Monday, November 30, 2020

Thought for the Day - 30th November 2020 (Monday)

The Chakora bird is an example for man in the pursuit of purity. It will not drink any water except what rains from a cloud in the sky. It sees in a dark rain-bearing cloud the divine form of the Lord. Man should seek to see and experience the Divine in every object and every being. Students should experience the Divine in all their studies and sports. It has been said: Life is a game, Play it! Life must be permeated with love. Through love, truth can be realised and a righteous life can be lived. The cowherd maids (Gopikas) provide the supreme example of how to lead a life dedicated to the Divine. The episode of Uddhava’s mission to the cowherd maids and their reaction to it as described in the Bhagavatam shows what true and one-pointed devotion to Krishna meant for the cowherd maids. They had totally surrendered their minds and hearts to Krishna. 



Burung Chakora adalah sebuah teladan bagi manusia dalam mengejar kesucian. Burung ini tidak akan minum air apapun kecuali dari awan di langit. Burung Chakora melihat dalam awan gelap yang membawa hujan wujud dari Tuhan. Manusia seharusnya mencari untuk bisa melihat dan mengalami Tuhan dalam setiap objek dan setiap makhluk. Para pelajar seharusnya mengalami keilahian dalam semua pelajaran dan kegiatan mereka. Hal ini telah dinyatakan: Hidup adalah sebuah permainan, mainkanlah! Hidup harus diliputi dengan kasih. Melalui kasih, kebenaran dapat diwujudkan dan hidup yang mulia dapat dijalani. Para pengembala (Gopika) memberikan teladan yang tertinggi tentang bagaimana menjalani hidup yang dipersembahkan kepada Tuhan. Episode dari misi Uddhava pada para pengembala dan reaksi mereka terhadap hal ini dijabarkan dalam Bhagavatam yang memperlihatkan apa yang dimaksud dengan bhakti yang terpusat dan sejati kepada Krishna bagi para pengembala. Mereka sepenuhnya menyerahkan pikiran dan hati mereka kepada Krishna! (Divine Discourse, Jan 14, 1998)

-BABA

 

Thought for the Day - 29th November 2020 (Sunday)

We witness in the world all kinds of pains and sorrows. But none of these is permanent. Every pain is followed by pleasure. The experience of pleasure is refined by the earlier experience of pain. Like refinement of gold by melting in a crucible, pain divinises pleasure that follows it! In daily life, we tend to treat defeat, loss or grief as calamities. But, nothing occurs in the world without a cause. Hunger is the cause for eating. Thirst is the cause for drinking. Difficulties are the cause of sorrow. If man is to enjoy enduring happiness, he must discover the source of such happiness. That source is love. There is nothing greater than love. Everything has a price. The price to be paid for enduring happiness is Divine Love. Without Love, no object can give you real happiness. Hence, primary wealth for man is Love. Everyone should acquire this wealth. With this wealth anyone can enjoy enduring bliss! 



Kita menyaksikan di dunia semua jenis penderitaan dan kepedihan. Namun tidak ada satupun diantara semuanya itu bersifat kekal. Setiap kepedihan diikuti dengan kesenangan. Pengalaman dari kesenangan ditingkatkan dengan pengalaman kepedihan sebelumnya. Seperti pemurnian emas dengan meleburkannya dalam sebuah wadah, kepedihan menghargai kesenangan yang mengikutinya! Dalam hidup sehari-hari, kita cenderung memperlakukan kekalahan, kehilangan atau kesedihan sebagai malapetaka. Namun, tidak ada yang terjadi di dunia tanpa sebuah sebab. Rasa lapar adalah penyebab untuk makan. Rasa haus adalah penyebab untuk minum. Kesulitan adalah penyebab penderitaan. Jika manusia menikmati kebahagiaan yang kekal, maka manusia harus mengungkapkan sumber dari kebahagiaan yang seperti itu. Sumber itu adalah kasih. Tidak ada yang lebih hebat daripada kasih. Segala sesuatu memiliki sebuah harga. Harga yang harus dibayarkan untuk kebahagiaan yang kekal adalah kasih Tuhan. Tanpa kasih, tidak ada objek yang dapat memberikanmu kebahagiaan yang sejati. Karena itu, kekayaan utama bagi manusia adalah kasih. Setiap orang seharusnya mendapatkan kekayaan ini. Dengan kekayaan ini siapapun dapat menikmati kebahagiaan yang kekal! (Divine Discourse, Jan 1, 1998)

-BABA

 

Thought for the Day - 28th November 2020 (Saturday)

Once, while Pandavas were in the forest, Krishna visited them. Krishna was told that the five brothers took turns during the night to keep a vigil over the activities of evil spirits and demons. One night, an evil spirit appeared before Pandava brothers, they had great difficulty in fighting it. In view of this, Dharmaja, the eldest Pandava, tried to dissuade Krishna from participating in sentry duty. Krishna, however, insisted on his share. During that period no evil spirit appeared. Then came Arjuna’s turn, Krishna watched the scene from a distance. To Arjuna’s surprise, no evil spirit appeared while Krishna was there. Krishna then explained to Arjuna that evil spirits were only a reflection of one’s hatred and fear, and when one is free from these, no evil spirit would appear or do any harm. Krishna revealed that the Divine existed even in so-called evil spirits and that if a person gets rid of the evil qualities within him, evil spirits can do no harm. 



Suatu ketika, ketika Pandawa berada di hutan, Krishna mengunjungi mereka. Krishna diberi tahu bahwa lima bersaudara itu bergiliran untuk berjaga pada malam hari  karena adanya aktivitas roh jahat dan iblis. Suatu malam, roh jahat muncul di hadapan Pandawa bersaudara, mereka mengalami kesulitan besar dalam melawannya. Melihat hal ini, Dharmaja, Pandawa tertua, berusaha menghalangi Krishna untuk ikut tugas berjaga. Krishna, bagaimanapun, bersikeras agar ikut berjaga. Selama periode itu tidak ada roh jahat yang muncul. Kemudian tibalah giliran Arjuna, Krishna menyaksikan pemandangan itu dari kejauhan. Yang mengejutkan Arjuna, tidak ada roh jahat yang muncul saat Krishna ada di sana. Krishna kemudian menjelaskan kepada Arjuna bahwa roh jahat hanyalah cerminan dari kebencian dan ketakutan seseorang, dan ketika seseorang bebas dari ini, tidak ada roh jahat yang akan muncul atau melakukan kerusakan. Krishna mengungkapkan bahwa Yang Ilahi ada bahkan dalam apa yang disebut sebagai roh jahat dan bahwa jika seseorang menyingkirkan sifat-sifat jahat di dalam dirinya, roh jahat tidak dapat melukai. (Divine Discourse, Jan 14, 1998)

-BABA

 

Thought for the Day - 27th November 2020 (Friday)

What man should seek today is not pleasure. Nor is his goal sorrow. Wherefrom does pleasure come? When pain is got rid of, pleasure is secured. Man should bring under his control the source of pleasure and pain. More than pleasure, it is pain that awakens wisdom in man. If you study the lives of great men, you find that it is out of trouble and pain that they derived wisdom. Without sorrow there can be no wisdom. It is pain that teaches many wise lessons to man. Not realizing this profound truth, man pursues pleasure endlessly. No doubt man needs to be happy. But how is happiness to be achieved? It is only when sorrow is overcome, man realises happiness. Hence everyone should welcome sorrow in the same spirit in which they greet happiness. Every man has his origin in Truth. He is sustained by Truth, and merges in Truth. He is the embodiment of Truth. When every individual recognises this truth, the whole world will be permeated by Truth. 



