Sunday, June 20, 2021

Thought for the Day - 20th June 2021 (Sunday)

When Rama went to the forest with Sita, one day He told her: "Bhujatha! In this world, there are no greater adorable deities than one's mother and father. When one has with him his loving mother, who cares for him continually and fosters his well-being, without adoring her as Divine, how can a man contemplate on a Being that is subtle and beyond his daily experience? The Divine transcends all human understanding. How can this be recognised? People who cannot comprehend the hearts of parents who are close to them, whose love they experience in daily life, how can they comprehend the Absolute, which the Upanishads declare is beyond the reach of speech and the mind? Hence, the injunction - ‘Mother and Father should be Adored as Divine’. It was my foremost duty to carry out the will of My father.” 


Ketika Sri Rama pergi ke hutan dengan Sita, pada suatu hari Sri Rama berkata kepada Sita: "Bhujatha! Di dunia ini, tidak ada Tuhan yang lebih hebat daripada ibu dan ayah seseorang. Ketika seseorang memiliki ibu yang penyayang bersamanya, yang merawatnya secara terus menerus dan membantu perkembangan kesejahteraan dirinya, tanpa memuliakannya sebagai Tuhan, bagaimana seseorang dapat memusatkan pikiran pada Tuhan yang halus dan melampaui pengalaman setiap harinya? Tuhan melampaui semua pemahaman manusia. Bagaimana hal ini bisa dipahami? Mereka yang tidak bisa memahami hati orang tua yang dekat dengan mereka, yang mana kasihnya mereka alami setiap hari, bagaimana mereka bisa memahami Tuhan yang bersifat Absolut, yang dinyatakan oleh Upanishad berada di luar jangkaun perkataan dan pikiran? Oleh karena itu, perintah - ‘Ibu dan Ayah seharusnya dimuliakan sebagai Tuhan’. Ini merupakan kewajiban utama-Ku untuk menjalankan kehendak ayah-Ku.” (Divine Discourse, Apr 26, 1993)

-BABA

 

Thought for the Day - 19th June 2021 (Saturday)

Modern man suffers from the sense of possession. This is a negative attitude. He is obsessed with the idea of ‘my’ and ‘mine’. He attaches excessive importance to the body, forgetting the most precious Atmic principle that is within it, which will give him enduring bliss. The reason for this attachment is the failure to use senses properly and becoming a slave of the desires prompted by the senses. The eyes, ears and other sense organs should be used only to perceive sacred things. They should not be used indiscriminately to enjoy whatever pleases them. This is the reason why Swami advises people not to see evil, speak evil, or hear what is evil, and to see what is good, hear what is sacred, and speak what is good! These may seem simple maxims, but are full of profound significance! People should constantly discriminate between negative and positive actions. All bad and immoral actions are negative in character and should be eschewed! 



Manusia modern menderita karena rasa memiliki. Ini adalah sikap negatif. Dia terobsesi dengan gagasan 'milikku' dan 'milikku'. Dia sangat mementingkan tubuh, melupakan prinsip Atma paling berharga yang ada di dalamnya, yang akan memberinya kebahagiaan sejati. Alasan keterikatan ini adalah kegagalan untuk menggunakan indera dengan benar dan menjadi budak dari keinginan yang didorong oleh indera. Mata, telinga, dan organ indera lainnya harus digunakan hanya untuk melihat hal-hal suci. Mereka tidak boleh digunakan tanpa pandang bulu untuk menikmati apa pun yang menyenangkan mereka. Inilah alasan mengapa Swami menasihati orang untuk tidak melihat kejahatan, berbicara jahat, atau mendengar apa yang jahat, dan melihat apa yang baik, mendengar apa yang suci, dan berbicara apa yang baik! Ini mungkin tampak seperti pepatah sederhana, tetapi penuh dengan makna yang mendalam! Orang-orang harus terus-menerus membedakan antara tindakan negatif dan positif. Semua tindakan buruk dan tidak bermoral bersifat negatif dan harus dihindari! (Divine Discourse, Feb 15, 1998)

-BABA

 

Thought for the Day - 18th June 2021 (Friday)

There is no limit to My Ananda (Divine Bliss). I am always immersed in bliss. This is because My bliss is associated with pure love and not material objects. If you follow this path of love, you will derive ineffable Ananda and experience peace. With an equal mind, accept good fortune and misfortune, happiness and sorrow, loss and gain. These are products of nature like heat and cold, summer and winter. They have their purposes to serve. Similarly, the ups and downs of life have lessons to teach us. In fact, without reverses in life, we’ll not be able to experience Divinity. Without darkness, we cannot value light. Without experiencing difficulties, we will not enjoy benefits. It is the lack of peace of mind which compels us to seek the means to realise enduring peace! Scriptures declared that through renunciation alone, immortality is to be attained. Men should learn to practice renunciation so that they discover the secret of enduring peace and bliss! 



Tidak ada batas untuk Ananda-Ku (kebahagiaan Tuhan). Aku selalu tenggelam dalam kebahagiaan. Ini adalah karena kebahagiaan-Ku terkait dengan cinta-kasih yang suci dan bukan pada objek-objek material. Jika engkau mengikuti jalan cinta-kasih ini, engkau akan mendapatkan Ananda yang tidak terlukiskan dan mengalami kedamaian. Dengan pikiran yang sama, terimalah keberuntungan dan kesialan, kesenangan dan penderitaan, kehilangan dan keuntungan. Semuanya ini adalah produk dari alam seperti panas dan dingin, musim panas dan musim dingin. Semuanya ini memiliki tujuannya adalah untuk melayani. Sama halnya, pasang surut kehidupan memiliki hikmah untuk diajarkan kepada kita. Sejatinya, tanpa kemalangan dalam hidup, kita tidak akan mampu mengalami ketuhanan. Tanpa adanya gelap, kita tidak bisa memaknai terang. Tanpa mengalami kesulitan, kita tidak akan menikmati keuntungan. Adalah karena kurangnya kedamaian pikiran yang memaksa kita untuk mencari sarana agar dapat menyadari kedamaian yang abadi! Naskah suci menyatakan bahwa hanya melalui praktik pengendalian diri, keabadian dapat dicapai. Manusia seharusnya belajar untuk mempraktikkan pengendalian diri sehingga bisa mengungkapkan rahasia kedamaian dan kebahagiaan yang abadi! (Divine Discourse, Apr 06, 1983)

-BABA

 

Thought for the Day - 17th June 2021 (Thursday)

When you see a lawyer, you’re reminded of your legal troubles. When you see a doctor, you think of your illness. Likewise, when you see a temple, you are reminded of God. Temples are useful only as reminders. True worship is in heartfelt devotion to the God within each one. Purifying the temple of your heart, you must dedicate your life to service. It is such dedicated service, done in the spirit of Sadhana, which distinguishes the Sri Sathya Sai Organisations. Innumerable Sai devotees - men and women, young and old are rendering service in various forms, out of their love for Sai. People talk about Swami's vibhuti (sacred ash) and Swami's miracles. But the real miracle is Swami's boundless love. It is this love which is inspiring countless devotees to engage themselves in selfless service. There is nothing greater than this love. You have all been drawn to Me by this love. To give love and to receive love is My business! 



Ketika engkau melihat seorang pengacara, engkau diingatkan tentang masalah hukummu. Ketika engkau menemui dokter, engkau memikirkan penyakitmu. Demikian juga, ketika engkau melihat sebuah kuil, engkau diingatkan akan Tuhan. Kuil hanya berguna sebagai pengingat. Ibadah yang benar adalah pengabdian yang tulus kepada Tuhan di dalam diri masing-masing. Murnikan kuil hatimu, engkau harus mendedikasikan hidupmu untuk melayani. Inilah pelayanan yang berdedikasi, dilakukan dalam semangat Sadhana, yang membedakan Organisasi Sri Sathya Sai dengan yang lainnya. Bhakta Sai yang tak terhitung banyaknya - pria dan wanita, tua dan muda memberikan pelayanan dalam berbagai bentuk, karena cinta-kasih mereka kepada Sai. Orang-orang membicarakan tentang vibhuti (abu suci) Swami dan keajaiban Swami. Tapi keajaiban yang sebenarnya adalah cinta-kasih Swami yang tak terbatas. Cinta kasih inilah yang mengilhami banyak para bhakta untuk melibatkan diri mereka dalam pelayanan tanpa pamrih. Tidak ada yang lebih besar dari cinta-kasih ini. Engkau semua telah ditarik kepada-Ku oleh cinta-kasih ini. Memberi cinta-kasih dan menerima cinta-kasih adalah urusan-Ku! (Divine Discourse, Apr 6, 1983)

-BABA

 

Thought for the Day - 16th June 2021 (Wednesday)

There is no greater quality in man than selfless love which expresses itself in service to others. The relationship between karma and karma yoga should be understood. Ordinary karma done with attachment or desires causes bondage. But desireless, selfless action becomes karmayoga. Our life should become a yoga (Divine Communion) rather than a 'roga' (disease). Today most of our actions result in 'roga' because they are related to sensuous pleasures. Freedom from disease can be obtained by pursuing the spiritual path. It does not consist merely in singing bhajans or reciting hymns. These are good deeds. Only actions performed as a complete offering to the Divine can be regarded as spiritual. The man who is in a state of ignorance about the Self is like the bud of a flower that hasn’t yet blossomed. When the flower blossoms, it sheds its fragrance all-around. Likewise, the one who realises Divinity within, becomes a source of light and strength! 



