Wednesday, September 11, 2024

Thought for the Day - 11th September 2024 (Wednesday)

Life is a campaign against foes, a battle with obstacles, temptations, hardships, and hesitations. These foes are within man and so the battle must be incessant and perpetual. Like the virus that thrives in the bloodstream, vices of lust, greed, hate, malice, pride and envy sap the energy and faith of man and reduce him to untimely fall. Ravana had scholarship, strength, wealth, power, authority, and grace of God. But the virus of lust and pride which lodged in his mind brought about his destruction despite all his attainments! He could not dwell in peace and joy for a moment after the virus started work. Virtue is strength, vice is weakness. Man differs from man in this struggle against inner foes. Each gets the result that his Sadhana deserves, that his acts in this and previous births deserve! Life is not a mathematical formula, where 2 + 2 always equals 4. To some, it may be 3, to some, 5. It depends on how each values the 2. Moreover, in the spiritual path, each one must move forward from where one already is according to one’s own pace, and the light of the lamp which each one holds in one’s hand.


- Wejangan Bhagavan, Mar 16, 1966.

As long as one is caught in this net of delusion, which is spread by the inner foes, the yearning for liberation will not dawn in the mind


Hidup adalah sebuah perjuangan melawan musuh, sebuah peperangan dengan halangan, godaan, kesulitan, dan keraguan. Musuh-musuh ini ada di dalam diri manusia sehingga peperangan ini tiada putusnya dan abadi. Seperti virus yang hidup dalam aliran darah, sifat-sifat buruk yaitu nafsu, ketamakan, kebencian, kedengkian, kesombongan dan iri hati menguras energi dan keyakinan manusia serta menurunkan manusia pada kejatuhan begitu cepat. Ravana memiliki pengetahuan, kekuatan, kekayaan, kekuasaan, kewenangan dan Rahmat Tuhan. Namun virus berupa nafsu dan kesombongan yang hidup di dalam pikirannya membawakan kehancuran terhadap semua pencapaiannya! Dia tidak bisa dalam keadaan tenang dan suka cita dalam sesaat setelah virus itu mulai bekerja. Keluhuran budi adalah kekuatan, sifat buruk adalah kelemahan. Setiap manusia berbeda dengan yang lainnya dalam perjuangan melawan musuh di dalam diri. Setiap orang mendapatkan hasil dari Sadhana (latihan spiritual) sesuai dengan usaha yang dilakukan, baik dalam kehidupan sekarang maupun dalam kehidupan sebelumnya! Hidup bukanlah rumus matematika, dimana 2 + 2 selalu hasilnya adalah 4. Untuk beberapa orang hasilnya bisa 3 dan untuk beberapa orang lainnya hasilnya bisa 5. Hal ini tergantung bagaimana setiap orang menilai angka 2 itu. Selain itu, dalam jalan spiritual, setiap orang harus bergerak maju dari posisi yang ada sesuai dengan kecepatan dan cahaya penerang yang setiap orang pegang. 


- Wejangan Bhagavan, 16 Maret 1966.

Selama seseorang terjebak dalam perangkap jaring khayalan, yang disebar oleh musuh dalam diri, maka kerinduan untuk kebebasan tidak akan muncul dalam pikiran


Thought for the Day - 10th September 2024 (Tuesday)

Our body itself may be called a Dharmakshetra. For, when a child is born, it is pure and without blemish. It is not a victim yet of any of the six 'enemies of man' - anger, greed, lust, egotism, pride and jealousy. It is always happy. It cries only when hungry. Whoever fondles, king or commoner, saint or thief, the child is happy. The child's body is not affected by any of the three gunas (innate qualities) and is a Dharmakshetra. As the body grows, it begins collecting qualities such as jealousy, hatred and attachment. When these evil tendencies develop the body becomes a 'Kurukshetra’. The battle between the Pandavas and the Kauravas did not last more than 18 days, but the war between good and bad qualities in us is waged all through life. Rajo guna and tamo guna (qualities of passion and inertia) are associated with the ego and the sense of 'mine’. The word ‘Pandava’ itself stands for purity and satwik nature. ‘Pandu’ means whiteness and purity. The children of Pandu, the five Pandavas, were pure. The war between the Pandavas and the Kauravas signifies the inner war in each of us - the war of Satwa guna against the other two gunas, rajas and tamas.


- Wejangan Bhagavan, Sep 05, 1984.

The mind is the Kurukshetra (battlefield) where good and bad, right and wrong contest for supremacy.


Tubuh jasmani kita sendiri disebut dengan sebuah Dharmakshetra. Karena, ketika seorang anak lahir, anak ini masih suci dan tanpa adanya noda. Anak yang baru lahir ini belum menjadi korban dari ‘enam musuh manusia’ seperti : kemarahan, ketamakan, nafsu, egoisme, kesombongan dan rasa cemburu. Anak yang baru lahir selalu dalam keadaan bahagia. Dia menangis hanya ketika lapar. Siapapun yang mengasuhnya, baik raja atau rakyat biasa, orang suci atau pencuri, anak tersebut tetap bahagia. Tubuh anak ini tidak terpengaruh oleh tiga guna yang manapun (kualitas bawaan) dan merupakan sebuah Dharmakshetra. Seiring tubuh jasmani ini tumbuh, maka tubuh ini mulai mengumpulkan kualitas seperti rasa cemburu, kebencian dan keterikatan. Ketika kecendrungan jahat ini berkembang maka tubuh jasmani menjadi sebuah 'Kurukshetra’. Pertempuran diantara para Pandava dan para Kaurava tidak lebih berlangsung selama 18 hari, namun peperangan diantara sifat baik dan sifat buruk dalam diri kita berkobar sepanjang hidup. Rajo guna dan tamo guna (kualitas bergairah dan malas) terkait dengan ego dan kepunyaan 'milikku’. Kata ‘Pandava’ sendiri melambangkan kemurnian dan sifat satwik. ‘Pandu’ berarti putih dan murni. Anak-anak dari Pandu, yaitu lima Pandava adalah murni. Peperangan diantara para Pandava dan para Kaurava melambangkan peperangan di dalam batin setiap orang dari kita – peperangan dari Satwa guna melawan dua guna lainnya yaitu rajas dan tamas.


- Wejangan Bhagavan, 5 September 1984.

Pikiran adalah Kurukshetra (medan perang) dimana baik dan buruk, benar dan salah berperang untuk tempat tertinggi.


Thought for the Day - 9th September 2024 (Monday)

Awareness of one’s identity, of being the Atma, is the sign of wisdom, the lighting of the lamp which scatters darkness. That Atma is the embodiment of Bliss, of Peace, of Love but, without knowing that all these exist in oneself, man seeks them from outside of himself and exhausts himself in that disappointing pursuit. Birds that fly far from the masts of a ship must return to those very masts, for they have no other place to fold their tired wings and stay! Devoid of this wisdom (jnana), all efforts to seek spiritual bliss and peace are futile. You may have rice, lentils, salt, vegetables and tamarind; but without a fire to cook them soft and palatable, they are as good as non-existent! So too, japam, dhyanam, puja, and pilgrimage are all ineffective, if the knowledge of one's basic reality and identity is not there to warm up the process. The Atma is the source and spring of all joy and peace; this must be cognised and dwelt upon. Without this cognition, human life is an opportunity that is lost! 


- Wejangan Bhagavan, Mar 16, 1966.

Love is the basis for this self-discovery. Love is the means and love is the proof.


Kesadaran pada jati diri sejati, yaitu kesadaran pada Atma, adalah tanda dari kebijaksanaan, lentera penerang yang melenyapkan kegelapan. Atma adalah perwujudan dari kebahagiaan, kedamaian dan kasih, namun tanpa mengetahui bahwa semuanya ini ada di dalam dirinya, manusia mencarinya di luar diri dan menghabiskan tenaga dalam pengejaran yang mengecewakan. Burung-burung yang terbang jauh dari tiang kapal harus kembali ke tiang tersebut, karena mereka tidak memiliki tempat lain untuk melipat sayap mereka yang lelah dan beristirahat! Tanpa adanya kebijaksanaan ini (jnana), semua bentuk usaha untuk mencari kebahagiaan spiritual dan kedamaian menjadi sia-sia. Engkau mungkin memiliki beras, lentil, garam, sayur dan asam; namun tanpa adanya api untuk memasak bahan-bahan tersebut menjadi lembut dan lezat, maka bahan-bahan tersebut hampir tidak ada artinya! Begitu juga, japam, dhyanam, puja, dan mengunjungi tempat suci semuanya menjadi tidak efektif, jika pengetahuan pada kenyataan diri sejati tidak ada untuk menghangatkan proses tersebut. Atma adalah sumber dan mata air dari segala suka cita dan kedamaian; ini harus dipahami dan direnungkan. Tanpa pemahaman ini, hidup manusia yang merupakan sebuah kesempatan menjadi salah arah! 


- Wejangan Bhagavan, 16 Maret 1966.

Kasih adalah dasar dari penemuan jati diri ini. Kasih adalah sarana dan kasih adalah buktinya.


Thought for the Day - 6th September 2024 (Friday)

The Divine is Full; Creation is Full; even when Creation happened and the Cosmos appeared to be produced from the Divine, there was no diminution in the Fullness of the Full. You go to the bazaar to purchase a kilogram of jaggery. The keeper of the shop brings from his store a big lump, and he slices off a portion, weighing about a kilogram; he then weighs it and gives us in return for the price amount, one kilogram of jaggery. We sample a piece from the big lump and we expect the portion to behave as sweetly as the original lump. We go home and take a little to prepare the sweet drink called panakam. The panakam is sweet; the kilogram of jaggery and the mother lump - all are equally sweet. Fullness is the quality of the Divine; it is found in part or portion or in half or whole. Quantity is not the criterion; quality is. In the visible world that has been taken from the substance of the Divine, this quality is found equally full. We shall not consider the world as anything less than God.


- Wejangan Bhagavan, Jul 23, 1975.

To experience the fullness of Love, you must fill your hearts completely with Love.


Tuhan adalah sempurna; Ciptaan adalah sempurna; bahkan ketika ciptaan ini tercipta dan alam semesta muncul dari Tuhan, tidak ada pengurangan dalam kesempurnaan dari sempurna. Engkau pergi ke pasar untuk membeli satu kilogram gula merah. Penjual mengambil potongan besar gula merah dari gudangnya, kemudian dia memotong sebagian yang beratnya sekitar satu kilogram; dia menimbangnya dan memberikan kembali kepada kita dengan harga yang setara, satu kilogram gula merah. Kita mencicipi sepotong bagian kecil dari potongan besar gula merah itu dan mengharapkan potong kecil tersebut memiliki rasa manis yang sama dengan potongan besar aslinya. Kita pulang dan mengambil sedikit untuk membuat minuman manis yang disebut panakam. Panakam itu manis; satu kilogram potongan gula merah dan potongan besar aslinya - semuanya sama-sama manis. Kesempurnaan sifat dari Tuhan; itu ditemukan dalam bagian, potongan, setengah, atau keseluruhan. Dalam hal ini jumlah atau kuantitas bukanlah menjadi ukuran; namun kualitaslah yang menentukan. Dalam dunia yang kasat mata ini diambil dari substansi Tuhan, kualitas tersebut ditemukan sama nilainya. Kita tidak boleh menganggap dunia sebagai sesuatu yang kurang dari Tuhan. 


