Wednesday, May 29, 2019

Thought for the Day - 28th May 2019 (Tuesday)

A novice must start with meditation on Saguna Brahman (Divinity with attributes), and must observe all restrictions. One should be regular and punctual in one’s sadhana. A young sapling must be protected from animals; a fence must be put around it until it grows into a big tree. The fence becomes unnecessary after it becomes a huge tree. Similarly, rules and regulations are necessary for beginners in sadhana. An advanced spiritual aspirant does not depend on external props. Such a person can go into a trance at will. Meditation becomes spontaneous and habitual. Dhyana (Meditation) should be distinguished from dharana or mere concentration. The first stage of concentration should be followed up by contemplation and absorption. This absorption leads to meditation. Dhyana is not the monopoly of any particular religion. It is a universal and pragmatic programme for gaining the unitive knowledge of the Godhead.


Seorang pemula harus mulai dengan meditasi pada Saguna Brahman (Tuhan dengan sifat), dan harus mematuhi semua aturan. Seseorang seharusnya dengan teratur dan tepat waktu dalam menjalankan sadhana. Benih pohon muda harus dilindungi dari binatang; sebuah pagar harus diletakkan mengelilinginya sampai benih muda itu tumbuh menjadi sebuah pohon besar. Pagar menjadi tidak diperlukan lagi setelah menjadi pohon besar. Sama halnya, peraturan dan aturan diperlukan bagi pemula dalam sadhana. Peminat spiritual yang sudah maju tidak lagi tergantung dengan bantuan dari luar. Orang yang seperti itu dapat mengalami keadaan trans sesuai kehendaknya. Meditasi menjadi sesuatu yang bersifat spontan dan kebiasaan. Dhyana (Meditasi) seharusnya dibedakan dari dharana atau hanya konsentrasi. Tahap pertama dari konsentrasi seharusnya diikuti dengan kontemplasi dan kekhusyukan. Kekhusyukan ini menuntun pada meditasi. Dhyana bukanlah monopoli untuk agama tertentu saja. Ini adalah program yang bersifat universal dan berguna untuk mendapatkan pengetahuan yang utuh tentang ke-Tuhanan. (Summer Showers 1979, Ch 18)

-BABA

Tuesday, May 28, 2019

Thought for the Day - 27th May 2019 (Monday)

Once a sage had a cat in his hermitage. Whenever he performed a homa (offering oblations to gods into the consecrated fire), the cat frisked about the fire and gave a lot of trouble to him. So he caught it in advance and kept it under an inverted basket for the duration of the homa. His son who watched this operation for years thought that this cat-catching and cat-imprisonment were vital parts of the ritual itself. So he took great trouble to seek out a cat before every homa and felt happy when he got one which he could keep under an inverted basket in the same room. That is an example of meaningless mechanical repetition. Spiritual effort should not become mechanical repetition of set formulae or execution of dry formalities! Remember, your spiritual endeavours must be to attract the grace of God on yourselves. Your spiritual practices must be accompanied by a sincere prayer from the heart!
Suatu hari seorang guru suci memiliki seekor kucing di dalam pertapaannya. Kapanpun dia melakukan sebuah homa (mempersembahkan persembahan kepada Tuhan ke dalam api suci), kucing itu bermain-main di tempat upacara suci dan memberikan banyak masalah pada guru itu. Jadi, sang guru menangkap kucing itu terlebih dahulu dan menaruhnya di dalam keranjang selama kegiatan homa berlangsung. Putra dari guru ini menyaksikan kegiatan upacara ini selama bertahun-tahun dan berpikir bahwa menangkap kucing dan menaruhnya di dalam keranjang adalah bagian penting dari yadnya itu sendiri. Jadi, dia membuat masalah yang besar bagi dirinya dengan mencari kucing sebelum memulai upacara Homa dan merasa senang ketika bisa menangkap serta menaruhnya di dalam keranjang. Itu adalah sebuah contoh pengulangan tanpa makna. Usaha spiritual seharusnya tidak menjadi pengulangan tanpa makna dari formula yang ditetapkan atau pelaksanaan sebatas formalitas yang kering! Ingatlah, usaha spiritualmu harus dapat menarik rahmat Tuhan untuk dirimu sendiri. Latihan spiritualmu harus dibarengi dengan doa yang tulus dari hati! (Divine Discourse, Jan 14, 1967)

-BABA

Thought for the Day - 26th May 2019 (Sunday)

Become attached to God. Feel His Presence and revel in His Glory. Do not cause Him 'disappointment' or 'distress' by any act or word which He does not approve of. Do not give Him the slightest 'bother' or 'worry.' He has none, but if you love Him deeply, you will be concerned about Him as He is your Lord and Love. Jatayu had an unremitting stream of Rama thoughts and he was rewarded by Rama; He came to him in his last moments and Himself performed his last rites, a duty He did not carry out directly even for His father! God will serve you; He will save you and be by your side ever - only you have to cultivate your character and polish your interior so that He might be reflected therein. Sweetness alone is the offering that God likes. Let His Will be done - this should be your guideline!
Menjadi terikat dengan Tuhan. Rasakan kehadiran Tuhan dan bersuka cita dalam kemuliaan-Nya. Jangan membuat-Nya ‘kecewa’ atau ‘sedih’ dengan tindakan atau perkataan yang mana tidak Tuhan setujui. Jangan memberikan-Nya sedikitpun ‘gangguan’ atau ‘kecemasan’. Tuhan tidak memiliki satupun, namun jika engkau mencintai-Nya begitu mendalam, engkau akan sangat perhatian kepada-Nya seraya Tuhan adalah junjungan dan cinta kasihmu. Jatayu memiliki aliran pemikiran yang tanpa henti pada Rama dan Jatayu dihormati oleh Rama; Rama datang padanya pada saat-saat terakhirnya dan Rama sendiri melakukan upacara terakhir baginya, sebuah kewajiban yang Rama tidak dapat lakukan bahkan pada ayah-Nya sendiri! Tuhan akan melayanimu; Tuhan akan menyelamatkanmu dan selalu ada di sampingmu – hanya engkau perlu memupuk karaktermu dan menghaluskan di dalam dirimu sehingga Tuhan dapat dipantulkan di dalam. Hanya sifat baik merupakan persembahan yang disukai oleh Tuhan. Biarkan kehendak-Nya yang terjadi – ini seharusnya menjadi penuntunmu! (Divine Discourse, Jan 14, 1967)

-BABA

Saturday, May 25, 2019

Thought for the Day - 25th May 2019 (Saturday)

How long can you stagnate in the same class? Have you no wish to get promoted to the next higher class? In devotion (Bhakti), there are two classes, Sahaja bhakti (Ordinary devotion) and Visesha bhakti (Special Devotion). Sahaja bhakti is satisfied with worship, bhajan, namasmarana, pooja and vrata (group singing, remembrance of Lord, austerities, ritual worship, pilgrimage, etc.). Vishesha bhakti craves for purity of character, suppression of impulses, practice of daya, prema, shanti and ahimsa (compassion, love, peace and non-violence), and inquiry into the why and wherefore of man. It is a matter of shame that people stick to the same class year in and year out. Then there is another higher class named Para bhakthi too (devotion that transcends all worldliness). Cleverness can correct and solve external problems; concentrated sadhana alone can correct and solve internal crisis.