Tidak ada kualitas yang lebih hebat dalam diri manusia daripada cinta-kasih yang tanpa pamrih yang mengungkapkan dirinya dalam pelayanan kepada yang lainnya. Hubungan diantara karma dan karma yoga seharusnya dipahami. Karma biasa dilakukan dengan keterikatan atau keinginan yang menyebabkan perbudakan. Namun tanpa keinginan, perbuatan tanpa pamrih menjadi karmayoga. Hidup kita seharusnya menjadi sebuah yoga (penyatuan dengan Tuhan) daripada hanya sebuah 'roga' (penyakit). Hari ini kebanyakan dari perbuatan kita menjadi penyebab dari 'roga' karena perbuatan kita terkait dengan kesenangan sensual. Kebebasan dari penyakit dapat diraih dengan menapaki jalan spiritual. Jalan spiritual tidak hanya terkait dalam melantunkan bhajan atau mengidungkan puja. Semuanya ini adalah perbuatan yang baik. Hanya perbuatan yang dilakukan sebagai persembahan seutuhnya kepada Tuhan dapat disebut sebagai spiritual. Manusia yang ada dalam keadaan buta dengan jati dirinya adalah seperti kuncup pada bunga yang belum mekar. Ketika bunga itu mekar, maka wanginya akan meliputi semuanya. Sama halnya, seseorang yang menyadari ketuhanan di dalam dirinya, menjadi sebuah sumber cahaya dan kekuatan! (Divine Discourse, Apr 6, 1983)

-BABA

 

Tuesday, June 15, 2021

Thought for the Day - 15th June 2021 (Tuesday)

The tendency to compare yourself with others is very wrong. No two things or no two men are identical. Even identical twins grow in distinct ways of life. No one of the million leaves on a tree is exactly the same as another. Botanists are aware of this feature. Billions of human beings are on the earth, but where is the ‘press’ which has given each of them a novel imprint? This is the glory of God! Millions of boxes are manufactured by a company; all are identical, and all can be locked and opened by the same set of keys. Man is created by God, each with a distinct nature, quality, potentiality and destiny. How, then, can anyone compare oneself with another and either exult or despair? We say someone is tall and feel dejected because we are short. And at other times, we are proud that we are better than others. When we come to think of it, all this is very silly! 



Kecenderungan untuk membandingkan dirimu dengan yang lain adalah sangat salah. Tidak ada dua hal atau dua manusia yang sama. Bahkan yang kembar identik pun tumbuh dengan cara hidup yang berbeda. Tidak ada satupun dari sejuta daun pada pohon yang benar-benar sama satu dengan yang lainnya. Para ahli botani menyadari keunikan ini. Ada milyaran manusia di bumi, namun mana “cetakan” yang telah memberikan setiap orang dari mereka sebuah kesan baru? Ini adalah kemuliaan Tuhan! Ada jutaan kotak yang diproduksi oleh sebuah pabrik; semuanya adalah sama, dan semua kotak itu dapat dikunci dan dibuka dengan set kunci yang sama. Manusia diciptakan oleh Tuhan, setiap orang dengan sifat, kualitas, potensi, dan takdir yang berbeda. Bagaimana kemudian, dapatkah siapapun membandingkan dirinya dengan yang lainnya dan bergembira dan putus asa? Kita mengatakan seseorang adalah tinggi dan merasa sedih karena kita pendek. Dan di lain waktu, kita merasa bangga bahwa kita merasa lebih baik daripada yang lain. Ketika kita berpikir seperti itu, semua bentuk pikiran ini adalah sangatlah konyol! (Divine Discourse, Jan 8, 1983)

-BABA

 

Thought for the Day - 14th June 2021 (Monday)

We must investigate what is meant by ‘I’. When I ask your name you say, “Ramanna, Lakshmayya, Venkanna, Krishnamurthy," etc. When you are asked who this Ramanna or Lakshmayya is, you raise your hands and say, 'I, I." I ask a number of people and use a number of names, but the answer is always 'I'. Where does this 'I' come from? It is found in everyone. Has this 'I' got a form? Is it this body or mind or intellect or consciousness? It is not any of these. The 'I' is not this body. When I say My kerchief I imply that I am different from the kerchief. I say My table or My chair, because I am not the table or the chair. Now, if we have this 'I' in everyone, it must be the same in everyone. It is the One among the many. 1 + 1 + 1 + 1 is equal to 4. But I + I + I + I is equal to only 'I' for, the 'I' is, the same in everyone. To recognise this is to truly know one's real identity, the One, the Atman. Without this knowledge, life is a waste. 



Kita harus melakukan penyelidikan apa makna dari ‘aku’. Ketika Aku menanyakan namamu, engkau berkata, “Ramanna, Lakshmayya, Venkanna, Krishnamurthy," dsb. Ketika engkau ditanyakan siapakah Ramanna atau Lakshmayya ini, engkau mengangkat tanganmu dan berkata, 'aku, aku." Aku menanyakan beberapa orang dan menggunakan sejumlah nama, namun jawabannya selalu adalah 'aku'. Darimana kata 'aku' ini muncul? Ini ditemukan dalam setiap orang. Sudahkah 'aku' ini mendapatkan bentuk? Apakah ini adalah tubuh atau pikiran atau intelek atau kesadaran? Ini bukanlah semuanya ini. Kata 'aku' bukanlah tubuh ini. Ketika Aku mengatakan sapu tangan-Ku, Aku menegaskan bahwa Aku adalah berbeda dari sapu tangan. Aku berkata meja atau kursi-Ku, karena Aku bukanlah meja atau kursi. Sekarang, jika kita memiliki 'aku' ini dalam diri setiap orang, maka ‘aku’ ini haruslah sama dalam diri setiap orang. Ini adalah Satu diantara banyak. 1 + 1 + 1 + 1 adalah sama dengan 4. Namun I + I + I + I adalah hanya sama dengan 'aku' karena, kata 'aku' adalah, sama dalam diri setiap orang. Mengenali hal ini berarti benar-benar mengetahui jati diri seseorang, Yang Esa, sang Atman. Tanpa pengetahuan ini, hidup menjadi sia-sia saja. (Divine Discourse, Jul 25, 1978)

-BABA

 

Thought for the Day - 13th June 2021 (Sunday)

People engage in Bhajan, Pooja and Dhyana (worship and meditation) - these are but physical exercises! The mind does not elevate them into sincerity. The heart doesn’t pour forth or vibrate in them. So, they remain at human level. They don’t rise to the Divine. "Can a lake be filled when there’s only a sprinkle of rain? Can thirst be relieved, when saliva gets in? Can the belly be full, if breathing is held tight? Can live cinders be secured by burning blades of grass?" asks a poet. Logs must be burnt if charcoal is needed; only sheets of rain can fill a lake to the brim; a glass of cold water alone can cure a person of thirst, nothing less! The heart must be offered in full! Devotion must overflow from the heart. Look at the lotus; its roots are in under-water slush. It grows through water and floats on it. It doesn’t get tarnished by slush or wetted by water! The wonder is, it can’t survive without slush and water, but rises up to air and sun! 



Orang-orang terlibat dalam Bhajan, Puja, dan Dhyana (persembahyangan dan meditasi) – ketiganya ini adalah latihan fisik saja! Pikiran tidak mengangkat mereka menuju ketulusan. Hati tidak tercurah keluar atau bergetar dalam diri mereka. Jadi, mereka tetap ada di tingkat manusia. Mereka tidak naik menuju ilahi. "Dapatkah sebuah danau terisi ketika hanya ada percikan air hujan? Dapatkah rasa haus dihilangkan ketika air liur ditelan? Dapatkah perut menjadi kenyang, jika nafas ditahan? Dapatkah abu tetap hidup hanya dengan membakar rumput?" tanya seorang penyair. Batang kayu harus dibakar jika arang yang dibutuhkan; hanya hujan yang lebat yang dapat mengisi danau sampai penuh; hanya segelas air yang dingin dapat menghilangkan dahaga seseorang, tidak ada yang lainnya! Hati harus dipersembahkan sepenuhnya! Bhakti harus mengalir dari hati. Lihatlah bunga teratai; akarnya ada di lumpur bawah air. Bunga Teratai tumbuh melalui air dan mengapung di atasnya. Bunga teratai tidak ternoda oleh lumpur atau dibasahi oleh air! Keajaibannya adalah, bunga Teratai tidak dapat bertahan hidup tanpa lumpur dan air, namun tumbuh ke atas menuju udara dan matahari! (Divine Discourse, Jan 8, 1983)

-BABA

 

Thought for the Day - 12th June 2021 (Saturday)

Without giving up sloth, how can Truth be known? Without giving up passion, can devotion take root? Be serene and calm, in stress and storm, that’s the Satwik (noble) road to win the Lord, the Truth. The mind is a wonder, its antics are even more surprising. It has no distinct form or shape. It assumes the shape or form of the thing it’s involved in. Wandering from wish to wish, flirting from one desire to another is its nature. So, it's the cause of loss and grief, of elation and depression. Its effects are both positive and negative. It’s worthwhile to know the characteristics of the mind and ways to master it for one's ultimate benefit. The mind is prone to gather experiences and store them in memory. It doesn’t know the art of giving up. Nothing’s cast away by the mind. As a consequence, grief, anxiety and misery continue simmering in it. If the mind can be taught sacrifice, one can become a yogi (a spiritually serene person)! 



