Wednesday, July 14, 2021

Thought for the Day - 13th July 2021 (Tuesday)

From the 46 maxims of conduct: If your meditation or prayer isn’t progressing properly or if desires you entertain don’t come to fruition, don’t get dispirited with God. If you do, it will discourage you even more and you’ll lose peace, however small or big, that you may have earned. During meditation and chanting, you should not be dispirited, desperate, or discouraged. When such feelings come, take it that it is the fault of your spiritual exercises, and endeavour to do them correctly. You can easily attain the divine principle only when you automatically behave and act in this manner in your daily conduct and in all actions. Therefore, hold on to these maxims firmly. Chew and digest these spoken sweets, which have been distributed and be happy!


 

Dari 46 prinsip perilaku: Jika meditasi atau doa yang engkau lakukan tidak berkembang dengan baik atau jika keinginan yang engkau miliki tidak membuahkan hasil, jangan menjadi putus asa dengan Tuhan. Jika engkau melakukannya, hal ini akan semakin mengecilkan hatimu dan engkau akan kehilangan kedamaian, betapapun kecil atau besarnya, yang mungkin engkau telah peroleh. Selama meditasi dan pelantunan nama Tuhan, engkau tidak boleh putus asa, berkecil hati atau patah semangat. Ketika perasaan-perasaan itu datang, terimalah hal itu sebagai kesalahan dalam latihan spiritualmu, dan berusaha untuk melakukan latihan spiritual itu dengan benar. Engkau dapat dengan mudah mencapai prinsip Tuhan hanya ketika engkau secara otomatis bertingkah laku dan bertindak sesuai dengan norma-norma ini dalam kehidupan sehari-hari dan dalam semua tindakan. Maka dari itu, peganglah prinsip-prinsip ini dengan kuat. Kunyah dan cerna prinsip-prinsip perilaku yang indah ini, yang telah disebarkan dan berbahagilah! -Sandeha Nivarini, Ch 7.

-BABA


Thought for the Day - 12th July 2021 (Monday)

From the 46 maxims of conduct: 44) If you desire to cultivate one-pointedness, when in a crowd or bazaar, don’t scatter your vision on everything and to the four corners, but see only the road in front of you, just enough to avoid accidents to yourself! One-pointedness will become firmer if you move without taking your attention off the road, if you are constantly avoiding dangers, and if you don’t cast your eyes on others’ forms! 45) Give up all doubts regarding the guru and God. If your worldly desires don’t get fulfilled, don’t blame it on your devotion, for there is no relationship between such desires and devotion to God. These worldly desires have to be given up some day; feelings of devotion have to be acquired someday. Be firmly convinced of this!


 

Dari 46 prinsip perilaku: 44) Jika engkau ingin untuk meningkatkan pemusatan pikiran, ketika engkau berada di dalam keramaian atau di tengah pasar, jangan memandang ke semuanya dan keempat penjuru, namun lihatlah hanya jalan yang ada di depanmu, adalah cukup bagimu agar terhindar dari tabrakan dengan yang lainnya! Pemusatan pikiran akan menjadi lebih mantap jika engkau bergerak tanpa mengalihkan perhatianmu dari jalan, jika engkau secara terus-menerus menghindari bahaya, dan jika engkau tidak memandang kepada orang lain di sekitarmu! 45) Lepaskan semua keraguanmu terhadap Guru dan Tuhan. Jika keinginan duniawimu tidak terpenuhi, jangan menyalahkannya pada rasa bhaktimu, karena tidak ada hubungan diantara keinginan seperti itu dan bhakti kepada Tuhan. Keinginan-keinginan duniawi ini harus dilepaskan suatu hari nanti; perasaan bhakti harus bisa diperoleh suatu hari nanti. Yakinlah dengan kuat akan hal ini! -Sandeha Nivarini, Ch 7

-BABA

Thought for the Day - 11th July 2021 (Sunday)


From the 46 maxims of conduct: 41) Whenever you get a little leisure, don’t spend it in talking about all and sundry, instead utilise it in meditating on God or in doing service to others. 42) The Lord is understood only by the devotee; the devotee is understood only by the Lord. Others cannot understand them. So don’t discuss matters relating to the Lord with those who have no devotion. Such discussion will diminish your devotion. 43) If anyone speaks to you on any subject with wrong understanding, don’t think of other wrong notions that will support that stand but grasp only the good and the sweet in what was said. True meaning is to be appreciated as desirable, not wrong meaning or many meanings, which give no meaning at all and cause only the hampering of bliss (ananda).



Dari 46 prinsip perilaku: 41) Setiap kali engkau mendapatkan waktu luang, jangan habiskan untuk berbicara tentang segala hal, tetapi gunakan untuk merenungkan Tuhan atau melakukan pelayanan kepada orang lain. 42) Tuhan hanya dipahami oleh para bhakta; bhakta hanya dipahami oleh Tuhan. Orang lain tidak dapat memahami mereka. Jadi jangan membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan Tuhan dengan mereka yang tidak memiliki pengabdian. Diskusi seperti itu akan mengurangi pengabdianmu. 43) Jika seseorang berbicara kepadamu tentang topik apa pun dengan pemahaman yang salah, jangan memikirkan gagasan salah lainnya yang akan mendukung pendirian itu tetapi pegang hanya yang baik dan yang manis dalam apa yang dikatakan. Makna yang benar adalah dihargai sesuai keinginan, bukan makna yang salah atau banyak makna, yang tidak memberikan makna sama sekali dan hanya menyebabkan terhambatnya kebahagiaan (ananda). - Sandeha Nivarini, Ch 7

-BABA

Thought for the Day - 10th July 2021 (Saturday)

From the 46 maxims of conduct: 38) Instead of searching for others’ faults, search for your own, uproot them, and throw them off. It is enough if you search and discover one fault of yours — that is better than discovering tens of hundreds of faults in others. 39) Even if you can’t or won’t do any good deed, don’t conceive or carry out any bad deed. 40) Whatever people may say about the faults that you know are not in you, don’t feel for it. As for the faults that are in you, try to correct them yourself, even before others point them out to you. Don’t harbour anger or bitterness against people who point out your faults; don’t retort, pointing out their faults, but show your gratitude to them. Trying to discover their faults is a greater mistake on your part. It is good for you to know your faults; it is no good for you to know others’ faults.


