Sunday, January 31, 2021

Thought for the Day - 28th January 2021 (Thursday)

In many countries and human communities, we have only one faith, one path, one object of adoration, one form of worship, that has sent down roots and borne fruits. This faith may be indigenous or imported, but people in these regions have learnt to assimilate it and are allergic to others. In India, on the other hand, there are, since ages, many faiths and many paths, reflecting all the urges of man which lead him inward and upward. Hence, there are manifold alternatives from which man can choose the one that suits his stage of spiritual growth and with his feet firm on that step, he can raise himself up to greater heights. Indian Culture is like the ocean, which has in it the waters of all the rivers, from all the lands, from clouds that roam across all the continents. The ocean that is the source and goal of all the rivers is the bed on which Vishnu rests! That is why Vishnu is the God that symbolises the universal aspect of the Divine Principle in the Universe as well as beyond It. 



Di banyak bangsa dan komunitas manusia, kita hanya memiliki satu keyakinan, satu jalan, satu objek pemujaan, satu wujud pemujaan, yang telah berakar kuat dan menghasilkan buah. Keyakinan ini mungkin asli dari tempat itu atau berasal dari tempat lain, namun masyarakat yang ada di daerah itu telah belajar untuk menyesuaikannya dan menjadi alergi terhadap yang lainnya. Di India, sebaliknya sejak berabad-abad ada banyak keyakinan dan banyak jalan, yang mencerminkan semua dorongan manusia yang menuntunnya ke dalam dan ke atas. Karena itu, ada banyak pilihan dimana manusia dapat memilih satu yang sesuai dengan tahapan pertumbuhan spiritualnya dan dengan kaki yang mantap pada langkah itu, ia dapat mengangkat dirinya pada ketinggian yang lebih tinggi. Kebudayaan India adalah seperti Samudra dimana di dalamnya berisi air dari semua sungai, dari semua daratan, dari semua awan yang menjelajah di semua benua. Samudra yang menjadi sumber dan tujuan dari semua sungai adalah tempat tidur dimana Sri Wisnu bersandar! Itulah sebabnya mengapa Sri Wisnu adalah Tuhan yang dilambangkan dengan aspek universal dari prinsip Tuhan di alam semesta maupun di luar alam semesta. (Divine Discourse, Jan 14, 1970)

-BABA

 

Thought for the day - 27th January 2021 (Wednesday)

The great evil that undermines the units of this organisation is pride and jealousy that it engenders. When one person exudes the pride that he alone can sing bhajans well amongst the group, naturally others develop anger, jealousy, hate, malice, and other such deleterious traits. Spiritual pride is the most poisonous of all varieties of pride, it blinds and leads the person suffering from it into ruin. Beware of pride; be always aware that you are but instruments in My Divine Mission of Revival of Righteousness (Dharmasthapana). Try to be more and more efficient as such instruments. The Hand that wields the instrument knows how and when it has to be applied! Be righteous; avoid all prejudices against others on the basis of caste, creed, colour, mode of worship, status or degree of affluence. Love alone can root out the weed of pride from the heart. Love all, as so many forms of God, appearing in various roles. 



Kejahatan-kejahatan besar yang merusak unit-unit organisasi ini adalah kesombongan dan iri hati yang ditimbulkannya. Ketika satu orang memancarkan kesombongan bahwa hanya dia sendiri yang dapat menyanyi bhajan dengan baik diantara kelompoknya, maka secara alami yang lainnya mengembangkan kemarahan, iri hati, kebencian, kecongkakan, dan sifat-sifat merusak lainnya. Kesombongan spiritual adalah racun yang paling berbahaya dari semua jenis kesombongan, karena hal ini dapat membutakan dan menuntun orang itu menderita karenanya menuju pada kehancuran. Waspadalah terhadap kesombongan; selalulah sadar bahwa engkau hanyalah alat dalam misi Tuhan dalam kebangkitan kebajikan (Dharmasthapana). Cobalah untuk menjadi lebih dan lebih efisien sebagai alat seperti itu. Tangan yang memegang alat mengetahui bagaimana dan kapan alat itu digunakan! Jadilah benar; jauhi semua bentuk prasangka terhadap orang lain atas dasar kasta, keyakinan, warna kulit, bentuk ibadah, status atau tingkat kesejahteraan. Hanya cinta-kasih yang dapat membasmi gulma kesombongan dari dalam hati. Kasihi semuanya, lihatlah semuanya sebagai begitu banyak wujud Tuhan yang muncul dalam berbagai peran. (Divine Discourse, Jan 13, 1970)

-BABA

 

Thought for the day - 26th January 2021 (Tuesday)

Fill the reservoir with water; then, when you turn the tap, buckets will be full. Cultivate love and devotion; then your activities will be saturated with compassion and charity, and they will yield the golden harvest of joy and peace. The water must be pure; Love must be unselfish and universal. You can yourself judge whether your Love is narrow or broad, whether your Devotion is shallow or deep. Are you content with your achievement? Examine it yourself, pronounce the verdict on yourself, by your own discrimination. Purity of motive is the best guarantee that you will have peace. An uneasy conscience is a tormenting companion. Righteous action will leave no bad effects, to disturb your sleep or health. If there is righteousness in the heart, there will be beauty in character; If there is beauty in character, there will be harmony in home. When there is harmony in the home, there will be order in the Nation. When there is order in the nation, there will be peace in the World. 



Isilah tangki air dengan air; kemudian ketika engkau membuka keran maka ember akan penuh terisi air. Tingkatkan cinta-kasih dan bhakti; kemudian kegiatanmu akan dipenuhi dengan cinta-kasih dan derma, dan kegiatanmu itu akan menghasilkan panen yang sangat baik yaitu suka cita dan kedamaian. Air haruslah murni; cinta-kasih harus tanpa mementingkan diri sendiri dan bersifat universal. Dirimu sendiri dapat menilai apakah cinta-kasihmu sempit atau luas, apakah bhaktimu dangkal atau dalam. Apakah engkau puas dengan pencapaianmu? Periksa semua itu pada dirimu, sampaikan keputusan itu pada dirimu sendiri dengan kemampuan membedakan yang engkau miliki.  Murnikan niat yang ada adalah jaminan terbaik bagimu untuk mendapatkan kedamaian. Hati nurani yang gelisah adalah pendamping yang menyiksa. Perbuatan baik tidak akan meninggalkan hasil yang buruk yang dapat mengganggu tidur dan kesehatanmu. Jika ada kebajikan di dalam hati, maka akan ada keindahan dalam karakter; jika ada keindahan dalam karakter, akan ada keharmonisan di dalam rumah. Ketika ada keharmonisan di dalam rumah, akan ada ketertiban dalam bangsa. Ketika ada ketertiban dalam bangsa, maka akan ada kedamaian di dunia. (Divine Discourse, Jan 13, 1970)

-BABA

 

Thought for the Day - 25th January 2021 (Monday)

The Lord is now worshipped by offering Him all things that you crave for, by treating Him with all the honour you like to be done to yourself. The idol is bathed and washed, bedecked with jewels, fed and fanned, surrounded with fragrance, etc., since these are things you desire. But, the Lord is pleased only when you do things the Lord desires! How else then can you win His Grace? How else than by nursing and nourishing, succouring and saving His children? How else than by helping them to realise Him, as their Lord and Guardian, and cultivating faith in Him, through your own straight and sincere living! You must look upon all as limbs of your own body, and just as you try to heal any bruise or wound on any limb as quickly and as efficiently as possible, you must heal the woes and pains of others to the best of your ability and as far as your means allow! 