Apa yang seharusnya manusia cari sekarang bukanlah kesenangan. Dan bukan juga penderitaan sebagai tujuannya. Dari mana datangnya kesenangan? Ketika rasa sakit dilenyapkan, maka kesenangan bisa didapatkan. Manusia seharusnya menjadikan sumber dari kesenangan dan penderitaan ada di bawah kendalinya. Lebih daripada kesenangan, adalah rasa sakit yang membangkitkan kebijaksanaan dalam diri manusia. Jika engkau mempelajari kehidupan orang-orang yang hebat, engkau akan menemukan bahwa karena masalah dan penderitaan maka mereka mendapatkan kebijaksanaan. Tanpa penderitaan maka tidak akan ada kebijaksanaan. Adalah rasa sakit yang mengajarkan banyak hikmah bijak kepada manusia. Tanpa menyadari kebenaran yang mendalam ini, manusia mengejar kesenangan yang tanpa akhir. Tidak diragukan lagi bahwa manusia perlu untuk bahagia. Namun bagaimana kebahagiaan itu dapat diperoleh? Adalah hanya ketika penderitaan diatasi maka manusia menyadari kebahagiaan. Karena itu setiap orang seharusnya menyambut penderitaan dengan semangat yang sama seperti ketika mereka menyambut kebahagiaan. Setiap manusia memiliki asal usulnya dalam kebenaran. Manusia ditopang oleh kebenaran dan menyatu ke dalam kebenaran. Manusia adalah perwujudan dari kebenaran. Ketika setiap individu menyadari kebenaran ini, maka seluruh dunia akan diliputi dengan kebenaran. (Divine Discourse, Jan 1, 1998)

-BABA

 

Thought for the Day - 26th November 2020 (Thursday)

Sankalpas or Inner Resolutions tend to be attracted towards one another, when they flow in the same direction or are related to similar desires. Cranes fly together as flock; they do not mix with crows. Crows form their own groups. Among beasts of the forest, bisons have herds of their own kind; they have no comradeship with elephants, which keep bisons away and mingle only with elephants. Deer too form groups by themselves. Similarly, a musician attracts musicians around him. Teachers seek teachers for company. Decisions which mind makes, either to commit or omit, are amazing, for, the Cosmos and all its contents can be described as their consequence. The mind decides on the fact or facet of the objective world which it has to notice. The Sankalpa bears fruit and the fruit conforms to the seed from which it springs. It has to reveal its impact, sooner or later. So, man has to avoid evil sankalpas and cultivate good ones! 



Sankalpa atau ketetapan batin cenderung menarik satu dengan yang lainnya, ketika ketetapan hati itu mengalir dalam satu aliran atau terkait pada keinginan yang sama. Burung bangau terbang bersama-sama dalam sebuah kelompok; mereka tidak bercampur dengan burung gagak. Burung gagak membentuk kelompok mereka sendiri. Diantara binatang di dalam hutan, bison memiliki kumpulan jenis mereka sendiri; mereka tidak memiliki persahabatan dengan gajah yang tetap menjaga jarak, dan gajah hanya bercampur dengan gajah saja. Rusa juga membentuk kelompok sendiri. Sama halnya, seorang musisi tertarik dengan musisi di sekitarnya. Guru mencari guru untuk membangun pergaulan. Keputusan yang dibuat oleh pikiran, apakah dijalankan atau diabaikan, adalah luar biasa, karena, alam semesta dan semua isinya dapat dijelaskan sebagai konsekuensi dari keputusan dari pikiran. Pikiran memutuskan berdasarkan fakta atau aspek dunia objektif yang mana harus diperhatikan. Sankalpa menghasilkan buah dan buah sesuai dengan dari benih yang ditanam. Hal ini harus mengungkapkan dampaknya, cepat atau lambat. Jadi, manusia harus menghindari sankalpa yang jahat dan meningkatkan sankalpa yang baik! - Divine Discourse, Jul 10, 1986

-BABA

 

Thought for the Day - 25th November 2020 (Wednesday)

Once when Duryodhana said that he was not afraid of God and man, Krishna told him that he was indeed, pitiable! The pasu (animal) fears; the mriga (beast) terrifies. Man should be neither. He should neither terrify nor get terrorised. He must be neither a coward nor a bully. If he is a coward he is an animal; if he is a bully he is a danava, an ogre. Every one of you is a temple, with the Lord installed in your heart, whether you are aware of it or not. The Lord is described in the Purusha Sukta as thousand headed; it does not mean that He has just thousand heads, no more, no less. It means that the thousands of heads before Me now have just one heart, which gives life and energy to all, and that heart is the Lord. No one is separate from his neighbour; all are bound by the one life-blood that flows through the countless bodies. 



Sekali ketika Duryodhana berkata bahwa dia tidak takut pada Tuhan dan manusia, Krishna mengatakan kepadanya bahwa dia adalah orang yang benar-benar menyedihkan! Rasa takut dari Pasu (hewan); rasa takut dari mriga (binatang). Manusia seharusnya tidak keduanya. Manusia seharusnya tidak takut dan diteror. Manusia seharusnya tidak menjadi seorang pengecut atau pengganggu. Jika dia adalah seorang pengecut maka dia adalah binatang; jika dia adalah seorang pengganggu maka dia adalah seorang danava (raksasa). Setiap orang darimu adalah sebuah tempat suci, dimana Tuhan bersemayam di dalam hatimu, apakah engkau menyadarinya atau tidak. Tuhan disebutkan di dalam Purusha Sukta sebagai berkepala seribu; ini tidak berarti bahwa Tuhan hanya memiliki seribu kepala, tidak lebih, tidak kurang. Hal ini berarti bahwa ribuan kepala yang ada di hadapan-Ku sekarang hanya memiliki satu hati, yang memberikan hidup dan energi kepada semuanya, dan hati itu adalah Tuhan. Tidak ada seorangpun yang terpisah dari lingkungannya, semuanya terikat oleh satu darah kehidupan yang mengalir melalui tubuh yang tidak terhitung jumlahnya. - Divine Discourse, Feb 18, 1966

-BABA

 

Thought for the Day - 24th November 2020 (Tuesday)

The Lord has endowed man with the body and so, every limb and every sense organ is worthy of reverent attention. Each must be used for His Glory. The ear must exult when it gets a chance to hear the wonderful tales of God. The tongue must exult when it can praise Him. Or else, the tongue of man is ineffective as that of frogs which croak day and night, sitting on the marshy bank. The human body has been given to you for a grand purpose - realising the Lord within. If you have a fully equipped car in good running condition, would you keep it in the garage? The car is primarily for going on a journey; get into it and go. Then only is it worthwhile to own it. So too, with the body. Proceed, go forward to the goal. Learn how to use the faculties of the body, the senses, the intellect, and the mind for achieving the goal and march on. 



Tuhan telah memberkati manusia dengan tubuh dan karenanya setiap anggota tubuh serta setiap organ indera adalah layak untuk mendapatkan perhatian yang khusus. Setiap bagian harus digunakan untuk kemuliaan-Nya. Telinga harus bersuka ria ketika mendapatkan kesempatan untuk mendengarkan kisah yang indah tentang Tuhan. Lidah harus bergembira ketika lidah dapat memuliakan Tuhan. Atau sebaliknya, dimana lidah manusia menjadi tidak bermanfaat seperti halnya kodok yang bersuara siang dan malam, duduk di tepi rawa. Tubuh manusia telah diberikan kepadamu untuk tujuan yang megah – menyadari Tuhan di dalam diri. Jika engkau memiliki mobil dalam keadaan bagus, akankah engkau menyimpannya di dalam garasi saja? Tujuan dari mobil adalah untuk menempuh perjalanan; masuk ke dalam mobil dan jalanlah. Hanya dengan demikian menjadi berguna dengan memilikinya. Begitu juga dengan tubuh. Melangkah maju, jalan terus mencapai tujuan. Belajarlah bagaimana menggunakan bagian-bagian tubuh, indera, intelek, dan pikiran untuk mencapai tujuan dan melanjutkan perjalanan. - Divine Discourse, Feb 18, 1966

-BABA

 

Thought for the Day - 23rd November 2020 (Monday)

I utter no meaningless word. I do no purposeless deed. I plan no significance-less action. I never engage in unholy activities. I have nothing that I need. My joy consists in fulfilling your aims, and in making you reach the goal. The one thing that I ask for is a love-filled heart. Believe and hold fast, without entangling yourselves in a mesh of empty explanations and imaginary arguments — that is the way to profit. Do not develop attachment to this body. Why, attachment to any body is not desirable. This hand gives you things, but My hand is that which creates all this. My course is unique, different from all that you know. I do not identify Myself with anything. Ice is water, water is ice. The Form (saguna) is without form (nirguna), without form is this form. I am incomprehensible. The Lord’s Form can be perceived only by means of the eye of love (prema) or the eye of wisdom (jnana) or the eye of yoga, not the eye of sensual activity. 



Aku tidak mengatakan kata-kata yang tidak berarti. Aku tidak melakukan perbuatan yang tanpa tujuan. Aku tidak merencanakan tindakan yang tidak bermakna. Aku tidak pernah terlibat dalam perbuatan yang tidak suci. Aku tidak memiliki apapun yang Aku butuhkan. Suka cita-Ku terdapat pada memenuhi tujuanmu dan membuatmu mencapai tujuanmu. Satu hal yang Aku minta adalah sebuah hati yang diliputi dengan kasih. Percaya dan pegang teguh, tanpa melibatkan dirimu dalam penjelasan kosong dan perdebatan yang bersifat khayal – itu adalah cara untuk mendapatkan keuntungan. Jangan mengembangkan keterikatan pada tubuh ini. Mengapa, keterikatan pada tubuh manapun adalah tidak diinginkan. Tangan ini memberikanmu banyak hal, namun tangan-Ku ini yang menciptakan semuanya ini. Arahan-Ku adalah unik, berbeda dari semua yang engkau ketahui. Aku tidak mengidentifikasi diri-Ku dengan apapun juga. Es adalah air, air adalah es. Yang berwujud (saguna) adalah yang tanpa wujud (nirguna), tanpa wujud adalah wujud ini. Aku adalah tidak dapat dimengerti. Wujud Tuhan hanya dapat dirasakan melalui sarana pandangan kasih (prema) atau mata kebijaksanaan (jnana) atau mata yoga, dan bukan mata perbuatan sensual. - Divine Discourse, Oct 25, 1961

-BABA

 

Thought for the Day - 22nd November 2020 (Sunday)

The convocation in hermitages marked the close of a sweet chapter in life when ideals to be pursued in later years were implanted. The advice given by gurus during convocations was, "Consider mother as God, consider father as God, consider teacher as God, and consider the guest as God." Follow this fourfold exhortation with full faith in its validity, derive bliss therefrom and inspire others by your example, so that the Motherland may progress and prosper. Your parents are sacrificing their comforts and even necessities in order to ensure your progress. It is your duty to revere them and make them happy. First, render your homes bright by pleasing your parents. Do not be arrogant towards your parents because you have studied a few things. Engage yourselves in acts that others will respect and not in acts of which you feel ashamed of. Do not allow your minds to get agitated with limitless desires. Love your native land. Fulfil this desire of mine, with My blessings! 



Rapat terbuka di ashram menandakan berakhirnya babak manis dalam kehidupan ketika ideal yang akan dikejar dalam tahun-tahun berikutnya ditanamkan. Nasihat diberikan oleh para guru dalam pertemuan tersebut adalah, "Muliakan ibu sebagai Tuhan, muliakan ayah sebagai Tuhan, muliakan guru sebagai Tuhan, dan muliakan tamu sebagai Tuhan." Ikuti empat nasihat ini dengan penuh keyakinan dalam kebenarannya, dapatkan kebahagiaan darinya, dan menginspirasi orang lain dengan teladanmu, sehingga ibu pertiwi mendapatkan kemajuan dan kesejahteraan. Orang tuamu mengorbankan kenyamanan dan bahkan kebutuhan mereka untuk memastikan kemajuanmu. Merupakan kewajibanmu untuk memuliakan mereka dan membuat mereka bahagia. Pertama, buatlah rumahmu menjadi ceria dengan menyenangkan orang tuamu. Jangan menjadi arogan terhadap orang tuamu karena engkau telah belajar sedikit beberapa hal. Libatkan dirimu dalam tindakan yang membuat orang lain akan menghormati dan bukan tindakan yang membuat dirimu merasa malu. Jangan izinkan pikiranmu menjadi teragitasi dengan keinginan yang tidak ada batasnya. Cintai tanah airmu. Penuhilah keinginan-Ku ini dengan berkat-Ku! - Divine Discourse, Nov 22, 1986

-BABA

 

Thought for the Day - 21st November 2020 (Saturday)

“Help ever, hurt never” - That is true liberation! To get rid of moha (attachment) is true moksha (liberation). Do not try to find faults with others. If you point an accusing finger at someone, remember that three fingers are pointing at you. Satyam kanthasya bhushanam (Truth is the true ornament to the neck), and Hastasya bhushanam danam (charity is the true ornament to the hand). Your hands are useless if they do not perform acts of charity. You have to sanctify each limb of your body in sacred activities. You should empathise with those who are in difficulties and try to give them solace. Comfort and console them with soothing words. Those who talk harsh words are verily demons. If you hurt others’ feelings, you will be hurt twice as much. You cannot escape the consequences of your actions. You have to bear this truth in mind. Your life will be sanctified when you conduct yourselves in a manner not to hurt others! 



“Selalu menolong, jangan pernah menyakiti” – itu adalah pembebasan yang sesungguhnya! Untuk melepaskan moha (keterikatan) adalah moksha (pembebasan) yang sesungguhnya. Jangan mencoba untuk menemukan kesalahan pada diri orang lain. Jika engkau menunjuk (menggunakan 1 telunjuk) pada seseorang, ingatlah bahwa tiga jari lainnya menunjukkan ke arahmu. Satyam kanthasya bhushanam (Kebenaran adalah perhiasan yang sesungguhnya dari leher), dan Hastasya bhushanam danam (kedermawanan adalah perhiasan sesungguhnya dari tangan). Tangan-tanganmu menjadi tidak berguna jika tangan-tangan itu tidak melakukan perbuatan derma. Engkau harus menyucikan setiap bagian anggota tubuhmu dalam perbuatan yang suci. Engkau harus berempati pada mereka yang kesulitan dan mencoba memberikan mereka penghiburan. Tenangkan mereka dengan perkataan yang menyejukkan. Mereka yang berbicara kasar sejatinya adalah raksasa. Jika engkau menyakiti perasaan yang lain, engkau akan tersakiti dua kali lebih banyak. Engkau tidak bisa lepas dari akibat perbuatanmu. Engkau harus menjaga kebenaran ini di dalam pikiranmu. Hidupmu akan menjadi disucikan ketika engkau menjalani hidup dalam tingkah laku yang tidak menyakiti yang lainnya! - Divine Discourse, Nov 19, 2002

-BABA

 

Thought for the Day - 20th November 2020 (Friday)

Come, I am the repairer of broken hearts and damaged four-fold instruments of mind, intellect, memory, and ego. I am like the smith, who welds, mends and sets right. The Lord will be waiting outside the door of the worship room of the devotee, anxious to fulfil their wish! Verily, one who has the Lord as his Servant — that one is the real Lord! Only do not allow your faith to falter. Do not become a slave to others; no, not even to God. Test. Test, examine, and experience. When you find God, demand as if it is your right. But before you get that right, you should appear for the examination and pass, is it not? I set tests not as a punishment or because I enjoy putting you into trouble but just to give you the joy of passing! Also, do not yield to despair or become dejected. It is My resolve (sankalpa) that you progress in spiritual development. I have collected all of you and I shall lay the concrete foundation and build the walls and erect the roof and complete the mansion. My resolve never proves ineffective. 



Datanglah, Aku yang memperbaiki hati yang rusak dan empat bagian instrument dari pikiran, intelek, ingatan, dan ego yang rusak. Aku adalah seperti pandai besi yang mengelas, membengkokkan, dan memperbaiki. Tuhan akan menunggu di luar pintu ruang doa dari bhakta, berharap cemas untuk mengabulkan doa mereka! Sejatinya, seseorang yang memiliki Tuhan sebagai pelayannya - orang itu adalah Tuhan yang sesungguhnya! Hanya jangan biarkan keyakinanmu menjadi bimbang. Jangan menjadi seorang budak bagi orang lain; tidak, bahkan tidak untuk Tuhan. Ujilah. Uji, nilai, dan alami. Ketika engkau menemukan Tuhan, tuntutlah seolah-olah ini merupakan hakmu. Namun sebelum engkau mendapatkan hak itu, engkau harus datang saat ujian dan lulus, bukan? Aku menetapkan ujian bukan sebagai sebuah hukuman atau karena Aku menikmati menempatkanmu dalam masalah, namun semuanya itu adalah hanya untuk memberikanmu suka cita setelah melewatinya! Dan juga, jangan menyerah pada keputusasaan atau menjadi sedih. Ini merupakan kehendak-Ku (sankalpa) bahwa engkau maju dalam perkembangan spiritual. Aku telah mengumpulkan semua darimu dan Aku akan meletakkan pondasi beton dan membangun tembok serta mendirikan atap dan menyelesaikan misi. Ketetapan hati-Ku tidak pernah tidak efektif. - Divine Discourse, Oct 17, 1961

-BABA

 

Thought for the Day - 19th November 2020 (Thursday)

Chandramathi was a woman of sterling character. She always followed her husband, Harishchandra. When they were passing through difficulties, she infused courage in him saying, “Oh king, you are highly intelligent and educated. You should never give scope to weakness and waver from your chosen path. We are swimming in the ocean of truth. We should not give up our resolve till we reach the shores.” In this manner, women of those days would encourage their husbands to follow the path of truth. Sita did not shed tears even in extremely trying circumstances. Though surrounded by demons, she was never afraid of them. She spent her time in the contemplation of Lord Rama, and thus set an ideal. The same can be said of Damayanti. She was one of virtues. With her strong determination, she helped her husband regain his kingdom. In this manner, women of those days earned a name for themselves with their sterling character and ideal motherhood. Today’s women should make them role models. 



Chandramathi adalah seorang wanita dengan karakter yang luhur. Dia selalu mengikuti suaminya yaitu Harishchandra. Ketika mereka melewati masa-masa sulit, Chandramathi menyuntikkan keberanian kepada Harischandra dengan berkata, “Oh raja, engkau adalah benar-benar cerdas dan terpelajar. Engkau seharusnya tidak pernah memberikan ruang bagi kelemahan dan kebimbangan dari jalan yang engkau pilih. Kita sedang berenang dalam lautan kebenaran. Kita seharusnya tidak melepaskan ketetapan hati kita sampai kita mencapai pantai.” Dalam hal ini, wanita pada waktu itu akan menguatkan suami mereka untuk mengikuti jalan kebenaran. Sita tidak meneteskan air mata bahkan dalam keadaan yang paling sulit sekalipun. Walaupun dikelilingi oleh para raksasa, Sita tidak pernah merasa takut pada mereka. Sita menghabiskan waktunya dalam perenungan pada Sri Rama, dan kemudian menentukan sebuah ideal. Hal yang sama dapat kita lihat pada Damayanti. Damayanti adalah seseorang yang mulia. Dengan keteguhan hatinya yang kuat, dia membantu suaminya untuk mendapatkan kembali kerajaannya. Dalam hal ini, para wanita pada waktu itu mendapatkan nama baik karena karakter yang mulia dan keibuan yang ideal. Wanita pada hari ini seharusnya menjadikan wanita-wanita ini sebagai teladan mereka. - Divine Discourse, Nov 19, 2002

-BABA

 

Thought for the Day - 18th November 2020 (Wednesday)

The first step in spiritual discipline is cleansing of the speech. Talk sweetly without anger. Do not boast of your scholarship or attainments. Be humble, and eager to serve. Conserve your speech. Practice silence. That will save you from squabbles, idle thoughts, and factions. Again, practice the attitude of joy when others are joyful and of grief when others around you are grieved. Let your heart move in sympathy. The joy and grief have to be translated into service; they should not be mere emotions! Train yourself by using the spark of wisdom that has been implanted in you. Once you try with all your might, the Lord’s grace will be there to help you forward! When the sun rises, not all lotuses in the lake bloom; only the grown buds open their petals. The others await their time. It is the same with people. Differences do exist because of unripeness, though all fruits have to ripen and fall someday. 



Langkah pertama dalam disiplin spiritual adalah membersihkan perkataan. Berbicaralah dengan baik tanpa amarah. Jangan membanggakan pengetahuan atau pencapaianmu. Jadilah rendah hati, dan berhasrat untuk melayani. Jagalah perkataanmu. Jalankan keheningan. Hal itu akan menyelamatkanmu dari perdebatan, pikiran malas, dan perpecahan. Lagi, jalankan sikap suka cita ketika yang lain berbahagia dan bersedih ketika yang lain di sekitarmu menderita. Biarkan hatimu menjadi lebih bersimpati. Suka dan duka cita harus diterjemahkan ke dalam bentuk pelayanan; dan tidak hanya sebatas perasaan saja! Latihlah dirimu dengan menggunakan percikan kebijaksanaan yang telah dianugerahkan kepadamu. Sekali engkau mencoba dengan seluruh kemampuanmu, karunia Tuhan akan ada untuk membantumu melangkah maju! Ketika matahari terbit, tidak semua bunga teratai di danau mekar; hanya tunas yang dewasa yang membuka kelopaknya. Sedangkan tunas yang lain menunggu waktu mereka. Hal ini sama dengan manusia. Perbedaan ada karena ketidakmatangan, walaupun semua buah harus matang dan jatuh pada suatu hari nanti. - Divine Discourse, Apr 23, 1961

-BABA

 

Tuesday, November 17, 2020

Thought for the Day - 17th November 2020 (Tuesday)

Yours is a splendid chance to become guides of mankind. You, who belong to the Sathya Sai Society, have this responsibility in an even greater measure, since you must lead model lives of sincere striving. Having taken the Name, you are bound to act according to My command and shed the light of devotion on all who come near you. No attempt need be made to run away from the duties of one’s station and status. Remember, those duties have to be done as worship, as offerings of one’s intelligence and skill, qualities, and thoughts and feelings at the Feet of the Lord in a spirit of thankfulness for the chance given, without a trace of egoism or a sense of attachment to the fruits of the actions. The root of all trouble is the uncontrolled and ill-directed mind. Obligatory actions have to be carried out, wherever you are, with care and sincerity. They award the needed discrimination and non-attachment. 



Milikmu adalah kesempatan yang hebat untuk menjadi penuntun umat manusia. Engkau, yang merupakan bagian dari masyarakat Sathya Sai, memiliki tanggung jawab ini bahkan dalam jumlah yang lebih besar, karena itu engkau harus menjalani hidup yang ideal dari perjuangan yang tulus. Setelah mengambil Nama itu, engkau terikat untuk bertindak sesuai dengan perintah-Ku dan memancarkan cahaya bhakti kepada semua yang mendekatimu. Tidak perlu melakukan usaha untuk melarikan diri dari kewajiban posisi dan status yang dimiliki. Ingatlah, kewajiban-kewajiban itu harus dilaksanakan sebagai sebuah ibadah, sebagai sebuah persembahan dari kecerdasan dan keahlian seseorang, kualitas, dan pikiran serta perasaan di kaki padma Tuhan dalam semangat bersyukur atas kesempatan yang diberikan, tanpa adanya jejak egoisme atau sebuah perasaan keterikatan pada buah dari tindakan. Akar dari semua masalah adalah pikiran yang tidak terkendali dan tidak diarahkan dengan benar. Tindakan wajib harus dijalankan, dimanapun engkau berada dengan penuh perhatian dan ketulusan. Semuanya itu memberikan kemampuan membedakan dan tanpa keterikatan yang diperlukan. - Divine Discourse, Apr 23, 1961

-BABA

 

Thought for the Day - 16th November 2020 (Monday)

First of all, you should make an attempt to make good use of the mental and physical strengths that have been given to you. When you are so lazy as not to use them, what are you going to do with divine strengths? Suppose that you have been given food and drink by the divine grace and strength of the Lord. Because God has given you enough food on your plate, for you to think that God has to also help you in transferring this food to your stomach is a very lazy idea. For taking the food to your stomach, God has given you hands, a palate and a mouth. You should make good use of them. That we may learn to make good use of our mental and physical strengths and other organs, God comes in human form; He demonstrates how these may be used. The essential quality of an Avatar is to teach you how to make good and proper use of your thought, word, and deed. 




Pertama-tama, engkau seharusnya melakukan sebuah usaha untuk menggunakan dengan baik kekuatan mental dan fisik yang telah diberikan kepadamu. Ketika engkau malas dan tidak menggunakan kekuatan itu, apa yang akan engkau lakukan dengan kekuatan Tuhan? Misalkan engkau telah diberikan makanan dan minuman karena karunia Tuhan dan kekuatan dari Tuhan. Karena Tuhan telah memberikanmu cukup makanan di atas piringmu, bagimu dengan berpikir bahwa Tuhan juga yang akan membantumu untuk mengirimkan makanan ini ke perutmu adalah sebuah gagasan yang sangat malas. Untuk mengirimkan makanan ke perutmu, Tuhan telah memberikanmu tangan, langit-langit mulut, dan mulut. Engkau harus menggunakan semuanya itu dengan baik. Dari hal ini kita dapat belajar untuk menggunakan dengan baik kekuatan fisik dan mental kita serta organ-organ yang lainnya, Tuhan datang dalam wujud manusia; Tuhan memperlihatkan bagaimana peralatan ini dapat digunakan. Kualitas mendasar dari Avatar adalah untuk mengajarkanmu bagaimana menggunakan pikiran, perkataan dan perbuatanmu dengan baik dan tepat. - Summer Roses On Blue Mountains, 1976, Ch. 6

-BABA

 

Thought for the Day - 15th November 2020 (Sunday)

Do not be carried away by worldly pleasures. Take the sacred path and sanctify your time by chanting the divine name. There is no need to allocate a specific time or place for namasmarana. You can do it wherever you are and whatever you are doing. One needs to pay tax for water and electricity but there is no tax for namasmarana. Nobody can stop you from doing it. It’s very simple, yet most effective. But people don't realise the value of namasmarana as it is so easy to practise. They think that God can be attained only through severe austerities. This is a misconception. Without troubling yourself or causing trouble to others, you can chant the divine name. Cultivate love for God. That is true devotion. Develop sacred love. Do not criticise or ridicule anybody. Give happiness to all by sharing your love with them. This is true spiritual practice. Follow this simple path, experience bliss and sanctify your lives! 



