Thursday, April 30, 2020

Thought for the Day - 30th April 2020 (Thursday)

Desire breeds wishes. Wishes create birth and death. The next birth is the result of unfulfilled desires in this life! Those who have no trace of desire for material objects can achieve the awareness of the Atmic reality. In fact, the desire to know God, to love God, and to be loved by God does not bind. When awareness of God dawns in all its splendour, every worldly, sensual desire is reduced to ashes in the flames of that awareness. The individual Self will turn towards the Universal Self as soon as desire comes to an end and the Self delights in supreme peace (parama shanthi). The Self must break off all contact with non-self, so that it can earn immortality. You are a heap of thoughts. Your thoughts play a vital role in shaping your life. Hence watch your thoughts and carefully welcome only good ones! Spiritual learning (vidya) stabilises good thoughts in the mind and thus rises to the status of knowledge of the supreme Reality (Atma-vidya). 


Keinginan mengembangkan hasrat atau kemauan. Hasrat itu menciptakan kelahiran dan kematian. Kelahiran berikutnya adalah hasil dari keinginan yang tidak terpenuhi di dalam hidup ini! Bagi mereka yang tidak memiliki jejak keinginan terhadap benda-benda duniawi dapat mencapai kesadaran tentang kenyataan Atma. Sejatinya, keinginan untuk mengetahui Tuhan, untuk mencintai Tuhan dan dicintai oleh Tuhan adalah bersifat tidak mengikat. Ketika kesadaran Tuhan menyingsing dengan seluruh kemuliaannya, setiap keduniawian, keinginan sensual dihilangkan menjadi abu dalam nyala api kesadaran. Diri individu akan mengarah pada diri yang bersifat universal segera ketika keinginan lenyap dan suka cita Atma dalam kedamaian yang tertinggi (parama shanthi). Sang Atma harus memutuskan semua hubungan dengan yang tidak terkait dengan Atma, sehingga bisa mendapatkan keabadian. Engkau adalah tumpukan dari pemikiran-pemikiran. Pemikiranmu memainkan peran sangat vital dalam membentuk hidupmu. Karena itu perhatikan pemikiranmu itu dan secara hati-hati sambutlah hanya pemikiran-pemikiran yang baik saja! Pembelajaran spiritual (vidya) menstabilkan pemikiran yang baik di dalam pikiran dan terangkat pada status pengetahuan tentang kenyataan yang tertinggi (Atma-vidya). (Vidya Vahini, Ch 5)

-BABA

Thought for the Day - 29th April 2020 (Wednesday)

Anger will pollute the earned wisdom. Unbridled desire will foul all actions. Greed will destroy devotion and dedication. Anger, desire, and greed will undermine the actions, spiritual wisdom, and devotion and make one a boor. But the root cause of anger is desire, and desire is the consequence of ignorance. Ignorance is the characteristic of the animal (pasu). The animal is that which has outward vision and accepts what the external vision conveys. The inward vision will lead a person to Pasupati, the Lord of all living beings. One who has not mastered the senses is an animal. An animal is born with qualities that cannot be eliminated so easily. It has no capacity to understand the meaning of the advice given. But people can be educated into better ways. Hence the statement in the scriptures, “For all animate beings, birth as a human is a rare achievement.” Humans are indeed the most fortunate and most holy among animals, for their inborn qualities can be sublimated. 


Kemarahan akan mencemari kebijaksanaan yang diperoleh. Keinginan yang tidak terkendalikan akan mengotori semua perbuatan. Ketamakan akan menghancurkan bhakti dan dedikasi. Kemarahan, keinginan, dan ketamakan akan merusak perbuatan, kebijaksanaan spiritual, dan bhakti serta membuat seseorang menjadi kasar. Namun akar penyebab kemarahan adalah keinginan, dan keinginan adalah konsekuensi dari kebodohan. Kebodohan adalah karakteristik dari binatang (pasu). Binatang memiliki pandangan keluar dan menerima apa yang disampaikan oleh pandangan luar. Pandangan ke dalam batin akan menuntun seseorang pada Pasupati, Tuhan dari semua makhluk hidup. Seseorang yang belum menguasai indria adalah seekor binatang. Seekor binatang lahir dengan kualitas atau sifat yang tidak bisa dilenyapkan dengan mudah. Binatang tidak memiliki kapasitas untuk memahami makna dari nasihat yang diberikan. Namun manusia dapat dididik ke jalan yang lebih baik. Oleh karena itu pernyataan dalam naskah suci yang berbunyi, “Untuk semua makhluk hidup, kelahiran sebagai manusia adalah pencapaian yang langka.” Manusia sesungguhnya adalah yang paling beruntung dan paling suci diantara binatang, karena kelahiran mereka dapat dihaluskan. (Vidya Vahini, Ch 4)

-BABA

Tuesday, April 28, 2020

Thought for the Day - 28th April 2020 (Tuesday)

Many people interpret renunciation to mean either giving away money and land as charity or performing rituals or sacrifices (yajna or yaga), or giving up hearth, home, wife, and children and proceeding to the forest. But renunciation does not mean such gestures of weak mindedness. These are not as difficult to give up as they are believed to be. The real renunciation is the giving up of desire. This is the real goal of a person’s existence, the purpose of all his efforts. It involves giving up lust, anger, greed, hatred, etc. The fundamental renunciation should be that of desire. The other feelings and emotions are its attendant reactions. Desire implies the presence of lust, anger, greed, etc. These latter are veritable gateways to hell. Envy is the bolt, and pride is the key. Unlock and lift the bolt, and you can enter in. 


Banyak orang menerjemahkan melepaskan duniawi dengan maksud memberikan uang dan tanah sebagai amal atau melaksanakan ritual atau kurban suci (yajna atau yaga), atau meninggalkan rumah, istri, dan anak-anak serta melanjutkan pergi ke dalam hutan. Namun melepaskan kehidupan duniawi tidak berarti sikap kelemahan pikiran yang seperti itu. Hal ini tidaklah sesulit seperti dugaan banyak orang. Pelepasan kehidupan duniawi yang sesungguhnya adalah melepaskan keinginan. Ini adalah tujuan dari keberadaan seseorang, tujuan dari semua usahanya. Hal ini juga terkait dengan melepaskan hawa nafsu, amarah, ketamakan, kebencian, dsb. Pelepasan kehidupan duniawi yang mendasar adalah melepaskan keinginan dan hawa nafsu. Perasaan dan emosi yang lainnya adalah reaksi yang menyertainya. Keinginan menyiratkan adanya hawa nafsu, amarah, ketamakan, dsb. Hal yang disebut terakhir ini adalah benar-benar gerbang menuju neraka. Iri hati adalah palangnya dan kesombongan adalah kuncinya. Buka kunci dan angkat palangnya maka engkau dapat memasukinya. (Vidya Vahini, Ch 4)

-BABA

Thought for the Day - 27th April 2020 (Monday)

Moksha means liberation. Every living being is perforce an aspirant (mumukshu) for liberation, a practitioner of renunciation. Everyone has to be a renunciate (tyagi), versed in detachment. This is the final truth, the indisputable truth. When we give up our body and leave, we don’t take even a handful of earth with us. When we don’t learn to give up, upon death nature teaches us this great truth about the need and value of detachment and renunciation. So it is good to learn the lesson even before this happens. The person who learns and practises this truth is indeed blessed. Detachment is the second valuable virtue that spiritual learning (vidya) imparts (the first being the absence of pride and egotism). Empty a pot of the water that filled it, and the sky that one could see within the pot as an image or shadow gets lost along with the water. But the genuine sky enters the pot. So too, when that which is not Atma is discarded, Atma remains and liberation is attained. 


