Wednesday, August 26, 2020

Thought for the Day - 25th August 2020 (Tuesday)

When you feed the cow with fermented gruel so that it may yield more milk, the milk emits an unpleasant smell. When man engrosses himself too much with the trifles of the world, his conduct and character become unpleasant. It is indeed tragic to witness the downfall of the child of immortality, struggling in despair and distress. If only every one examines these: “What are my qualifications? What is my position?” Then they can soon realise their downfall. Will a tiger, however hungry, eat popcorn or monkey nuts? Aim at the goal which your lineage entitles you; how can the parrot taste the sweetness of the mango if it pecks at the fruit of the cotton-tree? Let your effort be in keeping with the dignity of the goal. Never slacken effort, whatever the obstacle, or however long the journey. The goal will near you faster than the pace with which you near the goal. God is as eager to save you as you are eager to be saved. 



Ketika engkau memberi makan sapi dengan bubur yang difermentasi agar sapi dapat lebih banyak menghasilkan susu, maka susu yang dihasilkan mengeluarkan bau yang tidak sedap. Ketika manusia memusatkan perhatiannya terlalu banyak dengan hal yang sepele dari dunia, maka tingkah laku dan karakternya akan menjadi tidak menyenangkan. Sungguh tragis menyaksikan kejatuhan dari putra keabadian yang berjuang dalam keputusasaan dan kesusahan. Hanya jika setiap orang menyelidiki hal ini: “Apa yang menjadi kualifikasi saya? Apa yang menjadi posisi saya?” kemudian mereka segera dapat menyadari kejatuhan mereka. Akankah seekor harimau betapapun laparnya, makan popcorn atau kacang tanah? Capailah tujuan yang mana sesuai dengan garis keturunan yang diberikan kepadamu; bagaimana seekor beo bisa merasakan manisnya buah mangga jika burung beo mematuk buah dari pohon kapas? Biarkan usahamu sesuai dengan martabat dari tujuan. Jangan pernah mengendurkan usaha, apapun yang menjadi rintangannya, atau bagaimanapun panjangnya perjalanan. Tujuan akan berada di dekatmu lebih cepat daripada kecepatanmu mendekati tujuan. Tuhan sangat ingin menyelamatkanmu seperti keinginanmu untuk diselamatkan. (Divine Discourse, Sep 7, 1966)

-BABA


Thought for the Day - 24th August 2020 (Monday)

Money can purchase drugs but mental peace and contentment alone can guarantee health. Medical experts can be hired but life cannot be secured on lease. God incarnates to foster sadhus, it is said. By sadhus, they do not mean the dwellers in Himalayan retreats; they mean the virtuous person who forms the inner reality of everyone of you, the outer appearance being but a mask which is worn to delude yourself into esteem. Everyone is a sadhu, for one is prema swarupa, shanti swarupa, amrutha swarupa (embodiment of bliss, peace and immortality). But, by allowing the crust of ego to grow thick and fast, the real nature is tarnished. By the action of sathsang (the company of God-minded persons), by systematic attention to self-control and self-improvement, one can overcome the delusion that makes one identify oneself with the body and its needs and cravings. 



Uang dapat membeli obat-obatan namun hanya kedamaian dan kepuasan batin yang dapat memastikan kesehatan. Para ahli kesehatan dapat digaji namun hidup tidak dapat dijamin dengan gaji yang diberikan. Dikatakan bahwa Tuhan mengambil inkarnasi untuk memelihara para sadhu. Yang dimaksud dengan para sadhu adalah bukan pada mereka yang tinggal di Himalaya; mereka adalah orang-orang yang berbudi luhur yang membentuk realitas batin setiap orang darimu, penampilan luarnya hanya sebuah topeng yang dipakai untuk menipu dirimu agar dihargai. Setiap orang adalah seorang sadhu, karena setiap orang adalah prema swarupa, shanti swarupa, amrutha swarupa (perwujudan kebahagiaan, kedamaian, dan keabadian). Namun, dengan mengizinkan kerak ego tumbuh semakin tebal dan cepat, sifat alami menjadi ternoda. Dengan tindakan sathsang (pergaulan dengan orang-orang yang memikirkan Tuhan), dengan perhatian sistematis pada pengendalian diri dan peningkatan diri, seseorang dapat mengatasi khayalan yang membuat seseorang mengidentifikasi dirinya dengan tubuh dan kebutuhan serta keinginannya. (Divine Discourse, Sep 7, 1966)

-BABA


Thought for the Day - 23rd August 2020 (Sunday)

There is special significance in placing Vigneswara in the forefront before embarking on any undertaking. In a forest, when an elephant moves through the jungle, it clears the way for others to follow. Likewise, by invoking Ganesa, the path is cleared for our undertakings. The elephant's foot is so large that when it moves it can stamp out the footprints of any other animal. Here again, the symbolic meaning is that all obstacles in the way will be removed when Ganesha is accorded the place of honour. The journey of life is made smoother and happier by the grace of Ganesha. On Vinayaka Chaturthi day, students place books in front of the Ganesha idol and offer worship. They pray to the deity to illumine their minds. Hence Ganesha is known as Buddhi Pradayaka, one who grants intelligence. Vinayaka is a deity who encompasses the universe within Himself. He is a deity of infinite potency. 



Ada sebuah makna yang khusus dalam menempatkan Vigneswara di posisi terdepan sebelum melakukan tugas apapun juga. Di hutan, ketika seekor gajah melewati hutan maka gajah akan membuat jalan bagi yang lainnya untuk mengikuti di belakang. Sama halnya, dengan memohon kepada Ganesa, maka jalan akan dibersihkan untuk kita lewati. Kaki-kaki gajah sangatlah besar sehingga ketika gajah lewat akan dapat menghancurkan jejak-jejak kaki dari hewan lainnya. Disini sekali lagi, makna simbolisnya adalah bahwa semua halangan di jalan akan dihilangkan ketika Ganesha diberikan tempat kehormatan. Perjalanan hidup dibuat menjadi lebih mudah dan lebih bahagia dengan karunia dari Ganesha. Dalam hari Vinayaka Chaturthi, para pelajar menempatkan buku-buku mereka di depan arca Ganesha dan mempersembahkan pemujaan. Mereka berdoa kepada Ganesha untuk menerangi pikiran mereka. Karena itu Ganesha dikenal sebagai Buddhi Pradayaka, Beliau yang menganugerahkan kecerdasan. Vinayaka adalah dewata yang meliputi alam semesta di dalam diri-Nya sendiri. Ganesha adalah dewata dengan potensi yang tidak terbatas. (Divine Discourse, Sep 4, 1989)

-BABA


Thought for the Day - 22nd August 2020 (Saturday)

Another name for Vinayaka is ‘Vighneswara’. Easwara is one who is endowed with every conceivable form of wealth: riches, knowledge, health, bliss, beauty, etc. Vighneswara is the promoter of all these forms of wealth and removes all obstacles to their enjoyment. He confers all these forms of wealth on those who worship Him. Vinayaka is described as ‘Prathama Vandana’ (the first deity who should be worshipped). As everyone in the world desires wealth and prosperity, everyone offers the first place for worship to Vigneswara. It is only when the inner meanings of various aspects relating to the Divine are understood that worship can be offered to the Divine meaningfully. Unfortunately, as only the superficial and worldly meanings of the scriptural texts are expounded these days, people’s devotion is growing weaker continually. It is essential for everyone to understand the inner meaning of the Vedantic texts. 



Nama lain dari Vinayaka adalah ‘Vighneswara’. Easwara adalah seseorang yang diberkati dengan segala bentuk kekayaan yang dapat dibayangkan yaitu: kekayaan, pengetahuan, kesehatan, kebahagiaan, keindahan, dsb. Vighneswara adalah pendorong dari semua bentuk kekayaan ini dan melenyapkan semua halangan sampai pada kenikmatan mereka. Beliau menganugerahkan semua bentuk kekayaan pada mereka yang memuja-Nya. Vinayaka dijelaskan sebagai ‘Prathama Vandana’ (dewata pertama yang harus dipuja). Saat setiap orang di dunia menginginkan kekayaan dan kesejahteraan, setiap orang mempersembahkan tempat pertama untuk memuja Vigneswara. Hanya ketika makna batin yang terkandung dari berbagai aspek yang berhubungan dengan Tuhan dipahami maka pemujaan yang dipersembahkan kepada Tuhan menjadi bermakna. Namun sangat disayangkan, hanya karena makna yang bersifat dangkal dan duniawi dari naskah-naskah suci yang diuraikan akhir-akhir ini, bhakti dari masyarakat menjadi semakin lemah secara terus menerus. Adalah mendasar bagi setiap orang untuk memahami makna batin dari naskah-naskah Weda. (Divine Discourse, Sep 12, 1991)

-BABA


Thought for the Day - 21st August 2020 (Friday)

Vinayaka is also called Ganapati. This term means that He is the Lord of the ganas (a class of divine entities). This term also means that He is the master of the intellect and discriminating power in man. He possesses great intelligence and knowledge. Such knowledge issues from a pure and sacred mind. This knowledge leads to Vijnana (wisdom). He is described as the Lord of Buddhi (intelligence) and Siddhi (wisdom or realisation). Buddhi and Siddhi are referred to as the consorts of Vinayaka. The mouse is the vehicle of Vinayaka. It is a symbol of the attachment to worldly tendencies. It is well known that if you want to catch a mouse you place a strong-smelling edible inside the mouse-trap. The mouse can see well in the dark. As Vinayaka's vehicle, the mouse signifies an object that leads man from darkness to light. The Vinayaka Principle, thus, removes all the bad qualities, bad practices and bad thoughts in men, and inculcates in them good qualities, good conduct and good thoughts. 



Vinayaka juga disebut dengan Ganapati. Ganapati berarti Beliau adalah penguasa para gana (sebuah golongan entitas ilahi). Ganapati juga berarti bahwa Beliau adalah penguasa dari kecerdasan dan kemampuan membedakan dalam diri manusia. Ganapati memiliki pengetahuan dan kecerdasan yang sungguh luar biasa. Pengetahuan yang seperti itu muncul dari pikiran yang suci dan murni. Pengetahuan ini menuntun pada Vijnana (kebijaksanaan). Ganapati digambarkan sebagai penguasa Buddhi (kecerdasan) dan Siddhi (kebijaksanaan atau realisasi). Buddhi dan Siddhi disebutkan sebagai pendamping dari Vinayaka. Tikus adalah wahana dari Vinayaka. Tikus adalah simbol dari keterikatan pada kecenderungan duniawi. Sudah diketahui oleh khalayak umum bahwa jika engkau ingin menangkap tikus maka engkau menaruh makanan yang berbau menyengat di dalam perangkap tikus. Tikus dapat melihat dengan baik di dalam kegelapan. Sebagai wahana dari Vinayaka, tikus menandakan sebuah objek yang menuntun manusia dari kegelapan menuju pada terang cahaya. Prinsip dari Vinayaka adalah melenyapkan semua sifat-sifat buruk, kegiatan yang tidak baik dan pikiran-pikiran yang buruk di dalam diri manusia, serta menanamkan dalam diri manusia sifat-sifat baik, tingkah laku baik dan pikiran yang baik. (Divine Discourse, Sep 12, 1991)

-BABA


Thought for the Day - 20th August 2020 (Thursday)

From today harness the enthusiasm of youth for carrying to every street and alley, the glory of the Lord's name! The entire atmosphere is surcharged with electro-magnetic waves. Because of the pollution of these waves, the hearts of human beings also get polluted. To purify this atmosphere, you have to chant the Lord's name and sanctify the radio waves. There is pollution in the air we breathe, the water we drink and the food we consume. Our entire life has been polluted. All this has to be purified by suffusing the atmosphere with the Divine name. People admire the beauty of Nature, but are not aware of the beauty in their hearts. Make your heart beautiful by adorning it with the sacred love of God. Chant the name with joy in your hearts. 



Mulai hari ini manfaatkan semangat anak muda untuk membawa ke dalam setiap jalan atau gang, kemuliaan dari nama Tuhan! Seluruh atmosfer diliputi dengan gelombang elektro magnetik. Karena tercemarnya gelombang ini, hati manusia juga menjadi tercemar. Untuk menyucikan atmosfer ini, engkau harus melantunkan nama Tuhan dan memurnikan gelombang-gelombang radio ini. Ada pencemaran pada udara yang kita hirup, pada air yang kita minum dan makanan yang kita konsumsi. Seluruh hidup kita telah menjadi tercemar. Semuanya ini harus dimurnikan dengan mengisi atmosfer dengan nama Tuhan. Manusia mengagumi keindahan dari alam, namun tidak menyadari keindahan dari hati mereka. Buatlah hatimu menjadi indah dengan menghiasinya dengan kasih suci Tuhan. Lantunkan nama Tuhan dengan suka cita di dalam hatimu. (Divine Discourse, Jan 14, 1995)

-BABA


Thought for the Day - 19th August 2020 (Wednesday)

The proof of the rain is in the wetness of the ground; the proof of devotion is in the peace that the devotee has, peace that protects them against the onslaughts of success as well as failure, fame, dishonour, gain, and loss. Spiritual wisdom is the through-train; you just board it, that is enough, and it takes you directly to the destination. Devotion is the through-carriage. Though it may be detached from one train and connected with another, if you get into it, you need not worry; as long as you stick to your place, it is bound to take you to the destination. Karma (action) is the ordinary train. If you board it, you have to disembark, climb in and climb out at every junction, load your luggage and unload it, and do a good lot of work to reach your destination. Devotion alone is enough even to acquire spiritual wisdom. It ends in seeing only Brahman in all, and it destroys egoism. Wisdom also gives you these. 



