Saturday, June 30, 2018

Thought for the Day - 29th June 2018 (Friday)

Cultivation of good thoughts is good conduct (dharma). When we protect dharma, dharma will protect us in turn (Dharmo rakshati rakshitaha). If you hurt dharma, you will be hurt in return! When our own mind generates good thoughts, it protects us. Our own mind can harm us as well. How? It harms us through its bad thoughts! Hence, our mind is responsible for all our difficulties, troubles, and miseries. So, keep your mind pure and free from bad thoughts. The moment a thought arises in your mind, use your discrimination to know: is it good or bad? When you begin such analysis, the speed of your thoughts will decrease. If on the other hand, you immediately act as per your thoughts, their speed will increase. Therefore, take the time to control the thought process through thorough enquiry. First enquire, then act. Start early, drive slowly, reach safely. If you slow down your thoughts, you will definitely arrive safely!


Peningkatan pikiran-pikiran yang baik adalah kebajikan (dharma). Ketika kita melindungi dharma, maka dharma akan melindungi kita sebaliknya (Dharmo rakshati rakshitaha). Jika engkau menyakiti dharma, engkau akan tersakiti sebagai balasannya! Ketika pikiran kita sendiri mengembangkan gagasan yang baik maka hal ini akan melindungi kita. Pikiran kita sendiri dapat menyakiti kita. Bagaimana? Pikiran dapat menyakiti kita melalui gagasan serta ide yang buruk! Oleh karena itu, pikiran kita yang bertanggung jawab untuk semua kesulitan, masalah serta kemalangan kita. Jadi, tetap jaga pikiranmu menjadi suci dan bebas dari gagasan yang buruk. Saat sebuah gagasan muncul di dalam pikiranmu, gunakan kemampuan membedakan untuk memeriksa serta mengetahui: apakah gagasan itu baik atau buruk? Ketika engkau mulai menganalisa seperti itu, maka kecepatan dari pikiran akan menurun. Jika sebaliknya, engkau secara langsung berbuat seperti perintah pikiranmu, maka kecepatannya akan meningkat. Maka dari itu, ambillah waktu sebentar untuk mengendalikan proses pikiran melalui penyelidikan. Pertama selidiki, kemudian lakukan perbuatan. Mulai lebih awal, berjalan secara perlahan dan sampai di tujuan dengan selamat. Jika engkau memperlambat pikiranmu, engkau pastinya akan sampai dengan selamat! (Divine Discourse, Apr 7, 1993)

-BABA

Thought for the Day - 28th June 2018 (Thursday)

People are bound by action (karma) and sustained by action. They can achieve anything through action. Their accomplishment lies in their skill in performing actions. The actions performed will have their appropriate consequences, and no one can escape consequences of their actions. So do good actions, develop good thoughts, and join good company to get good rewards in future. As is the seed, so is the tree and its fruits. Hence engage in good actions from an early age. What are good actions? The actions that please God. When you perform actions that please God, you will also have the reward that will please you! Hence scriptures teach us to perform all actions to please God (Sarva karma Bhagavad preethyartham). When you offer all your actions to God, your heart becomes sacred, you can then lead a peaceful life. To keep your heart sacred, with strong determination practice three P’s - Purity, Patience, and Perseverance.


Manusia diikat dengan perbuatan (karma) dan ditopang oleh perbuatan. Manusia dapat mencapai apapun juga melalui perbuatan. Pencapaian mereka terdapat dalam keahlian mereka dalam menjalankan perbuatan. Perbuatan yang dilakukan akan memiliki akibatnya sendiri dan tidak ada seorangpun yang dapat melepaskan diri dari akibat perbuatan mereka. Jadi lakukan perbuatan yang baik, kembangkan pikiran yang baik, dan bergabunglah dalam pergaulan yang baik untuk mendapatkan hasil yang baik di masa depan. Sebagaimana benihnya maka begitulah pohonnya serta buahnya. Oleh karena itu lakukanlah perbuatan yang baik mulai dari sejak kecil. Apa itu perbuatan baik? Perbuatan yang menyenangkan Tuhan. Ketika engkau melakukan perbuatan yang menyenangkan Tuhan, engkau juga akan memiliki hasil yang menyenangkanmu! Oleh karena itu naskah suci mengajarkan kepada kita untuk melakukan semua perbuatan untuk menyenangkan Tuhan (Sarva karma Bhagavad preethyartham). Ketika engkau mempersembahkan semua perbuatanmu kepada Tuhan, hatimu akan menjadi suci, engkau juga dapat menempuh hidup yang penuh kedamaian. Menjaga hatimu tetap suci dengan keteguhan hati yang kuat menjalankan 3 P – Purity (kesucian), Patience (kesabaran), dan Perseverance (ketekunan). (Divine Discourse, Apr 22, 1993)

-BABA

Wednesday, June 27, 2018

Thought for the Day - 27th June 2018 (Wednesday)

The process of living is the swinging of a pendulum from smile to tear. Childhood is too tender and innocent, youth is too full of folly and faults, middle age is muddled with problems and possible remedies, and old age is spent in regret over past failings. When can you taste some real happiness? Joys and sorrows are the results of the mind's involvement in the transient and the trivial. The inner core of each living being is God. The Sun is not tarnished by its rays falling upon anything harmful. The Self too is unaffected by the effects of the mind pursuing the senses wherever they lead it. When one becomes aware that the Self is God, there can be no fear of death haunting him. Faith is life; absence of faith is death. Only the body dies; the Divine Self (Atma) is beyond birth and death. Aware of this, one is soaked in Ananda (Divine Bliss).