Jangan menjadi terhanyut dengan kenikmatan duniawi. Tempuhlah jalan yang suci dan sucikan waktumu dengan melantunkan nama suci Tuhan. Tidak perlu menyediakan waktu atau tempat khusus untuk melakukan namasmarana. Engkau dapat melakukannya dimanapun engkau berada dan apapun yang sedang engkau kerjakan. Seseorang perlu membayar pajak untuk air dan listrik, namun tidak ada pajak untuk namasmarana. Tidak ada seorangpun yang dapat menghentikanmu dalam melakukan latihan spiritual ini. Namasmarana adalah sangat sederhana, namun adalah yang paling efektif. Namun manusia tidak menyadari nilai dari namasmarana karena teknik ini gampang untuk dilakukan. Mereka berpikir bahwa Tuhan hanya dapat dicapai hanya melalui olah tapa yang berat. Ini adalah kesalahpahaman. Tanpa menyusahkan dirimu sendiri atau menyusahkan orang lain, engkau dapat melantunkan nama suci Tuhan. Tingkatkan kasih untuk Tuhan. Itu adalah bhakti yang sejati. Kembangkan kasih yang suci. Jangan mengkritik atau mengolok-olok siapapun. Berikan kebahagiaan kepada semuanya dengan berbagai kasih kepada mereka. Ini adalah latihan spiritual yang benar. Ikuti jalan yang sederhana ini, alami kebahagiaan dan sucikan hidupmu! - Divine Discourse, Feb 24, 2002

-BABA

 

Thought for the Day - 14th November 2020 (Saturday)

Today we are having the Akhanda Bhajan (24-hour bhajan by Sai devotees all over the world). This is being done not for the sake of one individual, one nation or community. It is for the welfare of humanity as a whole. The bhajans that are sung permeate the ether in the form of sound waves and fill the entire atmosphere. Thereby the whole environment gets purified. Breathing in this purified atmosphere, our hearts get sanctified. Reciting the Lord's name is a process of give and take. Singing the Lord's name should become an exercise in mutual sharing of joy and holiness. It should be remembered that the sounds we produce reverberate in the atmosphere. They remain permanently in the ether as waves and outlast the individual uttering the sounds. Today the atmosphere is polluted by unholy and vicious sounds. This results in the growth of evil thoughts and feelings, which lead to evil deeds. If the atmosphere has to be purified, it has to be filled with pure and sacred sounds. 




Hari ini kita melakukan Akhanda Bhajan (24-jam bhajan oleh bhakta Sai di seluruh dunia). Kegiatan ini dilakukan bukan untuk kepentingan satu orang, satu bangsa, atau satu masyarakat saja. Kegiatan ini adalah untuk kesejahteraan seluruhnya. Bhajan yang dilantunkan meliputi akasa dalam bentuk gelombang suara dan mengisi seluruh atmosfer. Maka dari itu seluruh lingkungan menjadi tersucikan. Bernafas dalam atmosfer yang suci ini, hati kita juga menjadi disucikan. Mengulang-ulang nama suci Tuhan adalah sebuah proses memberi dan menerima. Melantunkan nama suci Tuhan seharusnya menjadi sebuah latihan yang saling berbagi suka cita dan kesucian. Hal ini harus diingat bahwa suara yang kita hasilkan bergema di dalam atmosfer. Suara-suara itu tetap ada secara permanen di akasa sebagai gelombang dan hidup lebih lama dari individu yang mengucapkan suara itu. Hari ini atmosfer dicemari dengan suara-suara yang tidak suci dan jahat. Hal ini mengakibatkan tumbuhnya pikiran dan perasaan yang jahat, yang mana akan menuntun pada perbuatan yang jahat. Jika atmosfer harus disucikan maka atmosfer harus diisi dengan suara-suara yang suci dan murni. - Divine Discourse, Nov 08, 1986

-BABA

 

Thought for the Day - 13th November 2020 (Friday)

We should examine the reason why the formless Lord takes the form of a human being and comes into the midst of humans. It is so that He may mix with the human beings and set up examples and ideals for them, and to convey to them all aspects which they should learn. Many people ask very innocently and ignorantly why an Avatar, who possesses all powers, should subject Oneself to all troubles; and why should the Avatar tolerate hunger and suffering all around. An Avatar who has all the powers should be able to remove all such suffering in one moment. If there is any meaning in such a question, why should an Avatar come in human form at all? The Avatar can remain as a formless Divinity and do all these things from that position itself. In time, and under certain conditions and environment, whatever has to be done must be done and such acts, at a human level, have to be performed. 




Kita seharusnya memeriksa alasan mengapa Tuhan yang tidak berwujud mengambil wujud manusia dan hadir di antara umat manusia. Hal ini dilakukan agar Tuhan dapat terhubung dengan manusia dan memberikan teladan dan ideal bagi manusia, dan juga untuk menyampaikan kepada umat manusia tentang semua aspek yang seharusnya mereka pelajari. Banyak orang bertanya dengan begitu polosnya dan tidak tahu mengapa seorang Avatara, yang memiliki semua kekuatan, harus mengikatkan diri-Nya pada semua masalah ini; dan mengapa seharusnya Avatara memberikan toleransi pada kelaparan dan penderitaan di sekitar-Nya. Seorang Avatara yang memiliki semua kekuatan seharusnya mampu melenyapkan semua bentuk penderitaan dalam sekejap. Jika ada makna dari pertanyaan seperti itu, mengapa seorang Avatara harus datang dalam wujud manusia? Avatar dapat tetap dalam wujud Tuhan yang tanpa wujud dan melakukan semuanya itu dari tempat Tuhan. Pada waktunya, dan dalam keadaan serta lingkungan tertentu, apapun yang harus dilakukan harus dilakukan dan tindakan-tindakan yang seperti itu, di tingkat manusia harus dilakukan. - Summer Roses On Blue Mountains, 1976, Ch. 6

-BABA

 

Friday, November 13, 2020

Thought for the Day - 12th November 2020 (Thursday)

When the thirst for liberation and the revelation of one’s reality is acute, a strange and mysterious force in nature will begin operating. When the soil is ready, the seed appears from somewhere! The spiritual guru will be alerted, and the thirst will get quenched. The receiving individual has developed the power to attract the giver of illumination. That power is strong and full. Therefore, naturally the splendour that can confer illumination will get ready to bless. Though gurus of the common type have increased in number, a Guru is available for one who is far more supreme and compassionate than any or all gurus. He is none other than the Avatar of the Lord. He can, by the mere expression of His will, confer the highest consummation of spiritual life. He can gift it and get one to accept it. Even the meanest of the mean can acquire the highest wisdom, in a trice. He is the Guru of all gurus. He is the fullest embodiment of God as a human. A person can cognize God only in human form. Unless God incarnates as a person, people can never hope to see God or listen to His voice. 



