Wednesday, September 11, 2024

Thought for the Day - 11th September 2024 (Wednesday)

Life is a campaign against foes, a battle with obstacles, temptations, hardships, and hesitations. These foes are within man and so the battle must be incessant and perpetual. Like the virus that thrives in the bloodstream, vices of lust, greed, hate, malice, pride and envy sap the energy and faith of man and reduce him to untimely fall. Ravana had scholarship, strength, wealth, power, authority, and grace of God. But the virus of lust and pride which lodged in his mind brought about his destruction despite all his attainments! He could not dwell in peace and joy for a moment after the virus started work. Virtue is strength, vice is weakness. Man differs from man in this struggle against inner foes. Each gets the result that his Sadhana deserves, that his acts in this and previous births deserve! Life is not a mathematical formula, where 2 + 2 always equals 4. To some, it may be 3, to some, 5. It depends on how each values the 2. Moreover, in the spiritual path, each one must move forward from where one already is according to one’s own pace, and the light of the lamp which each one holds in one’s hand.


- Wejangan Bhagavan, Mar 16, 1966.

As long as one is caught in this net of delusion, which is spread by the inner foes, the yearning for liberation will not dawn in the mind


Hidup adalah sebuah perjuangan melawan musuh, sebuah peperangan dengan halangan, godaan, kesulitan, dan keraguan. Musuh-musuh ini ada di dalam diri manusia sehingga peperangan ini tiada putusnya dan abadi. Seperti virus yang hidup dalam aliran darah, sifat-sifat buruk yaitu nafsu, ketamakan, kebencian, kedengkian, kesombongan dan iri hati menguras energi dan keyakinan manusia serta menurunkan manusia pada kejatuhan begitu cepat. Ravana memiliki pengetahuan, kekuatan, kekayaan, kekuasaan, kewenangan dan Rahmat Tuhan. Namun virus berupa nafsu dan kesombongan yang hidup di dalam pikirannya membawakan kehancuran terhadap semua pencapaiannya! Dia tidak bisa dalam keadaan tenang dan suka cita dalam sesaat setelah virus itu mulai bekerja. Keluhuran budi adalah kekuatan, sifat buruk adalah kelemahan. Setiap manusia berbeda dengan yang lainnya dalam perjuangan melawan musuh di dalam diri. Setiap orang mendapatkan hasil dari Sadhana (latihan spiritual) sesuai dengan usaha yang dilakukan, baik dalam kehidupan sekarang maupun dalam kehidupan sebelumnya! Hidup bukanlah rumus matematika, dimana 2 + 2 selalu hasilnya adalah 4. Untuk beberapa orang hasilnya bisa 3 dan untuk beberapa orang lainnya hasilnya bisa 5. Hal ini tergantung bagaimana setiap orang menilai angka 2 itu. Selain itu, dalam jalan spiritual, setiap orang harus bergerak maju dari posisi yang ada sesuai dengan kecepatan dan cahaya penerang yang setiap orang pegang. 


- Wejangan Bhagavan, 16 Maret 1966.

Selama seseorang terjebak dalam perangkap jaring khayalan, yang disebar oleh musuh dalam diri, maka kerinduan untuk kebebasan tidak akan muncul dalam pikiran


Thought for the Day - 10th September 2024 (Tuesday)

Our body itself may be called a Dharmakshetra. For, when a child is born, it is pure and without blemish. It is not a victim yet of any of the six 'enemies of man' - anger, greed, lust, egotism, pride and jealousy. It is always happy. It cries only when hungry. Whoever fondles, king or commoner, saint or thief, the child is happy. The child's body is not affected by any of the three gunas (innate qualities) and is a Dharmakshetra. As the body grows, it begins collecting qualities such as jealousy, hatred and attachment. When these evil tendencies develop the body becomes a 'Kurukshetra’. The battle between the Pandavas and the Kauravas did not last more than 18 days, but the war between good and bad qualities in us is waged all through life. Rajo guna and tamo guna (qualities of passion and inertia) are associated with the ego and the sense of 'mine’. The word ‘Pandava’ itself stands for purity and satwik nature. ‘Pandu’ means whiteness and purity. The children of Pandu, the five Pandavas, were pure. The war between the Pandavas and the Kauravas signifies the inner war in each of us - the war of Satwa guna against the other two gunas, rajas and tamas.


- Wejangan Bhagavan, Sep 05, 1984.

The mind is the Kurukshetra (battlefield) where good and bad, right and wrong contest for supremacy.


Tubuh jasmani kita sendiri disebut dengan sebuah Dharmakshetra. Karena, ketika seorang anak lahir, anak ini masih suci dan tanpa adanya noda. Anak yang baru lahir ini belum menjadi korban dari ‘enam musuh manusia’ seperti : kemarahan, ketamakan, nafsu, egoisme, kesombongan dan rasa cemburu. Anak yang baru lahir selalu dalam keadaan bahagia. Dia menangis hanya ketika lapar. Siapapun yang mengasuhnya, baik raja atau rakyat biasa, orang suci atau pencuri, anak tersebut tetap bahagia. Tubuh anak ini tidak terpengaruh oleh tiga guna yang manapun (kualitas bawaan) dan merupakan sebuah Dharmakshetra. Seiring tubuh jasmani ini tumbuh, maka tubuh ini mulai mengumpulkan kualitas seperti rasa cemburu, kebencian dan keterikatan. Ketika kecendrungan jahat ini berkembang maka tubuh jasmani menjadi sebuah 'Kurukshetra’. Pertempuran diantara para Pandava dan para Kaurava tidak lebih berlangsung selama 18 hari, namun peperangan diantara sifat baik dan sifat buruk dalam diri kita berkobar sepanjang hidup. Rajo guna dan tamo guna (kualitas bergairah dan malas) terkait dengan ego dan kepunyaan 'milikku’. Kata ‘Pandava’ sendiri melambangkan kemurnian dan sifat satwik. ‘Pandu’ berarti putih dan murni. Anak-anak dari Pandu, yaitu lima Pandava adalah murni. Peperangan diantara para Pandava dan para Kaurava melambangkan peperangan di dalam batin setiap orang dari kita – peperangan dari Satwa guna melawan dua guna lainnya yaitu rajas dan tamas.


- Wejangan Bhagavan, 5 September 1984.

Pikiran adalah Kurukshetra (medan perang) dimana baik dan buruk, benar dan salah berperang untuk tempat tertinggi.


Thought for the Day - 9th September 2024 (Monday)

Awareness of one’s identity, of being the Atma, is the sign of wisdom, the lighting of the lamp which scatters darkness. That Atma is the embodiment of Bliss, of Peace, of Love but, without knowing that all these exist in oneself, man seeks them from outside of himself and exhausts himself in that disappointing pursuit. Birds that fly far from the masts of a ship must return to those very masts, for they have no other place to fold their tired wings and stay! Devoid of this wisdom (jnana), all efforts to seek spiritual bliss and peace are futile. You may have rice, lentils, salt, vegetables and tamarind; but without a fire to cook them soft and palatable, they are as good as non-existent! So too, japam, dhyanam, puja, and pilgrimage are all ineffective, if the knowledge of one's basic reality and identity is not there to warm up the process. The Atma is the source and spring of all joy and peace; this must be cognised and dwelt upon. Without this cognition, human life is an opportunity that is lost! 


- Wejangan Bhagavan, Mar 16, 1966.

Love is the basis for this self-discovery. Love is the means and love is the proof.