Berapa lama engkau dapat bertahan di kelas yang sama? Apakah engkau tidak memiliki keinginan untuk naik kelas yang lebih tinggi? Dalam bhakti, ada dua kelas yaitu Sahaja bhakti (bhakti biasa) dan Visesha bhakti (bhakti khusus). Sahaja bhakti puas dengan pemujaan, bhajan, namasmarana, pooja, dan vrata (kelompok bernyanyi, mengingat Tuhan, pertapaan, ritual, perjalanan suci, dsb). Vishesha bhakti sangat membutuhkan kesucian karakter, penekanan hasrat, mempraktikkan daya, prema, shanti dan ahimsa (welas asih, cinta kasih, kedamaian, dan tanpa kekerasan), dan penyelidikan mengapa manusia. Merupakan hal yang memalukan dimana manusia bertahan pada kelas yang sama bertahun-tahun. Kemudian ada kelas yang lebih tinggi namanya Para bhakti (bhakti yang melampaui semua keduniawian). Kepintaran dapat memperbaiki dan memecahkan masalah di luar; hanya latihan spiritual yang terpusat yang dapat memperbaiki dan memecahkan krisis di dalam. (Divine Discourse, Jan 14, 1967)

-BABA

Friday, May 24, 2019

Thought for the Day - 24th May 2019 (Friday)

To drive a car, shape a pot on a wheel, weave a design, or weed a plot of land - all these jobs require single-minded attention. To walk along life's highway which is full of hollows and mounds, to talk to one's fellow men who are of manifold temperaments - all these also require concentration. The senses have to be reined in so that they may not distract or disturb; the brain must not go wool gathering and the emotions must not colour or discolour the objectives one seeks. That is the way to succeed in concentration. Yoga is chitta vritti nirodha - the cutting off of all agitations on the lake of one's mind. Nothing should cause a wave of emotion or passion on the calm surface, that is, the quiet depths of one's awareness. This state of equanimity is the hallmark of Jnana (spiritual wisdom). Sadhana (spiritual discipline) is the drug and Vichara (Inquiry) is the regimen that will cure man of all waywardness and agitation.


Untuk mengemudikan sebuah mobil, memasang penutup pada roda, menenun sebuah model, atau menyiangi sebidang tanah – semua pekerjaan ini memerlukan perhatian yang terpusat. Untuk berjalan sepanjang perjalanan hidup yang penuh dengan lubang dan gundukan, untuk berbicara dengan seseorang yang memiliki berbagai jenis watak – semuanya ini juga memerlukan perhatian. Indera harus dikendalikan agar tidak mengganggu; otak seharusnya tidak melamun, dan emosi seharusnya tidak mewarnai atau mengotori tujuan yang seseorang tuju. Itu adalah jalan untuk berhasil dalam konsentrasi. Yoga adalah chitta vritti nirodha – memutus semua agitasi yang ada di atas danau pikiran seseorang. Tidak ada satupun yang seharusnya menjadi penyebab gelombang emosi atau keinginan besar di atas permukaan tenang atau kedalaman yang tenang dari kesadaran seseorang. Keadaan ketenangan batin ini adalah tanda dari Jnana (kebijaksanaan spiritual). Sadhana (latihan spiritual) adalah obat dan Vichara (penyelidikan) adalah atauran hidup yang akan menyembuhkan manusia dari semua ketidakpatuhan dan agitasi. (Divine Discourse, Jan 22, 1967)

-BABA

Thursday, May 23, 2019

Thought for the Day - 23rd May 2019 (Thursday)

Embodiments of Love! You need not go in search of God; He will come in search of you. God does not reside in temples, mosques and churches. These are structures built by man. God resides in a temple that He has built for Himself, and that is the human body. The human body is a living temple, a walking temple, and a talking temple. No man-made place of worship can match this God-built temple in power and sanctity. This temple has not been built with brick and mortar. No architect has designed it, and no engineer has built it. This temple has come into existence by the will of God. You must treat your body as a precious gift of God and safeguard this sacred gift. Obey God’s command and engage only in sacred actions. Cultivate selfless love and share it as much as you can, then you will experience the sweet smelling fragrance of the Divinity (Atmic Principle).


Perwujudan kasih! Engkau tidak perlu pergi untuk mencari Tuhan; Tuhan yang akan datang untuk mencarimu. Tuhan tidak bersemayam di dalam tempat suci, masjid, dan gereja. Tempat suci ini hanyalah bangunan yang dibangun oleh manusia. Tuhan bersemayam di sebuah tempat suci yang Tuhan bangun sendiri untuk diri-Nya sendiri, dan itu adalah tubuh manusia. Tubuh manusia adalah tempat suci yang bergerak, tempat suci yang berjalan dan sebuah tempat suci yang berbicara. Tidak ada tempat suci buatan manusia yang dapat menandingi tempat suci buatan Tuhan dalam kekuatan dan kesucian. Tempat suci ini tidak dibangun dengan batu bata dan adukan semen. Tidak ada arsitek yang mendesignnya, dan tidak ada insinyur yang membangunnya. Tempat suci ini telah ada sesuai dengan kehendak Tuhan. Engkau harus memperlakukan tubuhmu sebagai sebuah karunia Tuhan yang sangat berharga dan menjaga hadiah yang suci ini. Patuhi perintah Tuhan dan hanya terlibat dalam perbuatan yang suci. Tingkatkan kasih yang tidak mementingkan diri sendiri dan bagilah sebanyak mungkin yang engkau bisa, kemudian engkau akan mengalami keharuman dari keilahian (prinsip Atma). (Divine Discourse, May 21, 2000)

-BABA

Thought for the Day - 22nd May 2019 (Wednesday)

Pure love is like a well-paved, one-way road with no speed breakers. You can rush along it to God at whatever speed you want. Rivers also illustrate this principle. All rivers speed down from mountains. They flow fast and swift to somewhere. Where to? To the ocean. In the process, they go over boulders and rocks, skilfully avoiding obstacles on the way. They never stop, but keep moving all the time towards the goal. Life must be a river rushing towards the ocean called God. The flow should never stop or falter. Overcoming all obstacles, you must keep rushing towards God. That must be the characteristic of your spiritual journey. Be strong-willed, resolute, determined, and sincere. There should be no room whatsoever for despair, depression or weakness of any sort. Correct your vision and what you hear, introspect your thoughts and feelings, and ensure your actions are noble and good. Then, you will experience nothing but bliss.