Proses hidup adalah seperti berayunnya pendulum dari tersenyum pada kesedihan. Masa anak-anak adalah terlalu polos dan lugu, masa muda adalah penuh dengan kebodohan dan kesalahan, masa paruh baya adalah dicampur aduk dengan masalah dan kemungkinan dalam perbaikan, dan di masa tua dihabiskan dalam penyesalan akan kegagalan hidup di masa lalu. Kapan engkau dapat merasakan beberapa kebahagiaan yang sesungguhnya? Suka cita dan penderitaan adalah hasil dari keterlibatan dari pikiran dalam pengejaran pada hal yang sementara dan sepele. Inti di dalam setiap makhluk hidup adalah Tuhan. Matahari tidaklah ternoda dengan cahayanya yang menyinari apapun yang buruk. Diri sejati juga tidak terpengaruh dengan akibat dari pikiran yang mengejar indria kemanapun indria mengarahkannya. Ketika seseorang menjadi sadar bahwa diri sejati adalah Tuhan, maka tidak akan ada ketakutan akan kematian yang menghantuinya. Keyakinan adalah hidup; tanpa adanya keyakinan adalah kematian. Hanya badan yang mati; Diri yang sejati (Atma) adalah melampaui kelahiran dan kematian. Menyadari hal ini maka seseorang diliputi dengan Ananda (kebahagiaan ilahi). (Divine Discourse, 8-Jan-1983)

-BABA

Tuesday, June 26, 2018

Thought for the Day - 26th June 2018 (Tuesday)

Arjuna became entitled to the spiritual guidance of the Geeta from the Lord Himself because he evinced the despondency, renunciation, surrender and one-pointedness (vishada, vairagya, saranagati and ekagrata) that is essential to assimilate the great message. When your yearning for liberation becomes truly intense, you earn the right to set aside all social conventions, worldly norms and codes of conduct, that do not subserve that high purpose. Then, Prahlada can give up his father, Bhishma can counter his Guru, Meera can desert her husband and Shankaracharya can play subterfuge with his mother. Ask earnestly if you have reached that stage! Develop that taste for liberation! Chanting God’s name is the best course; it can be practised at all times and places by all, irrespective of creed, gender, caste, age or economic and social status. It will keep you in constant touch with the Infinite and so, it will transmit to you the wisdom and power of the Infinite.


Arjuna menjadi berhak untuk tuntunan spiritual dalam bentuk Getta dari Tuhan sendiri karena Arjuna menunjukkan dengan jelas kesedihan, tanpa keterikatan, berserah diri, dan keterpusatan (vishada, vairagya, saranagati, dan ekagrata) itu adalah mendasar untuk menerima pesan yang agung. Ketika engkau merindukan untuk kebebasan menjadi benar-benar hebat, engkau mendapatkan hak untuk mengesampingkan semua ketentuan sosial, norma-norma duniawi dan pedoman tingkah laku yang tidak sesuai dengan tujuan yang tinggi itu. Kemudian, Prahlada dapat melepaskan ayahnya, Bhishma dapat melawan gurunya, Meera dapat meninggalkan suaminya dan Shankaracharya dapat menggunakan dalih dengan ibunya. Tanyakan dengan sungguh-sungguh jika engkau telah mencapai tahapan itu! Kembangkan rasa untuk kebebasan! Lantunkan nama Tuhan adalah yang terbaik; hal ini dapat dilatih sepanjang waktu dan di semua tempat oleh semuanya, terlepas dari keyakinan, jenis kelamin, kasta, usia, atau status ekonomi dan sosial. Ini akan membuatmu selalu terhubung dengan yang tidak terbatas dan juga akan mengirimkanmu kebijaksanaan dan kekuatan yang tidak terhingga. (Divine Discourse, Mar 16, 1966)

-BABA

Monday, June 25, 2018

Thought for the Day - 25th June 2018 (Monday)

There are two obstacles which prevents spiritual progress despite your valuable efforts. The first is the tendency to compare yourself with others. This is very wrong. No two individuals are identical. Even identical twins grow in distinct ways. Billions of human beings are on the earth, but which is the press which has given each of them a novel imprint? This is God’s glory. God creates every individual, with their distinct nature, quality, potentiality and destiny. How then can anyone compare themselves with another and either exult or despair? How can you be proud that you are better than others? Second obstacle is, we are in the habit of justifying our faults, rationalising our errors and avoiding the responsibility of facing them squarely and correcting them. These two attitudes thicken one’s ignorance and breed further failings. Everyone has God as the Source. Remember that all are kith and kin, through God from Whom we have come!


Ada dua halangan yang menghambat kemajuan spiritual meskipun dengan usaha anda yang optimal. Kecenderungan yang pertama adalah membandingkan dirimu sendiri dengan yang lainnya. Ini sangatlah salah. Tidak ada dua individu yang sama. Bahkan kembar yang sama sekalipun tumbuh dengan cara yang berbeda. Miliaran manusia yang ada di bumi, namun mana cetakan yang telah memberikan setiap orang dari mereka sebuah tanda yang tidak diketahui? Ini adalah kemuliaan Tuhan. Tuhan menciptakan setiap individu, dengan sifat mereka yang berbeda, kualitas, potensi dan takdirnya. Lantas bagaimana bisa siapapun juga membandingkan diri mereka dengan yang lain apakah dalam keadaan gembira atau putus asa? Bagaimana engkau dapat menjadi bangga bahwa engkau merasa lebih baik daripada yang lainnya? Halangan yang kedua adalah, kita sudah menjadi kebiasaan dengan membenarkan kesalahan kita, merasionalisasi kesalahan kita dan menghindari tanggung jawab dalam menghadapi semuanya secara langsung serta memperbaikinya. Kedua sikap ini mempertebal kebodohan seseorang dan membiakkan kegagalan yang lebih lanjut. Setiap orang mempunyai Tuhan sebagai sumbernya. Ingatlah bahwa semua adalah kawan dan kerabat, melalui Tuhan kita semuanya datang! (Divine Discourse, Mar 3, 1983)

-BABA

Thought for the Day - 24th June 2018 (Sunday)

Worship the Lord and offer Him the eight flowers of non-violence (ahimsa), control of your senses (indriya nigraham), compassion towards all beings (sarva bhuta daya), fortitude (kshama), inner peace (shanti), austerity (tapas), meditation (dhyana) and truth (satya). Now, when other flowers are used, devotion does not last after you step out of your altar or puja room door! When one crosses that door-step, anger, hatred and anxiety possess you and degrade you. Without developing the qualities indicated by the eight flowers how can any one win the grace of God? Engaged in Asatya Narayana Vrata (the adherence to falsehood) on all 364 days, what is the good you hope to get by doing the Satyanarayana Vrata (worship of Lord Satyanarayana) on the 365th day of the year? As you claim to be Sai devotees, justify your claim by cultivating these flowers of virtue and offering them to God.


Pemujaan kepada Tuhan dan mempersembahkan kepada Tuhan delapan bunga yaitu bunga tanpa kekerasan (ahimsa), mengendalikan indriamu (indriya nigraham), welas asih kepada semua makhluk (sarva bhuta daya), ketabahan (kshama), kedamaian batin (shanti), kesederhanaan (tapas), meditasi (dhyana), dan kebenaran (satya). Sekarang, ketika bunga yang lain digunakan maka bhakti tidak akan bertahan lama setelah engkau keluar dari ruang puja atau altar! Ketika seseorang melangkahkan kaki keluar maka kemarahan, kebencian, dan kecemasan akan menguasaimu dan menarikmu ke bawah. Tanpa mengembangkan kualitas yang ditunjukkan oleh delapan bunga tadi, lantas bagaimana seseorang bisa mendapatkan rahmat Tuhan? Terlibat dalam Asatya Narayana Vrata (patuh dan taat pada kebohongan) sepenuhnya dalam 364 hari, apa kebaikan yang engkau harapkan untuk bisa di peroleh dengan melaksanakan Satyanarayana Vrata (pemujaan pada Tuhan Satyanarayana) pada hari ke 365 setiap tahun? Ketika engkau menyatakan sebagai bhakta Sai, berikan alasan atas pernyataanmu dengan meningkatkan delapan bunga kebajikan dan mempersembahkannya kepada Tuhan. (Divine Discourse, Oct 6, 1981)

-BABA

Thought for the Day - 23rd June 2018 (Saturday)

Life is a campaign against foes; a battle with obstacles, temptations, hardships, and hesitations. These foes are within and so, the battle has to be incessant and perpetual. Like the virus that thrives in the bloodstream, the vices of lust, greed, hate, malice, pride and envy sap the energy and faith of every being and reduce them to untimely fall. You must strive to diagnose your own character and discover the faults that are infesting it; do not try to analyse the character of others and seek to spot their defects. This self-examination is very necessary to bring to light the defects that might undermine one's spiritual career. People buy clothes with deep colour, so that they may not reveal dust or dirt; they do not prefer white clothes, for they show plainly their soiled condition. But, do not try to hide your dirt in darkness; be ashamed of soiled natures and endeavour to cleanse them fast.


Hidup adalah sebuah kampanye melawan musuh; sebuah pertarungan dengan hambatan, godaan, kesulitan dan keragu-raguan. Musuh-musuh ini ada di dalam diri dan karenanya pertempuran harus terus menerus dan abadi. Seperti halnya virus yang hidup subur dalam pembuluh darah, sifat-sifat buruk seperti nafsu, ketamakan, kebencian, kesombongan, kebanggan, dan iri hati melemahkan energi setiap orang dan terus menggerogotinya sampai habis. Engkau harus berusaha untuk memeriksa karaktermu sendiri dan menemukan kesalahan yang menjangkitinya; jangan mencoba untuk menganalisa karakter orang lain dan mencari cacat mereka. Pengujian diri ini sangat perlu untuk mengungkapkan kerusakan yang mungkin terjadi dalam perjalanan spiritual seseorang. Manusia membeli pakaian dengan warna yang mencolok, agar pakaian itu tidak memperlihatkan adanya kotoran atau debu; mereka tidak suka memilih pakaian warna putih, karena pakaian putih akan memperlihatkan dengan jelas kondisi kotor yang ada. Namun, jangan mencoba untuk menyembunyikan kotoranmu dalam kegelapan; malu memiliki sifat yang kotor dan berusahalah untuk segera membersihkannya. (Divine Discourse, Mar 16, 1966)

-BABA

Thought for the Day - 22nd June 2018 (Friday)

There are two things that draw one’s mind: hitha (the beneficial) and priya (the pleasant). Prefer the beneficial to the pleasant, for the pleasant might lead you down the sliding path into the bottomless pit. Vibhishana spoke hitha to Ravana, but he lent his ear to the priya that his sycophantic ministers spoke. He sealed his fate by this preference of pleasant over beneficial. The true doctor is interested in curing you of all illness and so, he advises hitha to restore your health; the Guru is such a doctor. Obey him even when his prescription is unpalatable, for, you will be cured! People suffer from the fever of the senses and they try the quack remedies of recreations, pleasures, picnics, banquets, dances, etc., only to find that the fever does not subside. The fever can subside only when the hidden virus is rendered ineffective. That virus will die only when the rays of jnana (wisdom) fall upon it.


Ada dua hal yang menarik pikiran seseorang: hitha (yang menguntungkan) dan priya (yang menyenangkan). Pilihlah yang menguntungkan daripada yang menyenangkan, karena yang menyenangkan dapat membawamu terperosok ke dalam lubang yang tidak beralas. Wibhishana berbicara hitha kepada Ravana, namun Ravana mendengarkan priya yang disampaikan oleh para menterinya yang penjilat. Ravana mengunci takdirnya dengan memilih kesenangan daripada yang bermanfaat. Dokter yang sejati tertarik untuk menyembuhkanmu dari semua penyakit dan karena dokter menasihatkanmu hitha untuk mengembalikan kesehatanmu; Guru adalah dokter yang seperti itu. Patuhilah dia bahkan ketika resepnya tidak enak, karena engkau akan disembuhkan! Manusia menderita demam dari indria dan mereka mencoba pengobatan palsu seperti rekreasi, kesenangan, piknik, perjamuan, tarian, dsb, dan mereka hanya mendapatkan bahwa demam itu tidak reda. Demam dapat diredakan hanya ketika virus yang tersembunyi dibuat tidak efektif. Virus itu hanya akan mati ketika cahaya jnana (kebijaksanaan) menyinarinya. (Divine Discourse, Mar 16, 1966)

-BABA

Thursday, June 21, 2018

Thought for the Day - 21st June 2018 (Thursday)

Most people engage in bhajan singing, puja, and dhyana (ritualistic worship and meditation) but these are mere physical exercises! Ask yourself sincerely - is your mind elevated as a result of these? Does your heart pour through during your worship? No! Hence you continue to remain at the human level and do not rise to the Divine. “Can a lake be filled when there is only a sprinkle of rain? Can thirst be relieved, with a few drops of water? Can the belly be full, if breathing is held tight? Can live cinders be secured by the burning of blades of grass?" asks a famous poet. Logs have to be burned if charcoal is needed. Only sheets of rain can fill a lake to the brim. A glass of cold water alone can cure a person of thirst, nothing less. The heart has to be offered in full. Devotion has to fill and overflow the heart, for you to rise into Divinity!