Moksha berarti pembebasan. Setiap makhluk hidup mau tidak mau adalah seorang peminat (mumukshu) untuk pembebasan, seorang pelaksana dari pelepasan keterikatan duniawi. Setiap orang harus menjadi seorang yang melepaskan keterikatan duniawi (tyagi), berpengalaman dalam tanpa keterikatan. Ini adalah kebenaran yang terakhir, kebenaran yang tidak dapat disangkal lagi. Ketika kita meninggalkan tubuh kita dan pergi, kita tidak membawa bahkan segenggam tanah bersama dengan kita. Ketika kita tidak belajar untuk melepaskan, pada saat kematian maka alam mengajarkan kita kebenaran agung ini tentang perlunya dan nilai dari tanpa keterikatan dan melepaskan keterikatan duniawi. Jadi, adalah baik untuk belajar pelajaran ini bahkan sebelum waktunya tiba. Seseorang yang belajar dan mempraktikkan kebenaran ini adalah benar-benar terberkati. Tanpa keterikatan adalah kebajikan berharga kedua yang diberikan dalam pembelajaran spiritual (vidya) sedangkan bagian yang pertama adalah tidak adanya kesombongan dan egoisme. Saat bejana yang berisi air dikosongkan, maka bayangan dan gambar langit yang seseorang dapat lihat juga akan lenyap bersamaan dengan air itu. Namun langit yang sesungguhnya akan memasuki bejana itu. Begitu juga, ketika hal-hal lain yang bukan Atma dibuang, maka hanya Atma yang masih ada dan pembebasan dicapai. (Vidya Vahini, Ch 4)

-BABA

Sunday, April 26, 2020

Thought for the Day - 26th April 2020 (Sunday)

Rama’s heart was filled with compassion; he gave refuge to anyone who took shelter in Him and surrendered to Him. He gave refuge to Ravana’s brother and treated him like His own brother Lakshmana. Rama announced, ‘If anyone says once, I am Yours, they are Mine forever’! Rama lived and taught right action (dharma) through His every act and established dharma in practice and precept. He fostered and guarded good people (sadhus). He removed their sufferings, drew them to Himself, and their lives were fulfilled through His grace. He recognised no distinctions of high and low. He was a master of all the scriptures (sastras), and knew the meaning of all the Vedas. Rama transformed the world into a realm of righteousness through varied activities and examples. Love, beauty, and virtue emanated from Him and spread to all. For all householders, Rama is the ideal. His advent was for restoring spiritual values and saving the world from moral disaster! 


Hati Rama diliputi dengan welas asih; Rama memberikan tempat perlindungan kepada siapapun juga yang mencari perlindungan dan berserah diri kepada-Nya. Rama memberikan tempat perlindungan kepada saudara dari Ravana dan memperlakukannya seperti saudara kandung-Nya sendiri Lakshmana. Rama menyatakan, ‘jika siapapun juga sekali berkata, hamba adalah milik-Mu, mereka adalah milik-Ku selamanya’! Rama hadir dan mengajarkan kebajikan (dharma) melalui setiap tindakan-Nya dan menegakkan dharma dalam praktik dan nasihat. Rama membantu perkembangan dan menjaga orang-orang yang baik (sadhu). Beliau menghilangkan penderitaan mereka dan membawa mereka pada diri Beliau sendiri, serta hidup mereka dipenuhi dengan karunia-Nya. Rama melihat tidak ada perbedaaan antara tinggi dan rendah. Beliau adalah guru dari semua naskah suci (sastra), dan mengetahui makna dari semua Weda. Rama merubah dunia ke dalam kebajikan melalui berbagai jenis aktifitas dan keteladanan. Cinta kasih, keindahan, dan kebajikan muncul dari-Nya dan menyebar ke semuanya. Bagi mereka yang berumah tangga, Rama adalah teladan yang ideal. Kedatangan Rama adalah untuk memugar kembali nilai-nilai spiritual dan menyelamatkan dunia dari kehancuran moral! (Bhagavatha Vahini, Ch 33)

-BABA

Saturday, April 25, 2020

Thought for the Day - 25th April 2020 (Saturday)

Love is Divine. Love all, share your love even with those that lack love. Pure Love is like a mariner’s compass. Wherever you keep it, it will point Godward! In every action of your daily life manifest selfless love. Divinity will emerge from that! This is the easiest path to God-realisation. But why aren’t people taking to it? This is because they are obsessed with misconception relating to the means of experiencing God. They regard God as some remote entity attainable only through arduous spiritual practices. God is everywhere. There is no need to search God anywhere. All you see is a manifestation of the Divine. All human beings you see are forms of the Divine. Correct your defective vision and you will experience God in all things. Speak lovingly, act lovingly, think with love and do every action with a love-filled heart. Understand that the path of divine love is the easiest, sweetest and surest pathway to God! 


