Thursday, May 31, 2018

Thought for the Day - 31st May 2018 (Thursday)

It is not as if there are no individuals in the world who are well versed in sacred texts like Bhagavatha, but whatever they may have learnt and whatever be their scholarship, if they cannot put into practice at least a fraction of what they have learnt, they will simply be wasting their time. All scholarship and knowledge is useless if it is not accompanied by practice. Think of this analogy: If a donkey carries some fragrant materials on its back, can it become an elephant? You may have the strength to teach others because you have learnt from so many books. However, whatever you learn will become utterly useless if it is not put into practice. Indeed, when thoughts, words, and actions are consistent, one is called a mahatma (a noble one). This is also described as ‘the proper study of mankind is man’.
Bukan tidak ada individu-individu di dunia yang benar-benar mengetahui tentang naskah suci seperti Bhagavatha, namun apapun yang telah mereka pelajari dan apapun keilmuan mereka, jika mereka tidak bisa menjalankan setidaknya sebagian kecil dari apa yang mereka telah pelajari, mereka hanya akan membuang-buang waktu mereka. Semua keilmuan dan pengetahuan adalah tidak berguna jika tidak dibarengi dengan praktik. Pikirkan dengan perumpamaan ini: Jika seekor keledai membawa beberapa barang yang harum di punggungnya, dapatkah keledai menjadi seekor gajah? Engkau memiliki kemampuan mengajarkan yang lain karena engkau telah belajar dari banyak buku. Bagaimanapun juga, apapun yang engkau pelajari akan menjadi tidak berguna jika hal itu tidak dijalankan. Sejatinya, ketika pikiran, perkataan, dan perbuatan bersifat konsisten, maka seseorang itu disebut dengan mahatma (seorang jiwa yang luhur). Hal ini juga disebutkan sebagai ‘pembelajaran yang tepat untuk manusia adalah manusia’. (Summer Showers 1978, Ch 28)

-BABA

Thought for the Day - 30th May 2018 (Wednesday)

Establish unity among yourselves first; do not seek faults in others or excellences in your own selves. The Fatherhood of God and the Brotherhood of Man - have full faith in this and fill every act of yours with that reverence and love. Wherever you are, whatever work you do, do it as an act of worship, an act of dedication, an act for the glory of God who is the Inspirer, the Witness, the Master. Do not divide your activities as, "These are for my sake" and "These are for God." See all work as one. When you work, there should be no remainder, nothing pending. Finish all, down to the last. They should not recur again. If you offer all activities at the feet of the Lord and free them from any trace of egoistic attachment, the consequence will not bind you: you are free, you are liberated, you have Moksha (liberation).


Bangun persatuan diantara dirimu pertama; jangan mencari kesalahan pada diri yang lain atau kehebatan pada dirimu sendiri. Keyakinan pada Tuhan dan persaudaraan manusia – miliki keyakinan penuh dalam hal ini dan isilah setiap tindakanmu dengan penghormatan dan cinta kasih. Dimanapun engkau berada, apapun yang engkau lakukan, maka lakukan itu sebagai sebuah persembahan dan perbuatan untuk memuliakan Tuhan sebagai pemberi inspirasi, saksi dan master. Jangan membagi kegiatanmu seperti, "Kegiatan ini adalah untuk kepentinganku " dan "kegiatan ini adalah untuk Tuhan." Lihatlah semuanya sebagai satu. Ketika engkau bekerja, seharusnya tidak ada yang tersisa, tidak ada yang tertunda. Selesaikan semuanya, hingga sampai akhir. Pekerjaan itu seharusnya tidak muncul lagi. Jika engkau mempersembahkan semua perbuatanmu di kaki padma Tuhan dan membebaskan perbuatanmu dari segala bentuk keterikatan ego, maka akibatnya tidak akan mengikatmu: engkau adalah bebas, engkau adalah dibebaskan, engkau telah Moksha (terbebas). (Divine Discourse, Apr 21, 1967)

-BABA

Tuesday, May 29, 2018

Thought for the Day - 29th May 2018 (Tuesday)

Food is the medicine for the illness of hunger; drink, for the illness of thirst; to cure bhava roga (affliction of the cycle of birth and death), God (Bhagawan) is the medicine; for the disease of desire, Jnana (wisdom) is the cure. For the infection of ashanti (anxiety), the remedy is bhajans. For the diseases of doubt, despair and hesitation, which is common to all aspirants, the most effective remedy is doing good to others (paropakara). Service today has become a common word but its value is much depreciated. Really speaking, only those who are afflicted with equal agony, at the sight of pain and suffering, distress or disease, have the right to serve; for, they are not serving others, they are serving themselves, serving to remove as fast and as intelligently as they can, their own agony! When you feel that you are serving your own pain, you are curbing your own ego. Otherwise service heightens your self-esteem and develops a sense of superiority, which is harmful spiritually.


Makanan adalah obat untuk penyakit lapar; minuman adalah untuk penyakit haus; untuk menyembuhkan bhava roga (penderitaan dari siklus kelahiran dan kematian), Tuhan (Bhagawan) adalah obatnya; untuk penyakit keinginan, Jnana (kebijaksanaan) adalah penyembuhnya. Untuk infeksi dari ashanti (kecemasan), obatnya adalah bhajans. Untuk penyakit keraguan, dan putus asa, yang umum bagi semua peminat spiritual, obat yang paling efektif adalah melakukan kebaikan bagi yang lain (paropakara). Pelayanan hari ini telah menjadi sebuah kata yang lumrah namun nilainya yang banyak menurun. Berbicara sesungguhnya, hanya mereka yang menderita dengan penderitaan yang sama, saat melihat rasa sakit dan penderitaan, rasa putus asa atau penyakit, adalah yang berhak untuk melayani; karena mereka tidak melayani yang lainnya, mereka melayani diri mereka sendiri, melayani untuk menghilangkan secepat dan secerdas mungkin yang mereka mampu, penderitaan mereka sendiri! Ketika engkau merasakan bahwa engkau sedang melayani rasa sakitmu sendiri, engkau sedang mengendalikan egomu sendiri. Jika tidak pelayanan akan meningkatkan harga dirimu dan mengembangkan sebuah rasa superior yang mana berbahaya secara spiritual. (Divine Discourse, Apr 21, 1967)

-BABA

Monday, May 28, 2018

Thought for the Day - 28th May 2018 (Monday)

Some may insist that only Sai Bhajan should be sung, only the name and form of Sathya Sai be used. This is a great mistake. You are thereby dishonouring Sai. If you attach yourself to Sai and detach yourself from Krishna, you get a plus there and a minus here; the resultant gain is zero. Do not develop fanaticism or sectarianism in spirituality. Others may have these, but that is no reason why you should meet them with the same failings. Try your best to avoid such infection. If others require help, go and help them! This will make them realise the loving universal nature of your attitude. Never encourage differences based on region, language, religion, or any such flimsy grounds. Narrow-minded ideas will undermine the spiritual outlook, the attitude of unity and oneness which is the keynote of the spirit. Spirituality is a field where inner joy, inner satisfaction, and internal purity are always more important than outer expression!


