Tuesday, September 30, 2025

Thought for the Day - 30th September 2025 (Tuesday)



Whomever you come across, consider them as embodiments of Divinity and salute them. Even when you come across people who hate you, offer your pranams (salutations) to them. Enquire, “How are you, brother?” Then they will also respond asking, “How are you, brother?” A human being is one with certain human values. What are those human values? Satya, Dharma, Shanti, Prema, and Ahimsa. They are all interrelated. Always speak truth, observe dharma (righteousness). Be peaceful. Be happy and blissful. You should conduct yourself with love in society. Love is God, God is Love. Hence, live in love. Then only can you acquire true knowledge. That is wisdom. Embodiments of Love! I always address you as embodiments of love. The reason being, I am suffused with love. Love is My property. You all are heirs to that property. I will distribute that love to one and all. I do not hate anyone. I have no selfishness at all! My love is selfless love. 


- Divine Discourse, Sep 27, 2006

All the sublime human values have their origin in love. When one is filled with love, he needs no other spiritual or ritualistic practices. 


Siapapun yang anda temui, pandanglah mereka sebagai perwujudan keilahian dan berikan rasa hormat pada mereka. Bahkan ketika anda bertemu dengan mereka yang membencimu, tetaplah berikan salam hormat pada mereka. Sampaikan salam dengan pertanyaan, “bagaimana kabarnya, saudara?” kemudian mereka juga akan menjawab dengan bertanya, “bagaimana kabarmu, saudara?” Seorang manusia adalah seseorang yang memiliki nilai-nilai kemanusiaan tertentu. Apa saja nilai-nilai kemanusiaan itu? Satya, Dharma, Shanti, Prema, dan Ahimsa. Kelima nilai-nilai kemanusiaan tersebut adalah saling terkait. Selalulah berbicara benar, Jalani dharma (kebajikan). Hiduplah dalam damai. Bergembiralah dan rasakan kebahagiaan sejati. Anda harus bersikap dengan kasih dalam masyarakat. Kasih adalah Tuhan, Tuhan adalah kasih. Karena itu, hiduplah dalam kasih. Hanya dengan cara itu anda bisa mendapatkan pengetahuan sejati. Itu adalah kebijaksanaan. Perwujudan kasih! Aku selalu menyapamu sebagai perwujudan dari kasih. Alasannya karena Aku diliputi dengan kasih. Kasih adalah kekayaan-Ku. Anda semua adalah ahli waris dari harta kasih itu. Aku akan membagikan kasih itu kepada semuanya. Aku tidak membenci siapapun. Aku sama sekali tidak memiliki sifat mementingkan diri sendiri! Kasih-Ku adalah kasih yang tanpa pamrih. 


- Divine Discourse, 27 September 2006

Semua nilai-nilai kemanusiaan yang luhur bersumber dari kasih. Ketika seseorang diliputi dengan kasih, ia tidak lagi membutuhkan latihan spiritual atau ritual lainnya. 

Wednesday, September 17, 2025

Thought for the Day - 17th September 2025 (Wednesday)



Remember that nothing in this world is as powerful as the Lord’s name to protect it. It is not arms and bombs that will save the world. Only God’s grace will protect the world. It is man’s foremost duty to pray for God’s grace. Prayer is of supreme importance. Together with melody and rhythm, you must impart feeling to your singing to make the bhajan a sacred offering to the Divine. A ragam (tune) without bhavam (feeling) is a rogam (disease). Giving up conceit and exhibitionism, sing bhajans in a spirit of humility and devotion. That is the right way to sing bhajans. Tyagaraja, in one of his songs, urged the mind to chant Rama's name with full awareness of the power of the name. In daily life also awareness is needed at every step and in every prayer. When all participants in a bhajan sing in unison, imagine the sacred vibrations that are produced and the divine energies that are released! When these vibrations fill the world, what changes can they not bring about! 


- Divine Discourse, Feb 13, 1991

When one sings alone, the heart is merged in the song. But when many sing together, it acquires a Divine power. 