Tanpa melepaskan kemalasan, bagaimana kebenaran dapat diketahui? Tanpa melepaskan gairah, dapatkah bhakti menjadi mengakar? Jadilah tenang dalam tekanan dan badai, ini adalah jalan yang mulia (satwik) untuk mendapatkan Tuhan, kebenaran. Pikiran adalah keajaiban, kelakarnya bahkan lebih mengejutkan. Pikiran tidak memiliki bentuk yang berbeda. Pikiran mengambil bentuk dari hal yang dipikirkan. Berkeliaran dari satu keinginan ke keinginan lainnya, menggoda dari satu keinginan ke keinginan lainnya adalah sifat alami dari pikiran. Jadi, pikiran adalah sebab dari kehilangan dan kesedihan, kegembiraan dan depresi. Akibat dari pikiran ada yang positif dan negatif. Adalah penting untuk mengetahui karakteristik pikiran dan cara untuk menguasai pikiran untuk keuntungan tertinggi seseorang. Pikiran adalah cenderung mengumpulkan pengalaman dan menyimpannya di dalam ingatan. Pikiran tidak mengetahui seni dalam melepaskan. Tidak ada yang dibuang oleh pikiran. Sebagai akibatnya yaitu duka cita, kecemasan dan kesengsaraan terus membara di dalam pikiran. Jika pikiran dapat diajarkan pengorbanan, seseorang dapat menjadi seorang yogi (orang yang tenang secara spiritual)! (Divine Discourse, Jan 8, 1983)

-BABA

 

Thought for the Day - 11th June 2021 (Friday)

Man has to worship God in the form of man; God appears before him as a blind beggar, an idiot, a leper, a child, a decrepit old man, a criminal or a madman. You must see even behind those veils, the divine embodiment of love, power and wisdom, the Sai, and worship Him through selfless service. God cannot be identified with one Name and one Form. He is all Names and Forms. Your Names too are His, you are His Forms! You appear as separate individual bodies because the eye that sees them seeks only bodies, the outer encasement! When you sanctify your vision and look at them through the Atmic eye, the eye that penetrates behind the physical with all its attributes and appurtenances, then, you will see others as waves on the ocean of the Absolute, as "thousand heads, eyes and feet'' of the Supreme Being as it is sung in the Rigveda. Strive to win that Vision and to saturate yourself with that Bliss! 




Manusia harus memuja Tuhan dalam wujud manusia; Tuhan muncul dihadapan manusia sebagai pengemis buta, seorang idiot, seorang penderita lepra, seorang anak, seorang tua yang jompo, seorang penjahat atau seorang yang gila. Engkau harus melihat bahkan dibalik penampilan mereka itu, perwujudan ilahi dari kasih, kekuatan dan kebijaksanaan, Sai, dan memuja-Nya melalui pelayanan tanpa pamrih. Tuhan tidak bisa diidentikkan dengan satu Nama dan satu Wujud. Tuhan adalah semua Nama dan Wujud. Namamu juga adalah milik-Nya, engkau juga adalah wujud-Nya! Engkau tampil sebagai tubuh pribadi yang terpisah karena mata yang melihat hanya melihat tubuh, pembungkus luarnya saja! Ketika engkau menyucikan pandanganmu dan melihat mereka melalui pandangan Atma, mata akan melihat tembus ke dalam dibalik fisik dengan semua atribut dan perlengkapannya, kemudian, engkau akan melihat yang lain sebagai gelombang di lautan yang bersifat mutlak, sebagai "ribuan kepala, mata dan kaki'' dari Yang Maha Tinggi seperti yang dikidungkan dalam Rigveda. Berusahalah untuk bisa mendapatkan pandangan itu dan memenuhi dirimu dengan kebahagiaan sejati itu! (Divine Discourse, Apr 01, 1975)

-BABA

 

Thought for the Day - 10th June 2021 (Thursday)

Athi Sarvathra Varjayeth is an ancient axiom; it means, ‘Avoid excess, in all places’. You must respect the limits set by experienced sages in sacred texts. They act like embankments that curb the flood waters; they direct the raging passions towards harmless channels and save you from ruin. Of course, man has elementary needs - physical, mental and intellectual, these have to be fulfilled in some measure. But, there is no need to encumber oneself with unwanted food, superfluous furniture and multi-roomed mansions. Luxury enervates and enslaves. Leaders must set an example in this respect, for people usually try to imitate and emulate them. An example is more effective than a precept. An ounce of practice is worth more than a ton of preaching. That is why I declare, "My life is My message”. You must transform your lives into examples of the ideal you preach. Parents must set good examples for children, and teachers must set good examples for students! 




Athi Sarvathra Varjayeth adalah sebuah aksioma kuno yang berarti, ‘Hindari berlebihan di semua tempat’. Engkau harus menghormati batasan yang ditentukan oleh para orang bijak yang berpengalaman dalam naskah-naskah suci. Para orang bijak bertindak seperti tanggul yang menahan luapan air banjir; mereka mengarahkan nafsu yang bergelora menuju pada saluran yang tidak berbahaya dan menyelamatkanmu dari kehancuran. Tentu saja, manusia memiliki kebutuhan mendasar – kebutuhan fisik, mental, dan intelektual, ketiga kebutuhan ini harus dipenuhi dalam beberapa ukuran. Namun, tidak perlu untuk membebani diri dengan makanan yang tidak diinginkan, perabotan yang berlebihan, dan rumah mewah dengan banyak ruangan. Kemewahan melemahkan dan memperbudak. Para pemimpin harus memberikan teladan dalam hal ini, karena orang biasanya mencoba mencontoh dan meniru mereka. Sebuah teladan adalah lebih efektif daripada sebuah ceramah. Satu ons praktik adalah lebih bernilai daripada satu ton ceramah. Itulah sebabnya mengapa Aku menyatakan, "Hidup-Ku adalah pesan-Ku”. Engkau harus merubah hidupmu menjadi teladan dari ideal yang engkau katakan. Orang tua harus memberikan teladan yang baik bagi anak-anak, dan para guru harus memberikan contoh yang baik bagi para murid! (Divine Discourse, Apr 01, 1975)

-BABA

 

Thought for the Day - 9th June 2021 (Wednesday)

Devotion and faith must be cultivated by every student. Be as devoted and disciplined as Arjuna. Be as intelligent and strong as Bheema. Be steadfast and sincere like Dharmaraja. Then, no harm can come to you; you will achieve victory in all your efforts. There are four F's that you will have to fix before your attention: (1) Follow the Master (2) Face the Devil (3) Fight to the End and (4) Finish at the Goal. ‘Follow the Master’ means, observe Dharma. ‘Face the Devil’ means, overcome the temptations that beset you when you try to earn artha (wealth or the wherewithal to live in comfort). ‘Fight to the End’ means, struggle ceaselessly; wage war against the six enemies that are led by kama (lust). And finally, ‘Finish at the Goal' means, do not stop until the goal of Moksha (liberation from ignorance and delusion) Is reached. The F's are fundamental for the pursuits of the four Purusharthas - Dharma, Artha, Kama and Moksha. 



Bhakti dan keyakinan harus ditingkatkan oleh setiap pelajar. Jadilah berbhakti dan disiplin seperti halnya Arjuna. Jadilah cerdas dan kuat seperti halnya Bima. Jadilah teguh dan tulus seperti halnya Dharmaraja. Kemudian, tidak akan ada bahaya yang bisa mendatangimu; engkau akan mencapai keberhasilan dalam semua usahamu. Ada empat jenis ‘F' yang harus engkau tetapkan menjadi fokusmu: (1) Follow the Master – ikuti Master (2) Face the Devil – Hadapi iblis (3) Fight to the End –Berjuang sampai akhir dan (4) Finish at the Goal – Mencapai tujuan. ‘Ikuti Master’ – berarti, menjalankan Dharma. ‘Hadapi iblis’ berarti, mengatasi godaan yang menimpamu ketika engkau mencoba untuk mendapatkan artha (kekayaan atau peralatan yang diperlukan untuk hidup dengan nyaman). ‘Berjuang sampai akhir’ berarti, berusaha dengan tanpa henti; menjalankan perang melawan enam musuh yang dituntun oleh kama (nafsu). Dan pada akhirnya, ‘Mencapai tujuan' berarti, jangan berhenti sampai mencapai tujuan Moksha (kebebasan dari kebodohan dan khayalan). Keempat bagian ini adalah bersifat fundamental untuk mendapatkan empat Purushartha - Dharma, Artha, Kama, dan Moksha. (Divine Discourse, Jul 06, 1975)

-BABA

 

Thought for the Day - 8th June 2021 (Tuesday)

Through continuous and consistent spiritual discipline, man can control the vagaries of the mind, which, by their variety and vanity, cause disappointment and distress! What is required is awareness of the vicious game that the mind plays. It presents before one’s attention, one source after another of temporary pleasure; it doesn’t allow any interval for you to weigh pros and cons. When hunger is appeased, it holds before the eye the attraction of the film, or reminds the ear of the charm of music, or makes the tongue water for the pleasant taste of something it craves for. The wish becomes very soon an urge for action; the urge soon gathers strength and yearning becomes uncontrollable! The burden of desires gradually becomes too heavy and one gets dispirited and sad. Train the mind to turn towards intelligence for inspiration and guidance, not towards senses for adventures and achievements. That will make it an instrument for reducing your vagaries and saving time and energy for more vital matters! 



Melalui disiplin spiritual yang tanpa henti dan konsisten, manusia dapat mengendalikan tingkah polah pikiran, yang mana dengan keragaman dan kesombongannya menyebabkan kekecewaan dan kesusahan! Apa yang diperlukan adalah kesadaran terhadap permainan kejam yang dimainkan oleh pikiran. Pikiran memunculkan di hadapan perhatian seseorang, satu demi satu sumber kesenangan sementara; pikiran tidak mengizinkan sedikitpun bagimu untuk menimbang keuntungan dan kerugiannya. Ketika rasa lapar dipenuhi, pikiran membentangkan di depan mata daya tarik film, atau mengingatkan telinga merdunya musik, atau membuat lidah berair untuk merasakan sesuatu yang diinginkan. Keinginan segera menjadi dorongan untuk bertindak; kekuatan dorongan itu segera mengumpulkan kekuatan dan kerinduan menjadi tidak terkendali! Beban dari keinginan berangsur-angsur menjadi terlalu berat dan membuat seseorang menjadi putus asa dan sedih. Latihlah pikiran untuk beralih menuju pada kecerdasan untuk inspirasi dan tuntunan, bukan mengarah pada petualangan dan pemenuhan indera. Itu akan menjadikan pikiran sebagai sebuah alat untuk mengurangi keanehan dirimu dan menyimpan energi untuk hal-hal yang lebih vital! (Divine Discourse, Apr 01, 1975)

-BABA

 

Thought for the Day - 7th June 2021 (Monday)

Emperor Shivaji once sent some persons from his Court to Samartha Ramdas, his preceptor, with large quantities of provisions, grains, clothes, sweets and vessels. He asked, "For whom have you brought these and why?" They replied, "For you. You have none who can provide for you, and so, Shivaji Maharaj sent these." Ramdas laughed and said, "I have Providence to provide for me; God alone has none to provide for Him. Ask Shivaji to send these to God!" Now, there is a wave of anxiety spreading over the world as a result of rising prices, and attempts are being made frantically to bring them down. The fundamental cause for rise in prices is the decline in the price of man! Man must realise his pricelessness; he shouldn’t regard himself as a cheap nut or bolt, that has no higher purpose in life. He should know that he is imperishable and unconquerable Atma (Soul) and the body is only a vehicle for it! 



Kaisar Shivaji pernah mengirim beberapa orang dari istananya ke gurunya yaitu Samartha Ramdas, dengan membawa sejumlah besar perbekalan, biji-bijian, pakaian, manisan, dan perabotan. Samartha Ramdas bertanya, "Untuk siapa semuanya ini dibawa dan mengapa?" Mereka menjawab, "Semuanya ini adalah untuk anda. Anda tidak memiliki siapapun yang dapat menyediakan semuanya ini untuk anda, sehingga Shivaji Maharaj mengirimkan semuanya ini." Ramdas tertawa dan berkata, "Saya memiliki Tuhan untuk menyediakan semuanya untuk diriku; hanya Tuhan yang tidak ada yang menyediakan bagi-Nya. Shivaji meminta agar semuanya ini dikirim kepada Tuhan!" Saat sekarang, ada sebuah gelombang kecemasan yang menyerang dunia sebagai akibat dari kenaikan harga, dan usaha yang sedang dibuat dengan panik untuk menurunkan harga yang ada. Sebab mendasar dari kenaikan harga ini adalah merosotnya nilai pada diri manusia! Manusia harus menyadari nilai dirinya yang tidak ternilai; manusia seharusnya tidak menganggap dirinya sebagai mur atau baut murahan, yang tidak memiliki tujuan hidup yang lebih tinggi. Manusia seharusnya mengetahui bahwa dirinya adalah Atma yang tidak dapat dimusnahkan dan ditaklukkan dan tubuh hanyalah wahana untuk itu! (Divine Discourse, Apr 01, 1975)

-BABA

 

Thought for the Day - 6th June 2021 (Sunday)

While you are a student, you must feel that studying is your first and only duty. Be a witness to what is happening outside the classroom; do not rush out and get distracted. Try to identify the One in the many; become strong, physically, mentally and spiritually; imbibe as much as possible the wisdom that has been gathered in the past, and cultivate the skills by which you can serve society. The heart soaked in compassion is verily the altar of God. If you forget these ideals and allow greed, conceit and hate to take root in your hearts, you are only lowering yourselves to the level of the beast. As a first step in educational progress, you must revere your parents and have gratitude and love towards them. It is through them that you have this wonderful chance of life on earth. They are the custodians of culture, the earliest teachers who instilled virtue in you. 




Ketika engkau adalah seorang pelajar, engkau harus merasa bahwa belajar adalah kewajibanmu yang pertama dan utama. Jadilah saksi terhadap apapun yang terjadi di luar kelasmu; jangan terburu-buru keluar dan menjadi bingung. Cobalah untuk mengidentifikasi kualitas Tuhan yang ada di dalam semuanya; jadilah kuat secara fisik, batin, dan spiritual; seraplah sebanyak mungkin kebijaksanaan yang telah dikumpulkan dari zaman dahulu, dan tingkatkan keahlian yang mana digunakan untuk melayani masyarakat. Hati yang tercelup dalam cinta kasih adalah sejatinya altar Tuhan. Jika engkau melupakan ideal-ideal ini dan membiarkan ketamakan, kesombongan, dan kebencian mengakar di dalam hatimu, engkau hanya merendahkan dirimu sendiri pada tingkat binatang. Sebagai langkah awal dalam kemajuan pendidikan, engkau harus menghormati orang tuamu dan memiliki rasa terima kasih serta cinta kasih kepada mereka. Adalah melalui orang tuamu sehingga engkau mendapatkan kesempatan yang istimewa ini untuk hidup di dunia. Mereka adalah penjaga budaya, dan juga guru pertama yang menanamkan kebajikan di dalam dirimu. (Divine Discourse, Mar 23, 1975)

-BABA

 

Thought for the Day - 5th June 2021 (Saturday)

Desires, when fulfilled, breed further desires; when unfulfilled, they lead to further instalments of life on earth, in order to calm the urge! The only method by which delusion of desire can be destroyed is to dedicate all activities to God. Engage in actions in a spirit of worship; leaving the consequences to Him and ceasing to attach yourselves to them! Look upon everyone as Embodiment of Divine and worship each as such, by offering love, understanding, and service. Only the blind will be indifferent to the dismal condition of others, and only the deaf will be unaffected by the sobs of others. In fact, there are no 'others’! You are all 'living cells' in the body of God, each performing its individual function to promote His Will. The joy one gets while promoting another's joy is incomparable. Your heart must melt in compassion when the eye sees another person suffering. That is the sign of a pure or noble (satwik) individual! 




Keinginan, ketika terpenuhi akan memunculkan keinginan yang lainnya; ketika tidak terpenuhi akan mengarah pada cicilan kehidupan di bumi lebih lanjut dalam upaya untuk menenangkan gejolak dari keinginan itu! Satu-satunya metode untuk menghancurkan khayalan keinginan adalah dengan mendedikasikan seluruh kegiatan kepada Tuhan. Libatkanlah dirimu dalam perbuatan dengan semangat ibadah; lepaskan hasil dari perbuatan kepada Tuhan, dan berhenti untuk melekatkan diri pada hasil perbuatan itu! Lihatlah setiap orang sebagai perwujudan dari Tuhan dan hormatilah setiap orang seperti itu, dengan menawarkan cinta kasih, pengertian, dan pelayanan. Hanya orang buta yang acuh tak acuh terhadap keadaan buruk dari orang lain, dan hanya orang tuli yang tidak terpengaruh dengan isak tangis yang lain. Sejatinya, tidak ada yang disebut dengan ‘orang lain’! Engkau semua adalah ‘sel hidup’ dalam tubuh Tuhan, setiap sel menjalankan fungsinya masing-masing untuk menguatkan kehendak-Nya. Suka cita yang seseorang dapatkan pada saat sedang meningkatkan suka cita orang lain adalah tidak ada bandingannya. Hatimu harus luluh dalam welas asih ketika mata menyaksikan penderitaan seseorang. Itu adalah tanda dari pribadi yang murni atau mulia (satwik)! (Divine Discourse, Apr 01, 1975)

-BABA

 

Thought for the Day - 4th June 2021 (Friday)

Many of you misunderstand upavasa to mean 'fasting' and I know, you overdo it. You fast on Monday to please Shiva, on Tuesday to please Lakshmi, on Wednesday to propitiate some other God, on Thursday in My Name, on Friday for Gowri and Saturday, for fear of Shani and on Sunday, to get the favour of the Sun. Now, this fasting will not bring you nearer to the Grace of God. Upavasa means all your thoughts, deeds and words on those holy days must be about God, you should spend the day 'near' Him, 'in' Him, and 'for' Him. It means that eating, sleeping and other bodily avocations take a secondary role, and meditation and japam take the main role. If your body wastes away as a result of these fasts, God will be blamed! So, you are only drawing down the calumny of people on the God you adore! They will come to you and say, “What! Before you started this Sai Baba Pooja, you were looking much better; now you have become so thin and frail; you can scarcely move!” Don’t overdo anything; be moderate and wise. 