Cinta-kasih yang murni dapat diibaratkan seperti jalan beraspal, satu arah tanpa pemutus kecepatan. Engkau dapat bergegas menuju Tuhan dengan kecepatan apa pun yang engkau inginkan. Sungai juga menggambarkan prinsip ini. Semua sungai melaju dari pegunungan. Sungai mengalir dengan cepat dan deras ke suatu tempat. Kemana? Ke laut. Dalam prosesnya, sungai berjalan ke batu-batu besar, dengan terampil menghindari rintangan di jalan. Sungai tidak pernah berhenti, tetapi terus bergerak sepanjang waktu ke arah tujuan. Hidup harus seperti sungai yang mengalir menuju samudera yang disebut Tuhan. Aliran seharusnya tidak pernah berhenti atau goyah. Engkau harus terus bergegas menuju Tuhan mengatasi semua rintangan. Itu harus menjadi ciri khas perjalanan spiritualmu. Berkemauan keras, tegas, tekun, dan tulus. Hendaknya tidak ada ruang untuk keputusasaan, depresi, atau kelemahan apa pun. Perbaiki visimu dan apa yang engkau dengar, pikiran dan perasaanmu, dan pastikan tindakanmu mulia dan baik. Maka, engkau tidak akan mengalami apa pun kecuali kebahagiaan.(Divine Discourse, May 21, 2000)

-BABA

Tuesday, May 21, 2019

Thought for the Day - 21st May 2019 (Tuesday)

Spiritual lessons must soak into your blood and spread every where – To remind this, God has a special name: Raso-vai-saha. It means that in every human body, God is present as the Divine Essence. This divine essence pervades the entire body, in every limb and organ. Hence, God has another name – Angeerasa (Angam - limb; Rasa - essence). Angeerasa means “One who pervades over all the limbs, soaking them with His divine power and essence”. Thus, God is within you as Angeerasa! You think you take care of yourself and protect yourself. No! Who do you think protects you when you are fast asleep and have no idea of what is happening around you? It is God who really protects you always! In fact, He cares for you at all times. Difficulties are bound to come, but they also will go away, just like passing clouds.
Pelajaran spiritual harus meresap ke dalam darahmu dan menyebar kemana-mana – untuk mengingatkan hal ini, Tuhan memiliki sebuah nama khusus yaitu: Raso-vai-saha. Ini berarti bahwa dalam setiap tubuh manusia, Tuhan ada sebagai intisari keilahian. Intisari keilahian meresapi seluruh tubuh, dalam setiap organ. Oleh karena itu, Tuhan memiliki nama yang lain – Angeerasa (Angam - organ; Rasa - intisari). Angeerasa berarti “Tuhan yang meresapi seluruh organ, meresapi semuanya dengan kekuatan dan intisari Tuhan.” Jadi, Tuhan ada di dalam dirimu sebagai Angeerasa! Engkau berpikir bahwa engkau merawat dirimu sendiri dan melindungi dirimu sendiri. Tidak! Siapa yang engkau kira melindungi dirimu ketika engkau tertidur pulas dan tidak tahu tentang apa yang sedang terjadi di sekitarmu? Adalah Tuhan yang benar-benar melindungimu selalu! Dalam kenyatannya, Tuhan peduli kepadamu sepanjang waktu. Kesulitan pasti akan datang, namun juga akan pergi, seperti halnya awan yang berlalu. (Divine Discourse, May 21, 2000)

-BABA

Thought for the Day - 20th May 2019 (Monday)

Everyone dresses well before going out, because they want to be respected. While we feel so concerned about the state of our house or clothes, the heart in which the Divine resides is utterly polluted. It is filled with unclean thoughts and impure fancies! What you are doing is concealing your thoughts, and pretending to be impeccable and externally well-dressed. Of what use is such conduct? What is the use in attaching importance to the external appearance of the body and value the respect shown to it? The one who cares only for the body and ignores the state of their mind is a two-legged animal. Honestly examine the impure state of your minds and introspect the double life you are leading, that will help you to get rid of your bad thoughts in a moment!
Setiap orang berpakaian rapi sebelum keluar rumah, karena mereka ingin dihormati. Saat kita merasa sangat perhatian dengan keadaan rumah atau pakaian kita, namun hati yang merupakan tempat bersemayamnya Tuhan sepenuhnya tercemar. Hati ini diliputi dengan pikiran yang tidak suci dan fantasi yang tidak murni! Apa yang sedang engkau lakukan adalah menyembunyikan pikiranmu dan berpura-pura menjadi baik dan berpakaian rapi di luar. Apa gunanya perilaku yang seperti itu? Apa gunanya mementingkan penampilan luar dari tubuh dan menghargai rasa hormat yang ditunjukkan padanya? Seseorang yang hanya peduli pada tubuh dan mengabaikan keadaan pikiran mereka adalah binatang yang berkaki dua. Dengan jujur periksalah keadaan pikiranmu yang tidak suci dan lakukan introspeksi diri dalam kehidupan ganda yang engkau lakoni, itu akan membantumu untuk melepaskan pikiran buruk dalam waktu singkat! (Divine Discourse, May 20, 1984)

-BABA

Thought for the Day - 19th May 2019 (Sunday)

Embodiments of Love! You may have heard the famous Buddhist chant, “Buddham saranam gacchami, Dharmam saranam gacchami, Sangham saranam gacchami”, what does it mean? These three maxims imply that firstly, one must sharpen the intellect and the capacity for spiritual discrimination. Next, such intelligence must be used to serve the society. Thirdly, service must be based on dharma or righteousness. If these three steps are followed, you will lead a blissful life. Never harm any living creature in any way whatsoever. Help ever, hurt never – this is the essence of Buddha’s teaching. The more you love your fellow beings, the greater would be the bliss that one enjoys. The more you love others, the happier you would be. Therefore, if you wish to be constantly happy, you must always love all. Love is the royal path to God. The best way to God is to love all and serve all. This is the important lesson that Buddha taught humanity.
Perwujudan kasih! Engkau mungkin telah mendengar lantunan doa yang terkenal dalam Buddha, “Buddham saranam gacchami, Dharmam saranam gacchami, Sangham saranam gacchami”, apakah artinya? Tiga bagian doa ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pertama-tama, seseorang harus menajamkan intelek dan kapasitas kemampuan membedakan dalam spiritual. Selanjutnya, kecerdasan itu harus digunakan untuk melayani masyarakat. Bagian ketiga, pelayanan harus didasarkan pada dharma atau kebajikan. Jika ketiga langkah ini diikuti, engkau akan menjalani hidup penuh kebahagiaan. Jangan pernah menyakiti makhluk hidup apapun dalam bentuk bagaimanapun juga. Selalu menolong, tidak pernah menyakiti – ini adalah intisari dari ajaran Buddha. Semakin besar engkau menyayangi sesamamu, semakin besar kebahagiaan yang seseorang dapat nikmati. Semakin besar engkau menyayangi yang lainnya, semakin bahagia yang engkau rasakan. Maka dari itu, jika engkau menginginkan selalu bahagia, engkau harus selalu menyayangi semuanya. Kasih adalah jalan megah menuju Tuhan. Jalan terbaik menuju Tuhan adalah dengan mengasihi semua dan melayani semuanya. Ini adalah ajaran penting yang Buddha ajarkan kepada umat manusia. (Divine Discourse, May 21, 2000)