Ingatlah bahwa tidak ada satupun di dunia ini yang sama kuatnya dengan nama suci Tuhan untuk melindungi dunia. Adalah bukan senjata dan bom yang akan menyelamatkan dunia. Hanya karunia Tuhan yang akan dapat melindungi dunia. Merupakan kewajiban manusia yang utama untuk berdoa dan memohon karunia Tuhan. Keberadaan doa adalah begitu sangat penting. Bersamaan dengan melodi dan irama, engkau harus memberikan perasaan pada lantunan lagu bhajan yang engkau nyanyikan untuk membuat bhajan menjadi sebuah persembahan suci pada Tuhan. Sebuah melodi (ragam) tanpa adanya perasaan (bhavam) merupakan sebuah penyakit (rogam). Lepaskan perasaan sombong dan pamer, lantunkan bhajan dalam semangat kerendahan hati dan bhakti. Itu adalah jalan yang benar untuk melantunkan bhajan. Tyagaraja, dalam sebuah lagunya, mendorong pikiran untuk melantunkan nama suci Rama dengan penuh kesadaran pada kekuatan dari nama suci tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari kesadaran dibutuhkan dalam setiap langkah dan dalam setiap doa. Ketika semua peserta bhajan bernyanyi dalam satu kesatuan, bayangkan getaran suci dan energi keilahian yang dihasilkan! Ketika vibrasi suci ini mengisi dunia, perubahan apa yang tidak bisa getaran suci ini lakukan! 


- Divine Discourse, 13 Februari 1991

Ketika seseorang menyanyi bhajan sendiri, hati menyatu dalam lagu. Namun ketika banyak orang bernyanyi bhajan, akan menghasilkan kekuatan ilahi.

Tuesday, September 16, 2025

Thought for the Day - 16th September 2025 (Tuesday)



Where there is care and where there is a desire to learn with attention, wisdom will appear. Only when we are able to absorb the fire of wisdom into our heart will it be possible for us to quickly burn away our distracting desires. The fire always tries to rise higher and higher. Even if you put the fire in a low ditch, it will try and rise higher. Water, on the other hand, will rush down even if you pour it on a higher level. Water cannot go higher up on its own. Our sensory desires relating to the material world are like water. On the other hand, our thoughts of the Lord are like fire. Once we understand and appreciate what is true and what is permanent, then these transient things will not give us any trouble whatsoever. If you want to establish one truth, it is possible to do so only by following and practising other related truths. Just as we have to use a thorn to remove another thorn and a diamond to cut another diamond, so also, if you want to remove the effect of bad actions, you can remove them only by good actions. A good action is needed to remove a bad action. 


- Divine Discourse, Jun 13, 1974

Since the body is an instrument, you can make God happy through this instrument and enjoy happiness yourself in the process. 


Dimana ada kepedulian dan dimana ada keinginan belajar dengan sungguh-sungguh, maka disanalah kebijaksanaan akan muncul. Hanya ketika kita mampu untuk menyerap api kebijaksanaan di dalam hati kita maka memungkinkan bagi kita dengan cepat untuk membakar habis keinginan-keinginan yang mengganggu. Api selalu berusaha untuk naik lebih tinggi dan lebih tinggi. Bahkan jika engkau meletakkan api di lubang yang rendah, api akan berusaha untuk naik ke atas, sebaliknya, air akan segera mengalir ke bawah bahkan jika engkau menuangkannya di tempat yang lebih tinggi. Air tidak bisa bergerak ke tempat yang lebih tinggi dengan kemauannya sendiri. Keinginan indrawi kita terkait pada dunia materi adalah seperti aliran air. Sebaliknya, pikiran kita pada Tuhan adalah seperti nyala api. Sekali kita memahami dan menghargai apa yang benar dan apa yang kekal, kemudian hal-hal yang bersifat sementara ini tidak akan mengganggu lagi. Jika engkau ingin untuk menegakkan satu kebenaran, hal ini mungkin dilakukan hanya dengan mengikuti dan menjalankan kebenaran-kebenaran terkait lainnya. Seperti halnya kita menggunakan sebuah duri untuk mengeluarkan duri lainnya dan sebuah permata untuk memotong permata lainnya, begitu juga, jika engkau ingin menghilangkan akibat buruk dari perbuatan yang tidak baik, engkau dapat menghilangkannya hanya dengan perbuatan baik. Perbuatan baik diperlukan untuk menghilangkan perbuatan buruk. 