- Wejangan Bhagavan, 23 Juli 1975.

Untuk mengalami kesempurnaan kasih Tuhan, engkau harus mengisi hatimu sepenuhnya dengan kasih.


Thought for the Day - 5th September 2024 (Thursday)

Teachers! Teach your young pupils the ideals of Bharat's great sages, heroes and heroines, who upheld the highest virtues and set an example to the world. They should be taught to behave as ideal sons like Shravanakumar. One good son can redeem a whole family. Ekalavya exemplifies supreme devotion to the Guru. Prahlada should be held out as the supreme example of total faith in God. Teachers should instil such devotion to God in the young. In the name of secularism, governments should not interfere with the practice of their respective religions by the citizens. No one should criticize the creed of others. The Divinity that is adored by all religions is one and the same, though different names may be used. In the name of religion, violent conflicts should not be encouraged. Children should be taught to respect all religions. Teachers should also make children realise the true purpose of education. Education should be a preparation for righteous living and not for earning money. Good qualities are more valuable than money.


- Wejangan Bhagavan, Jul 22, 1994.

A good student is an offering that a good teacher makes to the nation.


Para Guru! Didik anak-anak dengan idealisme yang luhur dari para guru-guru suci dan para pahlawan dari negeri Bharat, yang menjunjung tinggi kebajikan tertinggi dan memberikan teladan pada dunia. Anak-anak harus diajarkan untuk berperilaku sebagai putra yang ideal seperti halnya Shravanakumar. Satu putra yang baik dapat menyelamatkan seluruh keluarga. Ekalavya memberikan teladan tentang pengabdian tertinggi pada Guru. Prahlada harus dijadikan contoh tertinggi dalam keyakinan penuh pada Tuhan. Para guru harus menanamkan bentuk pengabdian pada Tuhan seperti itu pada anak-anak. Atas nama sekularisme, pemerintah tidak boleh mencampuri pengamalan agama masing-masing warga. Tidak ada seorangpun yang boleh mengkritik keyakinan orang lain. Ke-Tuhan-an yang dipuja oleh semua agama adalah satu dan sama, walaupun nama yang disampaikan adalah berbeda. Atas nama agama, konflik kekerasan tidak boleh dibenarkan. Anak-anak harus diajarkan untuk menghormati semua agama. Para guru juga membantu anak-anak untuk menyadari tujuan sesungguhnya dari Pendidikan. Pendidikan harus dijadikan sebagai persiapan untuk hidup benar dan bukan untuk mencari nafkah. Kualitas yang baik adalah lebih berharga daripada uang.


- Wejangan Bhagavan, 22 Juli 1994.

Seorang murid yang baik adalah sebuah persembahan yang bisa diberikan guru yang baik kepada bangsa.


Thought for the Day - 4th September 2024 (Wednesday)

Embodiments of the Divine Atma! From ancient times, the questions, "Where is God?" and "How does He appear?" have been agitating the minds of people. The answers have been sought by different ways of investigation. The believers, non-believers, those with doubts and others have not been able to get clear answers to these questions. To comprehend the truth, one should look within oneself. This cannot be learnt from textbooks or from teachers. Chaitanya (Consciousness) is there in the mind and pervades everywhere. The power of vision in the eye and of taste in the tongue is derived from this Chaitanya. People are using the sense organs but do not know the source of the power which activates them. Chaitanya cannot be comprehended by the physical vision. It is within everyone in very close proximity. People undertake external exercises and spiritual practices in vain to find it. The entire Creation is a manifestation of the Divine Will. Prakriti (Nature) is the manifestation of God. Man is also part of Prakriti and thus has the Divine power in him.


- Wejangan Bhagavan, Sep 19, 1993.

To experience the Divinity within, one has to see the Divine in all others and render them service in that spirit.


Perwujudan dari Atma ilahi! Dari sejak jaman dahulu kala, pertanyaan terkait, "Dimana Tuhan berada?" dan "Bagaimana Tuhan hadir?" telah mengganggu pikiran manusia. Jawaban dari pertanyaan ini telah dicari dengan berbagai cara penyelidikan. Golongan yang meyakini, golongan yang tidak meyakini, golongan mereka yang ragu dan yang lainnya tidak mampu mendapatkan jawaban yang jelas terkait pertanyaan-pertanyaan ini. Untuk memahami kebenaran, seseorang harus melihat ke dalam diri mereka sendiri. Hal ini tidak bisa dipelajari dari buku atau dari guru. Chaitanya (kesadaran) ada di dalam pikiran dan meresapi segalanya. Kekuatan pandangan yang ada pada mata dan rasa yang ada pada lidah adalah berasal dari Chaitanya ini. Manusia sedang menggunakan organ-organ Indera namun tidak mengetahui sumber dari kekuatan yang mengaktifkan semuanya ini. Chaitanya tidak bisa dipahami dengan pandangan fisik. Kesadaran ini ada di dalam diri setiap orang dalam kedekatan yang sangat dekat. Manusia melakukan praktek eksternal dan spiritual secara sia-sia untuk menemukan kesadaran ini. Seluruh ciptaan adalah sebuah manifestasi dari kehendak Tuhan. Prakriti (alam) adalah manifestasi dari Tuhan. Manusia adalah juga bagian dari Prakriti dan oleh karena itu memiliki kekuatan Tuhan di dalam dirinya.