Tuhan saat sekarang dipuja dengan mempersembahkan kepada-Nya semua benda yang engkau inginkan, dengan memperlakukan Tuhan dengan semua rasa hormat yang engkau suka dilakukan pada dirimu sendiri. Arca suci dimandikan dan dibersihkan, dihiasi dengan perhiasan, diberikan makan dan dikipasi, dikelilingi dengan wewangian, dsb, karena semua hal-hal ini adalah yang engkau inginkan. Namun, Tuhan disenangkan hanya ketika engkau melakukan hal yang diinginkan Tuhan! Dengan cara apa lagi engkau bisa mendapatkan karunia-Nya? Bagaimana lagi selain dengan merawat dan memberi makan, memberi bantuan dan menyelamatkan anak-anak-Nya? Bagaimana lagi selain dengan membantu mereka untuk menyadari-Mu, sebagai Tuhan dan penjaga mereka, dan meningkatkan keyakinan mereka pada Tuhan, melalui hidupmu yang jujur dan tulus! Engkau harus melihat semuanya adalah sebagai bagian anggota tubuhmu sendiri, dan engkau mencoba untuk menyembuhkan memar atau luka pada bagian tubuh manapun secepat dan seefisien mungkin, engkau harus menyembuhkan kesengsaraan dan penderitaan orang lain dengan kemampuan terbaikmu dan sejauh kemampuanmu memungkinkan! (Divine Discourse, Feb 19,1970)

-BABA

 

Sunday, January 24, 2021

Thought for the Day - 24th January 2021 (Sunday)

One of the first principles of straight living is: Practice silence. For, the voice of God can be heard in the region of your heart only when the tongue is stilled. Then the storm is still and the waves are calm. There will be no temptation for others to shout when you talk to them in whispers. Set the level of tone yourself: As low as possible, as high as necessary to reach the outermost boundary of the circle you are addressing. Conserve sound, since it is the treasure of the element space (Akasha), an emanation from God Himself. Reason can prevail only when arguments are advanced without the whipping up of sound. Silence is the speech of the spiritual seeker. Soft sweet speech is the expression of genuine love. Hate screeches, fear squeals and conceit trumpets. But love sings lullabies; it soothes and applies balm. Practice the vocabulary of love; unlearn the language of hate and contempt! 


Salah satu prinsip pertama dari hidup yang jujur adalah: praktikkan keheningan. Karena, suara Tuhan dapat didengar dalam relung hatimu hanya ketika lidah didiamkan. Kemudian badai akan tenang dan gelombang juga akan tenang. Tidak akan ada lagi godaan bagi orang lain untuk berteriak ketika engkau berbicara pada mereka dengan lembut. Tentukan sendiri tingkat nada suaramu: serendah mungkin, setinggi yang diperlukan untuk mencapai batas terluar dari lingkaran yang engkau tuju. Lestarikan suara, karena suara adalah harta dari unsur ruang (Akasha), sebuah pancaran dari Tuhan sendiri. Alasan dapat menjadi menang hanya ketika argumentasi dikemukakan tanpa suara yang keras. Keheningan adalah suara dari para pencari spiritual. Perkataan yang lembut dan manis adalah ungkapan dari kasih yang murni. Pekikan kebencian, jeritan ketakutan, dan terompet kesombongan. Hanya kasih melantunkan lagu pengantar tidur; ini melembutkan dan seperti mengoleskan balsem. Praktikkan kosa kata kasih; lupakan bahasa kebencian dan kesombongan! (Divine Discourse, Feb 19,1970)

-BABA


Thought for the Day - 23rd January 2021 (Saturday)

Established in this bent of mind (of seeing the Lord in all), the devotee becomes the devoted servant of all, with no sense of superiority or inferiority. This is a vital step (7), which presages great spiritual success. (8) This takes the seeker so near the Lord that one feels like the comrade and friend, the sharer of God's power and mercy, of God's triumphs and achievement, one becomes His sakha like Arjuna had become. (9) As can be inferred, this is the prelude to the final step of total surrender, or Atmanivedanam, yielding fully to the Will of the Lord which the seeker knows through one’s own purified intuition. You will note that the seventh step is dasyam (the servant stage). That is the stage of service, which every person calling oneself a social worker, or volunteer, or sevak has to reach. It is more fruitful than reciting the Name or counting beads, or spending hours in meditation, though one's service will be richer and more satisfying if done on the basis of spiritual discipline. 



Tetapkan mulai memusatkan pikiran untuk melihat Tuhan dalam semuanya, bhakta menjadi pelayan yang berbhakti kepada semuanya, tanpa adanya rasa lebih hebat atau lebih rendah. Ini adalah sebuah langkah yang vital (7), yang menunjukkan keberhasilan spiritual yang besar. (8) Hal ini membawa peminat spiritual menjadi begitu dekat dengan Tuhan sehingga seseorang merasa seperti kawan dan teman, penerima kekuatan dan belas kasih Tuhan, kemenangan dan pencapaian Tuhan, seseorang menjadi sakha-Nya seperti halnya Arjuna. (9) seperti dapat disimpulkan, ini adalah awal dari langkah terakhir pada berserah diri sepenuhnya atau Atmanivedanam, menyerahkan sepenuhnya pada kehendak Tuhan yang mana peminat spiritual mengetahui melalui intuisi yang telah dimurnikan. Engkau akan mencatat bahwa langkah ketujuh adalah dasyam (tahapan pelayan). Itu adalah tahap pelayanan yang harus dicapai setiap orang, yang mana setiap orang menyebut dirinya sebagai pekerja sosial atau sukarelawan atau sevak. Ini adalah lebih bermakna daripada melantunkan nama suci atau menghitung japa mala, atau menghabiskan berjam-jam dalam meditasi, meskipun pelayanan seseorang akan menjadi lebih kaya dan lebih memuaskan jika dilakukan dengan dasar disiplin spiritual! (Divine Discourse, Feb 19, 1970)

-BABA

 

Thought for the Day - 22nd January 2021 (Friday)

The (first six of the nine) steps in the pilgrimage of man towards God along the path of dedication and surrender are: (1) Developing a desire to listen to the glory and grandeur of the handiwork of God and of the various awe-inspiring manifestations of Divinity. It is by hearing about the Lord again and again, that we can transform ourselves into Divinity. (2) Singing to oneself about the Lord, in praise of His magnificence and manifold exploits. (3) Dwelling on the Lord in the mind, revelling in the contemplation of His beauty, majesty and compassion. (4) Entering upon the worship of the Lord, by concentrating on honouring the feet or foot-prints. (5) This develops into a total propitiation of the Lord, and systematic ritualistic worship, in which the aspirant gets inner satisfaction and inspiration. (6) The aspirant begins to see the favourite Form of God, which one likes to worship, in all beings and all objects, wherever one turns, and hence develops an attitude of Vandana (reverence) towards nature and all life! 



Enam langkah pertama dari sembilan langkah dalam perjalanan manusia menuju Tuhan sepanjang jalan pengabdian dan berserah diri adalah: (1) Mengembangkan keinginan untuk mendengarkan kemuliaan dan keagungan hasil karya Tuhan dan berbagai hal menakjubkan dari manifestasi Tuhan. Adalah dengan mendengarkan tentang Tuhan berulang kali, maka kita dapat mengubah diri kita menuju keilahian. (2) Mengidungkan pada diri tentang Tuhan, dalam memuji kemuliaan-Nya dan berbagai jenis penciptaan. (3) Merenungkan Tuhan di dalam pikiran, bersuka ria dalam perenungan akan keindahan, keagungan, dan kasih-Nya. (4) Memasuki pemujaan pada Tuhan dengan memusatkan pikiran pada penghormatan pada kaki atau jejak-jejak kaki. (5) Hal ini berkembang menuju pada sebuah pendamaian sepenuhnya dari Tuhan, pemujaan ritual secara sistematis, yang mana para peminat spiritual mendapatkan kepuasan batin dan inspirasi. (6) Peminat spiritual mulai melihat wujud Tuhan kesayangannya yang disukai seseorang untuk dipuja, dalam semua makhluk dan semua objek, kemanapun seseorang berpaling, dan karenanya mengembangkan sikap Vandana (penghormatan) kepada alam dan semua kehidupan! (Divine Discourse, Feb 19, 1970)

-BABA

 

Thought for the Day - 21st January 2021 (Thursday)

If we invite some great person, such as a saint or a learned person to our house, some preparations will have to be made at home, to make it presentable. We have to clean the house and the surroundings before the guest comes. A house which is not clean lacks sacredness and great people would not go to such places. In the same way, if we invited a minister or governor to our village, we would clean the road and decorate the path and keep everything fit and proper for receiving the eminent visitor. If we take so much care and precaution when we invite a person who has only a temporary position, how much more clean should we keep our heart when we invite the very Creator and Protector of the world Himself to enter! Krishna said: "Arjuna, you are taking Me as the charioteer of your chariot. Take Me as the charioteer of your life. The seat on which I am seated in this chariot is very clean and well decorated. Think how clean and how grand your heart should be to make it a seat for Me if I become the charioteer of your heart.” 



