Daily Inspiration as written in the Ashram of Bhagawan Sri Sathya Sai Baba (Prasanthi Nilayam), translated into Bahasa Indonesia
Thursday, December 31, 2015
Thought for the Day - 31st December 2015 (Thursday)
Wednesday, December 30, 2015
Thought for the Day - 30th December 2015 (Wednesday)
People today crave for material comforts and luxury (bhoga). From bhoga, you will only get rogha, diseases! Understand that money is of no help in developing good qualities. Sacrifice alone can develop noble qualities within you. Indeed through sacrifice (thyaga), you can get bliss and eternal joy (yoga). Many people shift to cities in pursuit of comfort and luxuries, and find themselves in multitude of difficulties and sorrow. This is their own making. In fact, city life defiles true culture in all possible ways and you can never obtain happiness from happiness (Na sukhat labhyate Sukham). It is only through suffering can you derive happiness. To make your life happy, you must undertake selfless service. The ancient culture is most preserved in villages than in cities and towns. Hence, go to villages, find out their needs and alleviate their suffering. Hands that serve are always holier than lips that pray.
Orang-orang saat sekarang mencari kesenangan materi dan kemewahan (bhoga). Dari bhoga, engkau hanya akan mendapatkan penyakit (rogha)! Pahamilah bahwa uang tidak membantu dalam mengembangkan sifat-sifat yang baik. Hanya pengorbanan saja yang dapat mengembangkan sifat luhur di dalam dirimu. Sejatinya melalui pengorbanan (thyaga), engkau bisa mendapatkan kebahagiaan dan suka cita yang kekal (yoga). Banyak orang pindah ke kota untuk mengejar kesenangan dan kemewahan, namun mendapatkan diri mereka dalam kesulitan dan penderitaan yang banyak. Ini adalah pilihan mereka sendiri. Sejatinya, kehidupan di kota merusak kebudayaan yang sesungguhnya dalam berbagai cara dan engkau tidak akan pernah mendapatkan kesenangan dari kesenangan (Na sukhat labhyate Sukham). Adalah hanya melalui penderitaan engkau bisa mendapatkan kesenangan. Untuk membuat hidupmu menyenangkan maka engkau harus melakukan pelayanan yang tanpa mementingkan diri sendiri. Kebudayaan kuno banyak dipelihara di desa daripada di perkotaan. Oleh karena itu, cari tahu kebutuhan mereka dan ringankan penderitaan mereka. Tangan yang melayani selalu lebih suci daripada bibir yang berdoa. (Divine Discourse 1 Jan 2004)
-BABA
Thought for the Day - 29th December 2015
Can a donkey carrying perfume or a bundle of sandalwood become an elephant? It can appreciate the weight but not the scent! The elephant pays no regard to the weight; it inhales the sweet scent, right? So too, the spiritual aspirant, or devotee will take in only the pure truth, the pure essence of good activities, of Godliness, and of the scriptures. On the other hand, one who goes on arguing for the sake of mere scholarship, learning, and disputation will know only the weight of logic, missing the scent of truth! Many in the world utilise their vast learning in disputations and believe they are superior; this is a great mistake. If they really were so learned, they would assume silence as the honourable course. For those in search of the essence, the burden is no consideration. If mere reason is employed, nothing worthwhile is gained. Love is the one big instrument for the constant remembrance of the Lord. Keeping that instrument safe and strong needs no other appliance than the scabbard of discrimination (viveka).
Dapatkah seekor keledai yang membawa minyak wangi atau seikat kayu cendana dapat menjadi seekor gajah? Keledai dapat mengukur beratnya namun tidak pada wanginya! Gajah tidak memberikan perhatian pada berat; namun gajah menghirup bau yang harum, betul bukan? Begitu juga dengan para peminat spiritual atau bhakta yang hanya mengambil kebenaran yang murni, intisari yang murni dari perbuatan baik, keillahian, dan naskah-naskah suci. Sebaliknya, seseorang yang membantah hanya untuk menunjukkan kesarjanan, pengetahuan, dan perdebatan hanya akan mengetahui nilai pada takaran logika dan kehilangan keharuman dari kebenaran itu! Banyak orang di dunia menggunakan pengetahuan mereka yang luas dalam perdebatan dan mempercayai kehebatan mereka; ini adalah kesalahan yang besar sekali. Jika mereka benar-benar terpelajar maka mereka akan mengambil jalan hening sebagai jalan yang terhormat. Bagi mereka yang mencari intisarinya maka beban tidak menjadi pertimbangan. Jika hanya alasan yang ditanyakan maka tidak ada hal yang berharga yang bisa didapatkan. Kasih sayang adalah satu sarana yang besar untuk secara terus menerus mengingat Tuhan. Dengan menjaga sarana ini tetap baik dan kuat maka tidak memerlukan adanya peralatan lain selain sarung dari kemampuan membedakan (Viveka). (Prema Vahini, Ch 44)
-BABA
Monday, December 28, 2015
Thought for the Day - 28th December 2015 (Monday)
Thought for the Day - 27th December 2015 (Sunday)
Saturday, December 26, 2015
Thought for the Day - 26th December 2015 (Saturday)
Friday, December 25, 2015
Thought for the Day - 25th December 2015 (Friday)
Thursday, December 24, 2015
Thought for the Day - 24th December 2015 (Thursday)
Thought for the Day - 23rd December 2015 (Wednesday)
Tuesday, December 22, 2015
Thought for the Day - 22nd December 2015 (Tuesday)
Thought for the Day - 21st December 2015 (Monday)
Thought for the Day - 20th December 2015 (Sunday)
Saturday, December 19, 2015
Thought for the Day - 19th December 2015 (Saturday)
Friday, December 18, 2015
Thought for the Day - 18th December 2015 (Friday)
Lord of Death (Yama) is as omnipresent as Lord Siva! Yama is associated with the body (deha); He cannot affect the individual soul (jiva). Siva is associated with the individual soul, but He won’t allow the body to subsist for any length of time. The body is the essential vehicle for the individual soul to understand its real nature. Still who knows when the body may become the target for the attention of Yama? The individual soul, burdened with this destructible body, must grasp the above-mentioned caution and be all-eager to merge in Siva! No single moment that is passed by can be turned back. People usually delay doing some things; yesterday’s till today and today’s till tomorrow. For the tasks of spiritual discipline, there is no yesterday and no tomorrow. This very moment is the moment! The minute that just elapsed is beyond your grasp; so too, the approaching minute is not yours! Only those who have this understanding engraved in their heart can merge in Siva.
BABA
Thought for the Day - 17th December 2015 (Thursday)
The inborn desires and mental impressions (samskaras) make or mar the individual (jivi); they are the steps that take all individual souls to the goal. Samskaras make the individual wade through loss and grief. Only through good mental tendencies you can attain the Lord. So every individual has to be wholly engaged in good actions (sath-karmas). Good and noble action is authentic worship (puja). It is the best form of remembering the Lord. It is the highest devotional song. It spreads love, without distinction and difference. It is service done as the duty of the individual. Be engaged in such noble actions (karmas). Revel uninterruptedly in the thought of the Lord. This is the royal road to the goal you have to reach.
