Friday, January 31, 2025

Thought for the Day - 31st January 2025 (Friday)



Be simple and sincere. It is sheer waste of money to burden the pictures and idols in the shrines and altars of your homes with a weight of garlands, and to parade costly utensils, vessels and offerings, to show off your devotion. This is deception; it demeans Divinity, imputing to it the desire for pomp and publicity. I ask only for purity of heart, to shower Grace. Do not posit distance between you and Me; do not interpose the formalities of the Guru-sishya (Preceptor-disciple) relationship, or even the altitudinal distinctions of the God-Devotee relationship, between you and Me. I am neither Guru nor God; I am You; You are I - that is the Truth. There is no distinction. That which appears so is the delusion. You are waves; I am the Ocean. Know this and be free, be Divine. 


- Divine Discourse, Jul 19, 1970.

There is nothing like I am Deva (God) and you are Jiva (individual). You and I are one only. Not realising this, you perceive unity as diversity.



Jadilah pribadi yang sederhana dan tulus. Benar-benar merupakan bentuk pemborosan uang dengan menempatkan banyak gambar dan arca dalam ruang suci di rumahmu dengan kalung bunga yang berat, dan untuk memperlihatkan peralatan sembahyang dan persembahan yang mahal, untuk memamerkan bhaktimu. Ini adalah penipuan; hal ini merendahkan keilahian dengan menghubungkan hal ini dengan keinginan untuk pamer dan terkenal. Aku hanya meminta untuk kesucian hatimu agar bisa diberkati. Jangan menaruh jarak diantara dirimu dan Aku; jangan menempatkan formalitas dalam hubungan _Guru-sishya_ (Guru - murid), atau bahkan menempatkan perbedaan ketinggian hubungan dari Tuhan - bhakta, diantara dirimu dan Aku. Aku bukanlah Guru atau Tuhan; Aku adalah dirimu; engkau adalah Aku – itu adalah kebenaran. Tidak ada perbedaan. Apa yang nampak demikian adalah khayalan. Engkau adalah gelombang; Aku adalah lautan. Ketahuilah hal ini dan jadilah bebas, menjadi ilahi. 


- Divine Discourse, 19 Juli 1970.

Tidak ada hal seperti Aku adalah Deva (Tuhan) dan dirimu adalah Jiva (individu). Engkau dan Aku adalah satu. Dengan tidak menyadari hal ini, engkau menganggap kesatuan sebagai keberagaman. 

Thursday, January 30, 2025

Thought for the Day - 30th January 2025 (Thursday)



Men engage themselves in many outward sadhana (spiritual practices). These must be internalised. All scholarship is of no avail if there is no realisation in the heart. A scholar may expound the texts, but lack the internal experience. One who has mastered the Vedas may be able to explain the words, but cannot recognise the Veda Purusha, the Supreme Person hailed by the Vedas. When a person goes to a temple, he closes his eyes in front of the idol, because what he seeks is an internal vision of God and not a sight of the external form of the idol. God is Omnipresent as proclaimed in the Gita. God is One, though names and forms may differ. All education today is related to the physical world. It will not serve to reveal the Divine. It was this which impelled Shankaracharya to teach a scholar who was learning by rote Panini's grammar that at the moment of death only the Lord's name (Govinda) will save him and not the rules of grammar. 


- Divine Discourse, Oct 09, 1994.

All branches of learning are like the rivers. The spiritual learning is like the ocean.


Manusia melibatkan diri mereka dalam banyak sadhana (latihan spiritual) bersifat lahiriah. Berbagai jenis sadhana ini harus dinternalisasikan. Semua pengeathuan menjadi tidak ada gunanya jika tidak ada kesadaran di dalam hati. Seorang sarjana mungkin dapat menguraikan teks-teks yang ada, namun kurang adanya pengalaman batin. Seseorang yang telah menguasai Weda mungkin mampu menjelaskan sloka, namun tidak mampu menyadari Weda Purusha, pribadi tertinggi yang dimuliakan oleh Weda. Ketika seseorang pergi ke tempat suci, dia memejamkan matanya di depan arca, karena apa yang dia cari adalah penglihatan batin tentang Tuhan dan bukan bentuk luar dari arca. Tuhan adalah ada dimana-mana seperti yang dinyatakan dalam Bhagavad Gita. Tuhan adalah Esa, walaupun nama dan wujud-Nya mungkin berbeda. Semua Pendidikan hari ini dikaitkan pada dunia fisik. Pendidikan ini tidak akan mampu untuk mengungkapkan Tuhan. Hal ini yang mendorong Shankaracharya untuk mengajarkan seorang sarjana yang sedang belajar tata bahasa Panini bahwa pada saat kematian hanya nama suci Tuhan (Govinda) yang akan menyelamatkannya dan bukan aturan dalam tata bahasa. 


- Divine Discourse, 19 Oktober 1994.

Semua cabang ilmu pengetahuan adalah seperti sungai. Pengetahuan spiritual adalah seperti lautan. 

Wednesday, January 29, 2025

Thought for the Day - 29th January 2025 (Wednesday)



Man is afraid of probing into his own truth, lest his pet opinions and attitudes be proved hollow and dangerous. As a result, his actions and thoughts pursue disturbing and discordant paths. What exactly is Truth? Is it the description of a 'thing seen' as one has seen it, without exaggeration or understatement? No. Or is it the narration of an incident in the same word as one has heard it narrated? No. Truth elevates; it holds forth ideals; it inspires the individual and society. It is the light that illumines man's path to God. A life inspired by Truth will enable man to live as man - not degrade himself to the status of a lower species. From dawn to dusk, from the moment of wakefulness to the moment of sleep, if he devotes himself to his own deeds, is that a life inspired by the Truth? No. By his good thoughts translated into good words and manifested as good deeds, man must promote Truth in society and prove its usefulness. He is the image of God. He must be aware of the image of God that shines in society also. 


- Divine Discourse, Dec 08, 1979.

The chief duty of man is investigation into Truth. Truth can be won only through dedication and devotion.


Manusia takut menyelidiki pada kebenaran dirinya, jangan sampai pendapat dan sikap yang menjadi kesukaannya terbukti adalah hampa dan berbahaya. Sebagai hasilnya, tindakan dan pikirannya justru mengikuti jalan yang mengganggu dan penuh ketidakharmonisan. Apa sebenarnya kebenaran itu? Apakah kebenaran adalah penjelasan dari ‘sesuatu yang dilihat’ tanpa dilebih-lebihkan atau dikurangi? Bukan. Atau adalah sebuah narasi dari sebuah suatu kejadian yang diceritakan dengan kata-kata yang sama dari apa yang didengar? Juga bukan. Kebenaran mengangkat; menawarkan idealisme yang mulia; kebenaran menginspirasi individu dan masyarakat. Kebenaran adalah lentera yang menerangi jalan manusia menuju Tuhan. Sebuah hidup yang diinspirasi dengan kebenaran akan memungkinkan bagi manusia untuk hidup layak sebagai manusia – bukan merendahkan dirinya pada status spesies yang lebih rendah. Dari matahari terbit sampai matahari terbenam, dari saat bangun pagi sampai saat tidur, jika manusia tenggelam dalam pekerjaannya sendiri, apakah hidup seperti itu diinspirasi oleh kebenaran? Tidak. Dengan pikiran baiknya yang diterjemahkan dalam perkataan yang baik dan diwujudkan dalam perbuatan yang baik, manusia harus meningkatkan kebenaran dalam masyarakat dan membuktikan kegunaannya. Manusia adalah citra dari Tuhan. Manusia harus menyadari bahwa citra Tuhan juga bersinar dalam masyarakat. 


- Divine Discourse, 8 Desember 1979.

Kewajiban utama manusia adalah melakukan penyelidikan pada kebenaran. Kebenaran hanya dapat diraih melalui dedikasi dan pengabdian. 

Tuesday, January 28, 2025

Thought for the Day - 28th January 2025 (Tuesday)



The unfortunate predicament of man today is that he is not recognising the powers within him and developing respect for them. He goes after the external, attracted by the physical forms. The relationship between the material and the subtle has to be understood. The remedy for man's ills is contained within himself. But man seeks remedies from outside. Here is an illustration of what happens in the world. A hotel and a drug store are adjacent to each other. When a hotel server gets a headache, he goes to the neighbouring drug shop for a pill to cure his headache. When the drug storekeeper gets a headache, he goes to the hotel for a cup of coffee to cure him, instead of taking one of his own pills. Likewise, people today tend to ignore the divinity within them, but hanker after many external objects. There is no need to go in search of the Divine. Men must develop firm faith in the Divinity within them. All that is needed is to turn the vision inwards to experience the Divine within.


- Divine Discourse, Oct 09, 1994.