Jika kita mengundang beberapa orang suci, seperti guru suci atau seorang cendekiawan ke dalam rumah kita, beberapa persiapan harus dibuat di rumah, agar kelihatan rapi. Kita harus membersihkan rumah dan sekitarnya sebelum tamu kita datang. Sebuah rumah yang tidak bersih akan menjadi kurang akan kesucian dan orang-orang hebat tidak akan mau pergi ke tempat yang seperti itu. Sama halnya, jika kita mengundang seorang gubernur atau menteri ke desa kita, kita harus membersihkan jalan dan menghias jalan serta menjaga semuanya cocok dan pantas untuk menerima tamu yang terkenal. Jika kita sangat berhati-hati dan berjaga-jaga ketika kita mengundang seseorang yang hanya memiliki jabatan sementara, bayangkan betapa lebih bersihnya kita harus menjaga hati kita ketika kita mengundang Sang Maha Pencipta dan Pelindung dunia untuk masuk! Sri Krishna berkata: "Arjuna, engkau menjadikan-Ku sebagai kusir keretamu. Jadikan Aku sebagai kusir dari hidupmu. Tempat duduk Aku duduk di kereta ini sangatlah bersih dan dihias. Pikirkan betapa bersih dan betapa megahnya hatimu harusnya dibuat sebagai tempat duduk-Ku jika Aku menjadi kusir hatimu.” (Divine Discourse, Sep 12, 1984)

-BABA

 

Thought for the Day - 20th January 2021 (Wednesday)

Sri Krishna has explained in the Gita that sorrow is the fruit of rajo guna (quality of passionate activity). He has also shown that only the person who recognises this truth and removes rajo and tamo guna (quality of sloth and inertia) from the heart, can be happy. As man has all the three gunas in his heart, he is bound. A farmer who wants to raise a crop in the field, at the outset, has to remove weeds from his field. If different types of weeds grow, the crop will be affected adversely. Removing the weeds is an essential precondition for getting a good crop. In the same way, a sadhaka (spiritual aspirant) who wants to realise 'atmananda' (joy of Atma), has to remove from the heart, various manifestations of rajo and tamo gunas in the form of malice, desire, greed, anger, hatred and jealousy. These six types of enemies of man are the children of rajo and tamo gunas. We won't be able to experience the joy of Atma (individual soul) as long as these weeds are there. 



Sri Krishna telah menjelaskan dalam Bhagavad Gita bahwa penderitaan adalah hasil dari rajo guna (sifat tindakan yang penuh nafsu). Sri Krishna juga telah memperlihatkan bahwa hanya seseorang yang telah menyadari kebenaran ini dan melepaskan sifat rajo dan tamo guna (sifat malas dan pasif) dari hati, bisa merasakan kebahagiaan. Karena manusia memiliki ketiga sifat tersebut di hatinya maka manusia menjadi terikat. Seorang petani ingin mendapatkan panen di sawahnya, maka diawalnya petani tersebut harus mencabuti rumput liar yang tumbuh di sawahnya. Jika berbagai jenis rumput liar yang berbeda tumbuh maka panen akan akan menjadi rugi. Mencabuti rumput liar tersebut adalah syarat yang mendasar untuk mendapatkan panen yang berhasil. Sama halnya, seorang sadhaka (peminat spiritual) yang ingin menyadari 'atmananda' (suka cita Atma), harus melepaskan dari hatinya berbagai jenis perwujudan dari sifat rajo dan tamo guna dalam bentuk kesombongan, keinginan, ketamakan, kemarahan, dan iri hati. Keenam jenis musuh manusia ini adalah anak-anak dari rajo dan tamo guna. Kita tidak akan mampu mengalami suka cita Atma (jiwa individu) selama rumput-rumput liar ini masih tumbuh dan ada di sana. (Divine Discourse, Sep 12, 1984)

-BABA

 

Friday, January 22, 2021

Thought for the Day - 19th January 2020 (Tuesday)

It is true that health is wealth. Dharmarthakamamokshanam arogyam moolamutthamam - Health is the fundamental requirement to achieve the four goals of human life, namely, dharma (righteousness), artha (wealth), kama (desire) and moksha (liberation). However, once you attain the state of bliss, you can always enjoy good health. Man is deluded with the feeling that he can lead a blissful life by acquiring wealth and position of authority. Neither wealth nor position of authority can confer bliss on you. Bliss can be experienced only when you visualise unity in diversity. If you do not understand the principle of unity and attain bliss, all the service activities like construction of hospitals will be of little consequence. Everyone working in a hospital, be they doctors, nurses, paramedical staff or technicians, should have the spirit of unity. This hospital demonstrates the ideal of unity. All the staff in this hospital work with the feeling that they belong to one family. 



Adalah benar bahwa kesehatan adalah kekayaan. Dharmarthakamamokshanam arogyam moolamutthamam – Kesehatan adalah syarat mendasar untuk mencapai empat tujuan hidup manusia yaitu dharma (kebajikan), artha (kekayaan), kama (keinginan), dan moksha (pembebasan). Bagaimanapun juga, sekali engkau mencapai keadaan bahagia, engkau dapat selalu menikmati kesehatan yang baik. Manusia diperdaya dengan perasaan bahwa dia dapat menikmati hidup yang bahagia dengan mendapatkan kekayaan dan kekuasaan. Bukan kekayaan dan juga kekuasaan yang dapat memberikan kebahagiaan padamu. Kebahagiaan dapat dialami hanya ketika engkau memvisualisasikan persatuan dalam keanekaragaman. Jika engkau tidak mengerti prinsip persatuan dan mencapai kebahagiaan, semua tindakan pelayanan seperti pembangunan rumah sakit akan memberikan dampak yang kecil. Setiap orang bekerja di dalam rumah sakit, apakah mereka dokter, perawat, staf paramedis atau teknisi, harus memiliki semangat persatuan. Rumah sakit seperti ini menunjukan ideal dari persatuan. Semua staf di dalam rumah sakit ini bekerja dengan perasaan bahwa mereka milik satu keluarga. (Divine Discourse, Aug 22, 2000)

-BABA

 

Thought for the Day - 18th January 2021 (Monday)

People should take great care that their senses do not go astray and commit offences. Thinking evil, speaking evil and seeing evil can invariably lead to total ruin. For example, in the Mahabharata, Duryodhana had evil thoughts about the Pandavas, and ultimately he brought destruction upon his entire family. The Ramayana had the story of Kaikeyi, who listened to the evil counsel of Manthara and so lost not only her husband but also the regard and love of her son Bharata. No one today likes to be known by these infamous characters Duryodhana, Keechaka, or Ravana. But though their names are not favoured, the bad qualities associated with them have not been given up by mankind. Strive to give up evil looks, vicious speech, and the greed to give ear to evil counsel and slanderous gossip. 



Manusia seharusnya benar-benar menjaga indera mereka agar tidak menyimpang dan melakukan pelanggaran. Berpikir jahat, berbicara jahat, dan melihat kejahatan dapat menyebabkan kehancuran menyeluruh. Sebagai contoh, dalam Mahabharata, Duryodhana memiliki pikiran yang jahat tentang Pandava, dan pada akhirnya Duryodhana membawakan kehancuran pada seluruh keluarganya. Dalam Ramayana, memiliki kisah tentang Kaikeyi, yang mendengarkan saran yang jahat dari Manthara dan mengalami kehilangan tidak hanya suaminya namun juga rasa hormat dan cinta dari putranya yaitu Bharata. Tidak ada orang saat ini yang suka dikenal dengan karakter jahat seperti Duryodhana, Keechaka, atau Ravana. Namun meskipun nama mereka tidak disukai, sifat-sifat buruk yang dimiliki oleh mereka tidak dilepaskan oleh manusia. Berusahalah keras untuk melepaskan pandangan jahat, perkataan yang keji, dan keserakahan dengan memberikan telinga mendengarkan saran yang jahat dan gosip yang memfitnah. (Divine Discourse, May 22, 1986)

-BABA

 

Sunday, January 17, 2021

Thought for the Day - 17th January 2021 (Sunday)

Everyone has five advisors in life. They are who, when, what, where and how. Before undertaking any action, answers should be got for these five questions. When the correct answers are got, the actions based on them will be right. People today act without concern for these factors. In this matter everyone can rely on his own judgement using his powers of observation and discretion. All instruments for this purpose are available to everyone in his organs of perception and action. In every limb and organ there is a divine power. This divine potency is called Angirasa. The name is derived from the fact that the Divine is present in every Anga (limb) as a Rasa (essence). There is no need to search for the Divine outside yourself. You are Divine. All your powers are Divine potencies! Your life must be based on truth and righteousness. Develop the conviction that whatever happens to you is for good. 



Setiap orang memiliki lima penasihat di dalam hidup. Kelimanya itu adalah siapa, kapan, apa, dimana, dan bagaimana. Sebelum melakukan perbuatan apapun juga, jawaban harus didapatkan dari lima pertanyaan di atas. Ketika mendapatkan jawaban yang benar, perbuatan yang berlandaskan dari pertanyaan tersebut akan menjadi benar. Manusia bertindak saat sekarang tanpa mempedulikan faktor-faktor ini. Dalam hal ini setiap orang dapat bergantung pada penilaiannya sendiri dengan menggunakan kemampuan observasi dan kebijaksanaan. Semua sarana untuk tujuan ini telah tersedia bagi setiap orang dalam organ persepsi dan tindakan. Dalam setiap organ ada sebuah kekuatan Tuhan di dalamnya. Potensi Tuhan itu disebut dengan Angirasa. Nama ini berasal dari kenyataan bahwa Tuhan adalah ada di dalam setiap Anga (organ) sebagai sebuah Rasa (intisari). Adalah tidak perlu untuk mencari Tuhan di luar dirimu. Engkau adalah Tuhan. Semua kekuatanmu adalah potensi Tuhan! Hidupmu harus berdasarkan kebenaran dan kebajikan. Kembangkan keyakinan bahwa apapun yang terjadi kepadamu adalah untuk kebaikanmu. (Divine Discourse, Jan 14, 1997)

-BABA

 

Thought for the Day - 16th January 2021 (Saturday)

Penance does not mean retiring to the forest and living on fruits and tubers. In fact such a life can be called a life of tamas (dullness) not penance (tapas). True penance lies in controlling one’s emotions, thoughts, words and deeds arising out of satwic, rajasic and tamasic qualities. One should contemplate on God at all times and achieve harmony in thoughts, words and deeds. He alone is a noble one, whose thoughts, words and deeds are in complete harmony. Do not be carried away by pain or pleasure. Bhagavad gita teaches: Sukha Dukhe Same Kruthwaa Labhaa Labhou Jaya Jayou - One should be even minded in happiness or sorrow, gain or loss, victory or defeat. One should discharge one’s duty and serve society without any expectation of reward. Such even mindedness and desireless state is true penance. 



Tapa brata tidak berarti mengasingkan diri ke dalam hutan dan hidup hanya pada buah dan umbi-umbian. Sesungguhnya hidup yang seperti itu dapat disebut dengan tamas (kemalasan) dan bukan tapa brata. Tapa brata yang sesunguhnya terdapat dalam mengendalikan emosi, pikiran, perkataan, dan perbuatan seseorang yang muncul dari sifat rajasik dan tamasik. Seseorang seharusnya merenungkan Tuhan sepanjang waktu dan mencapai keharmonisan dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan. Hanya dia adalah orang yang mulia, dimana pikiran, perkataan, dan perbuatannya sepenuhnya harmonis. Jangan terbawa oleh rasa sakit atau rasa senang. Bhagavad Gita mengajarkan: Sukha Dukhe Same Kruthwaa Labhaa Labhou Jaya Jayou – Seseorang seharusnya bahkan tetap tenang dalam kebahagiaan dan penderitaan, keuntungan dan kehilangan, kemenangan dan kekalahan. Seseorang seharusnya menjalankan kewajibannya dan melayani masyarakat tanpa mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun juga. Pikiran dan tanpa keinginan seperti itu adalah keadaan tapa brata yang sesungguhnya. (Divine Discourse, Aug 22, 2000)

-BABA

 

Thought for the Day - 15th January 2021 (Friday)

You must fill yourself with holy thoughts. That is the purpose of sacred festivals. Sankramana is the time when the inward journey towards a pure and unsullied heart is made. Just as the Sun embarks on his northward journey, Sankranti is the day on which the intellect should be turned towards the Atma for Self-Realisation. Men and women have to change their vision, their thoughts, their words and their conduct. This is the meaning of Sankramana. Unless you purify yourself, what can any number of Sankrantis mean to you? Sankranti promotes mental transformation. It illuminates the minds of people. It induces unfoldment of innermost feelings. It brings about the manifestation of the invisible Atma within everyone. Sankranti is pregnant with such immense significance. Sankranti should be hailed as the harbinger of unity and peace. This was an immemorial message of the Vedas. 



Engkau harus mengisi dirimu dengan pikiran-pikiran yang luhur. Itu adalah tujuan dari perayaan yang suci. Sankramana adalah waktu ketika perjalanan ke dalam batin menuju hati yang suci dan tidak ternoda dilakukan. Seperti halnya matahari yang bergerak dalam pergerakannya menuju ke arah utara, Sankranti adalah hari dimana intelek harus diarahkan kepada Atma untuk realisasi diri. Laki-laki dan perempuan harus merubah pandangan mereka, gagasan mereka, perkataan, dan tingkah laku mereka. Ini adalah makna dari Sankramana. Kecuali engkau memurnikan dirimu sendiri, apa makna perayaan Sankranti berulang kali bagimu? Sankranti meningkatkan perubahan batin. Ini menerangi pikiran orang-orang. Ini juga mendorong pengungkapan perasaan yang terdalam dan membawakan pengejewantahan Atma yang tidak terlihat di dalam diri setiap orang. Sankranti mengandung makna yang begitu besar. Sankranti harus dijadikan sebagai perintis dari kesatuan dan kedamaian. Ini merupakan pesan dari Weda yang adiluhung! (Divine Discourse, Jan 15, 1996)

-BABA

 

Thought for the Day - 14th January 2021 (Thursday)

Today is the Pongal festival in Tamil Nadu. It is the day of Uttarayana when the Sun turns daily more and more towards the north for a six-month period which is considered holier than the other six months. Pongal means boiling over, spilling over of milk, that is to say, the heart must spill over with delight at the great lessons that the Uttarayana teaches us. The Sun is the presiding deity of the eye as well as the intellect, and when the Sun turns north we must also decide to turn towards the holy path of God- realisation. When Arjuna and Duryodhana were together with Sri Krishna to seek his help during the Kurukshetra war, Arjuna chose the path of God while Duryodhana preferred the path of material power. The more riches you accumulate, the more bound you become, and the more worry, anxiety and fear you get into. If one has God on one side, what can one not achieve! 



Hari ini adalah perayaan Pongal di Tamil Nadu. Ini adalah hari dari Uttarayana ketika matahari semakin hari semakin mengarah ke arah utara selama masa enam bulan yang dianggap lebih suci daripada enam bulan yang lainnya. Pongal berarti mendidih, menumpahkan susu, itu artinya bahwa hati harus meluap dengan gembira atas pelajaran yang sungguh luar biasa yang diajarkan oleh Uttarayana kepada kita. Matahari adalah kekuatan yang bertanggung jawab dari mata dan juga intelek, dan ketika matahari mengarah ke utara maka kita juga harus memutuskan untuk mengarah pada jalan suci menuju Tuhan – yaitu realisasi. Ketika Arjuna dan Duryodhana bersama-sama mendatangi Sri Krishna untuk meminta bantuan selama perang Kurukshetra, Arjuna memilih jalan Tuhan sedangkan Duryodhana lebih memilih kekuatan materi. Semakin banyak kekayaan yang engkau kumpulkan, semakin terikat, cemas dan takut engkau jadinya. Jika seseorang memiliki Tuhan di sisinya, apa yang tidak bisa dicapainya! (Divine Discourse, Jan 15, 1979)

-BABA

 

Wednesday, January 13, 2021

Thought for the Day - 13th January 2021 (Wednesday)

Man’s vision should not be confined solely to external objects and worldly things, which are transient and perishable. Man has been given this vision so that he may see the pure, sacred Divine Consciousness abiding in his heart. The northward motion of the Sun (Uttarayana) is the appropriate occasion for developing this inward vision. This is the royal road for the spiritual aspirant to realise the Supreme. From this day, the Sun wears a peaceful and pleasing aspect. It is not enough, therefore, merely to recognise the northward movement of the Sun in this period. Every effort should be made to direct the vision inwards towards the pure, sacred Indwelling Self. This is the period for cherishing sacred thoughts and performing holy deeds. The sages and seers of ancient times used to wait for the arrival of the Uttarayana to embark on their sacred tasks. 



Pandangan manusia seharusnya tidak dibatasi hanya pada objek-objek luar dan benda-benda duniawi, yang mana bersifat sementara dan fana. Manusia telah diberikan pandangan ini sehingga manusia dapat melihat kesadaran Tuhan yang kekal, suci, dan murni ada di dalam hatinya. Pergerakan matahari ke  arah utara (Uttarayana) adalah keadaan yang tepat untuk mengembangkan pandangan ke dalam diri. Ini adalah jalan raya bagi peminat spiritual untuk menyadari Yang Tertinggi. Mulai hari ini, matahari memakai aspek yang penuh kedamaian dan menyenangkan. Maka dari itu, adalah tidak cukup hanya mengetahui pergerakan matahari ke utara dalam periode ini. Setiap usaha harus dilakukan untuk mengarahkan pandangan ke dalam menuju pada kesucian, dan Diri sejati yang suci bersemayam dalam diri. Ini adalah periode untuk menghargai pikiran yang suci dan melakukan perbuatan yang suci. Para guru suci dan peminat spiritual zaman dahulu biasanya menunggu kedatangan dari periode Uttarayana untuk memulai tugas suci mereka. (Divine Discourse, Jan 14, 1994)

-BABA

 

Thought for the Day - 12th January 2021 (Tuesday)

Born in society, brought up in society, educated by society and deriving countless benefits from society, what are you doing for society? Social service should be regarded as an expression of gratitude to society for what it has done to us. Without society we cannot survive. Women should treat even their daily chores as a form of concentrated work. If they are unable to attend a satsang (spiritual congregation) on account of household duties, they should not feel miserable on that account. Discharge of duties at home is as sacred as attending a satsang. Only if you do your duties at home properly will you be able to render proper service outside. In whatever work you do at home, whether sweeping the floor or making chapatis (Indian flatbread), convert it into a form of spiritual exercise. Infuse every action with love of the Divine and dedicate it to God. 



Lahir dalam masyarakat, dibesarkan dalam masyarakat, dididik dalam masyarakat, dan mendapatkan begitu banyak manfaat dari masyarakat, apa yang engkau lakukan untuk masyarakat? Pelayanan sosial seharusnya dianggap sebagai sebuah ungkapan rasa terima kasih kepada masyarakat terhadap apa yang telah diberikan kepada kita. Tanpa masyarakat, kita tidak akan bisa bertahan hidup. Para wanita seharusnya memperlakukan bahkan pekerjaan mereka sehari-hari sebagai wujud dari kerja yang terkonsentrasi. Jika para wanita tidak mampu ikut hadir dalam satsang (perkumpulan spiritual) karena kewajiban rumah tangga, mereka seharusnya tidak merasa sedih karenanya. Menjalankan kewajiban di rumah adalah sama sucinya dengan menghadiri satsang. Hanya jika engkau menjalankan kewajibanmu di rumah dengan benar maka barulah engkau dapat memberikan pelayanan ke luar. Dalam apapun pekerjaan yang engkau lakukan di rumah, apakah menyapu lantai atau mempersiapkan makanan, ubahlah semuanya itu menjadi sebuah latihan spiritual. Tanamkan dalam setiap perbuatan dengan kasih Tuhan dan dedikasikan perbuatan itu kepada Tuhan. (Divine Discourse, Mar 23, 1989)

-BABA

 

Thought for the Day - 11th January 2021 (Monday)

A true student is one who achieves excellence in the moral, social and spiritual fields. One should not strive for physical strength and happiness alone. One should strive hard for the control of the mind. One who becomes a slave to one’s mind is bound to become weak, however powerful one may be. So, you should make the mind your slave. The power of mind is matchless. It is from the mind that the most precious virtues originate. If wealth is lost, it can be earned again. If health is lost, it can be restored with the help of an efficient doctor. But if human values are lost, human life becomes a waste. Human values are the need of the hour. They cannot be acquired solely from sacred texts nor can they be passed on by learned preceptors. They originate from within. When we develop noble thoughts and follow the path of truth in our daily life, human values will blossom in us and protect us under all circumstances. 



Seorang murid yang sejati adalah seseorang yang mencapai keunggulan dalam bidang moral, sosial, dan spiritual. Seseorang seharusnya tidak berusaha hanya untuk kekuatan fisik dan kesenangan saja. Seseorang seharusnya berusaha keras untuk mengendalikan pikiran. Seseorang yang menjadi budak dari pikirannya dipastikan menjadi lemah, betapapun kuatnya orang itu. Jadi, engkau seharusnya membuat pikiran menjadi budakmu. Kekuatan pikiran adalah tidak ada bandingannya. Adalah berasal dari pikiran kebajikan yang paling berharga itu berasal. Jika kekayaan hilang, maka kekayaan masih dapat dicari kembali. Jika kesehatan yang hilang, kesehatan bisa didapatkan kembali dengan bantuan dokter yang tepat. Namun jika nilai-nilai kemanusiaan hilang, maka hidup manusia menjadi sia-sia. Saat sekarang, yang dibutuhkan adalah nilai-nilai kemanusiaan. Nilai-nilai kemanusiaan tidak bisa didapatkan hanya dari naskah suci dan juga tidak dapat diteruskan oleh guru-guru suci. Nilai-nilai kemanusiaan berasal dari dalam diri. Ketika kita mengembangkan pikiran yang mulia dan mengikuti jalan kebenaran di dalam hidup sehari-hari, maka nilai-nilai kemanusiaan akan mekar di dalam diri kita dan melindungi kita dalam semua keadaan. (Divine Discourse, Jan 14, 2003)

-BABA

 

Thought for the Day - 10th Jnauary 2021 (Sunday)

All objects in nature are transitory. They attract man and delude him. The objects that are temporary in nature will give only momentary happiness. The Vedas speak about the principle of ritam. It symbolises the truth that is changeless. All worldly objects undergo change. When you develop ritam, you will be able to understand the changeless and eternal Divinity. You may question, "How can I have the vision of God?" Oh man! You don't need to search for God! Wherever you see, He is there. He is imbued in every object. You are unable to see Him because you are deluded by external appearances. In fact, you are God yourself. Hence, the Veda exhorts man to develop faith that, "I am God and God is none other than myself." Names and forms are many, but God is one. Sarvam khalvidam Brahma (verily all this is Brahman). Such unity in Divinity has to be realised. Satsang means experience of unity. 



Semua objek di alam adalah bersifat sementara. Semua objek itu menarik dan memperdaya manusia. Objek-objek yang sementara itu hanya akan memberikan kesenangan yang bersifat sebentar saja. Weda menyatakan tentang prinsip dari ritam. Ini adalah simbol kebenaran yang tidak berubah. Semua objek-objek duniawi mengalami perubahan. Ketika engkau mengembangkan ritam, engkau akan mampu untuk memahami Tuhan yang bersifat tidak berubah dan abadi. Engkau mungkin bertanya, "Bagaimana saya bisa mendapatkan pandangan Tuhan?" Oh manusia! Engkau tidak perlu untuk mencari Tuhan! Kemanapun engkau melihat, Tuhan ada disana. Tuhan meresapi dalam setiap objek. Engkau tidak dapat melihat Tuhan karena engkau diperdaya oleh penampilan luar. Sesungguhnya, engkau sendiri adalah Tuhan itu sendiri. Karena itu, Weda mendorong manusia mengembangkan keyakinan bahwa, "aku adalah Tuhan dan Tuhan tiada lain adalah diriku sendiri." Nama dan wujud ada begitu banyak, namun Tuhan adalah satu. Sarvam khalvidam Brahma (sejatinya semuanya ini adalah Brahman). Kesatuan yang seperti itu dalam ketuhanan harus disadari. Satsang adalah sarana untuk mengalami kesatuan. (Divine Discourse, Mar 1, 2003)

-BABA

 

Thought for the Day - 9th January 2021 (Saturday)

Remember in what spirit Hanuman, the monkey, served Sri Rama. Hanuman has been described as ‘tranquil, virtuous and strong.’ Such a person, when he was on a tree in the Ashokavana in Lanka, was questioned by the rakshasas (demons) as to who he was and where from he had come. Hanuman replied: "Dasoham Kausalendrasya (I am the servant of Sri Rama, the Son of Kausalya)”. He did not boast about his valour or knowledge. He was content to describe himself as the humble and devoted servant of Rama. Bear in mind the maxim, "Without being a kinkara (one who is ready to carry out the Lord's command), you cannot become Shankara (Divine)." You have to transform your life through service. You should give no room for arrogance or self-interest to the slightest extent in your service activities. Install in your heart the feeling that the service you render to anyone is service to God. Only then does service to man become service to Madhava (God). 



Ingat semangat yang dimiliki oleh Hanuman, yaitu kera yang melayani Rama. Hanuman dijelaskan sebagai “tenang, berbudi luhur, dan kuat.” Hanuman yang pada waktu ada di atas pohon di Ashokavana di Lanka, ditanyakan oleh para raksasa tentang siapa dia dan darimana dia berasal. Hanuman menjawab: "Dasoham Kausalendrasya (aku adalah pelayan dari Sri Rama, putra dari Kausalya)”. Hanuman tidak menyombongkan tentang keberanian dan pengetahuannya. Hanuman merasa puas dengan menggambarkan dirinya sebagai pelayan Rama yang rendah hati dan berbhakti. Ingatlah pepatah, "tanpa menjadi seorang kinkara (seseorang yang siap untuk menjalankan perintah Tuhan), engkau tidak bisa menjadi Shankara (Tuhan)." Engkau harus mengubah hidupmu melalui pelayanan. Engkau seharusnya tidak memberikan ruang bagi arogansi atau kepentingan diri sekecil apapun dalam kegiatan pelayananmu. Semayamkan di dalam hatimu perasaan bahwa pelayanan yang engkau berikan kepada siapapun juga adalah pelayanan kepada Tuhan. Hanya dengan demikian pelayanan kepada manusia menjadi pelayanan kepada Madhava (Tuhan). (Divine Discourse, Mar 23, 1989)

-BABA

 

Thought for the Day - 8th January 2021 (Friday)

Embodiments of Love! Wherever you are, in whatever circumstances you are placed in, do not ever forget God. Sarvada sarva kaleshu sarvatra Hari chintanam (Always, at all times, under all circumstances contemplate on God). Whatever activity you undertake, dedicate it to God. All the powers in your body are the gifts of God. In fact, Divinity pervades every inch, every cell and every atom of your body. If you waste such a divine power, it amounts to sacrilege. Dedicate your body, mind, intellect; in fact, everything of yours, to God! The games you play should not be limited to one day. In fact, Life is a game; play it. Unity is divinity. Whatever you do, whatever you speak, whatever you think - in every aspect of your life - that unity must be reflected. That is the true culture of the Bharatiyas (Indians). 



Perwujudan kasih! Dimanapun engkau berada, dalam keadaan apapun juga engkau di tempatkan, jangan pernah melupakan Tuhan. Sarvada sarva kaleshu sarvatra Hari chintanam (selalu, sepanjang waktu, dalam semua keadaan merenungkan Tuhan). Apapun kegiatan yang engkau lakukan, dedikasikan perbuatan itu kepada Tuhan. Semua kekuatan di dalam tubuhmu adalah karunia dari Tuhan. Sesungguhnya, ketuhanan meliputi setiap inci, setiap sel, dan setiap atom dari tubuhmu. Jika engkau menyia-nyiakan kekuatan Tuhan yang seperti itu, ini sama halnya dengan penistaan. Dedikasikan tubuh, pikiran, kecerdasanmu, dan segala milikmu kepada Tuhan! Permainan yang engkau mainkan seharusnya tidak dibatasi pada satu hari saja. Sejatinya, hidup adalah sebuah permainan; mainkanlah. Kesatuan adalah ketuhanan. Apapun yang engkau lakukan, apapun yang engkau katakan, apapun yang engkau pikirkan – dalam setiap aspek hidupmu – kesatuan harus tercerminkan. Itu adalah budaya yang sesungguhnya dari Bharatiya (penduduk India)! (Divine Discourse, Jan 14, 2003)

-BABA

 

Thought for the Day - 7th January 2021 (Thursday)

The Bal Vikas is the primary basis of the great movement to restore dharma (righteousness) in the world. The elders are far gone in their ways, and it is difficult to expect change in their habits and attitudes. Children have to be led into good ways of living, into simplicity, humility and discipline. Through the example of bright, cheerful and cooperating children from the Bal Vikas classes, many parents have to be persuaded lovingly to send their children also to these classes. As you know, you cannot draw children to your side if you hold a stick in your hand; you will have to hold some sweets instead. So the Gurus have to be embodiments of love and patience. The ideal of the Bal Vikas is to raise a generation of boys and girls who have a clean and clear conscience. The actual syllabus is not so important as the creation of an atmosphere where noble habits and ideals can grow and fructify. 



Bal Vikas adalah dasar utama dari gerakan yang luar biasa untuk memulihkan kembali dharma (kebajikan) di dunia. Para sesepuh telah melangkah jauh dari jalan mereka, dan adalah sulit untuk mengharapkan perubahan dalam kebiasaan dan tingkah laku mereka. Anak-anak harus dituntun pada cara hidup yang baik, kearah kesederhanaan, kerendahan hati, dan disiplin. Melalui teladan yang benar, ceria, dan anak-anak yang bekerjasama dari kelas Bal Vikas, banyak orang tua harus dibujuk dengan penuh kasih agar mengirimkan anak-anak mereka ke kelas Bal Vikas. Seperti yang engkau ketahui, engkau tidak bisa menarik anak-anak ke sisimu jika engkau memegang kayu di tanganmu; engkau harus memegang permen sebagai gantinya. Jadi para guru harus menjadi perwujudan kasih dan kesabaran. Ideal dari Bal Vikas adalah untuk mengangkat sebuah generasi anak-anak yang memiliki hati nurani yang bersih dan jernih. Silabus sebenarnya tidaklah penting seperti halnya menciptakan suasana dimana kebiasaan dan ideal yang mulia dapat tumbuh dan berbuah! (Divine Discourse, Jun 6, 1978)

-BABA

 

Thought for the Day - 6th January 2021 (Wednesday)

People appear to be in quest of God. They do not realise that all that they see is permeated by God. All forms are Divine. But because their vision is outwards, they are unable to have the inner vision of the Divine. Man craves for peace. Though the source of peace and bliss is within himself, he seeks them in the external, like one pursuing a mirage. Owing to restless activity, endless worry and limitless desires, man has lost peace of mind and has become a prey to discontent and misery. At the outset, peace has to be cultivated within ourselves. And then that peace has to be extended to the family. From the home it should spread to our village. Thus, peace should begin with the individual and spread to the whole society. You have to engage yourselves in service, eschewing every trace of ahamkara (conceit). Our degradation is the result of forgetting God. When we remember God, our life will be filled with peace and happiness! 



Manusia kelihatan dalam pencarian Tuhan. Mereka tidak menyadari bahwa semua yang mereka lihat diresapi oleh Tuhan. Semua wujud adalah Tuhan. Namun karena pandangan manusia mengarah ke luar, manusia tidak mampu mendapatkan pandangan batin pada Tuhan. Manusia menginginkan kedamaian. Namun sumber kedamaian dan kebahagiaan ada di dalam dirinya sendiri, manusia mencarinya di luar seperti seseorang yang mengejar fatamorgana. Karena kegiatan yang gelisah, kecemasan yang tanpa akhir serta keinginan yang tanpa batas, manusia telah kehilangan kedamaian pikiran dan menjadi mangsa dari ketidakpuasan dan penderitaan. Pada awalnya, kedamaian harus ditingkatkan di dalam diri kita. Dan kemudian kedamaian tersebut harus diperluas pada keluarga. Mulai dari rumah, kedamaian itu harus disebarkan ke desa kita. Jadi, kedamaian harus dimulai dari individu dan menyebar ke seluruh masyarakat. Engkau harus melibatkan dirimu dalam pelayanan. Menghindari setiap jejak dari ahamkara (kesombongan). Kemerosotan kita adalah hasil dari melupakan Tuhan. Ketika kita ingat Tuhan, hidup kita akan diisi dengan kedamaian dan kebahagiaan! (Divine Discourse, Mar 23, 1989)

-BABA

 

Thought for the Day - 5th January 2021 (Tuesday)

Divinity is present in everyone in an unmanifested form. Every man is the embodiment of the Divine Sat-Chit-Ananda (Being-Awareness-Bliss). This has been described categorically in the Bhagavad Gita. As God is the embodiment of love, man is also an embodiment of love. But man today does not manifest it fully and properly because of his selfishness and self-centredness. Though humanity has advanced considerably in the material and scientific spheres, it has gone down grievously morally and spiritually. Selfishness is predominant in every action. Behind every thought and every word, self-interest is prominent. It is only when this selfishness is eradicated can Divinity reveal itself. In rendering Seva (service), there should be a recognition of the omnipresence of the Divine in all human beings. Men have not developed the spirit of Tyaga (sacrifice) or aversion to Bhoga (sensual pleasures). True service calls for a spirit of sacrifice. Sacrifice has been declared to be the only means to achieve immortality. 



Ketuhanan ada di dalam setiap orang dalam bentuk yang tidak berwujud. Setiap manusia adalah perwujudan dari ketuhanan yaitu Sat-Chit-Ananda (kebenaran – kesadaran - kebahagiaan). Hal ini telah dijabarkan secara jelas dalam Bhagavad Gita. Karena Tuhan adalah perwujudan dari cinta-kasih, manusia juga adalah perwujudan dari cinta-kasih. Namun manusia saat sekarang tidak mewujudkannya secara penuh dan tepat karena sifat mementingkan dirinya sendiri. Meskipun umat manusia telah berkembang pesat dalam bidang materi dan pengetahuan, namun manusia jatuh secara menyedihkan dalam moral dan spiritual. Sifat mementingkan diri sendiri telah mendominasi di dalam setiap perbuatan. Dibelakang setiap pikiran dan perkataan, sifat mementingkan diri sendiri sangat menonjol. Hanya ketika sifat mementingkan diri sendiri ini dihilangkan maka sifat ketuhanan dapat terungkap dengan sendiri. Dalam melakukan pelayanan (seva), disana harus ada kesadaran akan kehadiran Tuhan di dalam semua manusia. Manusia belum mengembangkan semangat pengorbanan (tyaga) atau keengganan terhadap Bhoga (kesenangan sensual). Pelayanan yang sejati membutuhkan semangat pengorbanan. Pengorbanan telah disebutkan sebagai satu-satunya sarana untuk mencapai keabadian. (Divine Discourse, Mar 23, 1989)

-BABA

 

Thought for the Day - 4th January 2021 (Monday)

While the Lord is ever by the side, people are busy searching for God all over the world! By exploring the external, you can never purify the internal. It is essential to transform your consciousness. Rectify your conduct and actions, because everything depends on your actions. Adhering to the righteous path with a pure heart, you have to divinise your life. All prayers, japas and pujas that are offered are only intended to purify the heart. All those who achieved greatness in any field, be it education or science have been able to do so solely because of their conduct. Neither physical strength nor wealth, not even intellectual ability can make one respected and honoured. It is the way one lives that confers honour and dignity on him. If you entertain righteous thoughts, you will realise that all of you are in God’s home. The whole universe is a mansion of God! Once you realise this truth, how can any differences arise? 



Sementara Tuhan selalu ada di samping, orang-orang sibuk mencari Tuhan di seluruh dunia! Dengan menjelajahi dunia luar, engkau tidak akan pernah bisa memurnikan batin. Adalah mendasar untuk mengubah kesadaranmu. Perbaiki tingkah laku dan perbuatanmu, karena segala sesuatu tergantung dari perbuatanmu. Mengikuti jalan kebajikan dengan hati yang suci, engkau harus menjadikan hidupmu ilahi. Semua doa, japa, dan puja dipersembahkan hanya untuk memurnikan hati. Semua dari mereka yang telah mencapai kebesaran di dalam bidang apapun, apakah dalam bidang pendidikan atau pengetahuan mampu melakukannya semata-mata karena tingkah laku mereka. Bukan karena kekuatan fisik dan juga bukan karena kekayaan, bahkan juga bukan karena kemampuan intelektual yang membuat seseorang dihormati dan dihargai. Ini adalah karena cara hidup seseorang yang menganugerahkan rasa hormat dan martabat pada dirinya. Jika engkau memiliki pikiran yang baik, engkau akan menyadari bahwa semua dari dirimu ada di dalam kediaman Tuhan. Seluruh alam semesta adalah sebuah kediaman Tuhan! Sekali engkau menyadari kebenaran ini, bagaimana bisa perbedaan dapat muncul? (Divine Discourse, Dec 25, 1989)

-BABA

 

Thought for the Day - 3rd January 2021 (Sunday)

Of what use is a mountain of bookish knowledge, if you cannot secure real happiness as a human being? Will God not take care of man if he places faith in the Divine? What is it that is achieved by ceaseless preoccupation with earning a living and forgetting the all-pervading Lord? The essence of education consists in cultivation of good qualities and development of right values for meaningful living. Everybody clamours for peace saying, “I want peace.” But can peace be found in the external world which is only filled with pieces? Peace has to be found within oneself by getting rid of the “I” and “desire”. Peace is destroyed by the ego and by insatiable desires. Restrain your desires. Man is haunted by endless worries of many kinds. Only by turning his mind towards God, can he get rid of the worries. People have to reduce desires and cultivate detachment (vairagya) so they can have real peace of mind. 