Keinginan-keinginan yang dibawa sejak lahir dan kesan mental (samskara) dapat mendorong atau menghambat seorang individu (jivi); semuanya itu adalah langkah yang membawa semua jiwa setiap individu ke tujuan atau membuat individu terperosok ke dalam kehilangan dan duka cita. Hanya dengan melalui kecenderungan mental yang baik maka engkau dapat mencapai Tuhan. Jadi setiap individu harus sepenuhnya terlibat dalam perbuatan yang baik (sath-karma). Perbuatan yang baik dan mulia adalah sebuah pemujaan (puja) yang sebenarnya dan merupakan bentuk yang terbaik untuk mengingat Tuhan. Ini merupakan kidung kebhaktian yang tertinggi dimana menyebarkan cinta kasih tanpa adanya perbedaan. Hal ini merupakan pengabdian yang dilakukan sebagai kewajiban jiwa. Sibuklah selalu dalam perbuatan yang luhur seperti itu (karma). Bergembiralah selalu dalam perenungan kepada Tuhan. Inilah jalan yang termudah untuk mencapai tujuan hidupmu. - Prema Vahini, Ch 29
-BABA
Thought for the Day - 16th December 2015 (Wednesday)
While struggling in the spiritual field, take on the Lord Himself as your protector. To instill courage in the child, the mother persuades it to walk a few steps and turns about, but she will never allow it to fall. If the child falters and is about to lose balance, she hurries from behind and catches it before it falls. The Lord too has His eyes fixed on the individual (jivi). He has in His hand the string of the kite, which is humanity. Sometimes He may give it a pull or push to loosen the hold; but whatever He does, be confident and carefree, for He is holding that string. This faith will harden into an innate desire (samskara) and will fill you with the essence of love (prema-rasa). The string is the bond of love and grace. You are the kite, bound to the Lord. Earn auspicious merit so the bond of love and grace is firm and grows.
-BABA
Tuesday, December 15, 2015
Thought for the Day - 15th December 2015 (Tuesday)
As your day progresses, as one enters the field of daily work and toil, you are infused with the passionate quality (rajoguna). Before you take your lunch, meditate on the Lord again and dedicate the work, and the fruit derived from it to the Lord Himself. Start eating only after this act of devotion and grateful remembrance. This is the meaning of the noon (maadhyannika) worship. By observing this ritual, passion is kept in check and is overpowered by the satwic nature. During the day, people are possessed by a third nature, tamas or dullness. When evening descends, one hurries home, eats one’s fill, and is overpowered by sleep. But a duty still remains. To eat and sleep is the fate of idlers and drones. When the worst of the qualities, tamas threatens to rule, one must make a special effort to escape its coils by resorting to prayer in the company of those who extol the Lord, reading about the glory of God, the cultivation of good virtues, and the purposeful nursing of good rules of conduct. This is the prescribed evening worship (sandhyavandana).
Ketika hari-harimu mulai berjalan dan ketika seseorang memasuki dunia kerja keras setiap harinya, engkau dimasuki oleh sifat bergairah (rajoguna). Sebelum engkau makan siang, bermeditasilah kepada Tuhan lagi dan persembahkan pekerjaanmu dan juga hasil yang didapat dari pekerjaan itu kepada Tuhan sendiri. Mulailah makan hanya setelah sikap bhakti ini dan mengingat Tuhan dengan rasa syukur. Inilah makna dari pemujaan di siang hari (maadhyannika). Dengan melakukan hal ini, maka rasa gairah dapat dikendalikan dan dikuasai oleh sifat kesucian (satwik). Pada waktu sore hari, manusia dikuasai oleh sifat yang ketiga yaitu kemalasan (tamas). Ketika malam mulai datang maka seseorang akan bergegas pulang, makan dan dikuasai rasa kantuk. Namun masih ada tugas yang menunggunya. Makan dan tidur adalah kebiasaan pada pemalas dan penganggur. Ketika sifat tamas yang terburuk mulai menguasai manusia maka seseorang harus melakukan sebuah usaha yang khusus untuk bisa melepaskan diri dari belitannya dengan berdoa, berkumpul dengan mereka yang memuliakan Tuhan, membaca kemuliaan Tuhan, meningkatkan kebajikan, dan dengan maksud tertentu memupuk kelakuan yang baik. Inilah yang dijabarkan dalam doa di sore hari (sandhyavandana). (Dharma Vahini, Ch 7)
-BABA
Monday, December 14, 2015
Thought for the Day - 14th December 2015 (Monday)
Twenty hammer strokes might not succeed in breaking a stone, but the twenty first might. Does this mean the first 20 blows were of no avail? No! Each stroke contributed its share to the final success which was the cumulative effect of all 21 strokes. So too, your mind is engaged in a struggle with the internal and external world. Needless to say, you may not always succeed. You can attain everlasting bliss by immersing yourself in good works and saturating your mind with the love of God. Infuse every moment of life with that love. Then evil tendencies will not obstruct you. When your mind dwells with the Lord always, you will be drawn automatically only toward good deeds. The objective of all spiritual practices is to destroy the mind, and some day, one good deed will succeed in destroying it, just like the 21st stroke. Hence no good deed is a waste - every little act counts!