Banyak dari dirimu yang salah paham tentang makna dari upavasa atau 'puasa' dan Aku mengetahui bahwa engkau melakukannya berlebihan. Engkau berpuasa di hari Senin untuk menyenangkan Dewa Shiva, di hari Selasa untuk menyenangkan Dewi Lakshmi, di hari Rabu untuk mengambil hati perwujudan Tuhan yang lainnya, di hari Kamis berpuasa atas nama-Ku, di hari Jumat untuk Gowri, dan di hari Sabtu berpuasa karena takut akan Dewa Shani, dan di hari Minggu untuk mendapatkan bantuan dari sang Surya. Sekarang, puasa ini tidak akan membawamu lebih dekat untuk mendapatkan rahmat Tuhan. Upavasa berarti bahwa semua pikiran, perbuatan, dan perkataanmu pada hari suci tersebut harus tentang Tuhan, engkau seharusnya menghabiskan hari 'dekat' dengan-Nya, 'berada di dalam' diri-Nya, dan 'untuk' diri-Nya. Ini berarti bahwa makan, tidur, dan aktivitas tubuh lainnya sebagai kegiatan sekunder, sedangkan meditasi serta japam dilakukan sebagai kegiatan utama. Jika tubuhmu terkuras akibat melakukan puasa ini, Tuhan akan disalahkan! Jadi, engkau hanya menarik fitnah dari orang-orang pada Tuhan yang engkau puja! Mereka akan datang padamu dan berkata, “Apa! Sebelum engkau mulai melakukan puja Sai Baba, engkau kelihatan lebih baik; sekarang engkau kelihatan begitu kurus dan lemah; engkau hampir tidak bisa bergerak!” Jangan melakukan apapun secara berlebihan; jadilah yang biasa-biasa saja dan bijaksana. (Divine Discourse, Feb 20, 1966)

-BABA

 

Thought for the Day - 3rd June 2021 (Thursday)

Love for the Lord should not degenerate into fanaticism and hatred of other names and forms. Nowadays, this type of cancer is affecting even eminent men. You must avoid it. Believe that all who revere the Lord and walk in fear of sin are your brothers, your nearest kith and kin. Their outer dress or language or skin colour, or even methods they adopt to express their reverence and fear are not important at all. Sugar dolls are valued for the sugar, not the shapes they are given by the manufacturer. Their sweetness makes men purchase them; it doesn't matter whether they are elephants, dogs, cats, rats, jackals or lions. That is a matter of individual fancy. Each is sweet, that is the essential thing. The sweetness draws the manava (man) towards Madhava (God); pravrritti (external deed) towards nivritti (inner path), ananda (happiness) towards Sat-Chit-Ananda (Bliss in the awareness of the Supreme Being). When the appetite for these grows, all low desires and such hunger ceases! 




Cinta kasih untuk Tuhan seharusnya tidak merosot menjadi fanatisme dan kebencian pada nama dan wujud yang lainnya. Pada saat sekarang, jenis penyakit kanker ini sedang menyerang bahkan orang-orang yang terkenal. Engkau seharusnya menghindari hal ini. Percayalah bahwa semua yang memuliakan Tuhan dan berjalan di jalan takut pada dosa adalah saudaramu, kerabat, dan sanak saudaramu yang terdekat. Pakaian luar atau bahasa serta warna kulit mereka, atau bahkan cara mereka mengungkapkan rasa hormat dan takut mereka tidaklah penting sama sekali. Boneka gula dinilai karena gula di dalamnya, dan bukan karena bentuk yang diberikan. Rasa manis dari gula itu yang membuat orang-orang mau membeli boneka gula itu; adalah tidak penting apakah bentuknya adalah gajah, anjing, kucing, tikus, serigala, atau singa. Itu adalah masalah selera individu. Masing-masing adalah manis, itu adalah hal yang mendasar. Rasa manis itu menarik manusia (manava) menuju pada Tuhan (Madhava); pravrritti (perbuatan luar) menuju pada nivritti (jalan di dalam diri), ananda (kebahagiaan) menuju Sat-Chit-Ananda (kebahagiaan dalam kesadaran yang Maha Tinggi). Ketika hasrat yang ini tumbuh, semua keinginan rendah dan rasa lapar seperti itu akan berhenti! - Divine Discourse, Feb 20, 1966

-BABA

 

Thought for the Day - 2nd June 2021 (Wednesday)

When you are immersed in the ananda (bliss) of the Lord, you are master of all the lesser anandas also. When you dive into the sea, you must seek pearls! When you go to the wish-fulfilling tree (kalpavriksha) ask for the highest bliss. Do not crave for the smaller when the vastest is available, for just a little more effort! There is a natural craving in man to become one with the vast, the supreme, the limitless, for, in the cave of his heart, there resides the self-same Supreme. It is like the young calf pining for the cow. Each calf knows its mother. You may have a thousand calves and a thousand cows. Let loose the calves and each will find its own mother. So, too, you must know where you get your native sustenance and support. They are available only with God, from whom you came. There must be a sense of urgency in you when you take to the spiritual path. 




Ketika engkau tenggelam dalam ananda (kebahagiaan) Tuhan, engkau juga dapat merasakan ananda yang lebih lemah. Ketika engkau menyelam ke dalam lautan, engkau harus mencari mutiara! Ketika engkau sampai di depan pohon pemberi keinginan (kalpavriksha) mintalah kebahagiaan yang tertinggi. Jangan meminta yang lebih kecil ketika yang terluas tersedia, hanya diperlukan sedikit usaha! Ada sebuah keinginan alami dalam diri manusia untuk menjadi satu dengan yang Maha Luas, Tertinggi, Tidak terbatas, karena di dalam relung hatinya, bersemayam Maha Kuasa yang sama. Ini seperti halnya anak sapi yang merindukan induk sapi. Setiap anak sapi mengetahui induknya. Engkau mungkin memiliki ribuan anak sapi dan ribuan sapi. Coba lepaskan anak sapi dan setiap anak sapi itu akan menemukan induknya. Begitu juga, engkau harus mengetahui dimana engkau mendapatkan dukungan dan topangan yang sejati. Keduanya itu hanya ada pada Tuhan, yang merupakan asal dari dirimu. Pastinya ada sebuah desakan di dalam dirimu ketika engkau mengambil jalan spiritual. - Divine Discourse, Feb 20, 1966

-BABA

 

Thought for the Day - 1st June 2021 (Tuesday)

Embodiments of Love! Whomsoever you see, consider him as the embodiment of the Atmic principle. Do not be carried away by what others say. Whatever people may say about you, consider that it is good for you. When you develop such thinking, everything will become good for you. Even if someone criticises you, do not be afraid of it. Face it with courage. Fill your heart with courage. Walk on the path of truth and love with courage. Love is most sacred. It is the form of God. If you hate love, it is equivalent to hating God. There is no other name for God except love. Whatever activity you undertake, fill it with love. When you give food to a beggar, do it with love. Do not entertain disgust, anger or hatred towards anyone. If you perform all your actions with love, that is true devotion. 



Perwujudan kasih! Siapapun yang engkau lihat, anggaplah orang itu sebagai perwujudan prinsip dari Atma. Jangan menjadi terbawa emosi dengan apa yang orang lain katakan. Apapun yang orang lain katakan tentang dirimu, anggaplah bahwa itu adalah baik untukmu. Ketika engkau mengembangkan pemikiran seperti itu, segala sesuatu akan menjadi baik bagimu. Bahkan jika seseorang mengritikmu, jangan takut akan hal itu. Hadapilah itu dengan keberanian. Isilah hatimu dengan keberanian. Berjalanlah di jalan kebenaran dan cinta kasih dengan keberanian. Cinta kasih adalah yang paling suci. Cinta kasih adalah wujud dari Tuhan. Jika engkau membenci cinta kasih, hal ini sama artinya dengan membenci Tuhan. Tidak ada nama yang lebih mulia untuk Tuhan selain cinta kasih. Apapun kegiatan yang engkau jalankan, isilah kegiatan itu dengan cinta kasih. Ketika engkau memberi makanan kepada seorang pengemis, lakukan itu dengan cinta kasih. Jangan mempertontonkan hal yang menjijikkan, kemarahan, atau kebencian kepada siapapun juga. Jika engkau menjalankan semua kegiatanmu dengan cinta kasih, maka itu adalah bhakti yang sejati. - Divine Discourse, May 21, 2006

-BABA

 

Thought for the Day - 31st May 2021 (Monday)

In the past, Shankara strove to re-establish in the heart of man the faith that he is the Limitless Almighty; he tried to remove vicious traits that had taken residence there, so that man can move towards his Reality! When one has even a glimpse of that reality, one becomes free from ego, pride and despondency. Then, praise does not please him or abuse does not sadden him! One is rendered stable and secure, like a mountain peak, which no storm can shake. Like the screen in the cinema hall, he is not affected by the fire of calumny or the rain of extolment. The Buddha once said at Buddhagaya that good and bad, fame and ill-fame, praise and calumny, are as the two feet; one cannot move without either of them. They are inevitable in the process of living. Food and offal are both inside man; he has veins for the red blood as well as for the blue. A city has pipes under it for bringing drinking water and also for taking away the drainage. 