Fulfilment of worldly desires will confer only temporary happiness. So, put a check on your desires.



Keadaan manusia yang menyedihkan pada hari ini adalah manusia tidak menyadari kekuatan di dalam dirinya dan tidak mengembangkan rasa hormat pada kekuatan-kekuatan tersebut. Manusia mengejar hal-hal bersifat eksternal, tertarik dengan bentuk fisik. Hubungan diantara material dan yang halus harus dipahami. Sesungguhnya obat bagi penyakit manusia terdapat di dalam dirinya. Namun manusia mencari obat dari luar dirinya. Ini adalah gambaran terkait apa yang terjadi di dunia. Sebuah hotel dan toko obat ada berdampingan. Ketika seorang pegawai hotel menderita sakit kepala, maka dia akan pergi ke toko obat sebelah untuk mendapatkan pil untuk meredakan sakit kepalanya. Ketika penjaga toko obat merasa sakit kepala, dia pergi ke hotel untuk mendapatkan secangkir kopi untuk menyembuhkannya, bukannya minum pil yang dijual di tokonya sendiri. Sama halnya, orang-orang hari ini cendrung mengabaikan keilahian di dalam dirinya, namun justru mengejar berbagai jenis objek di luar dirinya. Tidak perlu untuk pergi mencari Tuhan. Manusia harus mengembangkan keyakinan yang teguh pada Tuhan di dalam dirinya. Semua yang dibutuhkan adalah mengarahkan pandangan ke dalam diri untuk mengalami keilahian di dalam diri. 


- Divine Discourse, 9 Oktober 1994.

Pemenuhan keinginan duniawi hanya akan memberikan kesenangan sementara. Jadi, kendalikanlah keinginanmu. 

Monday, January 27, 2025

Thought for the Day - 27th January 2025 (Monday)



In the pure pellucid lake of the heart of man, the lotus of Divine aspiration is blossoming; instead of offering that flower at the feet of God, you try the trick of placing there flowers that fade, fruits that rot, and leaves that dry. Offer the heart that He has endowed you with, filled with adoration and love! Your Ananda is my Aahara (You bliss is My food), so, cultivate it. It grows only when you meditate on the source of Ananda, the goal of Ananda, namely, God. Sita was interned by the cruel King Ravana in the most beautifully laid-out garden in Lanka, called A-shoka-vana (the forest of no sorrow). The flower-beds, lawns and greeneries, trees and creepers, bowers and groves were most pleasing to the eye and refreshing to the mind. But, Sita derived no joy therefrom! She found therein only empty vanity, lust for power and foul pleasure. But, Sita felt real Ananda when an unattractive monkey started repeating the name of Rama from the branch of the tree under which she sat! The Lord’s Name was for her the source of unfailing joy! 


- Divine Discourse, Apr 23, 1967.

Your goal is permanent and eternal bliss. It is within you and can be attained only through love.


Dalam danau jernih hati manusia yang suci, bunga teratai aspirasi Ilahi sedang mekar; bukannya mempersembahkan bunga itu di kaki padma Tuhan, engkau malah mencoba menggantinya dengan bunga-bunga layu, buah-buahan yang busuk dan dedaunan yang mengering. Persembahkan hati yang Tuhan telah anugerahkan kepadamu, isilah hati itu dengan pengabdian dan kasih! Kebahagiaanmu (Ananda) adalah makanan-Ku (Aahara), jadi, kembangkanlah itu. Kebahagiaan hanya tumbuh ketika engkau meditasi pada sumber dari Ananda, tujuan dari Ananda, yang disebut dengan Tuhan. Sita pernah dipenjara oleh raksasa yang kejam yaitu Ravana di taman yang paling indah di Lanka, yang disebut dengan A-shoka-vana (hutan tanpa penderitaan). Hamparan bunga, rerumputan hijau, pohon dan sulur-sulur tumbuhan begitu menyenangkan mata dan menyegarkan pikiran. Namun, Sita tidak merasakan suka cita disana! Sita hanya menemukan kesombongan kosong, nafsu pada kekuasaan dan kesenangan yang busuk. Namun, Sita merasakan Ananda sejati ketika seekor kera yang tampak biasa saja mulai mengulang-ulang nama suci Rama dari cabang pohon tempat kera itu duduk! Nama suci Tuhan bagi Sita adalah sumber dari suka cita yang tidak pernah pudar! 


- Divine Discourse, 23 April 1967.

Tujuanmu adalah kebahagiaan yang kekal dan abadi. Kebahagiaan ini ada di dalam dirimu dan hanya dapat dicapai dengan kasih. 

Sunday, January 26, 2025

Thought for the Day - 26th January 2025 (Sunday)



The human body is precious. Man today is not realising what he owes to his body. The body that is composed of the five elements, which has been given to man to understand his true nature, to recognise the truth about his immortal Spirit, and to experience the eternal within him, is being used for the enjoyment of physical pleasures. The body surely has not been given for this purpose. The body is a kshetra (shrine). The Indweller is the Kshetrajna (Knower). The relationship is that of sharira (body) and the shariri (Indweller). Instead of recognising this integral relationship, man is concerned with only the body and seeks to realise the Divine. How is this possible? The first requisite is for man to acquire the firm conviction that the Divine dwells in his heart. There is no need to search for the Divine elsewhere. There is no need to go to a forest and lead an austere life to experience the Divine who is within each one. When man turns his vision inward he can experience eternal Bliss. 


- Divine Discourse, Oct 09, 1994.

Forgetting the God who is nearest and closest to them, people are trying to seek an invisible God elsewhere.


Tubuh manusia adalah berharga. Manusia pada hari ini tidak menyadari apa yang menjadi tanggung jawabnya pada tubuh ini. Tubuh disusun oleh lima unsur, yang mana telah diberikan pada manusia untuk memahami sifat sejatinya, untuk mengetahui kebenaran tentang jiwanya yang bersifat abadi, dan untuk mengalami keabadian yang ada di dalam dirinya, namun justru digunakan untuk menikmati kesenangan-kesenangan fisik. Tubuh pastinya tidak diberikan untuk tujuan ini. Tubuh adalah sebuah kshetra (tempat suci). Sedangkan yang bersemayam di dalamnya adalah Kshetrajna (yang Maha Mengetahui). Hubungannya adalah antara sharira (tubuh) dan shariri (yang menghuni tubuh). Bukannya menyadari hubungan yang bersifat hakiki ini, manusia hanya peduli pada tubuh dan berusaha untuk menyadari Tuhan. Bagaimana mungkin hal itu terjadi? Syarat pertama bagi manusia adalah memiliki keyakinan yang mantap bahwa Tuhan yang bersemayam di dalam hatinya. Adalah tidak perlu untuk mencari Tuhan di tempat lain. Tidak perlu lagi pergi ke hutan dan menjalani hidup sebagai pertapa untuk mengalami Tuhan yang ada di dalam diri setiap orang. Ketika manusia mengarahkan pandangannya ke dalam diri maka manusia dapat mengalami kebahagiaan yang abadi. 


- Divine Discourse, 9 Oktober 1994.

Dengan melupakan Tuhan yang paling dekat secara fisik dan batin dengan mereka, orang-orang sedang mencari Tuhan yang tidak terlihat di tempat lain. 

Saturday, January 25, 2025

Thought for the Day - 25th January 2025 (Saturday)



You have wandered far and wide, but neglected your home. You peep into stars in space, but keep your inner sky unexplored. You peep into others' lives and pick faults, talk ill of them; but, you do not care to peep into your own thoughts, acts and emotions and judge whether they are good or bad! The faults you see in others are but projections of your own; the good that you see in others is but a reflection of your own goodness. By meditation alone can you cultivate the good vision, taste for good listening, good thoughts and good deeds. By meditation, you get immersed in the idea of universality and the omnipotence of God. Is it not your daily experience that a bigger worry overpowers the smaller one and makes you forget it? When you fill your mind with idea of God and yearn for Him, and pine plaintively for Him, all lesser desires and disappointments, even achievements will pale into insignificance! You will forget them all; they will be submerged in the flood of Divine yearning and very soon, you will be immersed in the ocean of Divine Bliss! 


- Divine Discourse, Apr 23, 1967.

If you develop love for all beings, in the faith that God resides in all, you may be anywhere else, but your prayers would reach me and my grace will reach you.


Engkau telah berjalan jauh, namun mengabaikan rumahmu sendiri. Engkau mengintip bintang-bintang di angkasa, namun engkau tetap tidak menjelajahi langit dalam dirimu. Engkau mengintip hidup orang lain dan mencari kesalahan yang ada, berbicara buruk tentang mereka; namun, engkau tidak peduli untuk mengintip pada pikiran, perbuatan dan emosimu sendiri serta menilai apakah itu baik atau buruk! Kesalahan yang engkau lihat pada diri orang lain hanyalah pantulan dari dirimu sendiri; kebaikan yang engkau lihat pada diri orang lain hanyalah pantulan dari kebaikanmu sendiri. Hanya dengan meditasi engkau dapat meningkatkan pandangan baik, selera untuk mendengarkan yang baik, pikiran baik dan perbuatan baik. Dengan meditasi, engkau bisa tenggelam dalam pemikiran yang bersifat universal dan kemahakuasaan Tuhan. Bukankah dari pengalamanmu sehari-hari dirasakan bahwa kecemasan yang lebih besar mengatasi kecemasan yang kebih kecil dan membuatmu melupakannya? Ketika engkau mengisi pikiranmu dengan gagasan tentang Tuhan dan merindukan-Nya, dan begitu besar kerinduan pada Tuhan, maka semua keinginan dan kekecewaan yang lebih rendah, bahkan pencapaian akan menjadi tidak berarti! Engkau akan melupakan semuanya itu; semuanya itu akan tenggelam dalam besarnya kerinduan pada Tuhan dan dengan segera, engkau akan tenggelam dalam lautan kebahagiaan Tuhan! 


- Divine Discourse, 23 April 1967.

Jika engkau mengembangkan kasih bagi semua makhluk, dengan keyakinan bahwa Tuhan bersemayam di dalam semuanya, engkau mungkin ada dimana saja, namun doamu akan mencapai Tuhan dan Rahmat Tuhan akan sampai padamu. 

Friday, January 24, 2025

Thought for the Day - 24th January 2025 (Friday)



You may not get a chance to partake in some gigantic scheme of service through which millions may be benefitted; you can lift a lame lamb over a stile, or lead a blind child across a busy road. That too is an act of worship! A copy of Gita may be available for twenty-five paise; a puerile novel may cost ten rupees. Which is more worthwhile? Which can transmute base metal into gold? Seva is more fruitful than japa, dhyana, yajna and yaga, which are usually recommended for spiritual aspirants. For, it serves two purposes: the extinction of the ego, and the attainment of ananda (bliss). When someone sitting near you is sunk in sorrow; can you be happy? No. It may be that a baby weeps within hearing, most pathetically. You will get tears in your eyes in sympathy. Why? There is an unseen bond between the two. Man alone has this quality of empathy; he alone can be happy when others are happy, and miserable when others are miserable. That is why he is the paragon of creation, the acme of animal advance. Man alone is capable of seva; that is his special glory, unique skill! 


- Divine Discourse, Mar 04, 1970

Speak soft and sweet; sympathise with suffering and loss and ignorance; try your best to apply the salve of soothing word and timely succour.


Engkau mungkin tidak mendapatkan sebuah kesempatan untuk ikut terlibat dalam beberapa skema pelayanan besar yang memberikan manfaat bagi jutaan orang; engkau dapat mengangkat seekor domba yang pincang melewati pagar, atau menuntun seorang anak buta menyebrangi jalan yang padat. Itu juga adalah sebuah bentuk ibadah! Sebuah salinan dari buku Bhagavad Gita tersedia hanya dengan harga 50 rupiah; sebuah novel picisan bisa berharga 2000 rupiah. Yang mana yang lebih bernilai? Yang mana dapat merubah logam dasar menjadi emas? Seva adalah lebih bermanfaat daripada japa, dhyana, yajna dan yaga, yang mana biasanya direkomendasikan bagi peminat spiritual. Karena, dengan seva memiliki dua tujuan: pertama adalah melenyapkan ego, dan kedua adalah mencapai kebahagiaan (ananda). Ketika seseorang yang sedang duduk dekatmu tenggelam dalam penderitaan; dapatkah engkau menjadi bahagia? Jawabannya adalah tidak. Mungkin ada seorang bayi yang sedang menangis dalam kepiluan di dekatmu. Mendengarnya engkau bisa terharu dan meneteskan air mata. Mengapa? Ada sebuah ikatan yang tidak terlihat diantara keduanya. Hanya manusia memiliki kualitas empati ini; seseorang bisa bahagia ketika orang lainnya juga bahagia, dan merasa sedih ketika orang lain menderita. Itulah sebabnya mengapa manusia adalah puncak dari cipataan, mahkota dari evolusi makhluk hidup. Hanya manusia yang mampu melakukan seva; itu adalah kemuliaan dan ketrampilan yang unik! 


- Divine Discourse, 04 Maret 1970

Berbicaralah dengan sopan dan lembut; berempatilah terhadap penderitaan dan kehilangan dan ketidaktahuan; cobalah dengan kemampuan terbaikmu untuk mengobati luka dengan perkataan yang menenangkan dan bantuan yang tepat waktu. 

Thursday, January 23, 2025

Thought for the Day - 23rd January 2025 (Thursday)



Embodiments of Divine love! From the most ancient times, men have been engaged in the search for God. The questions, "Who is God?" and "What is the means to realise God?", are not of today. They have been there from the earliest times and have agitated mankind ceaselessly. A few yogis, who comprehended the nature of the Divine and who felt that the purpose of human existence is to seek the Divine, undertook various spiritual exercises to discover how to achieve this objective. The purpose of human life is to realise the Divine. It is, in this context, that human birth becomes the rarest among all living beings. The ancient sages, recognising this truth, pursued different kinds of penances to experience the Divine. Some of them, feeling that the task was beyond their powers, gave up the quest in the middle. Some others, recognising that this was the sole purpose of human life persevered in their efforts with determination. When man sets his heart upon achieving anything, there is nothing impossible for him. 


- Divine Discourse, Oct 09, 1994.

Every individual should regard the inquiry into nature of the Atma as the primary purpose of life.


Perwujudan kasih Tuhan! Dari dahulu kala, manusia telah terlibat dalam pencarian Tuhan. Pertanyaannya seperti, "Siapakah Tuhan?" dan "Apa sarana untuk menyadari Tuhan?", bukan pertanyaan saat sekarang. Pertanyaan tersebut telah ada sejak jaman dahulu kala dan telah mengguncang manusia secara terus menerus. Beberapa Yogi yang telah memahami sifat alami dari Tuhan dan merasa bahwa tujuan dari keberadaan manusia adalah untuk mencari Tuhan, melakukan berbagai latihan spiritual untuk mengungkapkan bagaimana cara mencapai tujuan ini. Tujuan dari hidup manusia adalah untuk menyadari Tuhan. Dalam kaitan dengan tujuan ini maka kelahiran manusia menjadi sangat langka diantara semua makhluk hidup. Para guru suci jaman dahulu, menyadari kebenaran ini, menempuh berbagai jenis pengendalian diri untuk mengalami Tuhan. Beberapa dari mereka, merasakan bahwa tugas itu diluar kemampuan mereka, melepaskan pencarian tersebut di tengah jalan. Beberapa Yogi lainnya, menyadari bahwa pencarian Tuhan adalah satu-satunya tujuan dari hidup manusia maka mereka terus berusaha dengan kebulatan tekad. Ketika manusia menentukan hatinya untuk mencapai sesuatu, maka tidak ada apapun yang tidak mungkin baginya. 


- Divine Discourse, 09 Oktober 1994.

Setiap individu harus merasakan bahwa penyelidikan hakikat Atma adalah tujuan utama dari hidup.

Wednesday, January 22, 2025

Thought for the Day - 22nd January 2025 (Wednesday)



Rely on the Shiva (God) in you, not on the shava (corpse) that the body is, without Him. With every breath, draw His glory in; with every breath, exhale all that reduces His glory. Saturate your thought, word and deed with Divinity. Then, you can conquer death, and become immortal. Recite the Name of Shiva and save yourself. You are truly the embodiment of truth, goodness and beauty. But you have misplaced the key which helps you to tap the springs. That key is in the realm of your inner consciousness; but, like the old woman who lost a needle in her dark hut, and searched for it under the street lamp (because, as she said, there was a patch of light underneath it), man is searching for it in the region of material objects in the outer world. It is to persuade you to engage yourself in Namasmarana (remembering of Lord's Name) that I am Myself concluding My discourses with a few namavalis (bhajans that are a string of divine names) which I sing! 


- Divine Discourse, Mar 29, 1968.

Without the conquest of one's passions and desires and without realising the divinity that is immanent in every living thing, man cannot achieve peace, bliss within or harmony with the outside world.


Miliki keyakinan pada Shiva (Tuhan) di dalam dirimu dan bukan pada tubuh yang menjadi shava (mayat) tanpa adanya Shiva. Dengan setiap nafas, tariklah kemuliaan Shiva pada dirimu; dengan tarikan nafas lepaskan semua yang mengurangi kemuliaan Shiva. Penuhi pikiran, perkataan dan perbuatanmu dengan keilahian. Kemudian, engkau dapat menaklukkan kematian dan menjadi abadi. Lantunkan berulang-ulang nama suci Shiva dan selamatkan hidupmu. Engkau sejatinya adalah perwujudan dari kebenaran, kebajikan dan keindahan. Namun engkau telah kehilangan kunci yang mana menolongmu untuk mengakses sumber tersebut. Kunci itu ada di dalam kesadaran batinmu; namun, seperti halnya nenek tua yang kehilangan sebuah jarum di dalam gubuk yang gelap, dan mencari jarum itu di bawah lampu jalanan (karena seperti yang nenek itu katakan bahwa ada cahaya di bawah lampu jalanan), manusia sedang mencari kunci tersebut dalam dunia materi di luar dirinya. Untuk membujukmu agar melibatkan dirimu dalam Namasmarana (mengingat nama suci Tuhan) maka Aku menutup ceramah-Ku dengan beberapa namavali (bhajan berupa untaian nama-nama Tuhan) yang Aku lantunkan! 


- Divine Discourse, 29 Maret 1968.

Tanpa menaklukkan hasrat dan keinginan seseorang dan tanpa menyadari keilahian yang ada dalam setiap makhluk hidup, manusia tidak bisa mendapatkan kedamaian, kebahagiaan di dalam diri atau harmoni dengan dunia luar.

Tuesday, January 21, 2025

Thought for the Day - 21st January 2025 (Tuesday)



God is not far from you, or away in some distant place. He is within you, in your own inner altar. Man suffers because he is unable to discover Him there, and draw peace and joy from that discovery. A dhobi, standing knee-deep in a flowing river, washing clothes therein, died of thirst, because he failed to realise that life-giving water was within reach. He needed only to bend and drink. Such is the story of man. He runs about in desperate haste, to seek God outside him and dies disappointed and distraught, without reaching the goal, only to be born again. Of course, you must be in the world, but you need not be of it. The attention must be fixed on God, the God within. In Karnataka, there is a dance called ‘Karaga’. The central person in this dance keeps many pots on his head, one over another, moves in procession, keeping pace with the music; he also sings in tune with the rest and keeps time to the beat of the drum. All the while, he has his attention fixed on balancing the tower of pots on his head. So too, man must keep the goal of God-realisation before him, while engaged in the noisy, hilarious procession of life! 


- Divine Discourse, Jan 01, 1967.

Once a man has discovered who he is, there is no need to know who God is, for, both are the same.



Tuhan tidaklah jauh dari dirimu, atau berada di suatu tempat yang jauh. Tuhan bersemayam di dalam dirimu, dalam altar hatimu. Manusia menderita karena manusia tidak mampu untuk mengungkapkan Tuhan yang ada di sana, dan mendapatkan kedamaian dan suka cita dari pengungkapan Tuhan. Seorang tukang cuci sedang berdiri setinggi lutut di aliran sungai yang mengalir, mencuci pakaian disana, menjadi meninggal karena kehausan karena dia tidak menyadari bahwa air kehidupan mengalir berada dalam jangkauannya. Dia hanya perlu untuk membungkuk dan minum air itu. Begitulah kisah manusia. Manusia berlari tergesa-gesa dan putus asa, untuk mencari Tuhan di luar dirinya dan meninggal dengan penuh kekecewaan dan  putus asa, tanpa mencapai tujuan, hanya untuk dilahirkan kembali. Tentu saja, engkau harus ada di dunia, namun engkau tidak perlu menjadi bagian dari dunia. Perhatian harus diarahkan pada Tuhan, Tuhan yang ada di dalam diri. Di daerah Karnataka, ada sebuah tarian bernama ‘Karaga’. Penari utama dalam tarian ini tetap menaruh banyak cangkir di atas kepalanya, satu diatas yang lainnya, bergerak dalam tarian, mengikuti irama musik; dia juga bernyanyi dalam nada selaras dengan yang lainnya dan menjaga tempo sesuai dengan ketukan drum. Selagi itu, dia memusatkan pikirannya pada keseimbangan pada susunan cangkir yang tinggi diatas kepalanya. Begitu juga, manusia harus tetap melihat pada tujuan yaitu menyadari Tuhan di hadapannya, saat terlibat dalam perjalanan hidup yang penuh dengan kebisingan dan kegembiraan! 


- Divine Discourse, 01 Januari 1967.

Sekali manusia telah menyadari siapa dirinya, maka tidak perlu lagi untuk mengatahui siapa Tuhan, karena keduanya adalah sama.

Monday, January 20, 2025

Thought for the Day - 20th January 2025 (Monday)



Man is an aspect of the Cosmic Consciousness. Unfortunately, however, because man directs his love towards worldly objects, he is unable to recognise his divinity. His mind gets polluted because of association with the external world. As a result, even his love gets tainted and his mind becomes incapable of cherishing the beauteous form of the Lord. Only when he directs his love towards God will man be able to experience the Divine within him. On the disturbed surface of the pond, the reflection of the moon is wavy. But on a clear surface, the moon's reflection is clear and steady. In a muddy pond, the moon's reflection is muddy. Likewise in the lake of a man's life, if it is confused and fickle, his love also gets distorted. When the mind is pure, unselfish and unwavering, the Divine appears in all His purity and fullness. But because of the pollution of the mind through obsession with multifarious external objects, man today is unable to experience the Divine that is omnipresent and is equally in him. 


- Divine Discourse, Mar 06, 1989.


Look at the world with the vision of peace, love and compassion. Then the whole world will appear loving and peaceful.



Manusia adalah aspek dari kesadaran kosmik. Namun sangat disayangkan, bagaimanapun juga, karena manusia mengarahkan kasihnya pada objek-objek duniawi maka manusia tidak mampu untuk menyadari keilahiannya. Pikiran manusia menjadi tercemar karena berhubungan dengan dunia luar. Sebagai hasilnya, bahkan kasihnya menjadi tercemar dan pikirannya menjadi tidak mampu menghargai wujud yang begitu indah dari Tuhan. Hanya ketika manusia mengarahkan kasihnya pada Tuhan maka manusia akan mampu untuk mengalami keilahian di dalam dirinya. Pada permukaan air telaga yang bergejolak, pantulan dari bulan bergelombang. Namun pada permukaan yang bening maka pantulan bulan menjadi terlihat jelas. Pada telaga yang keruh, pantulan bulan juga menjadi keruh. Sama halnya pada danau hidup manusia, jika hidup manusia kabur dan berubah-ubah, maka kasihnya juga menjadi terdistorsi. Ketika pikiran murni, tidak mementingkan diri sendiri dan teguh, Tuhan hadir dalam segala kesucian dan keagungan-Nya. Namun karena pencemaran pada pikiran melalui obsesi pada berbagai jenis objek-objek di luar diri, manusia hari ini tidak mampu untuk mengalami Tuhan yang hadir dimana-mana dan Tuhan yang sama ada di dalam dirinya. 


- Divine Discourse, 06 Maret 1989.

Pandanglah dunia dengan pandangan kedamaian, kasih dan welas asih. Kemudian seluruh dunia akan kelihatan penuh kasih dan damai.

Sunday, January 19, 2025

Thought for the Day - 19th January 2025 (Sunday)



People today have lost the quality of forbearance. The sages in the past allowed even anthills to grow over them while they were immersed in penance. Today people cannot tolerate the slightest disturbance by a fly or a mosquito. Young people should cultivate forbearance and tolerance. Without peace of mind, there can be no happiness. Peace can be obtained only through sacred thoughts. Youth today have lost confidence in themselves. They are affected by criticism levelled against them. They should see that if the criticism is justified, they should correct themselves. If it is not justified, they should ignore it. Taking Myself as an example: If somebody somewhere says, "Sai Baba has a mop of hair," I accept it, as it is true. If someone were to say to My face, "Sai Baba is bald," I will ignore it, as it is not true. Why should I bother to quarrel with him? If you are criticised for a fault that is not in you, you can ignore it even if the whole world joins in the criticism. 


- Divine Discourse, Jan 15, 1996.

If you lack forbearance, whatever yogic practices you undertake will be mere physical exercises and will not confer peace of mind on you. 