Ketika rasa haus akan pembebasan dan pengungkapan kenyataan diri yang sejati begitu kuat, maka kekuatan yang bersifat misterius dan aneh secara alami akan mulai bekerja. Ketika tanah sudah siap, maka benih akan muncul entah dari mana! Guru spiritual akan selalu siap dan rasa haus itu akan dipuaskan. Individu penerima telah mengembangkan kekuatan untuk menarik sang pemberi penerangan. Kekuatan itu adalah kuat dan penuh. Maka dari itu, dengan sendirinya kemegahan yang dapat memberikan penerangan akan siap untuk memberkati. Walaupun jenis guru pada umumnya telah meningkat jumlahnya, seorang Guru adalah tersedia untuk orang yang jauh lebih agung dan welas asih daripada beberapa atau semua guru. Guru seperti ini tiada lain adalah Avatara sendiri. Beliau mampu hanya dengan kehendak-Nya sendiri dapat menganugrahkan penyempurnaan yang tertinggi dari kehidupan spiritual. Beliau dapat menghadiahkannya dan membuat seseorang menerimanya. Bahkan orang yang paling kejam sekalipun dapat mencapai kebijaksanaan yang tertinggi, dalam sekejap. Beliau adalah Guru dari semua guru. Beliau adalah perwujudan yang utuh dan sempurna dari Tuhan dalam wujud manusia. Seseorang hanya dapat mengenali Tuhan hanya dalam wujud manusia. Kecuali jika Tuhan mengambil inkarnasi sebagai manusia, maka manusia tidak akan pernah bisa berharap untuk melihat Tuhan atau mendengarkan suara-Nya. (Ch 13, 'The Avatar as a Guru', Sathya Sai Vahini)

-BABA

 

Thought for the Day - 11th November 2020 (Wednesday)

I have often told you that My Life is My Message. Avatars proclaim so and demonstrate their Divinity that way. They are children among children, men among men, and women among women, so that they may respond to their joy and sorrow and console them, and infuse confidence and courage into their drooping hearts. The Avatars appear among humans since birds, beasts, trees and the like have not slid into the unnatural and the strange. It is only humans who, pursuing the mirage of worldly happiness and sensual pleasure, have forgotten the task for which they have come to earth. Since God assumes human form in order to restore Dharma and lead man back into the path of virtue and wisdom, nothing can please God more than rigorous adherence to Dharma. One can stick to the path of Dharma if one is conscious of the Divine in everything that one sees or hears, touches or tastes. That will fill every moment of one’s life with the thrill of self-realisation. 



Aku sudah sering memberi tahumu bahwa Hidup-Ku adalah Pesan-Ku. Avatar menyatakan demikian dan mendemonstrasikan Keilahian mereka seperti itu. Mereka adalah anak-anak di antara anak-anak, pria di antara pria, dan wanita di antara wanita, sehingga mereka dapat menanggapi suka dan duka mereka dan menghibur mereka, dan menanamkan keyakinan dan keberanian ke dalam hati mereka yang terkulai. Avatar muncul di antara manusia karena burung, binatang, pohon, dan sejenisnya belum tergelincir ke dalam hal yang tidak wajar dan aneh. Hanya manusia yang, mengejar fatamorgana kebahagiaan duniawi dan kesenangan inderawi, telah melupakan tugas yang untuknya mereka datang ke bumi. Karena Tuhan mengambil bentuk manusia untuk memulihkan Dharma dan menuntun manusia kembali ke jalan kebajikan dan kebijaksanaan, tidak ada yang bisa menyenangkan Tuhan lebih dari kepatuhan yang ketat pada Dharma. Seseorang dapat tetap berpegang pada jalan Dharma jika seseorang menyadari Yang Ilahi dalam segala hal yang dilihat atau didengar, disentuh atau dicicipi. Itu akan mengisi setiap momen hidup seseorang dengan sensasi realisasi diri. (Divine Discourse, Nov 1970)

-BABA

 

Thought for the Day - 10th November 2020 (Tuesday)

Mind wills, yearns, prompts and insists on effort and action. This process is called sankalpa, these are like sasanas (commands). Everyone has to be aware of the variety and validity of actions induced by these promptings. Mind is host to fifty million such! Of thoughts that appear and vanish like clouds that pass silently, many stay and stir the mind into activity. These are sankalpas. Until these are understood against their vast background, one cannot live happily and in peace. Good sankalpas elicit best out of one and help one to use all strength for uplift. A person has to recognise bad sankalpas or urges as soon as they arise, render them ineffective by systematic cultivation of beneficial sankalpas. These alone can save from disaster and keep one close to Prasanthi (supreme calm). Ships at sea are guided by compass along desired direction; without it, they risk being wrecked. Man has to sail safe across the ocean of samsara (worldly existence). 



Pikiran berkehendak, merindukan, mendorong, dan bersikeras dalam usaha dan tindakan. Proses ini disebut dengan sankalpa, semuanya ini adalah seperti sasanas (perintah). Setiap orang harus waspada dari berbagai jenis dan validitas perbuatan yang didesak oleh dorongan ini. Pemikiran adalah tuan rumah dari jutaan dorongan yang seperti itu! Bentuk pemikiran yang muncul dan lenyap seperti awan yang lewat dengan tenang, namun banyak pemikiran yang tinggal dan menggerakkan pikiran menjadi tindakan. Semua ini adalah sankalpa. Sampai semua hal ini dipahami dengan latar belakang yang begitu luas, seseorang tidak bisa hidup dengan bahagia dan dalam kedamaian. Sankalpa yang baik memperoleh yang terbaik dari seseorang dan membantunya untuk menggunakan semua kekuatan dalam memajukan pikiran. Seseorang harus menyadari sankalpa yang buruk atau dorongan pikiran yang tidak baik ketika muncul, menjadikan dorongan pikiran yang tidak baik itu menjadi tidak efektif dengan penanaman sankalpa yang bermanfaat secara sistematis. Hanya ini saja yang dapat menyelamatkan dari bencana dan menjaga seseorang tetap dekat dengan Prasanthi (kedamaian yang tertinggi). Perahu yang ada di lautan dituntun dengan kompas sepanjang arah yang diinginkan; tanpa adanya kompas maka perahu tersebut berisiko mengalami kehancuran. Manusia juga harus berlayar menyeberangi lautan samsara (keberadaan duniawi). (Divine Discourse, Jul 10, 1986)

-BABA

 

Thought for the Day - 9th November 2020 (Monday)

Constant recollection of the glory and majesty of God, who is the Indweller, through the instrumentality of the Name, helps to purify the heart. That is the B12 vitamin that promotes spiritual health. There is no need for any other tablet. Life is a pilgrimage where one drags the feet along the rough and thorny road. With the Name of God on the lips, one will have no thirst; with the Form of God in the heart, one will feel no exhaustion. The company of the holy will inspire one to travel in hope and faith. The assurance that God is within all, that He is ever near, will lend strength to the limbs and courage to the eye. Remember that with every step, you are nearing God; and God too takes ten steps towards you. There is no stopping place in this pilgrimage; it is one continuous journey, through day and night, through valley and desert, through tears and smiles, through death and birth, and through tomb and womb. 



Secara terus menerus mengingat kemuliaan dan keagungan Tuhan dimana Tuhan bersemayam di dalam diri, melalui alat bantu Nama suci-Nya yang akan membantu menyucikan hati. Itu adalah vitamin B12 yang menjaga kesehatan spiritual. Tidak diperlukan lagi tablet yang lainnya. Hidup adalah sebuah perjalanan dimana seseorang melangkahkan kaki di atas jalan yang kasar dan berduri. Dengan nama suci Tuhan di bibir maka seseorang tidak akan merasakan dahaga; dengan wujud Tuhan di dalam hati maka seseorang tidak akan merasakan kelelahan. Pergaulan dengan orang-orang yang suci akan menginspirasi seseorang untuk berjalan dalam harapan dan keyakinan. Kepastian bahwa Tuhan bersemayam di dalam diri semuanya itu berarti bahwa Tuhan selalu dekat dan akan memberikan kekuatan pada anggota tubuh dan keberanian pada mata. Ingatlah bahwa dengan setiap langkah, engkau semakin dekat dengan Tuhan; dan Tuhan juga mengambil sepuluh langkah menuju ke arahmu. Tidak ada tempat pemberhentian di dalam perjalanan ini; ini merupakan perjalanan yang berkelanjutan, melewati siang dan malam, melewati jurang dan padang pasir, melewati air mata dan senyuman, melewati kelahiran dan kematian. (Divine Discourse, Mar 05, 1968)

-BABA

 

Thought for the Day - 8th November 2020 (Sunday)

God is the closest, fondest and most reliable companion. But man, in his blindness, ignores Him and seeks the company of others. God is present everywhere, at all times. He is the richest and the most powerful guardian. Yet you ignore Him. The Lord is here, near, loving, accessible and affectionate. But many do not open their eyes to this great opportunity! The Name will bring Him nearer to you. Now, the Name is on the tongue, the world is in the mind and the owner of the Name is in the heart. The world and its attractions are distracting you, obliterating the answer the Lord gives to the call of the Name! The Name of God, with all its halo of glory and majesty, can cleanse the mind of passion and emotion, and make it placid and pure. When the Name is repeated without concentration and without reverence, it cannot cleanse the mind. 