Tanda dari adanya hujan adalah tanah yang basah; tanda dari bhakti adalah adanya kedamaian yang dimiliki oleh bhakta, kedamaian yang melindungi mereka dari serbuan gencar keberhasilan dan juga kegagalan, ketenaran serta aib, keuntungan dan kerugian. Kebijaksanaan spiritual adalah sebuah kereta api yang membawamu di sepanjang jalan; engkau hanya perlu memasukinya dan itu sudah cukup, dan kereta api itu akan membawamu langsung pada tujuan. Bhakti adalah kereta api khusus. Walaupun gerbong kelihatan terpisah dari kereta api dan terhubung dengan yang lain, jika engkau masuk ke dalamnya maka engkau tidak perlu cemas; selama engkau tetap di tempatmu, kereta api ini akan membawamu ke tujuan. Karma (perbuatan) adalah kereta api biasa. Jika engkau naik maka engkau harus turun, naik dan turun di setiap persimpangan, memasukkan barangmu dan mengeluarkannya lagi, dan melakukan banyak pekerjaan untuk bisa mencapai tujuanmu. Bhakti saja sudah cukup untuk memperoleh kebijaksanaan spiritual. Bhakti berakhir dalam melihat Brahman di dalam semuanya dan bhakti menghancurkan egoisme. Kebijaksanaan juga memberikanmu semuanya ini. (Divine Discourse, Dec 15, 1963)

-BABA


Thought for the Day - 18th August 2020 (Tuesday)

Four patients visited a doctor. The doctor examined the first patient and tells him: "There is nothing wrong with you. You will feel better with hot water fermentation for your stomach!" To the second, he gives a medicine to cure his gas trouble. To the third, he prescribes a purgative. After examining the fourth man, the doctor declares that he must undergo an operation immediately. Does the doctor bear any ill will towards him? Not at all. His ailment is different. He suffers from appendicitis, which calls for immediate operation. Likewise, judging from the thoughts and behaviour of different persons, I mete out different types of treatment appropriate for each of them. I do not look at some people. I do not talk to some others. I turn away from some others. All these are different types of prescriptions. Once you realise that your behaviour is responsible for Swami's attitude, you will correct yourself and behave properly in the future. 



Empat pasien pergi menemui dokter. Dokter tersebut memeriksa pasien pertama dan mengatakan kepadanya: "Tidak ada yang salah dengan dirimu. Engkau akan merasa lebih baik dengan kompres air hangat pada perutmu!" Untuk pasien yang kedua, dokter memberikan obat untuk menyembuhkan masalah gas di dalam perutnya. Untuk pasien yang ketiga, dokter memberikan resep obat pembersih perut. Setelah memeriksa pasien yang keempat, dokter memutuskan untuk segera melakukan operasi. Apakah dokter memiliki niat buruk kepadanya? Tidak sama sekali. Karena penyakitnya adalah berbeda. Pasien ini menderita karena radang usus buntu yang mana memerlukan tindakan operasi segera. Sama halnya, menilai dari pikiran dan tingkah laku dari orang-orang yang berbeda, Aku memberikan jenis perlakuan yang berbeda sesuai dengan setiap orang dari mereka. Aku tidak melihat pada beberapa orang. Aku tidak berbicara pada beberapa orang lainnya. Aku berpaling dari beberapa orang. Semua hal berbeda ini adalah jenis resep yang berbeda. Sekali engkau menyadari bahwa tingkah lakumu adalah yang bertanggung jawab untuk sikap Swami, engkau akan memperbaiki dirimu sendiri dan bertingkah laku selayaknya di masa yang akan datang. (Divine Discourse, May 31, 1990)

-BABA


Tuesday, August 18, 2020

Thought for the Day - 17th August 2020 (Monday)

 God is the embodiment of Love. Love is His nature. His love pervades the entire cosmos. This divine love is present in one and all. Pure Love (Prema) is described as beyond speech and mind (Anirvachaneeyam - indescribable). Divine love cannot be obtained through scholarship, wealth, or physical powers. God, who is the embodiment of love, can be attained only through love, just as the effulgent Sun can be seen, only through its own light. There is nothing more precious in this world than Divine love. God is beyond all attributes. Hence His love also is beyond attributes (Gunatita). But human love, because it is governed by attributes (Gunas), results in attachment and aversion. Love should not be based on expectations of a reward or return, like a business deal. Love is not an article of commerce, like a loan with a repayment schedule. Pure love, which is a spontaneous offering, can originate only from a pure heart. 



Tuhan adalah perwujudan dari kasih. Kasih adalah sifat alami dari Tuhan. Kasih Tuhan meliputi seluruh alam semesta. Kasih Tuhan ini ada di dalam semuanya. Kasih yang suci (Prema) dijelaskan melampaui perkataan dan pikiran (Anirvachaneeyam – tidak terkatakan). Kasih Tuhan tidak bisa didapatkan melalui kesarjanaan, kekayaan, atau kekuatan fisik. Tuhan yang merupakan perwujudan kasih hanya dapat diraih melalui kasih, seperti halnya kecemerlangan matahari hanya dapat dilihat hanya melalui sinarnya. Tidak ada yang lebih berharga di dunia ini daripada kasih Tuhan. Tuhan adalah melampaui semua sifat. Karena itu kasih Tuhan juga melampaui semua sifat (Gunatita). Namun kasih manusia, karena dikuasai oleh sifat (Guna), menghasilkan keterikatan dan kebencian. Kasih seharusnya tidak berdasarkan pada mengharapkan imbalan atau kembalian, seperti sebuah bisnis. Kasih bukanlah sebuah barang dagangan, atau seperti sebuah pinjaman dengan pembayaran yang terjadwal. Kasih yang suci adalah persembahan yang bersifat spontan dan hanya dapat muncul dari hati yang suci. (Divine Discourse, Jan 14, 1995)

-BABA


Monday, August 17, 2020

Thought for the Day - 16th August 2020 (Sunday)

The air you breathe, the water you drink, the earth on which you walk are all gifts of God. How grateful are you to the sun, who provides light, which cannot be equalled by all the electric bulbs in the world? Can all the pumpsets in the world provide as much water as is offered in a single downpour of rain? Can all the fans in the world provide as much breeze as you get when the wind blows? Without being grateful for Divine gifts, many of you go after the trivial and waste precious life. The ancient great sages considered devotion as their means of expressing gratitude to Providence. The first quality that all of us must cultivate is gratitude to the Divine. People are thankful for even small acts of service done to them. Is it not necessary to be grateful to the Divine who has provided us with so many essential benefits through Nature and the five elements? 