-BABA

Saturday, May 18, 2019

Thought for the Day - 18th May 2019 (Saturday)

Embodiments of Love! Buddha Poornima is celebrated to remind us that prema (love) is the pathway to poornam (fullness). It is not enough to be happy just on Buddha Poornima. You must be able to experience bliss all the time, and you can do so by following the teachings of Buddha. Lord Buddha’s teachings are lofty, sublime, and sacred. His most important teaching is - Non-violence is the greatest of all dharma. (Ahimsa paramo dharmah). Lord Buddha was a noble soul. He travelled the length and breadth of the land advising people to follow the path of divine love. Buddha disliked pomp, show and sycophancy. He was simple, ever calm, pure, humble, and always full of love and compassion. Do not merely give speeches on Buddha, it is way more important to translate Buddha’s teachings into practice. This is also the right way to show respect and reverence for Buddha. Resolve today to earnestly practice His teachings for your own well-being.


Perwujudan kasih! Buddha Poornima dirayakan untuk mengingatkan kita bahwa cinta kasih (prema) adalah jalan setapak mencapai poornam (kesempurnaan). Adalah tidak cukup untuk bahagia hanya pada saat Buddha Poornima. Engkau harus mampu untuk mengalami kebahagiaan sepanjang waktu, dan engkau dapat melakukannya dengan mengikuti ajaran sang Buddha.  Ajaran Sang Buddha adalah mulia, luhur, dan suci. Ajaran Beliau yang paling penting adalah – Tanpa kekerasan adalah dharma tertinggi dari semuanya (Ahimsa paramo dharmah). Sang Buddha adalah jiwa yang mulia. Beliau menjelajahi setiap tempat dalam menasihati orang-orang untuk menapaki jalan kasih Ilahi. Buddha tidak menyukai pamer, kemegahan, dan menjilat. Beliau adalah sederhana, selamanya tenang, murni, rendah hati, dan selalu penuh kasih dan welas asih. Jangan hanya memberikan ceramah tentang Buddha, jalan yang lebih penting adalah menerjemahkan ajaran Buddha ke dalam praktik. Hal ini juga adalah jalan yang benar untuk memperlihatkan penghormatan kepada Buddha. Miliki keputusan hari ini untuk dengan sungguh-sungguh menjalankan ajaran Buddha untuk kesejahteraanmu. (Divine Discourse, May 21, 2000)

-BABA

Friday, May 17, 2019

Thought for the Day - 17th May 2019 (Friday)

When you feed the cow with fermented gruel so that it may yield more milk, the milk emits an unpleasant smell. When one engrosses oneself too much with the trifles of the world, the conduct and character become unpleasant. It is indeed tragic to witness the downfall of the child of immortality, struggling in despair and distress. If only every one examines these: “What are my qualifications? What is my position?” They will realise their downfall. Will a tiger, however hungry, eat popcorn or groundnuts? Aim at the goal which your lineage entitles you; how can a parrot taste the sweetness of the mango if it pecks at the fruit of the cotton-tree? Let your effort align keeping up with the dignity. The goal will near you faster than the pace with which you near the goal. God is as eager to save you as you are eager to be saved; He is full of love and compassion for all who seek.


Ketika engkau memberikan makan sapi dengan bubur fermentasi agar bisa menghasilkan banyak susu, namun susu yang dihasilkan mengeluarkan bau yang tidak sedap. Ketika seseorang terlalu banyak terlibat dalam hal-hal yang sepele di dunia, tingkah laku dan karakter menjadi tidak menyenangkan. Sungguh tragis menyaksikan kejatuhan dari putra keabadian, berjuang dalam keputusasaan dan kesusahan. Jika hanya setiap orang menguji beberapa hal ini: “Apa yang menjadi kualifikasi saya? Apa posisi saya?” maka mereka akan menyadari kejatuhannya. Akankah seekor harimau, betapapun laparnya makan popcorn atau kacang tanah? Raihlah tujuan yang mana garis keturunanmu memberikanmu hak; bagaimana bisa seekor burung beo merasakan manisnya mangga jika mematuk pohon kapas? Biarkan usahamu selaras menyesuaikan dengan martabat. Tujuan akan mendekatimu lebih cepat daripada kecepatan saat engkau mendekati tujuan. Tuhan sama berhasratnya untuk menyelamatkanmu seperti halnya engkau berhasrat untuk diselamatkan; Tuhan adalah penuh dengan kasih dan welas asih bagi semua yang mencari-Nya. (Divine Discourse, Sep 7, 1966)

-BABA

Thought for the Day - 16th May 2019 (Thursday)

Since Islam means surrender to God, whoever lives in peace and harmony in society, in a spirit of surrender and dedication, really speaking, belongs to Islam. Islam insists on full coordination between thought, word and deed. Muslim holy men and sages have been emphasising that we must inquire into the validity of the 'I' which feels it is the body and the 'I' which feels it is the mind and reach the conclusion that the real 'I' is the Self yearning for the Omniself, God. Fasting and prayers during the month of Ramzan are specially designed to awaken and manifest this realisation. Consider any religion, whatever it may be, you will find that it emphasises on unity, harmony and equal-mindedness. Therefore, all of you must cultivate love, tolerance and compassion and demonstrate these universal principles in all your daily activities, every day. This is the Message I give you today with My Blessings.


