Thursday, September 27, 2018

Thought for the Day - 27th September 2018 (Thursday)

The Lord is so full of Grace that He will willingly guide and guard all who surrender to Him. When the battle with Ravana was over, one glance from His merciful eye was enough to revive the monkey hordes and heal their wounds. There were some rakshasas (demons) who had penetrated into the camp in the guise of the monkeys; when they were brought before Rama for summary punishment, Rama smiled and pardoned them, for they had assumed the monkey form so dear to Him; He sent them away, unharmed to the enemy's camp. That was the measure of His mercy. To win that Grace, you must become permeated with dharma so that every act is God-worthy. With the sharp chisel of intellect, shape the mind into a perfect image of the embodiment of dharma (Rama). Then, the rough-hewn idol of humanity that you now are, will shine with the splendour of Divinity itself. That is the task to which you should dedicate yourself today.


Tuhan adalah penuh dengan karunia dimana Tuhan akan berkehendak menuntun dan menjaga semua yang berserah diri kepada-Nya. Pada saat pertempuran dengan Ravana telah selesai, hanya dengan satu pandangan dari mata Beliau yang penuh kasih adalah cukup untuk menghidupkan kembali sekelompok kera dan menyembuhkan luka mereka. Ada beberapa raksasa yang masuk ke dalam kemah dengan menyamar menjadi kera; ketika mereka dibawa dihadapan Rama untuk mendapatkan hukuman, Rama tersenyum dan memaafkan mereka, karena raksasa menganggap bahwa wujud kera begitu disayang oleh Rama; Rama mengirim kembali para raksasa ke kemah musuh tanpa disakiti. Itu adalah ukuran dari belas kasihan-Nya. Untuk bisa mendapatkan rahmat itu, engkau harus menjadi diliputi dengan dharma sehingga setiap perbuatan adalah layak untuk Tuhan. Dengan pahat yang tajam dari kecerdasan, bentuklah pikiran menjadi wujud yang sempurna dari perwujudan dharma (Rama). Kemudian, wujud manusia yang kasar saat sekarang akan bersinar dengan kemuliaan Tuhan sendiri. Itu adalah tugas yang mana engkau seharusnya dedikasikan dirimu hari ini. (Divine Discourse, Jan 11, 1966)

-BABA

Thought for the Day - 26th September 2018 (Wednesday)

Today, desires are growing at an alarming pace. Even if people are about to die in a couple of minutes, they still express some desire or the other! What are these desires? What are you gaining from these? Nothing! On the other hand, if you had no desires, you would be so very peaceful. You may believe it or not, I have no desires within Me. That is why I have no worries. Follow Me! When you too have no desires your heart will be blissful. When desires go down, automatically the mind is turned toward God. Desires only imprison you; they don't set you free as you think. Today, controls are being exercised on everything except the mind and desires. It is the desires that must first be controlled. This will give you a great deal of peace. You will be surprised to see so much peace in yourself. Peace is natural to you and will arise on its own, once desires are controlled.


Hari ini, keinginan berkembang dengan kecepatan yang mengerikan. Bahkan jika manusia akan meninggal dalam waktu beberapa menit, mereka masih mengungkapkan beberapa keinginan atau yang lainnya! Apa saja keinginan ini? Apa yang engkau dapatkan dari keinginan ini? Tidak ada sama sekali! Sebaliknya, jika engkau tidak memiliki keinginan maka engkau menjadi sangat damai. Engkau mungkin mempercayainya atau tidak, Aku tidak memiliki keinginan di dalam diri-Ku. Itulah sebabnya mengapa Aku tidak memiliki kecemasan. Ikuti Aku! Ketika engkau juga tidak memiliki keinginan maka hatimu akan dalam keadaan bahagia. Ketika keinginan berkurang, secara otomatis pikiran akan mengarah kepada Tuhan. Keinginan hanya memenjarakanmu; keinginan itu tidak membuatmu bebas seperti yang engkau kira. Hari ini, pengendalian dilatih pada segala sesuatu kecuali pada pikiran dan keinginan. Adalah keinginan yang pertama harus dikendalikan. Ini akan memberikanmu kedamaian yang mendalam. engkau akan terkejut merasakan begitu besar kedamaian di dalam dirimu. Kedamaian adalah alami bagimu dan akan berkembang dengan caranya sendiri saat keinginan dikendalikan. (Divine Discourse, May 24, 2002)

-BABA

Thought for the Day - 25th September 2018 (Tuesday)

Devotion is referred to as upasana, which means dwelling near, feeling the Presence, or sharing the sweetness of Divinity. The yearning for upasana prompts you to go on pilgrimages, to construct and renovate temples, and to consecrate images. All this is karma of a high order; they lead to spiritual wisdom. First, start with the idea, “I am in the Light.” Then the feeling, “The light is in me,” becomes established, leading to the conviction, “I am the Light.” That is supreme wisdom. A dog caught in a room of mirrors sees all its myriad reflections as not itself but as rivals, competitors, and other dogs that must be barked at. So it tires itself out by jumping on these reflections, and when the images also jump, it becomes mad with fury. A wise person, however, sees oneself everywhere and is at peace, even happy that there are so many reflections all around. That is the attitude you must learn to possess, that will save you from needless bother.


Bhakti disebut sebagai upasana, yang berarti berada dekat, merasakan kehadirannya, atau berbagi rasa manis keilahian. Kerinduan akan upasana mendorongmu untuk pergi untuk perziarahan, membangun dan memperbaiki tempat suci, dan menyucikan wujud Tuhan. Semuanya hal ini adalah karma dari tatanan yang lebih tinggi yang menuntun pada kebijaksanaan spiritual. Pertama, mulai dengan pikiran, “aku ada di dalam cahaya.” Kemudian perasaan, “cahaya di dalam diriku,” menjadi terwujud, mengarah pada keyakinan, “aku adalah cahaya.” Itu adalah kebijaksanaan yang tertinggi. Seekor anjing terperangkap dalam ruangan penuh dengan cermin dan melihat semua bayangannya yang banyak bukan dirinya sendiri namun sebagai saingan, maka semua bayangan anjing itu harus digonggong. Jadi, anjing itu membuat dirinya lelah dengan melompat terus pada bayangannya tersebut, dan ketika bayangan itu juga melompat, anjing itu menjadi benar-benar marah. Seorang yang bijak, bagaimanapun juga melihat kesatuan dimanapun juga dan merasakan kedamaian, bahkan tetap senang walaupun ada begitu banyak pantulan di sekitarnya. Itu adalah sikap yang harus engkau pelajari untuk berproses, bahwa hal itu akan menyelamatkanmu dari kesulitan yang tidak perlu.  (Divine Discourse, Jul 7, 1963)

-BABA

Thought for the Day - 24th September 2018 (Monday)

You are born in this vast universe. You are living in this wide world. So, you should have broad feelings. Man, living in this vast world, should not have narrow feelings. It is wrong to find faults in others. There may be faults in them. But do not see their faults, see their good qualities. Then the entire universe becomes one family. This is the spirit of ‘brotherhood of man and fatherhood of God’. Such feelings promote universal brotherhood. Mamai Vamso Jeevaloke Jeevabhuta Sanatana (the eternal Atma in all beings is a part of My Being). The Divine is the source of the entire creation. He is the creation, the Creator and the director of the universe. Divinity is invisible. It cannot be understood. Recognise that you all are the reflections of the Divine. Then you will not hate anyone or feel jealous of anyone; you will be free from egotism.


Engkau lahir di dunia yang sangat luas ini. Engkau hidup di dunia yang luas ini. Jadi, engkau seharusnya memiliki perasaan yang luas juga. Manusia hidup di dunia yang begitu luas seharusnya tidak memiliki perasaan yang sempit. Adalah salah mencari kesalahan dalam diri orang lain. Mungkin ada kesalahan dalam diri orang lain. Namun jangan lihat kesalahan mereka, lihat kebaikan mereka. Kemudian seluruh alam semesta menjadi satu keluarga. Ini adalah semangat dari ‘persaudaraan manusia dan keyakinan pada Tuhan’. Perasaan seperti itu meningkatkan persaudaraan yang bersifat universal. Mamai Vamso Jeevaloke Jeevabhuta Sanatana (Atma yang kekal dalam semua makhluk adalah bagian dari diri-Ku). Tuhan adalah sumber dari seluruh ciptaan. Tuhan adalah ciptaan, sang pencipta, dan sutradara dari alam semesta. Keilahian adalah tidak terlihat dan tidak bisa dipahami. Sadarilah bahwa engkau semuanya adalah pantulan dan keilahian. Kemudian engkau tidak akan membenci siapapun juga atau merasa iri hati pada siapapun juga; engkau akan bebas dari egoisme. (Divine Discourse, Mar 5, 2000)

-BABA

Thought for the Day - 23rd September 2018 (Sunday)

When you touch a hot iron ball, you say that your hand is singed by it. But it is not the ball that burnt your hand. The fire present within the ball scorched your hand. The world, like the iron ball, is not the cause either for the pain or the pleasure you experience. You wail over your sufferings and difficulties only because you do not recognise the Divine power present within you! Sunlight illuminates the entire world and helps the people to carry out their tasks. But Sun has nothing to do with the pleasure and pain of human beings. Hence, the problems you face are related only to your senses and your mind; your consciousness has nothing to do with them. The innumerable worldly affairs you indulge in can give you ephemeral pleasures and never true, everlasting bliss. Develop your inner vision. To experience real joy, purify your feelings and cultivate unwavering and selfless intellect.


Ketika engkau menyentuh sebuah bola besi panas, engkau berkata bahwa tanganmu dibakar oleh bola besi itu. Namun bukan bola besi itu yang membakar tanganmu. Api yang ada di dalam bola besi itu menghanguskan tanganmu. Dunia adalah seperti bola besi, dimana dunia bukan penyebab dari rasa sakit atau kesenangan yang engkau alami. Engkau meratap dengan keras atas penderitaan dan kesulitanmu hanya karena engkau tidak menyadari kekuatan Tuhan yang ada di dalam dirimu! Cahaya mentari menerangi seluruh dunia dan membantu manusia untuk menjalankan tugasnya. Namun matahari tidak ada hubungannya dengan kesenangan dan kepedihan dari manusia. Oleh karena itu, masalah yang engkau hadapi hanya terkait dengan indria dan pikiranmu saja; kesadaranmu tidak ada hubungan dengan hal ini. Urusan duniawi yang tidak terhitung jumlahnya yang engkau ikuti dapat memberikanmu kesenangan yang sementara dan tidak pernah pada kebahagiaan yang sesungguhnya. Kembangkan pandangan batinmu. Untuk mengalami suka cita yang sejati, sucikan perasaanmu dan tingkatkan kecerdasan yang mantap serta tidak mementingkan diri sendiri. (Divine Discourse, Mar 5, 2000)

-BABA

Thought for the Day - 22nd September 2018 (Saturday)

We need not set out to search for God. Wherever there is truth, God appears. Where Narayana appears, His consort Lakshmi, the goddess of plenty and prosperity, also appears. Hence if you want wealth, you have to take the first step! When you succeed in installing Lord Narayana in your heart, goddess Lakshmi follows her Master into your heart. There is plenty of grace that God can give you. But it is at a depth! Some effort is required to obtain it. If you need to fetch water from a well, you need to tie a rope to a bucket, lower it into the well, and draw the water out. You are neither tying the rope to the bucket nor lowering the bucket into the well, so water is therefore not reaching you. The rope to use is that of devotion. This rope must be tied to the vessel of your heart and lowered into the well of God's grace. What you receive from the well, when the water is drawn out, is the water of pure bliss.


Kita tidak perlu pergi untuk mencari Tuhan. Dimanapun ada kebenaran maka Tuhan muncul. Dimana Narayana muncul, maka permaisuri-Nya yaitu Dewi Lakshmi yaitu Dewi kesejahteraan juga akan muncul. Oleh karena itu jika engkau menginginkan kekayaan, engkau harus mengambil langkah pertama! Ketika engkau berhasil menaruh Narayana di dalam hatimu, maka Dewi Lakshmi mengikuti junjungan-Nya di dalam hatimu. Ada begitu banyak karunia yang Tuhan dapat berikan kepadamu. Namun itu ada di kedalaman! Beberapa usaha diperlukan untuk mendapatkannya. Jika engkau butuh air dari dalam sumur maka engkau perlu untuk mengikat tali pada ember dan menurunkannya pada sumur, selanjutnya menimba air ke atas. Jika engkau tidak mengikat tali ke ember dan juga tidak menurunkan ember ke dalam sumur maka engkau tidak akan mendapatkan airnya. Tali yang digunakan adalah bhakti. Tali harus diikatkan pada ember dari hatimu dan menurunkannya pada sumur rahmat Tuhan. Apa yang engkau terima dari sumur, ketika air ditimba ke atas adalah air dari kebahagiaan yang murni. (Divine Discourse, May 24, 2002)

-BABA

Sunday, September 23, 2018

Thought for the Day - 21st September 2018 (Friday)

The intellect, subconscious mind, and heart (buddhi, chitta, and hridayam) — these are the three centres in the individual where spiritual wisdom, action, and devotion (jnana, karma, and bhakti) reside. Do karma (action) that is approved by the higher wisdom, not karma that is born of ignorance. Then, all karma will be auspicious, beneficial, and blessed. Do karma based on the spiritual wisdom that all is One. Let karma be suffused with devotion, humility, love, compassion, and nonviolence. If devotion is not filled with spiritual wisdom, it will be as light as a balloon, which drifts along any current of air or gust of wind. Mere wisdom will make the heart dry; devotion makes it soft with sympathy, and karma gives the hands something to do, something that will sanctify every one of the minutes that have fallen to your lot to live here.


Kecerdasan, pikiran bawah sadar, dan hati (buddhi, chitta, dan hridayam) — ketiga bagian ini adalah pusat dalam individu dimana kebijaksanaan spiritual, perbuatan, dan bhakti (jnana, karma, dan bhakti) berada. Jalankan perbuatan (karma) yang telah disetujui oleh kebijaksanaan yang lebih tinggi, dan bukan karma yang lahir dari kebodohan. Kemudian, semua karma akan menjadi suci, memberikan faedah dan diberkati. Jalankan karma berdasarkan pada kebijaksanaan spiritual bahwa semuanya adalah Satu. Biarkan karma diliputi dengan bhakti, kerendahan hati, kasih, welas asih, dan tanpa kekerasan. Jika bhakti tidak diisi dengan kebijaksanaan spiritual, maka bhakti akan ringan seperti halnya balon udara, yang melayang oleh hembusan angin. Kebijaksanaan saja akan membuat hati menjadi kering; bhakti membuatnya menjadi lembut dengan kualitas simpati, dan karma memberikan tangan untuk melakukan sesuatu, sesuatu yang akan menyucikan masing-masing dari menit yang engkau miliki untuk hidup disini. (Divine Discourse, Jul 7, 1963)

-BABA

Thought for the Day - 20th September 2018 (Thursday)

The story of Rukmini Kalyana (marriage of Rukmini to Lord Krishna) is the story of the union of Purusha (the Supreme Spirit) with Prakriti (creation, the objective world) itself. Rukmini is the individual self (jiva), and Krishna is the Supreme Self (Paramatma). She suffers from the rules and restrictions imposed by the objective world; egoism is her brother, worldliness is her father. But on account of her good conduct, her mind rested on God. Her prayers, repentance, yearning, and steadfastness were amply rewarded. The parents, brother and all the relatives objected, but an individual is born to work out their destiny, not to act a role in someone else’s drama. One is born to serve out one’s sentence; when the sentence ends, one is free. You shall not remain in prison on the pretext that a dear comrade is still in! Just think of this fact: Rukmini had not met Krishna before; there was no preliminary wooing. The soul yearned, and it won.


Kisah dari Rukmini Kalyana (pernikahan Rukmini dengan Sri Krishna) adalah kisah persatuan antara Purusha (Spirit yang tertinggi) dengan Prakriti (ciptaan, dunia objektif) itu sendiri. Rukmini adalah jiwa dalam setiap individu (Atma), dan Krishna adalah Jati diri yang tertinggi (Paramatma). Rukmini menderita dari aturan dan pembatasan yang ditentukan oleh dunia ini; egoisme dari kakaknya, keduniawian dari ayahnya. Namun oleh karena tingkah lakunya yang baik, pikirannya terpatri pada Tuhan. Doa, penyesalan, kerinduan, dan ketabahannya diberkati dengan berkah yang melimpah. Orang tua, saudara, dan semua kerabat merasa keberatan, namun seorang individu lahir untuk menentukan nasib mereka sendiri, dan bukan untuk memainkan drama orang lain. Seseorang dilahirkan untuk menjalani hukumannya; ketika hukuman itu telah berakhir maka orang itu bebas. Engkau tidak akan ada di penjara lagi dengan alasan bahwa sahabat yang dikasihi masih ada di dalam! Hanya pikirkan tentang kenyataan ini: Rukmini belum pernah bertemu Krishna sebelumnya; tidak ada rayuan terlebih dahulu. Jiwa rindu dan itu didapatkan. (Divine Discourse, Oct 28, 1963)

-BABA

Thought for the Day - 19th September 2018 (Wednesday)

Now your mind flutters about and squats on all and sundry objects in the Universe. It refuses to stay only on one idea - God. Like the fly that sits on fair and foul, and denies itself the pleasure of sitting on a hot cinder, your mind too flees from all thoughts of God. The fly will be destroyed when it sits on fire. Your mind too will be destroyed when it dwells on God. The mind is but a pattern of desire woven with the warp and woof of the same material. When Rama (the Lord) enters the mind, kama (desire) has no place therein. Desire ceases, when God seizes the mind. In fact, since desire is the very stuff of which the mind is made, the mind becomes nonexistent and you are free. This stage is called, mano-nigraha, mano-laya or mano-nashana - the death of the mind, the merging of the mind or the killing of the mind.


Sekarang pikiranmu melayang dengan cepat dan hinggap pada semua serta berbagai jenis objek di alam ini. Pikiran menolak untuk diam hanya pada satu ide saja yaitu Tuhan. Seperti halnya lalat yang hinggap dengan berbagai cara, dan menyangkal dirinya akan kesenangan hinggap di atas bara api yang panas, pikiranmu juga menjauh dari semua pikiran tentang Tuhan. Lalat akan dihancurkan ketika hinggap di atas api. Pikiranmu juga akan dihancurkan ketika selalu memikirkan Tuhan. Pikiran hanyalah pola dari keinginan yang ditenun dengan struktur dasar dari bahan yang sama. Ketika Sri Rama (Tuhan) memasuki pikiran, kama (keinginan) tidak memiliki tempat di sana. Keinginan berhenti ketika Tuhan menguasai pikiran. Sesungguhnya, karena keinginan adalah bahan yang menyusun pikiran, pikiran menjadi kosong, dan engkau menjadi bebas. Tahapan ini disebut dengan, mano-nigraha, mano-laya, atau mano-nashana – kematian dari pikiran, penyatuan pikiran atau membunuh pikiran (Divine Discourse, Sep 26, 1965)

-BABA

Tuesday, September 18, 2018

Thought for the Day - 18th September 2018 (Tuesday)

The greatest wonder is that nobody knows or struggles to know themselves, but everyone spends a lifetime knowing about others. Your Self is subtler than water, air, and space. The Self must operate through the eye, so that you may see; it must move into the hand, so that it may hold; it must suffuse the feet, so that you may walk. The senses are inert materials; the ‘I’ must operate so that they may function. That “I” is Brahman, mistaken to be separate! The space in a pot and the space in a monastery are identical with the vast space in the sky above; only the disguises in the form of the pot and monastery keep up the illusion of separateness. The senses are the villains. They instill the delusion that you are the body. Curb them as the bull is curbed by the nose ring, the horse by the bit in the mouth, and the elephant by the goad.


Keheranan yang paling besar adalah bahwa tidak ada seorangpun mengetahui atau berusaha untuk mengetahui diri mereka sendiri, namun setiap orang menghabiskan waktu hidup untuk mengetahui orang lain. Dirimu yang sejati adalah lebih halus daripada air, udara, dan ruang. Diri sejati harus bekerja melalui mata, sehingga engkau bisa melihat; dan juga harus bergerak pada tangan, sehingga tangan bisa memegang; dan harus meliputi kaki, sehingga engkau dapat berjalan. Indria bersifat tidak berdaya; jadi ‘Aku yang sejati’ harus bekerja sehingga indria tersebut dapat berfungsi. “Aku yang sejati” itu adalah Brahman, kekeliruan menjadi terpisah! Ruang yang ada di dalam periuk dan ruang yang ada di dalam biara adalah sama dengan ruang yang luas di langit di atas; hanya penyamaran dalam bentuk periuk dan biara membuat khayalan akan keterpisahan. Indria adalah penjahat. Indria menanamkan khayalan bahwa engkau adalah tubuh. Kendalikan indria seperti halnya kerbau yang dikendalikan dengan cincin di hidung, kuda dikendalikan dengan kekang di mulut, dan gajah dengan tongkat. (Divine Discourse, 26-Oct-1963)

-BABA

Thought for the Day - 17th September 2018 (Monday)

If we invite some great person, such as a saint or a learned one to our house, some preparations will have to be made at home, to make it presentable. We have to clean the house and the surroundings before the guest arrives. In the same way, if we invite a minister or governor to our village, we would clean the road, decorate the path and keep everything fit and proper for receiving the eminent visitor. If we take so much care and precaution when we invite a person who has only a temporary position, how much more clean should we keep our heart when we invite the very Creator and Protector of the world Himself to enter! It is only when we purify our heart that God will be able to enter it. Krishna said to Arjuna, “You are taking Me as the charioteer of your chariot. Take Me as the charioteer of your life. Think how clean and how grand your heart should be to make it a seat for Me if I become the charioteer of your heart.”


Jika kita mengundang beberapa orang yang hebat, seperti orang suci atau cendekiawan ke rumah kita maka beberapa persiapan akan dilakukan di dalam rumah agar kelihatan rapi. Kita harus membersihkan rumah dan sekitarnya sebelum tamu datang. Sama halnya, jika kita mengundang seorang menteri atau gubernur datang ke desa kita, maka kita akan membersihkan jalan, menghias jalan dan menjaga segala sesuatunya tepat dan layak untuk menerima tamu yang terkenal. Jika kita memberikan perhatian yang begitu besar dan berjaga-jaga ketika kita mengundang seseorang yang hanya memiliki jabatan sementara, betapa besar kebersihan yang harus kita buat di dalam hati kita ketika kita mengundang sang pencipta dan pelindung dari dunia ini sendiri untuk masuk! Hanya ketika kita menyucikan hati kita maka Tuhan akan bisa memasuki hati kita. Sri Krishna berkata kepada Arjuna, “Engkau sedang meminta-Ku sebagai kusir keretamu. Jadikan Aku sebagai kusir dalam hidupmu. Pikirkan seberapa bersih dan agung hatimu untuk menjadikannya sebagai tempat duduk-Ku jika Aku menjadi kusir dari hatimu.” (Divine Discourse, Sep 12, 1984)

-BABA

Thought for the Day - 16th September 2018 (Sunday)

Lead life in the world as a compulsory duty imposed on you, like you are serving sentence in prison for crimes from previous births. The superintendent assigns various duties — cooking, cleaning, chopping wood, etc. You must do work assigned to the best of your ability, without any expectation of reward. If you behave well, cause no trouble, and do assigned duties without demur, then your sentence may be ended sooner and you would be released with a good conduct certificate. This attitude will help you practice selfless action without expecting rewards (nishkama karma), which is very valuable to curb your senses. When Pandavas were affected by mental anxieties, Dharmaraja prayed to Krishna. Krishna spent time comforting them, and when He was departing, Krishna gave Dharmaraja one line, which he was to remember whenever he was affected by joy or grief. It was: “This will not last (Eppudu undadu).” That is one powerful method by which mental agitations can be calmed.


Jalani hidup di dunia sebagai sebuah kewajiban yang diwajibkan padamu, seperti halnya engkau sedang menjalani hukuman penjara karena kejahatan dari kelahiran-kelahiran sebelumnya. Pengawas penjara memberikan berbagai jenis tugas — memasak, membersihkan, memotong kayu, dsb. Engkau harus melakukan pekerjaan yang diberikan dengan kemampuanmu yang terbaik, tanpa adanya pengharapan atau penghargaan apapun juga. Jika engkau bertingkah laku baik, tidak menyebabkan masalah apapun, dan menjalankan kewajiban tanpa keberatan, kemudian hukumanmu mungkin akan berakhir dengan cepat dan engkau akan dibebaskan dengan sertifikat bertingkah laku baik. Sikap ini akan membantumu menjalankan perbuatan tanpa mengharapkan penghargaan atau imbalan (nishkama karma), yang mana adalah sangat bernilai untuk mengendalikan indriamu. Ketika para Pandava diliputi dengan kecemasan batin, Dharmaraja berdoa kepada Sri Krishna. Krishna menghabiskan waktu untuk menghibur mereka dan ketika Sri Krishna akan pergi, Krishna memberikan Dharmaraja satu baris yang harus diingat kapanpun dia diliputi oleh suka atau duka cita. Bunyi satu baris itu adalah: “Hal ini tidak akan bertahan lama (Eppudu undadu).” Itu adalah satu metode yang sangat ampuh dimana pergolakan batin dalam ditenangkan. (Divine Discourse, Oct 26, 1963)

-BABA

Thought for the Day - 15th September 2018 (Saturday)

The Lord has endowed you with body, and so every limb and every sense is worthy of reverent attention. Each must be used for His Glory. The ear must exult when it gets a chance to hear the wonderful tales of God. The tongue must relish when it can praise Him. Or else, your tongue is as ineffective as frogs which croak day and night, sitting on the marshy bank. The human body has been given to you for a grand purpose - realising the Lord within. If you have a fully equipped car in good running condition, would you keep it in the garage? The car is primarily for going on a journey - get into it and go. Only then is it worthwhile to own it. So too with the body. Proceed, go forward to the goal. Learn how to use the faculties of the body, the senses, the intellect, and the mind for achieving the goal and march on.


Tuhan telah memberkatimu dengan tubuh dan dengan setiap organnya dan setiap indria adalah layak mendapat perhatian yang penuh hormat. Setiap bagian tubuh harus digunakan untuk kemuliaan Tuhan. Telinga harus bersuka ria ketika mendapatkan kesempatan untuk mendengarkan kisah-kisah Tuhan yang berharga. Lidah harus senang ketika lidah dapat memuji Tuhan. Kalau tidak, lidahmu tidak se-efektif katak yang bersuara siang dan malam, duduk di tepi rawa. Tubuh manusia telah diberikan kepadamu untuk tujuan yang besar yaitu menyadari Tuhan di dalam diri. Jika engkau memiliki sebuah mobil yang lengkap dan dalam keadaan bagus untuk dikemudikan, akankah engkau menyimpannya di dalam garasi? Mobil tujuan utamanya adalah melakukan perjalanan – masuklah ke dalam mobil dan bawa pergi. Hanya dengan demikian maka memiliki faedah bagi pemiliknya. Begitu juga dengan tubuh. Bergerak, tetap maju untuk meraih tujuan. Belajarlah bagaimana cara untuk menggunakan organ-organ tubuh, indria, kecerdasan, dan pikiran dalam mencapai tujuan dan tetap melangkah maju. (Divine Discourse, Feb 18, 1966)

-BABA

Friday, September 14, 2018

Thought for the Day - 14th September 2018 (Friday)

You must live in the constant thought of God as well as another fact - death. The body is the car in which you are riding fast to your destination. If you are not careful with your driving, you may encounter death in an accident - some lorry can cause it! Hence, never forget these two facts: (1) Death is a sure event in the journey of life (2) Your time is running out with every passing moment. When you remember these, you will never be tempted to waste time in idle talk or vain pursuits or wanton mischief or vulgar entertainment. Travel in the car carefully, slowly, with due regard to others needs on the road. Do not greedily try to overtake others or compete in speed; know the limitations of your vehicle and the road! Then you will not meet with any accident. Your journey will be a happy experience for you as well as for everyone around you!


Engkau harus hidup dalam pikiran yang terus menerus pada Tuhan sama halnya dengan fakta yang lainnya yaitu kematian. Tubuh adalah mobil dimana engkau mengemudikan dengan cepat menuju tujuanmu. Jika engkau tidak hati-hati dengan mobilmu, engkau bisa menemui kematian dalam kecelakaan – beberapa truk bisa menjadi penyebabnya! Oleh karena itu, jangan pernah melupakan dua fakta ini: (1) Kematian adalah hal yang pasti dalam perjalanan hidup (2) Waktumu mulai habis dengan setiap moment yang lewat. Ketika engkau mengingat kedua hal ini, engkau tidak akan pernah tergoda untuk menyia-nyiakan waktu dalam pembicaraan tidak bermakna atau pengejaran yang sia-sia atau kejahatan yang sembarangan atau hiburan yang bersifat vulgar. Perjalanan di dalam mobil harus hati-hati, secara perlahan, dengan memperhatikan kebutuhan yang lain di jalan. Jangan dengan tamak mencoba untuk menyusul yang lain atau kebut-kebutan; ketahuilah batasan dari kendaraanmu dan batasan jalan! Kemudian engkau tidak akan mendapatkan kecelakaan. Perjalananmu akan menjadi pengalaman yang menyenangkan bagimu dan juga bagi setiap orang di sekitarmu! (Divine Discourse, Oct 26, 1963)

-BABA

Thursday, September 13, 2018

Thought for the Day - 13th September 2018 (Thursday)

The name ‘Vi-nayaka’ means that He is a master of Himself. He has no master above Him, He does not depend on anyone. Vinayaka is also called ‘Vighneswara’. Easwara means one who is endowed with every conceivable form of wealth: riches, knowledge, health, bliss, beauty, wisdom, etc. Vighneswara confers all these forms of wealth on those who worship Him and removes all obstacles to their enjoyment. As everyone in the world desires wealth and prosperity, everyone offers the first place for worship to Vigneswara. Thus Vinayaka is described as ‘Pratama Vandana’ (the deity who should be worshipped first). Vinayaka also removes all bad qualities, instils good tendencies and confers peace on the devotee who meditates on Him. It is only when the inner meanings of various aspects relating to the Divine are understood that worship can be offered to the Divine meaningfully.


Nama dari ‘Vi-nayaka’ berarti bahwa Ganesha adalah master dari diri-Nya sendiri. Ganesha tidak memiliki master di atas diri-Nya, Ganesha tidak tergantung pada siapapun juga. Vinayaka juga disebut dengan ‘Vighneswara’. Easwara berarti seseorang yang diberkati dengan setiap bentuk dari kekayaan yang dapat dipikirkan yaitu kekayaan berupa harta, pengetahuan, kebahagiaan, kecantikan, kebijaksanaan, dsb. Vighneswara memberkati semua bentuk kekayaan ini pada mereka yang memuja-Nya dan menghilangkan semua halangan untuk kesenangan mereka. Karena setiap orang di dunia menginginkan kekayaan dan kesejahteraan, maka setiap orang mempersembahkan pemujaan pertama untuk Vigneswara. Jadi Vinayaka adalah dijelaskan sebagai ‘Pratama Vandana’ (Tuhan yang seharusnya dipuja pertama). Vinayaka juga menghilangkan semua sifat-sifat buruk, menanamkan kecenderungan baik dan menganugerahkan kedamaian pada bhakta yang memusatkan pikiran pada-Nya. Hanya ketika makna yang ada di dalam setiap aspek terkait dengan Tuhan dimengerti maka pemujaan dapat dipersembahkan kepada Tuhan dengan penuh makna. (Divine Discourse, Sep 12, 1991)

-BABA

Wednesday, September 12, 2018

Thought for the Day - 12th September 2018 (Wednesday)

You can sail safe on the sea of worldly life (Samsara) if there are no leaks in the boat; but through the leaks of lust, anger, greed, delusion, pride and envy (kama, krodha, lobha, moha, mada, matsarya), the waters of worldliness will enter your boat and sink it, drowning you beyond redemption. To not allow water into the boat, fix all leaks. Then, you need not fear! You can benefit from all the chances Samsara gives to train the senses, widen your affection, deepen your experiences, and strengthen detachment. Do not fall in love with the world so much that your false attachment brings you back into this delusive amalgam of joy and grief. Unless you stand back a little, away from entanglement with the world, knowing that it is all a play whose director is God, you are in danger of being too closely involved. Use the world as a training ground for sacrifice, service, expansion of heart, and cleansing of emotions.