Udara yang kita hirup, air yang kita minum, bumi yang kita pijak adalah pemberian dari Tuhan. Bagaimana engkau bersyukur kepada matahari yang telah menyediakan cahaya yang mana tidak bisa disamakan dengan semua bola lampu yang ada di dunia? Dapatkah semua pompa air di dunia menyediakan begitu banyak air yang diberikan dalam satu curah hujan? Dapatkah semua kipas di dunia menyediakan begitu banyak aliran udara seperti yang engkau dapatkan ketika angin berhembus? Tanpa adanya rasa syukur atas pemberian Tuhan ini, banyak darimu mengejar kehidupan yang sementara dan menyia-nyiakan hidup yang berharga. Para orang suci zaman dahulu menyadari bhakti sebagai sarana mereka untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan. Kualitas pertama yang semua orang dari kita harus tingkatkan adalah rasa syukur kepada Tuhan. Manusia mengucapkan rasa terima kasih bahkan untuk tindakan pelayanan yang sederhana yang diberikan kepada mereka. Apakah tidak perlu untuk mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan yang telah menyediakan kita begitu banyak keuntungan yang mendasar melalui alam dan kelima unsur ini? (Divine Discourse, Jan 14, 1989)

-BABA


Thought for the Day - 15th August 2020 (Saturday)

What do we really mean by freedom of the individual? No one in the world has absolute freedom. Some people think that freedom is being able to speak out whatever they feel. True freedom consists in the recognition of that Divinity, by knowing which, all else is known. Freedom should express itself from the heart. ‘Heart’ here is not your physical heart, or related to any particular place, time or individual or a country! ‘Hrudayam” refers to that Divine principle which is equally present everywhere, at all times and in all people, in every country. Only when unity and harmony is achieved from within, will freedom be meaningful. Without these, to talk about freedom means empty words, without any experience in real life. Also, do not think that spirituality means being alone and living in solitude. The aim of spirituality is to sow the seeds of love in all mankind and enable the buds of Peace to blossom in every mind. 



Apa yang benar-benar kita maksudkan dengan kebebasan individu? Tidak ada satupun orang di dunia yang memiliki kebebasan yang absolut. Beberapa orang berpikir bahwa kebebasan adalah kemampuan berbicara tentang apapun yang mereka rasakan. Kebebasan yang sebenarnya terdiri dari menyadari kualitas ketuhanan, yang mana dengan mengetahuinya maka semua yang lainnya diketahui. Kebebasan seharusnya mengungkapkan dirinya dari hati. ‘Hati’ dalam hal ini bukanlah hati fisikmu, atau terkait dengan tempat, waktu, atau individu atau bangsa tertentu! ‘Hrudayam' mengacu pada prinsip ketuhanan yang sama-sama hadir di setiap tempat, di sepanjang waktu, dan di semua orang, di setiap bangsa. Hanya ketika kesatuan dan keharmonisan dicapai di dalam diri maka kebebasan akan menjadi berguna. Tanpa adanya semua ini, berbicara tentang kebebasan hanyalah kata-kata kosong belaka, tanpa pengalaman apapun di dalam hidup yang sesungguhnya. Juga, jangan berpikir bahwa spiritual berarti menjadi sendiri dan tinggal di dalam kesunyian. Tujuan dari spiritual adalah untuk menanam benih kasih di dalam umat manusia dan memungkinkan kedamaian mekar di dalam setiap pikiran. (Divine Discourse, May 31, 1990)

-BABA


Thought for the Day - 14th August 2020 (Friday)

 I am concerned with the spiritual arts, the finest arts, rather than the fine arts. I want spiritually elevating subjects to be depicted in dance, like Radha and Krishna and their sublime relationship, which is beyond the ken of people. One must give up themes such as drunkards, evil men, power-drunk personalities, and clowns, which cater to vulgar tastes. Adjust all items of dance and dramatic representation to the spiritual urge in humanity; foster it, fertilise it, and take people a little nearer to the Goal. The human being is a compound of animal and angel, we can say. The human has in it the wolf, the monkey, the bullock, the jackal, the snake, the peacock, the bear —but beneath all these, the pure spark of Divinity is there too. It is the duty of all who cater to the senses to transform the low values that are now pervading and transmute them into higher values. 



Aku menaruh perhatian pada seni dalam spiritual, bidang seni yang terbaik daripada seni rupa. Aku ingin mengangkat subjek secara spiritual untuk digambarkan dalam tarian, seperti Radha dan Krishna serta hubungan mereka yang begitu luhur yang melampaui pengetahuan orang-orang. Seseorang harus membuang tema-tema seni yang menggambarkan seperti pemabuk, manusia jahat, kepribadian pemabuk dan badut, yang mana memenuhi selera cita rasa yang rendahan. Sesuaikan semua bagian dari tarian dan penampilan drama untuk dorongan spiritual di dalam diri manusia; kembangkan bagian ini, pupuk hal ini dan bawa orang-orang untuk semakin dekat dengan tujuan. Manusia adalah campuran dari binatang dan malaikat, dapat kita katakan. Manusia di dalam dirinya memiliki serigala, kera, banteng, ular, merak, dan beruang - namun di dalam semuanya itu, percikan suci dari kualitas Tuhan juga ada di sana. Merupakan kewajiban dari semuanya yang melayani indera untuk merubah nilai-nilai rendahan yang sedang meresapi semuanya dan merubahnya menjadi nilai-nilai yang lebih tinggi. (Divine Discourse, Dec 14, 1963)

-BABA


Thursday, August 13, 2020

Thought for the Day - 13th August 2020 (Thursday)

 The wrong notion that the world is real and that you are the body has been so deeply implanted in you through birth after birth, that it can be removed only by means of a very potent drug administered continuously. The drug, “Ram Ram Ram” (chanting of God’s name) must be swallowed and assimilated ceaselessly. Its curative essence will travel into every limb, every sense organ, every nerve and every drop of blood. Every atom in you will be transmuted into Ram. You must melt in the crucible and be poured into the Ram mould and become Ram. That is the fruition of real-wisdom, real devotion! This result of chanting Rama, Krishna or any other Name will be experienced by anyone, when chanted continuously with a pure heart and when absorbed in the mind! The Name alone will help control all the vagaries of the senses which drag you away into vanities! 



Pengertian yang salah bahwa dunia ini adalah nyata dan engkau adalah tubuh begitu sangat mendalam terpatri di dalam dirimu melalui kelahiran dan kelahiran, hal ini bisa dihilangkan hanya dengan sarana obat yang sangat berdaya kuat yang diminum secara terus menerus. Obat itu adalah, “Ram Ram Ram” (melantunkan nama suci Tuhan) harus ditelan dan dicerna dengan tanpa henti. Kemampuan menyembuhkan dari obat ini akan memasuki ke dalam setiap organ, setiap indera, setiap syaraf, dan setiap tetes darah. Setiap atom di dalam dirimu akan ditransformasi menjadi Ram. Engkau harus meleleh di dalam cetakan dan dituangkan dalam bentuk Ram dan menjadi Ram. Itu adalah hasil yang dicapai dari kebijaksanaan yang sejati dan bhakti yang sesungguhnya! Hasil dari melantunkan nama suci Rama, Krishna, atau nama suci Tuhan yang lainnya akan dapat dialami oleh siapapun juga, ketika dilantunkan secara terus menerus dengan hati yang suci dan ketika diserap dalam pikiran! Hanya nama suci Tuhan yang akan membantumu mengendalikan semua bentuk liku-liku dari indera yang menyeretmu jauh menuju pada kesombongan! (Divine Discourse, 1 Jan 1967)

-BABA


Thought for the Day - 12th August 2020 (Wednesday)

 It is to teach mankind the truth about Divine Love that Love itself incarnates on earth in human form. The scriptures declare that the Divine descends on earth to teach mankind the ways of Dharma, Justice and Truth. "Dharma samsthapanarthaya sambhavami yuge yuge” (I incarnate on earth from age to age to establish Dharma) - This is Krishna's declaration in the Gita. Once people are filled with love, all Dharma, all justice and all truth will be installed in them. Without love, righteousness will be a mechanical ritual. What kind of righteousness can there be without love? What sort of justice can there be? It will be a lifeless corpse. Love is life. Without love, no man can exist for a moment. Hence, Love is the form of the Supreme Lord. It is to preach the doctrine of love that the Krishna Avatar and other divine incarnations made their advent on earth. 



