Life is eternally stalked by death. Yet, people don’t tolerate the very mention of the word “death”. It is deemed inauspicious to hear that word, though, however insufferable it is, every living thing is every moment proceeding nearer and nearer to it. Intent on a journey and having purchased a ticket for the same, when you enter a train, the train takes you willy-nilly to the destination, whether you sit quiet or lie down or read or meditate. So too, each living thing received a ticket to death at birth and has come on a journey; so whatever your struggles, safeguards and precautions, the place has to be reached some day. Anything else may be uncertain, but death is certain. It is impossible to change that law. People have taught the eye, ear and tongue the luxury of constant novelty. Now, the opposite tendencies have to be taught. The mind has to be turned towards the good; the activities of every minute have to be examined from that standpoint.
Hidup selamanya dibuntuti oleh kematian. Namun, manusia masih tidak tahan terhadap penyebutan kata “kematian”. Mendengar kata ini saja dianggap tidak menguntungkan, meskipun betapapun sulitnya, setiap makhluk hidup semakin dekat dan semakin dekat dengan kematian. Bermaksud untuk melakukan perjalanan dan membeli tiket untuk perjalanan tersebut, ketika engkau memasuki kereta api, maka kereta api akan membawamu dengan pasti sampai pada tujuan, apakah engkau duduk dengan tenang atau berbaring atau membaca atau meditasi. Begitu juga, setiap makhluk hidup menerima sebuah tiket menuju kematian pada saat dilahirkan dan telah memulai perjalanan itu; jadi apapun perjuangan, perlindungan dan tindakan pencegahan, tujuan itu harus dicapai pada suatu hari nanti. Sesuatu yang lain mungkin tidak pasti, namun kematian adalah kepastian. Adalah tidak mungkin untuk merubah hukum tersebut. Manusia telah mengajarkan mata, telinga, dan lidah tentang kemewahan baru secara terus menerus. sekarang, kecenderungan yang berlawanan harus diajarkan. Pikiran harus diarahkan pada kebaikan; aktifitas setiap menitnya harus diuji dari sudut pandang itu. (Prema Vahini, Ch 27)
-BABA