Beberapa orang mungkin meminta dengan tegas bahwa hanya Sai Bhajan seharusnya dinyanyikan, hanya nama dan wujud dari Sathya Sai yang digunakan. Ini adalah sebuah kesalahan yang besar. Engkau dengan cara demikian tidak menghormati Sai. Jika engkau mengikat dirimu pada Sai dan melepaskan diri pada Krishna, maka engkau mendapatkan nilai tambah disana dan nilai minus disini; maka hasil yang didapatkan adalah nol. Jangan mengembangkan kefanatikan atau sektarianisme dalam spiritual. Mereka yang lain mungkin memiliki hal ini, namun itu bukanlah alasan mengapa engkau harus bertemu dengan mereka dengan kegagalan yang sama. Cobalah yang terbaik darimu untuk menghindari infeksi atau penularan seperti itu. Jika yang lain memerlukan bantuan, maka pergi dan bantu mereka! Ini akan membuat mereka menyadari sifat cinta kasih yang universal dari sikapmu. Jangan pernah memberikan ruang bagi perbedaan berdasarkan pada daerah, Bahasa, agama atau alasan lemah apapun. Gagasan dari pikiran yang sempit akan merusak pandangan spiritual, sikap akan kesatuan dan persatuan yang merupakan inti dari jiwa. Spiritualitas adalah sebuah bidang dimana suka cita batin, kepuasan batin, dan kesucian batin adalah selalu lebih penting daripada ekspresi luar! (Divine Discourse, Apr 21, 1967)

-BABA

Thought for the Day - 27th May 2018 (Sunday)

Train your mind to dwell on the inner equipment rather than the outer attractions. Use your mind to cleanse your feelings, impulses, attitudes, tendencies and levels of consciousness. Let it not accumulate dirt from the outer world and deposit them within itself. If it is attached to work, the consequences of work get attached to it. Unattached work is the purest; it does not encumber the mind with elation or disappointment. 'I did it', 'This is mine': these are the two fangs that make the individual poisonous. Pull out the fangs, the snake can be handled and played with as a pet! Every samithi and society must be vigilant to see that egoism and the sense of personal possession, pride or achievement, do not invade them. That is the goal to be kept in view.


Latihlah pikiranmu untuk memikirkan perlengkapan batin daripada daya tarik di luar. Pergunakan pikiranmu untuk membersihkan perasaanmu, dorongan, sikap, kecenderungan dan tingkat kesadaran. Jangan biarkan mengumpulkan kotoran dari dunia luar dan menyimpannya di dalam. Jika hal ini terikat pada pekerjaan, maka konsekuensi dari pekerjaan akan terikat padanya. Pekerjaan yang tidak terikat adalah yang paling suci; hal ini tidak membebani pikiran dengan kegembiraan atau kekecewaan. 'aku yang melakukannya', 'Ini adalah milikku': ini adalah dua taring yang membuat seseorang teracuni. Cabut taring itu, maka ular dapat ditangani dan bermain bersamanya seperti hewan peliharaan! Setiap samithi dan masyarakat harus waspada melihat ego dan perasaan kepemilikan pribadi, kesombongan atau keberhasilan, jangan menyerangnya. Itu adalah tujuan yang harus selalu diperhatikan. (Divine Discourse, Apr 21, 1967)

-BABA

Thought for the Day - 26th May 2018 (Saturday)

Let the validity of Bharatiya culture be examined through actual living, and one's own discovery of its values; and communicated to others by those who have experienced the peace and joy derivable from it. I do not want the extolling of the drug by persons who have not been themselves cured by it. Today, in the very land where this culture grew and flourished, immorality and corruption have destroyed happiness and contentment. Many condemn these things, but those are the very persons who commit the wrongs they deplore. In the history of India, you must have noticed that all the great movements and empires were motivated by spiritual undercurrents, not by political or economic stresses. You must make politics subserve the need to promote and perfect the fundamentals of Bharatiya culture.


Biarkan keabsahan budaya Bharatiya diuji melalui kehidupan nyata, dan penemuan sendiri akan nilainya; dan menyampaikan kepada yang lainnya oleh mereka yang telah mengalami kedamaian dan suka cita yang didapat darinya. Aku tidak ingin memuji obat yang belum pernah menyembuhkan orang sebelumnya. Hari ini, di setiap daerah dimana kebudayaan ini bertumbuh dan berkembang, kejahatan dan korupsi telah menghancurkan kebahagiaan dan kepuasan hati. Banyak orang yang mengutuk hal ini, namun mereka adalah orang-orang yang melakukan kesalahan yang mereka sesali. Dalam sejarah India, engkau harus memperhatikan bahwa semua gerakan dan kerajaan digerakkan oleh pemahaman spiritual dan bukan oleh tekanan politik atau spiritual. Engkau harus membuat politik menyokong keperluan dalam memajukan dan menyempurnakan asas dari kebudayaan Bharatiya. (Divine Discourse, Apr 21, 1967)

-BABA

Friday, May 25, 2018

Thought for the Day - 25th May 2018 (Friday)

You may be in the jungle, but your mind may wander in the market. Similarly, you may be in the market, but by sadhana (spiritual practices) you can secure calmness and peace in your heart in the midst of busiest thoroughfare. Your mind can build a silent refuge or tie you up into complex knots. It binds; it loosens bonds. You can sail safe on the sea of worldly life (samsaar), if you have no leaks in the boat; but through the leaks of lust, anger, greed, delusion, pride and envy (kama krodha, lobha, moha, mada and matsarya), the waters of the worldly life will enter the boat and it will sink, drowning you beyond redemption. Stop all the leaks! Then you need not fear to ride in the sea of samsara, you can benefit by all the chances it gives for training the senses, by widening your affection, deepening the experiences, and strengthening your detachment.


Engkau mungkin ada di hutan, namun pikiranmu mungkin berkeliaran di pasar. Sama halnya, engkau mungkin ada di pasar, namun dengan latihan spiritual (sadhana) engkau dapat mendapatkan ketenangan dan kedamaian di dalam hatimu walaupun berada di tengah-tengah jalan yang paling sibuk. Pikiranmu dapat membangun sebuah perlindungan yang tenang atau mengikatmu dalam simpul yang rumit. Pikiran mengikat; pikiran juga melonggarkan ikatan. Engkau dapat berlayar dengan aman di atas lautan kehidupan duniawi (samsaar), jika engkau memiliki perahu yang tidak bocor; namun kebocoran berupa nafsu, amarah, ketamakan, khayalan, kesombongan, dan iri hati (kama krodha, lobha, moha, mada dan matsarya), maka air dari kehidupan duniawi akan memasuki perahu dan membuatnya tenggelam, menenggelamkanmu melampaui semua bentuk penyelamatan. Hentikan semua kebocoran! Kemudian engkau tidak perlu takut untuk menyeberangi lautan samsara, engkau bisa mendapatkan manfaat dari semua kesempatan yang diberikan untuk melatih indria, dengan memperluas kasih sayangmu, memperdalam pengalaman, dan memperkuat tanpa keterikatanmu. (Divine Discourse, Mar 28, 1967)

-BABA

Thursday, May 24, 2018

Thought for the Day - 24th May 2018 (Thursday)

Dedicate all your thoughts and aspirations to God and surrender yourselves to the Will of the Divine. Surrender may appear to be difficult, but it is not so. It is in fact like keeping your money in the bank. You can withdraw money from your bank account whenever you need. Similarly, when you entrust all your concerns to Bhagawan, you can draw from Him whatever you need. What stands in the way of surrender? It is your ego, your possessiveness and lack of sufficient trust in the Lord! People desperately cling to their possessions saying: "My money, my house, etc.” Sometime or the other your wealth will go. But, once you truly surrender to the Divine, you acquire Lord’s grace. Grace, once earned, will protect you and satisfy all your needs. God does not need your wealth. He is always a Chitta Chora (stealer of hearts), not a vitha chora (stealer of wealth). It is you who must change from vitha choras to chitta choras.


Persembahkan semua pikiran dan aspirasimu pada Tuhan dan serahkan dirimu sendiri pada kehendak Tuhan. Berserah mungkin kelihatan sulit namun tidak seperti itu. Hal ini seperti halnya engkau menyimpan uang di Bank. Engkau dapat menarik uang itu dari bank kapanpun engkau membutuhkannya. Sama halnya, ketika engkau mempercayakan semua urusanmu kepada Bhagawan, engkau dapat mengambil dari-Nya apapun yang engkau butuhkan. Apa yang menghalangi dalam jalan berserah diri? Ini adalah egomu, kepemilikanmu dan kurang cukupnya kepercayaan pada Tuhan! Orang-orang dengan putus asa melekat pada kepemilikan mereka dengan berkata: "Uangku, rumahku, dsb.” Terkadang atau yang lain kekayaanmu akan pergi. Namun, sekali engkau benar-benar berserah diri kepada Tuhan, engkau mendapatkan rahmat Tuhan. Rahmat, sekali engkau mendapatkannya, akan melindungimu dan memuaskan semua kebutuhanmu. Tuhan tidak memerlukan kekayaanmu. Tuhan adalah selalu sebagai Chitta Chora (pencuri hati), dan bukan vitha chora (pencuri kekayaan). Adalah dirimu yang harus berubah dari vitha choras ke chitta choras. (Divine Discourse, Jul 17, 1988)

-BABA

Wednesday, May 23, 2018

Thought for the Day - 23rd May 2018 (Wednesday)

When the eye sees someone who is regarded as an enemy, there is an upsurge of ill-will in the mind. On the other hand, when one sees a dear friend the reaction is one of love and affection. As in the case of things seen, what we hear can also have bad or good effects. The power of words to influence the mind is even more. Great Vedic pronouncements like Aham Brahmasmi (I am Divine), Tat-Twam-Asi (Thou Art That) and Ayam Atma Brahma (This Self is God) provide inspiration to aim at the highest goal. They should not be construed or used in any manner to inflate one's ego. Every expression is charged with a power of its own. When the words are abusive and vulgar, they arouse excitement, anger or depression. But when the words used are sacred, they generate a sanctifying and elevating power. The joy or distress experienced by the mind is the result of the impressions conveyed by the senses.


Ketika mata melihat seseorang yang dianggap sebagai seorang musuh, maka akan ada niat jahat muncul dalam pikiran. Sebaliknya, ketika seseorang melihat sahabat terkasih maka reaksi yang muncul adalah cinta kasih. Dalam hal apa yang kita lihat, apa yang kita dengar juga dapat memberikan pengaruh yang baik atau buruk. Kekuatan dari kata-kata dalam mempengaruhi pikiran adalah lebih kuat. Pernyataan dalam Weda yang agung seperti Aham Brahmasmi (aku adalah Tuhan), Tat-Twam-Asi (aku adalah Engkau) dan Ayam Atma Brahma (Diri sejati ini adalah Tuhan) memberikan inspirasi untuk mencapai tujuan yang tertinggi. Namun, pernyataan dalam Weda ini seharusnya tidak ditafsirkan atau digunakan dalam cara apapun untuk mengembangkan ego seseorang. Setiap ungkapan dipenuhi dengan kekuatannya sendiri. Ketika perkataan bersifat kasar dan tidak sopan, maka akan membangkitkan kehebohan, kemarahan atau depresi. Namun ketika perkataan yang digunakan adalah suci maka akan membangkitkan kekuatan yang menyucikan dan membangkitkan. Suka cita atau penderitaan dialami oleh pikiran adalah hasil dari kesan yang disampaikan oleh indria. [Divine Discourse, Jul 31, 1986]

-BABA

Tuesday, May 22, 2018

Thought for the Day - 22nd May 2018 (Tuesday)

True Love is priceless with no trace of selfishness! It is pure, unsullied and does not change. It is spontaneous, always grows and never diminishes. God’s Love is of such a nature: spontaneous, free from selfishness, unwavering and always full. Ordinary human love, motivated by selfish considerations, is liable to change with changes in time and circumstance! Pure Love wears the mantle of Truth and will not submit to the forces of envy or hatred however powerful they may be. Love prevails over all negativities. In the pursuit of the good and godly life, you may encounter many difficulties and disturbances. Doubts and questions may also crop up. Only when you face difficulties squarely and bear troubles with patience and fortitude, you will understand Divine Love. Never allow yourself to be overwhelmed by difficulties and sorrows, doubts and disappointments. Have faith, confidence in yourself and strive to secure God's love. The transforming power of pure Love is boundless!


Kasih yang murni adalah tidak ternilai dengan tidak ada jejak mementingkan diri sendiri! Kasih ini suci, tidak ternoda, dan tidak berubah. Ini bersifat spontan, selalu bertumbuh dan tidak pernah berkurang. Kasih Tuhan adalah seperti sifat itu: spontan, bebas dari mementingkan diri sendiri, kokoh, dan selalu penuh. Kasih manusia biasa, didorong oleh kepentingan diri sendiri, besar kemungkinan untuk berubah terkait waktu dan keadaan! Kasih murni menggunakan mantel kebenaran dan tidak akan menyerah pada kekuatan iri hati atau kebencian bagaimanapun kuatnya kekuatan itu. Kasih menang dari semua negatifitas. Dalam pencarian kehidupan yang baik dan saleh, engkau mungkin menemukan banyak kesulitan dan gangguan. Keraguan dan pertanyaan juga bisa muncul. Hanya ketika engkau menghadapi kesulitan dengan jujur dan menanggung masalah dengan kesabaran dan ketabahan, engkau akan mengerti kasih Tuhan. Jangan pernah mengizinkan dirimu untuk diliputi oleh kesulitan dan penderitaan, keraguan dan kekecewaan. Miliki keyakinan, kepercayaan dalam dirimu dan berusaha untuk mendapatkan kasih Tuhan. Kekuatan perubahan dari kasih yang murni adalah tidak terbatas! [Divine Discourse, Dec 25, 1984]

-BABA

Thought for the Day - 21st May 2018 (Monday)

Amongst the qualities that make up a flawless character, love, patience, forbearance, steadfastness, and charity are the highest, and must be revered. The hundred little deeds you indulge in everyday harden into habits; these habits mould your outlook towards life. All that you weave in your imagination, seek and yearn leave an indelible imprint on your mind and form a picture of ‘your world’ and then you get attached to it. But whatever is your character today, it can certainly be modified by changing your thought pattern. The wickedness of nobody is incorrigible. Wasn’t the robber Angulimala turned into a kindhearted person by Buddha? Didn’t thief Rathnakara become Sage Valmiki? You have within your reach, the capacity to challenge your own evil propensities and change them. By selfless service, renunciation, devotion and prayer, old habits can be discarded and new habits that take you along the divine path can be instilled.