Tuhan adalah sahabat terdekat, terindah, dan paling dapat diandalkan. Tetapi manusia, dalam kebutaannya, mengabaikan-Nya, dan mencari teman dengan orang lain. Tuhan hadir di mana-mana dan setiap saat. Beliau adalah penjaga terkaya dan terkuat. Namun engkau mengabaikan-Nya. Tuhan ada di sini, dekat, penuh kasih, mudah dijangkau, dan penuh kasih sayang. Tetapi banyak yang tidak membuka mata mereka untuk kesempatan besar ini! Nama Tuhan akan membawa-Nya lebih dekat kepadamu. Saat ini, Nama ada di lidah, dunia ada di pikiran, dan pemilik Nama ada di hati. Dunia dan daya tariknya mengganggumu, melenyapkan jawaban yang Tuhan berikan untuk panggilan Nama-Nya! Nama Tuhan, dengan segala cahaya kemuliaan dan keagungan-Nya, dapat membersihkan pikiran dari nafsu dan emosi, dan membuatnya tenang dan murni. Ketika Nama Tuhan diulang-ulang tanpa konsentrasi dan tanpa penghormatan, ia tidak dapat membersihkan pikiran. (Divine Discourse, Feb 26, 1968)

-BABA

 

Saturday, November 7, 2020

Thought for the Day - 7th November 2020 (Saturday)

The instrument through which you are able to master nature is itself not really understood. When once that is understood, all that is understood through it will become plain. This is what sages of India did; they sought to know that which if known, all else can be known. The Upanishads lay down the process of this discovery. The expression of that discovery in practical life is - Love. For, it is Love that creates, sustains and engulfs all. Without Love, no one can claim to have succeeded in deciphering God and His handiwork, the Universe. God is Love; live in Love - that is the direction indicated by sages. Love can grow only in a well-ploughed heart, free from brambles. So, the heart has to be prepared by means of Namasmarana (constant recital of the Name); it can be called a yoga, like bhakti, jnana or karma (devotion, wisdom, action). It can also be called Chitta shuddhi yoga - The path of Consciousness-cleansing. 



Sarana yang mana memungkinkan bagimu untuk menguasai alam itu sendiri tidak begitu dipahami. Sekali ketika hal itu dimengerti, maka semua yang dipahami melalui hal itu akan menjadi jelas. Ini adalah apa yang para orang-orang suci di India lakukan; mereka mencari untuk mengetahui hal itu, dimana jika hal itu dipahami maka semua yang lainnya akan dimengerti. Upanishad menjelaskan proses dalam penemuan hal ini. Ungkapan untuk penemuan itu dalam kehidupan setiap harinya adalah – cinta kasih. Karena, adalah karena kasih yang menciptakan, menjaga dan meliputi semuanya. Tanpa kasih, tidak ada seorangpun yang dapat menyatakan berhasil dalam menemukan arti dari Tuhan dan ciptaan-Nya, yaitu alam semesta. Tuhan adalah cinta kasih; hiduplah dalam cinta kasih – itu adalah arah yang disampaikan oleh orang-orang suci. Cinta kasih hanya dapat tumbuh dalam hati yang telah dibajak dengan baik, yang bebas dari semak duri. Jadi, hati harus dipersiapkan dengan sarana Namasmarana (secara terus menerus mengulang-ulang nama suci Tuhan); ini dapat disebut dengan yoga, seperti bhakti, jnana atau karma (pengabdian, kebijaksanaan, dan perbuatan). Ini juga dapat disebut Chitta shuddhi yoga – Jalan pembersihan kesadaran. (Divine Discourse, Mar 01, 1968)

-BABA

 

Thought for the Day - 6th November 2020 (Friday)

The fisherman uses a rod and line; that line has a float from which hangs inside the water a sharp hook with a worm. The fish is drawn by the worm to the hook, the float shakes, the fisherman feels the pull of the fish on the line, and he draws it on the land, where it is helpless and unable to breathe. The body is the rod, the yearning, the eager longing, is the line; intelligence is the float; discrimination is the hook; knowledge is the worm; Atma, the fish, is caught thus by the clever angler. When you get spiritual wisdom, Kaivalyam (divine status) draws towards you. Travel beyond the realms of lust, anger and hate, into Kaivalyam which is the state in which the Divine is experienced as all-comprehensive, as Will, as Activity, as Bliss, as Intelligence, as Existence. You must suppress your tamas (ignorance), sublimate your rajas (passions) and cultivate satwa (purity) in order to be established in Kaivalyam. 



Nelayan menggunakan pancing dan tali; tali itu memiliki umpan yang di dalam air digantung kail tajam dengan cacing. Ikan ditarik oleh cacing yang ada pada kail, umpan bergetar, nelayan merasakan getaran itu dan menarik ikan tersangkut di kail dan menariknya ke daratan, ikan itu menjadi tidak berdaya dan tidak mampu bernafas. Tubuh kita adalah pancing, kerinduan, keinginan memiliki adalah talinya; kecerdasan adalah umpan; kemampuan membedakan adalah kailnya; pengetahuan adalah cacingnya; Atma, yaitu ikan yang ditangkap oleh pemancing yang pintar. Ketika engkau mendapatkan kebijaksanaan spiritual, Kaivalyam (status keilahian) menarik ke arahmu. Berjalan melampaui  gengaman nafsu, amarah, dan kebencian, menuju pada Kaivalyam yang mana merupakan keadaan dimana keilahian dialami sebagai meliputi segalanya, sebagai kehendak, sebagai tindakan, sebagai kebahagiaan, sebagai keberadaan. Engkau harus menekan sifat tamasmu (kebodohan), merubah sifat rajasmu (nafsu), dan meningkatkan sifat satwa (kesucian) untuk bisa tetap ada di Kaivalyam. (Divine Discourse, Feb 26, 1968)

-BABA

 

Thought for the Day - 5th November 2020 (Thursday)

People's minds are too full of the world; the stomach is demanding too much of their time and energy. Their desires and wants are multiplying too fast for their capacity to satisfy them, their dreams are far too real for them; they lead one into false victories and absurd adventures. Engrossed in the analysis of the material world, people have lost all sense of spirit, sweetness and sublimity; under this new dispensation, truth has become just a word in the dictionary. Compassion is reduced to a meaningless travesty. Humility, patience, reverence - these are as invalid as a flameless lamp in the far distance. The only hold that one has in this dreadful darkness is the name of God. That is the raft which will take one across this stormy sea, darkened by hate and fear, and churned by anxiety and terror! 



Pikiran manusia terlalu penuh dengan duniawi; perut menuntut terlalu banyak waktu dan energi manusia. Keinginan dan hasrat manusia semakin bertambah demikian cepat bagi kemampuan manusia untuk memuaskan semua keinginan itu, mimpi manusia adalah terlalu jauh dari kenyataan bagi mereka; mimpi-mimpi tersebut mengarahkan seseorang pada keberhasilan yang salah dan petualangan yang konyol. Karena asyik dalam menganalisa dunia material, manusia telah kehilangan semua nilai dari jiwa, rasa manis, dan keluhuran; dibawah keadaan yang baru ini, kebenaran telah menjadi hanya sebuah kata di dalam kamus. Welas asih telah menurun menjadi sebuah parodi yang tidak bermakna. Kerendahan hati, kesabaran, rasa hormat – semuanya ini menjadi tidak valid seperti halnya pelita yang tidak bersinar di kejauhan. Satu-satunya pegangan yang dimiliki seseorang dalam kegelapan yang mengerikan ini adalah nama suci Tuhan. Ini adalah rakit yang akan menyeberangkan seseorang dari badai lautan, digelapkan oleh kebencian dan ketakutan, dan diaduk dengan kecemasan dan teror! (Divine Discourse, Feb 26, 1968)

-BABA

 

Thought for the Day - 4th November 2020 (Wednesday)

The bee hovers around the lotus, sits upon it, and drinks the nectar; while drinking sweet intoxicating honey, it is silent, steadfast, concentrated, and forgetful of all else. Man too becomes like that when he is in the presence of God. The hum of the bee ceases and is silent when drinking of the nectar begins. Man too, sings, extols, argues, asserts, only until he discovers the rasa (sweet essence). That rasa is prema-rasa (sweet essence of love). Where there is love, there can be no fear, no anxiety, no doubt, and no ashanti (absence of peace). When you are afflicted with ashanti you can be sure that your love is restricted, your love has some ego mixed in it. The senses are one's deadly foes; for they drag your attention away from the source of joy inside you, to objects outside you. When you are convinced that they are at the bottom of this conspiracy to mislead you, you will certainly stop catering to them. 