Karena Islam berarti berserah diri kepada Tuhan, siapapun yang hidup dalam kedamaian dan kerukunan dalam masyarakat, dengan semangat berserah diri dan dedikasi, bicara sebenarnya termasuk ke dalam Islam. Dalam Islam menekankan pada koordinasi sepenuhnya diantara pikiran, perkataan, dan perbuatan. Para ulama di Muslim dan orang suci telah menekankan bahwa kita harus melakukan penyelidikan sampai titik kebenaran pada 'Aku' yang mana merasakan bahwa ini adalah tubuh dan 'Aku' yang merasakan bahwa ini adalah pikiran dan mencapai kesimpulan bahwa ‘Aku’ yang sejati adalah kerinduan dari diri pada Tuhan. Puasa dan doa selama bulan Ramadhan adalah khusus untuk membangkitkan dan mewujudkan realisasi ini. Dalam agama apapun juga, apapun itu maka engkau akan menemukan bahwa agama itu menekankan pada persatuan, kerukunan, dan pikiran yang sama. Maka dari itu, semua darimu harus meningkatkan kasih, toleransi, dan welas asih serta memperlihatkan prinsip-prinsip universal ini dalam perbuatanmu sehari-hari. Ini adalah pesan yang Aku berikan kepadamu hari ini dengan rahmat-Ku. (Divine Discourse, Jul 12, 1983)

-BABA

Thought for the Day - 15th May 2019 (Wednesday)

The Lord never speaks a word without relevance or significance, He never does anything without appropriateness or purpose. The young little boy, Dhruva, went to the forest to do penance and get a boon from the Lord, so that his father might treat him as lovingly as he did his half-brother. But see what happened? As he progressed in his spiritual practice, that wish was forgotten, and more lofty ones came to occupy its place. Once the Lord enters your mind, He will get rid of all evil in it. God (Rama) and desire (kama) can never coexist. God and lust will never go together. How then could the Gopis have any body consciousness when they adored young, little lad Krishna? Even mundane desires will be transmuted into higher spheres of purity when one approaches the Lord. Know that nothing against dharma can stand the presence of the Lord.


Tuhan tidak pernah mengucapkan sepatah kata pun tanpa relevansi atau makna, Beliau tidak pernah melakukan apa pun tanpa kelayakan atau tujuan. Anak laki-laki kecil itu, Dhruva, pergi ke hutan untuk melakukan penebusan dosa dan mendapatkan anugerah dari Tuhan, sehingga ayahnya dapat memperlakukannya dengan penuh kasih seperti yang dilakukan terhadap saudara tirinya. Tetapi lihat apa yang terjadi? Ketika ia berkembang dalam latihan rohaninya, keinginan itu dilupakan, dan semakin banyak orang yang mulia datang untuk menempati tempatnya. Begitu Tuhan memasuki pikiranmu, Ia akan menyingkirkan semua kejahatan di dalamnya. Tuhan (Rama) dan keinginan (kama) tidak pernah bisa hidup berdampingan. Tuhan dan nafsu tidak akan pernah berjalan bersama. Bagaimana mungkin para Gopi memiliki kesadaran badan ketika mereka memuja anak kecil, Krishna kecil? Bahkan keinginan duniawi akan ditransmutasikan ke tingkat kemurnian yang lebih tinggi ketika seseorang mendekati Tuhan. Ketahuilah bahwa tidak ada yang melawan dharma yang dapat bertahan di hadirat Tuhan. (Divine Discourse, Sep 06, 1963)

-BABA

Wednesday, May 15, 2019

Thought for the Day - 14th May 2019 (Tuesday)

The waters of the river might be dirty, but the devotee who sips it with a mantra or a hymn in praise of God on his lips transmutes it into sanctified water. The body becomes healthy by exercise and work; the mind becomes healthy by devout contemplation and remembrance of the divine name (namasmarana), and by regular, well-planned discipline, joyfully accepted and carried out. Nonviolence is the rice, dedication is the gram (chickpea flour), expiation are the raisins, and repentance is the jaggery (unrefined cane sugar). Mix all these well with the ghee (clarified butter) of virtue. That is the offering you should make to your chosen deity, not the paltry stuff you make out of articles obtained for a paisa in the shops! The Gopis knew this secret passage to the heart of the Lord, that is why they realised Him quickly and fast.


Air yang ada di sungai mungkin kotor, namun bhakta yang meminumnya dengan melantunkan mantra atau pujian kepada Tuhan di bibirnya merubah air sungai itu menjadi air yang suci. Tubuh menjadi sehat dengan latihan dan kerja; pikiran menjadi sehat dengan perenungan dan mengingat Tuhan (namasmarana) dengan taat, serta dengan teratur, disiplin yang direncanakan dengan baik, diterima serta dijalankan dengan penuh suka cita. Tanpa kekerasan adalah beras, dedikasi adalah tepung gram, penebusan dosa adalah kismisnya, serta tobat adalah gula merah. Campurkan semuanya itu dengan ghee (minyak samin) kebajikan. Itu adalah persembahan yang seharusnya engkau buat untuk Tuhan pilihanmu, bukan dengan barang-barang remeh yang engkau beli sangat murah dari toko! Para Gopi mengetahui jalan rahasia ini ke hati Tuhan, itulah sebabnya mengapa mereka menyadari Tuhan dengan cepat. (Divine Discourse, Sep 06, 1963)

-BABA

Thought for the Day - 13th May 2019 (Monday)

I have heard discordant voices and whispers that if Sathya Sai Baba is really Divine, why is the Bukkapatnam water storage dry during the greater part of the year? Some of you here might have heard such statements, made by irresponsible persons who have no knowledge of the working of Cosmic Laws. It is really an absurd idea! Why should I expend My grace especially on this tank? Does proximity grant greater attachment? No! The entire Universe is Mine. All places are equally near for Me and, if they turn away from good ways, all are equally far! Nearness to God can never be measured by miles. Unless the people of this village have deposited amounts in the bank, how can the bank honour the cheques they draw? Ask yourself earnestly: Have you deposited devotion to the Lord, service to your kind, and faith in your spiritual practice? Then alone can you draw upon the Grace which is won only by such efforts!


Aku telah mendengar suara-suara sumbang dan berbisik bahwa jika Sathya Sai Baba adalah benar-benar Ilahi, mengapa tempat penyimpanan air di daerah Bukkapatnam kering selama sebagian besar tahun ini? Beberapa darimu mungkin telah mendengar pernyataan seperti itu, yang dibuat oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang tidak memiliki pengetahuan tentang hukum kerja kosmik. Ini merupakan sebuah ide yang tidak masuk akal! Mengapa Aku harus memperluas karunia-Ku pada tangki ini? Apakah kedekatan memberikan kemelekatan yang lebih besar? Tidak! Seluruh alam semesta adalah milik-Ku. Semua tempat adalah sama dekatnya bagi-Ku dan jika mereka menjauh dari jalan-jalan yang baik, semuanya sama jauhnya! Kedekatan pada Tuhan tidak pernah bisa diukur dengan ukuran jarak. Kecuali orang-orang di desa ini yang telah melakukan penyimpanan di bank, bagaimana pihak bank bisa menghargai cek yang mereka tarik? Tanyakan pada dirimu sendiri dengan jelas: sudahkah dirimu menyimpan rasa bhakti kepada Tuhan, melakukan pelayanan kepada sesamamu, dan yakin pada latihan spiritualmu? Baru kemudian engkau dapat menarik rahmat Tuhan yang engkau dapatkan hanya dengan usaha-usaha seperti itu! (Divine Discourse, Mar 13, 1964)

-BABA

Thought for the Day - 12th May 2019 (Sunday)

The gold from which an anklet was made can become the gold for a crown on the head of a deity in the temple, but it has to be melted in the crucible and beaten into shape. All of you have heard that Krishna is Murali-Madhava (the God with the flute). And what exactly is the flute? You must be the flute. Let the breath of Krishna pass through you, making delightful music that melts hearts. Surrender yourself to Him; become hollow, inclination-less, egoless and desireless. Then, He Himself will come and pick you up caressingly and place you, the flute, to His lips and blow His sweet breath through you. Allow Him to play whatever song He likes. Let your mind dwell ever on Krishna. Sanctify every word and deed by filling it with love of Krishna or whatever name and form you give to the Lord you love.


