Monday, October 31, 2016

Thought for the Day - 31st October 2016 (Monday)

The Gopikas’ adoration of Lord Krishna is Madhura Bhakthi. The gopikas always thought of Lord Krishna and completely surrendered themselves. They believed that all their wealth, body, mind and everything they had was all surrendered to Krishna. Whatever they did, ate or talked was all in the name of Krishna. If there was any moment of time, it had to belong to Krishna. If Krishna was not there even for a moment, they regarded themselves as lifeless. When Krishna went with the cowherds, these gopikas always worried about Him and His comfort - whether He had proper protection or not, whether He had slippers on or not, whether He had any discomfort of any kind, and so on. They were thinking of Gopala and His well-being, even when they were eating their food, resting or sleeping. Because of leading such a life, over time, they turned themselves to be One with Him.
Kualitas bhakti dari para Gopika kepada Sri Krishna adalah Madhura Bhakthi. Para Gopika selalu memikirkan Sri Krishna dan sepenuhnya menyerahkan diri mereka. Mereka percaya bahwa semua kekayaan, tubuh, pikiran, dan segala sesuatu yang dimilikinya semuanya dipersembahkan kepada Sri Krishna. Apapun yang mereka lakukan, makan atau bicarakan semuanya dalam nama Krishna. Jika ada waktu kapanpun juga maka itu juga adalah milik Krishna. Jika Krishna tidak ada disana walaupun dalam sesaat saja maka mereka menganggap bahwa diri mereka adalah seperti hidup tidak ada artinya. Ketika Krishna pergi dengan para pengembala maka para Gopika ini selalu cemas akan Krishna dan kenyamanan-Nya – apakah Krishna memiliki perlindungan yang layak atau tidak, apakah Krishna membawa sandal atau tidak, apakah Krishna merasa tidak nyaman dengan sesuatu dan sebagainya. Mereka memikirkan Gopala dan keselamatan-Nya, bahkan ketika mereka sedang makan, istirahat, atau tidur. Karena menjalankan kehidupan yang seperti itu, dari waktu ke waktu maka mereka merubah diri mereka menjadi satu dengan Krishna. (Summer Roses on Blue Mountains, 1976, Ch 14)

-BABA

Thought for the Day - 30th October 2016 (Sunday)

Life is a game with fire; you must derive warmth without getting burnt. So you must constantly fight the inner battle to use the senses and the intellect wisely to secure liberation rather than get entangled in their wiles. Deepavali commemorates the victory of heavenly over hellish influences, of virtue over vice, as symbolised by the victory of Krishna over Narakasura. Your life in this world is a perpetual struggle with the down-dragging impulses and the raising impulses.The Narakasura within you can be destroyed by the constant dwelling of the mind on the Lord, as the Bhagavata relates. Only when the six foes within (lust, anger, greed, delusion, pride and jealousy), which drag you down are overpowered, the flame of wisdom can shine, clear and bright. To demonstrate this today, lamps (deepas) are lit in a row on every house.

Hidup adalah sebuah permainan dengan api; engkau harus bisa mendapatkan kehangatan tanpa menjadi terbakar. Jadi engkau harus secara terus-menerus bertarung di dalam diri untuk menggunakan indra dan kecerdasan dengan bijak agar mendapatkan kebebasan dan bukannya terjerat dalam tipu muslihat dari indra dan kecerdasan itu. Deepavali memperingati kemenangan yang sangat menyenangkan dari pengaruh yang jahat, kebajikan melawan sifat buruk, sebagai simbol kemenangan dari Sri Krishna melawan Narakasura. Hidupmu di dunia adalah perjuangan yang tidak ada hentinya melawan rangsangan yang menyeretmu ke bawah dan juga meningkatnya rangsangan. Narakasura di dalam dirimu dapat dihancurkan dengan secara terus menerus merenungkan Tuhan di dalam pikiran seperti yang diceritakan dalam Bhagavata. Hanya ketika keenam musuh di dalam diri (nafsu, amarah, ketamakan, kesombongan, dan iri hati), yang menyeretmu ke bawah dapat dikalahkan maka cahaya kebijaksanaan dapat bersinar dengan jelas dan terang. Untuk memperlihatkan hal itu saat sekarang maka lampu (deepa) dinyalakan berjejer di setiap rumah. (Divine Discourse, Nov 11, 1966)

-BABA

Saturday, October 29, 2016

Thought for the Day - 29th October 2016 (Saturday)

Our festivals and holy days should be observed in the right spirit, with an understanding of their inner significance. The destruction of the demon Narakasura symbolises the destruction of evil and the restoration of good. Observe Deepavali as a day for getting rid of all the bad qualities in us. Many Gopikas who were imprisoned by Narakasura were freed by Lord Krishna on that day. This implies that we must free the imprisoned good qualities within us and allow them to be manifested effulgently. As long as demonic qualities remain within people, they will be immersed in darkness. Bad qualities and thoughts must be got rid of altogether. When you realise the impermanence of the body and all the sensory experiences, you will acquire detachment (vairagya). Discharge your duties, treating the body as a God-gifted instrument for this purpose.


Dalam perayaan suci kita seharusnya menjalankan dengan semangat yang benar, dengan sebuah pemahaman dari makna perayaan tersebut. Penghancuran dari raksasa Narakasura melambangkan penghancurkan kejahatan dan mengembalikan kembali kebaikan. Lihatlah perayaan Deepavali sebagai hari untuk membuang semua sifat-sifat buruk di dalam diri kita. Banyak para Gopika yang dipenjara oleh raksasa Narakasura dibebaskan oleh Sri Krishna pada waktu itu. Hal ini menyatakan secara tidak langsung bahwa kita harus membebaskan sifat-sifat baik yang terpenjara di dalam diri kita dan membuat semuanya muncul dan bersinar. Selama masih ada sifat jahat di dalam diri manusia maka mereka akan terbenam di dalam kegelapan. Sifat-sifat dan pikiran buruk harus dihilangkan semuanya. Ketika engkau menyadari tubuh dan juga semua pengalaman indra adalah tidak tahan lama, engkau akan mendapatkan tanpa keterikatan (vairagya). Jalankan kewajibanmu, perlakukan tubuh sebagai sarana serta hadiah dari Tuhan untuk tujuan ini. (Divine Discourse, 9 Nov 1988)

-BABA

Friday, October 28, 2016

Thought for the Day - 28th October 2016 (Friday)

While Lord Krishna was growing up, one of the Gopalas would come up to Him and say, “Dear Krishna, please sing, sing to my heart’s content. Take the essence of the Vedas and pour it through your flute and play a beautiful song to mesmerise my heart.” The Gopalas regarded Lord Krishna as the ocean of love, and themselves as drops of water which have come out of this ocean of love. Their sole purpose was to take their own lives and merge it with the infinite ocean of love. So long as we hold a drop of water in the palm of our hand, it remains a drop of water; but if we take this drop of water and mix it with the ocean, the drop does not exist any more, as it loses its individuality and merges with the ocean. What better objective can there be in life beyond wanting to merge with the Lord?