- Wejangan Bhagavan, 19 September 1993.

Untuk mengalami keilahian di dalam diri, seseorang harus melihat Tuhan dalam diri orang lain dan memberikan pelayanan dengan kesadaran itu.

Thought for the Day - 3rd September 2024 (Tuesday)

You hear nowadays of equality (Samanatva), of each being equal to the rest. This is a wrong notion, for we find parents and children differently equipped; when one is happy, the other is miserable! There is no equality in hunger or joy! Of course, all are equally entitled to love and empathy, and to the grace of God. All are entitled to medicines in the hospital, but what is given to one should not be given to another! There can be no equality in doling out medicines! Each deserves the medicine that will cure him of his illness. I know that this struggle in the name of equality is only one of the ways in which man is trying to get Ananda! In almost all parts of the world, man is today pursuing many such shortcuts and wrong paths to achieve Ananda. But let Me tell you, without reforming conduct, daily behaviour, the little acts of daily life, Ananda will be beyond reach. I consider pravartna (conduct), as the most essential!


- Wejangan Bhagavan, 23 November 1964.

When you recognise the One as present in all beings and respect everyone as a manifestation of the Divine, you will achieve true equality.


Engkau mendengar saat sekarang gagasan tentang kesetaraan (Samanatva), yaitu gagasan bahwa setiap individu setara dengan yang lainnya. Ini adalah gagasan yang salah, karena kita melihat bahwa orang tua dan anak-anak memiliki bekal yang berbeda; ketika satu orang bahagia, bisa jadi yang lain menderita! Tidak ada kesetaraan dalam rasa lapar atau suka cita! Tentu saja, semua adalah sama-sama berhak atas kasih dan empati, dan juga Rahmat Tuhan. Semuanya berhak atas obat-obatan di rumah sakit, namun obat yang diberikan pada satu orang tidak harus sama diberikan pada orang lain! Tidak dapat ada kesetaraan dalam pembagian obat-obatan! Setiap orang layak mendapatkan obat yang akan menyembuhkan penyakitnya. Aku mengetahui bahwa perjuangan atas nama kesetaraan ini hanyalah satu cara yang manusia coba untuk mendapatkan Ananda! Hampir di seluruh bagian dunia, manusia pada hari ini sedang menempuh banyak jalan pintas dan jalan yang salah untuk mendapatkan Ananda. Namun Aku akan mengatakan kepadamu, tanpa merubah tindakanmu, kebiasaanmu setiap hari, tindakan kecil dalam kehidupan sehari-hari, Ananda akan sulit didapatkan. Aku melihat bahwa pravartna (perilaku), sebagai hal yang paling mendasar!


- Wejangan Bhagavan, 23 November 1964.

Ketika engkau menyadari Tuhan bersemayam di dalam semua makhluk dan menghormati setiap orang sebagai perwujudan dari keilahian, engkau akan mencapai kesetaraan yang sejati.


Thought for the Day - 2nd September 2024 (Monday)

The Nirakara (Formless) comes in Narakara (human form) when the virtue of the good and vice of the wicked reach a certain stage. Prahlada's devotion and his father's disregard, both had to ripen before Narasimha Avatar could take place. To know the truth of the  Avatar, the Sadhaka must culture the mind, as a farmer does the field. He must clear the field of thorny undergrowth, wild creepers and tenuous roots. He must plough the land, water it and sow seeds well. He must guard the seedlings and tender plants from insect pests as well as from the depredations of goats and cattle; he must put up a fence all around. So too, egoism, pride and greed must be removed from the heart; Sathya, Japa, Dhyana (truth, repetition of the Lord's name and meditation), form ploughing and levelling; Love is the water that must soak into the field and make it soft and rich; the Name is the seed and Bhakti is the sprout; Kama and Krodha (desire and anger) are the cattle and the fence is discipline; Ananda (bliss) is the harvest!


- Wejangan Bhagavan, Nov 23, 1964.

He comes, to confer Ananda, to foster Ananda, to teach ways of acquiring and activating Ananda.


Nirakara (tidak berwujud) hadir menjadi Narakara (wujud manusia) ketika Kebajikan dari orang-orang baik dan kejahatan dari orang-orang jahat mencapai tingkat tertentu. Bhakti dari Prahlada dan kebodohan dari ayahnya, keduanya telah mencapai kematangan sebelum avatara Narasimha hadir. Untuk mengetahui kebenaran dari avatara, Sadhaka (peminat spiritual) harus mengolah pikiran seperti halnya petani yang mengolah sawah. Dia harus membersihkan ladang dari semak-semak yang berduri, tanaman liar dan tanaman dengan akar yang lemah. Dia harus membajak tanah, mengairinya dan menabur benih dengan baik. Dia harus menjaga bibit dan tanaman muda dari hama serangga serta dari perusakan kambing dan ternak; dia harus melindungi tanaman muda itu dengan memasang pagar sekelilingnya. Begitu juga, egoisme, kesombongan dan ketamakan harus dihilangkan dari dalam hati; Sathya, Japa, Dhyana (kebenaran, pengulangan nama suci Tuhan dan meditasi), adalah bentuk dari pembajakan dan perataan tanah; kasih adalah air yang harus disiramkan pada tanah untuk membuatnya menjadi lembut dan gembur; Nama adalah benih dan Bhakti adalah tunasnya; Kama dan Krodha (keinginan dan amarah) adalah ternak dan pagar pelindung adalah disiplin; Ananda (kebahagiaan) adalah hasil panennya!


- Wejangan Bhagavan, 23 November 1964.

Inkarnasi Tuhan hadir untuk menganugerahkan Ananda, untuk memupuk Ananda, untuk mengajarkan cara mendapatkan dan mengaktifkan Ananda.


Sunday, September 1, 2024

Thought for the Day - 1st September 2024 (Sunday)

The body is like a sugarcane stalk. Only when it goes through various difficulties, you can experience the sweet bliss of Self-realisation. That sweetness is Divinity itself. Where does that sweetness reside in man? It is in every limb and organ. All have faith in the power of love. But how is this love to be fostered and developed? This question may arise in the minds of many. When people ask, "How can we develop our love for the Lord?" the answer is: "There is only one way. When you put into practice the love in which you have faith, that love will grow." Because you do not practise what you profess, your faith gets weakened. A plant will grow only when it is watered regularly. When you have planted the seed of love, you can make it grow only by watering it with love every day. The tree of love will grow and yield the fruits of love. Men today do not perform those acts that will promote love. When you wish to develop love for the Lord, you must continually practise loving devotion to the Lord.


- Wejangan Bhagavan, 2 September 1991.

It is to teach mankind the truth about Divine Love that Love itself incarnates on earth in human form.


Tubuh jasmani adalah seperti batang tebu. Hanya ketika tubuh mengalami berbagai jenis kesulitan, engkau dapat mengalami manisnya kebahagiaan dari kesadaran Diri Sejati. Rasa manisnya itu adalah keilahian sendiri. Dimana letak rasa manis itu dalam diri manusia? Rasa manis itu ada dalam setiap bagian tubuh dan organ manusia. Semua memiliki keyakinan pada kekuatan kasih. Namun bagaimana kasih ini dipupuk dan dikembangkan? Pertanyaan ini muncul di dalam pikiran banyak orang. Ketika orang-orang bertanya, "bagaimana kita dapat mengembangkan kasih kita pada Tuhan?" jawabannya adalah: "Hanya ada satu jalan. Ketika engkau mempraktekkan kasih yang engkau yakini, maka kasih akan tumbuh berkembang." Karena engkau tidak mempraktekkan apa yang engkau katakan, keyakinanmu menjadi melemah. Sebuah tanaman hanya akan tumbuh ketika tanaman itu disirami secara teratur. Ketika engkau telah menanam benih kasih, engkau dapat membuat kasih itu tumbuh hanya dengan menyiraminya dengan kasih setiap hari. Pohon kasih akan tumbuh dan menghasilkan buah kasih. Manusia pada hari ini tidak melakukan kegiatan tersebut yang mana akan mengembangkan kasih. Ketika engkau berharap mengembangkan kasih untuk Tuhan, engkau harus secara terus menerus mempraktekkan bhakti penuh kasih pada Tuhan.


- Wejangan Bhagavan, 2 September 1991.

Adalah untuk mengajarkan umat manusia kebenaran tentang kasih Tuhan maka kasih itu sendiri mengambil inkarnasi dalam wujud manusia.

Thought for the Day - 31st August 2024 (Saturday)

Human life is beset with ups and downs, joys and sorrows. These experiences are intended to serve as guideposts for man. Life would be stale if there were no trials and difficulties. It’s these difficulties which bring out human values in man. Because of how Harischandra faced all the trials in his life, his story became a glorious chapter in human annals. Prahlada stands out equally as a great devotee who stood up to all persecutions of his father. Today, people want instant salvation, without the slightest effort or sacrifice on their part. If such instant salvation is achieved, it will vanish also in a trice! Only that which is got by hard effort will yield lasting benefits. People pray to Swami to rid them of difficulties and losses. This is a wrong kind of prayer. Difficulties must be welcomed and overcome. By overcoming troubles, the Divine must be experienced. You cannot get the juice of the sugarcane without crushing it. You cannot enhance the brilliance of a diamond without cutting it and making many facets!


- Wejangan Bhagavan, Sep 02, 1991.

You must have the skill to swim across the waves of joy and grief, of pain and profit.


Hidup manusia adalah dikelilingi dengan pasang dan surut, suka dan duka cita. Semua pengalaman hidup ini ditujukan sebagai pedoman hidup bagi manusia. Hidup merasa menjadi hambar jika tidak ada cobaan dan kesulitan. Adalah karena kesulitan dan penderitaan ini yang membawa keluar nilai-nilai kemanusiaan dalam diri manusia. Lihatlah bagaimana Harischandra menghadapi semua cobaan dalam hidupnya, maka kisah hidupnya menjadi sebuah periode luhur dalam sejarah manusia. Prahlada menonjol sebagai seorang bhakta agung yang tetap bertahan dari semua bentuk penganiayaan ayahnya. Hari ini, manusia menginginkan pembebasan secara instan, tanpa adanya usaha atau pengorbanan sedikitpun yang diberikan. Jika pembebasan yang instan seperti itu dapat diraih, maka ini akan lenyap dalam sekejap! Hanya apa yang diperoleh melalui usaha keras akan memberikan manfaat yang kekal. Manusia berdoa kepada Swami agar mereka terbebas dari kesulitan dan kerugian. Ini adalah doa yang salah. Kesulitan harus disambut dan diterima. Dengan mengatasi masalah, keilahian pastinya dapat dialami. Engkau tidak bisa mendapatkan sari dari tebu tanpa menghancurkannya. Engkau tidak bisa meningkatkan kecemerlangan dari berlian tanpa memotong dan menjadikannya menjadi banyak sisi!