Engkau dapat berlayar selamat di lautan kehidupan duniawi (samsara) jika tidak ada kebocoran di dalam perahu; karena kebocoran berupa nafsu, amarah, tamak, khayalan, dan iri hati (kama, krodha, lobha, moha, mada, matsarya), air duniawi akan memasuki perahumu dan menenggelamkannya dan sulit diselamatkan. Jangan ijinkan air memasuki perahumu, perbaiki semua kebocoran yang ada. Kemudian, engkau tidak perlu cemas dan takut! Engkau mendapatkan keuntungan dari semua kesempatan yang diberikan dalam kehidupan duniawi untuk melatih indriamu, memperluas welas asihmu, memperdalam pengalamanmu, dan memperkuat tanpa keterikatan. Jangan jatuh cinta dengan dunia begitu kuat dimana keterikatanmu yang salah membawamu kembali ke dalam campuran khayalan dari suka dan duka cita. Hanya ketika engkau mundur sedikit saja jauh dari keterikatan dengan dunia, mengetahui bahwa itu semuanya adalah sebuah permainan dimana sutradaranya adalah Tuhan, engkau ada di dalam bahaya saat berada terlalu dekat terlibat di dalamnya. Gunakan dunia sebagai sebuah lapangan latihan untuk pengorbanan, pelayanan, memperluas hati, dan membersihkan emosi. (Divine Discourse, Mar 28, 1967)

-BABA

Tuesday, September 11, 2018

Thought for the Day - 11th September 2018 (Tuesday)

When you sing bhajans, dwell also on the meanings of the songs, and the message of each Name and Form of the God you sing. For example, when you sing ‘Rama’, the name should evoke in you the righteousness (Dharma) He embodied and demonstrated. When you sing of ‘Radha’, the greatest of the Gopis, the name should evoke in you the supramental and super-worldly love she had for Lord Krishna. When you call out to ‘Shiva’, the name should evoke the supreme sacrifice of the drinking of the halahala poison to save the world and sustain goodness in the Universe, and the cool Grace heightened by the cascading of Ganges and the moonlight from the crescent. Thus, know the purpose of Bhajana or Namasmarana and devote yourself wholeheartedly to it; derive the maximum benefit from the years allotted to you. Do not waste time singing bhajans as a routine, purposelessly; instead let every moment of your life be a true adoration!


Ketika engkau melantunkan bhajan, maknai juga arti dari lagu itu dan pesan dari setiap nama dan wujud Tuhan yang engkau lantunkan. Sebagai contoh, ketika engkau melantunkan nama ‘Rama’, nama itu seharusnya membangkitkanmu dalam menjalankan kebajikan (Dharma) yang Sri Rama wujudkan dan tunjukkan. Ketika engkau melantunkan nama ‘Radha’, yang terhebat dari para Gopi, maka nama ini seharusnya membangkitkanmu dalam cinta kasih yang melampaui pikiran biasa dan duniawi yang dia miliki untuk Sri Krishna. Ketika engkau melantunkan nama ‘Shiva’, nama itu juga seharusnya membangkitkan pengorbanan yang tertinggi dengan meminum racun halahala untuk menyelamatkan dunia dan menjaga kebaikan di dalam semesta, dan karunia yang menyejukkan dikuatkan dengan aliran Gangga dan cahaya rembulan dari bulan sabit. Jadi, ketahuilah tujuan dari Bhajana atau Namasmarana dan persembahkan dirimu sendiri sepenuhnya dalam hal ini; dapatkan keuntungan yang maksimal dari tahun-tahun yang diperuntukkan untukmu. Jangan menyia-nyiakan waktu dengan melantunkan bhajan sebagai rutinitas belaka, tanpa tujuan; sebaliknya biarkan setiap moment dalam hidupmu menjadi sebuah pemujaan yang sejati!
(Divine Discourse, Mar 28, 1967)

-BABA

Thought for the Day - 10th September 2018 (Monday)

When the tree of life sends its roots into the eternal Atmic reality which is the unchanging, eternal, universal and the immanent entity of which the individual is but a spark, it will flourish grandly, yielding fragrant blossoms of loving service, and sweet and nourishing fruits of joy to all; the sweetness of virtue will render every bite and chew delightful. This does not mean that you have to renounce hearth and home and flee to solitude or the forest. There is no guarantee that the hearth and home will not follow you into the silence and solitude of the forest; for, if your mind clings to worldly desires, you cannot escape them by simply putting some distance between you and them. You may be in the jungle, but your mind may wander in the marketplace. Similarly you may be in the marketplace, but by Sadhana (spiritual practices) you can still secure a patch of peace in the heart in the midst of the busiest thoroughfare.


Ketika pohon kehidupan menjulurkan akarnya pada kenyataan Atma yang sejati yang bersifat tidak berubah, kekal, universal dan imanen yang tetap ada dimana individu hanyalah sebuah percikan, yang akan berkembang dengan megah, menghasilkan bunga yang harum dari pelayanan yang penuh kasih, dan buah suka cita yang manis serta bergizi bagi semuanya; rasa manis dari kebajikan akan memberikan setiap gigitan dan kunyahan menjadi menyenangkan. Ini tidak berarti bahwa engkau harus meninggalkan kehidupan keluarga dan pergi dalam pengasingan atau ke dalam hutan. Tidak ada jaminan bahwa kehidupan keluarga tidak akan membawamu pada keheningan dan kesunyian dari hutan; karena, jika pikiranmu melekat pada keinginan duniawi, engkau tidak akan bisa lepas dari semuanya itu dengan mudah hanya dengan memberikan jarak antara dirimu dengannya. Engkau mungkin ada di dalam hutan, namun pikiranmu mungkin berkeliaran di pasar. Sama halnya engkau mungkin ada di pasar, namun dengan latihan spiritual (Sadhana) engkau masih dapat memastikan potongan kedamaian di dalam hati di tengah-tengah jalan yang paling sibuk. (Divine Discourse, Mar 28, 1967)

-BABA

Sunday, September 9, 2018

Thought for the Day - 9th September 2018 (Sunday)

The human birth is precious. Sanctify it by leading righteous lives. Do not fritter it away. Whatever you practise any spiritual discipline or not, cultivate love for all. Offer that love as a divine offering to all. Only through love can world unity be promoted. It is because of the absence of love that all kinds of differences arise. Love is God. Live in Love. Make this the ruling principle of your life. Be considerate to everyone. Embodiments of Divine Love! Remember always that God permeates everything in the cosmos. Everything you experience is Divine. Everything you see is Divine. What you eat is Divine. The air you breathe is Divine. You cannot see the air, nor can you grasp it. Likewise you cannot grasp God. The eyes cannot see Him. He can only be experienced in the heart. He is beyond the mind.