Orang-orang hari ini telah kehilangan kualitas kesabaran. Para guru suci di masa lalu mengijinkan bahkan sarang semut tumbuh di atas tubuh mereka saat mereka tenggelam dalam tapa. Hari ini orang-orang tidak sanggup menahan pada gangguan sekecil sekalipun bahkan oleh lalat atau nyamuk. Anak-anak muda harus meningkatkan kesabaran dan toleransi dalam diri mereka. Tanpa kedamaian pikiran, maka tidak akan ada kebahagiaan. Kedamaian hanya dapat didapatkan melalui gagasan-gagasan yang suci. Pemuda hari ini telah kehilangan kepercayaan pada diri mereka sendiri. Mereka mudah terpengaruh oleh kritik yang ditujukan pada diri mereka. Mereka seharusnya melihat bahwa jika kritik itu benar maka mereka harus memperbaiki diri mereka. Jika kritik itu tidak benar, maka mereka seharusnya mengabaikan kritik itu. Jadikan diri-Ku sebagai contoh: jika seseorang berkata, "Sai Baba memiliki rambut yang tebal," Aku menerimanya karena itu benar. Jika seseorang berkata di depan-Ku, "Sai Baba adalah botak," Aku akan mengabaikannya karena itu tidaklah benar. Mengapa Aku menjadi terganggu dan bertengkar dengannya? Jika engkau dikritik untuk kesalahan yang tidak ada pada dirimu, engkau dapat mengabaikannya bahkan jika seluruh dunia ikut serta dalam kritik tersebut. 


- Divine Discourse, 15 Januari 1996.

Jika engkau kurang sabar, maka apapun latihan yoga yang engkau lakukan hanya akan menjadi latihan fisik dan tidak akan memberikan kedamaian pikiran padamu.

Saturday, January 18, 2025

Thought for the Day - 18th January 2025 (Saturday)



God's Grace is like the shower of rain, like the sunlight. You must do some sadhana to acquire it - the sadhana of keeping a pot upright to receive the rain, of opening the door of your heart, so that the Sun may illumine it. Like the music that is broadcast over the radio is all around you; but you must switch on your receiver and tune the identical wavelength so that you can hear it and enjoy it. Pray for Grace; but do at least this little sadhana. Grace will set everything right. Its main consequence is Self-realisation; but there are other incidental benefits too, like a happy contented life here below, and a cool courageous temper, established in unruffled peace. The main benefit from a jewel is personal joy; but when one has come to the last coin in the purse, one can sell it and start life again! That is an incidental advantage! The plantain tree has a bunch of fruits as its main gift! But its leaves, soft core of trunk, flower bud, are subsidiary items that can be put to profitable use. This is the nature of grace. It fulfils a variety of wants! 


- Divine Discourse, Mar 29, 1968.

Slowly, steadily cleanse the mind; sharpen the intellect; purify the senses; and win grace.



Rahmat Tuhan adalah seperti curahan hujan, seperti cahaya matahari. Engkau harus melakukan beberapa latihan spiritual _(sadhana)_ untuk bisa mendapatkannya - _sadhana_ berupa menjaga agar bejana tetap terbuka ke atas untuk bisa menampung air hujan, dan juga berupa membuka pintu hatimu, sehingga matahari dapat meneranginya. Seperti halnya lantunan musik yang disiarkan lewat radio di sekitarmu; namun engkau harus menghidupkan radio penerima dan menyetel gelombangnya sehingga engkau dapat mendengar dan menikmati musik itu. Berdoalah untuk Rahmat itu; namun setidaknya lakukan sadhana sederhana ini. Rahmat akan memperbaiki segalanya. Konsekuensi utamanya adalah kesadaran Diri Sejati; namun ada juga manfaat insidental lainnya, seperti hidup yang bahagia dan bersyukur di dunia ini, dan perangai yang tenang dan berani, yang terbentuk dalam kedamaian yang tidak tergoyahkan. Manfaat utama dari sebuah perhiasan adalah suka cita pribadi; namun ketika seseorang kehabisan uang maka dia dapat menjual perhiasan itu dan memulai hidup baru kembali! Itu adalah keuntungan bersifat insidental! Pohon pisang memiliki banyak buah sebagai hasil utamanya! Namun selain itu, daun pisang, inti batangnya yang lunak, jantung pisang, adalah bagian tambahan dari pisang yang dapat digunakan untuk hal-hal menguntungkan. Ini adalah sifat alami dari rahmat. Rahmat memenuhi berbagai jenis keinginan! 


- Divine Discourse, 29 Maret 1968.

Bersihkan pikiran secara perlahan namun pasti; pertajam intelek; murnikan indria; dan dapatkan Rahmat.

Friday, January 17, 2025

Thought for the Day - 17th January 2025 (Friday)



Persons, unaware of the Omnipresence of God, develop antagonisms among themselves based upon religion, caste and race. All religions have accepted the timelessness and the Omnipresence of God. So, it is strange that even those who accept this truth display such narrowness of mind. For, hatred between people professing different religions leads ultimately to the destruction of faith in religion itself. Those who are bent upon destroying religion must be utterly thoughtless. What has to be destroyed is religious bigotry, not religion itself. To despise other people's religion out of love for one's own religion is like demonstrating one's love for one's mother by denigrating the mothers of others. One should realise that other people have the same regard and devotion for their faiths, as one has for one's own religion. Youngsters of today should, while cultivating attachment to their own religion, respect the beliefs and practices of all others. 


- Divine Discourse, Jul 24, 1983.

The God that is worshipped in all religions is one and the same. With that conviction, respect all religions. 



Orang-orang yang tidak menyadari kehadiran Tuhan yang ada dimana-mana, mengembangkan permusuhan diantara diri mereka sendiri berdasarkan pada agama, kasta dan ras. Semua agama telah menerima keabadian dan kemahadiran Tuhan. Jadi, adalah aneh jika mereka yang telah menerima kebenaran ini memperlihatkan pikiran picik yang seperti itu. Karena, kebencian diantara umat beragama pada akhirnya mengarah pada hancurnya keyakinan pada agama itu sendiri. Mereka yang berniat menghancurkan agama pastinya orang yang tidak bijaksana. Apa yang harus dihancurkan adalah kefanatikan agama dan bukan agama itu sendiri. Dengan meremehkan agama orang lain karena cinta pada agama sendiri adalah seperti mengasihi ibu sendiri dengan merendahkan ibu orang lain. Seseorang harus menyadari bahwa orang lain memiliki rasa hormat dan bhakti yang sama pada keyakinan mereka, sebagaimana seseorang memiliki rasa hormat dan bhakti pada agamanya sendiri. Para anak-anak muda saat sekarang hendaknya, sembari memupuk keterikatan pada agama mereka sendiri, juga menghormati kepercayaan dan praktek dari semua yang lainnya. 


- Divine Discourse, 24 Juli 1983.

Tuhan yang dipuja dalam semua agama adalah satu dan sama. Dengan keyakinan seperti itu, hormati semua agama. 

Wednesday, January 15, 2025

Thought for the Day - 15th January 2025 (Wednesday)



People have to change their vision, their thoughts, words and conduct. This is the meaning of Sankramana. Unless you purify yourself, what can any number of Sankrantis mean to you? You taste sweet prasadam. After some time, its taste is gone. It is not sweet food that is important. You must fill your life with holy thoughts. That is the purpose of sacred festivals. Young people ask why they should not enjoy freedom as fish, birds and animals do! They should understand that each of these creatures is enjoying freedom in accordance with their own sphere of life. Similarly, man should enjoy freedom related to his human condition. You cannot call yourself a human being and lead an animal’s life. Enjoy the freedom of a human being. To be free like an animal is to become an animal yourself! What is the freedom one can enjoy? Man is governed by certain restraints. He must adhere to truth, follow righteousness, cultivate love and live in peace. He must observe non-violence. Sticking to these five values, man can exercise his freedom! To exercise freedom in its true sense, man must respect five basic values. It is in that freedom he will find true bliss! 


- Divine Discourse, 15 Januari 1996.

If you wish to lead a sacred life and have sacred experiences, you must engage yourself in sacred actions. 



Orang-orang harus merubah pandangan, gagasan, kata-kata dan perilaku mereka. Ini adalah makna dari Sankramana. Jika engkau tidak memurnikan dirimu sendiri, apa artinya sejumlah Sankranti bagi dirimu? Engkau merasakan rasa manis dari prasadam. Setelah beberapa waktu, rasa manis itu telah hilang. Bukan rasa manis dari makanan itu yang penting. Engkau harus mengisi hidupmu dengan gagasan-gagasan yang suci. Itu adalah tujuan dari perayaan suci. Anak-anak muda bertanya mengapa mereka tidak boleh menikmati kebebasan seperti halnya ikan, burung dan binatang lainnya! Anak-anak muda ini harus mengerti bahwa setiap bagian dari makhluk hidup ini menikmati kebebasan sesuai dengan bagian hidup mereka. Sama halnya, manusia harus menikmati kebebasan sesuai dengan keadaan sebagai manusia. Engkau tidak bisa menyebut dirimu sebagai manusia dan menjalani hidup seperti binatang. Nikmati kebebasan sebagai manusia. Untuk bebas seperti halnya binatang berarti menjadikan dirimu binatang! Apa kebebasan yang seseorang bisa nikmati? Manusia diatur oleh beberapa batasan-batasan tertentu. Manusia harus menjunjung tinggi kebenaran, mengikuti kebajikan, meningkatkan kasih dan hidup dalam kedamaian. Manusia harus menjalani hidup tanpa kekerasan. Dengan berpegang teguh pada kelima nilai kemanusiaan tersebut, manusia bisa melatih kebebasannya! Untuk melatih kebebasan dalam makna yang sesungguhnya, manusia harus menghormati lima nilai-nilai yang bersifat mendasar. Dalam kebebasan itulah manusia akan mendapatkan kebahagiaan sejati! 