- Wejangan Bhagavan, 2 September 1991.

Engkau harus memiliki keahlian untuk berenang menyebrangi gelombang suka dan duka cita, penderitaan dan keuntungan.


Thought for the Day - 30th August 2024 (Friday)

A distant star like the Druva nakshatra (Pole Star) can be pointed to someone by reference to some nearby physical object like a tree. Likewise, the Vedas and Scriptures, while not demonstrating the Divine, have helped to indicate the path leading to the realisation of the Divine. The spectacle of a dense forest confers delight. The sight of a tall mountain excites wonder. The torrent in a river makes one rejoice. All these are evidence of the power of the Divine. The stars shine. The planets revolve. The sun blazes forth. The wind blows. All these are signs of the Divine at work. When you see the spark of a fire, you can infer the nature of fire. If you know the nature of a drop of water, you can understand the nature of Ganga. Likewise, if you understand the nature of the atom, you can understand the nature of the entire cosmos. Recognising this truth, the Upanishads declared: "The Divine is subtler than the atom and vaster than the vastest."


- Wejangan Bhagavan, Sep 04, 1996.

On deep enquiry, you will know that you are in God, God is in you and you are God.


Sebuah Bintang dikejauhan seperti Druva nakshatra (Bintang kutub) dapat ditunjukkan pada seseorang dengan mengacu pada beberapa objek fisik terdekat seperti sebuah pohon. Sama halnya, Weda dan naskah suci, walaupun tidak menunjukkan Tuhan, telah membantu menunjukkan jalan mengarah pada kesadaran Tuhan. Pemandangan hutan lebat memberikan kegembiraan. Pemandangan gunung menjulang tinggi membangkitkan rasa takjub. Derasnya aliran Sungai membuat seseorang menjadi suka cita. Semuanya ini adalah bukti kekuatan dari Tuhan. Bintang yang bersinar. Planet yang berotasi. Matahari yang bersinar terang. Angin yang berhembus. Semuanya adalah tanda dari karya Tuhan. Ketika engkau melihat percikan api, engkau dapat menarik Kesimpulan tentang sifat api. Jika engkau mengetahui sifat setetes air, engkau dapat memahami sifat dari Sungai Ganga. Sama halnya, jika engkau memahami sifat dari atom, engkau dapat memahami sifat dari seluruh alam semesta. Menyadari kebenaran ini, Upanishad menyatakan: "Tuhan adalah lebih halus daripada atom dan lebih luas daripada yang paling luas."


- Wejangan Bhagavan, 4 September 1996.

Dalam penyelidikan secara mendalam, engkau akan mengetahui bahwa engkau ada dalam Tuhan, Tuhan ada di dalam dirimu dan engkau adalah Tuhan.


Thought for the Day - 29th August 2024 (Thursday)

Love is a precious diamond that can be got only in the realm of love and nowhere else. The kingdom of Love is located in the heart, in a heart filled with love. Love can be experienced only in a mind flowing with love and in a heart filled with love. The precious diamond of Love cannot be got through meditation, rituals or sacred acts. These can give mental satisfaction. Love can be got only through love. The different paths of devotion - peace (Shanti), friendship (Sakhya), maternal love (Vatsalya), affection (Anuraga) and sweetness (Madhura) - are all based on love. The essence of all spiritual disciplines is love. The greater a man's love for God, the greater the bliss one experiences. When love declines in man, joy also declines equally. The one who loves God sees God everywhere. Hence man's heart must be filled with the love of God. Love will not enter the heart of one who is filled with selfishness and self-conceit. Therefore, forget your petty self and concentrate your thoughts on God.


- Wejangan Bhagavan, Sep 02, 1991.

Illumine the entire world with the light of your love


Kasih adalah sebuah berlian berharga yang hanya bisa diperoleh dalam wilayah kasih dan tidak di tempat lain. Kerajaan kasih terletak di dalam hati, di dalam hati yang diliputi dengan kasih. Kasih hanya dapat dialami dalam aliran pikiran dengan kasih dan dalam hati yang diliputi dengan kasih. Berlian berharga dari kasih tidak bisa diperoleh melalui meditasi, ritual atau perbuatan suci. Semua sadhana ini dapat memberikan kepuasan batin. Kasih hanya bisa diperoleh melalui kasih. Berbagai jenis jalan bhakti yang berbeda – kedamaian (Shanti), persahabatan (Sakhya), kasih ibu (Vatsalya), welas asih (Anuraga) dan keindahan (Madhura) – semuanya ini berdasarkan pada kasih. Intisari dari semua disiplin spiritual adalah kasih. Semakin besar kasih seseorang untuk Tuhan, maka semakin besar kebahagiaan yang seseorang alami. Ketika kasih merosot dalam diri manusia, suka cita juga ikut merosot. Seseorang yang mencintai Tuhan akan melihat Tuhan di setiap tempat. Oleh karena itu hati manusia harus diisi dengan kasih Tuhan. Kasih tidak akan memasuki hati seseorang yang diliputi dengan sifat mementingkan diri sendiri dan kesombongan diri. Maka dari itu, lupakan keakuanmu yang picik dan pusatkan pikiranmu pada Tuhan.


- Wejangan Bhagavan, 2 September 1991.