Ketika Sri Krishna sedang tumbuh lebih dewasa, salah satu Gopala datang kepada Beliau dan berkata, “Krishna yang terkasih, tolong menyanyi dan nyanyikanlah pada isi dari hati hamba. Ambillah intisari dari Weda dan tuangkanlah melalui seruling-Mu dan mainkan sebuah lagu yang indah untuk menggelorakan hati hamba.” Para Gopala menganggap bahwa Sri Krishna adalah lautan kasih sayang dan mereka sendiri adalah tetesan air yang datang dari lautan kasih ini. Tujuan mereka satu-satunya adalah untuk membawa hidup mereka dan menyatu dengan lautan kasih yang tidak terhingga. Selama kita memegang tetesan air itu di dalam tangan kita maka ini akan tetap menjadi tetesan air; namun jika mencampurkan tetesan air ini ke dalam lautan maka tetesan air itu tidak ada lagi karena tetesan air itu sudah kehilangan kepribadiannya dan menyatu dengan lautan. Apa lagi tujuan yang lebih baik di dalam hidup selain menginginkan untuk menyatu dengan Tuhan? (Summer Roses on Blue Mountains, 1976, Ch 14)

-BABA

Thought for the Day - 27th October 2016 (Thursday)

To light a lamp, you need four elements - a container, oil, wick and a match box. If any one of them are missing, you cannot light the lamp. This lit lamp can, however, remove only the external darkness. How do you remove the darkness within the heart? It can be removed only by the Light of Wisdom (Jnana Jyoti). How to light the spiritual light, the light of wisdom? It needs four elements too. Detachment (Vairagya) is the container. Devotion (Bhakti) is the oil. One-pointed concentration (Ekagrata) is the wick. Knowledge of the Supreme Truth (Jnana) is the match stick. Without all the four, the light of Spiritual Wisdom cannot be got. Of the four, the primary prerequisite is the spirit of renunciation (Vairagya). Detachment is absence of attachment to the body. The ego-feeling, which makes one think of ‘I’ all the time, should be given up. Without this detachment, knowledge of scriptures is of no avail.


Untuk menyalakan sebuah pelita, engkau memerlukan empat unsur – sebuah wadah, minyak, sumbu dan korek api. Jika salah satu dari keempat ini tidak ada maka engkau tidak bisa menyalakan pelita. Cahaya dari pelita ini hanya dapat menghilangkan kegelapan yang ada di luar diri. Bagaimana engkau menghilangkan kegelapan yang ada di dalam hati? Ini dapat dihilangkan hanya dengan menyalakan pelita kebijaksanaan (Jnana Jyoti). Bagaimana menyalakan pelita spiritual, pelita kebijaksanaan? Hal ini juga memerlukan empat unsur. Tanpa keterikatan (Vairagya) adalah sebagai wadah. Bhakti adalah sebagai minyaknya. Fokus pada satu titik (Ekagrata) adalah sumbunya. Pengetahuan tentang kebenaran yang tertinggi (Jnana) adalah korek apinya. Tanpa keempat ini maka tidak akan bisa menyalakan pelita spiritual. Diantara keempatnya, prasyarat pertama adalah semangat tanpa keterikatan (Vairagya). Tanpa keterikatan artinya tidak adanya keterikatan pada badan jasmani. Ego perasaan yang membuat seseorang berpikir ‘aku’ sepanjang waktu harus dilepaskan. Tanpa adanya unsur tanpa keterikatan maka pengetahuan naskah suci adalah tidak ada gunanya. (Divine Discourse, 9 Nov 1988)

-BABA

Wednesday, October 26, 2016

Thought for the Day - 26th October 2016 (Wednesday)

If you attach yourself to the Lord through the path of love (prema), it will be possible to realise Him. God’s love is like an infinite and endless ocean. Simply because God’s love is infinite and endless, you cannot carry all of it with you. What you can carry with you will depend on the size of the pot you take. So the first thing to do is to enlarge the size of your pot, and this can be done through spiritual practice (sadhana). The first step in Sadhana, is respect for your mother. The devotion towards the mother should be such that you recognise the great love and affection with which your mother has brought you up. You must return gratitude to your mother in the form of love or bhakti. The mother will also show bhakti in the form of vatsalya (affection of mother for child), in return to the love of the child.


Jika engkau mengikatkan dirimu pada Tuhan melalui jalan kasih (prema), akan mungkin untuk bisa menyadari-Nya. Kasih Tuhan adalah seperti lautan yang tanpa batas dan tidak terhingga. Karena kasih Tuhan adalah tidak terhingga dan tanpa akhir maka engkau tidak bisa membawa semuanya denganmu. Apa yang dapat engkau bawa adalah tergantung dari ukuran wadah yang engkau bawa. Jadi hal pertama yang dilakukan adalah memperbesar ukuran wadahmu dan hal ini bisa dilakukan melalui latihan spiritual (sadhana). Langkah pertama dalam Sadhana adalah menghormati ibumu. Bhakti kepada ibu seharusnya seperti bagaimana engkau mengetahui kasih dan cinta yang begitu besar yang ibumu berikan untuk membesarkanmu. Engkau harus memberikan rasa terima kasih kepada ibumu dalam bentuk kasih atau bhakti. Ibu juga akan memperlihatkan bhakti dalam bentuk vatsalya (kasih ibu kepada anaknya), sebagai balasan dari kasih anaknya. [Summer Roses on Blue Mountains, 1976, Ch. 14]

-BABA

Tuesday, October 25, 2016

Thought for the Day - 25th October 2016 (Tuesday)

When you revel in the contemplation of the splendour of the Lord, nothing material can attract you. Everything this world has to offer will seem inferior. The company of the godly and the humble alone will be relished. Great saints who have sung the Grace of the Lord have realised Him in the altar of their own hearts. The unsullied love and devotion they transmitted through their songs has fertilized millions of devotees’ parched hearts. Reciting the Lord’s Name and observing their chosen spiritual practices have enabled many an aspirant to win over the Lord quickly and intimately. So strong and deep is their love and devotion that no disappointment could ever shake their faith. Ramdas, Tukaram, Meera and many others are wonderful examples of the above, and they have built the royal road of devotion for all of humanity. It is your duty now to live up to the heritage handed to you for your development by your pious forefathers.


Ketika engkau bersuka ria dalam perenungan pada kemuliaan Tuhan, tidak ada material yang dapat menarikmu lagi. Segala sesuatu yang diberikan di dunia ini kelihatannya akan menjadi hal yang remeh. Hanya pergaulan dengan yang baik dan rendah hati akan dinikmati. Para orang-orang suci yang hebat telah melantunkan rahmat Tuhan serta telah menyadari Tuhan di dalam altar hati mereka sendiri. Cinta kasih dan bhakti yang tidak ternoda, mereka pancarkan melalui lagu-lagu dan telah memupuk jutaan hati bhakta yang sangat kering. Melantunkan nama Tuhan dan mengamati latihan spiritual yang mereka lakukan telah memungkinkan banyak peminat spiritual untuk mampu mendapatkan kasih Tuhan dengan cepat dan mendalam. Jadi begitu kuat dan mendalam kasih serta bhakti mereka dimana tidak ada rasa kecewa yang dapat menggoyahkan keyakinan mereka. Ramdas, Tukaram, Meera, dan banyak yang lainnya lagi adalah teladan yang hebat dan mereka telah membangun jalan yang megah terkait bhakti bagi seluruh umat manusia. Ini merupakan kewajibanmu sekarang untuk hidup sesuai dengan warisan yang diserahkan kepadamu untuk perkembanganmu oleh nenek moyangmu yang mulia. [Divine Discourse, Mar 17, 1966]

-BABA

Monday, October 24, 2016

Thought for the Day - 24th October 2016 (Monday)

When the moon shines in the sky, you can see it directly. You do not require the aid of a torch, or a lamp, or any other artificial light. The reason is it is possible for us to look at the moon by the light of the moon. In the same manner, if you want to be nearer and dearer to God or understand God, who is an embodiment of love, it will be possible to do so only by means of love which is His very nature. God who is the embodiment of love, is not confined to one place or country. He is present everywhere, in every nook and corner of the world. Hence everyone, including youth must love all and regard loving all beings as loving God, as God is present in every living being. Since God is selfless, you must also practice serving selflessly.


Ketika bulan bersinar di atas langit, engkau dapat melihatnya secara langsung. Engkau tidak memerlukan bantuan senter atau lampu atau cahaya buatan. Dasar bagi kita bisa melihat bulan adalah karena cahaya bulan itu sendiri. Dalam hal yang sama, jika engkau ingin lebih dekat dan menyayangi Tuhan atau mengerti Tuhan yang merupakan perwujudan dari kasih, ini akan memungkinkan dilakukan hanya dengan sarana kasih yang merupakan sifat Tuhan itu sendiri. Tuhan yang merupakan perwujudan kasih, tidak dibatasi oleh satu tempat atau negara. Tuhan ada dimanapun juga, dalam setiap sudut belahan dunia. Oleh karena itu setiap orang termasuk pemuda harus mengasihi semuanya dan melihat bahwa mengasihi semua makhluk adalah sebagai menyayangi Tuhan, karena Tuhan bersemayam dalam setiap makhluk. Karena Tuhan adalah tidak mementingkan diri sendiri, engkau harus juga menjalankan pelayanan dengan tanpa mementingkan diri sendiri. [Summer Roses on Blue Mountains, 1976, Ch. 14]

-BABA

Sunday, October 23, 2016

Thought for the Day - 23rd October 2016 (Sunday)

When you cultivate faith and surrender, you will have no concern about the consequences of your actions. All your thoughts and actions will be pure, saturated with love and conducive to peace, for your actions are no longer your acts, they are His, and you will be free. Therefore cleanse your hearts and make it a clear mirror, so that the Lord may be reflected therein, in all His full splendor and grandeur. The desires that cling to the mind are the blemishes that tarnish one’s inner consciousness. Control your senses. Do not yield to their insistent demands for satisfaction. When a corpse is placed on pyre and it is lit, the corpse and the pyre are both reduced to ashes. So too when the senses are negated, the mind too disappears. When the mind disappears, delusion dies and liberation is achieved. Remember, faith in God is the best reinforcement of spiritual victory.


Ketika engkau mengembangkan keyakinan dan berserah diri, engkau akan tidak memiliki perhatian tentang akibat dari perbuatanmu. Semua pikiran dan perbuatanmu akan menjadi suci, penuh dengan kasih, dan mendatangkan kedamaian, karena perbuatanmu tidak lagi menjadi milikmu karena semua perbuatan itu adalah milik-Nya dan engkau akan bebas. Maka dari itu, bersihkan hatimu dan buatlah sebening kaca sehingga Tuhan dapat dipantulkan di dalamnya dengan penuh kemegahan dan keagungan. Keinginan yang melekat pada pikiran adalah cacat cela yang menodai kesadaran seseorang. Kendalikan indramu. Jangan menyerah pada permintaan yang secara terus menerus untuk kepuasan. Ketika sebuah mayat ditempatkan di atas tumbukan kayu bakar dan dibakar maka mayat dan kayu bakar keduanya akan berubah menjadi abu. Begitu juga ketika indra ditiadakan maka pikiran juga lenyap. Ketika pikiran lenyap, khayalan akan mati dan kebebasan bisa didapatkan. Ingatlah, keyakinan pada Tuhan adalah bala bantuan yang terbaik untuk mendapatkan kemenangan spiritual. [Divine Discourse, Mar 17, 1966]

-BABA

Thought for the Day - 22nd October 2016 (Saturday)

To enable us to earn the grace of the Lord, there are so many different paths. The paths of wisdom (jnana), action (karma), and yoga are more difficult than the path of devotion (Bhakti). Devotion will help us reach God, be close to God, and understand the Lord and His miracles. Amongst all the other paths, the shortest and easiest path is the path of love. God is an embodiment of love. To reach God and to understand His divinity, the path of love is the best approach. Divine love (prema) is not something which is fixed either on an individual, or a community, or a specific object. It is very wide, selfless and ever expanding. It is only when we broaden our love using these principles, we will be able to understand and experience the sacred divine love from God.


Untuk memungkinkan bagi kita mendapatkan rahmat dari Tuhan, ada begitu banyak jalan yang berbeda. Jalan kebijaksanaan (jnana), perbuatan (karma), dan yoga adalah lebih sulit daripada jalan bhakti. Bhakti akan membantu kita mencapai Tuhan, menjadi dekat dengan Tuhan, dan mengerti Tuhan dan mukjizat-Nya. Diantara semua jalan yang lainnya, maka jalan yang paling pendek dan gampang adalah jalan kasih. Tuhan adalah perwujudan dari kasih. Untuk mencapai Tuhan dan mengerti keillahian-Nya, jalan kasih adalah pendekatan yang terbaik. Kasih illahi (prema) bukanlah sesuatu yang ditetapkan baik oleh individu, masyarakat, atau objek tertentu. Kasih adalah sangat luas, tidak mementingkan diri sendiri dan terus berkembang. Hanya ketika kita mengembangkan kasih kita dengan menggunakan prinsip-prinsip ini, kita akan mampu mengerti dan mengalami kasih yang suci yang datang dari Tuhan.  [Summer Roses on Blue Mountains, 1976, Ch. 14]

-BABA

Thought for the Day - 21st October 2016 (Friday)

Human being is not just a creature with hands and feet, eyes and ears, head and trunk; you are much more than a total of all these organs and parts. The parts in fact are only crude images from the mould. You must then be ground, scraped, polished, perfected and softened through the intellect. Then you will become the ideal candidate for Divinity, which is your real destiny. The impulses will be rendered pure and your intentions will be raised to a higher and nobler level, only if you choose to dedicate all your deeds, words and thoughts to the Lord. To accomplish this, faith in the one Supreme Intelligence, which conceived, conserves and consumes this Universe is essential. The next is to be convinced of your own helplessness and distress at your own grief. Then you will easily achieve surrender to that Supreme Intelligence. Therefore cultivate faith and surrender. Grace will then naturally flow through you into every act of yours!