Emas dari mana gelang kaki dibuat dapat menjadi emas untuk sebuah mahkota di kepala Dewa di kuil, tetapi itu harus dilebur dalam wadah dan dipukuli menjadi suatu bentuk. Kalian semua telah mendengar bahwa Sri Krishna adalah Murali-Madhava (Dewa dengan seruling). Dan apa sebenarnya makna seruling? Engkau harus menjadi seruling. Biarlah nafas Sri Krishna melewatimu, membuat musik yang menyenangkan yang melelehkan hati. Pasrahkan dirimu kepada-Nya; menjadi hampa, tanpa ego, dan tanpa keinginan. Kemudian, Dia sendirilah yang akan datang dan menjemputmu dan menempatkanmu, seruling tersebut, ke bibir-Nya dan meniupkan napas-Nya yang manis melalui engkau. Izinkan Beliau memainkan lagu apa pun yang Beliau suka. Biarkan pikiranmu memikirkan Sri Krishna. Sucikan setiap kata dan perbuatan dengan mengisinya dengan cinta-kasih Sri Krishna atau nama dan bentuk apa pun yang engkau berikan kepada Tuhan yang engkau kasihi. (Divine Discourse, Sep 06, 1963)

-BABA

Sunday, May 12, 2019

Thought for the Day - 11th May 2019 (Saturday)

You must be humble, but yet strong to resist temptation. Do not yield like cowards to the sly insinuations of the senses. Your time in school has to be used not only in the task of collecting information and earning certain skills that will give you an income on which you can live; it must also be used to acquire the art of being content and calm, collected and courageous. You must also cultivate at school an ardent thirst for knowing the truth of the world and of your own self. Your words must be like honey, your hearts must be as soft as butter, your outlook must be like the lamp, illumining and not confusing. Be like the umpire on the football field, watching the game, judging the play according to the rules laid down, unaffected by success or reverse of this team or that.
Engkau harus rendah hati, namun tetap kuat untuk menolak godaan. Jangan menyerah seperti halnya pengecut terhadap sindiran dari indera yang licik. Waktumu di sekolah harus digunakan tidak hanya dalam tugas mengumpulkan informasi dan mendapatkan keahlian tertentu yang akan memberikanmu nafkah untuk engkau bisa hidup; waktu di sekolah juga digunakan untuk mendapatkan seni dalam bersyukur, tenang, dan berani. Engkau juga harus meningkatkan di sekolah rasa haus yang kuat untuk mengetahui kebenaran dunia dan dirimu sendiri. Perkataanmu harus seperti halnya madu, hatimu harus selembut mentega, pandanganmu harus seperti lentera, menerangi dan tidak membingungkan. Jadilah seperti wasit dalam sepakbola, yang menonton pertandingan, menilai permainan sesuai dengan peraturan yang ditetapkan, tidak terpengaruh oleh keberhasilan atau sebaliknya dari team satu atau team yang lainnya. (Divine Discourse, Mar 13, 1964)

-BABA

Thought for the Day - 10th May 2019 (Friday)

When Krishna danced on the head of snake Kaliya, all the poison was vomited and the serpent was subdued. Incidentally I might add, you should make your hearts as smooth and soft as the hood of the snake. When God is revered, the world and all its poisonous fumes recede and you are restored to original health. Make the name and form of your chosen Lord dance upon the hood of your heart. Krishna had no attachment to sense objects (vishayavasana), so He could plunge into the pool, jump onto the hood of snake Kaliya, trample on it and squeeze the poison out. When you are deep in the mire, how can you pull out another who has fallen into it? Do not get caught. Save yourself only by calling on God, who is free from sense objects and is on the bank. Hold His hand, and He will pull you safe and keep you steady on the hard ground.
Ketika Sri Krishna menari di atas kepala ular Kaliya, semua racunnya dimuntahkan dan ular berbisa itu ditaklukkan. Aku dapat menambahkan, engkau seharusnya membuat hatimu selembut dan sehalus kepala dari ular. Ketika Tuhan dimuliakan, dunia dan seluruh asap beracunnya surut dan engkau dikembalikkan pada kesehatanmu semula. Jadikan nama dan wujud Tuhan yang engkau pilih menari di atas kerudung hatimu. Sri Krishna tidak memiliki kemelekatan pada objek-objek indera (vishayavasana), jadi Beliau dapat terjun ke dalam kolam, melompat di atas kepala ular Kaliya, menginjak-injak kepala ular itu dan memeras racunnya keluar. Ketika engkau terperosok begitu dalam di lumpur, bagaimana engkau dapat menarik keluar yang lainnya yang juga jatuh ke dalam lumpur? Jangan sampai terperosok. Selamatkan dirimu hanya dengan memanggil Tuhan, yang bebas dari objek indera dan ada di tepian. Peganglah tangan-Nya, dan Tuhan akan menarikmu dengan selamat dan membuatmu berdiri tegak di atas tanah yang keras. (Divine Discourse, Sep 06, 1963)

-BABA

Thought for the Day - 9th May 2019 (Thursday)

From today onwards, develop noble feelings. Follow the sacred path. Then your future will certainly be safe and secure. When I see all of you, My heart overflows with bliss (ananda). Happiness lies in union with God. Hence contemplate on God incessantly. Never give scope for anxiety or worry. Do not think, “Will I pass in the examinations?” Under any circumstances, do not give chance for despair and despondency. Do not have weak thoughts or negative attitude. Have faith in God. Sincere prayers to God will help you achieve anything in life. Pray earnestly every day. Take efforts to instill strong faith and devotion within you and share it with your fellow human beings. Do your duty and face any situation with courage. Then, the result is bound to be good. That will make God very happy. Love is God. Live in love. I am always with you, in you, above you and around you.