Lebah terbang melayang di sekitar bunga teratai dan meminum nektarnya; sambil minum madu manis yang memabukkan, lebah itu tenang, tidak tergoyahkan, fokus, dan melupakan semua yang lainnya. Manusia juga menjadi seperti itu ketika berada di hadapan Tuhan. Suara dengung lebah berhenti dan tenang saat minum nektar dimulai. Manusia juga, bernyanyi, memuji, berargumen, hanya sampai ia menemukan rasa (esensi manis). Rasa itu adalah prema-rasa (esensi manis kasih-sayang). Di mana ada kasih, maka tidak ada rasa takut, tidak ada kecemasan, tidak ada keraguan, dan tidak ada ashanti (tidak adanya kedamaian). Ketika engkau menderita ashanti, engkau dapat memastikan bahwa cinta kasihmu masih sempit, terbatas, dan juga masih ada ego atau mementingkan diri sendiri yang tercampur di dalamnya. Indera adalah musuh mematikan seseorang; karena mereka mengalihkan perhatianmu dari sumber kebahagiaan di dalam dirimu, ke objek di luar dirimu. Ketika engkau yakin bahwa mereka berada di dasar konspirasi untuk menyesatkanmu, engkau pasti akan berhenti melayani mereka. (Divine Discourse, Feb 26, 1968)

-BABA

 

Thought for the Day - 3rd November 2020 (Tuesday)

Life is like a train journey. Young children have a long way to go; but elders have to alight from the train pretty soon. You must learn to make your journey comfortable and happy. Do not carry heavy unwanted luggage with you. That will make your journey miserable. Anger, hatred, envy, jealousy, etc. are the heavy luggage I asked you to avoid taking with you on this journey. Do not indulge in fault-finding and in picking quarrels with others. Don't desire to have the best things for yourselves only. Share with others around you the good things you are given. I must give some advice to the elders and the parents who are here in large numbers. Do not set bad examples for these children to follow. If you are truthful, just, maintain calmness even when provoked and full of love in all your dealings with others, children too will grow up in satya (truth), dharma (righteousness), shanti (peace) and prema (love). 



Hidup adalah seperti perjalanan kereta api. Anak-anak muda memiliki perjalanan jauh yang harus ditempuh; namun yang sudah tua harus turun dari kereta api segera. Engkau harus belajar untuk membuat perjalananmu nyaman dan menyenangkan. Jangan membawa barang bawaan berat yang tidak perlu bersamamu. Hal ini akan membuat perjalananmu menjadi menyedihkan. Kemarahan, kebencian, iri hati, kecemburuan, dsb adalah barang-barang bawaan yang berat yang Aku minta engkau tidak membawanya dalam perjalananmu. Jangan terlibat dalam mencari kesalahan dan bertengkar dengan yang lainnya. Jangan memiliki keinginan untuk mendapatkan hal yang terbaik hanya untuk dirimu sendiri saja. Bagi dengan yang lain di sekitarmu hal baik yang engkau terima. Aku harus memberikan beberapa nasihat kepada orang tua dan orang yang lebih tua yang ada di sini dalam jumlah banyak. Jangan memberikan contoh yang tidak baik kepada anak-anak untuk diikuti. Jika engkau jujur, cukup pertahankan ketenangan bahkan ketika terprovokasi dan penuh kasih dalam semua urusanmu dengan orang lain, anak-anak juga akan tumbuh dalam satya (kebenaran), dharma (kebajikan), shanti (kedamaian), dan prema (cinta kasih). (Divine Discourse, Jan 06, 1975)

-BABA

 

Monday, November 2, 2020

Thought for the Day - 2nd November 2020 (Monday)

You should understand spiritual mathematics in order to know that Divinity is one. It is most essential that you understand this principle of oneness and conduct yourself accordingly. When you understand this oneness, you will experience Divinity. When you put a zero after the numeral 1 it becomes 10; put one more zero it will become 100. In this manner if you go on adding zeros, the value also increases to 1000, 10,000, and so on and so forth. Zeros gain value only when they are positioned next to the numeral one. ‘I’, ‘my wife’, ‘my children’, ‘my property’, etc., all these are like zeros. They will have value only when they are associated with God who is like the numeral one. The entire world is like a zero. It has emerged from the Hero, God. It is because of your delusion that you mistake zero for Hero. So long as you are immersed in delusion you will never be able to realise Divinity. 



Engkau seharusnya mengerti ilmu matematika dalam spiritual untuk mengetahui bahwa Tuhan adalah satu. Adalah paling mendasar bahwa engkau memahami prinsip kesatuan ini dan bertingkah laku sesuai hal itu. Ketika engkau mengerti kesatuan ini, engkau akan mengalami ketuhanan. Ketika engkau menambahkan satu angka nol (0) setelah angka satu (1) maka ini menjadi angka 10; taruh lagi angka nol maka angka itu berubah menjadi 100. Dalam hal ini jika engkau terus menambahkan angka nol, maka nilai angka tersebut akan terus meningkat menjadi 1.000, 10.000, dan seterusnya. Angka nol akan memiliki nilai hanya ketika angka nol ditempatkan setelah angka satu. ‘aku’, ‘istriku’, ‘anak-anaku’, ‘kekayaanku’, dsb, semuanya ini adalah seperti angka nol. Semuanya itu akan memiliki nilai hanya ketika semuanya itu dihubungkan dengan Tuhan yang seperti angka satu. Seluruh dunia adalah seperti angka nol. Nilai dari angka nol muncul dari pahlawan yaitu Tuhan. Karena khayalanmu sehingga engkau salah mengira nol sebagai pahlawan. Selama engkau masih tenggelam dalam khayalan maka engkau tidak pernah mampu menyadari ketuhanan. (Divine Discourse, Feb 26, 2006)

-BABA

 

Thought for the Day - 1st November 2020 (Sunday)

Good and bad lie in your mind; they are not outside. Hence correct your feelings in the first instance. Get rid of all animal qualities so that humanness can blossom in you. If you notice even a trace of hatred in yourself, drive it away at once. Having attained human birth, it is shameful on your part to have evil qualities like hatred. Do not fall prey to infatuation. You should be attracted only towards God and none else. You love your son because you consider him to be your reflection. In fact, the one who loves you, the one who hates you, or the one who criticises you - all are your own reflections. At one time, one may be angry and later the anger may give way to love. Love God with all your heart. Love for God will transform your heart. It will drive away hatred and other evil qualities. You can achieve anything through love. 



Kebaikan dan keburukan terdapat di dalam pikiran kita; keduanya itu tidak ada di luar diri. Karena itu, perbaiki perasaanmu sebagai langkah pertama. Lepaskan semua sifat-sifat binatang sehingga nilai kemanusiaan dapat mekar di dalam dirimu. Jika engkau mendapatkan bahkan sebuah jejak kebencian di dalam dirimu, maka saat itu juga langsung hentikan. Dengan memiliki kelahiran sebagai manusia, namun adalah memalukan bagimu dengan memiliki sifat jahat seperti kebencian. Jangan jatuh menjadi mangsa pada nafsu birahi. Engkau seharusnya hanya tertarik pada Tuhan dan bukan yang lainnya. Engkau menyayangi putramu karena engkau menganggapnya sebagai bayanganmu. Sejatinya, seseorang yang engkau sayangi, seseorang yang engkau benci, atau seseorang yang engkau kritik - semuanya adalah bayanganmu sendiri. Kadang-kadang, seseorang menjadi marah dan kemudian amarah tersebut akan berubah menjadi rasa sayang. Kasihi Tuhan dengan sepenuh hatimu. Menyayangi Tuhan akan mengubah hatimu dan ini akan menghentikan kebencian dan sifat-sifat jahat lainnya. Engkau dapat mencapai apapun melalui kasih. (Divine Discourse, Feb 26, 2006)

-BABA