Manusia tidak hanya ciptaan dengan tangan dan kaki, mata dan telinga, kepala dan tubuh; engkau adalah jauh lebih dari seluruh dari bagian organ-organ ini. Bagian-bagian ini sejatinya hanyalah gambaran yang paling sederhana yang muncul dari pertiwi. Engkau kemudian harus diasah, digesek, dipoles, disempurnakan dan dilembutkan melalui intelek. Kemudian engkau akan menjadi calon yang ideal untuk keillahian, yang mana merupakan takdirmu yang sejati. Dorongan hati akan dibuat menjadi murni dan niatmu akan dingkat pada tingkat lebih luhur hanya jika engkau memutuskan untuk mendedikasikan semua perbuatan, perkataan, dan pikiranmu kepada Tuhan. Untuk mencapai hal ini, keyakinan pada kecerdasan yang tertinggi yang mana menciptakan, menjaga dan melebur alam semesta ini adalah bersifat mendasar. Selanjutnya adalah untuk diyakinkan akan ketidakberdayaan dan kesulitanmu pada duka citamu sendiri. Kemudian engkau akan dengan mudah mencapai rasa berserah diri pada kecerdasan yang tertinggi itu. Maka dari itu tingkatkanlah keyakinan dan berserah diri. Rahmat kemudian secara alami akan mengalir melaluimu dalam setiap perbuatanmu! [Divine Discourse, Mar 17, 1966]

-BABA

Thursday, October 20, 2016

Thought for the Day - 20th October 2016 (Thursday)

The Avatar of the Lord is the real Guru, who is far more superior and compassionate than all Gurus. He can, by the mere expression of His will, confer the highest consummation of spiritual life. Even the meanest of the mean can acquire the highest wisdom, in a trice. Such is the power of the Guru of all Gurus. A real guru will steal your heart, not your wealth. When the fullest embodiment of God comes down as a human, you too must develop the power to attract the giver of illumination to bestow His Grace on you. You must concentrate on service to the Guru and ruminate over His teachings. You must be eager to translate His teaching into daily activity and actual practices. You must fill your heart with devotion and dedicate all your skill for the actualization of the Guru’s counsel. Such a person alone deserves the title of a pupil (sishya).


Inkarnasi Tuhan sebagai Avatara adalah Guru yang sejati, yang jauh lebih unggul dan penuh kasih daripada semua guru. Guru yang sejati dapat menganugerahkan penyempurnaan tertinggi dari kehidupan spiritual hanya dengan pernyataan dari kehendak-Nya. Bahkan yang paling jahat dari yang jahat bisa mendapatkan kebijaksanaan yang tertinggi dalam sekejap mata. Begitulah kekuatan dari Guru dari semua Guru. Seorang Guru yang sejati akan mencuri hatimu dan bukan kekayaanmu. Ketika perwujudan Tuhan yang sepenuhnya datang ke dunia sebagai manusia, engkau juga harus mengembangkan kekuatan untuk menarik pemberi pencerahan untuk memberikan rahmat-Nya kepadamu. Engkau harus memusatkan pikiran untuk pelayanan pada Guru dan merenungkan ajaran-Nya. Engkau harus berhasrat untuk menerjemahkan ajaran-Nya ke dalam kehidupan sehari-hari dan dalam praktek yang sesungguhnya. Engkau harus mengisi hatimu dengan bhakti dan mendedikasikan seluruh keahlianmu untuk aktualisasi nasehat dari Guru. Hanya orang yang seperti itu yang layak mendapat sebutan murid (sishya). [Sathya Sai Vahini, Ch. 13]

-BABA

Wednesday, October 19, 2016

Thought for the Day - 19th October 2016 (Wednesday)

I bring you the message that will confer strength, peace, hope and fulfillment. It may not be pleasing (priya), but it will surely be beneficial (hitha)! A patient has to take drugs and put himself through regimen that is beneficial; he cannot ask for only sweet medicines and comfortable regimen which pleases him. The Doctor knows what is best for the patient! Truly speaking, treat your body as a wound, that needs to be washed, bandaged and treated with medicine thrice or four-times a day. That is the real purpose of food and drink. To cure the disease of thirst, water is the drug. Food is the medicine to cure the disease of hunger. Detachment is the medicine to cure the disease of craving for pleasure. For the pure yearning for the Divine and the pursuit that is impelled by it, the necessary first step is a rigorous self-examination to remove all evil habits, tendencies and qualities from within.


Aku memberikanmu pesan yang akan memberikan kekuatan, kedamaian, harapan, dan pemenuhan. Hal ini mungkin tidak menyenangkan (priya), namun ini pastinya akan berguna (hitha)! Seorang pasien harus minum obat dan mengatur cara hidupnya yang mana bermanfaat baginya; ia tidak boleh meminta hanya obat yang manis dan cara hidup yang menyenangkan baginya. Dokter mengetahui apa yang terbaik bagi seorang pasien! Berbicara sebenarnya, perlakukan tubuhmu seperti halnya luka yang perlu untuk dibersihkan, dibalut, dan diobati tiga atau empat kali sehari. Itulah tujuan yang sebenarnya dari makanan dan minuman. Untuk menghilangkan sakit haus maka air adalah obatnya. Makanan adalah obat untuk menghilangkan penyakit lapar. Tanpa keterikatan adalah obat untuk menyembuhkan penyakit yang mengharapkan kesenangan. Untuk kerinduan yang murni untuk Tuhan dan pengejaran yang didorong oleh hal ini, langkah awal yang diperlukan adalah memeriksa diri dengan teliti untuk menghilangkan semua kebiasaan, kecenderungan, dan kualitas jahat dari dalam diri. (Divine Discourse, Mar 16, 1966)

-BABA

Tuesday, October 18, 2016

Thought for the Day - 18th October 2016 (Tuesday)

Many are not prepared to respect their parents. You may ask a question as to why one should respect one’s parents. Always, whatever actions you undertake, the reaction will come to you in the future. It is your duty to respect your parents for all that your parents have done for you. If today, you show respect to your parents, then your children will respect you when you grow up. If you make your parents suffer now, your children will do the same in return to you; and tears will flow from your eyes. If a student wants to lead a life of security and happiness in the future, he must undertake to lead a good life now. It is the beauty of your heart that is important. It is not the external beauty of the body that matters at all. When you have a pure and clean heart, you will have the strength to cleanse the world.