Kesadaran pada jati diri sejati, yaitu kesadaran pada Atma, adalah tanda dari kebijaksanaan, lentera penerang yang melenyapkan kegelapan. Atma adalah perwujudan dari kebahagiaan, kedamaian dan kasih, namun tanpa mengetahui bahwa semuanya ini ada di dalam dirinya, manusia mencarinya di luar diri dan menghabiskan tenaga dalam pengejaran yang mengecewakan. Burung-burung yang terbang jauh dari tiang kapal harus kembali ke tiang tersebut, karena mereka tidak memiliki tempat lain untuk melipat sayap mereka yang lelah dan beristirahat! Tanpa adanya kebijaksanaan ini (jnana), semua bentuk usaha untuk mencari kebahagiaan spiritual dan kedamaian menjadi sia-sia. Engkau mungkin memiliki beras, lentil, garam, sayur dan asam; namun tanpa adanya api untuk memasak bahan-bahan tersebut menjadi lembut dan lezat, maka bahan-bahan tersebut hampir tidak ada artinya! Begitu juga, japam, dhyanam, puja, dan mengunjungi tempat suci semuanya menjadi tidak efektif, jika pengetahuan pada kenyataan diri sejati tidak ada untuk menghangatkan proses tersebut. Atma adalah sumber dan mata air dari segala suka cita dan kedamaian; ini harus dipahami dan direnungkan. Tanpa pemahaman ini, hidup manusia yang merupakan sebuah kesempatan menjadi salah arah! 


- Wejangan Bhagavan, 16 Maret 1966.

Kasih adalah dasar dari penemuan jati diri ini. Kasih adalah sarana dan kasih adalah buktinya.


Thought for the Day - 6th September 2024 (Friday)

The Divine is Full; Creation is Full; even when Creation happened and the Cosmos appeared to be produced from the Divine, there was no diminution in the Fullness of the Full. You go to the bazaar to purchase a kilogram of jaggery. The keeper of the shop brings from his store a big lump, and he slices off a portion, weighing about a kilogram; he then weighs it and gives us in return for the price amount, one kilogram of jaggery. We sample a piece from the big lump and we expect the portion to behave as sweetly as the original lump. We go home and take a little to prepare the sweet drink called panakam. The panakam is sweet; the kilogram of jaggery and the mother lump - all are equally sweet. Fullness is the quality of the Divine; it is found in part or portion or in half or whole. Quantity is not the criterion; quality is. In the visible world that has been taken from the substance of the Divine, this quality is found equally full. We shall not consider the world as anything less than God.


- Wejangan Bhagavan, Jul 23, 1975.

To experience the fullness of Love, you must fill your hearts completely with Love.


Tuhan adalah sempurna; Ciptaan adalah sempurna; bahkan ketika ciptaan ini tercipta dan alam semesta muncul dari Tuhan, tidak ada pengurangan dalam kesempurnaan dari sempurna. Engkau pergi ke pasar untuk membeli satu kilogram gula merah. Penjual mengambil potongan besar gula merah dari gudangnya, kemudian dia memotong sebagian yang beratnya sekitar satu kilogram; dia menimbangnya dan memberikan kembali kepada kita dengan harga yang setara, satu kilogram gula merah. Kita mencicipi sepotong bagian kecil dari potongan besar gula merah itu dan mengharapkan potong kecil tersebut memiliki rasa manis yang sama dengan potongan besar aslinya. Kita pulang dan mengambil sedikit untuk membuat minuman manis yang disebut panakam. Panakam itu manis; satu kilogram potongan gula merah dan potongan besar aslinya - semuanya sama-sama manis. Kesempurnaan sifat dari Tuhan; itu ditemukan dalam bagian, potongan, setengah, atau keseluruhan. Dalam hal ini jumlah atau kuantitas bukanlah menjadi ukuran; namun kualitaslah yang menentukan. Dalam dunia yang kasat mata ini diambil dari substansi Tuhan, kualitas tersebut ditemukan sama nilainya. Kita tidak boleh menganggap dunia sebagai sesuatu yang kurang dari Tuhan. 


- Wejangan Bhagavan, 23 Juli 1975.

Untuk mengalami kesempurnaan kasih Tuhan, engkau harus mengisi hatimu sepenuhnya dengan kasih.


