Sunday, December 22, 2019

Thought for the Day - 22nd December 2019 (Sunday)

The Gita does not encourage inertia, indifference or slothfulness. It recommends Karma as a divine communion (Yoga), as an activity in tune with the Divine Will, and directed to the promotion of one's spiritual consummation. Karma must be an act of fulfilment, of adoration and of one's duty to oneself and others. The Gita marks out the steps and the path towards the realisation of this goal. It accepts all attitudes as valuable and sublimates each one into a spiritual effort (sadhana). No one can do better than their best. The body is gifted with all its inherent excellences and defects so that every moment of life can be used for purposes that can sanctify time through service, sacrifice and love. Mundane action (Karma) then becomes Karma-yoga, karma yoked with unselfish ideals. 


Bhagavad Gita tidak menyarankan kemalasan dan ketidakpedulian. Gita menyarankan Karma sebagai penyatuan dengan Tuhan (Yoga), sebagai sebuah aktifitas yang selaras dengan kehendak Tuhan, dan diarahkan untuk kemajuan penyempurnaan spiritual seseorang. Karma harus menjadi sebuah perbuatan pemenuhan, pemujaan, dan kewajiban seseorang pada dirinya dan orang lain. Bhagavad Gita menandai langkah dan jalan menuju kearah penyadaran akan tujuan ini. Gita menerima semua sikap sebagai hal yang berharga dan meningkatkan setiap orang ke dalam usaha spiritual (sadhana). Tidak ada seorangpun yang dapat melakukan yang lebih baik dari kemampuan terbaik mereka. Tubuh diberikan dengan semua keunggulan dan kelemahannya yang melekat sehingga setiap momen kehidupan dapat digunakan untuk tujuan yang dapat menyucikan waktu melalui pelayanan, pengorbanan, dan kasih. Perbuatan duniawi (karma) kemudian menjadi Karma-yoga, karma disatukan dengan ideal yang tidak mementingkan diri sendiri. - Divine Discourse Sep 10, 1984

-BABA

No comments: