the darkness and delusion from the heart and illumines it with the higher wisdom. The Moon and the mind are interrelated, as object and image. On this day, the Moon is full, fair and cool; its light is fresh, pleasant and peaceful. So the light of the mind too, must be pleasing and pure. This is the message of the day. In the firmament of your heart, the Moon is the mind. There are clouds there, thick and heavy – sensual desires and worldly activities, which mar your joy at the light of the Moon. Therefore, let the strong breeze of love scatter the clouds and confer on you the cool glory of moonlight. When devotion shines in full, the sky in the heart becomes a bowl of beauty and life is transformed into a charming avenue of Ananda. That beauty of heart, that Ananda (bliss) in life can be won through the mind, if the lesson of this day is remembered and realised! 


- Divine Discourse, Jul 29, 1969.

Worldly Gurus undergo change with the passage of time. God alone is changeless and He alone is your true Guru. 


Guru Poornima adalah sebuah nama yang penuh dengan makna. Poornima berarti kilauan cahaya bulan purnama. Guru berarti (Gu - ketidaktahuan; Ru - penghancur), dia yang melenyapkan kegelapan dan khayalan dari hati dan meneranginya dengan kebijaksanaan yang lebih luhur. Bulan dan pikiran adalah saling terkait, seperti halnya objek dan gambar. Pada hari ini adalah bulan penuh atau bulan purnama, cerah dan sejuk; cahayanya segar, menyenangkan dan penuh kedamaian. Jadi begitu juga dengan cahaya pikiran, haruslah bersifat menyenangkan dan murni. Ini adalah pesan dari perayaan Guru Poornima hari ini. Dalam cakrawala hatimu, bulan adalah pikiran. Ada awan-awan yang disana yang tebal dan berat berupa keinginan sensual dan aktifitas duniawi yang mana merusak suka citamu pada cahaya rembulan. Maka dari itu, biarkan hembusan angin kasih yang kuat menghamburkan awan-awan tersebut dan memberikanmu kesejukan cahaya rembulan. Ketika bhakti bersinar secara penuh, langit di dalam hatimu menjadi sebuah mangkuk keindahan dan hidup dirubah menjadi jalan indah dari Ananda. Keindahan hati tersebut, Ananda (kebahagiaan) dalam hidup dapat dicapai melalui pikiran, jika hikmah dari perayaan guru Purnima hari ini diingat dan disadari! 


- Divine Discourse, 29 Juli 1969.

Guru-guru duniawi mengalami perubahan sesuai berjalannya waktu. Hanya Tuhan yang tidak berubah dan hanya Tuhan adalah gurumu yang sejati.

Tuesday, July 8, 2025

Thought for the Day - 8th July 2025 (Tuesday)



A happy atmosphere should prevail in the home at all times for children to grow healthy and intelligently. Long drawn faces are not conducive to healthy growth. Why should you have a sorrowful demeanour? Difficulties do come often, be it anybody. But, you should know that they are like passing clouds. Why should you lose cheer at each and every incident? It is only a state of mind. There is nothing that remains permanent in this life. Let us think only of joyful moments of the past. Never brood over sorrowful events. Be cheerful in the present, filling the mind always with noble thoughts. Start the day with love, spend the day with love, fill the day with love, and end the day with love. You should never forget this most important aspect of love. Right from dawn to dusk, you must maintain a cheerful disposition. Take your fill of happiness and make others happy with a virtuous demeanour. 


- Divine Discourse, Jan 21, 1988.

The mind that is morose harbours nothing but malice and jealousy. Divinity cannot reside in such unholy minds. 


Sebuah suasana yang bahagia harus meliputi seisi rumah sepanjang waktu untuk pertumbuhan anak-anak yang sehat dan cerdas. Raut wajah yang patah semangat dan sedih adalah tidak bersifat kondusif bagi pertumbuhan yang sehat. Mengapa engkau memiliki sikap yang penuh kesedihan? Kesulitan sering datang kepada siapapun juga. Namun, engkau harus mengetahui bahwa semua kesedihan itu adalah awan-awan yang berlalu. Mengapa engkau sampai harus kehilangan kegembiraan dalam setiap kejadian? Hal ini hanyalah keadaan pikiran. Tidak ada satupun yang tetap kekal di dalam hidup ini. Marilah kita memikirkan hanya momen-momen indah di masa lalu. Jangan pernah tenggelam dalam merenungkan keadaan yang menyedihkan. Jadilah penuh suka cita di masa sekarang, selalu isilah pikiran dengan gagasan-gagasan yang mulia. Awali hari dengan kasih, jalani hari dengan kasih, isilah hari dengan kasih dan akhiri hari dengan kasih. Engkau tidak boleh melupakan aspek yang paling penting ini dari kasih. Mulai dari fajar menyingsing sampai matahari terbenam, engkau harus tetap menjaga karakter yang ceria. Raihlah kebahagiaanmu dan buatlah orang lain bahagia dengan perilaku yang berbudi luhur. 


- Divine Discourse, 21 Januari 1988.

Pikiran yang murung tidak mengandung apapun kecuali kedengkian dan kecemburuan. Keilahian tidak bisa bersemayam dalam pikiran yang tidak suci seperti itu.  

Sunday, July 6, 2025

Thought for the Day - 6th July 2025 (Sunday)



Every human being is an embodiment, repository, and vehicle of ananda (bliss). The awareness of this ananda is the goal of man, the consummation of human life. But, man seeks pleasure and happiness from objects through the senses and attains the low material ananda, not the supreme ananda he ought to win. It must be said that the ananda attained through the objective world or through subjective means is only a fractional expression of the ananda which the mergence in Brahman (Supreme Reality) grants. We speak of hot water, though heat is not a quality of water; fire has given it the heat. So too, objective ananda or subjective ananda is rendered so, through the grace of Brahmanandam (Supreme Divine Bliss). Man prides himself that he has earned ananda himself by his effort. It is sugar that makes the bland globules of flour into sweet laddus. The stars are proud that they shed light on a darkened world but the bright moonlight renders starlight too faint to be noticed. The moon’s pride too, is humbled when the sun illumines the sky. Brahmananda is the Sun. This does not mean that one should ignore starlight and moonlight or Vishaya ananda and Vidya ananda — the bliss derived from nature and from spiritual experiential knowledge. They are steps, stages, samples. While valuing them as such, the goal of Brahmananda has to be relentlessly pursued. 


- Divine Discourse, Jul 25, 1983.

Ananda is the innate nature of Man. But, the pity is, he is searching for it everywhere except where it is available. 


Setiap manusia adalah perwujudan, tempat penyimpanan, wahana dari ananda (kebahagiaan). Kesadaran pada ananda ini adalah tujuan dari manusia dan merupakan penyempurnaan dari hidup manusia. Namun, manusia mencari kesenangan dan kenikmatan dari objek-objek melalui indria serta meraih ananda material rendahan, dan bukan ananda tertinggi yang harusnya manusia dapatkan. Harus dikatakan bahwa ananda yang didapat melalui dunia objektif atau melalui sarana subjektif hanyalah merupakan sebagian kecil dari ungkapan ananda yang diberikan dari penyatuan dengan Brahman (Kenyataan sejati yang tertinggi). Saat kita berbicara tentang air panas, walaupun panas itu bukanlah kualitas dari air; namun api telah memberikan air itu panas. Demikian pula, jenis ananda yang bersifat objektif dan subjektif, adalah berasal dari Brahmanandam (kebahagiaan Ilahi tertinggi). Manusia bangga pada dirinya sendiri bahwa dia telah mendapatkan ananda dengan usahanya sendiri. Adalah gula yang membuat tepung yang hambar menjadi laddu yang manis. Bintang-bintang merasa bangga ketika memberikan cahaya dan bersinar saat dunia gelap, namun cahaya terang dari bulan menjadikan cahaya bintang tidak terlihat. Kebanggaan bulan juga menjadi redup ketika cahaya matahari menerangi dunia. Brahmananda adalah matahari. Hal ini bukan berarti bahwa seseorang boleh mengabaikan cahaya bintang dan cahaya rembulan atau Vishaya ananda dan Vidya ananda -- kebahagiaan yang didapat berasal dari alam dan dari pengalaman pengetahuan spiritual. Itu semuanya adalah langkah-langkah, tahapan-tahapan, contoh-contoh. Sambil menghargai semuanya itu, tujuan akhir dari Brahmananda harus dikejar tanpa henti. 


- Divine Discourse, 25 Juli 1983.

Ananda adalah sifat alami bawaan manusia. Namun, sangat disayangkan manusia mencarinya kemana-mana kecuali di tempat yang tersedia. 

Saturday, July 5, 2025

Thought for the Day - 5th July 2025 (Saturday)



Dedication or Prapatti means total surrender. There is a formidable force that stands between man and God like a limiting wall. This power that is separating the devotee from God is the ‘ego’. Only when we succeed in destroying the ego can we merge into Divinity. First, we must be able to surrender this ego to God. Prapatti means surrendering of body, mind, intellect, awareness, and senses, they being dependent on the ego. Money, might, caste, education, beauty, kingdom, penance, and arrogance are all related to ego. Together or individually, they are comprised of ego. Among them, pride in wealth and education are much worse. There are medicines for all kinds of diseases. But the disease of ego cannot be cured by any kind of medicine. There is only one medicine that is capable of subduing this disease of ego; that is Divinity. No other medicine except Divinity is capable of curing this formidable disease. 


- Divine Discourse, Jan 21, 1988.

The vision of the inner Atma will not be revealed to the spiritual aspirant as long as one’s ego continues to exist 


Dedikasi atau Prapatti mengandung makna berserah diri sepenuhnya. Ada sebuah kekuatan besar yang berdiri diantara manusia dan Tuhan seperti sebuah tembok pembatas. Kekuatan ini yang memisahkan bhakta dari Tuhan yang disebut dengan ‘ego’. Hanya ketika kita berhasil menghancurkan ego ini maka kita dapat menyatu ke dalam keilahian. Pertama-tama, kita harus mampu untuk menyerahkan ego kita pada Tuhan. Prapatti berarti menyerahkan tubuh, pikiran dan kecerdasan, kesadaran dan indra, yang semuanya ini bergantung pada ego. Uang, kekuasaan, kasta, pendidikan, kecantikan, kerajaan, penebusan dosa, dan arogansi semuanya terkait dengan ego. Baik secara bersama-sama atau secara terpisah semuanya terdiri dari ego. Diantara semuanya itu, kesombongan pada kekayaan dan pendidikan adalah yang paling buruk. Ada obat untuk segala jenis penyakit. Namun untuk penyakit ego tidak bisa disembuhkan oleh obat jenis apapun. Hanya ada satu obat yang mampu untuk menaklukkan penyakit ego ini; itu adalah keilahian. Tidak ada obat lain kecuali keilahian yang mampu menyembuhkan penyakit yang dashyat ini. 


- Divine Discourse, 21 Januari 1988.

Penglihatan terhadap Atma di dalam diri tidak akan terungkapkan pada peminat spiritual selama egonya masih ada. 

Friday, July 4, 2025

Thought for the Day - 4th July 2025 (Friday)



God is present in all human beings. All heads of all human beings in this world are God’s own heads, verily. Hence, God is described as Viratasvarupa (embodiment of cosmic Divinity). His is the cosmic form. Each one in that cosmic form has a different form. However, God is immanent in every form. Krishna declared in the Bhagavad Gita, Mamaivamsho Jivaloke Jivabhutah Sanatanah (the eternal Atma in all beings is a part of My Being). I alone am present in each one of you. You are not different from Me. Do not entertain any doubts or differences of opinion in this regard. Strengthen your love, that is the proper Sadhana. If only the fruit of love in your heart is ripened, the juice of that fruit can be shared with one and all. Hence, let that fruit of love ripen in your heart first. If only you fill your heart with pure love, that love can be shared with all. All people then will become embodiments of love. Then, there will be no scope at all for hatred and violence in the world. 


- Divine Discourse, Jul 28, 2007.

People admire the beauty of Nature, but are not aware of the beauty in their hearts. 


Tuhan bersemayam di dalam semua umat manusia. Sejatinya, semua kepala dari setiap manusia di dunia adalah kepala Tuhan sendiri. Oleh karena itu, Tuhan disebutkan sebagai Viratasvarupa (perwujudan keilahian kosmik). Wujud-Nya adalah wujud kosmik. Setiap orang yang dalam wujud kosmik itu memiliki wujud yang berbeda. Bagaimanapun juga, Tuhan meresapi dalam setiap wujud. Sri Krishna menyatakan dalam Bhagavad Gita, Mamaivamsho Jivaloke Jivabhutah Sanatanah (Atma yang bersifat abadi ada dalam semua makhluk adalah bagian dari diri-Ku). Aku sendiri yang ada dalam dirimu semuanya. Engkau tidaklah berbeda dari diri-Ku. Jangan memberikan ruang bagi keraguan atau perbedaan pendapat dalam hal ini. Perkuat kasihmu, itu adalah Sadhana sesungguhnya. Jika buah kasih di dalam hatimu sudah matang maka sari buah itu dapat dibagi dengan semuanya. Karena itu, jaga agar buah kasih itu matang terlebih dahulu di dalam hatimu. Apabila engkau mengisi hatimu dengan kasih yang murni, maka kasih itu dapat dibagi dengan semuanya. Semua orang kemudian akan menjadi perwujudan kasih. Kemudian, tidak akan ada lagi ruang bagi kebencian dan kekerasan di dunia. 


- Divine Discourse, 28 Juli 2007.

Manusia mengagumi keindahan alam, namun manusia tidak menyadari keindahan dalam hati mereka.