Thursday, April 25, 2019

Thought for the Day - 24th April 2019 (Wednesday)

Incarnation is for the sake of fostering righteousness (dharma), for demarcating and directing it, and to show mankind the true path of desireless activity. The doctor first diagnoses the disease. Then he prescribes the course of treatment. So too, you must submit yourself to the diagnosis of your illness, viz. misery, travail, and pain. Investigate fearlessly and with care, and you will find that while your basic nature is bliss, you have falsely identified yourself with the temporary, the frivolous, the paltry, and that attachment has brought you all the sorrow. You must realise that both joy and sorrow are passing phases, like white or dark clouds across the blue sky, and you have to learn to treat both prosperity and adversity with equanimity. If only time is well spent, the ignorant (pamara) can become an ascetic of the highest order (Paramahamsa) and that ascetic can also become one with the Lord, the Universal Substance and Substratum (Paramatma).
Inkarnasi adalah untuk kepentingan mengembangkan kebajikan (dharma), untuk memberikan batasan dan mengarahkannya, dan juga untuk memperlihatkan kepada umat manusia jalan yang benar dari tindakan yang tanpa keinginan. Dokter pertama melakukan diagnosa penyakit. Kemudian dokter menuliskan resep obat untuk perawatan. Begitu juga, engkau harus menyerahkan dirimu sendiri untuk dilakukan diagnosa dari penyakitmu, seperti penderitaan, kesusahan, dan rasa sakit. Lakukan investigasi dengan berani dan teliti, dan engkau akan menemukan bahwa selain sifat dasarmu adalah kebahagiaan, engkau telah salah mengidentifikasi dirimu dengan sesuatu yang bersifat sementara, sembrono, remeh, dan kemelekatan yang telah memberikanmu semua penderitaan. Engkau harus menyadari bahwa keduanya yaitu suka cita dan penderitaan adalah bagian hidup yang akan berlalu, seperti halnya awan putih dan hitam yang melewati langit biru, dan engkau harus belajar memperlakukan keduanya yaitu kesejahteraan dan kemalangan dengan ketenangan batin. Jika saja waktu digunakan dengan baik, orang yang bodoh (pamara) dapat menjadi seorang pertapa tertinggi (Paramahamsa) dan pertapa itu juga dapat menjadi seseorang yang mendapatkan penyatuan dengan Tuhan, keberadaan yang bersifat Universal dan mendasar (Paramatma). (Divine Discourse, Nov 23, 1961)

-BABA

No comments: