Thursday, September 23, 2021

Thought for the Day - 28th July 2021 (Wednesday)

The mind spins a cocoon for the individual soul to be imprisoned in. Karma, which is the activity of ignorance (maya), encloses the individual in its grip. It is the husk that makes the paddy seed grow and yield more paddy plants and more grains of paddy. Remove the husk, and there is no more sprouting! The husk (karma) makes the individual soul sprout and undergo the pleasure and pain produced by the impressions unconsciously left on the mind by past good or bad actions (vasanas) and perform purificatory rites and sacred ceremonies. Hence, you reward and punish yourself as the result of your own activities! You are born now because you wished to come here; you gravitate to the level to which your deeds drag or lift you! You make your own future by your thoughts, desires and deeds. 



Pikiran memutar sebuah kepompong jiwa individu untuk dipenjarakan. Karma, yang mana merupakan tindakan dari kedunguan (maya), membungkus individu dalam cengkeramannya. Adalah kulit yang membuat benih padi dapat tumbuh dan menghasilkan lebih banyak tanaman padi dan lebih banyak bulir padi. Membuang kulitnya maka tidak akan ada lagi pertumbuhan! Sekam (karma) membuat jiwa individu bertumbuh dan mengalami kesenangan dan penderitaan yang dihasilkan oleh kesan yang secara tidak sadar tertinggal dalam pikiran oleh perbuatan baik dan buruk di masa lalu (vasanas) dan melakukan upacara penyucian dan upacara suci. Karena itu, engkau memuji dan menyalahkan dirimu sendiri sebagai hasil dari perbuatanmu sendiri! Engkau lahir sekarang karena engkau berharap untuk datang ke sini; engkau tertarik ke tingkat dimana perbuatanmu menyeretmu atau mengangkatmu! Engkau menentukan masa depanmu sendiri dengan pikiran, keinginan, dan perbuatanmu sendiri. (Divine Discourse, Jul 17, 1962)

-BABA

 

Thought for the Day - 27th July 2021 (Tuesday)

It was just said, all of you are all like boulders, rough and hard, and devotion has the power to make you soft and smooth. Now, what does a sculptor do when he sees a good boulder? He pictures in his mind the lovely idol of God that is sleeping inside it. He becomes possessed with the idea of liberating the idol from the hard clasp of the stone. He takes up his chisel and removes the extra stone that lies around the beautiful figure, and, at last, he liberates the image. The boulder has to suffer all that hard chiselling in order to become the image of God. So too, you should cast off all the impediments, all the encumbrances that drag you down and make you a boulder instead of a devotee, an ascetic of the highest order (Paramahamsa), or even the Supreme Being (Paramatma). 



Baru saja dikatakan, semua darimu adalah seperti batu besar, keras dan kasar, dan bhakti memiliki kekuatan untuk membuatmu menjadi lembut dan halus. Sekarang, apa yang tukang pahat lakukan ketika dia melihat sebuah batu yang bagus? Dia menggambarkan di dalam pikirannya wujud Tuhan yang indah yang tersimpan di dalam batu itu. Tukang pahat menjadi kesurupan dengan ide membebaskan wujud Tuhan itu dari cengkraman keras batu. Dia mengambil pahatnya dan membuang batu-batu yang menyelimuti di sekitar arca yang indah, dan pada akhirnya tukang pahat itu membebaskan wujud arca. Batuan itu harus menderita karena pahatan keras untuk bisa menjadi sebuah wujud Tuhan yang indah. Demikian juga, engkau harus membuang semua rintangan, semua beban yang menyeretmu ke bawah dan membuatmu menjadi batu dan bukan seorang bhakta, seorang pertapa tertinggi (Paramahamsa), atau bahkan Yang Mahatinggi (Paramatma). (Divine Discourse, Jul 27, 1961)

-BABA

 

Thought for the Day - 26th July 2021 (Monday)

Do not do spiritual practice on and off; do it in an unbroken, disciplined way. Otherwise, it will be like watering a plant for some time, leaving it to go dry and starting again. The centre point between eyebrows on which you are asked to concentrate is not the point where your eyebrows meet in the centre of your forehead; it is a point in your inner awareness, your heart (hridaya). Like celestial damsels that were sent by Indra to break the penance of sages, you will get nine varieties of music during meditation, but do not be elated by that and suspend your meditation. Resolve with a sincere desire to succeed. Even Garuda cannot reach the goal if it does not spread its wings and leap into the sky. So, make a move, put a step forward. That is the immediate task. Your resolve on this day should be to start with a sincere desire to succeed. Light will be shed by the grace of the Lord. The Lord has come to help you. 



Jangan lakukan latihan spiritual secara kadang-kadang; lakukan latihan spiritual dengan disiplin dan tidak terputus. Jika tidak, hal ini akan seperti mengairi sebuah tanaman kadang-kadang, membiarkannya kering dan memulai menyiram lagi. Titik penting diantara alis tempat dimana engkau diminta untuk memusatkan perhatian bukanlah titik dimana kedua alis bertemu di tengah-tengah dahimu; ini adalah titik di dalam kesadaran di dalam batinmu, dalam hatimu (hridaya). Seperti bidadari yang dikirim oleh Indra untuk mengganggu tapa brata dari para Resi, engkau akan mendapatkan sembilan jenis musik selama meditasi, namun jangan gembira dengan hal itu dan menunda meditasimu. Tetapkan hati dengan sebuah keinginan tulus untuk berhasil. Bahkan Garuda tidak bisa mencapai tujuan jika tidak mengepakkan kedua sayapnya dan terbang ke atas langit. Jadi, buatlah sebuah gerakan, maju selangkah ke depan. Itu adalah tugas yang segera harus dilakukan. Ketetapan hatimu pada hari ini harus dimulai dengan sebuah keinginan tulus untuk berhasil. Terang akan dilimpahkan oleh karunia Tuhan. Tuhan telah datang untuk menolongmu. (Divine Discourse, Jul 17, 1962)

-BABA

 

Thought for the Day - 25th July 2021 (Sunday)

Know that waking from sleep is but birth and going into sleep is death. Every morning, pray on waking up, “Oh Lord, I am born now from the womb of sleep. I am determined to carry out all tasks today as offering to Thee, with Thee ever present before my mind’s eye. Make my thoughts, words and deeds sacred and pure. Let me not inflict pain on anyone; let no one inflict pain on me. Direct and guide me, this day.” And when you enter the portals of sleep at night, pray, “Oh Lord! The tasks of this day, whose burden I placed on You this morning, are over. It was Thee who made me think, talk, walk and act. I therefore place at Thy Feet all my thoughts, words and deeds. My task is done. Receive me, I am coming back to you.” Adopt these as your daily prayers. This prayerful attitude will so educate your impulses that the Inner Intelligence will be fully revealed. 



Ketahuilah bahwa bangun dari tidur tiada lain hanyalah kelahiran dan pergi tidur adalah kematian. Setiap pagi, berdoalah saat bangun pagi, “Oh Tuhan, hamba telah lahir dari rahim tidur. Hamba bertekad untuk menjalankan semua tugas hari ini sebagai persembahan kepada-Mu, dengan Tuhan selalu hadir di depan mata pikiran hamba. Jadikanlah pikiran, perkataan, dan perbuatan hamba suci dan murni. Jangan biarkan hamba menimbulkan kepedihan atau rasa sakit pada siapapun juga. Arahkan dan tuntun hamba, pada hari ini.” Dan ketika engkau akan memasuki gerbang tidur di malam hari, berdoalah, “Oh Tuhan! Tugas hari ini, yang mana bebannya hamba taruh pada-Mu di pagi hari tadi, telah selesai dijalankan. Adalah diri-Mu yang membuat hamba berpikir, berbicara, berjalan, dan bertindak. Maka dari itu hamba menaruhnya di kaki padma-Mu semua pikiran, perkataan, dan perbuatan hamba. Tugas hamba telah selesai. Terimalah hamba, hamba datang kembali kepada-Mu.” Gunakan ini sebagai doa harianmu. Sikap doa seperti ini akan sangat mendidik dorongan hatimu sehingga kecerdasan batin akan terungkap sepenuhnya. (Divine Discourse, Jul 27, 1961)

-BABA

 

Thought for the Day - 24th July 2021 (Saturday)

The Guru is needed when you have the Guri (goal or aim in Telugu). If you do not have that urge, what can the teacher do? Strewing precious seeds on sand or rock is a sheer waste! Inner prompting to see light must send aspirants to the teacher or must draw the teacher to wherever the aspirant is. You must inquire and discriminate: Do objects grant happiness? Is anyone happy? How can one be happy through multiplications of desire and frantic efforts to feed the raging fire? At last, you will, by your own experience, discover that happiness is an inner gift, a spiritual treasure that can be won by equanimity. The moon is the presiding deity of the mind; it must shine, cool and comforting, eternally, in fullness, in the inner firmament of the heart (hriday-akasa). The external material moon waxes and wanes, but the internal mind should be trained to stand up against modifications and moods, and have no marks on it; it should always be a full moon for the victorious spiritual aspirant! 



Guru dibutuhkan ketika engkau memiliki Guri (tujuan dalam Bahasa Telugu). Jika engkau tidak memiliki desakan tujuan ini, apa yang dapat guru lakukan? Menaburkan benih yang berharga di atas pasir atau batu cadas adalah benar-benar membuang-buang waktu saja! Dorongan dari dalam diri untuk melihat cahaya mengharuskan seorang murid menuju ke guru atau harus menarik guru dimanapun murid itu. Engkau harus melakukan penyelidikan dan membedakan: apakah objek-objek ini memberikan kebahagiaan? Apakah ada orang yang mengalami kebahagiaan? Bagaimana bisa seseorang mengalami kebahagiaan walaupun banyaknya keinginan dan usaha yang panik untuk menghidupkan kobaran api keinginan itu? Pada akhirnya, engkau akan dengan pengalamanmu sendiri, mengungkapkan bahwa kebahagiaan itu adalah sebuah hadiah di dalam diri, sebuah harta karun spiritual yang hanya dapat diraih dengan keseimbangan batin. Bulan adalah dewa utama pikiran; bulan harus bersinar, sejuk dan menenangkan, abadi, dalam kepenuhan, di dalam cakrawala hati (hriday-akasa). Sedangkan bahan-bahan bulan di luar diri bersifat bertambah dan berkurang, namun pikiran di dalam diri harus dilatih untuk berdiri melawan perubahan dan suasana hati, dan tidak memiliki bekas di atasnya; pikiran harus selalu menjadi sebuah bulan penuh untuk kemenangan bagi para peminat spiritual! (Divine Discourse, Jul 17, 1962)

-BABA

 

Thought for the Day - 23rd July 2021 (Friday)

The real renunciation is to give oneself away. Then, the guru will grant freedom to follow one’s own will, as Krishna did. “Beloved Arjuna! As you will, so you act (Yathechchasi, thathaa kuru). Think well. And do as you like,” Krishna told him. He meant that He had given him all the advice he needed and had also accepted the ego Arjuna had discarded. So, Arjuna could now be granted freedom to act as he willed, for his will has become His. The individual who has reached this level has to be given freedom. The guru should not mercilessly order the pupil simply because the pupil has dedicated everything to him. The guru should not turn into a person who steals wealth (vittha-apahari) but should be a person who steals hearts! The guru has to be an alarm timepiece. The guru must wake up those who are enveloped in the sleep of ignorance and reward them with teachings on the knowledge of their Atmic Reality. 



Praktik meninggalkan kehidupan duniawi yang sesungguhnya adalah menyerahkan diri. Kemudian, guru akan memberikan kebebasan untuk mengikuti kehendaknya sendiri, seperti yang dilakukan Krishna. “Arjuna terkasih! Seperti yang engkau inginkan, maka engkau bertindak (Yathechchasi, thathaa kuru). Pikirkan baik-baik. Dan lakukan sesukamu,” kata Krishna kepadanya. Maksudnya bahwa Beliau telah memberikan semua nasihat yang dia butuhkan dan juga menerima ego yang telah dibuang Arjuna. Jadi, Arjuna sekarang dapat diberikan kebebasan untuk bertindak sesukanya, karena kehendaknya telah menjadi miliknya. Individu yang telah mencapai tingkat ini harus diberikan kebebasan. Guru tidak boleh tanpa ampun memerintahkan muridnya hanya karena murid itu telah mendedikasikan segalanya untuknya. Guru seharusnya tidak berubah menjadi orang yang mencuri kekayaan (vittha-apahari) tetapi harus menjadi orang yang mencuri hati! Guru harus menjadi penunjuk waktu alarm. Guru harus membangunkan mereka yang terbungkus dalam tidur ketidaktahuan dan menghadiahi mereka dengan ajaran tentang pengetahuan mengenai Realitas Atma mereka. (Vidya Vahini, Ch 12)

-BABA

 

Thought for the Day - 22nd July 2021 (Thursday)

Soap and water are needed to wash accumulated dirt off one’s clothes. So too, spiritual knowledge and penance are essential when one is anxious to remove dirt that is stuck to the mind. Only when both are done, can levels of consciousness be thoroughly cleansed. No vehicle can move without two wheels, nor can birds fly on one wing. So too, none can be purified or rendered holy without spiritual learning and spiritual austerity. Spiritual austerity (tapas) doesn’t mean positioning oneself upside down, head on ground & feet held up, like bats. Nor is it renunciation of possessions, properties, wife and children, or holding nose to regulate breath. Physical actions, vocal assertions, and mental resolve — all three must be in unison. Thoughts, speech, and actions - all must be pure. This is real spiritual austerity. Moreover, these three must be coordinated not by compulsions of duty; but for the contentment of the Self. Spiritual Effort (Tapas) must be undertaken to satisfy one’s inner yearnings. This struggle is the essence of Tapas! 



Sabun dan air diperlukan untuk mencuci kotoran dari pakaian seseorang. Demikian juga, pengetahuan spiritual dan penebusan dosa sangat penting ketika seseorang ingin menghilangkan kotoran yang menempel pada pikiran. Hanya ketika keduanya dilakukan, tingkat kesadaran dapat dibersihkan secara menyeluruh. Tidak ada kendaraan yang dapat bergerak tanpa dua roda, demikian pula burung tidak dapat terbang dengan satu sayap. Demikian juga, tidak ada yang dapat dimurnikan atau disucikan tanpa pembelajaran spiritual dan pertapaan spiritual. Pertapaan spiritual (tapas) tidak berarti memposisikan diri secara terbalik, kepala di atas tanah dan kaki terangkat, seperti kelelawar. Juga bukan pelepasan kepemilikan, properti, istri dan anak-anak, atau menahan hidung untuk mengatur nafas. Tindakan fisik, penegasan vokal, dan tekad mental — ketiganya harus serempak. Pikiran, ucapan, dan tindakan - semuanya harus murni. Inilah pertapaan spiritual sejati. Apalagi ketiganya harus dikoordinasikan bukan dengan paksaan tugas; tetapi untuk kepuasan Diri. Upaya Spiritual (Tapas) harus dilakukan untuk memuaskan kerinduan batin seseorang. Perjuangan ini adalah inti dari Tapas! (Vidya Vahini, Ch 12)

-BABA