Kelahiran sebagai manusia adalah berharga. Sucikan kelahiran ini dengan menjalani hidup yang benar. Jangan menyia-nyiakannya. Apakah engkau menjalankan salah satu disiplin spiritual atau tidak, tingkatkan kasih bagi semuanya. Persembahkan kasih itu sebagai persembahan kepada Tuhan untuk semuanya. Hanya dengan kasih maka persatuan dunia dapat ditingkatkan. Adalah karena tidak adanya kasih maka berbagai jenis perbedaaan menjadi muncul. Kasih adalah Tuhan. Hiduplah dalam kasih. Buatlah hal ini menjadi prinsip yang mengatur hidupmu.  Berbaik budilah kepada setiap orang. Perwujudan kasih Tuhan! ingatlah selalu bahwa Tuhan meresapi semuanya dalam kosmos ini. Segala sesuatu yang engkau alami adalah ilahi. Segala sesuatu yang engkau lihat adalah ilahi. Apa yang engkau makan adalah ilahi. Udara yang engkau hirup adalah ilahi. Engkau tidak dapat melihat udara, dan tidak juga menggenggamnya. Sama halnya engkau tidak bisa menggenggam Tuhan. Mata tidak bisa melihat-Nya. Tuhan hanya bisa dialami di dalam hati. Tuhan melampaui pikiran. (Divine Discourse, Mar 24, 1989)

-BABA

Thought for the Day - 8th September 2018 (Saturday)

The Lord does not insist on all following one path and accepting one discipline. There are many doors to His mansion. The main entrance is, however, moha-kshaya (overcoming attachment). This is what Krishna exhorted Arjuna to achieve. Arjuna lost heart and allowed the bow to slip from his hand, because he was overwhelmed by delusion. Krishna demonstrated to him that the kinsmen whom he dreaded to kill, his teachers and all those whom he loved and hated, were all instruments of His will, puppets pulled by His Hand. This destroyed his attachment and he resumed his task, without any attachment to the consequences. That made Arjuna the recipient of the greatest lesson in history. This lesson is valuable for the theist as well as the atheist, for both have attachment to the consequences of their tasks, an attachment which will colour their eagerness and double the distress when disappointed.


Tuhan tidak menuntut semuanya mengikuti satu jalan dan menerima hanya satu disiplin. Ada banyak pintu untuk masuk ke dalam kediaman-Nya. Pintu masuk utama adalah moha-kshaya (mengatasi keterikatan). Ini adalah apa yang Sri Krishna jelaskan kepada Arjuna untuk bisa dicapai. Arjuna kehilangan hati dan membiarkan busurnya terlepas dari tangannya, karena Arjuna diliputi dengan khayalan. Sri Krishna memperlihatkan kepada Arjuna bahwa sanak keluarga yang harus dibunuh begitu menyakitkan, semua guru, dan semua mereka yang disayangi serta dibenci, semuanya dari mereka adalah alat dari kehendak-Nya, adalah seperti wayang yang dimainkan oleh tangan-Nya. Hal ini menghancurkan keterikatan Arjuna dan dia kembali pada tugasnya tanpa adanya keterikatan pada hasilnya. Hal itu membuat Arjuna menjadi penerima dari pelajaran yang paling berharga dalam sejarah. Pelajaran ini adalah berharga untuk mereka yang percaya pada Tuhan (teis) dan juga bagi mereka yang tidak percaya pada Tuhan (atheis), karena keduanya memiliki keterikatan pada hasil dari tugas mereka, keterikatan yang akan mewarnai keinginan mereka dan menjadi sangat menderita ketika kecewa. (Divine Discourse, Mar 28, 1967)

-BABA

Friday, September 7, 2018

Thought for the Day - 7th September 2018 (Friday)

Today cynicism and apathy are rampant. Most of you are caught up in meaningless worries, endless desires and unattainable ambitions and have no peace of mind. To everyone groping in the darkness of ignorance, spiritual illumination alone reveals the right path. However learned you may be, whatever position you may occupy, or whatever greatness you may possess, if you lack human values, you are no human being at all. What is humanness? Essentially it means unity in thought, word and deed. Remember, when what you think differs from what you say and do, you cease to be human; you are then becoming a demon. Hence what everyone must first do is to cultivate unity and purity in thought, word and deed. True human qualities can grow only in a heart filled with spiritual aspirations like a seed sown in a fertile soil and not on a piece of rock. To develop these qualities, you must develop compassion and equanimity amidst the vicissitudes of life.


Hari ini sinisme dan sikap masa bodoh merajalela. Kebanyakan darimu terjebak dalam kecemasan yang tidak berarti, keinginan yang tanpa akhir, dan ambisi yang tidak tercapai serta tidak ada kedamaian dalam pikiran. Setiap orang meraba-raba dalam kegelapan kebodohan, maka hanya cahaya spiritual yang mengungkapkan jalan yang benar. Bagaimanapun terpelajarnya dirimu, apapun jabatan yang engkau duduki, atau apapun kehebatan yang engkau miliki, jika engkau kurang dalam nilai-nilai kemanusiaan maka engkau sama sekali bukanlah manusia. Apa itu kemanusiaan? Pada dasarnya ini berarti kesatuan dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan. Ingatlah, ketika apa yang engkau pikirkan berbeda dengan apa yang engkau katakan serta lakukan, engkau berhenti menjadi manusia; engkau menjadi iblis. Oleh karena itu setiap orang pertama harus meningkatkan kesatuan dan kesucian dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan. Kualitas manusia sejati hanya dapat tumbuh dalam hati yang diisi dengan niat-niat spiritual seperti halnya benih yang ditabur di tanah yang subur dan bukan diatas batu cadas. Untuk mengembangkan sifat-sifat ini, engkau harus mengembangkan welas asih dan ketenangan hati diantara perubahan dalam hidup. (Divine Discourse, Mar 24, 1989)

-BABA

Thought for the Day - 6th September 2018 (Thursday)

Teachers and Gurus, the children you claim to be yours are kamaputras (born out of desire), but children who come to you to learn are premaputras (drawn to you by selfless love). In reality, more than your own children, these pure-hearted innocent children truly deserve your time and love. Hence teach them with love and dedication. Tyaga (Sacrifice) is the real Yoga (spiritual path). Give, and you gain. Enjoyment (Bhoga) results in disease (roga). Grab, and you lose! Recognise the truth of these axioms. There may be many amongst you who intellectually recognise their validity but have had no opportunity to translate them into action. In the Gita, Krishna tells Arjuna, "Be an instrument, O Savyasachi!" I call upon you to be the Lord’s instrument and build a bridge between humanity and Divinity. Dedicate all your skill, strength and scholarship to this great yajna. Your dedicated karma truly is a yajna (sacrificial offering). In return, you will attain peace and bliss as your reward!