Cinta kasih adalah Tuhan. Kasihi semuanya, bagilah kasihmu bahkan kepada mereka yang kekurangan kasih. Cinta kasih yang suci adalah seperti sebuah kompas bagi para pelaut. Dimanapun engkau menaruh kompas tersebut, maka kompas itu akan menunjukkan pada jalan Tuhan! Dalam setiap kegiatanmu sehari-hari wujudkanlah kasih yang tanpa pamrih. Tuhan akan muncul dari kasih yang tanpa mementingkan diri sendiri! Ini adalah jalan yang paling mudah menuju kesadaran Tuhan. Namun mengapa orang-orang tidak menempuh jalan ini? Hal ini karena mereka memenuhi pikiran dengan kesalahpahaman tentang cara mengalami Tuhan. Mereka menganggap bahwa Tuhan sebagai wujud yang sangat jauh dan hanya bisa dicapai melalui praktik spiritual yang keras. Tuhan ada dimana-mana. Tidak perlu untuk mencari Tuhan dimana-mana. Semua yang engkau lihat adalah manifestasi dari Tuhan. Semua manusia yang engkau lihat adalah wujud dari Tuhan. Perbaiki pandanganmu yang cacat dan engkau akan mengalami Tuhan di dalam segala hal. Berbicaralah dengan kasih, berbuatlah dengan kasih, berpikir dengan kasih, dan lakukan setiap perbuatan dengan hati diliputi kasih. Pahamilah bahwa jalan kasih Tuhan adalah yang paling mudah, indah, dan pasti menuju Tuhan! (Divine Discourse, Jul 5, 1996)

-BABA

Thought for the Day - 24th April 2020 (Friday)

Consider the meaning of the name ‘Sai Baba’. ‘Sa’ means Divine; ‘ai’ or ‘ayi’ means mother, and ‘Baba’ means father. Your physical parents exhibit love with a dose of selfishness; but Sai, your Divine Mother and Father, showers affection or reprimands only to lead you towards victory in the struggle for self-realisation. For, this Sai has come in order to achieve the supreme task of uniting the entire mankind as one family through the bond of brotherhood. His task is to affirm and illuminate the Atmic Reality of each being in order to reveal the Divine which is the basis on which the entire cosmos rests. It is also His task to instruct all to recognise the common divine heritage that binds one to another, so that you can rid yourself of the animal and rise into the Divine. I had to tell you so much about My Truth, for I wish that you contemplate on this and derive joy therefrom. I wish that you may be inspired to observe the disciplines laid down by Me and progress towards the Goal of Self-realisation, the realisation of the Sai that shines in your hearts. 


Pertimbangkan makna dari ‘Sai Baba’. ‘Sa’ berarti Tuhan; ‘ai’ atau ‘ayi’ berarti ibu, dan ‘Baba’ berarti ayah. Orang tua yang melahirkanmu memperlihatkan kasih dengan sebuah takaran kepentingan diri; namun Sai, adalah Tuhan sebagai ibu dan ayahmu, mencurahkan kasih sayang atau teguran hanya untuk menuntunmu menuju pada keberhasilan dalam perjuangan untuk kesadaran diri. Untuk hal ini, Sai ini telah datang dalam upaya untuk mencapai tugas yang tertinggi ini dalam menyatukan seluruh umat manusia sebagai satu keluarga melalui ikatan persaudaraan. Tugas-Nya adalah untuk menguatkan dan menerangi kenyataan Atma dalam diri setiap orang dalam mengungkapkan kualitas Tuhan yang merupakan dasar dari seluruh alam semesta. Merupakan tugas-Nya juga untuk mengajarkan semuanya untuk menyadari warisan Tuhan yang sama yang mengikat satu dengan yang lainnya, sehingga engkau dapat membebaskan diri dari kualitas kebinatangan dan terangkat naik menuju Tuhan. Aku telah mengatakan begitu banyak tentang kebenaran-Ku, Aku berharap bahwa engkau memusatkan pikiran pada hal ini dan mendapatkan suka cita darinya. Aku berharap bahwa engkau dapat terinspirasi dalam menjalankan disiplin yang Aku tetapkan dan bergerak maju menuju pada tujuan yaitu kesadaran diri, kesadaran Sai yang bersinar di dalam hatimu. (Divine Discourse, Jun 19, 1974)

-BABA

Thursday, April 23, 2020

Thought for the Day - 23rd April 2020 (Thursday)

God is present in everyone. He resides in every heart. So do not confine God to a temple, a mosque or a church. Where a human being is, there God is. God takes the form of a human (Daivam manusha rupena). As you forget and do not realise this important fact, you indulge in criticism of others. Whom are you criticising? Whom do you adore? Enquire for yourself. God is present in all. If you criticize others, you criticize God. Whoever you salute, it reaches God (Sarva jeeva namaskaram Keshavam prati gacchati) and whoever you insult or ridicule, it also reaches God! (Sarva jeeva tiraskaram Keshavam prati gacchati). Right from this moment, embark on a new life, giving up bad thoughts and evil qualities. Purify your heart. Love all, have faith that God is present in all. Fill your heart with pure love. Let your thoughts, words and deeds be sacred. Only then will your life be blissful. 

Tuhan bersemayam di dalam setiap orang. Tuhan bersemayam di dalam setiap hati. Jadi jangan membatasi Tuhan hanya ada di dalam kuil, masjid, atau gereja. Dimana manusia berada maka disana Tuhan hadir. Tuhan mengambil wujud sebagai seorang manusia (Daivam manusha rupena). Ketika engkau melupakan dan tidak menyadari fakta yang penting ini, engkau menurutkan keinginanmu dalam mengkritik yang lainnya. Siapa yang engkau kritik? Siapa yang engkau muliakan? Tanyakan hal ini pada dirimu sendiri. Tuhan bersemayam di dalam semuanya. Jika engkau mengkritik yang lain, engkau mengkritik Tuhan. Siapapun yang engkau sangat hormati maka rasa hormat itu akan mencapai Tuhan (Sarva jeeva namaskaram Keshavam prati gacchati) dan siapapun yang engkau cela dan hina maka itu juga mencapai Tuhan! (Sarva jeeva tiraskaram Keshavam prati gacchati). Mulai dari saat sekarang, mulailah sebuah hidup yang baru dengan melepaskan pikiran yang tidak baik dan sifat-sifat yang jahat. Sucikan hatimu. Kasihi semuanya, miliki keyakinan bahwa Tuhan bersemayam di dalam semuanya. Isilah hatimu dengan kasih yang suci. Mari jadikan pikiran, perkataan dan perbuatanmu suci. Hanya dengan demikian hidupmu penuh dengan kebahagiaan. (Divine Discourse, Apr 13, 2002)

-BABA

Thought for the Day - 22nd April 2020 (Wednesday)

Teachers should reveal the direction and the goal. Students lay the road and journey into the future. The skill and strength, status and stature of mankind are shaped and furthered in proportion to the quality and character of its teachers. Character is the hallmark of humanity. Teachers must dedicate their learning and wisdom to the great task of uplifting pupils to higher levels of knowledge and action. The virtues they help inculcate in their pupils are essential for the uplift of society. Every student must endeavour to unfold the divine present within and equip oneself for serving society with skill and knowledge. When virtues are rooted in the heart, every being shines in full glory. A life without good character is a shrine without light, a coin that is counterfeit, and a kite with a broken string. 