Adalah untuk mengajarkan umat manusia kebenaran tentang kasih Tuhan bahwa kasih itu sendiri yang mengambil inkarnasi dalam wujud manusia ke dunia. Naskah suci menyatakan bahwa kedatangan Tuhan ke dunia untuk mengajarkan manusia jalan dharma, keadilan, dan kebenaran. "Dharma samsthapanarthaya sambhavami yuge yuge” (Aku berinkarnasi ke dunia dari zaman ke zaman untuk menegakkan dharma) – ini adalah pernyataan Krishna dalam Bhagavad Gita. Ketika manusia diliputi dengan kasih maka semua dharma, semua keadilan dan semua kebenaran akan berkembang di dalam diri mereka. Tanpa adanya kasih, kebajikan hanya akan menjadi ritual mekanis saja. Apa jenis kebajikan yang bisa ada tanpa adanya kasih? Apa jenis keadilan yang bisa ada? Ini hanyalah mayat yang tidak bernyawa. Kasih adalah hidup. Tanpa kasih, tidak ada manusia yang dapat hidup sesaatpun juga. Karena itu, kasih adalah wujud dari Tuhan yang tertinggi. Adalah untuk menyampaikan doktrin dari kasih maka awatara Krihsna dan perwujudan Tuhan lainnya lahir ke dunia. (Divine Discourse, Sep 2, 1991)

-BABA


Thought for the Day - 11th August 2020 (Tuesday)

 Krishna, in fulfilling the pledge He had given to Mother Earth, rid the world of many wicked rulers and sought to establish the reign of Righteousness for the protection of the good. The Divine incarnates from age to age to protect the virtuous, punish the wicked and establish righteousness. Krishna is said to have destroyed many wicked persons. But this is not quite correct. It is their own wickedness which destroyed these evil persons. It may be asked: "Is it not Krishna who killed Kamsa?" Not at all. This is the text-book version. In truth, it was Kamsa's own heated bhrama (delusion) which killed him. He was always haunted by the fear of Krishna. His death was a result and a reaction of that fear. One's thoughts determine one’s destiny. Hence, people should cultivate good thoughts and eschew all bad feelings. God has no dislike for anyone. He envies no one. He has no ill-will towards anyone. Nor does He have favourites. The grace one gets is the result of one's own feelings. 



Krishna, dalam upaya memenuhi janji yang diberikan kepada Ibu Pertiwi, membebaskan dunia dari banyak penguasa jahat dan berusaha untuk menegakkan tatanan kebajikan untuk melindungi yang baik. Inkarnasi Tuhan dari zaman ke Zaman adalah untuk melindungi yang baik, menghukum yang jahat dan menegakkan kembali kebajikan. Krishna disebutkan telah menghancurkan banyak orang-orang yang jahat. Namun ini bukanlah hal yang benar. Adalah karena kejahatan mereka sendiri yang menghancurkan orang-orang jahat itu. Hal ini mungkin ditanyakan: "Bukankah Krishna yang membunuh Kamsa?" tidak sama sekali. Ini adalah versi dari dalam buku. Kebenarannya, ini adalah karena khayalan bhrama (khayalan) panas dari Kamsa sendiri yang membunuhnya. Dia selalu dihantui oleh ketakutan akan Krishna. Kematiannya adalah hasil dari reaksi dari ketakutan itu. Pikiran seseorang menentukan takdirnya sendiri. Oleh karena itu, manusia seharusnya memupuk pemikiran yang baik dan menjauhkan diri dari perasaan-perasaan yang buruk. Tuhan tidak membenci siapapun juga. Tuhan tidak iri kepada siapapun juga. Tuhan tidak memiliki niat buruk kepada siapapun juga. Dan Tuhan juga tidak memiliki favorit. Seseorang mendapatkan karunia adalah hasil dari perasaannya sendiri. (Divine Discourse, Aug 29, 1994)

-BABA


Thought for the Day - 10th August 2020 (Monday)

 There is only one Masculine (Purusha) in creation; all the rest are feminine (stri). There is no fool too; that is only a role played by that particular manifestation of the embodiment of spiritual knowledge, i.e. the Supreme Self (Paramatma). Remember this and do not tarry on your journey to God. You fill up the petrol tank with fuel for the journey that lies ahead, don’t you? If you were to keep the car in the garage, do you go and fill the tank everyday? Well, your body is also fed with fuel so that it may go on a journey: the inner journey to God. That journey is through good karma, pure activities offering its results to God (nishkama karma). Carefully discriminate and perform duties related to the body with the goal that the exertion of the body must be to liberate the soul imprisoned therein! Remember, not all raindrops that fall from the sky manage to reach the sea. Only those that flow into a flowing river attain the goal, for even though all drops come from the sea, only few yearn to return to the source! 



Hanya ada satu Maskulin (Purusha) dalam ciptaan; seluruh sisanya adalah feminim (stri). Tidak ada yang bodoh juga; itu hanya sebuah peran yang dimainkan oleh perwujudan tertentu dari perwujudan pengetahuan spiritual, yaitu Diri Sejati yang Tertinggi (Paramatma). Ingatlah hal ini dan jangan tinggal lama dalam perjalananmu menuju Tuhan. Engkau mengisi tangki penuh bahan bakar untuk perjalanan selanjutnya, bukan? Jika engkau tetap menyimpan mobil di dalam garasi, apakah engkau mengisi tangki bahan bakar setiap hari? Tubuhmu juga diisi dengan bahan bakar sehingga tubuh dapat melakukan sebuah perjalanan: perjalanan batin menuju Tuhan. Perjalanan itu melalui karma yang baik, perbuatan yang suci yang mempersembahkan hasilnya kepada Tuhan (nishkama karma). Secara berhati-hati membedakan dan menjalankan kewajiban terkait dengan tubuh dengan tujuan penggunaan tubuh harus untuk pembebasan jiwa yang terpenjara di dalamnya! Ingatlah, tidak semua tetesan air hujan jatuh dari langit dapat mengalir menuju ke laut. Hanya tetesan air hujan yang mengalir ke sungai yang dapat mencapai tujuan, walaupun bahwa semua tetesan air hujan berasal dari laut, hanya beberapa saja yang rindu kembali ke sumbernya! (Divine Discourse, Sep 15, 1963)

-BABA


Thought for the Day - 9th August 2020 (Sunday)

 There is a vast difference between India now and five centuries ago, in the field of sense-control. Today, senses are allowed free play; people are slaves to greed, lust and egoism. The fault lies entirely with parents and elders. When children take to spirituality, many people scorn them and warn as a sign of insanity! Many still believe religion is a pursuit for old people, not youth! If only you encourage children in this, they can equip themselves better for the battle of life! In the newspapers you read of great success stories, but they are all material! Each one must fight the battle against temptations of the senses, conquer inner foes, and learn to triumph over their ego. This is the real victory which truly deserves congratulations! That is what I referred to as Swarajya (Self-rule). All of you must practice and advise your children: "Be convinced that there is God, guiding and guarding us. Remember Him with gratitude. Pray to Him to render you pure. Love all; serve all. Join good company". 