Kebanyakan orang terlibat dalam pengidungan lagu bhajan, puja, dan dhyana (ibadah secara ritual dan meditasi) namun semuanya ini hanyalah latihan fisik! Tanyakan pada dirimu sendiri dengan tulus – apakah pikiranmu terangkat sebagai hasil dari semua bentuk kegiatan itu? Apakah hatimu tercurah saat pelaksanaan ibadahmu? Tidak! Oleh karena itu engkau masih tetap di level manusia dan tidak naik menuju level ilahi. “Dapatkah sebuah danau diisi ketika hanya ada hujan gerimis? Dapatkah haus diredakan dengan beberapa tetes air? Dapatkan perut jadi penuh, jika pernafasan nafas tegang? Dapatkah abu panas hidup hanya dengan membakar beberapa helai rumput?" Tanya seorang pujangga terkenal. Kayu harus dibakar jika membutuhkan arang kayu. Hanya guyuran hujan yang dapat mengisi danau hingga meluap. Segelas air dingin dapat menghilangkan rasa haus, bukan yang lainnya. Hati harus dipersembahkan sepenuhnya. Bhakti harus mengisi dan membanjiri hati, untukmu bisa naik menuju keilahian! (Divine Discourse, Jan 8, 1983)

-BABA

Wednesday, June 20, 2018

Thought for the Day - 20th June 2018 (Wednesday)

Observe Me; what benefit can I derive from all My activity, I who assigns all benefits to all activities according to what they deserve? But yet, you will find Me busy from dawn to dusk, from dusk to dawn. I finish My lunch or dinner within minutes so that I can teach you the value of time; I attend to the smallest detail of all the various items of work, for I try to set an example for you, in meticulous attention to, and careful anticipation of, all contingencies. I know many of you idle away hours on end, wasting precious hours in idle gossip, purposeless talk and debate. When you practise the attitude that God is everywhere as the witness of every act of yours, that God is in every being you meet and serve, then, you will certainly be rewarded by a Vision of the Lord. When you have this brilliant chance, do not let it go through ignorance or negligence. The best way to win Grace is to obey instructions, follow the advice, and submit to the control exercised with lot of Love.


Amati Aku; apa keuntungan yang dapat Aku dapatkan dari semua kegiatan-Ku, Aku yang memberikan semua keuntungan dari semua perbuatan sesuai dengan apa yang pantas mereka dapatkan? Namun engkau masih akan melihat-Ku sibuk dari pagi sampai malam, dari malam sampai pagi. Aku menyelesaikan makan siang atau makan malam-Ku dalam semenit sehingga Aku dapat mengajarkanmu nilai dari waktu; Aku memperhatikan bagian yang paling detail dari semua jenis pekerjaan, karena Aku sedang memberikan contoh kepadamu, dalam perhatian yang cermat, dan antisipasi yang teliti, dari segala kemungkinan. Aku mengetahui bahwa banyak darimu yang menghabiskan waktu berjam-jam bermalas-malasan, menyia-nyiakan waktu yang berharga dalam gosip, pembicaraan dan debat yang tidak ada tujuannya. Ketika engkau menjalankan sikap bahwa Tuhan ada dimana-mana sebagai saksi dari setiap perbuatanmu, bahwa Tuhan ada dalam setiap makhluk hidup yang engkau temui dan layani, kemudian engkau pastinya akan diberikan karunia pandangan ilahi. Ketika engkau memiliki jutaan kesempatan ini, jangan biarkan ini lewat karena kebodohan atau kelalaian. Cara terbaik untuk mendapatkan rahmat Tuhan adalah dengan mematuhi perintah, mengikuti nasihat dan tunduk pada latihan pengendalian dengan penuh kasih. [Divine Discourse, Nov 22, 1965]

-BABA

Thought for the Day - 19th June 2018 (Tuesday)

If you have a fully equipped car in good running condition, would you keep it in the garage? The car is primarily for going on a journey; won’t you get into it and drive? So it is with your human body. The human birth has been given to you for a grand purpose - realising the Lord within. Proceed towards the goal. Learn how to use the faculties of the body, the senses, the intellect and the mind, for achieving the goal and march on. To achieve this great consummation, you must take one step after another. Good deeds like ritual worship, repetition of holy names, meditation, observance of vows, etc., are the 'steps'; good thoughts like prayer for greater discrimination and more chances to serve others also help. Slowly and steadily cleanse the mind, sharpen the intellect, purify the senses, and win the Lord’s grace. You have come, prompted by Divine Love; cultivate and share that selfless divine love with all.


Jika engkau memiliki sebuah mobil yang dalam kondisi baik untuk dikemudikan, akankah engkau akan menyimpannya saja di garasi? Mobil semata-mata untuk melakukan perjalanan; masuklah ke dalam dan jalankan. Begitu juga dengan tubuh manusiamu. Kelahiran sebagai manusia telah diberikan kepadamu untuk tujuan yang besar – menyadari Tuhan di dalam diri. Majulah untuk mencapai tujuan. Belajar bagaimana menggunakan semua organ tubuh, indria, kecerdasan, dan pikiran, untuk mencapai tujuan dan majulah terus. Untuk mencapai penyempurnaan yang luar biasa ini, engkau harus mengambil satu langkah dan langkah berikutnya. Perbuatan baik seperti ibadah pemujaan, pengulangan nama suci Tuhan, meditasi, melakukan tirakat, dsb adalah langkah-langkah yang diambil; pikiran baik seperti berdoa untuk kemampuan membedakan yang lebih hebat dan kesempatan yang lebih banyak untuk melayani yang lain juga membantu. Secara perlahan dan mantap bersihkan pikiran, pertajam intelek, sucikan indria, dan raihlah karunia Tuhan. Engkau telah datang, didorong oleh kasih Tuhan, tingkatkan dan bagi kasih ilahi yang tidak mementingkan diri sendiri itu kepada semuanya. [Divine Discourse, Feb 18, 1966]