Thought for the Day - 5th September 2024 (Thursday)

Teachers! Teach your young pupils the ideals of Bharat's great sages, heroes and heroines, who upheld the highest virtues and set an example to the world. They should be taught to behave as ideal sons like Shravanakumar. One good son can redeem a whole family. Ekalavya exemplifies supreme devotion to the Guru. Prahlada should be held out as the supreme example of total faith in God. Teachers should instil such devotion to God in the young. In the name of secularism, governments should not interfere with the practice of their respective religions by the citizens. No one should criticize the creed of others. The Divinity that is adored by all religions is one and the same, though different names may be used. In the name of religion, violent conflicts should not be encouraged. Children should be taught to respect all religions. Teachers should also make children realise the true purpose of education. Education should be a preparation for righteous living and not for earning money. Good qualities are more valuable than money.


- Wejangan Bhagavan, Jul 22, 1994.

A good student is an offering that a good teacher makes to the nation.


Para Guru! Didik anak-anak dengan idealisme yang luhur dari para guru-guru suci dan para pahlawan dari negeri Bharat, yang menjunjung tinggi kebajikan tertinggi dan memberikan teladan pada dunia. Anak-anak harus diajarkan untuk berperilaku sebagai putra yang ideal seperti halnya Shravanakumar. Satu putra yang baik dapat menyelamatkan seluruh keluarga. Ekalavya memberikan teladan tentang pengabdian tertinggi pada Guru. Prahlada harus dijadikan contoh tertinggi dalam keyakinan penuh pada Tuhan. Para guru harus menanamkan bentuk pengabdian pada Tuhan seperti itu pada anak-anak. Atas nama sekularisme, pemerintah tidak boleh mencampuri pengamalan agama masing-masing warga. Tidak ada seorangpun yang boleh mengkritik keyakinan orang lain. Ke-Tuhan-an yang dipuja oleh semua agama adalah satu dan sama, walaupun nama yang disampaikan adalah berbeda. Atas nama agama, konflik kekerasan tidak boleh dibenarkan. Anak-anak harus diajarkan untuk menghormati semua agama. Para guru juga membantu anak-anak untuk menyadari tujuan sesungguhnya dari Pendidikan. Pendidikan harus dijadikan sebagai persiapan untuk hidup benar dan bukan untuk mencari nafkah. Kualitas yang baik adalah lebih berharga daripada uang.


- Wejangan Bhagavan, 22 Juli 1994.

Seorang murid yang baik adalah sebuah persembahan yang bisa diberikan guru yang baik kepada bangsa.


Thought for the Day - 4th September 2024 (Wednesday)

Embodiments of the Divine Atma! From ancient times, the questions, "Where is God?" and "How does He appear?" have been agitating the minds of people. The answers have been sought by different ways of investigation. The believers, non-believers, those with doubts and others have not been able to get clear answers to these questions. To comprehend the truth, one should look within oneself. This cannot be learnt from textbooks or from teachers. Chaitanya (Consciousness) is there in the mind and pervades everywhere. The power of vision in the eye and of taste in the tongue is derived from this Chaitanya. People are using the sense organs but do not know the source of the power which activates them. Chaitanya cannot be comprehended by the physical vision. It is within everyone in very close proximity. People undertake external exercises and spiritual practices in vain to find it. The entire Creation is a manifestation of the Divine Will. Prakriti (Nature) is the manifestation of God. Man is also part of Prakriti and thus has the Divine power in him.


- Wejangan Bhagavan, Sep 19, 1993.

To experience the Divinity within, one has to see the Divine in all others and render them service in that spirit.