Diantara kualitas penyusun karakter yang sempurna, kasih, kesabaran, ketabahan, kemantapan, dan kedermawanan adalah yang tertinggi dan harus dihormati. Ratusan tindakan kecil yang engkau lakukan setiap hari mengeras menjadi kebiasaan; kebiasaan-kebiasaan ini membentuk pandanganmu terhadap kehidupan. Semua yang engkau tenun dalam imajinasimu, akan meninggalkan sebuah kesan yang tidak terhapuskan dalam pikiranmu dan membentuk sebuah gambaran dari ‘duniamu’ dan kemudian engkau akan terikat padanya. Namun apapun jenis karaktermu hari ini, hal ini pastinya dapat dimodifikasi dengan merubah pola pikiranmu. Tidak ada kejahatan yang tidak bisa diperbaiki. Bukanlah perampok yang bernama Angulimala berubah menjadi seorang yang baik oleh Buddha? Bukankah pencuri yang bernama Rathnakara menjadi Resi Valmiki? Engkau memiliki jangkauanmu, kapasitas untuk menantang kecenderungan jahatmu sendiri  dan merubahnya. Dengan pelayanan yang tanpa mementingkan diri sendiri, tanpa keterikatan, bhakti dan doa, kebiasaan-kebiasan lama dapat dibuang dan kebiasaan baru yang membawamu sepanjang jalan Tuhan dapat ditanamkan. [Prema Vahini, Ch 2]

-BABA

Thought for the Day - 20th May 2018 (Sunday)

God is not different from faith. Faith and God are one and the same. Love is God, Devotion is God - they are not different entities. What does devotion mean? Devotion is that which enables the unmanifest Divine Principle to manifest itself in the devotee’s inner vision. Then, for the pure devotee nothing exists other than God. To reach that stage you must discharge your duties keeping God in mind constantly. To cross the vast, deep ocean of worldly existence, you need the small boat of God’s Name. In the beginning of the spiritual journey, Lord’s name is the foundation for progress, but it should evolve gradually into loving service to God at all times. Whatever service you render, do not feel that you are serving others, but you are serving God Himself. Even while serving food to your family or to a needy person, consider that God has come in that form and you are offering it to God Himself.


Tuhan adalah tidak berbeda dengan keyakinan. Keyakinan dan Tuhan adalah satu dan sama.  Kasih adalah Tuhan, bhakti adalah Tuhan – keduanya bukanlah entitas yang berbeda. Apa arti dari bhakti? Bhakti adalah yang memungkinkan prinsip ilahi yang tidak terlihat untuk mewujudkan nilainya dalam pandangan batin bhakta. Kemudian, untuk bhakta yang murni tidak ada yang lain selain Tuhan. Untuk mencapai tahapan itu maka engkau harus menjalankan kewajibanmu dalam tetap mengingat Tuhan dalam pikiran secara terus menerus. Untuk menyeberangi lautan keberadaan duniawi yang luas dan dalam, engkau membutuhkan  perahu kecil yaitu nama Tuhan. Pada awal perjalanan spiritual, nama Tuhan adalah dasar untuk kemajuan, namun hal ini harus dikembangkan secara teratur ke dalam pelayanan penuh kasih kepada Tuhan sepanjang waktu. Apapun jenis pelayanan yang engkau lakukan, jangan merasa bahwa engkau sedang melayani yang lainnya, namun engkau sedang melayani Tuhan itu sendiri. Bahkan saat memberikan makanan kepada keluargamu atau pada mereka yang membutuhkan, anggap bahwa Tuhan telah datang dalam wujud itu dan engkau sedang mempersembahkannya kepada Tuhan sendiri. [Divine Discourse, March 30 1987]

-BABA

Sunday, May 20, 2018

Thought for the Day - 19th May 2018 (Saturday)

For the Lord, this drama of time in three acts - past, present, and future is clear as crystal. In the twinkle of an eye, He grasps all three, for He is omniscient, and it is His plan that is executed, and His drama that is being enacted on the stage of creation. But, actors and spectators are lost in confusion, unable to surmise its development and meaning! For, how can one scene or act reveal its meaning? The entire play must be witnessed for the story to reveal itself – isn’t it? When the mystery is cleared and the play is discovered as ‘mere play’, conviction dawns that you are in Him and He is in you. Therefore, seekers of wisdom, always be conscious of this: The Lord is in every heart, in the subtle and the gross forms. The Divine is in the ant and the elephant, in atom and the atmosphere!


Bagi Tuhan, drama dari tiga kegiatan waktu yaitu – masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang adalah jelas sejelas kristal. Dalam satu kelip mata, Tuhan memahami semua ketiganya, karena Tuhan ada dimana-mana dan adalah rencana-Nya yang dijalankan, dan drama dari Tuhan yang sedang dimainkan di atas panggung ciptaan. Namun, pemain dan penonton telah tenggelam dalam kebingungan, tidak mampu untuk mengira perkembangan dan maknanya! Karena, bagaimana satu adegan atau babak mengungkapkan maknanya? Keseluruhan cerita dalam drama harus disaksikan seutuhnya untuk bisa mengungkapkan kisahnya. Ketika misteri menjadi jelas dan drama dilihat hanya sebagai sebuah drama saja, kepastian dapat muncul bahwa dirimu ada dalam Tuhan dan Tuhan ada dalam dirimu. Maka dari itu, para pencari kebijaksanaan akan selalu sadar akan hal ini. Tuhan bersemayam di dalam setiap hati dalam wujud halus dan nyata. Keilahian ada dalam semut dan juga pada gajah, dalam atom dan juga atmosfer! [Jnana Vahini, Chap 19]

-BABA

Saturday, May 19, 2018

Thought for the Day - 18th May 2018 (Friday)

Just as while eating you reject bad food, you must reject bad thoughts and take in only good and wholesome thoughts into the mind. Do not bear any ill-will towards those who may have done some harm to you. By returning evil for evil, how are you better than the other person? It is only when you do good even to the person that causes harm to you that you can show your better nature. Your face is the index of your mind. When you bear ill-will towards anyone, your enmity is reflected in your face and manners. When you entertain good and loving thoughts, your heart is filled with joy and you experience an upsurge of happiness. If you fill your heart with hatred, envy and pride, your life will become a dreary desert. On the other hand, if you fill your heart with love, your entire life becomes a saga of love.


Sama halnya saat makan engkau menolak makanan yang buruk, engkau harus menolak pikiran yang buruk dan hanya menerima gagasan yang baik dan sehat ke dalam pikiran. Jangan memiliki hasrat buruk kepada mereka yang telah menyakitimu. Dengan membalas kejahatan dengan kejahatan, bagaimana engkau menjadi lebih baik daripada orang lain? Hanya ketika engkau melakukan yang baik bahkan kepada orang yang menyebabkan penderitaan bagimu maka itu memperlihatkan sifatmu yang lebih baik. Wajahmu adalah petunjuk dari pikiranmu. Ketika engkau memiliki hasrat tidak baik kepada orang lain, kebencianmu dipancarkan lewat wajah dan tingkah lakumu. Ketika engkau memiliki pikiran yang baik dan welas asih, hatimu diliputi dengan suka cita dan engkau mengalami kenaikan rasa bahagia. Jika engkau mengisi hatimu dengan kebencian, iri hati dan kesombongan, hidupmu akan menjadi sebuah gurun yang suram. Sebaliknya, jika engkau mengisi hatimu dengan kasih, maka seluruh hidupmu menjadi sebuah kisah kasih sayang. [Divine Discourse, Jul 31, 1986]

-BABA

Thursday, May 17, 2018

Thought for the Day - 17th May 2018 (Thursday)

Without genuine and deep faith in God, it is utterly useless to master all 700 verses in the Gita; it is simply a burden on the memory. Reciting the Vedas, repetitive reading of scriptures, reading or listening to stories about great sages with superficial interest are at best, mental gymnastics, and have little spiritual value! It is only when you recite, study or listen to them with deep faith and earnestness that they begin impacting your thoughts and actions. They will then cease to become mere stories and become sources of inspiration and solace for transforming your own life. Draw the right lessons from the scriptures. Develop self-reliance to face the problems of life with competence and fortitude. Discharge your duty every day with devotion.


Tanpa adanya keyakinan yang murni dan mendalam pada Tuhan, merupakan kesia-siaan menguasai 700 sloka dalam Gita; hal ini hanya menjadi beban dari ingatan. Membaca kembali Weda, mengulang-ulang pembacaan naskah suci, membaca atau mendengarkan kisah orang suci dengan ketertarikan yang dangkal merupakan sebuah senam batin saja dan hanya memiliki sedikit nilai spiritual! Hanya ketika engkau menceritakan, mempelajari atau mendengarkan semuanya itu dengan keyakinan serta kesungguhan yang mendalam maka semuanya itu memberikan pengaruh pada pikiran perbuatanmu. Semuanya itu akan berhenti menjadi hanya cerita belaka namun akan menjadi sumber inspirasi serta pelipur lara untuk merubah hidupmu sendiri. Ambil pelajaran yang benar dari naskah suci. Kembangkan kemandirian untuk menghadapi masalah hidup dengan kompetensi dan ketabahan. Jalankan kewajibanmu setiap hari dengan bhakti. [Divine Discourse, July 31, 1986]

-BABA

Thought for the Day - 16th May 2018 (Wednesday)

The mind seeks to acquire something with much effort in the hope that its possession will give pleasure. But the pleasure derived from it does not last long. And the sorrow caused by its loss is considerable. There is trouble during the process of acquisition. Possession confers only temporary pleasure. The loss of the object leaves a trail of misery. Very often the pain from loss exceeds the pleasure from gain. It is a futile waste of one's life to go after such transient pleasures. Realising the meaninglessness of such pursuits the sages practised self-control as the means to enduring happiness. They evolved the technique of turning the senses and the mind inward to seek the source of lasting bliss. Control of the mind is the means to moksha (liberation). Purity of mind is the primary requisite.


Pikiran mencari jalan untuk mendapatkan sesuatu dengan usaha yang besar dengan harapan bahwa kepunyaannya akan memberikan kesenangan. Namun kesenangan yang di dapat darinya tidak bertahan lama. Dan duka cita yang disebabkan oleh kehilangannya adalah mendalam. Ada masalah saat proses mendapatkannya. Kepunyaan hanya memberikan kesenangan sementara. Kehilangan akan obyek meninggalkan jejak penderitaan. Sangat sering rasa sakit yang muncul dari kehilangan lebih besar dari kesenangan yang di dapat. Adalah sebuah kesia-siaan dengan menghabiskan hidup seseorang dalam mencari kesenangan yang sementara itu. Menyadari bahwa pencarian seperti itu adalah tidak ada manfaatnya maka orang suci menjalankan pengendalian diri sebagai sarana untuk mendapatkan kebahagiaan yang abadi. Mereka mengembangkan teknik dalam mengarahkan indria dan pikiran ke dalam diri untuk mencari sumber kebahagiaan yang abadi. Mengendalikan pikiran adalah sarana untuk moksha (pembebasan). Kesucian pikiran adalah syarat yang utama. [Divine Discourse, Jul 31, 1986]

-BABA

Thought for the Day - 15th May 2018 (Tuesday)

“Spiritual wisdom (jnana) is the panacea for all ills, troubles, and travails.” This is how the Vedas describe it. Who among people are in urgent need of medical treatment? Those who are badly ill, right? So too, those who are groping in ignorance are first entitled to the teaching and the training leading to the acquisition of spiritual wisdom. There are many paths to acquire this wisdom, and the chief among them is the path of devotion (bhakti). As the oil is to the flame in the lamp, so is devotion to the flame of spiritual wisdom. The heavenly tree of joy of wisdom thrives on the refreshing waters of devotion. Understand this well. It is for this reason that Krishna, who is the personification of divine love and who is saturated with the quality of mercy, declared in the Gita, “I am known by means of devotion - Bhakthya-mam abhijanathi”. Why was this declaration made? Because there are no hurdles in the path of devotion. Young and old, high and low, man and woman - all are entitled to tread it.


“Kebijaksanaan Spiritual (jnana) adalah obat mujarab bagi semua penyakit, masalah, dan cobaan.” Ini adalah bagaimana Weda menjabarkannya. Siapa diantara manusia yang sangat perlu mendapatkan perawatan kesehatan? Mereka yang benar-benar sakit, bukan? Begitu juga, mereka yang meraba-raba dalam kegelapan adalah diberikan hak pertama untuk ajaran dan pelatihan yang menuntun pada penerimaan kebijaksanaan spiritual. Ada banyak jalan untuk mencapai kebijaksanaan ini, dan jalan utama diantara semuanya itu adalah jalan bhakti. Sebagaimana minyaknya maka begitulah nyala api, begitu juga dengan nyala api kebijaksanaan spiritual. Pohon surgawi suka cita kebijaksanaan tumbuh dengan subur dalam air yang menyegarkan dari bhakti. Pahami hal ini dengan baik. Ini adalah alasan bahwa Sri Krishna, yang merupakan perwujudan dari kasih ilahi dan dipenuhi dengan sifat welas asih, menyatakan dalam Gita, “Aku dapat diketahui hanya melalui sarana bhakti - Bhakthya-mam abhijanathi”. Mengapa pernyataan ini dibuat? Karena tidak ada rintangan di jalan bhakti. Muda dan tua, tinggi dan rendah, laki-laki dan perempuan – semuanya berhak menapaki jalan ini. [Jnana Vahini, Ch 18]

-BABA

Thought for the Day - 14th May 2018 (Monday)

A tree that has roots deep in the ground cannot be destroyed when its branches or leaves are cut off. Likewise, when evil qualities like hatred and envy have struck deep roots, they cannot be got rid off by striking at some branches. By suppressing bad thoughts intermittently, these evils cannot be eradicated. The mind has to be completely emptied of all bad thoughts to achieve real peace. Every bad thought must be rooted out the moment it arises in the mind. The war against bad thoughts is like the war against enemy hordes who attempt to get behind a fort through a subterranean tunnel. As one member of the enemy emerges from the tunnel, he should be struck down. Each one of the sense organs - the eye, the tongue or the ear - when it is influenced by a bad thought is led astray and behaves improperly. When they are influenced by good thoughts and impulses, they act in a manner which produces joy and contentment.