-BABA

Thought for the Day - 18th June 2018 (Monday)

You may be from many countries, and wedded to different cultures and traditions, languages and styles of dress, food, etc. But, this variety should not hide from our vision, the unity of Divinity inherent in all of you. The world today is afflicted with formidable problems and fast-spreading fear - fear of war, famine, and of demonic terrorists, problems of racial, religious and regional conflicts, of economic recuperation and survival, of student indiscipline, of credal clashes, of frenzy and fanaticism, of power-grabbing and extreme egoism. The only remedy for this creeping fear is an attitude of Vairagyam (non-attachment). When one is attached to the body-mind complex and the I-and-Mine limitation, fear is inescapable. The Advaitic (non-dual) awareness that what we witness is but a super-imposition of our own mind on Reality, is the best cure, and service is the most effective sadhana.


Engkau mungkin berasal dari berbagai negara, dan menganut berbagai kebudayaan dan tradisi yang berbeda, bahasa dan gaya berpakaian, makanan, dsb. Namun, keanekaragaman ini seharusnya tidak menyembunyikan pandangan kita, kesatuan dalam keilahian melekat dalam dirimu semuanya. Dunia pada saat sekarang dilanda dengan masalah yang berat dan ketakutan yang menyebar dengan cepat – ketakutan akan perang, kelaparan, dan teroris yang kejam, masalah rasial, agama, dan konflik regional,  pemulihan dan ketahanan ekonomi, ketidakdisiplinan pelajar, perselisihan dalam keyakinan, kegilaan dan fanatisme, perebutan kekuasaan dan ego yang sangat besar. Satu-satunya obat untuk kepedihan yang menakutkan ini adalah sikap dari Vairagyam (tanpa keterikatan). Ketika seseorang terikat dengan kompleksitas tubuh - pikiran dan keterbatasan pada Aku dan Milikku, maka ketakutan tidak dapat dihindari. Kesadaran adwaita (tanpa dualitas) bahwa apa yang kita saksikan hanyalah sebuah bayangan yang muncul di pikiran kita sendiri dari ‘Kenyataan’; kesadaran adwaita ini adalah pengobatan yang terbaik dan pelayanan adalah latihan spiritual yang efektif. [Divine Discourse, Nov 21, 1985]

-BABA

Monday, June 18, 2018

Thought for the Day - 17th June 2018 (Sunday)

Forms of worship, or the phraseology of adoration, or the style of address may vary, but all religions are directed towards the same consummation. The same bloodstream circulates in all the limbs of the body. The same divine stream activates the entire Universe. Visualise that supreme Architect, that incomprehensible Designer, that unseen Lifegiver. This is spoken of as the realisation of the Fatherhood of God and the Brotherhood of Man. Do not get entangled in the business of living. In your struggle for survival and success, do not forget the God that made life possible. Sow the seeds of love, after preparing the soil of your heart by removing the weeds. Watered by faith, let them grow and yield the blossoms of fortitude (sahana). Then you are assured of the fruit - Shanti or peace. This is the task, this is the duty - this has to be your vow!


Bentuk ibadah, atau cara menyampaikan perasaan dalam ibadah, atau jenis cara penyampaian mungkin berbeda dan berbagai jenis, namun semua agama mengarah pada penyempurnaan yang sama. Aliran darah yang sama mengalir di dalam semua organ tubuh. Aliran keilahian yang sama mengaktifkan seluruh alam semesta. Bayangkan pencipta yang agung itu, designer yang di luar jangkauan pemahaman, pemberi hidup yang tidak terlihat. Hal ini dinyatakan sebagai kesadaran akan keyakinan pada Tuhan dan persaudaraan manusia. Jangan terjerat dalam bisnis hidup. Dalam usahamu untuk tetap bertahan hidup dan sukses, jangan melupakan Tuhan yang membuat hidup menjadi memungkinkan. Taburlah benih cinta kasih, setelah mempersiapkan lahan hatimu dengan menghilangkan rumput-rumput liar. Siram dengan air keyakinan, biarkan benih itu tumbuh dan menghasilkan bunga ketabahan hati (sahana). Kemudian engkau dipastikan mendapatkan buahnya – yaitu kedamaian atau Shanti. Ini adalah tugas dan kewajiban – ini seharusnya yang menjadi janjimu! [Divine Discourse, Jul 7, 1968]

-BABA

Saturday, June 16, 2018

Thought for the Day - 16th June 2018 (Saturday)

Live with prema (love), in prema, for prema. Then the Lord who is Premaswarupa (Divine Love personified) will grant you all that you need in spite of your not asking for anything. He knows; He is the Mother who does not wait to hear the moan of the child to feed it. His prema is so vast and deep; He anticipates every need and rushes with the required help. You are all waiting anxiously to know when will I restart granting you 'interviews', so that you can place before Me the long lists of korikas (wishes or desires), which you have brought. These wishes go on multiplying; they never end. The fulfilment of one leads to a new series. Strive to arrive at the stage when His wish alone will count and you are an instrument in His Hands. When you fill yourselves with love for God, you achieve Sarupya and Sayujya (likeness of form and absorption in God). Strive for that consummation, not for lesser victories.


Hidup dengan kasih (prema), dalam prema, untuk prema. Kemudian Tuhan yang merupakan Premaswarupa (perwujudan kasih ilahi) akan menganugerahkanmu semua yang engkau butuhkan sekalipun engkau tidak meminta apapun juga. Tuhan mengetahui; Tuhan adalah ibu yang tidak menunggu untuk mendengar panggilan dari sang anak untuk menyuapinya makanan. Kasih-Nya adalah begitu luas dan dalam; Tuhan mengantisipasi setiap kebutuhan dan bergegas dengan bantuan yang diperlukan. Engkau semuanya sedang menunggu dengan cemas untuk mengetahui kapan Aku mengulang kembali memberikanmu 'interviews', sehingga engkau dapat menaruh didepan-Ku daftar panjang keinginan (korika), yang telah engkau bawa. Keinginan ini semakin bertambah; dan tidak pernah selesai. Pemenuhan satu keinginan akan memunculkan keinginan yang lainnya. Berusahalah untuk sampai pada satu tahap ketika hanya keinginan dari Bhagavan saja yang akan berlaku dan engkau hanyalah alat di tangan-Nya. Ketika engkau mengisi dirimu dengan kasih untuk Tuhan, engkau mencapai Sarupya dan Sayujya (kesamaan dengan wujud dan penyatuan dalam Tuhan). Berusahalah untuk penyempurnaan itu dan bukan untuk kemenangan yang lebih rendah. [Divine Discourse, May 15, 1969]

-BABA

Thought for the Day - 15th June 2018 (Friday)

It is not enough if you are born a human being with all faculties working well - physical, mental and emotional. You must bring it to perfection using the discriminating intellect, just as a sculptor does, after the stone is brought to a crude shape. Everyone of you must be aware of your kinship with God, the Divinity latent in you and your immense potentiality. You can know this through the exercise of your discrimination and dispassion (viveka and vairagya). Only a human being among all animal creation is capable of this. The royal road to this awareness is shown by the Guru; not every one of the several lakh ‘gurus’ claiming their status are entitled to it. For, the word Gu-ru means, the one who has no darkness in him! When you are earnest, the Lord Himself will guide you. Do not despair; march bravely on. Try to fill every moment with thoughts of God, in some form or the other.


Adalah tidak cukup jika engkau lahir sebagai manusia dengan semua bagian organ berfungsi dengan baik  - fisik, mental, dan emosi. Engkau harus membawanya pada kesempurnaan dengan menggunakan kecerdasan dalam kemampuan membedakan, seperti halnya pemahat lakukan dengan sebuah bongkahan batu yang kasar. Setiap orang darimu harus sadar akan hubunganmu dengan Tuhan, ke-Tuhanan tersembunyi di dalam dirimu, dan kemampuanmu yang sangat besar. Engkau dapat mengetahui hal ini melalui latihan kemampuan membedakan dan ketenangan (viveka dan vairagya). Hanya manusia diantara semua binatang yang bisa melakukan hal ini, jalan megah menuju pada kesadaran ini ditunjukkan oleh Guru; tidak setiap orang dari ribuan ‘guru’ yang dapat berhak atas status ini. Untuk kata Gu-ru berarti, seseorang yang tidak ada lagi kegelapan dalam dirinya! Ketika engkau bersungguh-sungguh, Tuhan sendiri akan menuntunmu. Jangan putus asa; melangkah maju dengan berani. Coba untuk mengisi setiap moment dengan pikiran tentang Tuhan, dalam beberapa bentuk atau yang lainnya. [Divine Discourse, May 22, 1965]

-BABA

Thought for the Day - 14th June 2018 (Thursday)

Islam means dedication, surrender, peace and tranquility. The Ramzan month is set apart for the holy task of bringing into memory and practicing the teachings that Hazrat Muhammad conveyed, and progressing spiritually to attain unity and purity. Islam teaches that God's grace can be won through justice and righteous living; wealth, scholarship and power cannot earn it. Pure Love alone can please the Lord. Muslim seers emphasise that we must inquire into the validity of the 'I' which feels it is the body and the 'I' which feels it is the mind, and reach the conclusion that the real 'I' is the Self that is yearning for the Omniself, God. The Ramzan month, fast and prayers are designed to awaken and manifest this realisation. All religions emphasise on unity, harmony, and equal-mindedness. Therefore, cultivate love, tolerance and compassion, and demonstrate the Truth in every daily activity. This is the Message I give you with My Blessings!


Islam berarti dedikasi, penyerahan diri, ketenangan dan kedamaian. Bulan Ramadhan ditetapkan untuk kewajiban yang suci dalam membawa ke dalam ingatan dan menjalankan ajaran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad, dan maju secara spiritual untuk mencapai persatuan dan kesucian. Islam mengajarkan bahwa rahmat Tuhan dapat diraih melalui keadilan dan kehidupan yang saleh; kekayaan, kesarjanaan, dan kekuasaan tidak bisa meraih rahmat Tuhan. Hanya kasih yang murni saja yang dapat menyenangkan Tuhan. Orang-orang suci di Muslim menekankan bahwa kita harus mencari tahu kebenaran tentang ‘Aku’ yang terkait dengan badan dan ‘Aku’ yang terkait dengan pikiran, dan mencapai kesimpulan bahwa ‘Aku’ yang sesungguhnya adalah Diri sejati yang merindukan akan Tuhan. Bulan Ramadhan, puasa dan doa ditujukan untuk membangkitkan dan   mewujudkan realisasi ini. Semua agama menekankan pada persatuan, kerukunan, dan kedamaian pikiran. Maka dari itu, kembangkan kasih, toleransi, dan welas asih, dan pertunjukkan kebenaran dalam kehidupan sehari-hari. Ini adalah pesan yang Aku berikan kepadamu beserta rahmat-Ku! [Divine Discourse, July 12, 1983]

-BABA

Thursday, June 14, 2018

Thought for the Day - 13th June 2018 (Wednesday)

There is no evil in money, scholarship, knowledge or intelligence. But evil arises from activities that one performs using them. Pure water has no colour. Poured into a black bottle, it appears black. Poured into a red bottle, it appears red. Water has not become red or black; colour of the bottle makes the difference. When money, scholarship, cleverness and intelligence are possessed by persons in whom rajas (passion, emotion, outgoing nature) is dominant, they promote hatred, ambition and lust. When possessed by persons in whom tamas (sloth, dullness, conceit) is dominant, they promote miserliness, greed and envy. When possessed by persons in whom Satwa (equanimity, balance, purity) is dominant, they promote love, compassion, urge to serve, the unity of all mankind and world peace. The sublimation of your character to Satwa is the duty that everyone owes to themselves. This is the path, the real goal. You must ceaselessly tread the path and reach the goal.