Para guru seharusnya mengungkapkan arah dan tujuan. Para murid membuat jalan dan melakukan perjalanan ke masa depan. Keterampilan dan kekuatan, status dan mutu tinggi dari manusia dibentuk dan dikembangkan sesuai dengan kualitas dan karakter gurunya. Karakter adalah tanda dari kemanusiaan, para guru harus mendedikasikan pengetahuan dan kebijaksanaan mereka untuk tugas yang sangat besar yaitu mengangkat para murid pada tingkat pengetahuan dan perbuatan yang lebih tinggi. Nilai-nilai baik yang mereka bantu tanamkan dalam diri murid adalah mendasar untuk mengangkat masyarakat. Setiap murid harus berusaha untuk membuka karunia Tuhan di dalam diri dan memperlengkapi diri untuk melayani masyarakat dengan keterampilan dan pengetahuan. Ketika nilai-nilai luhur tersebut berakar di dalam hati, maka setiap makhluk akan bersinar dengan penuh kemuliaan. Hidup tanpa karakter yang baik adalah sebuah tempat suci tanpa cahaya, sebuah koin tiruan, dan sebuah layang-layang yang putus talinya. (Ch 18, Vidya Vahini)
-BABA

Tuesday, April 21, 2020

Thought for the Day - 21st April 2020 (Tuesday)

You develop love for many things in this world. Desire is the root-cause of all your sufferings. ‘Less luggage, more comfort, makes travel a pleasure’. When there is luggage, you cannot escape from trouble. Here luggage refers to worldly relationships and desires. You can have real happiness only when you reduce your luggage, viz. worldly bondage. There is nothing in this world that you should desire for. If any worldly desire crops up in your mind, give it up at once. Giving up desires is true renunciation. There are so many millionaires in this world – is anyone able to live forever? They all come and go! No matter what one accumulates, everyone has to return empty-handed. Ultimately, all worldly possessions are useless. Hence do not develop undue worldly relations or desires. You should have body consciousness only to discharge your duties. Do your duties conscientiously, making best use of the present; do not unnecessarily worry about what is to come in future. 


Engkau mengembangkan kasih bagi banyak hal di dunia ini. Keinginan adalah akar penyebab dari semua penderitaanmu. ‘Sedikit barang, akan lebih nyaman, membuat perjalanan menjadi sebuah kesenangan’. Ketika ada barang-barang yang dibawa maka engkau tidak bisa lepas dari masalah. Barang dalam hal ini mengacu pada hubungan dan keinginan duniawi. Engkau dapat memiliki kebahagiaan yang sejati hanya Ketika engkau mengurangi barang-barangmu yaitu perbudakan duniawi. Tidak ada apapun di dunia yang harus engkau inginkan. Jika ada keinginan duniawi muncul di dalam pikiranmu maka harus langsung dilepaskan. Melepaskan keinginan adalah praktik meninggalkan kehidupan duniawi yang sesungguhnya. Ada begitu banyak orang kaya di dunia ini – apakah ada satu dari mereka yang bisa hidup selamanya? Semua dari mereka datang dan pergi! Tidak peduli apa yang dikumpulkan, setiap orang harus kembali dengan tangan kosong. Pada akhirnya, semua kepemilikan duniawi adalah tidak ada gunanya. Oleh karena itu jangan mengembangkan hubungan atau keinginan duniawi yang tidak semestinya. Engkau seharusnya memiliki kesadaran tubuh hanya untuk menjalankan kewajibanmu. Kerjakan kewajibanmu dengan teliti, manfaatkan sebaik-baiknya hari ini; jangan mencemaskan yang tidak penting tentang apa yang akan terjadi di masa depan. (Divine Discourse, Apr 14, 2006)

-BABA

Thought for the Day - 20th April 2020 (Monday)

Teachers must adopt the spiritual discipline (sadhana) of purifying their emotions in order to earn the status and authority of gurus. A true guru must guide their students to lead a worthy and happy life. And true students must respond with eagerness and adoration. Teachers are responsible for the nature and quality of the activities and character of their students. They have the opportunity to impress the youth through their scholarship and leadership. So they must keep clear of selfish aggrandisement and political manoeuvering and have only spiritual enlightenment as their ideal in life. The members of the teaching staff must move amongst themselves as brothers and sisters. Students will become aware of differences and rivalries between their teachers. Of course, differences are inevitable and may even be useful. But differences shouldn’t pollute mutual relations, hinder the progress of the institution, and adversely affect the processes of teaching and learning. Teachers must consult each other and cooperate with each other. 

Guru harus mengambil disiplin spiritual (sadhana) dalam memurnikan emosi mereka dalam upaya untuk mendapatkan status dan kewenangan sebagai guru. Seorang guru yang sejati harus menuntun murid-muridnya pada hidup yang bernilai dan bahagia. Dan murid yang sejati harus merespon dengan kehangatan dan kasih yang mendalam. Guru adalah yang bertanggung jawab untuk sifat dan kualitas dari perbuatan serta karakter murid-murid mereka. Mereka memiliki kesempatan untuk menanamkan kesan pada para pemuda melalui kesarjanaan dan kepemimpinan mereka. Jadi mereka harus tetap bersih dari manuver politik dan perluasan kekuasaan yang bersifat mementingkan diri sendiri dan hanya memiliki pencerahan spiritual sebagai cita-cita mereka dalam hidup. Para anggota staf pengajar harus bergerak diantara mereka sendiri sebagai saudara dan saudari. Para murid akan menjadi sadar akan perbedaan dan persaingan diantara guru-guru mereka. Tentu saja, perbedaan adalah tidak bisa dihindari dan bahkan mungkin bermanfaat. Namun perbedaan seharusnya tidak mencemari hubungan timbal balik, menghambat kemajuan lembaga, dan dengan kurang baik mempengaruhi proses belajar dan mengajar. Guru harus saling berkonsultasi dan bekerja sama satu sama lainnya. (Chap 19, Vidya Vahini)

-BABA

Thought for the Day - 19th April 2020 (Sunday)

Stop the habit of worrying. Doubts are the cause of your worry. You face more difficulties because of your habit of worrying. Perform your duties sincerely without worrying for anything. When you lead a truthful life, you will not have to run after anyone or beg for favours. Once you cultivate true love for God, you will have everything in life. Experience the bliss that is within your heart without making a show of it to others. On the one side is the world and on the other, God. You cannot have both simultaneously. It is like riding on two horses which is sure to prove dangerous. Focus your mind only on God and have total faith in Him. Always think of God, both in pleasure and pain. Desire only for God. Do not worry too much about your difficulties. All difficulties are like passing clouds. When you cultivate love for God, all your difficulties will vanish in a trice. 