Banyak yang tidak siap untuk menghormati orang tua mereka. Engkau mungkin menanyakan sebuah pertanyaan tentang mengapa seseorang harus menghormati orang tuanya? Selalu, apapun perbuatan yang engkau lakukan, maka reaksinya akan datang padamu di masa yang akan datang. Merupakan kewajibanmu untuk menghormati orang tuamu terhadap semua yang orang tuamu telah lakukan untukmu. Jika hari ini, engkau memperlihatkan rasa hormat kepada orang tua, maka anak-anakmu akan menghormatimu ketika engkau semakin menua. Jika engkau membuat orang tuamu menderita sekarang, anak-anakmu akan melakukan hal yang sama kepadamu; dan air mata akan menetes dari matamu. Jika seorang pelajar ingin mendapatkan hidup yang aman dan bahagia di masa yang akan datang, maka ia harus menjalankan hidup yang baik sekarang. Adalah keindahan hatimu yang penting. Ini sama sekali bukan keindahan tubuh luar. Ketika engkau memiliki sebuah hati yang suci dan bersih, engkau akan memiliki kekuatan untuk membersihkan dunia. (Summer Roses on Blue Mountains, 1976, Ch 13)

-BABA

Monday, October 17, 2016

Thought for the Day - 17th October 2016 (Monday)

Each one of you have your own strength and weakness, foibles and fears, skills and handicaps, so, no one prescription can be suggested for all. You must proceed from where you are presently, at your own pace, according to your own inner light. But, as long as one has caught a glimpse of the Atmic Reality, of the source from which one has emerged and the goal into which one is to merge, the goal of the journey will be reached sooner or later. The fascination for the body and the senses which dominate it, and the world which feeds the senses as well as the enchantment for the vainglorious adventures in search of fame and fortune - all this will become meaningless and fade away once you receive a glimpse of that Atmic Reality either through grace or through a Guru or through some other means. One will then have instead of deha-bhranti (body attachment) which now torments him, the yearning to know and be established in the Dehi, the Divine Indweller.


Setiap orang darimu memiliki kekuatan dan kelemahan tersendiri, kekurangan dan ketakutan, keahlian dan ketidakmampuan, jadi tidak ada satupun yang dapat disarankan untuk semuanya. Engkau harus melangkah maju dari dimana engkau saat sekarang, dengan kecepatanmu sendiri, sesuai dengan cahaya batinmu di dalam. Namun, selama seseorang telah mendapatkan pandangan sekilas pada kenyataan Atma, yaitu sumber darimana seseorang muncul dan tujuan seseorang harus menyatu, maka tujuan dari perjalanan akan dapat diraih cepat atau lambat. Dayat tarik yang sangat kuat dari tubuh dan indra yang mendominasi perjalanan ini, dan dunia yang memberikan makanan pada indra dan juga pesona dari petualangan kesombongan dalam pencarian ketenaran dan kekayaan  - semuanya ini akan menjadi tidak ada artinya dan menghilang, sekali saat engkau menerima pandangan sekilas kenyataan Atma atau melalui rahmat atau melalui seorang guru atau melalui sarana yang lainnya. Seseorang kemudian bukan lagi memiliki deha-bhranti (keterikatan tubuh) yang sekarang menyiksanya namun kerinduan untuk mengetahui dan berada dalam Dehi, Tuhan yang bersemayam di dalam. (Divine Discourse, Mar 16, 1966)

-BABA

Thought for the Day - 16th October 2016 (Sunday)

Look at a piece of cloth. Truly it is a bundle of threads; and if you examine it more carefully, you will say that it is just cotton. The first stage is cotton, second stage is thread, and the final stage is the cloth. What would you do if you do not like that cloth? You remove the threads one by one and the cloth disappears! In the same manner, your mind does not have any specific form. It is simply a bundle of desires. These desires themselves come from the thoughts of your mind which can be compared to the cotton. Thus in this analogy the three stages are the cotton or the thoughts, the thread or the desires, and finally the desires constitute the mind which is the cloth. So you must try to diminish these desires as far as possible. Desires are like heavy luggage in the journey of your life. Less luggage, more comfort for you!


Lihatlah pada sehelai kain ini. Sebenarnya kain ini adalah kumpulan dari benang-benang; dan jika engkau mengujinya dengan seksama, engkau akan mengatakan bahwa kain ini hanyalah kapas saja. Tahap pertama adalah kapas, tahap kedua adalah benang dan tahap akhir adalah kain. Apa yang engkau lakukan jika engkau tidak menyukai kain itu? Engkau menarik benangnya satu per satu maka kain itu akan tidak ada lagi! Dalam hal yang sama, pikiranmu tidak memiliki wujud tertentu. Pikiran hanyalah kumpulan dari keinginan-keinginan. Semua keinginan ini muncul dari gagasan dari pikiranmu yang mana dapat disamakan dengan kapas. Jadi dalam perumpamaan ini ketiga tahapan itu adalah  kapas atau pikiran, benang atau keinginan dan akhirnya adalah keinginan yang menyusun pikiran yang mana adalah kain itu. Jadi engkau harus mencoba untuk mengurangi keinginan ini sebanyak mungkin. Keinginan adalah seperti beban yang berat di dalam perjalanan hidupmu. Sedikit keinginan akan membuat perjalanan lebih nyaman bagimu! (Summer Roses on Blue Mountains, 1976, Ch 13)
-BABA

Thought for the Day - 15th October 2016 (Saturday)

Life is not a simple affair! You cannot attain happiness (sukham) through comfort (sukham). The joy of release can be won only through travail and trial. It is grief that makes joy worth its while, a precious possession! Through pain, a woman achieves the joy of motherhood. Through toil, the farmer earns the coveted grain from the field. Through long days and nights of steady study, a student passes the examination and obtains a degree. It is pitch-darkness that prompts the seeker of light; it is death that lends zest to life. Deprive yourself of luxury and comfort, detach yourself from what you hold dear and near through sheer ignorance of your mind. Pine, struggle, strive ceaselessly and then you are blessed with the inexpressible Bliss of the merger of the Individual with the Universal; you win the gift of Union with the Divine (Sakshathkara).

Hidup bukanlah sebuah perkara yang mudah! Engkau tidak bisa mendapatkan kebahagiaan (sukham) melalui kenyamanan (sukham). Suka cita hanya dapat diraih melalui penderitaan dan cobaan. Dalam duka cita maka suka cita menjadi bermakna, sebagai hal yang sangat berharga! Melalui rasa sakit, seorang wanita mendapatkan suka cita sebagai ibu. Melalui kerja keras, petani mendapatkan panen padi yang didambakan dari sawah. Melalui siang dan malam yang panjang dalam belajar yang tekun maka seorang murid bisa lulus ujian dan mencapai gelar sarjana. Dalam gelap gulita yang mendorong seseorang mencari cahaya; adalah kematian yang memberikan semangat hidup. Tinggalkan kemewahan dan kesenangan hidup, jangan terikat pada apa yang engkau anggap berharga, engkau sayangi dan dekat denganmu, hanya karena engkau tidak mengetahui kenyataan yang sejati. Berhasrat, berjuang, dan berusaha keras secara terus menerus maka kemudian engkau akan diberkati dengan kebahagiaan yang tidak terkatakan dari penyatuan individu dengan universal; engkau mendapatkan hadiah penyatuan dengan Tuhan (Sakshathkara). (Divine Discourse, Mar 16, 1966)
-BABA

Saturday, October 15, 2016

Thought for the Day - 14th October 2016 (Friday)

The period between sixteen and thirty-two is a golden age. It is every youth’s duty to recognize every bad idea or thought that sprouts in their mind and exterminate it completely. Mind is like a mad monkey and you should not surrender to it. As soon as a thought comes into your mind, you should examine whether it is a good thought or a bad one. You should control the mind and keep it under your direction. You should not be prepared to yield to all the desires that sprout in your mind. Youth is the stage when you have all the strength to overcome the obstacles that come in your way, and control your actions and thoughts. At this stage, if you feel angry, jealous, or excited, use your full strength to control these tendencies. If you choose not to control your emotions now, will you get the strength to do it later?


Usia diantara enam belas dan tiga puluh dua tahun adalah usia-usia emas. Adalah kewajiban dari setiap pemuda untuk menyadari setiap gagasan atau pikiran buruk yang muncul di dalam pikiran dan membasmi pikiran buruk itu sepenuhnya. Pikiran adalah seperti monyet gila dan engkau seharusnya tidak menyerah pada hal ini. Segera ketika gagasan muncul di dalam pikiranmu, engkau seharusnya menganalisa apakah ini adalah gagasan yang baik atau buruk? Engkau seharusnya mengendalikan pikiran dan tetap menjaganya dalam arahanmu. Engkau seharusnya tidak mengalah pada semua bentuk keinginan yang muncul dari dalam pikiranmu. Masa muda adalah masa ketika engkau memiliki semua kekuatan untuk mengatasi halangan yang muncul di tengah jalanmu, dan mengendalikan perbuatan dan pikiranmu. Pada masa ini, jika engkau merasa marah, cemburu atau gembira, gunakan seluruh kekuatanmu untuk mengendalikan kecenderungan ini. Jika engkau memilih untuk tidak mengendalikan emosimu sekarang, akankah engkau memiliki kekuatan untuk mengatasinya nanti? (Summer Roses on Blue Mountains, 1976, Ch 13)

-BABA

Thought for the Day - 13th October 2016 (Thursday)

Are you aware of the grand goal of your pilgrimage on earth? Do not stray into the bylanes and wrong roads, they will only lead you to disaster. You put a lot of faith in things outside yourself and plan to derive joy from and through them. Do you not know that all joys emanate only from the spring within you? You merely envelop the outer things with your own joy, and then, you experience it as though it is from that ‘other thing!’ The recognition of your innate Divinity and the regulation of your daily living in accordance with that Truth is the guiding star for every being, which is caught in the currents and crosscurrents of strife and struggle. Without that guiding divine light (Atmajnana), life will become a meaningless farce, a mockery, a game of fools. It is the acquisition of that Self-Awareness, which will make your life earnest and fruitful.


Apakah engkau sadar dengan tujuan besar dari perziarahanmu di dunia? Jangan tersesat pada jalan kecil dan salah jalan karena itu akan membawamu hanya pada penderitaan. Engkau terlalu banyak menaruh keyakinan pada benda-benda di luar dirimu dan mengharapkan mendapatkan suka cita dari dan melalui benda-benda itu. Apakah engkau tidak tahu bahwa semua suka cita hanya muncul dari sumbernya yang ada di dalam dirimu? Engkau hanya membungkus hal-hal luar itu dengan suka citamu sendiri dan kemudian engkau mengalami suka cita dan merasakan seolah-olah suka cita itu berasal dari benda yang lainnya. Mengenali keillahian yang menjadi sifat sejatimu dan juga aturan dari kehidupanmu sehari-hari yang sesuai dengan kebenaran itu adalah bintang penuntun bagi setiap orang, yang tertangkap dalam arus dan arus perlawanan dari usaha dari mempertahankan hidup. Tanpa adanya cahaya penuntun illahi (Atmajnana), hidup akan menjadi pertunjukan lawak yang tidak bermakna, olok-olok, sebuah permainan dari orang bodoh. Hidup adalah sebuah pencapaian dari kesadaran yang sejati yang akan membuat hidupmu berharga dan berhasil. (Divine Discourse, Mar 16, 1966)

-BABA

Wednesday, October 12, 2016

Thought for the Day - 12th October 2016 (Wednesday)

In moments of great distress, Pandavas were only thinking of Krishna, teaching us a lesson about the intimate connection and friendship between Pandavas and Krishna. Lord Krishna protected them as eyelids protect the eyes because of the sacred love Pandavas had for Him. He stood by them as their companion at all times, in difficult times and in good fortune, even when they were living in the forest unrecognised for a whole year. This is the meaning of true friendship. If we look at the quality of friendship in the present times, there is no evidence of true friendship. When a lake is full of water, frogs gather round; and when the lake is empty, all frogs disappear. So also, when you are prosperous and wealthy, everyone is your friend, but when your wealth disappears, no one is around. Remember, the only true friend who will continue to be with you at all times is God.


Pada saat keadaan yang sangat sulit, para Pandawa hanya memikirkan Sri Krishna, hal ini mengajarkan kita tentang hubungan dan persahabatan yang sangat mendalam diantara Pandawa dan Sri Krishna. Sri Krishna melindungi Pandawa seperti kelopak mata melindungi mata karena cinta kasih yang suci yang dimiliki Pandawa untuk Sri Krishna. Sri Krishna berdiri di depan mereka sebagai teman mereka sepanjang waktu baik dalam kesulitan dan keberuntungan, bahkan ketika mereka sedang hidup di dalam hutan tanpa dikenali selama sepanjang tahun. Ini adalah tanda dari persabahatan yang sejati. Jika kita melihat kualitas dari persahabatan di masa sekarang, tidak ada bukti adanya persahabatan yang sejati. Ketika sebuah telaga penuh dengan air, katak akan berkumpul banyak disana; dan ketika telaga kering, semua katak akan pergi. Begitu juga, ketika engkau makmur dan kaya maka setiap orang adalah temanmu, namun ketika kekayaanmu menghilang, maka tidak ada seorangpun di dekatmu. Ingatlah, satu-satunya teman sejati yang akan tetap menyertaimu sepanjang waktu adalah Tuhan. (Divine Discourse, Summer Roses on Blue Mountains 1976, Ch 12)

-BABA

Tuesday, October 11, 2016

Thought for the Day - 11th October 2016 (Tuesday)

Embodiments of Love! Vijaya Dasami marks the conclusion (samapti) of the sacred Navaratri festival. Samapti confers prapti (deservedness) in every possible way. Today I bless you with the deservedness to develop selfless love. Love contains all the other human values like truth, right conduct, non-violence and peace. Whatever you do, do it with Love. Your heart is like a big tank, and senses are like taps. Fill your heart with the water of Love. Then you will experience Divine Love through all your senses. Undertake good actions from this moment. Let everybody be happy. The essence of all scriptures is: “Help ever, Hurt never.” Do not hurt even an insect, for God is present in every being. Surrender to the Lord and say, “I am Yours,” and live up to it with strong faith. God will protect you at all times and under all circumstances. I bless you to have noble feelings, join good company, give-up vices and attain Divinity.