 

Dari 46 prinsip tingkah laku: 38) Daripada mencari kesalahan orang lain, carilah kesalahan dari dirimu sendiri, cabutlah kesalahan-kesalahan itu dan buanglah semuanya. Adalah cukup jika engkau mencari dan menemukan satu kesalahanmu - itu adalah lebih baik daripada menemukan sepuluh kesalahan pada diri orang lain. 39) Walaupun jika engkau tidak bisa atau tidak akan melakukan perbuatan baik, jangan memikirkan atau melakukan perbuatan buruk apapun. 40) Apapun orang-orang mungkin katakan tentang kesalahan yang engkau ketahui tidak ada di dalam dirimu, jangan rasakan itu. Adapun kesalahan yang ada pada dirimu, cobalah untuk memperbaikinya sendiri, bahkan sebelum orang lain menunjukkannya kepadamu. Jangan memendam kemarahan atau kebencian terhadap orang-orang yang menunjukkan kesalahanmu; jangan membalas dengan menunjukkan kesalahan mereka, namun tunjukkan rasa terima kasih kepada mereka. Mencoba untuk menemukan kesalahan mereka adalah kesalahan yang lebih besar di pihakmu. Adalah baik bagimu untuk mengetahui kesalahanmu; adalah tidak baik bagimu untuk mengetahui kesalahan orang lain. -Sandeha Nivarini, Ch 7

-BABA

Thought for the Day - 9th July 2021 (Friday)


From the 46 maxims of conduct: 32) Whatever you feel should not be done to you by others, avoid doing such to others. 33) For faults and sins committed in ignorance, repent sincerely and try not to repeat them. Pray to God to bless you with the strength and courage needed to stick to the right path. 34) Don’t allow anything to come near you that will destroy your eagerness and enthusiasm for God. Want of eagerness will cause the decay of the strength of people. 35) Don’t yield to cowardice; don’t give up bliss (ananda). 36) Don’t get swelled up when people praise you; don’t feel dejected when people blame you. 37) If anyone among your friends hates another and starts a quarrel, don’t attempt to inflame them more and make them hate each other more; instead, try with love and sympathy, to restore their former friendship.


 

Dari 46 prinsip tingkah laku: 32) Apapun yang engkau rasakan seharusnya tidak dilakukan orang lain kepadamu, hindari melakukan hal yang sama kepada orang lain. 33) Untuk kesalahan dan dosa yang dilakukan karena kebodohan, bertobatlah dengan tulus dan jangan mengulanginya lagi. Berdoalah kepada Tuhan agar memberkatimu dengan kekuatan dan keberanian yang diperlukan untuk tetap berada di jalan yang benar. 34) Jangan mengizinkan apapun untuk mendekatimu yang akan menghancurkan hasrat dan semangatmu untuk Tuhan. Keinginan nafsu akan menyebabkan kehancuran kekuatan seseorang. 35) Jangan menyerah pada sifat pengecut; jangan menyerah untuk mendapatkan kebahagiaan (ananda). 36) Jangan menjadi besar kepala ketika orang-orang memujimu; jangan merasa sedih ketika orang-orang menyalahkanmu. 37) Jika siapapun diantara teman-temanmu saling membenci dan mulai bertengkar, jangan mencoba untuk menyulut emosi mereka dan membuat mereka lebih membenci satu dengan yang lainnya, cobalah dengan kasih dan simpati untuk memugar kembali persahabatan lama mereka. -Sandeha Nivarini, Ch 7.

BABA

Thursday, July 8, 2021

Thought for the Day - 8th July 2021 (Thursday)

From the 46 maxims of conduct: 26) Greed yields only sorrow; contentment is best. There is no happiness greater than contentment. 27) The mischief-mongering tendency should be plucked out by the roots and thrown off. If allowed to exist, it will undermine life itself. 28) Bear both loss and grief with fortitude; try to find plans to achieve joy and gain. 29) When you are invaded by anger, practice silence or remember the name of the Lord. Do not remind yourself of things that will inflame the anger more. That will do incalculable harm. 30) From this moment, avoid all bad habits. Do not delay or postpone. They do not contribute the slightest joy. 31) Try, as far as possible within your means, to satisfy the needs of the poor, who are really daridra narayana (forms of God). Share with them whatever food you have and make them happy at least at that moment. 



Dari 46 prinsip tingkah laku: 26) Ketamakan hanya membawa penderitaan; bersyukur adalah yang terbaik. Tidak ada kebahagiaan lebih besar daripada bersyukur. 27) Kecenderungan berbuat tidak baik harus dicabut sampai ke akar-akarnya dan dibuang. Jika kecenderungan buruk ini dibiarkan ada, hal ini akan merusak hidup itu sendiri. 28) Tanggunglah keduanya kerugian dan duka cita dengan ketabahan; cobalah untuk menemukan rencana untuk mencapai suka cita dan keuntungan. 29) Ketika engkau diserang oleh kemarahan, praktikkan hening atau ingat nama suci Tuhan. Jangan mengingatkan pada dirimu tentang hal-hal yang mengobarkan kemarahan lagi. Itu akan menimbulkan kerugian yang tidak terhitung. 30) Mulai dari saat sekarang, jauhi semua kebiasaan buruk. Jangan menunda lagi. Kebiasaan buruk itu tidak memberikan suka cita sedikitpun. 31) Cobalah sejauh yang engkau mampu untuk memenuhi kebutuhan orang-orang yang miskin, yang benar-benar adalah perwujudan dari Tuhan (daridra Narayana). Berbagilah dengan mereka apapun makanan yang engkau miliki dan buatlah mereka bahagia setidaknya pada saat itu. - Sandeha Nivarini, Ch 7.

BABA

Thought for the Day - 7th July 2021 (Wednesday)

From the 46 maxims of conduct: 21) It is easy to conquer anger through love, attachment through reasoning, falsehood through truth, bad through good, and greed through charity. 22) No reply should be given to the words of the wicked. For your own good, be at a great distance from them. Break off all relations with such people. 23) Seek the company of good men, even at the sacrifice of your honour and life. Pray to God to bless you with the discrimination needed to distinguish between the good men and the bad. You must also endeavour to discriminate, using the intellect given to you. 24) Those who conquer states and earn fame in the world are hailed as heroes, no doubt, but those who have conquered the senses are heroes who must be acclaimed as the conquerors of the Universal. 25) Whatever acts a good or bad person may do, the fruits thereof follow them and will never stop pursuing them. 



Dari 46 prinsip tingkah laku: 21) adalah mudah untuk menaklukkan kemarahan dengan cinta-kasih, menaklukkan keterikatan dengan pertimbangan, menaklukkan kebohongan dengan kebenaran, menaklukkan keburukan dengan kebaikan, dan menaklukkan ketamakan dengan berderma. 22) Tidak perlu ada jawaban yang diberikan pada kata-kata yang jahat. Untuk kebaikanmu, jagalah jarak yang jauh dengan mereka. Putuskan hubungan dengan orang-orang yang seperti itu. 23) Carilah pergaulan dengan orang-orang yang baik, bahkan dengan mengorbankan kehormatan dan hidupmu. Berdoalah kepada Tuhan agar memberkatimu dengan kemampuan membedakan (diskriminasi) yang dibutuhkan untuk membedakan diantara orang-orang yang baik dan jahat. Engkau harus juga berusaha untuk membedakan, menggunakan kecerdasan yang diberikan kepadamu. 24) Mereka yang mampu menaklukkan negara dan mendapatkan kemasyhuran di dunia dipuji sebagai pahlawan, tidak diragukan lagi, namun mereka yang telah menaklukkan indera adalah pahlawan yang harus diakui sebagai penakluk Universal. 25) Perbuatan apapun yang dilakukan seseorang apakah itu baik atau buruk, hasil dari perbuatan itu akan mengikutinya dan tidak akan pernah berhenti mengejarnya. - Sandeha Nivarini, Ch 7

BABA

Thought for the Day - 6th July 2021 (Tuesday)

From the 46 maxims of conduct: 16) Be always vigilant, without a moment’s carelessness, against the eight sins that the mind perpetrates: craving (kama), anger (krodha), greed (lobha), attachment (moha), impatience, hatred, egotism, and pride. One’s primary duty is to keep these things at a safe distance from oneself. 17) The mind speeds fast, pursuing wrong actions. Without letting it hurry like that, remember the name of the Lord at that time or attempt to do some good deed or other. Those who do thus will certainly become fit for the Lord’s grace. 18) First, give up the evil tendency to feel impatient at the prosperity of others and the desire to harm them. Be happy that others are happy. Sympathise with those who are in adversity and wish for their prosperity. That is the means of cultivating the love for God. 19) Patience is all the strength one needs. 20) Those anxious to live in joy must always be doing good. 



Dari 46 prinsip tingkah laku: 16) Selalu waspada, sedikit saja tidak boleh ada kecerobohan terhadap delapan dosa yang pikiran dapat lakukan: hasrat keinginan (kama), kemarahan (krodha), ketamakan (lobha), keterikatan (moha), ketidaksabaran, kebencian, mementingkan diri sendiri, dan kesombongan. Kewajiban utama seseorang adalah tetap menjaga jarak aman dengan hal-hal yang disebutkan tadi. 17) Pikiran bergerak sangat cepat, mengejar perbuatan-perbuatan yang salah. Tanpa membiarkan pikiran terburu-buru seperti itu, ingatlah nama suci Tuhan pada waktu itu atau berusaha untuk melakukan beberapa perbuatan baik atau yang lainnya. Mereka yang melakukan hal ini pastinya akan menjadi layak untuk rahmat Tuhan. 18) Pertama, tinggalkan kecenderungan jahat dengan merasa marah pada kesejahteraan orang lain dan keinginan untuk menyakiti mereka. Berbahagialah karena orang lain berbahagia. Miliki simpati pada mereka yang dalam kesulitan dan berdoa untuk kesejahteraan mereka. Itu adalah sarana untuk meningkatkan kasih kepada Tuhan. 19) Kesabaran adalah semua kekuatan yang seseorang butuhkan. 20) Bagi mereka yang ingin hidup dalam suka cita harus selalu melakukan kebaikan. - Sandeha Nivarini, Ch 7.

BABA

Thought for the Day - 5th July 2021 (Monday)

From the 46 maxims of conduct: 10) Truth is the all-protecting God. There is no mightier guardian than truth. 11) The Lord, who is the embodiment of truth (Satya), grants His vision (darshan) to those of truthful speech and loving heart. 12) Have undiminished kindness toward all beings and also the spirit of self-sacrifice. 13) You must possess control of the senses, an unruffled character, and non-attachment. 14) Be always on the alert against the four sins that the tongue is prone to commit: (A) speaking falsehood, (B) speaking ill of others, (C) back-biting, and (D) talking too much. It is best to attempt to control these tendencies. 15) Try to prevent the five sins that the body commits: killing, adultery, theft, drinking intoxicants, and the eating of flesh. It is a great help for the highest life if these are kept as far away as possible.  



Dari 46 prinsip perilaku: 10) Kebenaran adalah Tuhan yang melindungi semuanya. Tidak ada pelindung yang lebih hebat daripada kebenaran. 11) Tuhan adalah perwujudan dari kebenaran atau Satya, memberikan penampakan kehadiran-Nya (darshan) pada mereka yang berbicara benar dan hati penuh kasih. 12) Memiliki kebaikan yang tidak berkurang kepada semua makhluk hidup dan juga semangat untuk berkorban. 13) Engkau harus memiliki pengendalian pada indera, karakter yang tenang, dan tanpa keterikatan. 14) Selalulah waspada terhadap empat dosa yang bisa dilakukan oleh lidah: (A) Mengatakan kebohongan, (B) menjelek-jelekkan orang lain, (C) menyampaikan fitnah, dan (D) terlalu banyak bicara. Adalah terbaik untuk berusaha dalam mengendalikan kecenderungan ini. 15) berusahalah untuk mencegah tubuh melakukan lima dosa: membunuh, berzina, mencuri, meminum minuman keras, dan makan daging. Ini adalah bantuan yang sangat besar untuk hidup yang lebih tinggi jika semuanya ini bisa dijauhkan sejauh mungkin. -Sandeha Nivarini, Ch 7.

BABA

Thought for the Day - 4th July 2021 (Sunday)

I’ll give you now some selected jewels, or maxims of conduct, that are very important. Collect and treasure them well. Experience them well, put them into practice, and derive joy therefrom. Wear these jewels and beautify yourself. 1) Divine love (prema) should be considered as the very breath of life. 2) The prema that is manifest in all things equally — believe that that love is the Supreme Self (Paramatma). 3) The one Paramatma is in everyone, in the form of prema. 4) More than all other forms of love, one’s first effort should be to fix one’s love on the Lord. 5) Such love directed toward God is devotion (bhakti); the fundamental test is its acquisition. 6) Those who seek the bliss of Atma should not run after the joys of sense objects. 7) Truth (Sathya) must be treated as life-giving as breathing itself. 8) Just as a body that has no breath is useless and begins to rot and stink within a few minutes, life too without truth is useless and becomes the stinking abode of strife and grief. 9) Believe that there is nothing greater than truth, nothing more precious, sweeter, and more lasting. 



Sekarang Aku akan memberimu beberapa permata pilihan, atau kaidah perilaku, yang sangat penting. Kumpulkan dan hargai mereka dengan baik. Alami dengan baik, praktikkan, dan dapatkan kebahagiaan darinya. Kenakan perhiasan ini dan percantik dirimu. 1) Cinta-kasih Ilahi (prema) harus dianggap sebagai nafas kehidupan. 2) Prema yang dilakukan dalam segala hal secara setara — percaya bahwa cinta-kasih adalah Yang Tertinggi (Paramatma). 3) Paramatma ada pada setiap orang, dalam bentuk prema. 4) Lebih dari semua bentuk cinta-kasih lainnya, upaya pertama seseorang seharusnya adalah mengarahkan cinta-kasihnya kepada Tuhan. 5) Cinta kasih yang ditujukan kepada Tuhan adalah pengabdian (bhakti); ujian mendasar adalah perolehannya. 6) Mereka yang mencari kebahagiaan Atma tidak boleh mengejar kesenangan objek-objek indera. 7) Kebenaran (Sathya) harus diperlakukan sebagai pemberi kehidupan seperti halnya pernapasan itu sendiri. 8) Sama seperti tubuh yang tidak bernafas tidak berguna dan mulai membusuk dan bau dalam beberapa menit, hidup juga tanpa kebenaran tidak berguna dan menjadi tempat yang bau dari perselisihan dan kesedihan. 9) Percayalah bahwa tidak ada yang lebih besar dari kebenaran, tidak ada yang lebih berharga, lebih manis, dan lebih abadi. - Sandeha Nivarini, Ch 7.

BABA


Thought for the Day - 3rd July 2021 (Saturday)

With regard to God, fault finding has come down from the beginning of time; it is not new. But present-day people might manufacture some new tales. Well, why should you take such abuse to heart? Take it that they are remembering Swami by this means! Memories of love and memories of hatred are of two types. The latter are ignorance-based illusion (a-vidya maya) and are related to the quality of passion (rajoguna). The former are knowledge-based illusion (vidya-maya) and are related to the quality of serenity (satwa-guna). Ignorance-based illusion results in grief; knowledge-based illusion results in bliss (ananda). You ask what do they gain, right? They don’t need any gain; finding fault with others has become their habit; they do it as their duty. As the saying goes, “What does the moth care whether the sari costs a hundred thousand or is cheap? To gnaw and tear is its nature.” Does it know the value of things? So be at peace, realising that the work of these fault-finders is the same as the work of these moths. 



Berkenaan dengan Tuhan, pencarian kesalahan telah turun sejak awal waktu; bukan sesuatu yang baru. Tetapi orang-orang masa kini mungkin membuat beberapa cerita baru. Nah, mengapa engkau harus melakukan pelecehan seperti itu ke dalam hati? Anggap saja mereka mengingat Swami dengan cara ini! Kenangan cinta-kasih dan kenangan kebencian ada dua jenis. Yang terakhir adalah ilusi berbasis ketidaktahuan (a-vidya maya) dan terkait dengan kualitas nafsu (rajoguna). Yang pertama adalah ilusi berbasis pengetahuan (vidya-maya) dan terkait dengan kualitas ketenangan (satwa-guna). Ilusi berbasis ketidaktahuan menghasilkan kesedihan; ilusi berbasis pengetahuan menghasilkan kebahagiaan (ananda). Engkau bertanya apa yang mereka dapatkan, bukan? Mereka tidak membutuhkan keuntungan apa pun; mencari-cari kesalahan orang lain sudah menjadi kebiasaan mereka; mereka melakukannya sebagai tugas mereka. Seperti kata pepatah, “Apa pedulinya ngengat apakah sari (pakaian wanita India) itu berharga seratus ribu atau murah? Menggerogoti dan merobek adalah sifatnya.” Apakah ngengat itu tahu nilai sesuatu? Jadi tenanglah, sadarilah bahwa pekerjaan para pencari kesalahan ini sama dengan pekerjaan ngengat ini. - Sandeha Nivarini, Ch 2

BABA

Thought for the Day - 2nd July 2021 (Friday)

The body is gifted with all its inherent excellences and defects so that it can be used for purposes that can sanctify time through service, sacrifice and love every moment of our lives. The word karma translated as work or action also describes the rites prescribed by the Vedas (ancient sacred scriptures) in the section named so (Karma Kanda). They are aimed at securing for the persons performing them, a variety of material gains. Some of them promise as a reward, even a sojourn in heaven. But they are all result-oriented. Though they cleanse the mind and foster renunciation, they yield the best results, only when they have as their goal the attainment of world peace and world prosperity. Karma then becomes Karma-yoga, karma inspired by unselfish ideals. All acts undertaken by persons after surrendering their wills and wants to the Lord become so holy and so pure that their actions do not bind anyone, either by the iron chain of misery or the golden chain of exultation. 



Tubuh dikaruniai dengan segala kelebihan dan kekurangan yang melekat sehingga dapat digunakan untuk tujuan yang dapat menyucikan waktu melalui pelayanan, pengorbanan, dan cinta-kasih setiap saat dalam hidup kita. Kata karma yang diterjemahkan sebagai pekerjaan atau tindakan juga menggambarkan ritus-ritus yang ditentukan oleh Veda (kitab suci kuno) di bagian yang dinamakan demikian (Karma Kanda). Karma ditujukan untuk menyelamatkan orang-orang yang melakukannya, berbagai keuntungan materi. Beberapa darinya menjanjikan  hadiah, bahkan tinggal di surga. Tapi mereka semua berorientasi pada hasil. Meskipun mereka membersihkan pikiran dan mendorong pelepasan keduniawian, mereka menghasilkan hasil terbaik, hanya jika mereka memiliki tujuan untuk mencapai kedamaian dunia dan kemakmuran dunia. Karma kemudian menjadi Karma-yoga, karma yang diilhami oleh keinginan yang tidak mementingkan diri sendiri. Semua tindakan yang dilakukan oleh orang-orang setelah menyerahkan kehendak dan keinginan mereka kepada Tuhan menjadi begitu suci dan murni sehingga tindakan mereka tidak mengikat siapa pun, baik dengan rantai besi kesengsaraan atau rantai emas kebahagiaan. - Divine Discourse, Sep 10, 1984.

BABA

Thought for the Day - 1st July 2021 (Thursday)

There is an inevitable pair of accessories in vanity bags of ladies and in the pockets of gentlemen: mirror and a comb. You dread that your charm is endangered when your hair is in slight disarray, or when your face reveals patches of powder; so, you try to correct the impression immediately! While you are so concerned about this fast-deteriorating personal charm, how much more concerned should you really be about the dust of envy and hate, and patches of conceit and malice, that desecrate your mind and hearts? Have a mirror and comb for this purpose too! Have the mirror of devotion (Bhakti), to judge whether they are clean, bright and smart. Have also the comb of Jnana or wisdom, the wisdom earned by discrimination that straightens problems, resolves knots, and smoothens tangles to control and channelise feelings and emotions that are scattered wildly in all directions. 



Ada sepasang aksesoris yang tak terelakkan di tas rias wanita dan di saku pria: cermin dan sisir. Engkau takut pesonamu terancam ketika rambutmu sedikit berantakan, atau ketika wajahmu menampilkan bedak yang berantakan; jadi, engkau mencoba untuk segera memperbaiki penampilan! Sementara engkau begitu khawatir tentang pesona pribadi yang memburuk dengan cepat ini, seberapa besar engkau benar-benar peduli dengan debu kecemburuan dan kebencian, dan potongan-potongan kesombongan dan kedengkian, yang menodai pikiran dan hatimu? Milikilah cermin dan sisir untuk tujuan ini juga! Miliki cermin pengabdian (Bhakti), untuk menilai apakah mereka bersih, cerah, dan cerdas. Miliki juga sisir Jnana atau kebijaksanaan, kebijaksanaan yang diperoleh dari kemampuan membedakan yang meluruskan masalah, menyelesaikan simpul, dan menghaluskan kusut untuk mengendalikan dan menyalurkan perasaan dan emosi yang berserakan liar ke segala arah. (Divine Discourse, Jun 26, 1969)

-BABA


Thought for the Day - 30th June 2021 (Wednesday)

The Gita does not encourage inertia, indifference or slothfulness. It recommends action (Karma) as a Yoga (divine communion), as an activity in tune with the Divine Will, directed to the promotion of one's spiritual consummation. Karma has to be an act of fulfilment, of adoration and of one's duty to oneself and others. Gita marks out the steps and the path towards the realisation of this goal. It accepts all attitudes as valuable and sublimates each one into a spiritual effort (sadhana). It is a wish-fulfiling tree (Kalpa-Vriksha), which bestows boons to aspirants of all levels of commitment. It is an ocean of spiritual wisdom from which each one can bring away as much as the vessel that one carries can hold. The rational seeker, the action-oriented-aspirant and the devotional aspirant - all get equal attention and care from the Lord. In fact, the Gita infuses into every act of daily life the sublimity of Vedanta, and the immanence and transcendence of the Divine Principle. 



Gita tidak mendorong inersia/kelembaman, ketidakpedulian atau kemalasan. Gita merekomendasikan tindakan (Karma) sebagai Yoga (penyatuan ilahi), sebagai kegiatan selaras dengan Kehendak Ilahi, diarahkan untuk meningkatkan penyempurnaan spiritual seseorang. Karma harus menjadi tindakan pemenuhan, pemujaan, dan kewajiban seseorang terhadap diri sendiri dan orang lain. Gita menandai langkah-langkah dan jalan menuju realisasi tujuan ini. Ia menerima semua sikap sebagai sesuatu yang berharga dan menyublimkan/menghaluskan setiap sikap menjadi upaya spiritual (sadhana). Ini adalah pohon pengabul keinginan (Kalpa-Vriksha), yang memberikan anugerah kepada peminat spiritual dari semua tingkat komitmen. Ini adalah lautan kebijaksanaan spiritual yang darinya masing-masing dapat membawa sebanyak bejana yang dapat ditampungnya. Para peminat spiritual yang rasional, yang berorientasi pada tindakan dan para pencari bhakti - semuanya mendapatkan perhatian dan asuhan yang sama dari Tuhan. Faktanya, Gita menanamkan ke dalam setiap tindakan kehidupan sehari-hari keagungan Vedanta, dan imanensi dan transendensi Prinsip Ilahi. (Divine Discourse, Sep 10, 1984)

-BABA


Thought for the Day - 29th June 2021 (Tuesday)

Wear the invisible badge of a volunteer of God at all hours and in all places. Let all the days of living be a continuous offering of Love, as an oil lamp exhausts itself in illumining the surroundings. Bend the body, mend the senses, and end the mind - that is the process of attaining the status of 'the children of immortality’, which the Upanishads have reserved for man. God is the embodiment of sweetness. Attain Him by offering unto Him, who resides in all, the sweetness that He has showered on you. Crush the cane in the mill of seva, boil it in the cauldron of penitence, de-colorise it of all sensual itch, and offer the crystallised sugar of compassionate love to Him. Man is the noblest of all animals, the final product of untold ages of progressive evolution; but, he is not consciously striving to live up to his heritage! 



Pakailah tanda pengenal tak terlihat sebagai seorang sukarelawan Tuhan setiap saat dan di setiap tempat. Biarlah semua hari-hari dalam menjalani kehidupan menjadi persembahan cinta-kasih yang terus-menerus, seperti lampu minyak yang menghabiskan dirinya sendiri untuk menerangi lingkungan di sekitarnya. Bungkukkan badan, perbaiki indera, dan akhiri pikiran - itulah proses pencapaian status 'anak-anak keabadian', yang telah disediakan oleh Upanishad untuk manusia. Tuhan adalah perwujudan dari rasa manis. Raihlah Dia dengan mempersembahkan kepada-Nya, yang bersemayam di dalam semua, rasa manis yang telah Dia curahkan padamu. Hancurkan tebu di penggilingan seva, rebus dalam kuali penyesalan, hilangkan warna dari semua gatal sensual, dan persembahkan gula kristal cinta kasih kepada-Nya. Manusia adalah yang paling mulia dari semua hewan, produk akhir dari evolusi progresif yang tak terhitung jumlahnya; tetapi, dia tidak secara sadar berusaha untuk hidup sesuai dengan warisannya! (Divine Discourse, Jun 26, 1969)

-BABA


Thought for the Day - 28th June 2021 (Monday)

The idea behind bowing one's head at the feet of Bhagawan is that thereby sacred thoughts enter the devotee's mind. This means that when one comes in contact with the Lord's feet, sacred impulses from the feet flow to the devotee. When the devotee's head touches the Lord's feet, the Lord's divine energy flows towards him. This implies that you should keep contact with only pure objects and keep away from the impure! You are affected by whatever you touch. For instance, if you touch fire, it scalds. Fire can burn even iron. It is so potent. But when fire is extinguished, the residue is mere charcoal. When you touch charcoal, your hand becomes black. Thus, in either case, the contact is not beneficial! But, what happens when you come into contact with Divine Fire? All your bad thoughts and bad actions are reduced to ashes. This is the sanctity attached to the performance of Pada-namaskar (prostrating at the Feet of the Lord). 



Maksud di balik sujud di kaki Bhagawan adalah bahwa dengan demikian pikiran suci memasuki pikiran bhakta. Ini berarti bahwa ketika seseorang bersentuhan dengan kaki Tuhan, dorongan suci dari kaki Bhagawan mengalir ke bhakta-Nya. Ketika kepala bhakta menyentuh kaki Tuhan, energi ilahi Tuhan mengalir ke arahnya. Ini menyiratkan bahwa engkau harus menjaga kontak hanya dengan benda-benda murni dan menjauhi yang tidak murni! Engkau terpengaruh oleh apa pun yang engkau sentuh. Misalnya, jika engkau menyentuh api, maka akan melepuh. Api bahkan bisa membakar besi. Ini sangat ampuh. Namun ketika api dipadamkan, yang tersisa hanyalah arang. Saat engkau menyentuh arang, tanganmu menjadi hitam. Jadi, dalam kedua kasus ini, kontak tidak bermanfaat! Tapi, apa yang terjadi ketika engkau bersentuhan dengan Api Ilahi? Semua pikiran buruk dan tindakan burukmu menjadi abu. Inilah kesucian yang melekat pada saat melakukan Pada-namaskar (sujud di Kaki Tuhan). (Divine Discourse, Mar 15, 1992)

-BABA

Thought for the Day - 27th June 2021 (Sunday)

The spirit of sacrifice is the basic equipment of the sevak (one who takes up service). Without the inspiration of the sense of sacrifice, your seva (service) will be a hypocrisy, a hollow ritual. Inscribe this on your heart. Inscribe it deep and clear. There are four modes of writing, dependent on the material on which the text is inscribed. The first is writing on water; it is washed out even while the finger moves. The next is, writing on sand. It is legible, until the wind blows it into mere flatness. The third is, the inscription on rocks; it lasts for centuries, but it too is corroded by the claws of Time. The inscription on steel can withstand the wasting touch of Time. Have this axiom inscribed on your heart - "Serving others is meritorious, harming others or remaining unaffected and idle while others suffer, is sin." 



Semangat pengorbanan adalah peralatan dasar dari sevak (orang yang mengambil tindakan pelayanan). Tanpa inspirasi rasa pengorbanan, seva (pelayanan)-mu akan menjadi kepura-puraan, sebuah ritual yang hampa/kosong. Goreskan ini di hatimu. Goresan yang dalam dan jelas. Ada empat cara penulisan, tergantung pada bahan di mana teks tersebut ditulis. Yang pertama adalah menulis di atas air; itu akan mengalami kegagalan, tulisan langsung hilang saat jari bergerak. Selanjutnya, menulis di atas pasir. Tulisannya dapat terbaca, sampai angin meniupnya dan tulisannya hilang. Ketiga, menulis di atas batu; itu sudah berlangsung selama berabad-abad lamanya, tetapi juga terkorosi oleh cakar Waktu. Prasasti pada baja dapat bertahan dari sentuhan waktu yang terus berlalu. Jadikan aksioma berikut ini tertanam di hatimu - "Melayani orang lain merupakan tindakan terpuji, merugikan orang lain atau tetap tidak terpengaruh dan diam sementara orang lain menderita, adalah perbuatan dosa." (Divine Discourse, Jun 26, 1969)

-BABA

Thought for the Day - 26th June 2021 (Saturday)

When work is undertaken with an egoistic attitude, impelled by selfish motives and inspired by hopes of self-advancement, it feeds greed, pride, envy and hatred. Then, it fastens the bond and fosters the feeling of attachment to more and more profitable work. It promotes ingratitude to those who lent their hands and brains, and to God Himself who endowed the person with urge and skill. "I did it", one says when the work succeeds; or "Others spoiled my success" when it fails. Resentment, depression and despair follow when work results in failure. The more deeply one is attached to the fruits, the more intense and painful is one's grief when one is disappointed. The only means, therefore, to escape from both pride and pain is to leave the result to the Will of God, while one is happy in the thought that one has done one's duty with all dedication and care that one is capable of! 