Sebuah pohon yang memiliki akar dalam ke tanah tidak bisa dihancurkan ketika dahan atau daunnya di potong. Sama halnya, ketika sifat jahat seperti kebencian dan iri hati memiliki akar yang mendalam maka sifat itu tidak bisa dihilangkan hanya dengan memotong beberapa dahannya saja. Dengan menekan pikiran buruk hanya sebentar-sebentar saja, pikiran buruk itu tidak akan dapat dibasmi. Pikiran harus sepenuhnya dikosongkan dari semua pikiran buruk untuk mencapai kedamaian yang sejati. Setiap gagasan buruk harus dicabut pada saat muncul dari dalam pikiran. Perang melawan pikiran buruk adalah seperti perang melawan segerombolan musuh yang berusaha masuk ke balik benteng pertahanan melalui terowongan bawah tanah. Saat satu anggota musuh muncul dari terowongan, maka musuh itu harus dibasmi. Setiap bagian dari organ indria – mata, lidah atau telinga – ketika dipengaruhi oleh pikiran buruk maka akan disesatkan dan bertingkah secara tidak semestinya. Ketika organ indria dipengaruhi dengan pikiran dan dorongan yang baik, organ indria ini akan bertindak yang akan menghasilkan suka cita dan kepuasan hati. [Divine Discourse, Jul 31, 1986]

-BABA

Thought for the Day - 13th May 2018 (Sunday)

The mother's lap is the school for every person. It is one’s first temple. The mother is one's primary wealth. To recognise this truth about one's mother is the duty of every person. There is no higher God than the mother. Only dedicated mothers can offer to the nation children who will strive for a great future for the country. Truth, sacrifice, and peace are predominant qualities in women. Women are concerned about the purity and welfare of the community. Good mothers are more essential than good wives. A good wife is of value only to her husband. A good mother is a national asset. From ancient times, Indian scriptures have glorified the examples of great women like Maithreyi, Sita, and Savitri. Their lives continue to be a source of inspiration to this day. We cannot afford to forget them.


Pangkuan ibu adalah sekolah bagi setiap orang. Ini adalah tempat suci yang pertama. Ibu adalah kekayaan pertama dari seseorang. Untuk menyadari kebenaran ini tentang seorang ibu adalah kewajiban dari setiap orang. Tidak ada Tuhan yang lebih tinggi daripada ibu. Hanya ibu yang berdedikasi dapat memberikan kepada bangsa anak-anak yang akan berusaha untuk masa depan yang hebat bagi sebuah bangsa. Kebenaran, pengorbanan, dan kedamaian adalah sifat yang utama dari wanita. Wanita perhatian tentang kesucian dan kesejahteraan masyarakat. Ibu yang baik adalah lebih mendasar daripada istri yang baik. Seorang istri yang baik hanya dinilai oleh suaminya saja. Seorang ibu yang baik adalah asset dari bangsa. Dari zaman dahulu, naskah suci di India telah memuliakan teladan yang diberikan oleh wanita-wanita hebat seperti Maithreyi, Sita, dan Savitri. Hidup mereka berlanjut menjadi sumber inspirasi sampai hari ini. Kita tidak dapat melupakan mereka. [Divine Discourse, Sep 11, 1983]

-BABA

Saturday, May 12, 2018

Thought for the Day - 12th May 2018 (Saturday)

Embodiments of Love! First and foremost, reduce your attachment to the body. As your attachment to the body increases, your suffering also increases. The body is the temple of God. Think that this is not your body but the temple of God. The body is sacred as God resides in it. It is God’s gift to man. Hence, use the body for performing sacred deeds and attaining bliss therefrom. When you share bliss with others, you will experience divinity. Continue your spiritual practices. But remain always suffused with the feeling that God is in you, above you, below you and around you. Never think that God is away from you. “I am not alone. God is with me.” Strengthen this feeling in you and shape your life accordingly. Lead your life with love.


Perwujudan kasih! Pertama dan utama, kurangi keterikatanmu pada tubuh. Ketika keterikatanmu pada tubuh meningkat, penderitaanmu juga akan meningkat. Tubuh adalah tempat suci Tuhan. Pikirkan bahwa ini bukanlah tubuhmu namun tempat suci Tuhan. Tubuh adalah suci karena sebagai tempat tinggal Tuhan di dalamnya. Tubuh adalah pemberian Tuhan kepada manusia. Oleh karena itu, pergunakan tubuh untuk melakukan perbuatan yang suci dan mencapai kebahagiaan darinya. Ketika engkau berbagi kebahagiaan dengan yang lain, engkau akan mengalami keilahian. Lanjutkan latihan spiritualmu. Namun tetap selalu diliputi dengan perasaan bahwa Tuhan ada di dalam dirimu, di atasmu, dibawahmu, dan disekitarmu. Jangan pernah berpikir bahwa Tuhan jauh darimu. “Aku tidak sendiri. Tuhan ada bersamaku.” Kuatkan perasaan ini dalam dirimu dan bentuk hidupmu sesuai dengan itu. Jalani hidupmu dengan kasih sayang. [Divine Discourse, May 26, 2002]

-BABA

Friday, May 11, 2018

Thought for the Day - 11th May 2018 (Friday)

Lord Buddha gave utmost importance to sense control. To control your mind, you should control your five senses. Only then you can realise God. Develop the spirit of surrender. Perform all deeds with a spirit of devotion to God and as an offering to Him. Then your every action will become divine. Everything in this world can be acquired through love alone. Love is God, live in love. We can understand spirituality only by cultivating love. That is why I often say, “Start the day with love, Fill the day with love, Spend the day with love, End the day with love - This is the way to God”. The world cannot exist without love. Everything is possible by the power of love. Never entertain bad or inappropriate desires, it will bring about your ruin. You can train your mind and senses to be peaceful and sacred by loving God always.