Apa gunanya segunung pengetahuan dari buku, jika engkau tidak memastikan kebahagiaan yang sejati sebagai manusia? Akankah Tuhan tidak menjaga manusia jika dia menempatkan keyakinan pada Tuhan? Apa yang dicapai dengan keasyikan yang tanpa henti dalam mencari nafkah dan melupakan Tuhan yang meliputi segalanya? Intisari pendidikan terdapat pada meningkatkan sifat-sifat baik dan mengembangkan nilai-nilai yang benar untuk hidup yang bermakna. Setiap orang menuntut kedamaian dengan berkata, “aku ingin damai.” Namun dapatkah damai ditemukan di dunia luar yang hanya diisi dengan kepingan-kepingan saja? Kedamaian harus ditemukan di dalam diri dengan melepaskan “aku” dan “keinginan”. Kedamaian dihancurkan oleh ego dan keinginan yang tidak terpuaskan. Batasi keinginanmu. Manusia dihantui oleh berbagai jenis kecemasan yang tanpa akhir. Hanya dengan mengarahkan pikirannya pada Tuhan, manusia dapat melepaskan kecemasannya. Manusia harus mengurangi keinginan dan meningkatkan tanpa keterikatan (vairagya) sehingga manusia dapat memiliki kedamaian pikiran yang sesungguhnya! (Divine Discourse, Dec 25, 1989)

-BABA

 

Thought for the Day - 2nd January 2021 (Saturday)

Every second is the birth of a new year. Seconds add up to minutes, minutes to hours, hours to days, days to months and months to years. Thus, there is no particular sanctity about the beginning or ending of a year. There are people who attribute special significance to this day and speculate on some extraordinary or awesome events to take place. The time or date is not the cause of your happiness or misery. Your own actions (Karma) in the past are the cause of both your happiness and misery. As is the seed, so is the plant and fruit; they cannot be different. Do not waste your mental energy in speculations of this or that happening! Embodiments of Love! When actions performed by you are proper and pure, you will get good results only! God is the master of time. He transcends time. God should be your first priority! Cultivate pure, steady and unselfish love in the New Year! 



Setiap detik adalah kelahiran dari sebuah tahun baru. Detik bertambah menjadi menit, menit bertambah menjadi jam, jam bertambah menjadi hari, hari bertambah menjadi bulan, dan bulan bertambah menjadi tahun. Jadi, tidak ada kesucian tertentu tentang awal atau akhir sebuah tahun. Ada orang-orang yang memberikan makna khusus pada hari ini dan berspekulasi tentang beberapa kejadian hebat atau luar biasa yang akan terjadi. Waktu atau tanggal bukanlah penyebab dari kebahagiaan atau kesedihanmu. Perbuatanmu sendiri (Karma) di masa lalu adalah penyebab dari keduanya yaitu kebahagiaan dan penderitaanmu. Sebagaimana benihnya maka begitulah pohon dan buahnya; hal itu tidak bisa berbeda. Jangan menyia-nyiakan energi batinmu dalam spekulasi tentang kejadian ini atau itu! Perwujudan kasih! Ketika perbuatan dilakukan olehmu dengan benar dan murni, engkau hanya akan mendapatkan hasil yang baik! Tuhan adalah penguasa waktu. Tuhan melampaui waktu. Tuhan seharusnya menjadi prioritas pertamamu! Tingkatkan kasih yang suci, tidak tergoyahkan, dan tidak mementingkan diri sendiri di tahun baru ini! (Divine Discourse, Jan 1, 2000)

-BABA

 

Thought for the Day - 1st January 2021 (Friday)

You must sow the seed of love in all loveless hearts. Water it with love. Let love flow in a flood and reach all. Modern man directs his love towards worldly objects and gets entangled in several complications. Love gives by giving and forgiving; Self lives by getting and forgetting. Cultivate selfless love. Love all. Let others think what they like. There is no need to fear anyone. Make your love pure. Then the whole world will become pure. Pray for the welfare of all and lead an ideal life. Human life is not gifted to you to hanker after worldly objects. Set an ideal to the whole world. What is the ideal you have to set? You must help all to your utmost capacity. The best way to love God is to love all and serve all. Adopting service and love as your ideals, start a new life from this moment - this is My blessing and benediction to you! 



Engkau harus menaburkan benih cinta-kasih pada semua hati yang tidak memiliki cinta-kasih. Siramilah dengan cinta-kasih. Biarkan cinta-kasih mengalir dengan curahan dan menjangkau semuanya. Manusia modern mengarahkan cinta-kasihnya pada objek-objek duniawi dan terjerat dalam beberapa komplikasi. Cinta-kasih memberi dan memaafkan; Ego hidup dengan mendapatkan dan melupakan. Kembangkanlah cinta-kasih tanpa pamrih. Kasihi semuanya. Biarkan orang lain berpikir apa yang mereka suka. Engkau tidak perlu takut pada siapapun. Jadikan cinta-kasihmu murni, maka seluruh dunia akan menjadi murni. Berdoalah untuk kesejahteraan semua dan jalani hidup yang ideal. Kehidupan manusia tidak diberikan kepadamu untuk mengejar benda-benda duniawi. Tetapkan ideal untuk seluruh dunia. Ideal apa yang harus engkau tetapkan? Engkau harus membantu semua orang dengan kapasitas maksimal yang engkau miliki. Cara terbaik untuk mengasihi Tuhan adalah dengan mengasihi semua dan melayani semuanya. Engkau hendaknya menggunakan pelayanan dan cinta-kasih sebagai idealmu, mulailah hidup baru dari saat ini - inilah berkah dan berkat-Ku untukmu! (Divine Discourse, Jan 1, 2000)

-BABA

 

Monday, January 11, 2021

Thought for the Day - 31st January 2020 (Thursday)

Peace is essential for man at all the three levels: body, mind, and spirit. This is the reason we chant shanti (peace) three times. You can attain peace at these three levels only by developing love for God. The one without love for God will never be peaceful. All worldly pleasures are fleeting and momentary. The same sentiment was echoed by Sankaracharya: Ma kuru dhana jana yauvana garvam, Harathi nimeshath kalah sarvam - ‘Do not be proud of your wealth, progeny and youth. The tide of time may destroy them in a moment.’ What is happiness? Is it sitting in an air-conditioned room or partaking of delicious food? These confer happiness only at the physical and mental levels, not at the level of the Atma. True happiness is that which is related to the Atma. You should not be afraid of difficulties; they are passing clouds. Do not waver. Follow the heart, which is steady and unwavering. 



Kedamaian adalah mendasar bagi manusia di seluruh tiga tingkatan yaitu: badan, pikiran dan jiwa. Ini adalah alasan kita mengidungkan shanti (damai) sebanyak tiga kali. Engkau bisa mendapatkan kedamaian di ketiga tingkatan ini hanya dengan mengembangkan kasih untuk Tuhan. Seseorang yang tanpa kasih untuk Tuhan tidak akan pernah merasa damai. Semua kesenangan duniawi adalah cepat berlalu dan bersifat sementara. Pandangan yang sama juga digaungkan oleh Sankaracharya: Ma kuru dhana jana yauvana garvam, Harathi nimeshath kalah sarvam - ‘jangan menjadi bangga akan kekayaan, keturunan, dan masa mudamu. Gelombang waktu dapat menghancurkan semuanya itu dalam sekejap.’ Apa itu kebahagiaan? Apakah duduk dalam ruangan yang ber-AC atau menikmati makanan yang lezat? Hal ini memberikan kesenangan hanya di tingkat fisik dan batin, dan tidak di tingkat Atma. Kebahagiaan yang sejati adalah yang terkait dengan Atma. Engkau seharusnya tidak takut akan kesulitan; kesulitan-kesulitan itu adalah seperti awan yang berlalu. Jangan menjadi goyah. Ikuti hati yang bersifat mantap dan tidak tergoyahkan. (Divine Discourse, Dec 25, 1998)

-BABA