Terangi seluruh dunia dengan lentera kasihmu


Thought for the Day - 28th August 2024 (Wednesday)

Krishna explained to Yashoda the reason why He preferred butter in Gopikas’ homes, to the butter offered by her. The hearts of Gopikas were pure and filled with selfless devotion to Krishna. Their devotion was superior to the maternal affection of Yashoda, which bore a taint of selfishness. Krishna told Yashoda: "I am attracted to the hearts of those who are pure and selfless." Krishna always eluded Gopikas after playing His mischief. But once, out of compassion for them, He wanted to provide a clue by which they could trace Him. One day they all lay in wait around their houses to catch Krishna. Krishna went into a house stealthily, broke a pot of milk and quietly hid Himself. Gopikas found that He had broken the pot, and they tried to trace Him. The milk-white steps which He left revealed to them His hide-out. Then, Krishna revealed to them the spiritual truth that, if they cling to the feet of the Lord, they will realise Him. "Follow My footsteps and you shall find Me," Krishna told Gopikas!


- Wejangan Bhagavan, Sep 04, 1996.

Krishna is not different from His teachings. The Gita is Krishna and Krishna is Gita.


Krishna menjelaskan kepada Yashoda alasan dibalik mengapa Krishna memilih mentega di rumah para Gopika daripada mentega yang diberikan oleh dirinya. Hati dari para Gopika adalah murni dan diisi dengan bhakti tanpa pamrih kepada Krishna. Rasa bhakti para Gopika adalah lebih tinggi daripada rasa sayang keibuan dari Yashoda, yang mana masih ada jejak mementingkan diri sendiri. Krishna berkata pada Yashoda: "Aku tertarik pada hati yang murni dan yang tidak mementingkan diri sendiri." Krishna selalu lolos dari para Gopika setelah memainkan kejailan-Nya. Namun sekali, karena rasa welas asih pada para Gopika, Krishna memberikan petunjuk cara menemukan-Nya. Suatu hari para Gopika menunggu di sekitar rumah mereka untuk dapat menangkap Krishna. Krishna masuk ke dalam sebuah rumah secara diam-diam, memecahkan sebuah kendi susu dan secara diam-diam bersembunyi. Para Gopika mendengar bahwa Krishna telah memecahkan sebuah kendi, dan mereka mencoba mengikuti jejak untuk menemukan Krishna. Jejak langkah kaki berwarna putih susu yang ditinggalkan oleh Krishna menuntun mereka pada tempat persembunyian-Nya. Kemudian, Krishna mengungkapkan kepada para Gopika kebenaran spiritual bahwa, jika mereka berpegang teguh pada kaki Tuhan maka mereka akan menyadari Tuhan. "Ikuti langkah kaki-Ku dan engkau akan menemukan-Ku," Krishna berkata pada para Gopika!


- Wejangan Bhagavan, 4 September 1996.

Krishna tidak berbeda dengan ajaran-Nya. Bhagavad Gita adalah Krishna dan Krishna adalah Bhagavad Gita.


Thought for the Day - 27th August 2024 (Tuesday)

Thirst for Krishna, His flute, for seeing Him, hearing Him, for installing Him in the heart, in the mind, for grasping His Reality through the intellect - this thirst is the healthiest, the most conducive to peace. Devotion to Krishna is the chain by which the monkey mind can be fastened and subdued. Transmute all the desire with which the senses torment you into the thirst for Krishna and you are saved. Krishna draws the mind away from sensory desires. He pulls the mind towards him and thus they are pulled away from everything else, for everything else is inferior, less valuable! He satisfies the deepest thirst of man, for peace, joy and wisdom. When Krishna-trishna is quenched, the highest bliss is attained; there is no more need, want, defect or decline. The urge to drink inferior drinks that only feed thirst disappears once the sweetness of Krishna Nama and Krishna Bhava (name and thought of Krishna) are tasted. Sense objects are like seawater that can never allay thirst.


- Wejangan Bhagavan, Vol 06, Ch 24.

The thirst for Krishna is a sign of health in the spiritual field. Not to have it is a sign of Bhava Roga (disease of worldliness).


Rasa haus pada Krishna, alunan seruling-Nya, untuk bisa mendapatkan darshan-Nya, mendengarkan-Nya, untuk menempatkan Krishna di dalam hati, dalam pikiran, untuk dapat memahami kenyataan sejati dari Krishna melalui kecerdasan – rasa haus ini adalah yang paling menyehatkan dan paling baik untuk kedamaian. Rasa bhakti pada Krishna adalah rantai yang dipakai untuk mengikat dan menundukkan monyet pikiran. Ubahlah semua keinginan indera yang menyiksamu menjadi rasa haus pada Krishna dan engkau akan diselamatkan. Krishna menarik pikiran menjauh dari keinginan indera. Krishna menarik pikiran kearah-Nya maka dari itu pikiran ditarik menjauh dari segala yang lainnya, karena segala sesuatu yang lainnya adalah bersifat lebih rendahan, kurang bernilai! Krishna memuaskan dahaga yang paling mendalam dari manusia yaitu untuk mendapatkan kedamaian, suka cita dan kebijaksanaan. Ketika Krishna-trishna dipenuhi, kebahagiaan tertinggi akan dicapai; maka tidak akan ada lagi kebutuhan, keinginan, kelemahan atau kemunduran. Dorongan untuk minum minuman rendahan yang hanya untuk menghilangkan dahaga menjadi lenyap ketika rasa manis dari Nama Krishna dan Krishna Bhava (nama dan pikiran tentang Krishna) dirasakan. Objek-objek Indera adalah seperti air laut yang tidak pernah bisa menghilangkan rasa haus.


- Wejangan Bhagavan, Vol 06, Ch 24.

Rasa haus pada Krishna adalah tanda Kesehatan dalam bidang spiritual. Tidak memilikinya adalah tanda dari Bhava Roga (penyakit keduniawian).