Di masa lalu, Shankara berusaha untuk membangun kembali di dalam hati manusia keyakinan bahwa Tuhan adalah yang Maha Kuasa yang tanpa batas; Shankara mencoba untuk menghilangkan sifat-sifat jahat yang ada di dalam hati manusia, sehingga manusia dapat melangkah maju menuju pada kenyataannya yang sejati! Ketika seseorang memiliki bahkan sekilas kenyataan yang sejati itu, seseorang menjadi bebas dari ego, kesombongan, dan keputusasaan. Kemudian, pujian tidak akan menyenangkannya atau pelecehan tidak membuatnya sedih! Orang itu menjadi stabil dan teguh, seperti sebuah puncak gunung yang mana tidak ada badai yang dapat menggoncangnya. Seperti halnya layar yang ada di bioskop, layar tersebut tidak terpengaruh oleh api fitnah atau hujan pujian. Sekali Buddha berkata bahwa di Buddhagaya kebaikan dan keburukan, ketenaran dan nama buruk, pujian dan makian, adalah seperti dua kaki; seseorang tidak bisa bergerak tanpa keduanya. Keduanya adalah tidak bisa dihindari dalam proses kehidupan. Makanan dan jeroan keduanya ada di dalam diri manusia; manusia memiliki pembuluh darah untuk darah merah dan juga darah biru. Sebuah kota memiliki pipa dibawah kota untuk menyalurkan air bersih dan juga untuk membuang air drainase.- Divine Discourse, Feb 20, 1966

-BABA

 

Thought for the Day - 30th May 2021 (Sunday)

The same God is the indweller of all beings. People attribute many names to God like Allah, Jesus, Rama, Krishna, etc., but God is one. Do not observe any difference between the different names of God. There are many sweets like laddu, jilebi and mysore pak, but they have the same essential ingredient of sugar in them. Names and forms may vary, but the Atma is the same in all. Rama and Krishna were not born with these names; they were given these names by their parents. God does not come down with any particular name. Nirgunam, niranjanam, sanatana niketanam, nitya, shuddha, buddha, mukta, nirmala swarupinam (God is attributeless, pure, final abode, eternal, unsullied, enlightened, free and embodiment of sacredness). Do not be carried away by names and forms. Rely on the principle of the Atma which is formless. 



Tuhan yang sama adalah bersemayam di dalam diri semua makhluk. Manusia memberikan banyak nama kepada Tuhan seperti Allah, Jesus, Rama, Krishna, dsb, namun Tuhan adalah satu. Jangan melihat perbedaan diantara nama-nama Tuhan yang berbeda. Ada banyak jenis permen seperti laddu, jilebi, dan mysore pak, namun semua jenis permen itu memiliki bahan dasar yang sama di dalamnya. Nama dan wujud mungkin banyak adanya, namun Atma adalah sama di dalam semuanya. Rama dan Krishna tidak lahir dengan nama-nama ini; Mereka diberikan nama ini oleh orang tua mereka. Tuhan tidak datang dengan nama yang khusus. Nirgunam, niranjanam, sanatana niketanam, nitya, shuddha, buddha, mukta, nirmala swarupinam (Tuhan yang tidak termanifestasikan, suci, persinggahan terakhir, kekal, tidak ternoda, tercerahkan, bebas, dan perwujudan kesucian). Jangan terbawa oleh nama dan wujud. Bergantunglah pada prinsip Atma yang bersifat tanpa wujud. - Divine Discourse, May 21, 2006

-BABA

 

Thought for the Day - 29th May 2021 (Saturday)

Practice the attitude of offering every act at the feet of God as a flower is offered in worship. Make every breath an offering to Him. Do not get upset by calamities; take them as acts of Grace. If a man loses his hand in an accident, he must believe that it was the Lord's Grace that saved his life. When you know that nothing happens without His resolve (Sankalpa), everything that happens has a value added to it. You may be neglecting a creeper in your backyard, but if a sage who passes by it says that it is a rare drug that can cure snake poison, you erect a fence around it, and do not allow children to pluck its leaves even for fun! When you know that the Lord is the cause and the source of all, you deal with everyone in a humble and reverent manner. That is the path which will lead you quickly to the Goal! 



Praktikkan sikap mempersembahkan setiap perbuatan di kaki padma Tuhan sebagai sebuah bunga yang dipersembahkan dalam persembahyangan. Buatlah setiap nafas sebagai persembahan kepada Tuhan. Jangan menjadi sedih dan kecewa dengan bencana; terimalah semua keadaan itu sebagai rahmat dari Tuhan. Jika seorang manusia kehilangan tangannya saat kecelakaan, dia harus percaya bahwa itu adalah rahmat Tuhan yang menyelamatkan hidupnya. Ketika engkau mengetahui bahwa tidak ada apapun yang terjadi tanpa kehendak-Nya, segala sesuatu terjadi akan memiliki nilai tambah. Engkau mungkin mengabaikan tanaman merambat di halaman belakang rumahmu, namun jika seorang bijak melewatinya dan berkata bahwa tanaman itu adalah obat yang jarang ada yang dapat menyembuhkan racun ular, maka engkau akan membuat pagar mengelilingi tanaman itu, dan tidak mengizinkan anak-anak untuk memetik daunnya walaupun untuk bermain-main! Ketika engkau menyadari bahwa Tuhan adalah sebagai sebab dan sumber dari semuanya, engkau akan memperlakukan setiap orang dengan rendah hati dan penuh rasa hormat. Itu adalah jalan yang akan menuntunmu dengan cepat menuju pada Tujuan! - Divine Discourse, Feb 20, 1966

-BABA

 

Thought for the Day - 28th May 2021 (Friday)

This is a blank paper. If you pack vegetables in it, it will acquire the smell of vegetables. If you pack fruits like plantain in it, it will acquire the smell of plantain. If you pack dry fish in it, it will emit the smell of dry fish. The paper has no smell of its own; it absorbs the smell of the substance that you pack in it. Man by nature is pure and sacred. But he acquires evil qualities by associating himself with bad company. It is said, “Tell me your company, I shall tell you what you are”. If you tell what type of people you are associated with, I can tell you the type of person you are. It is therefore necessary that you associate yourself with good people in all your activities. It is the company that makes you good or bad. Therefore, keep away from bad company. Join the company of those who have a pure heart and sacred feelings. 



Ini adalah secarik kertas kosong. Jika engkau menggunakannya untuk membungkus sayuran, maka kertas ini akan memiliki bau sayuran. Jika engkau gunakan untuk membungkus buah seperti pisang raja, maka kertas ini akan memiliki bau pisang raja. Jika engkau gunakan untuk membungkus ikan kering, maka kertas itu akan memiliki bau ikan kering. Pada prinsipnya kertas tidak memiliki bau sendiri; kertas mendapatkan bau itu dari benda yang dibungkusnya. Manusia pada hakikatnya adalah suci dan murni. Namun manusia mendapatkan sifat-sifat jahat dari pergaulan dirinya dengan pergaulan yang buruk. Telah dinyatakan bahwa, “Katakan padaku pergaulanmu, aku akan mengatakan siapa dirimu”. Jika engkau mengatakan jenis orang-orang yang engkau ajak bergaul, Aku dapat mengatakan jenis apa dirimu. Maka dari itu sangat perlu bahwa engkau bergaul dengan orang-orang yang baik dalam seluruh aktifitasmu. Adalah pergaulan yang membuatmu baik atau buruk. Maka dari itu, jauhkan diri dari pergaulan yang buruk. Bergabunglah dalam pergaulan yang mana mereka memiliki hati dan perasaan yang suci. - Divine Discourse, May 21, 2006

-BABA

 

Thought for the Day - 27th May 2021 (Thursday)

Buddha taught that everyone was endowed with the same principle of Divinity. Truth is one, but wise refer to it by various names (Ekam Sat viprah bahudha vadanti). This message was conveyed by Lord Krishna in the Bhagavad Gita when He said that all beings were His own reflection, and none was different from Him. Buddha underwent great hardships to realise this truth. Many noble souls who were contemporaries of Buddha acknowledged Buddha’s greatness. They said Buddha experienced the truth they were unable to realise. As Buddha gave up all desires, he became an epitome of total renunciation. There was nothing in him except love. He considered love as his very life-breath. Remember, when you offer your salutations to someone, understand that you are saluting your own self. That someone is none other than your own reflection. See others just as you see your own reflection in the mirror. This is the message conveyed by the profound Mahavakya - Aham Brahmasmi. 