- Divine Discourse, 15 Januari 1996.

Jika engkau berharap untuk menjalani hidup yang suci dan memiliki pengalaman yang suci, engkau harus melibatkan dirimu dalam perbuatan yang suci.

Tuesday, January 14, 2025

Thought for the Day - 14th January 2025 (Tuesday)



From today, the Sun starts on its northward journey. What does North signify? It is considered the direction leading to moksha (liberation). The sun is said to move towards ‘Himachala’. Himachala is made up of two words: Hima + Achala. 'Hima' means white as snow. 'Achala' means firm and unshakable. Where is the place this description applies? It is the region of the heart. In a heart that is pure and steady, the sun of buddhi (intellect) enters. There is no need to undertake the journey in the external world. Uttarayana (Northward Journey) means turning the intellect inward towards the heart. The bliss experienced within alone is true bliss for man. All other external and sensory pleasures are ephemeral. Only the Atmic principle is pure, permanent and infinite. This is the abode of moksha (liberation). The journey to moksha is called the quest for liberation. Sankramana is the time when the inward journey towards the pure and unsullied heart is made. Just as the Sun embarks on his northward journey, Sankranti is the day on which the intellect should be turned towards the Atma for Self-realisation. 


- Divine Discourse, Jan 15, 1996.

In the spiritual field, there is no royal highway. The path is narrow because the goal is infinitely precious



Dari hari ini, matahari mulai perjalanan ke arah utara. Apa makna dari utara? Utara dianggap sebagai arah yang menuntun pada moksha (pembebasan). Matahari dikatakan bergerak menuju ‘Himachala’. Himachala tersusun dari dua kata yaitu : Hima + Achala. 'Hima' berarti putih seperti halnya salju. 'Achala' berarti teguh dan tidak tergoyahkan. Dimana tempat yang sesuai dengan penjelasan tersebut? Ini adalah daerah dari hati. Di kedalaman hati bersifat murni dan tenang, matahari dari buddhi (kecerdasan) masuk. Dalam hal ini tidak diperlukan melakukan perjalanan di dunia luar diri. Uttarayana (perjalanan ke utara) berarti mengarahkan kecerdasan ke dalam diri menuju ke hati. Hanya kebahagiaan yang dialami di dalam diri yang merupakan kebahagiaan sejati bagi manusia. Semua kesenangan di luar diri dan kesenangan indria adalah sementara. Hanya prinsip Atma yang murni, kekal dan tidak terbatas. Ini adalah tempat dari moksha (pembebasan). Perjalanan menuju moksha disebut dengan pencarian untuk pembebasan. Sankramana adalah waktu ketika perjalanan ke dalam diri menuju hati yang murni dan tidak ternoda dilakukan. Saat matahari melakukan perjalannya ke utara, Sankranti adalah hari dimana kecerdasan harus diarahkan menuju pada Atma untuk menyadari diri sejati. 


- Divine Discourse, 15 Januari 1996.

Dalam bidang spiritual, tidak ada jalan yang megah. Jalannya adalah sempit karena tujuannya adalah sangat berharga. 

Monday, January 13, 2025

Thought for the Day - 13th January 2025 (Monday)



Few people understand the true significance of festivals like Sankranti. Man cannot secure enduring bliss through physical pleasures. He must discover that the source of this bliss is within himself. Sankranti enables man to make this discovery, like a man carrying his spectacles on his forehead searches for it everywhere and discovers to his joy that it has been with him all along. The Divine is not anywhere else. It is enshrined in one's heart. Hence, the man who seeks the Divine within his heart redeems himself. He then attains liberation. All external spiritual exercises are of temporary value. They should be internalised to experience lasting bliss. All mental exercises also leave the heart unaffected. In the nine paths of devotion, beginning with listening to sacred things and ending with Atma-nivedanam (total surrender of the self), the last is the most important. After Atma-nivedanam there is no need for any other effort. Sankranti gives the call for this total surrender! 

- Divine Discourse, Jan 15, 1996.

Love within you should be merged with the Divine Love. There lies the bliss. 



Hanya sedikit orang yang memahami makna sesungguhnya dari perayaan seperti _Sankranti_. Manusia tidak bisa mendapatkan kebahagiaan yang bersifat abadi melalui kesenangan fisik. Manusia harus mengungkapkan bahwa sumber dari kebahagiaan ini ada di dalam dirinya sendiri. _Sankranti_ memungkinkan manusia untuk membuat penemuan ini, seperti seseorang yang menaruh kacamata di dahinya sendiri dan dia mencari kacamatanya kemana-mana dan akhirnya mendapatkan kegembiraan bahwa kacamatanya itu telah bersamanya selama ini. Tuhan tidak ada di tempat lain. Tuhan bersemayam di dalam hati setiap orang. Oleh karena itu, manusia yang mencari Tuhan di dalam hatinya akan menyelamatkan dirinya. Dia sendiri akan mencapai pembebasan. Semua latihan spiritual eksternal hanya memiliki nilai sementara. Semua latihan spiritual itu harus diinternalisasi untuk mengalami kebahagiaan yang abadi. Semua latihan mental juga tidak menyentuh hati. Dalam Sembilan jalan _bhakti_, diawali dengan mendengarkan hal-hal yang suci dan diakhiri dengan _Atma-nivedanam_ (sepenuhnya berserah diri pada diri sejati), yang paling terakhir adalah paling penting. Setelah _Atma-nivedanam_ maka tidak diperlukan lagi usaha lainnya. Sankranti menyerukan penyerahan diri sepenuhnya ini! 


- Divine Discourse, 15 Januari 1996.

Kasih yang di dalam dirimu harus menyatu dengan kasih Tuhan. Karena disana terdapat kebahagiaan. 

Saturday, January 11, 2025

Thought for the Day - 11th January 2025 (Saturday)



Although there may be differences among nations in their food and recreational habits, the spirit of harmony and unity displayed in sports is a gratifying example to all. It is a distinctive quality of sports that differences are forgotten and persons engage themselves in games in a divine spirit of friendliness and camaraderie. Sports help the players not only to improve their health but also to experience joy. Students, however, should not be content with realising these benefits. Man has another body besides the physical. It is the subtle body, otherwise known as the mind. It is equally essential to promote purity of the mind and develop large-heartedness. True humanness blossoms only when the body, the mind and the spirit are developed harmoniously. The enthusiasm and effort which you display in sports should also be manifested in the spheres of morality and spirituality. 


- Divine Discourse, Jan 14, 1990.

The aim of sports and games is not to produce a decisive result but to inculcate the spirit of sportsmanship in the participants. 



Walaupun ada perbedaan diantara bangsa-bangsa terkait makanan dan kebiasaan rekreasi mereka, namun jiwa dari keharmonisan dan persatuan yang ditunjukkan dalam olahraga adalah sebuah contoh yang memuaskan bagi semuanya. Ini merupakan sebuah kualitas yang khusus dari olahraga dimana perbedaan dilupakan dan orang-orang yang terlibat dalam permainan dengan semangat keilahian berupa keakraban dan persahabatan. Olahraga membantu para pemain tidak hanya untuk meningkatkan kesehatan mereka namun juga untuk mengalami suka cita. Para pelajar, bagaimanapun juga seharusnya tidak merasa puas dengan menyadari manfaat-manfaat ini saja. Manusia memiliki badan lain selain badan fisik. Ini adalah badan halus, atau dikenal juga dengan nama pikiran. Merupakan hal yang sama-sama mendasar untuk memupuk kemurnian pikiran dan mengembangkan kelapangan hati. Kualitas kemanusiaan yang sejati hanya dapat mekar ketika badan, pikiran dan jiwa dirawat secara harmonis. Semangat dan usaha yang engkau tunjukkan dalam olahraga seharusnya juga diwujudkan dalam bidang moralitas dan spiritual. 


- Divine Discourse, 14 Januari 1990.

Tujuan dari olahraga dan permainan adalah bukan untuk memperoleh hasil yang menentukan namun untuk menanamkan jiwa sportivitas dalam diri peserta. 