Thought for the Day - 26th August 2024 (Monday)

Dharma samsthapanarthaya sambhavami yuge yuge (I incarnate on earth from age to age to establish Dharma). This is Krishna's declaration in Gita. Once people are filled with love, all Dharma, justice and truth will be installed in them. Without love, righteousness will be a mechanical ritual. What kind of righteousness can there be without love? What justice can there be? It will be a lifeless corpse. Love is life. Without love, no man can exist for a moment. Hence, Love is the form of the Supreme Lord. It is to preach the doctrine of love that the Krishna Avatar and other divine incarnations made their advent on earth. According to the place, time and circumstances prevailing then, different names were given to the Lord. These differences are like different delicacies made from sugar to appeal to different preferences of children. These delicacies may be in the shape of a peacock, dog or fox. But what is common to all of them is sugar!


- Wejangan Bhagavan, Sep 02, 1991.

It is to show to humanity how human lives can be divinised that Avatars come from time to time.


Dharma samsthapanarthaya sambhavami yuge yuge (Aku mengambil inkarnasi di dunia dari jaman ke jaman untuk menegakkan Dharma). Ini yang disampaikan oleh Sri Krishna dalam Bhagavad Gita. Saat manusia diliputi dengan kasih, seluruh dharma, keadilan dan kebenaran akan tertanam di dalam diri mereka. Tanpa adanya kasih, Kebajikan akan menjadi ritual semata saja. Apa jenis Kebajikan yang dapat ada tanpa kasih? Apa jenis keadilan yang dapat ada tanpa kasih? Ini hanya akan menjadi mayat tanpa nyawa. Kasih adalah hidup. Tanpa kasih, tidak ada manusia yang dapat hidup untuk sesaat saja. Oleh karena itu, kasih adalah wujud dari Tuhan yang tertinggi. Adalah untuk menyampaikan nilai dari kasih maka Avatara Krishna dan inkarnasi Tuhan lainnya hadir ke dunia. Sesuai dengan tempat, waktu dan keadaan yang berlaku pada saat itu, nama yang berbeda diberikan kepada Tuhan. Perbedaan-perbedaan ini adalah seperti makanan lezat yang berbeda yang terbuat dari gula untuk menarik anak-anak dengan cita rasa yang berbeda. Makanan lezat ini mungkin berbentuk burung merak, anjing atau rubah. Namun apa yang sama diantara semuanya adalah gula!


- Wejangan Bhagavan, 2 September 1991.

Adalah untuk memperlihatkan kepada umat manusia bagaimana kehidupan manusia dapat disucikan sehingga Avatara hadir dari waktu ke waktu.


Thought for the Day - 20th August 2024 (Tuesday)

Dharma and Jnana (Right conduct and spiritual wisdom) are two eyes given to man to discover his uniqueness and his divinity. Dharma indicates right path which every individual, group or society should follow. Dharma destroys the one who violates it. Dharma protects the one who protects it. Scriptures have declared, "Where there is Dharma there is Victory". There is no Dharma greater than Truth. The edifice of Dharma is erected on the foundation of Truth. Nyaya (justice) is an essential attribute of Dharma. A society or nation or an individual shines with glory only when they adhere to justice. Just as one acquires wealth by pursuit of agriculture, business or profession, one must acquire merit and divine grace by adhering to neeti (morality) and Dharma. However, Dharma alone is not enough. While Dharma leads to right action, it is necessary to acquire wisdom (Jnana). True knowledge consists in understanding the unity that underlies the cosmos. All sufferings and problems in life arise from the sense of duality. Once the feeling of 'I' and 'mine' is got rid of, the consciousness of all-pervading Divinity will be realised!


- Wejangan Bhagavan, Jan 19, 1984.

Dharma (righteousness) is the reaction, reflection and resound of Satyam (truth).


Dharma dan Jnana (kebajikan dan kebijaksanaan spiritual) adalah dua mata yang diberikan pada manusia untuk mengungkapkan keunikan dan keilahiannya. Dharma menandakan jalan yang benar dimana setiap individu, kelompok atau masyarakat harus ikuti. Dharma menghancurkan seseorang yang merusak dharma. Dharma melindungi seseorang yang menjaga dharma. Naskah suci mejelaskan, "dimana ada Dharma disana ada kemenangan ". tidak ada Dharma yang lebih hebat daripada kebenaran. Gedung besar dari Dharma didirikan diatas pondasi kebenaran. Nyaya (keadilan) adalah sebuah sifat dasar dari Dharma. Sebuah masyarakat atau bangsa atau seorang individu bersinar dengan kemuliaan hanya ketika mereka mematuhi keadilan. Seperti halnya seseorang mendapatkan kekayaan melalui pencarian pada pertanian, bisnis atau pekerjaan, seseorang harus mendapatkan kebaikan dengan mematuhi neeti (moralitas) dan Dharma. Bagaimanapun juga, hanya Dharma tidaklah cukup. Ketika Dharma menuntun pada tindakan yang benar, adalah perlu untuk memiliki kebijaksanaan (Jnana). Pengetahuan sejati terdapat pada memahami kesatuan yang terdapat pada semesta. Semua penderitaan dan masalah dalam hidup muncul dari pandangan dualitas. Saat perasaan ‘aku’ dan ‘milikku’ lenyap, kesadaran keilahian yang meliputi semuanya akan disadari!


- Wejangan Bhagavan, 19 Januari 1984.

Dharma (Kebajikan) adalah reaksi, pantulan dan gema dari Satyam (kebenaran).