Dua puluh kali pukulan martil mungkin tidak berhasil dalam memecahkan sebongkah batu, namun pukulan yang ke dua puluh satu mungkin bisa menghancurkan batu. Apakah ini berarti bahwa pukulan dua puluh kali sebelumnya tidak ada gunanya? Tidak! Setiap pukulan memberikan sumbangsih hingga tercapainya sukses yang terakhir yang mana hasil akhir diakibatkan oleh gabungan ke dua puluh satu pukulan tersebut. Begitu juga, pikiranmu sibuk dalam perjuangan lahir dan batin dengan dunia. Tidak ada gunanya untuk mengatakan, engkau mungkin tidak selalu berhasil. Engkau dapat mencapai kebahagiaan yang bersifat kekal dengan membenamkan dirimu sendiri dengan pekerjaan yang baik dan memenuhi pikiranmu dengan kasih Tuhan. Isilah setiap saat dalam hidup dengan kasih itu. Kemudian kecenderungan jahat tidak akan merintangimu. Ketika pikiranmu selalu terpatri kepada Tuhan, engkau akan secara otomatis hanya akan tertarik untuk melakukan pekerjaan yang baik. Tujuan dari semua latihan spiritual adalah untuk menghancurkan pikiran, dan suatu hari nanti satu perbuatan baik akan berhasil menghancurkan pikiran sama halnya dengan pukulan ke dua puluh satu. Oleh karena itu tidak ada perbuatan baik yang sia-sia – setiap tindakan kecil mempunyai nilai! (Prema Vahini, Ch 28)
-BABA
Sunday, December 13, 2015
Thought for the Day - 13th December 2015 (Sunday)
To fix your mind on God, activities must be controlled. To successfully control them, you should overcome the handicaps of the gunas - satwa, rajas, and tamas. When these forces of natural impulse predominate and try to direct along their channels, you must pray to God to negate their pull. That is the first duty of a good devotee. The rule of nature is that the morning is the period of pure (satwic) quality, the noon of passionate (rajasic) quality, and the evening hour of dusk of dull (tamasic) quality. At dawn, the mind is calm and clear when awakened from the comfort of sleep liberated from agitations and depressions. In that mental condition, meditation on the Lord is very fruitful. This is the purpose of morning prayers (pratah-sandhya). But, ignoring the significance, people do rituals in a blind mechanical way. From now on perform the dawn worship after realising its inner and deeper meaning.
Untuk memusatkan pikiran kepada Tuhan maka kegiatanmu harus dikendalikan. Untuk bisa berhasil mengendalikan kegiatan itu maka engkau harus mengatasi hambatan dari ketiga sifat yaitu - satwa, rajas, dan tamas. Ketika kekuatan dari alami ini menguasai dirimu dan mencoba untuk menyeretmu ke jalannya, maka engkau harus berdoa kepada Tuhan untuk meniadakan tarikan mereka. Itu adalah kewajiban yang pertama sebagai seorang bhakta yang baik. Hukum alam bahwa di pagi hari adalah saat sifat yang suci (satwik), saat siang hari adalah sifat penuh gairah (rajasik), dan pada saat sore hari merupakan periode sifat malas (tamasik). Waktu fajar, pikiran tenang dan terang ketika dibangunkan dari kelelapan tidur dibebaskan dari keresahan dan kemurungan. Pada saat kondisi mental seperti itu maka meditasi kepada Tuhan adalah sangat bermanfaat. Inilah tujuan dari doa pagi (pratah-sandhya). Namun, dengan tanpa mengetahui maknanya maka banyak orang terus saja melakukan ritual secara mekanis dan kabur. Mulai dari sekarang lakukanlah puja pagi setelah menyadari maknanya yang sebenarnya dan lebih mendalam. (Dharma Vahini, Ch 7)
-BABA