Friday, January 10, 2025

Thought for the Day - 10th January 2025 (Friday)



All that you see outside is a reflection of the inner being. Good and bad do not exist outside; they are mere reflections of what is within you. No one has the right to judge others. Give up all that is bad in you and you will find goodness all around. As the colour of glasses you put on, so is the colour of the world you visualise. The defect lies in your vision, not in the creation. Heart is the dwelling place of God. So, only noble feelings should emerge out of it. If there are any evil qualities like lust, greed, and anger in it, then it ceases to be a human heart. It is verily the heart of an animal. If your conduct is devoid of humanness, then you are not a human being. Act in a manner that befits your human birth. When you are angry, remind yourself, “I am not a dog, I am man.” When your mind wavers, tell yourself repeatedly, “I am not a monkey, I am man.” Patiently think about your real nature. Never act in haste. Haste makes waste. Waste makes worry. So, do not be in a hurry. Take time and think calmly. All these evil qualities can be eliminated by developing good thoughts and feelings. The remedy for all your mental ailments lies within you! 


- Divine Discourse, Nov 18, 1999.

When divine feelings do not surge in the heart, Man becomes infected with two flaws. He conceals his countless blunders, and He criticises even minor mistakes of others.


Semua yang engkau lihat di luar adalah sebuah pantulan dari yang di dalam diri. Kebaikan dan keburukan tidak ada di luar diri; keduanya hanyalah pantulan dari apa yang ada di dalam dirimu. Tidak ada seorangpun yang berhak untuk menghakimi yang lainnya. Buang jauh-jauh semua keburukan di dalam dirimu dan engkau akan menemukan kebaikan di sekitarmu. Sebagaimana warna kaca mata yang engkau pakai, maka begitulah warna dunia yang engkau lihat. Kesalahan ada pada pandanganmu dan bukan pada ciptaan. Hati adalah tempat bersemayam dari Tuhan. Jadi, hanya perasaan-perasaan luhur yang harus muncul dari hati. Jika ada sifat-sifat yang jahat seperti nafsu, ketamakan, dan amarah di dalamnya, maka itu bukan lagi hati manusia. Ini sesungguhnya adalah hati dari binatang. Jika tingkah lakumu tanpa adanya nilai kemanusiaan, maka engkau bukanlah manusia. Berbuatlah sesuai dengan kelahiranmu sebagai manusia. Ketika engkau marah maka ingatkan dirimu kembali, “aku bukanlah anjing, aku adalah manusia.” Ketika pikiranmu bimbang, katakan pada dirimu sendiri berulang kali, “aku bukanlah monyet, aku adalah manusia.” Secara sabar pikirkan sifat dirimu yang sejati. Jangan pernah bertindak secara terburu-buru. Melakukan sesuatu secara terburu-buru membawa pada kehancuran. Kehancuran menimbulkan kecemasan. Jadi, jangan terburu-buru. Ambillah waktu dan berpikirlah dengan tenang. Semua sifat-sifat jahat ini dapat dihancurkan dengan mengembangkan gagasan dan perasaan baik. Obat untuk semua penyakit mental ada di dalam dirimu! 


- Divine Discourse, 18 November 1999.

Ketika perasaan Ilahi tidak muncul di dalam hati, manusia menjadi terjangkit dengan dua kelemahan. Dia menyembunyikan kesalahannya yang tidak terhitung jumlahnya dan dia mengkritik bahkan kesalahan kecil orang lain. 




Thursday, January 9, 2025

Thought for the Day - 9th January 2025 (Thursday)



Real sadhana consists in transforming bad into good, converting sorrow into joy. There can be no happiness without sorrow, no good without the bad. There is a continuous conflict between good and evil, between happiness and sorrow. Happiness and misery are inseparable twins which are inextricably linked to each other. One is the beginning and the other is the culmination. The beginning and end go together. Only the Divine is free from a beginning, a middle or an end, but in worldly affairs, everything that has a beginning has an end. Grief is not something which someone thrusts on you from outside. Troubles and difficulties are not imposed on you from outside. Grief and trouble arise in the natural course of things. The refinement of life calls for continuous sadhana. Without such practice, life gets degraded. For instance, a diamond gets enhanced in value when it goes through the process of cutting and faceting. Likewise, gold, taken out as ore from the earth, becomes pure and valuable after refinement. In the same manner, sadhana is necessary to elevate life from the trivial to the sublime. 


- Divine Discourse, Jun 01, 1991.

Not to know who one is - this is the biggest handicap. Until this is overcome, grief is inevitable.


Sadhana yang sesungguhnya adalah mengubah keburukan menjadi kebaikan, mengubah penderitaan menjadi suka cita. Tidak akan ada kebahagiaan tanpa adanya penderitaan, tidak ada kebaikan tanpa keburukan. Terus ada konflik diantara kebaikan dan kejahatan, diantara kebahagiaan dan penderitaan. Kebahagiaan dan penderitaan adalah saudara kembar yang tidak terpisahkan yang mana saling terkait erat satu dengan lainnya. Yang satu adalah awal dan yang lainnya adalah puncak. Awal dan akhir berjalan beriringan. Hanya Tuhan yang bebas dari awal, pertengahan dan akhir, namun dalam urusan duniawi segala sesuatu yang memiliki awal pasti memiliki akhir. Duka cita bukanlah sesuatu yang mana seseorang berikan padamu dari luar. Masalah dan kesulitan juga bukan dikenakan padamu dari luar. Kesedihan dan masalah muncul sebagai sesuatu yang alamiah dan wajar. Pemurnian hidup membutuhkan sadhana yang berkesinambungan. Tanpa latihan seperti itu, hidup akan terdegradasi. Sebagai contoh, sebuah permata akan mendapatkan peningkatan nilai ketika permata itu mengalami proses pemotongan dan pemahatan. Sama halnya emas yang diambil dari bijih bumi, menjadi murni dan bernilai setelah mengalami pemurnian. Dengan cara yang sama, _sadhana_ adalah perlu untuk meningkatkan hidup dari hal-hal yang sepele menuju pada hal-hal yang mulia. 


- Divine Discourse, 01 Juni 1991.

Tidak mengetahui siapa diri kita sebenarnya – hal ini adalah hambatan terbesar. Sampai hambatan ini diatasi maka duka cita tidak bisa dihindari. 

Wednesday, January 8, 2025

Thought for the Day - 8th January 2025 (Wednesday)



Who are our friends and who are our enemies? Our own good thoughts are our friends. Our evil thoughts accompany us like shadows. When our thoughts are purified, our lives will be transformed into ideal ones. The mind is a bundle of thoughts. Actions ensue from thoughts. From actions flow the fruits thereof. Hence thoughts are the seeds which ultimately yield fruits in the form of good fortune and misfortune. Man is thus the architect of his own life. As thoughts determine actions, it is essential to cultivate good thoughts. Even bad men have been transformed by the influence of good and godly men. Ratnakara is an example of such transformation. Contact with sages turned him into the immortal author of the Ramayana. When the mind is turned towards God the entire life becomes purified. What is needed is control over the senses through devotion and steadfastness. 


- Divine Discourse, Feb 13, 1991.

Sanctify the time given to you by good thoughts and good actions. For this, you need to cultivate the company of the good, which will in due course lead you to liberation.



Siapakah teman kita dan siapakah musuh kita? Gagasan atau ide baik kita sendiri adalah teman kita. Gagasan atau ide jahat kita sendiri menyertai kita seperti bayangan. Ketika gagasan itu disucikan, maka hidup kita akan berubah menjadi hidup yang ideal. Pikiran adalah Kumpulan dari gagasan-gagasan yang ada. Perbuatan terjadi dari gagasan. Dari perbuatan tersebut menghasilkan buah dari perbuatan itu. Oleh karena itu gagasan dalam pikiran kita adalah benih yang pada akhirnya menghasilkan buah dalam bentuk keberuntungan dan kemalangan. Manusia adalah arsitek dari hidupnya sendiri. Sebagaimana gagasannya akan menentukan jenis perbuatan, maka dari itu bersifat mendasar untuk memupuk gagasan-gagasan yang baik. Bahkan manusia yang jahat mengalami perubahan akibat pengaruh dari orang-orang baik dan saleh. Ratnakara adalah sebuah contoh dari perubahan seperti itu. Berhubungan dengan guru-guru suci merubah Ratnakara menjadi penyusun Ramayana yang abadi. Ketika pikiran diarahkan pada Tuhan maka seluruh hidup menjadi tersucikan. Apa yang dibutuhkan adalah pengendalian indria melalui bhakti dan keteguhan. 


- Divine Discourse, 13 Februari 1991.