Ketika kerja dilakukan dengan sikap egois, terdorong oleh niat mementingkan diri sendiri dengan harapan untuk kemajuan diri saja, maka hal ini memberikan makan pada keserakahan, kesombongan, iri hati, dan kebencian. Kemudian, hal ini mengencangkan ikatan dan menumbuhkan perasaan keterikatan semakin kuat pada pekerjaan yang lebih menguntungkan. Hal ini meningkatkan rasa tanpa terima kasih pada mereka yang memberikan bantuan, pemikiran dan kepada Tuhan sendiri yang menganugerahkan seseorang dengan dorongan dan keterampilan. "aku yang melakukan ini", seseorang berkata ketika pekerjaan berhasil; atau "orang itu yang menghancurkan keberhasilanku" ketika pekerjaan mengalami kegagalan. Kebencian, depresi, dan putus asa mengikuti ketika hasil kerja adalah kegagalan. Semakin dalam seseorang terikat pada hasil, maka semakin intens dan menyakitkan kepedihan seseorang rasakan saat dia kecewa. Oleh karena itu, satu-satunya cara untuk melepaskan diri dari keduanya yaitu kesombongan dan kepedihan adalah melepaskan semuanya hasilnya pada kehendak Tuhan, sementara seseorang yang bahagia dalam pikirannya adalah dia yang telah menjalankan kewajibannya dengan semua dedikasi dan perhatian yang dia mampu! (Divine Discourse, Sep 10, 1984)

-BABA

Thought for the Day - 25th June 2021 (Friday)

People should realise that service is the passport to leadership. Hence, in the service organizations, no distinction of high or low should be permitted and all should be invited to take part in service. In fact, human birth is intended for service. Whatever other accomplishments one may have, they are not equal to the joy to be derived from rendering selfless service. Hanuman, who was powerful, courageous and great in so many ways, was content to describe himself as a servant of Rama when he was asked in Lanka who he was. You may realise from his example what a great thing it is to be a servant of God. The Lord of all the worlds, Sri Krishna, was willing to serve as the charioteer of Arjuna. The attitude of service has always been dear to the Lord. All Sai sevaks should at the outset cultivate the feeling that they are all sparks of the Divine. Only then will they be able to render service wholeheartedly. 



Manusia harus menyadari bahwa pelayanan adalah paspor untuk kepemimpinan. Karena itu, dalam organisasi pelayanan, tidak boleh ada perbedaan antara yang tinggi atau rendah dan semuanya harus diundang untuk ambil bagian dalam pelayanan. Sesungguhnya, kelahiran sebagai manusia dimaksudkan untuk pelayanan. Apapun pencapaian lain yang dimiliki seseorang, itu tidak sebanding dengan suka cita yang didapat dari melakukan pelayanan tanpa pamrih. Hanuman yang begitu kuat, berani dan hebat dalam berbagai hal, merasa puas menggambarkan dirinya sebagai pelayan Sri Rama ketika Hanuman ditanyakan di Lanka tentang siapa dirinya. Engkau mungkin menyadari dari teladan Hanuman bahwa betapa hebatnya menjadi pelayan Tuhan. Tuhan dari seluruh alam yaitu Sri Krishna, bersedia melayani sebagai kusir Arjuna. Sikap pelayanan selalu disayangi oleh Tuhan. Semua sevadhal Sai seharusnya dari sejak awal meningkatkan perasaan bahwa mereka semua adalah percikan dari ketuhanan. Hanya dengan demikian mereka mampu melakukan pelayanan dengan sepenuh hati. (Divine Discourse, Nov 24, 1990)

-BABA

Thought for the Day - 24th June 2021 (Thursday)

There is only one thing I seek from all of you. Fill your hearts with love. Offer that love to Me. I don’t ask anything from anyone. It is enough if you develop love and share it with others. It is only when you are happy that you can make others happy. What is happiness? It is union with God. By chanting the Name of God, you will experience happiness. Good and sacred acts like worship, japa, and meditation are useful for sanctifying time. But they are not ends in themselves. They are tinged with worldliness. But what is needed is positive action, dedicated to the Divine. Then you will be free from disease. Only by having pure thoughts can you be hale and hearty. Have no ill will toward anybody. I have no hatred for anyone. Hence no one hates Me; all are love-filled beings for Me! I desire that all of you should be blissful! 



Hanya ada satu hal yang Aku cari dari semua darimu. Isilah hatimu dengan kasih. Persembahkan kasih itu kepada-Ku. Aku tidak meminta apapun dari siapapun juga. Adalah cukup jika engkau mengembangkan kasih dan berbagi kasih ini dengan yang lainnya. Hanya ketika engkau bahagia maka engkau bisa membuat orang lain bahagia. Apa itu kebahagiaan? Kebahagiaan adalah penyatuan dengan Tuhan. Dengan melantunkan nama suci Tuhan, engkau akan mengalami kebahagiaan. Perbuatan baik dan suci seperti berdoa, japa, dan meditasi adalah berguna untuk menyucikan waktu. Namun semuanya itu tidak berakhir pada hal itu saja. Semua kegiatan itu diwarnai dengan keduniawian. Namun apa yang diperlukan adalah perbuatan yang positif, yang didedikasikan pada Tuhan. Kemudian engkau akan bebas dari penyakit. Hanya dengan memiliki pemikiran murni engkau dapat menjadi sehat dan bersemangat. Jangan memiliki niat yang buruk kepada siapapun juga. Aku tidak memiliki kebencian kepada siapapun juga. Oleh karena itu, tidak satupun yang membenci-Ku; semua adalah makhluk yang diliputi kasih untuk-Ku! Aku menginginkan bahwa semua dari dirimu berbahagia! (Divine Discourse, Feb 25, 1998)

-BABA

Thought for the Day - 23rd June 2021 (Wednesday)

Man has to liberate himself first from the vagaries of the mind. Freedom from illness is one kind of liberation. Man loses peace of mind on account of various troubles. To get rid of this condition and secure peace of mind is another kind of liberation (mukti). Consuming food to get rid of the pangs of hunger is another kind of liberation. To be rid of the trials and tribulations of daily life is another aspect of liberation. All these types of liberation have to be secured while one is still alive. It is wrong to imagine that liberation is a state that is to be attained after death. The various kinds of liberation to be secured today relate to the physical. These troubles are bound to exist as long as one is attached to the body. All of them arise from the “negative” thoughts in man. The liberation men should seek is peace of mind. If peace is got, all else can be achieved easily. How to experience peace? By leading a godly life. 