Mulai dari sekarang dan selanjutnya, kembangkan perasaan-perasaan yang mulia. Ikuti jalan yang suci. Kemudian masa depanmu secara pasti akan aman dan selamat. Ketika Aku melihat engkau semuanya, hati-Ku dibanjiri dengan kebahagiaan (ananda). Kebahagiaan terdapat pada penyatuan dengan Tuhan. Oleh karena itu pusatkan pikiran pada Tuhan secara berkelanjutan. Jangan pernah memberikan ruang bagi kecemasan atau kekhawatiran. Jangan berpikir, “akankah aku lulus dalam ujian ini?” dalam keadaan apapun, jangan memberikan kesempatan untuk rasa putus asa dan patah semangat. Jangan memiliki pikiran yang lemah atau sikap yang negatif. Miliki keyakinan pada Tuhan. Doa yang tulus kepada Tuhan akan membantumu mencapai apapun dalam hidup. Berdoalah dengan sungguh-sungguh setiap harinya. Lakukan usaha untuk menanamkan keyakinan yang kuat dan bhakti di dalam dirimu dan bagilah dengan sesamamu. Jalankan kewajibanmu dan hadapi setiap situasi dengan berani. Kemudian, hasilnya akan menjadi baik. Itu akan membuat Tuhan menjadi sangat senang. Kasih adalah Tuhan. Hiduplah dalam kasih. Aku selalu denganmu, di dalam dirimu, di atasmu, dan disekitarmu.  (Divine Discourse, Jan 14, 2006)

-BABA

Thought for the Day - 8th May 2019 (Wednesday)

You should have single-minded devotion towards God. Your faith should be total and unconditional. If your faith is unsteady with ‘bumps and jumps’, you will be confused and will become restless. Keep your desires under control. Limitless desires will take you away from Divinity. Annihilation of desires will lead you to the principle of unity. You should continuously develop virtues and lead a good life. Understand the purpose of education and act accordingly. Only then will your birth as a human being be meaningful. One electric bulb can provide illumination to many. Likewise, a heart filled with love can illumine many lives. The educated should not look down upon the uneducated. If they are truly educated, they will treat everyone equally and develop unity. Where there is unity, there is purity. When unity and purity are present, you are bound to experience Divinity. Love is the basis for unity. Know that if differences crop-up, pure love is absent.


Engkau seharusnya memiliki bhakti yang terpusat kepada Tuhan. Keyakinanmu seharusnya total dan tidak bersyarat. Jika keyakinanmu masih goyah dengan “goncangan”, engkau akan dibingungkan dan akan menjadi gelisah. Tetap jaga keinginanmu terkendali. Keinginan yang tanpa batas akan membawamu jauh dari Tuhan. Menghapus keinginan akan membawamu pada prinsip persatuan. Engkau seharusnya secara terus menerus mengembangkan kebajikan dan menjalani hidup yang baik. Pahamilah tujuan Pendidikan serta bertindak sesuai dengan hal itu. Hanya dengan demikian kelahiranmu sebagai manusia akan menjadi berguna. Satu bola lampu dapat memberikan penerangan kepada banyak hal. Sama halnya, hati yang diliputi dengan kasih dapat menerangi banyak kehidupan. Seorang yang terpelajar seharusnya tidak memandang rendah mereka yang tidak terdidik. Jika mereka benar-benar orang yang terpelajar, mereka akan memperlakukan setiap orang secara sama dan mengembangkan persatuan. Dimana ada persatuan, disana ada kesucian. Ketika persatuan dan kesucian ada, engkau dipastikan mengalami keilahian. Kasih adalah dasar dari persatuan. Ketahuilah bahwa jika muncul perbedaaan, kasih yang suci akan hilang. (Divine Discourse, Jan 14, 2006)

-BABA

Thought for the Day - 7th May 2019 (Tuesday)

'Deho devalaya' - The body is the temple, it is said. You are going about with a temple, where God is in the innermost shrine. The body is not a mass of flesh and bone; it is a medium for mantras (sacred words or formulae) which save when meditated upon. It is a sacred instrument earned after long ages of struggle, equipped with reason and emotion, capable of being used for deliverance from grief and evil. Honour it as such and keep it in good condition, so that it might serve that high purpose; maintain it even more carefully than these brick houses, and always preserve the conviction that it is an instrument and nothing more. Use it for just the purpose for which it has been designed and given.


'Deho devalaya' – Tubuh adalah tempat suci. Engkau sedang bepergian kemana-mana dengan tempat suci ini, dimana Tuhan bersemayam di dalamnya. Tubuh bukanlah massa dari daging dan tulang; ini adalah media untuk mantra (kata-kata suci) yang disimpan ketika meditasi. Tubuh adalah sarana atau alat yang suci yang diperoleh setelah perjuangan yang panjang, dilengkapi dengan kemampuan berpikir dan emosi, yang dapat digunakan untuk pembebasan dari duka cita dan kejahatan. Hargai tubuh seperti itu dan tetap jaga dalam kondisi yang baik, sehingga tubuh bisa melayani untuk tujuan yang lebih tinggi; jaga tubuh bahkan lebih berhati-hati daripada rumah dari batu bata ini, dan selalulah jaga keyakinan bahwa tubuh adalah sarana dan tidak lebih dari itu. Gunakan tubuh hanya untuk tujuan yang telah dirancang dan diberikan. (Divine Discourse, Feb 03, 1964)

-BABA

Thought for the Day - 6th May 2019 (Monday)

To fulfil Mother Easwaramma’s three noble desires, I provided drinking water not only to Puttaparthi but to all the surrounding villages too. The small school that I established is now a big university. The small hospital that I constructed has now become a Super Speciality hospital. Mother Easwaramma shed tears of joy when she saw that her only desires were fulfilled in a grand manner. She led a life of happiness and contentment and breathed her last peacefully. The first and foremost duty of every child is to fulfil the wishes of one’s mother and make her happy. Secondly, serve all to the extent possible. You need not take up any service activity beyond your means and capacity. Thirdly, if you find your neighbours suffering, give them solace. Try to help and make them happy. This is what I expect from you. I exhort all of you to practice these three principles of service, experience bliss and share it with one and all.


Untuk memenuhi tiga keinginan mulia dari ibu Easwaramma, Aku menyediakan air bersih tidak hanya untuk Puttaparthi namun juga untuk semua desa sekitar. Sekolah kecil yang awalnya dibangun sekarang menjadi sebuah universitas besar. Rumah sakit kecil yang Aku bangun sekarang telah menjadi rumah sakit super spesial. Ibu Easwaramma meneteskan air mata kebahagiaan ketika beliau melihat bahwa keinginannya telah diwujudkan dengan cara yang megah. Ibu Easwaramma menjalani hidup yang bahagia dan bersyukur serta menghembuskan nafas terakhir dengan penuh kedamaian. Kewajiban yang pertama dan utama dari setiap anak adalah memenuhi keinginan dari ibunya dan membuatnya menjadi bahagia. Yang kedua, melayani semuanya seluas mungkin. Engkau tidak perlu melakukan pelayanan diluar kapasitas dan kemampuanmu. Yang ketiga, jika engkau menemukan tetanggamu menderita, berikanlah mereka penghiburan. Cobalah untuk membantu dan membuat mereka bahagia. Inilah yang Aku harapkan darimu. Aku mendesakmu untuk mempraktikkan ketiga prinsip ini yaitu pelayanan, mengalami kebahagiaan, dan berbagi kebahagiaan kepada semuanya. (Divine Discourse, May 6, 2006)