Untuk para Guru, anak-anak yang engkau sebut sebagai milikmu adalah kamaputra (lahir karena keinginan), namun anak-anak yang datang kepadamu untuk belajar adalah premaputra (datang kepadamu karena kasih yang tanpa mementingkan diri sendiri). Dalam kenyatannya, melebihi dari anak-anakmu sendiri, anak-anak yang polos dengan hati yang murni ini sejatinya layak untuk mendapatkan waktu dan kasihmu. Oleh karena itu ajarkan mereka dengan kasih sayang dan dedikasi. Tyaga (pengorbanan) adalah Yoga sejati (jalan spiritual). Berikan, dan engkau mendapatkan. Kenikmatan (Bhoga) menghasilkan penyakit (roga). Rebut dan engkau akan kehilangan! Sadari kebenaran akan ungkapan ini. Mungkin ada banyak diantara dirimu yang secara intelektual menyadari kebenaran itu namun belum memiliki kesempatan untuk melakukannya dalam perbuatan. Dalam Gita, Krishna berkata kepada Arjuna, "Jadilah alat, O Savyasachi!" Aku memintamu untuk menjadi alat Tuhan dan membangun sebuah jembatan diantara kemanusiaan dan keilahian. Dedikasikan seluruh keahlian, kekuatan dan pengetahuan untuk Yajna yang sangat besar ini. Karma yang engkau dedikasikan sejatinya adalah sebuah yajna (persembahan suci). Sebagai gantinya, engkau akan mendapatkan kedamaian dan kebahagiaan sebagai balasannya! (Divine Discourse, Jul 25, 1978)

-BABA

Thought for the Day - 5th September 2018 (Wednesday)

The profession of a teacher is the noblest and the most responsible one in every country. If the teacher strays from the path of truth, the entire society will suffer. Hence teachers must make every effort to live their life uprightly. You have in your charge, looking up to you for guidance, innocent children who have no knowledge yet of the world and its ways. It is only when the teachers themselves are wedded to discipline and observe good habits that their pupils will be able to shape themselves into ideal individuals and citizens. Cultivate in your own heart the spirit of sacrifice, the virtues of charity and the awareness of Divinity. Then you will easily cultivate these in the hearts of the children. Try your best to reshape the present educational system. In the initial stages you will find this task very difficult and exhausting, but be assured, in time, you will find your task more easier.


Pekerjaan seorang guru adalah yang paling mulia dan yang paling bertanggung jawab di setiap negara. Jika guru menyimpang dari jalan kebenaran, maka seluruh masyarakat akan menderita. Oleh karena itu, guru harus membuat setiap usaha untuk menjalani hidup mereka dengan lurus dan jujur. Engkau bertanggung jawab atas anak-anak yang polos yang membutuhkan tuntunanmu dimana mereka belum memiliki pengetahuan tentang dunia dan keadaannya. Hanya ketika guru sendiri disatukan dengan disiplin dan menjalankan kebiasaan yang baik maka murid mereka akan mampu untuk membentuk diri mereka menjadi individu dan warga negara yang ideal. Tingkatkan di dalam hatimu sendiri semangat pengorbanan, kebajikan dalam derma dan kesadaran keilahian. Kemudian engkau akan dengan mudah meningkatkan semuanya ini di dalam hati anak-anak. Cobalah dengan kemampuan terbaikmu untuk membentuk kembali sistem Pendidikan saat sekarang. Di tahap awal engkau akan menemukan tugas ini sangatlah sulit dan melelahkan, namun yakinlah, seiring waktu engkau akan mendapatkan bahwa tugasmu lebih mudah.(Divine Discourse, Jul 25, 1978)

-BABA

Thought for the Day - 4th September 2018 (Tuesday)

Young Prahlada constantly chanted the name of Narayana with faith and love when faced with innumerable hardships. He was pushed from the mountain top and thrown into the sea, trampled upon by huge elephants and bitten by poisonous snakes. But not even once did he give up chanting the name, Narayana. He had total faith that God was within him. Prahlada’s faith and love melted the Lord’s heart, and He rushed to His rescue and manifested Himself. Prahlada stands testimony to the verse of Gita that true devotion lies in being in a state of equanimity during both pleasure and pain. (sukha-duhkhe same kritva labhalabhau jayajayau : remain equipoised in happiness and sorrow, gain and loss, victory and defeat). Such equanimity can be attained only through selfless love - it is the fundamental force. Once you develop selfless love within, you will never hate anybody. Give up your ego and lead your life with love. There is no greater devotion than this.


Prahlada muda secara terus menerus melantunkan nama Narayana dengan keyakinan dan kasih ketika menghadapi kesulitan yang tidak terhitung jumlahnya. Prahlada didorong dari puncak gunung dan dilemparkan ke laut, diinjak-injak oleh gajah yang sangat besar dan dipatuk oleh ular yang berbisa. Namun tidak sekalipun Prahlada berhenti melantunkan nama Tuhan, Narayana. Dia memiliki keyakinan total bahwa Tuhan ada di dalam dirinya. Keyakinan dan kasih dari Prahlada melelehkan hati Tuhan dan Tuhan dengan segera menyelamatkannya dan mewujudkan diri-Nya sendiri. Prahlada memberikan kesaksian pada sloka dalam Gita bahwa bhakti sejati terdapat dalam keadaan tenang di saat senang dan sedih. (Sukha-duhkhe same kritva labhalabhau jayajayau: tetap seimbang dalam kebahagiaan dan penderitaan, keuntungan dan kerugian, kemenangan dan kekalahan). Sikap ketenangan hati itu hanya dapat diperoleh dengan kasih yang tidak mementingkan diri sendiri – ini adalah kekuatan yang fundamental. Sekali engkau mengembangkan kasih yang tanpa mementingkan diri sendiri di dalam diri, engkau tidak akan pernah membenci siapapun juga. Lepaskan egomu dan jalani hidupmu dengan kasih. Tidak ada bhakti yang lebih besar daripada ini. (Divine Discourse, 25-Aug-1999)

-BABA