Perwujudan dari Atma ilahi! Dari sejak jaman dahulu kala, pertanyaan terkait, "Dimana Tuhan berada?" dan "Bagaimana Tuhan hadir?" telah mengganggu pikiran manusia. Jawaban dari pertanyaan ini telah dicari dengan berbagai cara penyelidikan. Golongan yang meyakini, golongan yang tidak meyakini, golongan mereka yang ragu dan yang lainnya tidak mampu mendapatkan jawaban yang jelas terkait pertanyaan-pertanyaan ini. Untuk memahami kebenaran, seseorang harus melihat ke dalam diri mereka sendiri. Hal ini tidak bisa dipelajari dari buku atau dari guru. Chaitanya (kesadaran) ada di dalam pikiran dan meresapi segalanya. Kekuatan pandangan yang ada pada mata dan rasa yang ada pada lidah adalah berasal dari Chaitanya ini. Manusia sedang menggunakan organ-organ Indera namun tidak mengetahui sumber dari kekuatan yang mengaktifkan semuanya ini. Chaitanya tidak bisa dipahami dengan pandangan fisik. Kesadaran ini ada di dalam diri setiap orang dalam kedekatan yang sangat dekat. Manusia melakukan praktek eksternal dan spiritual secara sia-sia untuk menemukan kesadaran ini. Seluruh ciptaan adalah sebuah manifestasi dari kehendak Tuhan. Prakriti (alam) adalah manifestasi dari Tuhan. Manusia adalah juga bagian dari Prakriti dan oleh karena itu memiliki kekuatan Tuhan di dalam dirinya.


- Wejangan Bhagavan, 19 September 1993.

Untuk mengalami keilahian di dalam diri, seseorang harus melihat Tuhan dalam diri orang lain dan memberikan pelayanan dengan kesadaran itu.

Thought for the Day - 3rd September 2024 (Tuesday)

You hear nowadays of equality (Samanatva), of each being equal to the rest. This is a wrong notion, for we find parents and children differently equipped; when one is happy, the other is miserable! There is no equality in hunger or joy! Of course, all are equally entitled to love and empathy, and to the grace of God. All are entitled to medicines in the hospital, but what is given to one should not be given to another! There can be no equality in doling out medicines! Each deserves the medicine that will cure him of his illness. I know that this struggle in the name of equality is only one of the ways in which man is trying to get Ananda! In almost all parts of the world, man is today pursuing many such shortcuts and wrong paths to achieve Ananda. But let Me tell you, without reforming conduct, daily behaviour, the little acts of daily life, Ananda will be beyond reach. I consider pravartna (conduct), as the most essential!


- Wejangan Bhagavan, 23 November 1964.

When you recognise the One as present in all beings and respect everyone as a manifestation of the Divine, you will achieve true equality.


Engkau mendengar saat sekarang gagasan tentang kesetaraan (Samanatva), yaitu gagasan bahwa setiap individu setara dengan yang lainnya. Ini adalah gagasan yang salah, karena kita melihat bahwa orang tua dan anak-anak memiliki bekal yang berbeda; ketika satu orang bahagia, bisa jadi yang lain menderita! Tidak ada kesetaraan dalam rasa lapar atau suka cita! Tentu saja, semua adalah sama-sama berhak atas kasih dan empati, dan juga Rahmat Tuhan. Semuanya berhak atas obat-obatan di rumah sakit, namun obat yang diberikan pada satu orang tidak harus sama diberikan pada orang lain! Tidak dapat ada kesetaraan dalam pembagian obat-obatan! Setiap orang layak mendapatkan obat yang akan menyembuhkan penyakitnya. Aku mengetahui bahwa perjuangan atas nama kesetaraan ini hanyalah satu cara yang manusia coba untuk mendapatkan Ananda! Hampir di seluruh bagian dunia, manusia pada hari ini sedang menempuh banyak jalan pintas dan jalan yang salah untuk mendapatkan Ananda. Namun Aku akan mengatakan kepadamu, tanpa merubah tindakanmu, kebiasaanmu setiap hari, tindakan kecil dalam kehidupan sehari-hari, Ananda akan sulit didapatkan. Aku melihat bahwa pravartna (perilaku), sebagai hal yang paling mendasar!


- Wejangan Bhagavan, 23 November 1964.

Ketika engkau menyadari Tuhan bersemayam di dalam semua makhluk dan menghormati setiap orang sebagai perwujudan dari keilahian, engkau akan mencapai kesetaraan yang sejati.