Buddha mengajarkan bahwa setiap orang diberkati dengan prinsip ketuhanan yang sama. Kebenaran adalah satu, namun orang bijaksana menyebutnya dengan banyak nama (Ekam Sat viprah bahudha vadanti). Pesan ini disampaikan oleh Sri Krishna di dalam Bhagavad Gita ketika Sri Krishna berkata bahwa semua makhluk hidup merupakan pantulan dari diri-Nya, dan tidak ada yang berbeda dari diri-Nya. Buddha mengalami kesulitan yang besar untuk menyadari kebenaran ini. Banyak jiwa-jiwa yang mulia yang sezaman dengan Buddha mengakui kebesaran Buddha. Mereka berkata Buddha mengalami kebenaran ini dimana mereka tidak mampu menyadarinya. Seperti Buddha melepaskan semua keinginan, Beliau menjadi contoh dari pelepasan total. Tidak ada apapun di dalam diri sang Buddha kecuali cinta kasih. Beliau menganggap cinta kasih adalah nafas hidupnya. Ingatlah, ketika engkau mempersembahkan rasa hormatmu kepada seseorang, pahamilah bahwa engkau memberikan hormat pada dirimu sendiri. Orang lain itu tiada lain adalah pantulan dari dirimu sendiri. Pandanglah orang lain seperti pantulan dari dirimu pada cermin. Ini adalah pesan yang disampaikan dalam Mahavakya - Aham Brahmasmi. - Divine Discourse, May 13, 2006

-BABA

 

Thought for the Day - 26th May 2021 (Wednesday)

In creation, there appear to be two entities, you and I. But they are in reality one. Vyashti (individual) is a part of samashti (society), and samashti is a part of srishti (creation) which emerges from Parameshti (God). This Parameshti is Parabrahma tathwa (principle of Brahman). That is the fundamental basis of the entire creation. In this way, you have to recognise the unity of all creation. Only then can you attain Parameshti. Buddha experienced the unity of all creation. There was a total transformation in him once he attained the vision of the oneness of the atma. He realised that all worldly relations like mother, father, wife, and children were false. He transcended body consciousness. That is why he earned the appellation Buddha (the enlightened one). Buddha attained the vision of the atma. After this experience, he went on teaching that there existed only one divine principle in the world. 



Dalam penciptaan, ada dua entitas yang muncul, engkau dan aku. Namun pada kenyataannya kedua entitas itu adalah satu. Vyashti (individual) adalah bagian dari samashti (masyarakat), dan samashti adalah bagian srishti (ciptaan) yang muncul dari Parameshti (Tuhan). Parameshti ini adalah Parabrahma tathwa (prinsip Brahman). Itu adalah dasar fundamental dari seluruh ciptaan. Dalam hal ini, engkau harus menyadari kesatuan dari seluruh ciptaan. Hanya dengan demikian engkau dapat mencapai Parameshti. Buddha mengalami kesatuan dalam semua ciptaan. Ada sebuah perubahan secara menyeluruh dalam diri pangeran Sidharta saat Beliau mencapai pandangan kesatuan Atma. Beliau menyadari bahwa semua hubungan duniawi seperti ibu, ayah, istri, dan anak-anak adalah semu. Beliau melampaui kesadaran badan. Itulah sebabnya mengapa Beliau mendapat julukan Buddha (yang tercerahkan). Buddha mencapai pandangan Atma. Setelah mengalami ini, beliau mengajarkan bahwa hanya ada satu prinsip ketuhanan yang sama di dunia. - Divine Discourse, May 13, 2006

-BABA

 

Thought for the Day - 25th May 2021 (Tuesday)

Without putting into practice the teachings of Gita, we cannot derive the bliss from it. Reciting Gita endlessly or listening to it, will be of no avail if nothing is done to purify one's heart and get rid of evil qualities like ego, selfishness and pride. It’s better to put into practice a single stanza of Gita than to learn all 700 shlokas by rote. No spiritual study or Sadhana can help to purify one's heart unless one makes the effort themselves. And when the heart is purified, it becomes a worthy abode for the Divine. Whatever you do, regard it as a duty done without any motive of self-interest or selfish gain. It is only when all actions, whether they are Yagnas, Tapas or any Sadhana, are done as offerings to the Divine, will they become sanctified and liberating. Through desire-led actions (Icchashakti karmas) we take birth, through desireless actions (anasakti karmas) we can attain freedom from re-birth. 



Tanpa mempraktikkan ajaran Gita, kita tidak dapat memperoleh kebahagiaan darinya. Melafalkan Gita tanpa henti atau mendengarkannya, tidak akan ada gunanya jika tidak ada yang dilakukan untuk memurnikan hati seseorang dan menyingkirkan sifat-sifat jahat seperti ego, keegoisan, dan kesombongan. Lebih baik mempraktikkan satu bait Gita daripada mempelajari 700 shloka secara hafalan. Tidak ada pelajaran spiritual atau Sadhana yang dapat membantu memurnikan hati seseorang kecuali jika seseorang berusaha sendiri. Dan ketika hati disucikan, itu menjadi tempat tinggal yang layak bagi Yang Ilahi. Apa pun yang engkau lakukan, anggap itu sebagai tugas yang dilakukan tanpa motif kepentingan pribadi atau keuntungan diri sendiri. Hanya ketika semua tindakan, apakah itu Yagna, Tapas, atau Sadhana apa pun, dilakukan sebagai persembahan kepada Tuhan, barulah tindakan itu disucikan dan membebaskan. Melalui tindakan yang disebabkan oleh keinginan (Icchashakti karmas) kita dilahirkan, melalui tindakan tanpa keinginan (anasakti karmas) kita dapat mencapai kebebasan dari kelahiran kembali. - Divine Discourse, Sep 28, 1984

-BABA

 

Thought for the Day - 24th May 2021 (Monday)

You may call God by any name, but all of them embody the same Divine Principle. Keep the flower of oneness in the altar of your heart and let its fragrance spread everywhere. Spiritual practices such as japa and tapa will not yield the desired result unless you recognise the principle of unity. Many people count the beads of the rosary. But what is the use of rotating the rosary if the mind also keeps going around the world? Understand that the mind is most important. You should have a steady mind. Only then will your life be redeemed. What is the use if your mind hovers around on each and every object like flies which hover on dirt as well as laddus? Do not allow your mind to vacillate between good and bad, unity and multiplicity. Focus it on all that is good and realise the principle of unity. That is the royal road which will lead you to the experience of truth. 



Engkau bisa memanggil Tuhan dengan nama apapun, namun semua nama tersebut adalah perwujudan dari prinsip Tuhan yang sama. Tetap jaga bunga kesatuan di dalam altar hatimu dan biarkan wanginya menyebar ke setiap tempat. Latihan spiritual seperti japa dan tapa tidak akan membuahkan hasil seperti yang diinginkan kecuali engkau menyadari prinsip kesatuan. Banyak orang menghitung biji japa mala. Namun apa gunanya menghitung biji japa mala jika pikiran tetap berkeliaran dan berputar di dunia? Pahamilah bahwa pikiran adalah yang paling penting. Engkau harus memiliki pikiran yang mantap dan tidak tergoyahkan. Hanya dengan demikian hidupmu akan dibebaskan. Apa gunanya jika pikiranmu melayang-layang dan hinggap di satu objek ke objek yang lainnya seperti lalat yang hinggap di kotoran dan juga di laddu? Jangan izinkan pikiranmu terombang-ambing diantara baik dan buruk, persatuan, dan keanekaragaman. Pusatkan pikiran pada semua yang baik dan sadari prinsip dari kesatuan. Itu adalah jalan mulia yang akan menuntunmu untuk mengalami kebenaran. - Divine Discourse, May 13, 2006

-BABA

 

Thought for the Day - 23rd May 2021 (Sunday)

Through right action, one achieves purity of heart which leads to the acquisition of jnana (spiritual wisdom). When righteous action is coupled with jnana, there is true service. To feel that one should be the sole enjoyer of the results of one's actions is a sign of selfishness. It is naive to think that one alone is the doer of one's actions. All things in the world are not intended for the exclusive enjoyment of any single person. They are to be shared by all. It is only when attachment to the fruits of one's actions is discarded that action becomes yoga (Divine communion). Members of Sevadal should overcome the sense of 'mine' and 'thine.' When they embark on service activities, they should regard it as a privilege to serve others and look upon it as a form of worship of the Divine. They should look upon service to society as the means of finding self-fulfilment in life. 