Hentikan kebiasaan cemas. Keraguan adalah penyebab dari kecemasanmu. Engkau menghadapi lebih banyak kesulitan karena kebiasaan cemasmu. Jalankan kewajibanmu dengan tulus tanpa merasa cemas akan apapun juga. Ketika engkau menjalani hidup dengan jujur, engkau tidak perlu mengejar siapapun juga atau meminta bantuan. Ketika engkau meningkatkan kasih yang sejati untuk Tuhan, engkau akan memiliki segalanya dalam hidup. Alami kebahagiaan yang ada di dalam hatimu tanpa memperlihatkannya kepada yang lainnya. Di satu sisi adalah dunia dan di sisi lainnya adalah Tuhan. Engkau tidak bisa memiliki keduanya secara serempak. Ini seperti menunggangi dua kuda yang pastinya berbahaya. Pusatkan pikiranmu hanya pada Tuhan dan miliki keyakinan yang total pada Tuhan. Selalu pikirkan Tuhan baik dalam kesenangan dan penderitaan. Hanya menginginkan Tuhan. Jangan cemas terlalu banyak tentang kesulitanmu. Semua kesulitan adalah seperti awan yang berlalu. Ketika engkau meningkatkan kasih untuk Tuhan, semua kesulitanmu akan sirna dalam sekejap mata. (Divine Discourse, Apr 14, 2006)

-BABA

Thought for the Day - 18th April 2020 (Saturday)

Hands are not the only limbs or agents involved in human activity (karma). Whatever you do, see, or hear, you should be vigilant about its purity. Thought, word and deed must be free from pride, greed and hatred. The words that you utter must be free from these faults; things that you yearn to hear must be free from superficially attractive qualities; and the pleasure that you seek must not be polluted by evil. What enters the ear might not be clear to the mind; it might reach the mind only in a hazy form. So education has to be so imparted that it is received clearly by the mind. To achieve this aim, it has to be transmitted through heads, tongues, and hands that are pure, with no blemish that warps. Only then can the learning be clear and the wisdom bright. 


Tangan tidak hanya anggota tubuh atau alat yang digunakan dalam aktivitas manusia (karma). Apapun yang engkau lakukan, lihat atau dengarkan, engkau seharusnya benar-benar waspada terhadap kesuciannya. Pikiran, perkataan, dan perbuatan harus bebas dari kesombongan, ketamakan, dan kebencian. Perkataan yang engkau ucapkan harus bebas dari kesalahan-kesalahan ini; apapun yang engkau ingin dengarkan harus bebas dari sifat-sifat menarik yang dangkal; dan kesenangan yang engkau cari harusnya tidak tercemar kejahatan. Apa yang masuk ke dalam telinga mungkin tidak jelas bagi pikiran; dan mungkin mencapai pikiran dalam keadaan tidak jelas atau kabur. Jadi pendidikan harus diberikan sedemikian rupa agar bisa diterima dengan jelas oleh pikiran. Untuk mencapai tujuan ini, Pendidikan harus diberikan melalui kepala, lidah, dan tangan yang murni tanpa noda yang menyesatkan. Hanya dengan demikian pelajaran dapat menjadi jelas dan kebijaksanaan bersinar terang. (Ch 19, Vidya Vahini)

-BABA

Friday, April 17, 2020

Thought for the Day - 17th April 2020 (Friday)

The deed, the work in which the hands are engaged, is the source of happiness or misery. You assert that you are happy, anxious and afraid, or that you are in trouble. And most often, we attribute the cause of these expressions to someone other than ourselves. This is incorrect; happiness and misery are due to our own actions. Whether you choose to accept or reject this truth, you will experience the consequences of your action. This is the law of nature. You may not believe in summer or winter, in fire or rain, but you cannot escape from heat and cold. They affect you anyway. Therefore, the virtuous and wise direct their activities along proper lines. Assimilate these lessons and demonstrate their effect in your thoughts, words and translate them into action! 

Perbuatan, pekerjaan, dimana tangan terlibat di dalamnya adalah sumber dari kebahagiaan atau penderitaan. Engkau menyatakan bahwa dirimu adalah bahagia, cemas, dan takut atau engkau dalam masalah. Dan sangat sering sekali, kita menghubungkan penyebab dari berbagai perasaan yang kita alami kepada seseorang yang lain daripada pada diri kita sendiri. Hal ini tidaklah benar; kebahagiaan dan penderitaan adalah karena perbuatan kita sendiri. Apakah engkau memilih untuk menerima atau menolak kebenaran ini, engkau akan mengalami akibat dari perbuatanmu. Ini adalah hukum alam. Engkau mungkin tidak percaya pada musim panas atau musim dingin, pada api atau hujan, namun engkau tidak bisa melarikan diri dari panas dan dingin. Keduanya ini mempengaruhi kita bagaimanapun juga. Maka dari itu, para orang bijak dan mulia mengarahkan aktivitas mereka di sepanjang jalan yang benar. Pahamilah hikmah yang ada ini serta tunjukkan pengaruhnya pada pikiran, perkataanmu dan terjemahkan semuanya ke dalam perbuatan! (Ch 19, Vidya Vahini)

-BABA

Thought for the Day - 16th April 2020 (Thursday)

All of you are the embodiments of love and Divinity. All that has to happen will happen. Do not worry about it. Past is past, forget the past. Future is uncertain, do not brood over it. Present is important, live in the present and be happy. Do not worry about the past and future. Where is the past? Many people have passed away. Has any of them come back? None. Similarly we do not know anything about the future. Why should we worry about it? Seek happiness in the present. When you have such an attitude, you will never worry about anything in life. What is the shape of worry? It is a mentally created fear. We should never worry. Hurry, worry, and curry are the causes of heart diseases. You should therefore avoid hurry, worry and curry. A true devotee will not have any worries. You cannot call yourself a true devotee if you are beset with worries. 

Kalian semua adalah perwujudan kasih dan ketuhanan. Semua yang harus terjadi akan terjadi. Jangan cemas tentang hal ini. Masa lalu telah berlalu, lupakan masa lalu. Masa depan adalah tidak pasti, jangan memikirkan hal ini. Masa sekarang adalah penting, hiduplah di saat sekarang dan jadilah bahagia. Jangan cemas tentang masa lalu dan masa depan. Dimanakah masa lalu itu? Banyak orang telah meninggal dunia. Apakah dari mereka ada yang datang kembali? Tidak satupun. Sama halnya kita tidak mengetahui apapun tentang masa depan. Mengapa kita harus cemas tentang masa depan? Carilah kebahagiaan di masa sekarang. Ketika engkau memiliki sikap seperti itu, engkau tidak pernah merasa cemas tentang apapun di dalam hidup ini. Apakah wujud dari cemas itu? Ini adalah rasa takut yang diciptakan mental. Kita seharusnya tidak pernah cemas. Terburu-buru (hurry), cemas (worry) dan makanan kari (curry) adalah penyebab penyakit jantung. Maka dari itu engkau seharusnya menghindari terburu-buru, cemas, dan kari. Seorang bhakta sejati tidak akan memiliki rasa cemas. Engkau tidak bisa menyebut dirimu bhakta yang sejati jika engkau dikelilingi dengan kecemasan. (Divine Discourse, Apr 14, 2006)