Tidak ada kejahatan dalam uang, kesarjanaan, pengetahuan atau kecerdasan. Namun kejahatan muncul dari perbuatan yang seseorang lakukan dengan menggunakan semuanya ini. Air yang murni tidak memiliki warna. Air itu dituangkan ke dalam botol warna hitam, maka air itu nampak hitam. Dituangkan ke dalam botol warna merah, air itu nampak merah. Air tidak menjadi berwarna hitam atau merah; warna dari botol yang membuat perbedaan. Ketika uang, kesarjanaan, kepintaran dan kecerdasan dimiliki oleh orang yang memiliki dominan kualitas rajasik (keinginan besar, emosi, ramah), mereka mengembangkan kebencian, ambisi dan nafsu. Ketika dimiliki oleh orang yang dominan kualitas tamasik (lamban, malas, sombong), mereka mengembangkan sifat kikir, tamak dan iri hati. Ketika dimiliki oleh orang yang dominan dengan kualitas Satvik (ketenangan hati, keseimbangan, kesucian), mereka mengembangkan kasih, welas asih, siap untuk melayani, persatuan di antara seluruh manusia dan kedamaian dunia. Pemurnian karaktermu menuju ke Satwik adalah kewajiban yang menjadi hutang setiap orang kepada dirinya sendiri. Ini adalah jalan, tujuan yang sesungguhnya. Engkau harus secara terus menerus menapaki jalan ini dan mencapai tujuan. (Divine Discourse, Nov 23, 1985)
-BABA

Tuesday, June 12, 2018

Thought for the Day - 12th June 2018 (Tuesday)

True love is the sweet fruit that grows out of the fragrant flower of good deeds. Today, when any difficulty arises or when some trouble crops up, love turns into hatred. Whatever be the vicissitudes one may face, whatever be the personal sorrows and privations one may undergo, a person with true love should remain unaffected. Love rules without recourse to the sword. It binds without laws. Like the glow of the flame in a fire or the rays of the sun or the waves in the ocean, divine love is the basic quality of every true human being. True Love is practising pure and unselfish love towards all living beings, who are all embodiments of the Divine, with no expectation of reward! A genuine loving person will be free from dislike or hatred, and is friendly and compassionate towards all beings (Adweshta sarva bhutanam, maitrah, karuna evacha). Only those with this attitude are worthy of being called human beings!


Kasih yang sejati adalah buah manis yang berasal dari bunga harum dari perbuatan-perbuatan baik. Hari ini, ketika kesulitan apapun muncul atau ketika beberapa masalah timbul, kasih berubah menjadi kebencian. Apapun perubahan yang seseorang mungkin hadapi, apapun penderitaan pribadi dan kekurangan yang seseorang mungkin alami, seseorang yang dengan kasih sejati seharusnya tetap tidak terpengaruh. Kasih mengatur tanpa bantuan pedang dan mengikat tanpa hukum. Hal ini seperti kilauan nyala lidah api pada api atau cahaya dari mentari atau gelombang di lautan, kasih Tuhan adalah sifat dasar dari setiap manusia. Kasih sejati menjalankan kasih yang murni dan tidak mementingkan diri sendiri kepada semua makhluk hidup, yang semuanya adalah perwujudan dari keilahian, dengan tidak mengharapkan imbalan! Orang yang dengan kasih sejati akan bebas dari rasa tidak suka atau kebencian, dan ramah serta welas asih kepada semuanya (Adweshta sarva bhutanam, maitrah, karuna evacha). Hanya mereka dengan sikap ini yang layak disebut sebagai manusia! (Divine Discourse, May 6, 1985)

-BABA

Thought for the Day - 11th June 2018 (Monday)

Service rendered without egoism, however small, can be highly beneficial. It must emanate from a tender heart which responds to every sob and groan, and is ready to renounce and suffer gladly. One must have the eagerness to get involved with others and feel their pain. One must cultivate forbearance and inner strength, in order to avoid resentment at criticism and ridicule, while one is engaged in joyful service. The wise use their money, strength, intelligence, skills, aptitudes and opportunities to help others and make their lives happier. Thus they win divine grace; for seva is the highest form of worship. There are millions who are hungry, desperate and miserable. I ask that you limit your intake of food to your actual need, so that you can share your resources with the needy. Never waste food. Do not fritter away money for harmful purposes; use it to help others. Do not waste time and energy; allow others to benefit from your skills!


Pelayanan yang dilakukan tanpa ego, bagaimanapun kecilnya dapat sangat bermanfaat. Pelayanan harus muncul dari hati yang lembut yang menjawab setiap rintihan dan kesedihan, dan siap untuk melepaskan serta menderita dengan senang hati. Seseorang harus memiliki hasrat untuk terlibat dengan yang lain dan merasakan penderitaan mereka. Seseorang harus meningkatkan ketabahan dan kekuatan batin, dalam upaya untuk menghindari kebencian pada kritik dan ejekan, saat seseorang sedang terlibat dalam pelayanan yang penuh suka cita. Orang bijak menggunakan uang mereka, kekuatan, kecerdasan, keahlian, bakat, dan kesempatan untuk menolong yang lain dan membuat hidup mereka menjadi lebih bahagia. Jadi mereka dapat mendapatkan rahmat Tuhan; karena pelayanan (seva) adalah bentuk pemujaan yang tertinggi. Ada jutaan orang yang kelaparan, putus asa dan menderita. Aku memintamu untuk membatasi makanan yang engkau makan sesuai dengan kebutuhanmu yang sebenarnya, sehingga engkau dapat berbagi sumber dayamu dengan mereka yang membutuhkan. Jangan pernah membuang makanan. Jangan membuang-buang uang untuk tujuan yang membahayakan; gunakan itu untuk menolong yang lain. Jangan menyia-nyiakan waktu dan energi; biarkan orang lain mendapatkan manfaat dari keahlianmu! (Divine Discourse, Nov 21, 1985)

-BABA

Sunday, June 10, 2018

Thought for the Day - 10th June 2018 (Sunday)

Everyone craves for security, peace, joy and happiness. But most believe that these can be extracted from the world! The result is, people waste their years in eating and drinking, playing and resting, earning and spending. They rush from cradle to grave ad nauseam, drifting along, knowing neither the origin of their journey nor its destination, through the ages. Man has won unique qualities of head and heart through a series of effort-filled lives as members of inferior species; that victory is now reduced to ashes, by this supine sloth. You must have the skill to swim across the waves of joy and grief, of pain and profit. You must be a master of the art of being fully at ease, perfectly calm and unaffected, whatever may happen to your body, senses or mind! Learn the skill of achieving and maintaining inner peace, the art of being ever aware of your own inner Reality (Atma), then you can safely gyrate in the world!


Setiap orang mendambakan keamanan, kedamaian, suka cita, dan kebahagiaan. Namun banyak yang percaya bahwa semua hal itu bisa didapat dari dunia! Hasilnya adalah, manusia menyia-nyiakan tahun-tahun hidupnya dalam makan dan minum, bermain dan istirahat, mendapatkan dan menghabiskannya. Manusia terburu-buru dari lahir sampai mati sangat membosankan, terbawa tanpa mengetahui asal, perjalanan serta tujuan mereka selama berabad-abad. Manusia telah mendapatkan kualitas yang unik dari kepala dan hati melalui sebuah rangkaian usaha dalam hidup sebagai anggota spesies yang rendah; kemenangan itu sekarang telah memudar menjadi abu, oleh kemalasan yang membentang. Engkau harus memiliki keahlian untuk berenang menyeberangi lautan suka cita dan kesedihan, dari rasa sakit dan keuntungan. Engkau harus menjadi seorang master dalam seni sepenuhnya tenang dan tidak terpengaruh, apapun yang mungkin terjadi pada tubuhmu, indria atau pikiran! Belajar keahlian untuk mencapai dan menjaga kedamaian batin, seni untuk selalu sadar akan kenyataanmu yang Sejati (Atma), kemudian engkau dapat dengan selamat berputar di dunia! (Divine Discourse, Jul 7, 1968)

-BABA

Thought for the Day - 9th June 2018 (Saturday)

The chief means to detach your mind from distractions and attach yourselves to the search of God are communion with God (Yoga) and sacrifice (Tyaga). Kama (desire) has to be got rid of by Tyaga, and Rama (God) has to be secured by Yoga. Desire discolours the intelligence, perverts judgement, sharpens the appetites of the senses, and leads to a false attraction of the objective world. When desire disappears or is concentrated on God, intelligence becomes self-luminous, and shines in its pristine splendour. That splendour reveals the God within and in the world outside. That is true realisation of the Self (Atma Sakshatkara). I bless you that you succeed in your sadhana (spiritual practices). If you are not practicing any now, I advise you to take up simple namasmarana (reciting the divine name), along with reverence towards parents, elders and teachers, and rendering service to the poor and the sick.


Sarana utama untuk melepaskan pikiranmu dari gangguan dan mengikat dirimu dalam pencarian Tuhan adalah persatuan dengan Tuhan (Yoga) dan pengorbanan (Tyaga). Kama (keinginan) harus dilepaskan dengan Tyaga, dan Sri Rama (Tuhan) harus dapat dicapai dengan Yoga. Keinginan mengotorkan kecerdasan, menodai penilaian, mempertajam hasrat dari indria, dan menuntun pada daya tarik yang salah pada dunia obyektif. Ketika keinginan hilang atau dipusatkan pada Tuhan, kecerdasan menjadi bersinar sendiri dan bersinar dalam kemegahannya yang murni. Kemegahan itu mengungkapkan Tuhan di dalam diri dan di dunia luar. Itu adalah kesadaran pada diri yang Sejati (Atma Sakshatkara). Aku memberkatimu bahwa engkau berhasil dalam sadhanamu (latihan spiritual). Jika engkau tidak menjalankan latihan spiritual apapun saat sekarang, Aku menasihatimu agar engkau mengambil latihan spiritual sederhana yaitu namasmarana (melantunkan nama Tuhan), bersamaan dengan penghormatan kepada orang tua, orang yang lebih tua dan guru, serta melakukan pelayanan kepada mereka yang miskin dan yang sakit. (Divine Discourse, May 15, 1969)

-BABA

Friday, June 8, 2018

Thought for the Day - 8th June 2018 (Friday)

God is the source of all Love. Love cures pettiness, hate and grief. Love loosens bonds; it saves you from the torment of birth and death. Love binds all hearts in a soft silken symphony. Seen through the eyes of Love, all beings are beautiful, all deeds are dedicated, and all thoughts are innocent. Love God and Love the world as the vesture of God, no more, no less. The world is one vast kin. If you pay attention to the individual, differences thrust themselves on you. Fix your attention on the samasthi (the collective), then points of identity will be more apparent. If you concentrate on the outer labels - Hindu, Christian, Muslim, Parsi, Buddhist - then, you will develop pride or contempt or hatred! But if you focus on the struggle that man undergoes to raise himself from the flesh to reach the level of Divinity, you will find all labels insignificant. Then it is all love, co-operation, mutual encouragement and appreciation.
Tuhan adalah sumber dari seluruh cinta kasih. Kasih menyembuhkan kepicikan, kebencian, dan kesedihan. Kasih melonggarkan ikatan; kasih menyelamatkanmu dari siksaan kelahiran dan kematian. Kasih mengikat semua hati dalam sebuah simfoni sutera yang lembut. Melihat melalui pandangan kasih, semua makhluk adalah indah, semua perbuatan disucikan dan semua pikiran adalah tidak berdosa atau polos. Cintai Tuhan dan kasihi dunia sebagai jubah Tuhan, tidak lebih dan tidak kurang. Dunia adalah satu keluarga besar. Jika engkau memberikan perhatian pada individu, perbedaan-perbedaan mendorong diri mereka padamu. Tetapkan perhatianmu pada samasthi (kolektif), kemudian titik identitas akan lebih jelas kelihatan. Jika engkau memusatkan perhatian pada label luar - Hindu, Kristen, Muslim, Parsi, Buddha – kemudian, engkau akan mengembangkan kesombongan atau kebencian! Namun jika engkau fokus pada perjuangan yang manusia hadapi untuk mengangkat dirinya dari tingkat daging mencapai tingkat keilahian, engkau akan mendapatkan bahwa semua label luar itu adalah tidak berarti. Maka dari itu semuanya adalah cinta kasih, kerjasama, saling mendukung, dan menghargai.  (Divine Discourse, Jul 7, 1968)

-BABA