Manusia harus membebaskan dirinya terlebih dahulu dari tingkah laku yang aneh dari pikiran. Terbebas dari penyakit adalah salah satu jenis pembebasan. Manusia kehilangan ketenangan pikiran karena berbagai masalah. Menyingkirkan kondisi ini dan mengamankan ketenangan pikiran adalah jenis lain dari pembebasan (mukti). Mengonsumsi makanan untuk menghilangkan rasa lapar adalah jenis pembebasan lain. Menyingkirkan cobaan dan kesengsaraan dalam kehidupan sehari-hari adalah aspek lain dari pembebasan. Semua jenis pembebasan ini harus didapatkan selama seseorang masih hidup. Adalah salah untuk membayangkan bahwa pembebasan adalah suatu keadaan yang harus dicapai setelah kematian. Berbagai jenis pembebasan yang harus didapatkan saat ini berhubungan dengan fisik. Masalah-masalah ini pasti ada selama seseorang memiliki keterikatan pada tubuh. Semua itu muncul dari pikiran “negatif” dalam diri manusia. Pembebasan yang harus dicari manusia adalah ketenangan pikiran. Jika kedamaian didapat, semua hal lain dapat dicapai dengan mudah. Bagaimana merasakan kedamaian? Dengan menjalani kehidupan yang baik. (Divine Discourse, Feb 25, 1998)

-BABA

Thought for the Day - 22nd June 2021 (Tuesday)

The human body is prey to many ailments. Man regards all of them as bodily ailments. But not all are entirely related to the body. Bodily ailments can be treated by medicines. But most ailments in the world today have their origin in the mind. Aberrations of the mind trigger reactions in the body and cause various diseases. The main cause of many ailments is rooted in the mind. Mind and body are interrelated. The influence of mind on the body is of a negative character. This negativity is antagonistic to the experience of bliss. Bad thoughts and bad feelings arise in the mind. At the same time, there are good thoughts and good feelings too. It is only when bad thoughts and feelings are weeded out, you can have good health. Many diseases have their origin in thoughts that fill the mind. Bad thoughts cause indigestion, affect the heart, and bring variations in blood pressure! Worries are the cause of many mental diseases. Diabetes and pulmonary diseases are traceable to mental causes. 



Tubuh manusia merupakan sasaran dari berbagai penyakit. Manusia menganggap semuanya sebagai penyakit tubuh. Namun tidak semuanya sepenuhnya terkait dengan tubuh. Penyakit tubuh dapat diobati dengan menggunakan obat-obatan. Tetapi kebanyakan penyakit di dunia saat ini berasal dari pikiran. Penyimpangan pikiran memicu reaksi dalam tubuh sehingga menimbulkan berbagai penyakit. Penyebab utama dari berbagai penyakit berakar pada pikiran. Pikiran dan tubuh saling terkait. Pengaruh pikiran pada tubuh bersifat negatif. Negativitas ini bertentangan dengan perasaan kebahagiaan. Pikiran buruk dan perasaan buruk muncul dalam pikiran. Pada saat yang sama, ada pikiran yang baik dan perasaan yang baik juga. Hanya ketika pikiran dan perasaan buruk disingkirkan, maka engkau dapat memiliki kesehatan yang baik. Banyak penyakit yang berasal dari pemikiran yang kemudian memenuhi pikiran. Pikiran buruk menyebabkan gangguan pencernaan, mempengaruhi jantung, dan membawa variasi tekanan darah! Kekhawatiran adalah penyebab banyak penyakit mental. Diabetes dan penyakit paru-paru dapat dilacak ke penyebab mental. (Divine Discourse, Feb 25, 1998)

-BABA

Thought for the Day - 21st June 2021 (Monday)

Liberation is not something to be achieved in after-life. Striving for liberation must start early in life and proceed continuously. Another term for liberation is "emancipation". That is true freedom – freedom from bondage to senses. This means that you must carry on all duties without attachment to the fruits thereof. Today, all actions are performed with attachment to results. For instance, students pursue the study of bioscience with a view to becoming doctors. There is per se nothing wrong with this. But when they become doctors, they should be primarily concerned about the welfare of their patients and not in their earnings! Even in rendering social service, there is often an element of self-interest that vitiates the quality of your service. Instead of being a positive act of selfless love, service becomes a negative act carrying the taint of self-interest. No permanent joy can be derived from such negative activities. 



Pembebasan bukanlah sesuatu yang harus dicapai setelah kehidupan. Berjuang untuk pembebasan harus dimulai sejak dini dalam hidup dan melanjutkannya terus. Istilah lain bagi pembebasan adalah "emansipasi". Itulah kebebasan sejati – kebebasan dari belenggu indera. Ini berarti bahwa engkau harus menjalankan semua tugas tanpa keterikatan pada hasilnya. Saat ini, semua tindakan dilakukan dengan keterikatan pada hasil. Misalnya, siswa mengejar studi biosains dengan tujuan menjadi dokter. Tidak ada yang salah dengan ini. Tetapi ketika mereka menjadi dokter, mereka seharusnya terutama memperhatikan kesejahteraan pasien mereka dan bukan pada penghasilan mereka! Bahkan dalam memberikan pelayanan sosial, seringkali ada unsur kepentingan pribadi yang merusak kualitas pelayananmu. Alih-alih menjadi tindakan positif dari cinta-kasih tanpa pamrih, pelayanan menjadi tindakan negatif yang membawa noda kepentingan diri sendiri. Tidak ada kebahagiaan permanen yang dapat diperoleh dari tindakan negatif seperti itu. (Divine Discourse, Feb 15, 1998)

-BABA