Sang Buddha memberikan arti penting sepenuhnya pada pengendalian indria. Untuk mengendalikan pikiranmu, engkau seharusnya mengendalikan lima indriamu. Hanya dengan demikian engkau dapat menyadari Tuhan. Kembangkan semangat berserah diri. Jalankan semua perbuatan dengan sebuah spirit bhakti kepada Tuhan dan sebagai persembahan kepada-Nya. Kemudian setiap perbuatanmu akan menjadi ilahi. Segala sesuatu di dunia ini dapat diraih hanya melalui kasih. Kasih adalah Tuhan, hiduplah dalam kasih. Kita dapat memahami spiritual hanya dengan meningkatkan cinta kasih. Itulah sebabnya mengapa Aku sering berkata, “Mulailah hari dengan kasih, isi hari dengan kasih, akhiri hari dengan kasih – Ini adalah jalan menuju Tuhan”. Dunia tidak bisa hidup tanpa kasih. Segala sesuatu adalah mungkin dengan kekuatan kasih. Jangan pernah mempunyai keinginan yang tidak baik atau tidak layak, karena ini akan membawa kehancuran bagimu. Engkau dapat melatih pikiran dan indriamu untuk damai dan suci dengan selalu mencintai Tuhan. [Divine Discourse, May 26, 2002]

-BABA

Thought for the Day - 10th May 2018 (Thursday)

The scriptures teach that all actions and activities must lead ultimately to non-attachment, for this is the best qualification for the development of the knowledge of Brahman. Of the three: devotion, wisdom, and renunciation (bhakti, jnana, and vairagya), devotion is the queen. The rules and rites are the maids-in-waiting; the queen treats her maids with kind consideration and favour, no doubt, but if the ceremonies, which are only “servants” and “aides”, disregard the queen, they should be mercilessly dismissed. All the formalities and rituals in the temples must therefore subserve the glorification of the queen, which is devotion; this is the sum and substance of the dharma that must direct and govern all temples. Only then can individuals reach the goal.


Naskah suci mengajarkan bahwa semua perbuatan dan aktifitas harus menuntun pada akhirnya yaitu tanpa keterikatan, karena ini adalah kualifikasi yang terbaik dalam mengembangkan pengetahuan Brahman. Dari ketiganya yaitu: bhakti, kebijaksanaan, dan pelepasan ikatan duniawi (bhakti, jnana, dan vairagya), bhakti adalah sebagai ratunya. Aturan dan ritual adalah pelayan yang sedang menunggu; ratu memperlakukan pelayannya dengan perhatian dan dukungan yang baik, tidak diragukan, namun jika dalam upacara, dimana hanya “pelayan” dan “pembantu”, yang mengesampingkan sang ratu, maka mereka seharusnya tanpa ampun untuk dipecat. Semua formalitas dan ritual di tempat suci harus membantu kemuliaan sang ratu, yaitu bhakti; ini adalah point pokok dari dharma yang harus mengarahkan dan mengatur semua tempat suci. Hanya dengan demikian individual dapat mencapai tujuan. [Dharma Vahini, Ch 10]

-BABA

Wednesday, May 9, 2018

Thought for the Day - 9th May 2018 (Wednesday)

Do not strive to acquire the status of a great person, always strive to become a good person. Greatness may induce one to do evil deeds but acts of a good person always stand out as ideals for others. Ravana was a great man. Rama is the example par excellence of a good man. Both were experts, but how different were their attitude! Ravana, though endowed with extraordinary learning, destroyed himself. The root cause for the destruction of his entire clan was his bad quality of ‘desire’. Hiranyakasipu, master of all five elements, was ruined by his evil trait of anger. Duryodhana was ruined by greed; he refused to give even five villages to Pandavas. All these examples of great people who destroyed themselves and their entire clan, teaches that one evil trait is enough to cause ruin. Imagine how much worse a fate one will be faced with if one has all six evil qualities - lust, anger, greed, pride, envy, and hatred!


Jangan berusaha untuk mencapai status sebagai orang hebat, selalulah berusaha untuk menjadi orang baik. Kehebatan dapat membujuk seseorang melakukan perbuatan yang jahat namun perbuatan orang yang baik selalu menonjol sebagai ideal bagi yang lainnya. Ravana adalah orang yang hebat. Sri Rama adalah teladan bagi keunggulan dari orang baik. Keduanya adalah ahli, namun yang membedakannya adalah sikap mereka! Ravana, walaupun diberkati dengan pengetahuan yang luar biasa, namun menghancurkan dirinya sendiri. Akar penyebab dari kehancuran seluruh klannya adalah sifat buruknya yaitu ‘keinginan’. Hiranyakasipu, adalah penguasa dari lima unsur, dihancurkan oleh sifat amarahnya yang buruk. Duryodhana dihancurkan oleh ketamakan; ia menolak untuk memberikan bahkan lima desa untuk Pandawa. Semua contoh dari orang-orang yang hebat yang menghancurkan diri mereka sendiri dan seluruh klan mereka, mengajarkan bahwa satu sifat jahat adalah cukup sebagai penyebab kehancuran. Bayangkan betapa jauh lebih buruk nasib yang akan dihadapi jika seseorang memiliki semua enam sifat buruk - birahi, amarah, ketamakan, kesombongan, iri hati, dan kebencian! [Divine Discourse, 22-Nov-1999]

-BABA

Tuesday, May 8, 2018

Thought for the Day - 8th May 2018 (Tuesday)

Country is not a mere piece of land; it is an assemblage of citizens. For countries to progress, its citizens must cultivate moral, ethical, and spiritual values. It is not possible for citizens and leaders to cultivate these values unless they practice them right from childhood! Life becomes meaningless if one does not take to righteous actions from an early age. Modern students are not able to refine their lives. So the parents and the teachers should play an active role in shaping the lives of the students. First and foremost, they have to enquire as to how the students can get rid of their evil tendencies. Just as a boulder becomes worthy of adoration and respect when it is carved into a beautiful idol by a sculptor, so also the students will become ideal citizens if they are brought up in the right environment. The teachers and parents are responsible for the good and bad in students.


Negara tidak hanya sebuah daratan; ini adalah perkumpulan dari warga negara. Untuk kemajuan sebuah bangsa, warga negaranya harus meningkatkan moral, etika, dan nilai-nilai spiritual. Adalah tidak mungkin bagi warga negara dan pemimpin untuk meningkatkan nilai-nilai ini kecuali mereka menjalankannya mulai dari anak-anak! Hidup menjadi tidak berarti jika seseorang tidak melakukan perbuatan baik mulai dari masa anak-anak. Para pelajar modern tidak mampu memurnikan hidup mereka. Jadi orang tua dan guru harus memainkan peran aktif dalam membentuk hidup para pelajar. Pertama dan utama, mereka harus menyelidiki bagaimana para pelajar dapat menghilangkan kecenderungan jahat mereka. Sama halnya sebuah batu besar menjadi layak untuk dihormati dan dihargai ketika batu besar itu dibentuk menjadi sebuah bentuk yang indah oleh pemahat, begitu juga dengan para pelajar akan menjadi warga negara yang ideal jika mereka dibesarkan dalam lingkungan yang benar. Para guru dan orang tua bertanggung jawab untuk kebaikan dan keburukan pada pelajar. [Divine Discourse, Jul 26, 1999]

-BABA

Thought for the Day - 7th May 2018 (Monday)

Demon Ravana discovered that the Lord (Rama) and desire (kama) cannot coexist in the mind. Develop steadiness in the recitation of the Name of God and in the worth of that Name. Then even if the whole world says, “Do evil”, you will refuse to obey; your system itself will revolt against it. Even if the whole world asks you to desist, you will insist on doing right. Your body is a temple of God; God is installed in everybody, whether the owner of the body recognizes it or not. It is God that inspires you to perform good acts and warns you against the bad. Listen to that Voice. Obey that Voice and you will not come to any harm. You must cultivate four types of strength: of body, intellect, wisdom, and conduct. Then you become unshakable, and you are on the path of spiritual victory!