Perwujudan kasih! Vijaya Dasami menandai kesimpulan (samapti) dari festival suci Navaratri. Samapti menganugerahkan Prapti (deservedness) dalam setiap cara yang mungkin. Hari ini Aku memberkati-mu dengan sepantasnya untuk mengembangkan cinta-kasih tanpa pamrih. Cinta-kasih mengandung semua nilai-nilai kemanusiaan seperti kebenaran, kebajikan, tanpa-kekerasan, dan kedamaian. Apa pun yang engkau lakukan, lakukanlah dengan Cinta-kasih. Hati-mu dapat diibaratkan seperti tangki besar, dan indera seperti keran. Engkau hendaknya mengisi hatimu dengan air dari Cinta-kasih. Maka, engkau akan mengalami Cinta-kasih Ilahi melalui semua indera-mu. Lakukanlah tindakan yang baik, mulai dari saat ini. Biarkan semua orang berbahagia. Inti dari semua kitab suci adalah: "Selalulah menolong, jangan pernah menyakiti." Janganlah menyakiti bahkan menyakiti serangga, karena Tuhan bersemayam dalam setiap mahluk. Berpasrahlah kepada Tuhan dan katakan, "Aku Milikmu," dan hiduplah dengan keyakinan yang kuat. Tuhan akan melindungi engkau setiap saat dan dalam semua keadaan. Aku memberkati engkau mengalami perasaan yang mulia, menjalin pergaulan yang baik, menghentikan kebiasaan buruk, dan mencapai Divinity. (Divine Discourse, Oct 1, 1998)

-BABA

Monday, October 10, 2016

Thought for the Day - 10th October 2016 (Monday)

The completion (samaptam) of the Yajna (sacrificial rite) is marked by the final offering in the ritual fire, called Purnahuti. The offering which every one of you must make in the Yajna is that of your bad thoughts, desires and actions. This is more important than anything else. Your desires seem to be ever on the increase! This clearly indicates that the spirit of renunciation (tyaga) has not developed to the slightest extent. Atleast now, should you not try to curb your desires to some extent? If there is no spiritual transformation in your way of life over the years, you would be guilty of having wasted all your energies, time and opportunities! Some day or other everyone will have to give up their material possessions. Hero is he who detaches himself from his possessions before he goes! The true meaning of Yajna Samaptam is Self-Realisation, to realise the Omni-Self that is present within and in every being.


Penyelesaian (samaptam) dari sebuah Yajna (korban suci) ditandai dengan persembahan terakhir di api suci yang disebut dengan Purnahuti. Persembahan dari setiap orang yang harus dibuat dalam Yajna adalah mempersembahkan pikiran buruk, keinginan dan perbuatan. Ini adalah lebih penting daripada yang lainnya. Keinginanmu kelihatannya semakin meningkat! Hal ini jelas menandakan bahwa semangat pengorbanan (tyaga) belum berkembang pada tingkat yang paling tipis. Setidaknya sekarang, bukankah engkau seharusnya mengekang keinginanmu pada tingkat tertentu? Jika tidak ada perubahan spiritual dalam cara hidupmu selama beberapa tahun, engkau akan merasa bersalah karena telah menghabiskan seluruh energi, waktu, dan kesempatan! Suatu hari nanti setiap orang harus melepaskan kepemilikan materi mereka. Pahlawan adalah seseorang yang melepaskan dirinya sendiri dari kepemilikannya sebelum ia pergi! Makna yang sebenarnya dari Yajna Samaptam adalah kesadaran diri, untuk menyadari diri sejati yang ada dalam diri dan dalam setiap makhluk. (Divine Discourse, Oct 2, 1987)

-BABA

Sunday, October 9, 2016

Thought for the Day - 9th October 2016 (Sunday)

Dasara is the festival that celebrates the victory of good forces over evil energies. God has expressed Himself as the five natural elements. All creation is but a combination of these in varying proportions. You must use these abundant resources reverentially, with humility and gratitude. You know from experience that excessive quantities of wind, fire or water is injurious to health. If you drink more water than needed, it is a torture. When you inhale more air you will be suffocated and burn with excessive heat. Loud noise beyond a limit is destructive to peace. Hence realise that efficient use of natural resources is a form of worship. Nature (Prakrithi) is, in essence, Divinity itself. The universe is Divine. So tread softly and reverentially. Use them intelligently to promote your own well-being and that of the others. Use the natural resources in moderation and offer loving and intelligent service to the communities you live in.

Dasara adalah perayaan yang merayakan kemenangan dari kekuatan baik atas kekuatan jahat. Tuhan telah mengejewantahkan diri-Nya sebagai lima unsur alam. Semua ciptaan adalah hanya kombinasi dari kelima unsur alam ini dalam proporsi yang berbeda. Engkau harus menggunakan sumber daya yang berlimpah ini dengan penuh hormat, dengan kerendahan hati dan rasa terima kasih. Engkau mengetahui dari pengalaman bahwa terlalu banyak jumlah angin, api, atau air akan merusak kesehatan. Jika engkau minum banyak air daripada yang dibutuhkan, ini adalah penyiksaan. Ketika engkau menghirup lebih banyak udara maka engkau akan mati lemas dan terbakar dengan panas yang berlebih. Kebisingan yang keras dan melampaui batas akan menghancurkan kedamaian. Oleh karena itu sadarilah bahwa penggunaan secara efisien sumber daya alam adalah wujud dari pemujaan. Alam (Prakrithi) pada dasarnya adalah keillahian itu sendiri. Alam semesta ini adalah Tuhan. Jadi berjalanlah dengan lembut dan penuh hormat. Gunakan sumber daya alam dengan bijak untuk meningkatkan kesejahteraanmu dan yang lainnya. Gunakan sumber daya alam secara tidak berlebihan dan persembahkan pelayanan yang penuh kasih dan cerdas kepada masyarakat tempat engkau tinggal. (Divine Discourse, 15 Oct 1966)

-BABA

Thought for the Day - 8th October 2016 (Saturday)

Perpetually people are concerned about wealth, family and children, and hardly think of God. There are fleeting moments of devotion, but these are more demonstrative than genuine expressions. Unless faith in God expresses itself in a godly life, it is sheer hypocrisy. I don’t want to know that you have listened to many discourses. I want to know that you have thoroughly transformed yourselves. It is such transformation that is the mark of true devotion. If the ground is not wet, what is the use in saying there has been a downpour? ‘Sai Ram’ in words and dishonesty in thoughts is brazen deception. The greeting ‘Sai Ram’ must emanate from the depth of one's being. Develop fraternal feelings towards all. Differences of opinion can be resolved by compromise. If you give up egoistic pride you can overcome all difficulties. From now, make a bonfire of your ignorance and egoism, and develop love in your hearts. Live up to Swami's teachings and redeem your lives.


Secara terus-menerus orang-orang khawatir dengan kesehatan, keluarga, dan anak-anak, dan hampir tidak terpikir tentang Tuhan. Ada momen-momen bhakti yang cepat berlalu, namun momen ini adalah lebih mencolok daripada ungkapan bhakti yang asli. Kecuali jika keyakinan pada Tuhan mengungkapkan dirinya dalam kehidupan yang saleh, maka ini hanyalah kemunafikan belaka. Aku tidak ingin mengetahui bahwa engkau telah mendengarkan banyak ceramah. Aku ingin mengetahui bahwa engkau secara menyeluruh telah merubah dirimu. Perubahan yang seperti ini yang merupakan tanda dari bhakti yang sejati. Jika tanah tidak basah, apa gunanya dengan mengatakan bahwa telah ada hujan? ‘Sai Ram’ dalam kata-kata dan ketidakjujuran dalam pikiran adalah penipuan yang sangat keterlaluan. Salam ‘Sai Ram’ harus berasal dari kedalaman diri seseorang. Kembangkanlah perasaan persaudaraan kepada semuanya. Perbedaan pendapat dapat dipecahkan dengan kompromi. Jika engkau melepaskan perasaan kesombongan ego maka engkau dapat mengatasi semua kesulitan. Mulai dari sekarang, buatlah sebuah api unggun dari kebodohan dan egomu dan kembangkanlah kasih di dalam hati. Hiduplah dalam ajaran Swami dan sucikanlah hidupmu. (Divine Discourse, 2 Oct 1987)

-BABA

Friday, October 7, 2016

Thought for the Day - 7th October 2016 (Friday)

Nowadays selfishness is rampant among devotees, and they love God not for God's sake but only to get their selfish desires fulfilled. As long as selfishness prevails, the Divine cannot be understood. The Navaratri festival should be used as an occasion to examine one's own nature whether it is human, animalistic or demonic, and strive to transform the animal nature to the human and then divinise the human. During Navaratri prayers, you recite "Netram Samarpayami”, stating I offer my eyes to the Lord. Does it mean you must offer your eyes? No! The real significance of the Mantra is that you think of the Divine in whatever you see or do. The true meaning of the prayers to offer your limbs to the Lord (Angaarpana Puja) are to declare that you offer yourself in the service of the Lord at all times. Hence from today, every work you do, do it as an offering to God only.


Saat sekarang, sifat mementingkan diri sendiri adalah sangat menjadi-jadi di antara para bhakta, dan mereka mencintai Tuhan bukan untuk kepentingan Tuhan namun hanya untuk bisa memenuhi kepentingan diri mereka sendiri. Selama kepentingan diri sendiri masih ada, maka keillahian tidak dapat dipahami. Perayaan Navaratri seharusnya digunakan sebagai perayaan untuk menguji sifat seseorang apakah sifat manusia, sifat binatang atau setan, dan berusaha untuk merubah sifat binatang menuju manusia dan kemudian membuat manusia menyadari keiallahiannya. Selama doa Navaratri, engkau mengulang-ulang "Netram Samarpayami”, menyatakan saya mempersembahkan mata saya kepada Tuhan. Apakah itu berarti engkau harus memberikan matamu? Tidak! Makna yang sesungguhnya mantra ini bahwa engkau memikirkan Tuhan pada apapun yang engkau lihat dan lakukan. Makna yang sebenarnya dari doa mempersembahkan anggota tubuhmu kepada Tuhan (Angaarpana Puja) adalah menyatakan bahwa engkau mempersembahkan dirimu sendiri dalam pelayanan kepada Tuhan sepanjang waktu. Oleh karena itu mulai dari sekarang, setiap pekerjaan yang engkau lakukan maka lakukanlah sebagai persembahan kepada Tuhan saja. (Divine Discourse, Oct 6,1992)

-BABA

Thought for the Day - 6th October 2016 (Thursday)

To secure the grace of the Lord, you must have purity of heart, purity in speech and purity in action. This triple purity is described in Vedantic parlance as Tripurasundari. Lakshmi, who is the embodiment of all prosperity, is represented by the heart. The mouth represents Saraswathi. Purity in action (Kriya Shuddhi) is represented by Durga. By celebrating the Navaratri festival, you must get rid of the darkness within by cultivating this triple purity. You must also use the Navaratri celebration to revere Nature and consider how natural resources can be used properly in the best interests of mankind. Resources like water, air, power and minerals should be used wisely and not misused or wasted. Economy in the use of every natural resource is vital. Pollution of the air has many evil consequences. The significance of observances like Nagarasankirtan and bhajans is this - to fill the atmosphere with sacred vibrations and holy thoughts.


Untuk bisa mendapatkan rahmat Tuhan, engkau harus memiliki kesucian di hati, kesucian dalam perkataan, dan kesucian dalam perbuatan. Ketiga kesucian ini dijelaskan dalam pembahasan di Wedanta sebagai Tripurasundari. Lakshmi yang merupakan perwujudan dari semua kesejahteraan dilambangkan dengan hati. Mulut melambangkan Saraswathi. Kesucian perbuatan (Kriya Shuddhi) dilambangkan oleh Durga. Dengan merayakan perayaan Navaratri, engkau harus melepaskan kegelapan yang ada di dalam  diri dengan meningkatkan ketiga kesucian itu. Engkau harus juga menggunakan perayaan Navaratri memuja alam dan memikirkan bagaimana sumber daya alam dapat digunakan dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan umat manusia. Sumber daya alam seperti air, angin, kekuatan, dan mineral seharusnya digunakan dengan bijak dan tidak disalahgunakan atau disia-siakan. Penghematan dalam penggunaan setiap sumber daya alam sangatlah vital. Polusi pada udara memiliki banyak akibat buruk. Pentingnya menjalankan latihan spiritual seperti Nagarasankirtan dan bhajan – adalah untuk mengisi atmosfer dengan getaran suci dan pikiran yang luhur. (Divine Discourse, 27 Sep 1992)

-BABA

Wednesday, October 5, 2016

Thought for the Day - 5th October 2016 (Wednesday)

Since ancient times people are observing external forms of worship without understanding the inner significance of festivals. Nature (Prakruti) teaches the spiritual truth about Navaratri. The entire cosmos is a temple. The Lord pervades the cosmos. Realise Sai’s love through spiritual practice (Sadhana). Sadhana does not mean adoring God in a particular place or form. It means thinking of God in all that you do wherever you may be. You may ask whether this is possible. The answer is that it is possible by dedicating every action to God. During Navaratri there is a form of worship called Angaarpana Puja. In this form of worship, all the limbs (Anga) of the body are offered to the Divine in a spirit of surrender (Saranagathi). Surrender means offering everything to the Divine and giving up the idea of separation between oneself and the Divine. Be convinced that it is the same Divine who dwells in you and in all beings - Eko Vasi Sarvabhuta-antaratma.


Sejak zaman dahulu manusia memberikan perhatian yang besar pada pemujaan wujud luar tanpa memahami makna yang ada dibalik perayaan itu. Alam (Prakruti) mengajarkan kebenaran spiritual tentang Navaratri. Seluruh kosmos adalah sebuah tempat suci. Tuhan meliputi kosmos. Sadarilah kasih Sai melalui latihan spiritual (Sadhana). Sadhana tidak berarti memuja Tuhan pada wujud dan tempat tertentu. Ini berarti memikirkan Tuhan dalam semua kegiatan yang engkau lakukan dimanapun engkau berada. Engkau mungkin bertanya apakah ini bisa dilakukan. Jawabannya adalah itu bisa dilakukan dengan mempersembahkan setiap perbuatan kepada Tuhan. Selama Navaratri ada wujud yang dipuja disebut dengan Angaarpana Puja. Dalam wujud pemujaan ini, semua bagian (Anga) dari tubuh dipersembahkan kepada Tuhan dalam semangat berserah diri (Saranagathi). Berserah diri berarti mempersembahkan segala sesuatu kepada Tuhan dan menghilangkan gagasan adanya keterpisahan antara individu dengan Tuhan. Yakinlah bahwa Tuhan yang sama yang bersemayam di dalam dirimu dan semua makhluk hidup - Eko Vasi Sarvabhuta-antaratma. (Divine Discourse Oct 6, 1992)

-BABA