Ada sebuah perbedaan yang sangat luas diantara India sekarang dan lima abad yang lalu, dalam bidang pengendalian indera. Hari ini, indera diizinkan untuk bermain dengan bebasnya; manusia menjadi budak dari ketamakan, nafsu birahi, dan egoisme. Kesalahan sepenuhnya terdapat pada seluruh orang tua dan para sesepuh. Ketika anak-anak mengambil jalan spiritual, banyak orang yang membentak mereka dan memperingatkan sebagai tanda dari kegilaan! Banyak yang masih percaya agama adalah pencarian untuk mereka yang sudah tua, dan bukan untuk anak muda! Jika hanya engkau mendorong anak-anak dalam hal ini, mereka dapat melengkapi diri mereka dengan lebih baik untuk pertempuran hidup! Dalam surat kabar engkau membaca kisah keberhasilan yang hebat, namun semuanya itu hanya keberhasilan materi! Setiap orang harus bertarung dalam pertempuran melawan godaan dari indera, menaklukkan musuh di dalam diri dan belajar untuk menang atas ego. Ini adalah kemenangan yang sejati yang layak mendapatkan selamat! Itu adalah apa yang Aku sebut sebagai Swarajya (pengaturan Diri). Semua darimu harus melatih dan menasihati anak-anakmu: "Yakinlah bahwa ada Tuhan, menuntun dan menjaga kita. Mengingat Tuhan dengan rasa syukur. Berdoa kepada Tuhan untuk membuatmu menjadi suci. Kasihi semuanya; Layani semuanya. Bergabunglah dalam pergaulan yang baik ". (Divine Discourse, Jan 01, 1967)

-BABA


Thought for the Day - 8th August 2020 (Saturday)

 Selfless action is the ideal to be aimed at. But now, everything is measured by the result, the gain that accrues. If you fan a person out of love, when you stop, the person cannot blame you, but when the paid servant stops, the master takes him to task. In the first case, the act is done without selfish desire (in the nishkama way); there is no aim to seek gain. The desire for gain is like the poisonous fangs; when they are pulled out, the snake of karma is rendered harmless. The correct discipline to acquire the desireless (nishkama) attitude is dedication, and that is possible only when you have intense faith in God. That faith becomes steady through spiritual effort. Now, spiritual effort is like the snacks one eats; the main dishes are all of the world, from the world. However, the spiritual must be the major portion of the food. 



Perbuatan yang tidak mementingkan diri sendiri adalah ideal yang menjadi tujuan. Namun saat sekarang, segala sesuatu diukur dengan hasil, dan keuntungan yang didapat. Jika engkau mengipasi seseorang dari kasih, ketika engkau berhenti maka orang tersebut tidak bisa menyalahkanmu, namun ketika pelayan yang dibayar berhenti mengipasi maka majikannya akan menyuruhnya kembali. Dalam kasus pertama, perbuatan dilakukan tanpa adanya keinginan pribadi (dalam cara nishkama); tidak ada tujuan keuntungan yang dicari. Keinginan untuk mendapatkan keuntungan adalah seperti taring yang beracun; ketika taring itu dicabut maka ular dari karma menjadi tidak berbahaya. Disiplin yang benar untuk memiliki sikap tanpa keinginan (nishkama) adalah dengan dedikasi, dan ini hanya mungkin jika engkau memiliki keyakinan pada Tuhan yang kuat. Keyakinan itu menjadi mantap melalui usaha spiritual. Sekarang, usaha spiritual adalah seperti makanan ringan yang dimakan, hidangan utama adalah seluruh dunia, dari dunia. Bagaimanapun, spiritual harus menjadi bagian utama dari makanan. (Divine Discourse, Sep 15, 1963)

-BABA


Thought for the Day - 7th August 2020 (Friday)

The day becomes holy only when you sanctify it by Sadhana (Spiritual Practices), not otherwise. Sadhana can grow only in a field fertilised by Love. Selfless Love or Prema is the prerequisite for devotion to God (bhakti). The desire and deep love you have today towards material objects, name, fame, spouse and children, should be sanctified and be subsumed by a more overpowering force - Love for God. Add two spoons of water to two litres of milk, the water too will be appreciated as milk! At present your Sadhana can be described only as mixing two litres of water with two spoons of milk! Have the Love of God filling and thrilling your heart; then, you cannot hate any one, you cannot indulge in unhealthy rivalries, and you will not find fault with anyone. Your life will become soft, sweet and smooth! 



Hari menjadi suci hanya ketika engkau menyucikannya dengan Sadhana (Latihan Spiritual), dan bukan sebaliknya. Sadhana dapat tumbuh hanya dalam lahan yang dipupuk dengan kasih. Kasih yang tanpa mementingkan diri sendiri atau Prema adalah syarat untuk bhakti kepada Tuhan. Keinginan dan kasih yang mendalam yang engkau miliki sekarang pada objek-objek materi seperti nama, ketenaran, pasangan, dan anak-anak, seharusnya disucikan dan diikuti dengan kekuatan yang lebih kuat yaitu Kasih untuk Tuhan. Tambahkan dua sendok air pada dua liter susu, maka air itu juga akan dihargai sebagai susu! Saat sekarang Sadhanamu dapat dijabarkan hanya sebagai mencampur dua liter air dengan dua sendok susu! Milikilah kasih untuk Tuhan yang memenuhi dan menggetarkan hatimu; kemudian engkau tidak akan bisa membenci siapapun juga, engkau tidak bisa terlibat dalam persaingan yang tidak sehat, dan engkau tidak akan menemukan kesalahan dalam diri siapapun juga. Hidupmu akan menjadi lembut, indah dan mulus! (Divine Discourse, Jan 01, 1967)

-BABA


Thought for the Day - 6th August 2020 (Thursday)

 Today people are fear-struck because they lack self-confidence. Life is meaningless without self-confidence. From self-confidence, you get courage. Our ancients led a sacred life and performed penance without any fear in dense forests amidst wild animals and wicked demons. What was their source of courage and strength? They had no body attachment (Dehabhimana). They attached themselves to the Self (Atmabhimana). What was the weapon they carried with them? The weapon of self-confidence! With this, they could even tame wild animals like lions and tigers, and play with them fearlessly! Today, people do not have faith in the Self (Atma). They ask, “Where is Atma?” Atma is everywhere! See the same Atma (Divine) in all beings (Atmavat Sarvabhutani). With hands, feet, eyes, heads, mouth and ears pervading every being, God permeates the entire universe. 