-BABA

Sunday, May 5, 2019

Thought for the Day - 5th May 2019 (Sunday)

There is no love greater than mother’s love in this world. It is imbued with immense power. But such a sacred principle of mother’s love is being neglected today. Mothers are being treated like servants. When parents grow old, they should be looked after with love and care. Instead they are being sent to old age homes. One who ill-treats his parents is bound to suffer a similar fate at the hands of his children. As is the feeling, so is the result (Yad bhavam tad bhavati). Whatever actions you do, they will come back to you as reaction, reflection and resound. Love your mother. Then you will be loved by all. As is the seed, so is the sapling. Hence, first and foremost, develop sacred and selfless love. Be careful to not taint your love with selfishness and self-interest. When everyone shares pure love with each other, the whole world will be filled with happiness, peace and joy.


Tidak ada cinta kasih yang lebih besar daripada kasih seorang ibu di dunia ini. Cinta kasih ini dikaruniai dengan kekuatan yang sangat besar. Namun prinsip kasih ibu yang begitu suci saat sekarang telah diabaikan. Ibu diperlakukan seperti halnya pelayan. Ketika orang tua menjadi tua, mereka seharusnya dirawat dengan kasih dan kepedulian. Malahan mereka dikirim ke panti jompo. Mereka yang memperlakukan dengan buruk orang tuanya dipastikan mengalami penderitaan dengan cara yang sama di tangan anak-anaknya. Sebagaimana perasaannya maka begitu hasilnya (Yad bhavam tad bhavati). Apapun perbuatan yang engkau lakukan, maka perbuatan itu akan kembali kepadamu sebagai reaksi, pantulan dan gema. Sayangilah ibumu. Kemudian engkau akan disayangi oleh semuanya. Sebagaimana benihnya begitu juga pohonnya. Oleh karena itu, pertama dan utama kembangkan kasih yang suci dan tidak mementingkan diri sendiri. Berhati-hatilah untuk tidak menodai kasihmu dengan sifat mementingkan diri sendiri dan kepentingan diri. Ketika setiap orang berbagi kasih yang suci kepada yang lainnya, maka seluruh dunia akan diliputi dengan kebahagiaan, kedamaian dan suka cita. (Divine Discourse, May 06, 2006)

-BABA

Saturday, May 4, 2019

Thought for the Day - 4th May 2019 (Saturday)

Merely having a human form does not make one a human being; it is the conduct and behaviour that matters, isn’t it? In the same manner, mere acquisition of bookish knowledge does not make one truly educated. Such worldly education is negative in nature. One must make a distinction between education and educare. Education is limited to physical and mental levels. While education is information-oriented, educare is transformation-oriented. Just as the rivers like Krishna and Godavari have their source in the ocean, education has its roots in educare. Physical and worldly knowledge corresponds to education. Educare is related to our inner feelings and purity of heart. Our matta, patta and batta (speech, song, and way of life) should originate from the heart. That is the essence of educare. Even if you acquire a number of degrees, if you lack purity of heart, you cannot be called truly educated.


Hanya dengan memiliki wujud manusia tidak membuat seseorang menjadi manusia; tingkah laku dan sikap yang menjadi hal penting. Dalam hal yang sama, hanya memiliki pengetahuan dari buku saja tidak bisa membuat seseorang menjadi terpelajar. Pendidikan duniawi yang seperti itu adalah bersifat negatif. Seseorang harus membuat sebuah perbedaan antara pendidikan duniawi (education) dan Pendidikan spiritual (educare). Pendidikan duniawi terbatas hanya pada tingkat fisik dan mental. Pendidikan duniawi hanya berorientasi pada informasi, sedangkan educare adalah berorientasi pada perubahan. Sama seperti halnya sungai Krishna dan Godavari memiliki sumber mereka yaitu lautan, Pendidikan memiliki akarnya dalam educare. Pengetahuan fisik dan pengetahuan duniawi berhubungan dengan Pendidikan duniawi (education). Educare terkait dengan perasaan batin dan kesucian hati. Matta, patta, and batta (perkataan, lagu, dan jalan hidup) kita seharusnya berasal dari hati. Itu adalah intisari dari educare. Bahkan jika engkau mendapatkan banyak gelar sarjana, namun jika engkau kurang dalam kesucian hati, engkau tidak bisa disebut sebagai orang yang benar-benar terpelajar. (Divine Discourse, Jan 14, 2006)

-BABA

Thought for the Day - 3rd May 2019 (Friday)

Each one of you must make your own heart a Prasanthi Nilayam. Transformation must begin from this very moment. Analyse your words, deeds and thoughts, and get rid of the evil ones that harm you and others. Cultivate fortitude (sahana), firm peace (shanti), and speaking the truth (satya). Presently your mind flutters and squats on all and sundry objects in the Universe. It refuses to stay only on one idea - God. Like the fly that sits on fair and foul, denies itself the opportunity of sitting on a hot cinder, your mind too flees from all thoughts of God. The fly will be destroyed when it sits on fire; so too your mind will be destroyed, when it dwells on God. Desire is the very same stuff of which the mind is made; when mind becomes non-existent, you become free. Desires cease, when God seizes the mind. The death of mind or mergence with the Lord is called mano-nigraha.


Setiap orang darimu harus membuat hatimu sendiri sebagai Prasanthi Nilayam. Perubahan harus dimulai dari pada saat ini juga. Analisa perkataan, perbuatan, dan pikiranmu dan lepaskan dari sifat jahat yang dapat menyakitimu dan yang lainnya. Tingkatkan ketabahan (sahana), kedamaian yang tidak tergoyahkan (shanti), dan berbicara kebenaran (satya). Pada saat sekarang pikiranmu melayang dengan cepat dan hinggap pada semua objek yang ada di semesta ini. Pikiranmu menolak untuk hanya diam pada satu gagasan yaitu Tuhan. Seperti halnya lalat yang hinggap di atas kursi dan menolak untuk hinggap di atas bara yang panas, pikiranmu juga melayang dari semua bentuk gagasan tentang Tuhan. Lalat akan hangus ketika hinggap di atas bara yang panas; begitu juga pikiranmu akan dihancurkan ketika pikiran terpusat pada Tuhan. Keinginan adalah hal yang sama yang membentuk pikiran; ketika pikiran menjadi tidak ada maka engkau menjadi bebas. Keinginan akan berhenti ketika Tuhan menguasai pikiran. Kematian pikiran atau penyatuan dengan Tuhan disebut dengan mano-nigraha. (Divine Discourse, Sep 26, 1965)

-BABA