-BABA

Thursday, April 16, 2020

Thought for the Day - 15th April 2020 (Wednesday)

For acquiring selfless love, the quality of kshama or forbearance is a vital necessity. (kshama is a word rich in meaning. Besides forbearance, it also implies extreme patience and an enormous capacity to forget and also forgive). Every individual must cultivate this noble quality. Kshama is not achieved by reading books or from an instructor. Nor can it be received as a gift from someone else. This prime virtue of kshama can be acquired solely by self-effort, by facing squarely diverse problems and difficulties of various sorts, by going through anxieties and suffering as well as sorrow. In the absence of kshama, man becomes susceptible to all kinds of evil tendencies. Hatred and jealousy easily take root in a person lacking this virtue. Divinity is merely the combined manifestation of prema (love) and kshama. 


Untuk bisa mendapatkan kasih yang tanpa pamrih, kualitas dari kshama atau ketabahan adalah kebutuhan yang vital. (Kshama adalah kata dengan kaya makna, disamping maknanya adalah ketabahan, ini juga menyatakan secara tidak langsung kesabaran yang sungguh luar biasa dan sebuah kemampuan yang sangat besar untuk melupakan dan juga memaafkan). Setiap individu harus meningkatkan sifat luhur ini. Kshama tidak bisa dicapai hanya dengan membaca buku atau dari sebuah nasihat guru. Tidak juga bisa didapatkan sebagai pemberian dari orang lain. Sifat utama dari kshama hanya bisa didapatkan dari usaha sendiri, dengan menghadapi berbagai jenis masalah dan kesulitan secara langsung, dengan melalui semua kecemasan dan penderitaan dan juga kesedihan. Tanpa adanya kshama, manusia menjadi rentan terhadap kecenderungan jahat. Kebencian dan kecemburuan dengan mudahnya mengakar di dalam diri seseorang yang kurangnya sifat mulia ini. ketuhanan hanyalah manifestasi gabungan dari prema (kasih) dan kshama. (Divine Discourse, May 25, 2000)

-BABA

Thought for the Day - 14th April 2020 (Tuesday)

To embark on a new life, you need not wait for the arrival of a new year. Treat every second as new. Sanctify every moment of your life. The observance of the beginning of a New Year is based on the statements of the almanac maker. Calendar is a man-made device. The sun and the moon remain unchanged. The omnipotent and omnipresent Divine transcends such ideas. Earnestly aspire to realise the unity of Sat (the Divine) and Chit (the individual Consciousness). When this union is achieved, you will experience Ananda (Spiritual Bliss). This is the primary task before everyone. All of you should aspire to achieve that essential purpose of your human birth. You are bound by your own actions in this world. Regard the entire cosmos as a great mansion of the Supreme Lord! Let your actions be good. Be pure in your speech. Develop a sacred vision and purify your hearts. 


Untuk memulai sebuah hidup yang baru, engkau tidak perlu menunggu datangnya sebuah tahun baru. Perlakukan setiap detik seperti baru. Sucikan setiap momen dari hidupmu. Peringatan dari tahun baru didasarkan pada pernyataan dalam penanggalan. Kalender adalah peralatan yang dibuat oleh manusia. Matahari dan bulan tetap tidak berubah. Tuhan yang Mahakuasa dan Tuhan yang ada dimana-mana melampaui ide-ide seperti itu. Miliki niat dengan kesungguhan untuk menyadari kesatuan dari Sat (Tuhan) dan Chit (kesadaran individu). Ketika penyatuan dari keduanya ini dicapai maka engkau akan mengalami Ananda (kebahagiaan spiritual). Ini adalah tugas yang pertama bagi setiap orang. Semua darimu seharusnya memiliki cita-cita untuk mencapai tujuan yang mendasar itu dari kelahiranmu sebagai manusia. Engkau terikat oleh perbuatanmu sendiri di dunia ini. Pandanglah seluruh alam semesta sebagai sebuah rumah besar dari Tuhan yang tertinggi! Jadikan perbuatanmu menjadi baik. Menjadi suci dalam perkataanmu. Kembangkan kesucian dalam pandangan dan kesucian hatimu. (Divine Discourse, Jan 1, 1992)

-BABA

Thought for the Day - 13th April 2020 (Monday)

We must transform the divine power latent in you into skill, for undertaking any useful activity. When knowledge is converted into skill, you acquire balance in life. In such a state of equanimity, you will develop insight. Ennobled with such an insight and divine power, you should undertake a noble activity. Only then it will be most fruitful and beneficial to everyone. Always undertake noble activities with a pure mind. Unity brings purity, and purity in turn leads to Divinity. You should never forget the inseparable relationship between unity, purity, and Divinity, and always strive to achieve that. You must all come together and work together in the spirit of sacrifice. Spirituality is not a business activity. Spirituality is divine. Spirituality is associated with unity. This unity in diversity alone will bring you happiness. I wish that you cultivate that principle of unity. Then, every activity undertaken by you will acquire its due value and sanctity! 


Kita harus merubah kekuatan Tuhan yang terpendam di dalam dirimu menjadi keterampilan, dalam menjalankan kegiatan apapun yang berguna. Ketika pengetahuan dirubah menjadi keterampilan, engkau mendapatkan keseimbangan di dalam hidup. Dalam keadaan tenang seperti itu engkau akan mengembangkan wawasan. Dimuliakan dengan wawasan dan kekuatan Tuhan demikian, engkau harusnya melakukan perbuatan yang mulia. Hanya dengan demikian akan bermanfaat dan berguna bagi setiap orang. Selalu jalankan perbuatan yang mulia dengan pikiran yang suci. Kesatuan membawa pada kemurnian, dan kemurnian menuntun pada ketuhanan. Engkau seharusnya tidak pernah lupa hubungan yang tidak terpisahkan antara kesatuan, kesucian, dan ketuhanan, dan selalu berusaha untuk mencapainya. Engkau semua harus berkumpul dan bekerja bersama-sama dalam semangat pelayanan. Spiritualitas bukanlah sebuah kegiatan bisnis. Spiritualitas adalah Tuhan. Spiritualitas dikaitkan dengan kesatuan. Hanya kesatuan dalam keanekaragaman ini yang akan memberikanmu kebahagiaan. Aku berharap bahwa engkau meningkatkan prinsip kesatuan itu. Kemudian, setiap perbuatan yang engkau lakukan akan mendapatkan nilai dan kesuciannya! (Divine Discourse, Jan 1, 2003)

-BABA

Sunday, April 12, 2020

Thought for the Day - 12th April 2020 (Sunday)

Two different characteristics are to be found amongst people. One common characteristic is to delude themselves that they are good individuals with many virtues, intelligence and talent. The second category which is rare, is recognition of the good quality in others, their merits, abilities and good deeds, and appreciate their ideals. Jesus belonged to the second category. He saw the good qualities in others, rejoiced over their virtues and shared his joy with others. Jesus taught that God is Love and that the human birth should be used to realize the Indwelling Spirit! He declared that there was nothing great about returning good for good. People should do good even to those who harm them. Embodiments of Divine Love! Strike down the walls that separate you from another being. Get rid of all differences! Cultivate love in your hearts. Remember and worship the Lord with love. What kind of devotion is it if one does not practice the Lord’s teachings? 