Raksasa Ravana mengetahui bahwa Tuhan (Rama) dan keinginan (kama) tidak bisa hidup berdampingan dalam pikiran. Kembangkan keteguhan hati dalam mengulang-ulang nama Tuhan dan manfaat dari nama Tuhan. Bahkan ketika seluruh dunia berkata, “lakukan kejahatan”, engkau akan menolak untuk mematuhinya; sistem dalam dirimu sendiri akan memberontak menentangnya. Bahkan jika seluruh dunia memintamu untuk berhenti, engkau akan tetap bertahan dalam melakukan yang benar. Tubuhmu adalah tempat suci Tuhan; Tuhan bersemayam dalam setiap tubuh, apakah pemilik tubuh menyadarinya atau tidak. Adalah Tuhan yang menginspirasimu untuk melakukan perbuatan yang baik dan memperingatkanmu terhadap yang buruk. Dengarkan suara itu. Patuhi suara itu dan engkau tidak akan mendapatkan penderitaan. Engkau harus meningkatkan empat jenis kekuatan: tubuh, intelek, kebijaksanaan dan tingkah laku. Kemudian engkau akan menjadi tidak tergoyahkan dan engkau ada di jalan keberhasilan spiritual! [Divine Discourse, Feb 27, 1961]

-BABA

Thought for the Day - 6th May 2018 (Sunday)

Scriptures declare: Revere the mother and father as God. Mother’s womb is the birthplace of one and all, be it a commoner or the Avatar Himself. Therefore, adore the mother as God. Uphold her name and respect her. There is nothing greater than mother’s love. Mother’s words are always sweet. At times she may use harsh words, but they are meant only to correct you, not to hurt you. There may be a wicked child, but never a wicked mother in this world. Most modern youth do not care enough for their mother. They think they are highly educated and that the mother does not know anything. It is a great mistake to think so. Never look down upon the mother. A mother also should not force her children to accede to her wishes. She must guide the children on the righteous path through love and sincerity. She should aspire that her children be good, they need not be great!


Naskah suci menyatakan: Hormati ibu dan ayah sebagai Tuhan. Rahim ibu adalah tempat lahir dari semuanya, apakah dia adalah orang biasa atau Avatara Sendiri. Maka dari itu, pujalah ibu sebagai Tuhan. Junjung tinggi namanya dan hormati ibu. Tidak ada yang lebih besar daripada kasih ibu. Perkataan ibu adalah selalu lembut dan manis. Kadang-kadang ibu menggunakan kata-kata kasar, namun perkataan itu hanyalah untuk memperbaikimu dan bukan menyakitimu. Mungkin ada anak yang jahat, namun tidak pernah ada ibu yang jahat di dunia ini. Kebanyakan anak muda zaman modern tidak cukup peduli dengan ibu mereka. Mereka berpikir bahwa mereka berpendidikan tinggi dan ibu mereka tidak tahu apa-apa. Ini merupakan kesalahan yang sangat besar dengan berpikir seperti itu. Jangan pernah memandang rendah pada ibu. Seorang ibu juga seharusnya tidak memaksakan anak-anaknya untuk mengikuti permintaannya. Ibu harus menuntun anak-anaknya pada jalan yang benar melalui kasih dan ketulusan. Ibu seharusnya menginginkan anak-anaknya menjadi baik dan mereka tidak perlu menjadi hebat! [Divine Discourse, Nov 19, 1999 ]

-BABA

Thought for the Day - 5th May 2018 (Saturday)

Many feel proud about the enormous expansion of education in the country. But is there any reason for feeling pleased with this situation? An unhealthy expansion of education is as undesirable as an unhealthy bloating of the body. Acquiring degrees at great cost and developing contempt for one's parents out of intellectual pride is not a sign of proper education. Humility is the hallmark of true education. Arrogance, envy and ostentation should have no place in a properly educated person! Education without right conduct is of no value. Make full use of what you have learnt, not only for earning a living but also for service to society. Only then will your degrees have any meaning. Whatever job you undertake, wherever you work, you must continue to practice spiritual discipline and aim at Self-realisation. Without a spiritual basis, education is futile. May you all lead exemplary lives, bring happiness to your parents and render help to society!


Banyak orang berkata bahwa dunia hari ini dirundung dengan penderitaan, kehilangan dan kesulitan. Aku tidak menyetujui pandangan ini – sesungguhnya, semuanya itu hanyalah khayalan kita saja! Sejatinya, tidak ada kegelisahan dan penderitaan di dunia ini. Aku hanya melihat kedamaian di mana saja. Ketika ada kedamaian di dalam hati kita, kita akan mampu untuk menyaksikan kedamaian di sekitarnya. Kegelisahan, penderitaan, kemarahan, dan sebagainya, adalah reaksi, pantulan dan gema dari keadaan di dalam batin seseorang.  Penderitaan dan kesulitan, kemarahan dan kegelisahan adalah ciptaan kita sendiri. Semuanya itu adalah tidak alami di dunia ini. Adalah karena kurangnya kasih yang menyebabkan semua bentuk perbedaan, perdebatan dan konflik di dunia, khususnya yang terjadi saat sekarang. Kasih adalah kualitas yang paling utama dari manusia. Dan keyakinan adalah dasar bagi kasih itu. Dalam mengeja kata Love (kasih), ‘L’ berarti ‘Lord’ (Tuhan). Jadi, Love (kasih) sejatinya berasal dari Tuhan! [Divine Discourse, Mar 1, 1981]

-BABA

Friday, May 4, 2018

Thought for the Day - 4th May 2018 (Friday)

When good things are spoken you find it difficult to pay attention, but when demeaning and distracting things are said, your ears are alert! This is tragic! Be the master of your behaviour; do not be led away by the impulses of the moment. Be conscious always of what is good for you. Carry on your daily tasks so that you do not make others suffer or suffer yourself. That is the sign of intelligent living! Do not give way to fits of anger, grief, elation or despair. The confusion you exhibit is the result of dark and dull (tamasic) and emotional (rajasic) qualities. Be calm, unruffled and collected (satwic). The more you develop charity for all beings, contrition at your own faults, fear of wrong, and fear of God — the more firmly established you are in peace!


Ketika hal yang baik dibicarakan maka engkau mendapatkan kesulitan untuk memberikan perhatian, namun ketika hal yang merendahkan dan mengacaukan dikatakan maka telingamu sangat sigap! Ini merupakan hal yang tragis! Jadilah penguasa atas tingkah lakumu; jangan terbawa oleh dorongan keadaan saat itu. Selalulah sadar apa yang baik untukmu. Jalankan tugasmu sehari-hari sehingga engkau tidak membuat yang lainnya menderita atau membuat dirimu menderita. Itu adalah tanda dari hidup yang cerdas! Jangan menyerah pada kemarahan, kesedihan, kegirangan hati, atau rasa putus asa. Kebingungan yang engkau tunjukkan adalah hasil dari sifat kegelapan dan kemalasan (tamasik) dan emosional (rajasik). Tetaplah tenang (satwik). Semakin engkau mengembangkan kedermawanan pada semua makhluk, penyesalan atas kesalahan sendiri, takut bersalah, dan takut akan Tuhan — semakin mantap engkau dalam damai! [Divine Discourse, Feb 27, 1961]

-BABA