Sucikan waktu yang diberikan kepadamu dengan gagasan-gagasan yang baik serta perbuatan yang baik. Untuk itu, engkau perlu mengembangkan pergaulan baik yang akan menuntunmu pada pembebasan. 

Tuesday, January 7, 2025

Thought for the Day - 7th January 2025 (Tuesday)



When Pandavas were traversing the Himalayas toward the end of their careers, Dharmaraja was still affected by mental anxieties, so he prayed to Krishna to spend some time with them. On His departure from their dwelling, Krishna gave Dharmaraja a note, which he was to read to himself whenever he was affected by joy or grief. The note read: “This will not last”. That is one method by which mental agitations can be calmed. Take life in the world as a compulsory duty imposed on you. You are now in jail under sentence for crimes committed in a previous birth. The superintendent assigns various duties — cooking, drawing water, cutting wood, etc. You must do the work assigned to the best of your ability, without any expectation of reward. If you behave well, cause no trouble, and do assigned duties without demur, then you may be released sooner, with a certificate that you are reliable and good. This attitude will give you practice in selfless action without expecting a reward (nishkama karma), which is very valuable for curbing the senses. 


•⁠  ⁠Divine Discourse, Oct 26, 1963.

To discharge faithfully one's duties and responsibilities is an imperative act of worship.



Ketika para Pandawa melintasi Himalaya di penghujung hidup mereka, Dharmaraja masih sering dilanda kecemasan batin, jadi Dharmaraja memohon kepada Krishna untuk meluangkan waktu dengan mereka. Pada saat Krishna akan meninggalkan tempat tinggal Pandawa, Krishna memberikan sebuah catatan kepada Dharmaraja yang harus dibacanya setiap kali dia merasa diliputi suka atau duka cita. Isi dari catatan itu adalah: “Hal ini tidak akan bertahan lama”. Itu adalah satu metode yang bisa digunakan dalam menenangkan kegelisahan batin. Jadikan hidup di dunia sebagai tugas wajib diberikan padamu yang harus dilaksanakan. Engkau sekarang ada di dalam penjara menerima hukuman untuk kejahatan yang dilakukan pada kelahiran sebelumnya. Sipir di penjara memberikanmu berbagai tugas – memasak, menimba air, memotong kayu, dsb. Engkau harus melakukan pekerjaan yang diberikan dengan kemampuanmu yang terbaik, tanpa mengharapkan imbalan apapun. Jika engkau bertingkah laku baik, tidak menyebabkan masalah, dan menjalankan kewajiban tanpa keluhan, kemudian engkau dapat dibebaskan lebih cepat dengan sebuah sertifikat bahwa engkau adalah orang yang dapat dipercaya dan baik. Sikap ini melatih kita dalam mempraktekkan perbuatan tanpa mementingkan diri sendiri serta tanpa mengharapkan imbalan (nishkama karma), yang mana sangat berharga untuk mengekang indria. 


•⁠  ⁠Divine Discourse, 26 Oktober 1963.

Menjalankan tugas dan tanggung jawab dengan sungguh-sungguh adalah bentuk ibadah yang sangat penting. 


Monday, January 6, 2025

Thought for the Day - 6th January 2026 (Monday)



The head has its value while there is life. Hence, the head should be used while you are alive to acquire merit by placing it at the feet of holy ones. This is the value of prostrating before noble souls. While one is alive, one should engage in good deeds and lead a sacred and meaningful life. All relationships are confined to the living. God alone is the only unfailing kinsman throughout life and beyond it. He is the only constant companion wherever you may be. Realise that life is impermanent. Only your good deeds will protect you. Peace, truth and virtue have to be acquired only through your actions. Achieve proximity to God and then become one with God. Today you call yourself human. If you develop your devotion to God, you can divinise yourself. Divinity is your real nature. This has been proclaimed by the Upanishads in the famous declarations Aham Brahmasmi (I am Brahman), Ayam Atma Brahma (This Atma is Brahman), and Tat-Tvam-Asi (That thou art). Develop this conviction, with confidence and courage. 


•⁠  ⁠Divine Discourse, Apr 07, 1997.

When man respects his human character and realises his obligation to discover his divine nature, the divine in him will manifest itself.



Kepala memiliki nilainya semasih ada kehidupan. Oleh karena itu, kepala seharusnya digunakan selama masih hidup untuk mendapatkan kebajikan dengan meletakkannya di kaki seseorang yang suci. Ini adalah nilai dari bersujud dihadapan jiwa-jiwa yang mulia. Selama seseorang masih hidup, seseorang harus terlibat dalam perbuatan-perbuatan baik dan menjalani hidup yang suci dan bermakna. Semua hubungan hanya terbatas pada yang hidup. Tuhan adalah satu-satunya kerabat yang tidak pernah mengecewakan, baik selama hidup maupun setelahnya. Tuhan adalah satu-satunya sahabat sejati yang selalu ada dimanapun engkau berada. Sadarilah bahwa hidup ini adalah tidak kekal. Hanya perbuatan-perbuatan baik yang akan melindungimu. Kedamaian, kebenaran dan kebajikan hanya dapat diperoleh melalui perbuatanmu. Dekatkan dirimu pada Tuhan dan kemudian engkau menjadi satu dengan-Nya. Hari ini engkau menyebut dirimu sebagai manusia. Jika engkau mengembangkan rasa bhaktimu pada Tuhan, maka engkau dapat menyucikan dirimu. Keilahian adalah sifat sejatimu. Hal ini telah dinyatakan dalam Upanishad dengan ajaran terkenal yaitu : Aham Brahmasmi (aku adalah Brahman), Ayam Atma Brahma (Atma ini adalah Brahman), dan Tat-Tvam-Asi (Tuhan adalah kamu). Kembangkan keyakinan ini dengan kepercayaan dan keberanian. 

•⁠  ⁠Divine Discourse, 07 April 1997.
Ketika manusia menghormati nilai-nilai kemanusiannya dan menyadari kewajibannya untuk mengungkapkan sifat keilahiannya, maka keilahian dalam dirinya akan terwujud. 

Sunday, January 5, 2025

Thought for the Day - 5th January 2025 (Sunday)



The Bal Vikas is the primary basis of the great movement to restore dharma (righteousness) in the world. The elders are far gone in their ways, and it is difficult to expect a change in their habits and attitudes. Children have to be led into good ways of living, into simplicity, humility and discipline. As you know, you cannot draw children to your side if you hold a stick in your hand; you will have to hold some sweets instead. So the Gurus have to be embodiments of love and patience. The ideal of the Bal Vikas is to raise a generation of boys and girls who have a clean and clear conscience. The actual syllabus is not so important as the creation of an atmosphere where noble habits and ideals can grow and fructify. The Bal Vikas pupils follow Bal Vikas discipline and curriculum only for one day in the week and attend their usual schools on the other days. So the impact of the Guru has to be extra strong if it has to act as a catalyst in the process of modification of the behaviour patterns of these pupils. 


•⁠  ⁠Divine Discourse, Jun 06, 1978.

Education must train children to love, to co-operate, to be brave in the cause of truth, to be helpful, to be sympathetic and to be grateful.



Bal Vikas adalah dasar utama dari gerakan yang luar biasa untuk memulihkan dharma (kebajikan) di dunia. Para orang tua yang telah terlalu jauh dari jalan mereka, dalah sulit untuk berharap ada perubahan dalam kebiasaan dan tingkah laku mereka. Maka dari itu, anak-anak yang harus dituntun dalam jalan hidup yang baik, ke dalam kesederhanaan, kerendahan hati dan disiplin. Seperti yang engkau ketahui, engkau tidak bisa menarik anak-anak ke sisimu jika engkau memegang sebuah tongkat di tanganmu; engkau harus memegang beberapa manisan sebagai gantinya. Jadi, Guru harus menjadi perwujudan dari kasih dan kesabaran. Idealisme dari Bal Vikas adalah untuk mengangkat generasi dari anak-anak yang memiliki hati nurani yang bersih dan jernih. Silabus sesungguhnya adalah tidak sepenting dalam menciptakan suasana dimana kebiasaan dan idealisme luhur dapat tumbuh dan berkembang. Anak-anak Bal Vikas mengikuti disiplin dan kurikulum Bal Vikas hanya untuk satu hari dalam seminggu dan mengikuti kegiatan sekolah mereka pada hari-hari lainnya. Jadi dampak dari Guru haruslah sangat kuat agar dapat menjadi katalis dalam proses perubahan dalam pola perilaku dari anak-anak ini. 


•⁠  ⁠Divine Discourse, 06 Juni 1978.

Pendidikan harus melatih anak-anak untuk mengasihi, bekerjasama, untuk menjadi berani dalam membela kebenaran, menjadi penolong, penuh simpati dan penuh rasa syukur.