Dua karakteristik berbeda dapat ditemukan diantara manusia. Satu karakteristik umum yaitu menipu diri mereka sendiri bahwa mereka adalah individu-individu yang baik dengan banyak sifat-sifat baik, kecerdasan, dan talenta. Karakteristik yang kedua adalah yang jarang ditemukan yaitu mengakui sifat-sifat baik yang ada pada diri orang lain, kebaikan mereka, kemampuan, dan perbuatan baik serta menghargai ideal mereka. Jesus termasuk ke dalam karakteristik yang kedua. Beliau melihat sifat-sifat baik di dalam diri orang lain, bersuka cita atas kebaikan mereka dan berbagi suka citanya kepada orang lain. Jesus mengajarkan bahwa Tuhan adalah kasih dan bahwa kelahiran sebagai manusia harus digunakan untuk menyadari jiwa yang bersemayam di dalam diri! Beliau menyatakan bahwa tidak ada yang lebih hebat dari kembali baik untuk kebaikan. Manusia seharusnya melakukan kebaikan bahkan pada mereka yang menyakiti kita. Perwujudan kasih Tuhan! Hancurkan tembok yang memisahkan dirimu dengan yang lainnya. Lenyapkan semua perbedaan ini! Tingkatkan kasih di dalam hatimu. Ingat dan pujalah Tuhan dengan kasih. Bhakti macam apa itu jika seseorang tidak menjalankan ajaran-ajaran Tuhan? (Divine Discourse, Dec 25, 1988)

-BABA

Saturday, April 11, 2020

Thought for the Day - 11th April 2020 (Saturday)

Jealousy is the first bad quality that makes its entry when kshama (forbearance) makes its exit. The Mahabharata gives a graphic portrayal of how life that is otherwise smooth, can be totally shattered by jealousy. The golden island Lanka was like the very heavens but Ravana’s jealousy reduced it to ruins. Kshama will give you complete protection, its absence will plunge you into distress and disaster. Impatience breeds selfishness and promotes jealousy, which together spur infighting and divisive tendencies of various kinds. The troubles we often experience are largely due to the absence of this noble quality of kshama. Impatience has ruined even very great spiritual aspirants. Likewise, kings have been reduced to beggars. Absence of kshama can make yogis into rogis (sick persons). Without kshama, mankind degrades and starts declining, and cultivating this quality will help it progress in leaps and bounds! 


Iri hati adalah sifat buruk pertama yang muncul ketika tidak ada kshama (ketabahan). Mahabharata memberikan sebuah gambaran yang sangat jelas bagaimana kehidupan yang tenang, menjadi hancur secara total karena iri hati. Pulau emas yaitu Lanka yang sangat mirip dengan surga namun iri hati dari Ravana menjadikannya hancur. Kshama akan memberikanmu perlindungan sepenuhnya, sedangkan tanpa adanya ketabahan akan menenggelamkanmu dalam penderitaan dan kesusahan. Ketidaksabaran menumbuhkan sifat mementingkan diri sendiri dan meningkatkan iri hati, yang keduanya memicu berbagai jenis perkelahian dan kecenderungan memecah belah. Masalah yang sering kita alami sebagian besar disebabkan oleh tidak adanya sifat mulia dari ketabahan (Kshama). Ketidaksabaran telah menghancurkan bahkan setiap peminat spiritual yang hebat. Demikian juga, raja telah diturunkan menjadi pengemis. Tanpa adanya kshama dapat membuat yogi menjadi rogi (orang sakit). Tanpa adanya kshama, manusia mengalami kemerosotan dan mengalami kemunduran, dan dengan mengembangkan kshama akan membantunya berkembang dengan pesat! (Divine Discourse, May 25, 2000)

-BABA

Thought for the Day - 10th April 2020 (Friday)

Jesus knew that God wills all. So even when He suffered agony on the cross, He bore no ill-will towards anyone and exhorted those with Him to treat all as instruments of God’s will. It is very difficult to develop unwavering faith and practice this in daily living! The mind, as Arjuna complained, hops from belief to doubt, causing turmoil and confusion. However you can conquer it with self-effort! The black bee can bore a hole in the hardest wood. But while it is sipping nectar from the lotus-flower and dusk intervenes, the open petals close in on the bee, imprisoning it, with no hope of escape! The black bee does not know how to deal with softness! So too, your mind plays its tricks and jumps everywhere; when placed on the lotus feet of the Lord, it becomes inactive and harmless. Cultivate detachment and subdue the vagaries of the mind, and manifest the Divinity latent within you. 

Jesus mengetahui bahwa Tuhan berkehendak semuanya. Jadi bahkan ketika Jesus mengalami penderitaan yang mendalam saat disalib, Jesus tidak memiliki niat buruk kepada siapapun juga dan mendesak mereka yang bersama-Nya untuk memperlakukan semuanya sebagai alat dari kehendak Tuhan. Adalah sangat sulit untuk mengembangkan keyakinan yang tidak tergoyahkan dan mempraktikkannya di dalam kehidupan sehari-hari! Pikiran, seperti yang dikeluhkan oleh Arjuna, melompat dari keyakinan menuju pada keraguan yang menyebabkan terjadinya kekacauan dan kebingungan. Bagaimanapun juga engkau dapat menaklukkan pikiran dengan usaha sendiri! Lebah hitam dapat membuat lubang pada kayu yang paling keras. Namun saat lebah hitam sedang menghisap nektar dari bunga teratai dan saat senja tiba maka kelopak teratai akan menutup dan lebah terjebak di dalamnya serta tidak ada harapan untuk keluar! Lebah hitam tidak mengetahui bagaimana cara menangani kelembutan! Begitu juga, pikiranmu memainkan tipuannya dan melompat kesana kemari; Ketika pikiran ditaruh di kaki padma Tuhan maka pikiran menjadi tidak aktif dan tidak berbahaya. Tingkatkan tanpa keterikatan dan menaklukkan tingkah polah dari pikiran, serta mewujudkan kualitas Tuhan yang terpendam di dalam dirimu. (Divine Discourse, Dec 24, 1980)



-BABA

Thought for the Day - 9th April 2020 (Thursday)

The first thing you have to do is to develop self-confidence. It is such people who have no confidence in their own self who begin to wander about and waver, and take to various different paths. When you take your body to different places, and when you go about moving aimlessly, the mind also goes to different places. The first thing is to steady your physical body. If you have a container filled with water, if the container is continually moving, then the contents will continually be moving. So we should not continuously move our body and our limbs in an aimless manner; this is a very essential part of our practice of meditation. We should sit quiet and the body should be steady. Why do we ask people to sit straight and to sit quiet in meditation? Because when the body is straight and quiet, the mind inside is also straight and quiet. The first thing is to control your body by ensuring that all the limbs and body organs are steady. 

Hal pertama yang seharusnya engkau lakukan adalah mengembangkan kepercayaan diri. Mereka yang tidak memiliki kepercayaan dalam diri mereka sendiri mulai tidak tentu arah dan bimbang, serta mengambil berbagai jalan yang berbeda. Ketika engkau membawa dirimu pada tempat yang berbeda, dan ketika engkau berjalan tanpa tujuan, maka pikiranmu juga berkeliaran ke berbagai tempat yang berbeda. Hal pertama yang perlu dibuat tenang adalah tubuhmu. Jika engkau memiliki wadah yang diisi dengan air, dan jika wadah itu terus bergerak maka isi di dalam wadah itu juga akan selalu bergoyang. Jadi kita seharusnya tidak menggerakkan tubuh dan anggota tubuh kita tanpa adanya tujuan; hal ini adalah bagian yang sangat mendasar dalam praktik meditasi kita. Kita harus duduk dengan diam dan tubuh juga harus tenang. Mengapa kita meminta orang lain untuk duduk dengan punggung tegak dan duduk diam dalam meditasi? Karena ketika tubuh dalam keadaan tegak dan tenang, maka pikiran di dalam juga akan tenang dan tegak. Hal pertama adalah mengendalikan tubuhmu dengan memastikan bahwa seluruh anggota tubuh adalah tenang. - Divine Discourse, Mar 28, 1975

-BABA

Wednesday, April 8, 2020

Thought for the Day - 8th April 2020 (Wednesday)

Arjuna was the brother-in-law of Krishna; they were great friends too. Krishna undoubtedly had the power to transform in a trice the way-ward mind of his kinsman into an illumined instrument for resolute action. But Krishna did not use any of His powers! He only prescribed the medicine and the regimen; Arjuna had to swallow the drug and follow the regimen himself, in order to be saved. Krishna said, "You are My friend, you are My kinsman, you are now so near to Me that I am now your charioteer, you are also in great distress; I agree that the delusion which has overpowered you must be removed quickly; but your ignorance (ajnana) must fall off through your own efforts, not through some miracle of My design." Truth that is won by one's own struggle with untruth will be lasting treasure; the struggle will strengthen you to treasure the real treasure! 


Arjuna adalah adik ipar dari Krishna; mereka juga adalah teman baik. Krishna tidak diragukan lagi memiliki kekuatan untuk merubah dalam sekejap mata pikiran yang tidak patuh dari para kerabat-Nya menjadi sebuah instrumen yang tercerahkan untuk menjadi tindakan yang pasti. Namun Krishna tidak menggunakan kekuatan-Nya! Krishna hanya menentukan obat dan aturan hidup; Arjuna harus menelan obat itu dan mengikuti aturannya sendiri dalam upaya untuk bisa diselamatkan. Krishna berkata, "Engkau adalah teman-Ku juga, engkau juga adalah kerabat-Ku, engkau begitu dekat dengan-Ku sehingga Aku sekarang menjadi kusirmu, engkau juga dalam keadaan tertekan yang begitu besar; Aku paham bahwa khayalan yang telah menguasaimu harus dihilangkan segera; namun kebodohanmu (ajnana) harus hilang atas usahamu sendiri, dan bukan datang dari kemukjizatan dari kehendak-Ku." Kebenaran yang didapatkan oleh seseorang dengan perjuangannya sendiri terhadap ketidakbenaran akan menjadi harta yang abadi; perjuangan akan menguatkanmu untuk menghargai harta karun yang sejati! - Divine Discourse, Mar 02, 1965

-BABA

Thought for the Day - 7th April 2020 (Tuesday)

Food on the plate, when not consumed by us or given to a hungry person, but kept unused, becomes foul. So too, when our faults and failings are not corrected, either by our own efforts or by heeding the advice of great souls who have succeeded in the cleansing process, imagine what the fate of our lives will be! Like the plate of boiled lentils (dhal) kept for too long, life will stink. People don’t recognise the truth that spiritual, moral, and behavioural values are the very crown-jewels of human achievement. When not in office, people write articles and essays on education or indulge in parrot-talks from platforms. When the same people achieve positions of authority, they practice measures quite contrary to what they spoke earlier. Of course, speeches from platforms are good, but their practice should not be paralysed. Unless this illness of speech without practice is cured, education and real scholarship will not manifest its real worth! 


Makanan ada di atas piring, ketika kita tidak menikmati makanan itu atau diberikan kepada mereka yang kelaparan namun tetap dibiarkan saja maka makanan itu menjadi basi dan busuk. Begitu juga, ketika kesalahan dan kegagalan kita tidak diperbaiki, apakah dengan usaha kita sendiri atau dengan mendengarkan nasehat dari jiwa-jiwa yang suci yang telah berhasil dalam proses pembersihan ini, bayangkan bagaimana nasib hidup kita jadinya! Seperti halnya sepiring dhal rebus yang dibiarkan terlalu lama, hidup yang seperti itu akan menjadi busuk. Manusia tidak mengetahui kebenaran bahwa spiritual, moral, dan tingkah laku yang tidak tercela adalah puncak prestasi dari manusia. Ketika mereka tidak memiliki jabatan apapun, mereka menulis artikel dan risalah tentang Pendidikan atau berbicara seperti burung beo di atas mimbar. Ketika orang yang sama mendapatkan jabatan kekuasaan, mereka melakukan tindakan yang sama sekali bertentangan dengan apa yang mereka katakan sebelumnya. Tentu saja, berbicara di atas mimbar itu baik, namun praktik yang dilakukan seharusnya tidak kosong. Kecuali jika penyakit berbicara tanpa praktik ini disembuhkan, maka Pendidikan dan kesarjanaan yang sesungguhnya tidak akan mewujudkan nilainya yang sejati! - Vidya Vahini, Ch 2

-BABA