Melalui tindakan yang benar, seseorang mencapai kemurnian hati yang mengarah pada perolehan jnana (kebijaksanaan spiritual). Ketika tindakan yang benar digabungkan dengan jnana, ada pelayanan sejati. Merasa bahwa seseorang harus menjadi satu-satunya penikmat hasil tindakannya adalah tanda keegoisan. Adalah naif untuk berpikir bahwa hanya seseorang yang melakukan tindakannya. Semua hal di dunia tidak dimaksudkan untuk kesenangan eksklusif satu orang saja. Mereka harus dibagikan kepada semua orang. Hanya ketika keterikatan pada buah tindakan seseorang dibuang, tindakan itu menjadi yoga (penyatuan Ilahi). Anggota Sevadal harus mengatasi rasa 'milikku' dan 'milikmu.' Ketika mereka memulai kegiatan pelayanan, mereka harus menganggapnya sebagai hak istimewa untuk melayani orang lain dan melihatnya sebagai bentuk persembahan kepada Tuhan. Mereka harus memandang pelayanan kepada masyarakat sebagai sarana untuk menemukan pemenuhan diri dalam hidup. - Divine Discourse, Nov 18, 1984

-BABA

 

Thought for the Day - 22nd May 2021 (Saturday)

Vedas declare, Aham Brahmasmi and Tat Twam Asi. These two Vedic declarations state: “I and Brahman”, and “That Thou Art”. True wisdom lies in seeing oneness. Experience of non-dualism is true wisdom (Advaita darshanam jnanam). It is a sign of ignorance to see duality ignoring the underlying unity. Duality is not the truth. In this manner, Buddha enquired deeply and ultimately got the experience of “I am I”. That is true realisation. You may do penance for many years, you may do meditation and perform many yogic practices. But all these spiritual practices give only temporary satisfaction, not everlasting bliss. Some people talk about meditation. Even Buddha advocated the practice of meditation. What is that you have to meditate upon? What is meant by meditation? Does it mean concentrating upon a particular object? No! That’s not meditation. To contemplate upon the principle of ‘I am I’ is true meditation. 



Weda menyatakan, Aham Brahmasmi dan Tat Twam Asi. Kedua pernyataan Weda ini menyatakan: “Aku dan Brahman”, serta “Itu atau Dia adalah kamu”. Kebijaksanaan yang sejati terdapat pada melihat kesatuan. Mengalami tanpa dualitas adalah kebijaksanaan yang sesungguhnya (Advaita darshanam jnanam). Merupakan tanda dari sebuah kebodohan dengan melihat dualitas dengan mengabaikan kesatuan yang mendasarinya. Dualitas bukanlah kebenaran. Dalam hal ini, sang Buddha mencari jawaban secara mendalam dan pada akhirnya mendapatkan pengalaman “Aku adalah Aku”. Itu adalah kesadaran yang sejati. Engkau mungkin melakukan tapa brata selama beberapa tahun, engkau mungkin melakukan meditasi dan menjalankan banyak praktik yoga. Namun semua latihan spiritual ini hanya memberikan kepuasan sementara, dan bukan kebahagiaan yang abadi. Beberapa orang berbicara tentang meditasi. Bahkan sang Buddha menasihatkan untuk menjalankan meditasi. Apa yang harus engkau renungkan dalam meditasi? Apa makna dari meditasi? Apakah meditasi berarti berkonsentrasi pada objek tertentu? Bukan! Itu bukanlah meditasi. Merenungkan pada prinsip ‘Aku adalah Aku’ adalah meditasi yang sesungguhnya. - Divine Discourse, May 13, 2006

-BABA

 

Thought for the Day - 21st May 2021 (Friday)

The thousands who come to Puttaparthi are coming for this precious wealth of Atma vidya; you too must, one day or the other, learn this and save yourselves. All men have to reach the goal, travelling along the path of wisdom. This knowledge comes as soon as you look into yourselves and analyse your own experience. But, in order to get the craving for that analysis, you have to educate yourselves into the attitude. Developing good habits, avoiding bad ones, mixing in the company of the pious, being active in good deeds, and serving those in distress - these are all steps that will lead you into the glorious path of Self-knowledge. You can, even now, take to this discipline and save yourselves from grief and distress. I bless that you may get the will to do so and to persist in the spiritual practices (sadhana), till success is won. 



Ribuan orang yang datang ke Puttaparthi adalah untuk kekayaan Atma Vidya yang begitu berharga; engkau juga harus, satu hari atau di lain hari, mempelajari pengetahuan ini dan menyelamatkan hidupmu. Semua manusia harus mencapai tujuannya, melakukan perjalanan sepanjang jalan kebijaksanaan. Pengetahuan ini datang segera setelah engkau melihat ke dalam dirimu dan menganalisa pengalamanmu sendiri. Namun, dalam upaya untuk mendapatkan keinginan analisa itu, engkau harus mendidik dirimu ke dalam sikap. Kembangkan kebiasaan baik, jauhkan diri dari kebiasaan yang buruk, bergaullah dalam pergaulan dengan orang-orang yang baik, aktif dalam perbuatan baik, dan melayani mereka yang dalam kesusahan – ini semua adalah langkah-langkah yang akan menuntunmu pada jalan megah yaitu jalan pengetahuan Diri. Engkau dapat, bahkan saat sekarang untuk mengambil disiplin ini dan menyelamatkan dirimu dari kesedihan dan penderitaan. Aku memberkatimu agar engkau memiliki kehendak untuk melakukannya dan tetap bertahan dalam latihan spiritual (sadhana), sampai keberhasilan diperoleh. - Divine Discourse, Feb 20, 1965

-BABA

 

Thought for the Day - 20th May 2021 (Thursday)

Reduce your wants to the minimum; do not yield to temptations of carrying the radio and listening to all enervating stuff. Examine your room, table, wardrobe, boxes and find out how many superfluous things you have accumulated. You acquired them because you saw someone having them and you felt that unless you too possessed them you will look small in their company! A foolish desire to be esteemed up-to-date, and to keep up with fashion, made you gather needless habits and needless articles. Man can be happy with much less equipment than you think is essential. When some article is with you for some time, you feel it is indispensable and you do not know how to live without it! Like the silkworm, you weave a cocoon for yourself, out of your fancy. Do not allow costly habits to grow, costly from monetary as well as spiritual point of view. Watch your likes and dislikes with a vigilant eye and discard anything that threatens to encumber your path. 



Kurangi keinginanmu sampai pada batas minimum; jangan menyerah pada godaan untuk selalu membawa radio dan mendengarkan semua hal yang melemahkan. Periksalah ruanganmu, meja, lemari, kotak, dan temukan berapa banyak barang-barang yang berlebihan yang telah engkau kumpulkan. Engkau mengumpulkan semua barang itu karena engkau melihat seseorang memilikinya dan engkau merasa bahwa kecuali engkau juga memilikinya engkau akan kelihatan menjadi kecil di hadapan mereka! Sebuah keinginan yang bodoh dihargai sebagai sesuatu yang kekinian, dan mengikuti mode, membuat dirimu mengumpulkan kebiasaan dan barang-barang yang tidak perlu. Manusia dapat menjadi bahagia jika dengan perlengkapan yang jauh lebih sedikit daripada yang menurut dirimu penting. Ketika beberapa barang bersama dirimu untuk beberapa waktu, engkau merasa bahwa barang itu sangat diperlukan dan engkau tidak tahu bagaimana hidup tanpa barang itu! Seperti halnya ulat sutera, engkau menenun kepompong bagi dirimu sendiri untuk memenuhi keinginanmu. Jangan izinkan kebiasaan mahal tumbuh dalam dirimu, mahal dipandang dari sudut pandang keuangan dan spiritual. Amati perasaan suka dan tidak suka dengan pandangan waspada dan singkirkan apapun yang mengancam dan menghalangi jalanmu. (Divine Discourse, Feb 24, 1965)

-BABA

 

Thought for the Day - 19th May 2021 (Wednesday)

Where exactly does God reside? He is everywhere, in all beings. He is termed Omniscient and Omnipresent. Really speaking, He is love, and love pervades everywhere. That is all we need to know. There is no being without a trace of love. Love leads to ananda (Supreme bliss), pure and lasting. Many seek this ananda through their relationships with other individuals, others try to attain it by amassing fame, power and riches, and a few attempt to gain it by renunciation of material possessions and the desire for worldly pleasures. Detachment alone can confer ananda. The Upanishads proclaim that tyaga (sacrifice) alone can grant the Bliss of Immortality. One has to ignore all bonds of kinship and comradeship, give up all attachment and affection and, in the heart thus liberated, install God in all His glow. This is the only means to earn everlasting, undiminished ananda. 



Dimana tepatnya Tuhan itu berada? Tuhan ada dimana-mana, dalam semua makhluk. Tuhan disebut dengan Maha Tahu dan Ada dimana-mana. Berbicara sesungguhnya, Tuhan adalah cinta kasih, dan cinta kasih meresapi setiap tempat. Itu semua adalah yang perlu kita ketahui. Tidak ada makhluk hidup tanpa jejak cinta kasih. Cinta kasih menuntun pada ananda (kebahagiaan tertinggi), suci, dan abadi. Banyak yang mencari kebahagiaan ini (Ananda) melalui hubungan mereka dengan individu yang lainnya, sedangkan yang lain mencoba mendapatkan kebahagiaan ini dengan mengumpulkan ketenaran, kekuasaan, dan kekayaan, dan ada sedikit yang mencoba untuk mendapatkan kebahagiaan ini melalui ketidakterikatan pada benda-benda material dan pelepasan keinginan untuk kesenangan duniawi. Hanya tanpa keterikatan yang dapat memberikan ananda. Upanishad menyatakan bahwa hanya tyaga (pengorbanan) dapat menganugerahkan kebahagiaan dari keabadian. Seseorang harus mengabaikan semua bentuk ikatan kekerabatan dan persahabatan, melepaskan semua keterikatan sehingga hati menjadi terbebaskan dan pada akhirnya menempatkan Tuhan dengan semua sinar-Nya. Ini adalah satu-satunya sarana untuk mendapatkan ananda yang kekal dan tidak berkurang. (Divine Discourse, Jan 25, 1979)

-BABA