Hari ini orang-orang dihantui rasa takut karena mereka kurang memiliki kepercayaan diri. Hidup menjadi tidak bermakna tanpa adanya kepercayaan diri. Dari kepercayaan diri, engkau mendapatkan keberanian. Para tetua kita zaman dahulu menjalani hidup yang suci dan melakukan tapa brata tanpa rasa takut di dalam hutan yang lebat serta diantara binatang buas dan iblis yang jahat. Apa yang menjadi sumber keberanian dan kekuatan mereka? Mereka tidak memiliki keterikatan pada tubuh (Dehabhimana). Mereka mengikatkan diri mereka pada sang Atma (Atmabhimana). Apa senjata yang mereka bawa? Senjatanya adalah kepercayaan diri! Dengan kepercayaan diri ini, mereka bahkan dapat menjinakkan binatang buas seperti singa dan harimau, bermain dengan binatang buas itu tanpa rasa takut! Hari ini, orang-orang tidak memiliki keyakinan pada Atma. Mereka bertanya, “Dimana Atma?” Atma ada dimana-mana! Pandanglah Atma yang sama (Tuhan) di dalam semua makhluk (Atmavat Sarvabhutani). Dengan tangan, kaki, mata, kepala, mulut, dan telinga meliputi semua makhluk, Tuhan meresapi seluruh alam semesta. (Divine Discourse, May 16, 2002)

-BABA


Thought for the Day - 5th August 2020 (Wednesday)

You cannot always have pleasure. Pleasure is an interval between two periods of pain. They are like sunshine and shadow. You should make efforts to look at both with equanimity. People want to get all that they desire and they get disillusioned and disappointed. The lighthouse of hope for this ocean of life is God, who is the only permanent entity. This lighthouse never fails. So you should engage yourself in Godly activities with unstinted devotion. Embodiments of Divine Atma! Spend your life in cherishing sacred thoughts, listening to good things, speaking good words, and doing good deeds. If all of you adopt this path, happiness and prosperity will reign in the world. No government or politician or any one in the world can protect you from troubles and disasters. There is only one who can protect you and that is the Supreme Lord. To seek His protection, all of you must wholeheartedly pray, "Let all people in the world enjoy bliss.” 



Engkau tidak bisa selalu memiliki kesenangan. Kesenangan adalah sebuah interval diantara dua penderitaan. Kesenangan dan penderitaan adalah seperti sinar matahari dan bayangan. Engkau seharusnya melakukan usaha untuk melihat keduanya dengan ketenangan hati. Manusia ingin mendapatkan semua yang diinginkannya dan akhirnya menjadi kecewa. Mercusuar harapan dari lautan kehidupan ini adalah Tuhan, dimana Tuhan adalah yang bersifat kekal. Mercusuar ini tidak pernah gagal. Jadi engkau seharusnya melibatkan dirimu dalam kegiatan yang baik dengan bhakti yang tidak pernah putus. Perwujudan Atma yang ilahi! Habiskan hidupmu dalam memelihara pemikiran yang suci, mendengarkan hal-hal yang baik, berbicara kata-kata yang baik, dan melakukan perbuatan yang baik. Jika semua darimu mengambil jalan ini, kebahagiaan dan kesejahteraan akan meliputi dunia. Tidak ada pemerintah atau politisi atau siapapun juga di dunia yang dapat melindungimu dari masalah dan bencana. Hanya ada satu-satunya yang dapat melindungimu dan Beliau adalah Tuhan yang tertinggi. Untuk mendapatkan perlindungan-Nya, semua darimu harus berdoa sepenuh hati, "semoga semua orang di dunia menikmati kebahagiaan.” (Divine Discourse, Apr 14, 1993)

-BABA


Tuesday, August 4, 2020

Thought for the Day - 4th August 2020 (Tuesday)

The Lord has endowed you with all his wealth and divine potentialities. You are inheritors of this wealth. You have to discover what that wealth is. Sai's wealth is pure, selfless and boundless Love. This is the truth. It is not the edifices you see here that are Sai's wealth. It is pure, selfless love alone. You must inherit this love, fill yourselves with it and offer it to the world. This is your supreme responsibility as Sai devotees. What is it that you can offer to the Lord who is omnipotent, omnipresent and all-knowing? The various things you offer to God are given out of delusion. Embodiments of the Divine! To realise the Lord, Love is the easiest path. Just as you can see the moon only with the light of the moon, God, who is the Embodiment of Love, can be reached through Love. Regard Love as your life breath. Love was the first quality to emerge in the process of creation. All other qualities came after it. Therefore, fill your hearts with love and base your life on it! 



Tuhan telah memberkatimu dengan semua kekayaan dan kemampuan ilahi. Engkau adalah ahli waris dari kekayaan ini. Engkau harus menemukan apa kekayaan ini. Kekayaan Sai adalah kasih yang suci, tanpa pamrih dan tanpa batas. Ini adalah kebenaran. Ini bukanlah bangunan besar yang engkau lihat disini yang merupakan kekayaan Sai. Warisan Sai hanyalah kasih yang suci dan tidak mementingkan diri sendiri. Engkau harus mewarisi kasih ini, isi dirimu dengan kasih ini dan persembahkan kasih ini kepada dunia. Ini adalah tanggung jawabmu yang tertinggi sebagai bhakta Sai. Apa yang dapat engkau persembahkan kepada Tuhan yang mana Tuhan bersifat Maha Kuasa, Tuhan yang ada dimana-mana dan Maha Tahu? Berbagai benda yang engkau persembahkan kepada Tuhan adalah muncul dari khayalanmu. Perwujudan ketuhanan! Untuk menyadari Tuhan, kasih adalah jalan yang paling mudah. Seperti halnya engkau melihat bulan hanya dengan cahaya bulan itu sendiri, Tuhan yang merupakan perwujudan dari Kasih, dapat dicapai melalui kasih, anggaplah kasih sebagai nafas hidupmu. Kasih adalah kualitas pertama untuk menyatu ke dalam proses ciptaan. Semua kualitas yang lainnya datang setelah kasih, maka dari itu, isilah hatimu dengan kasih dan landasi hidupmu pada kasih.(Divine Discourse, Nov 23, 1986)

-BABA


Thought for the Day - 3rd August 2020 (Monday)

We say, all are our brothers and sisters, but how many are translating this ideal into action? Our actions should be in harmony with our words. Jesus taught “Brotherhood of man and the Fatherhood of God”. This truth is also the culture of Bharat. You may not have material wealth; it is enough if you have self-confidence and self-respect. Respect everybody. Offer your Namaskar (salutations) to elders wholeheartedly. What is the inner meaning of Namaskar? When you do Namaskar, you join your palms and bring them close to your heart. The five fingers of each hand symbolise the five senses of action (Karmendriyas) and five senses of perception (Jnanendriyas). These ten senses should follow the dictates of your heart (conscience). That is true Namaskar. Everyday, sow the seeds of good thoughts, water them with good actions and remove the weeds of wicked qualities. Only then will you reap the crop of bliss. 



Kita mengatakan bahwa semuanya adalah saudara dan saudari kita, namun berapa banyak yang menerjemahkan itu menjadi sebuah perbuatan yang ideal? Perbuatan kita seharusnya selaras dengan perkataan kita. Jesus mengajarkan “Persaudaraan manusia dan keesaan Tuhan”. Kebenaran ini juga adalah budaya dari Bharat. Engkau mungkin tidak memiliki kekayaan materi; namun adalah cukup jika engkau memiliki kepercayaan diri dan rasa hormat diri. Hormati setiap orang. Persembahkan rasa hormatmu (Namaskar) kepada yang lebih tua dengan sepenuh hati. Apa makna yang ada dibalik dari Namaskar? Ketika engkau melakukan Namaskar, engkau mencakupkan kedua telapak tanganmu dan membawanya dekat ke hatimu. Lima jari dari setiap tangan melambangkan lima indera perbuatan (Karmendriya) dan lima indera rangsangan (Jnanendriya). Kesepuluh indera ini harus mengikuti perintah dari hatimu (suara hati). Itu adalah Namaskar yang sebenarnya. Setiap hari, taburlah benih-benih pemikiran yang baik, sirami benih tersebut dengan perbuatan baik dan cabutlah sifat-sifat yang jahat. Hanya dengan demikian engkau akan memanen kebahagiaan. (Divine Discourse, May 16, 2002)

-BABA


Thought for the Day - 2nd August 2020 (Sunday)

Prahlada told his father Hiranyakasipu, "You want to conquer the three worlds, but you are failing to conquer your senses!" Be aware! If you have not mastered your internal enemies like anger, hatred, etc., how can you ever hope to conquer your external enemies? The inner enemies can be conquered only in one way, through love! It is essential to make our life worthwhile by practicing love, by subduing the six internal enemies (desire, anger, envy, greed, ego and lust) and dedicate all our actions to God. The world is in turmoil. At this juncture, it is the duty of each and every devotee to realise the Fatherhood of God and the brotherhood of mankind and counteract the evil forces which are inflicting innumerable troubles on mankind. Resorting to the potent weapon of love, each one should try to serve humanity to eradicate the forces of violence and unrighteousness which are rampant today. 



Prahlada berkata kepada ayahnya yaitu Hiranyakasipu, "Ayah ingin menaklukkan ketiga dunia, namun ayah gagal untuk menaklukkan indera ayah sendiri!" Waspadalah! Jika engkau belum menguasai musuh di dalam dirimu seperti amarah, kebencian, dsb, bagaimana engkau dapat berharap untuk menaklukkan musuh di luar dirimu? Musuh di dalam diri dapat ditaklukkan hanya dengan satu cara yaitu kasih! Adalah mendasar untuk membuat hidup kita menjadi berguna dengan mempraktikkan kasih, dengan mengatasi enam musuh di dalam diri (keinginan, amarah, iri hati, ketamakan, ego, dan nafsu) serta mendedikasikan semua perbuatanmu kepada Tuhan. Dunia dalam keadaan gaduh. Pada saat yang genting ini, merupakan kewajiban dari setiap bhakta untuk menyadari keesaan Tuhan dan persaudaraan manusia serta menetralkan kekuatan jahat yang menimbulkan masalah pada manusia. Dengan menggunakan senjata kasih yang ampuh, setiap orang seharusnya mencoba untuk melayani umat manusia dengan memberantas kekuatan kekerasan dan ketidakbenaran yang merajalela saat sekarang. (Divine Discourse, Nov 23, 1986)

-BABA


Saturday, August 1, 2020

Thought for the Day - 1st August 2020 (Saturday)

Do not grieve that the Lord is testing you and putting you to the ordeal of undergoing the tests, for it is only when you are tested that you can assure yourself of success or become aware of your limitations. You can then concentrate on the subjects in which you are deficient and pay more intensive attention, so that you can pass in them too when you are tested again. Good students don’t study for the examination at the last moment; they study well in advance and be ready with the needed knowledge and the courage and confidence born out of that knowledge and skill. What you have studied well in advance must be revised over and over in the mind, just before going to the examination; that is all the preparation that is necessary! This is the pathway to victory. 


Jangan menjadi bersedih hati bahwa Tuhan sedang mengujimu dan menempatkanmu pada cobaan berat saat menghadapi ujian tersebut, karena hanya pada saat engkau diuji maka engkau dapat memastikan dirimu berhasil atau menjadi sadar akan keterbatasanmu. Kemudian engkau dapat memusatkan pikiran pada bagian yang kurang dan memberikan perhatian yang lebih intensif, sehingga engkau dapat melewatinya juga ketika engkau akan diuji kembali. Murid yang baik tidak belajar untuk ujian pada saat-saat akan ujian; mereka belajar dengan baik sebelumnya dan telah siap dengan pengetahuan yang diperlukan dan keberanian serta kepercayaan diri muncul dari pengetahuan dan keterampilan. Apa yang telah engkau pelajari sebelumnya dengan baik harus diulang-ulang kembali di dalam pikiran, tepat sebelum menghadapi ujian; itu adalah semua persiapan yang diperlukan! Ini adalah jalan menuju pada kemenangan. (Divine Discourse, Shivarathri, March 1963)

-BABA

Thought for the Day - 31st July 2020 (Friday)

It is essential to develop an intimate relationship with God. You will be charged with divine energy when you achieve connection with Divinity. Living in the company of God is true good company (Satsanga). Satsangatve Nissangatvam, Nissangatve Nirmohatvam, Nirmohatve Nischalatatvam, Nischalatatve Jivanmukti (Good company leads to detachment, detachment makes one free from delusion, freedom from delusion leads to steadiness of mind and steadiness of mind confers liberation). But today one does not have a steady mind. All the time the mind wavers like a mad monkey. When you say, ‘my body’, ‘my mind’, ‘my Buddhi’, etc., all these are different from you. Then question yourself, who am I? The same principle of ‘I’ is present in everybody, right from a pauper to a millionaire. In order to understand this ‘I’ principle, you have to develop the spirit of sacrifice. 


Adalah mendasar untuk mengembangkan hubungan yang mendalam dengan Tuhan. Engkau akan dipenuhi dengan energi Tuhan ketika engkau mencapai hubungan dengan Tuhan. Hidup dalam pergaulan dengan Tuhan adalah pergaulan baik yang sejati (Satsanga). Satsangatve Nissangatvam, Nissangatve Nirmohatvam, Nirmohatve Nischalatatvam, Nischalatatve Jivanmukti (pergaulan baik menuntun pada tanpa keterikatan, tanpa keterikatan membuat seseorang bebas dari khayalan, bebas dari khayalan menuntun pada keteguhan pikiran dan keteguhan pikiran menganugrahkan pembebasan). Namun hari ini seseorang tidak memiliki keteguhan pikiran. Sepanjang waktu pikiran berkeliaran seperti seekor kera yang gila. Ketika engkau mengatakan, ‘tubuhku’, ‘pikiranku’, ‘buddhiku’, dsb., semuanya ini adalah berbeda dari dirimu. Kemudian tanyakan pada dirimu sendiri, siapakah aku? Prinsip yang sama dari ‘Aku’ adalah hadir dalam diri setiap orang, mulai dari mereka yang miskin sampai pada mereka yang kaya. Untuk dapat mengerti akan prinsip ‘Aku’ ini, engkau harus mengembangkan semangat pengorbanan. (Divine Discourse, Jun 10, 2001)

-BABA