- Divine Discourse, 13 Juni 1974

Karena tubuh adalah sebuah instrumen, engkau bisa membuat Tuhan senang melalui instrumen ini dan turut merasakan kebahagiaan dalam prosesnya.

Sunday, September 14, 2025

Thought for the Day - 14th September 2025 (Sunday)



There are two categories of Ananda (bliss) in the world: Sadhana-Janya Ananda (Acquired bliss) and Swatah-Siddha Ananda (Self-generating bliss). Acquired bliss is associated with sensory objects. It arises and vanishes from time to time. It does not endure. For instance, when hunger is appeased, there is happiness for the moment. But it ceases after a time. This applies to all objects in the world. This type of joy has been described as acquired or derived happiness. As it is got and lost by human effort, it is not true bliss. Man, however, seeks lasting Ananda. He is, in fact, filled with Ananda and is the embodiment of Ananda. Ananda constitutes his very nature and being. Why then does he not experience it? This is because, unaware of his true nature, he is obsessed with the external world and fails to experience the bliss within. He imagines that the source of joy lies in the phenomenal world. But, as in the case of butter that is present in every drop of milk, but which can be seen only after the milk is curdled and the buttermilk is churned, this inner bliss can be experienced only after the right effort is made. The mind is filled with various kinds of joy. It is only when the appropriate enquiry is made and one's true nature is ascertained that the Divine Sat-Chit-Ananda inherent in one will be manifested. 


- Wacana Musim Panas, Feb 12, 1989.

Man is not of the nature of the body he occupies. He is the Atma. And happiness is the nature of the Atma. 


Ada dua ketegori dari kebahagiaan (Ananda) di dunia ini: Sadhana-Janya Ananda (kebahagiaan dari usaha) dan Swatah-Siddha Ananda (kebahagiaan yang muncul dari Diri Sejati). Kebahagiaan yang berasal dari usaha dihubungkan dengan objek-objek indra. Kebahagiaan ini muncul dan hilang dari waktu ke waktu dan tidak bertahan lama. Sebagai contoh, ketika rasa lapar terpuaskan, maka seseorang merasakan kebahagiaan untuk sementara waktu. Namun kebahagiaan itu segera menghilang. Hal ini berlaku untuk semua objek yang ada di dunia ini. Kebahagiaan jenis ini disebut sebagai kebahagiaan diperoleh atau berasal dari usaha. Karena jenis kebahagiaan ini diperoleh dan lenyap dari usaha manusia, maka kebahagiaan ini bukan dikategorikan sebagai kebahagiaan sejati. Akan tetapi, manusia mencari kebahagiaan yang abadi. Sesungguhnya, manusia dipenuhi dengan Ananda dan merupakan perwujudan dari Ananda. Ananda adalah hakikat dan inti dari keberadaan manusia. Lantas mengapa Ananda ini tidak dapat dialami? Hal ini disebabkan karena manusia tidak menyadari dirinya yang sejati, dan tergila-gila dengan dunia luar dan gagal mengalami kebahagiaan di dalam dirinya. Manusia membayangkan bahwa sumber kebahagiaan terdapat pada dunia yang menakjubkan ini. Namun, sebagaimana mentega yang ada dalam setiap tetes susu, dan mentega itu hanya dapat dilihat setelah susu tersebut di kentalkan dan diaduk, sama halnya kebahagiaan dalam diri ini hanya dapat dialami setelah melalui usaha yang benar. Pikiran diisi dengan berbagai jenis suka cita. Hanya melalui pencarian yang mendalam dan menyadari Diri Sejati maka Sat-Chit-Ananda Ilahi yang melekat dalam diri seseorang dapat terungkap. 


- Wacana Musim Panas, 12 Februari 1989.

Manusia sejatinya bukanlah tubuh yang ia tempati. Manusia Adalah Atma. Dan kebahagiaan adalah sifat alami dari Atma.

Saturday, September 13, 2025

Thought for the Day - 13th September 2025 (Saturday)



If only you can listen to the good words of the elders and follow the straight path contained in the words of your elders, there is every chance of you becoming wise. Therefore, you must make an attempt to sanctify all the limbs of your body and engage them to undertake the right type of work. Simply because God has given you hands, if you use them to do wrong things, even the hands will dry up and become like dry wood and useless. It is in this context that Prahlada said that if you cannot use your hands for praying to God, they are useless. If you cannot use your mouth to sing the praise of the Lord, then your mouth will be useless. If you are born in such a way that you neither use your hands nor your mouth in praise to the Lord, your birth itself is a burden to your parents. No useful purpose will be served by your being born as a human being. Divyatma Swarupas! For a moment, think of the good fortune of your birth as a human being. Youth of today should remember the sacredness of a human being and also bear in mind the prosperity they can bring to the society of which they are a part. They should think of the welfare of the country.


--Summer Showers, Jun 13, 1974. 

One must make a firm resolve to use all the organs in the body for sacred purposes. 


Jika saja engkau dapat mendengarkan kata-kata bijak dari para sesepuh dan mengikuti jalan lurus yang terkandung dalam nasihat mereka, maka besar kemungkinan engkau menjadi bijak. Maka dari itu, engkau harus melakukan sebuah usaha untuk menyucikan semua anggota tubuhmu dan menggunakannya untuk melakukan pekerjaan yang benar. Sederhananya karena Tuhan telah memberikanmu dua tangan, jika engkau menggunakan kedua tangan itu dengan melakukan hal-hal yang salah, bahkan kedua tangan akan mengering seperti halnya kayu kering dan tidak berguna. Dalam konteks inilah Prahlada berkata bahwa jika engkau tidak bisa menggunakan kedua tanganmu untuk berdoa pada Tuhan, maka kedua tanganmu menjadi tidak ada gunanya. Jika engkau tidak bisa menggunakan mulutmu untuk melantunkan pujian kemuliaan Tuhan, maka mulutmu menjadi tidak ada gunanya. Jika engkau dilahirkan dengan cara seperti itu dimana engkau tidak menggunakan tangan dan mulutmu untuk memuliakan Tuhan, maka kelahiranmu sendiri menjadi sebuah beban bagi orang tuamu. Artinya tidak ada tujuan berguna kelahiranmu sebagai manusia. _Divyatma Swarupas!_ Luangkan waktu sejenak, renungkan keberuntungan dari kelahiranmu sebagai manusia. Pemuda pada hari ini harus mengingat kesucian manusia dan juga menyadari kesejahtraan yang mereka bisa bawa pada masyarakat tempat mereka berada. Para pemuda harus memikirkan kesejahtraan bangsa. 


- Wacana Musim Panas, 13 Juni 1974. 

Seseorang harus memiliki tekad yang kuat untuk menggunakan semua organ tubuhnya untuk tujuan yang suci.

Friday, September 12, 2025

Thought for the Day - 12th September 2025 (Friday)



Once, a party consisting of ten fools happened to cross a river. After crossing the river, one of them wanted to verify whether all ten had reached the bank safely. He counted all the others, forgetting himself, and began weeping, telling them that one member of the group was lost in the river. The other fools in turn, also made the same mistake by repeating the counting in a similar manner. As a result, they all began making a hue and cry. In the meanwhile, a clever passerby, who noticed their miserable plight, approached them and asked them the reason for their piteous lamentation. When they told him that one of the ten members of their group was washed away in the river while crossing, the passerby understood their ignorance and asked them to stand in a row. Then, he counted them aloud one by one, thereby convincing them that all ten of them were intact and that their wrong conclusion about the loss of one man was due to the fact that everybody forgot himself while counting. One who has forgotten himself cannot recognise the truth proper. When you are yourself the Atma, how can you recognise it by praying to some other being or doing such other sadhana? 


- Summer Showers, May 29, 1990.

When you know yourself as yourself, you are liberated: that is Moksha. 


Pada suatu hari ada sekelompok yang terdiri dari sepuluh orang dungu menyebrang sungai. Setelah berhasil menyebrang sungai, salah satu dari mereka ingin memastikan bahwa sepuluh anggota telah selamat sampai di seberang. Ia mulai menghitung temannya satu per satu, dan lupa menghitung dirinya sendiri dan mulai menangis dengan berkata bahwa ada satu anggota yang telah hanyut di sungai. Sedangkan teman-teman lainnya juga melakukan kesalahan yang sama dengan menghitung ulang dengan cara yang sama. Sebagai hasilnya, semuanya yakin bahwa memang ada satu orang yang hilang, lalu mereka mulai panik dan menangis bersama-sama. Sementara itu, lewatlah seorang pejalan kaki yang bijak melihat kesedihan mereka dan bertanya apa yang sedang terjadi. Setelah mendengar cerita mereka bahwa satu anggota kelompok mereka hilang saat menyeberang sungai, pejalan kaki itu segera menyadari kebodohan mereka, dan meminta mereka untuk berdiri berbaris, lalu menghitung mereka satu per satu dengan suara keras. Ketika hasil hitungan menunjukkan bahwa mereka berjumlah sepuluh orang, barulah mereka sadar bahwa tidak ada yang hilang. Kesalahan mereka hanya karena masing-masing lupa menghitung dirinya sendiri. Seseorang yang lupa pada dirinya sendiri tidak bisa menyadari kebenaran dengan tepat. Ketika dirimu sendiri adalah Atma, bagaimana engkau bisa menyadari Atma dengan berdoa pada wujud lain atau melakukan berbagai bentuk sadhana yang lain? 


- Wacana Musim Panas, 29 Mei 1990.

Ketika engkau mengetahui dirimu sendiri sebagai dirimu sendiri, engkau terbeaskan: itu adalah Moksha.

Thursday, September 11, 2025

Thought for the Day - 11th September 2025 (Thursday)



Whether he be a king, a farmer, a millionaire or a pauper, everyone has to face five types of kleshas (miseries). The first of these is Avidya Klesha, i.e., the misery of ignorance. On account of attachment to the body (Dehabhimana), losing one's self-confidence, considering the body to be real and eternal, man undergoes much trouble to nourish it. And as the education being imparted today is only for one's physical upkeep, it is nothing but another form of avidya (ignorance). Such an education cannot be called Atma-vidya. In order to sustain the body, man aspires for so many things. If he fails to procure them, he gets frustrated, which in turn leads to depression and misery. Man suffers because of excessive associations and attachments. This is why I have been cautioning you to reduce body attachment to an extent. This body is responsible for both misery and happiness. Body consciousness (Dehabhimana) is required, but first develop Atmic Consciousness (Atmabhimana), and then you can experience body consciousness, it is not wrong. Man is subject to misery because he completely forgets Atmabhimana and makes Dehabhimana alone one's goal. 


- Divine Discourse, Oct 04, 2000.

Examine the reality of the body, and escape from this false identification; that is the hallmark of jnana (wisdom).


Apakah seseorang itu adalah seorang raja, petani, jutawan, atau orang miskin, setiap orang harus menghadapi lima jenis penderitaan (klesha). Penderitaan pertama adalah Avidya Klesha, yaitu penderitaan karena kebodohan. Hal ini disebabkan karena keterikatan pada tubuh (Dehabhimana), kehilangan kepercayaan diri, menganggap tubuh bersifat sejati dan kekal, manusia mengalami banyak masalah demi merawat tubuhnya. Karena pendidikan hari ini hanya diberikan terpusat pada pemeliharaan tubuh fisik, maka pendidikan itu tiada lain hanyalah bentuk lain dari kebodohan (avidya). Pendidikan yang seperti itu tidak bisa disebut dengan Atma-vidya. Dalam upaya menjaga tubuh, manusia menginginkan begitu banyak hal. Jika manusia gagal memenuhi keinginannya maka manusia menjadi frustasi yang mengarah pada depresi dan penderitaan. Manusia menderita karena terlalu banyak keterikatan dan keterkaitan. Itulah sebabnya mengapa Aku telah memperingatkan dirimu untuk mengurangi keterikatan tubuh sampai pada batas tertentu. Tubuh ini adalah yang bertanggung jawab bagi penderitaan dan kebahagiaan. Kesadaran pada tubuh (Dehabhimana) dibutuhkan, namun pertama kembangkan kesadaran pada Atma (Atmabhimana), dan kemudian engkau bisa mengalami kesadaran tubuh, hal ini tidaklah salah. Manusia mengalami penderitaan karena manusia sepenuhnya lupa pada Atmabhimana dan hanya menjadikan Dehabhimana sebagai satu-satunya tujuan. 


- Divine Discourse, 04 Oktober 2000.

Selidikilah kenyataan pada tubuh, dan lepaskan identifikasi yang salah ini; itu adalah tanda dari kebijaksanaan (jnana).

Wednesday, September 10, 2025

Thought for the Day - 10th September 2025 (Wednesday)



First is the stage of a student, and second is the stage when he works as an officer. The third stage is when he would have retired from all work. Here we should recognise that a retired officer does not go to work in any institution, he stays at home and involves himself in activities that interest him. Looking at him, if a young boy in the house says he will also not go to college because the older person is not going, it is not correct. This retired officer would have attended college, done everything needed to learn in a college and thereafter attended his office and performed duties prescribed for him and then retired. Without being a student first and then fulfilling your duty as an officer, you cannot become an officer deserving a pension and rest. So too, you must first learn the education relating to the Atma; thereafter, involve yourself in work that is ordained and then take rest and enjoy the bliss that is given by the knowledge of the Atma. Without working, it is not possible for us to understand the aspect of Dharma. Without knowing the full meaning of Dharma or right conduct, one cannot reach Brahman. 


- Summer Showers, Jun 13, 1974.

Only when one can develop an equal-mindedness towards everything in one’s life can one understand the aspect of Brahman. 


Tahap pertama adalah seorang murid, dan tahap kedua adalah ketika dia bekerja sebagai pegawai. Tahap ketiga adalah ketika dia pensiun dari semua pekerjaannya. Dalam hal ini kita harus menyadari bahwa seorang yang pensiun tidak lagi bekerja di institusi manapun, dia tinggal di rumah dan menyibukkan dirinya dalam aktifitas yang menarik baginya. Jika seorang anak muda dalam rumah berkata bahwa dia tidak akan kuliah karena orang tua yang sudah pensiun tidak kuliah, maka ini adalah pemahaman yang keliru. Pensiunan pegawai ini sebelumnya sudah pernah kuliah, menempuh pendidikan, kemudian bekerja dan menjalankan tanggung jawabnya sesuai amanah yang diberikan padanya dan barulah dia pensiun. Tanpa menjadi seorang murid pada tahap awalnya dan kemudian menjalankan kewajibanmu sebagai seorang pegawai, engkau tidak bisa menjadi pegawai yang layak mendapatkan pensiun dan beristirahat. Begitu juga, engkau pertama harus mempelajari pendidikan berkaitan dengan Atma; setelah itu, menjalankan pekerjaan yang telah ditetapkan dan setelah itu barulah dapat beristirahat dan menikmati kebahagiaan yang diberikan oleh pengetahuan tentang Atma. Tanpa bekerja, adalah tidak mungkin memahami aspek dari Dharma. Tanpa mengetahui sepenuhnya makna dari Dharma atau tindakan benar, seseorang tidak bisa mencapai Brahman. 


- Summer Showers, 13 Juni 1974.

Hanya ketika seseorang dapat mengembangkan sikap batin yang seimbang pada segala hal dalam hidupnya, barulah ia dapat memahami aspek dari Brahman.

Tuesday, September 9, 2025

Thought for the Day - 9th September 2025 (Tuesday)



Acquire the love that draws all into the One. Through this, you can put down the fears and anxieties, the greed and envy, the hatred and haughtiness that are today infecting the peoples of the world and establish an era of peace and joy. Let all the worlds be happy - this is the prayer that comes naturally from every human heart. This is the goal to which Sanatana Dharma leads. Everyone must sing of this goal, live in the melody of that song, and merge, through that melody, in the Paramatma (supreme Divine self). Do not seek to find differences between one person and another. Seek rather ways and means to strengthen the bonds of kinship through love. Factions and fighting emerge among the followers of the same family because they have not learned to love. From the self-same mind, many conflicting feelings emerge, why? Because love has not been nursed and grown therein. You have to sow love and grow love and destroy the weeds of fear and hatred that have spread over the world. Make the world a happy home of Love. 


- Divine Discourse, Nov 19, 1980

Every religion teaches only good principles and disciplines. When the mind of man is steadfast in the good, how can religion be bad?


Dapatkan kasih yang menarik semuanya menuju pada yang Esa. Melalui kasih ini, engkau dapat melepaskan rasa takut dan kecemasan, ketamakan dan iri hati, kebencian dan kesombongan yang menjangkiti manusia di dunia dan menegakkan sebuah era penuh damai dan suka cita. Semoga seluruh dunia berbahagia – ini adalah doa yang muncul secara alami dari hati setiap umat manusia. Ini adalah tujuan yang diarahkan oleh Sanatana Dharma. Setiap orang harus melantunkan tujuan ini, menghayati hidup dalam irama lagu itu, dan pada akhirnya menyatu  melalui lagu itu pada Paramatma (Tuhan yang tertinggi). Jangan mencari perbedaan diantara satu orang dengan yang lainnya. Carilah cara dan sarana untuk memperkuat ikatan persaudaraan melalui kasih. Perpecahan dan pertikaian dapat timbul diantara anggota dalam keluarga yang sama karena mereka belum belajar untuk mengasihi. Dari pikiran yang sama, banyak perasaan pertentangan muncul, mengapa? Karena kasih tidak dipelihara dan dikembangkan di dalamnya. Engkau harus menanam kasih dan menumbuhkan kasih serta menghancurkan gulma berupa ketakutan dan kebencian yang telah menyebar di seluruh dunia. Jadikan dunia ini menjadi rumah yang indah dari kasih. 


- Divine Discourse, Nov 19, 1980

Setiap agama hanya mengajarkan prinsip dan disiplin yang baik. Ketika pikiran manusia teguh dalam kebaikan, bagaimana agama bisa dianggap tidak baik? 

Wednesday, September 3, 2025

Thought for the Day - 3rd September 2025 (Wednesday)



God allows Himself to be captured easily by His devotees. To those who entertain negative feelings in them, He appears as an enemy. Purandaradasa sang, “O Rama! To Vibhishana who believed in You, You appeared as God. But to Ravana who defied You, You became the very lord of death, Yama. You are not only Rama but You are Yama as well. There is no Yama other than You in this world. You appear as Rama to those who love You. To those who oppose You, You appear as Yama. To Prahlada, who prayed to You at all times and under all circumstances, You appeared as Lord Narayana. But to Hiranyakashyapu who opposed You, You appeared as the God of Death, Yama." Hence, He is the Lord as well as the God of Death. To Kamsa, who, without a trace of compassion for his sister, was prepared to kill her, Krishna appeared as Yama. To Ugrasena, the pious father of Kamsa, He appeared as the Lord Himself. Hence, good and bad are both decided by our own feelings. 


- Summer Showers, May 28, 1996

Only through the cord of love can God be bound. But it is only when love is for love's sake that this cord can bind God to man

 

Tuhan mengijinkan diri-Nya sendiri dapat dengan mudah dirangkul oleh bahkat-Nya. Bagi mereka yang memiliki perasaan negatif dalam diri mereka, Tuhan kelihatan sebagai musuh. Purandaradasa melantukan, “O Rama! Pada Vibhishana yang percaya pada-Mu, Engkau menampakkan diri sebagai Tuhan. Namun pada Ravana yang menentang-Mu, Engkau benar-benar menjadi dewa kematian, yaitu Dewa Yama. Engkau tidak hanya Rama namun Engkau juga adalah Yama. Tidak ada Dewa Yama selain diri-Mu di dunia ini. Engkau menampakkan diri sebagai Rama bagi mereka yang mengasihi-Mu. Bagi mereka yang menentang-Mu, engkau menampakkan diri sebagai Yama. Pada Prahlada, yang berdoa pada-Mu sepanjang waktu dan dalam segala keadaan, Engkau menampakkan diri sebagai Dewa Narayana. Namun pada Hiranyakashyapu yang menentang-Mu, Engkau menampakkan diri sebagai Dewa kematian, Yama." Oleh karena itu, Rama adalah Tuhan dan juga sebagai Dewa Kematian. Pada Kamsa, yang tidak memiliki rasa welas asih pada adik perempuannya, yang siap untuk membunuh adiknya, Sri Krishna muncul sebagai Yama. Pada Ugrasena, ayah dari Kamsa yang saleh, Tuhan menampakkan diri sebagai Tuhan sendiri. Karena itu, baik dan buruk keduanya ditentukan oleh perasaan kita sendiri. 


- Summer Showers, 28 Mei 1996

Hanya melalui tali kasih Tuhan dapat terikat. Namun, hanya ketika kasih itu untuk kepentingan kasih, tali itu dapat mengikat Tuhan pada manusia

Tuesday, September 2, 2025

Thought for the Day - 2nd September 2025 (Tuesday)



This is a chance for service for which you must feel extremely delighted, for here you can transmute your devotion and faith into positive acts of service for the benefit of your brothers and sisters. And, since I am with you in all that you do, you do not have to worry about the success of the undertakings. You have only to be ‘instruments’; you need not devise devious ways or roundabout tactics. Doing your duties as members, you have the need to preserve and develop trust in Sai too. This is Sai work, which you are invited to enjoy. This is elevating work that brings you nearer to the heart of the Divine. The conscious hand must have the inert pickaxe in order to break the hard sod; so too, the Divine Consciousness must have the Prakriti (Nature) to carry out His plan. For this, you have to yourselves lead exemplary lives. Your nitya jivitam (daily living) must be transformed into live prayers and live sadhana. Calculate within yourselves the benefit that would accrue to you from this sadhana into which you are initiated now, and prepare for shouldering the task assigned to you—to be instruments dedicated for advancing the mission for which the Divine has come.


- Divine Discourse, Jun 20, 1974

Two attainments mark out the Sathya Sai Sevak (servitors) — absence of conceit and presence of love. 


Ini adalah sebuah kesempatan untuk melakukan pelayanan yang seharusnya membuatmu merasa sangat senang, karena disini engkau dapat merubah bhakti dan keyakinanmu menjadi tindakan pelayanan yang positif yang bermanfaat bagi saudara-saudaramu. Dan, karena Aku bersamamu dalam semua yang engkau lakukan, engkau tidak perlu merasa cemas tentang berhasil atau tidaknya usaha tersebut. Engkau hanya perlu menjadi ‘alat’; engkau tidak perlu memikirkan cara-cara yang berbelit-belit atau taktik yang memutar. Jalankan kewajibanmu sebagai anggota, engkau juga harus memelihara dan mengembangkan kepercayaan kepada Sai juga. Ini adalah pekerjaan Sai, yang mana engkau diajak untuk menikmati. Ini adalah kerja yang luhur yang membawamu semakin dekat pada hati ilahi. Tangan yang sadar membutuhkan cangkul untuk memecahkan tanah yang keras; begitu juga, kesadaran Ilahi harus memiliki alam (prakriti) untuk menjalankan rencana-Nya. Dalam hal ini, engkau sendiri harus menjalani hidup yang patut diteladani. Kehidupanmu sehari-hari (nitya jivitam) harus dirubah menjadi doa dan sadhana yang hidup. Hitunglah dalam dirimu sendiri manfaat yang akan engkau peroleh dari sadhana yang sekarang engkau jalani, dan bersiaplah untuk memikul tugas yang diberikan kepadamu – menjadi alat yang didedikasikan untuk memajukan misi dari kedatangan Tuhan ke dunia. 


- Divine Discourse, 20 Juni 1974

Dua pencapaian yang menandai seorang pelayan Sai (Sathya Sai Sevak) – tidak adanya kesombongan dan hadirnya kasih.

Monday, September 1, 2025

Thought for the Day - 1st September 2025



Ravana was the mightiest monarch of his day, as Valmiki describes him. His capital city was an impregnable fortress, filled with rare treasures. He was the master of the four Vedas and the six spiritual sciences. Duryodhana, the eldest of the Kauravas, was, as Vyasa describes him, unsurpassed in the number and strength of his army and armaments, and in diplomatic skill. Yet, these two have been loathed by young and old for centuries. Why? Because they descended from the human to the bestial level, instead of rising from the human to the divine level. Both had the same flaw – greed. They did not know the secret of contentment. They were afflicted with kama, incessant desire. Rama and kama cannot coexist. The inner shrine of man can accommodate only one Deity, Rama or kama. If you love another person, you will not covet lordship over him; you will not covet his property; you will have no envy when he prospers, no joy when he suffers. Love is the strongest antidote for greed. This, therefore, is the fundamental spiritual discipline: give love and receive Love.


- Divine Discourse, Mar 06, 1970.

The bliss that you hope to derive from kith and kin, from wealth and worldly fame, is but a pale shadow of the bliss that resides in the spring of your heart, where God dwells. 


Ravana adalah seorang raja berkuasa di jamannya, seperti yang Rsi Walmiki gambarkan tentang dirinya. Ibu kota kerajaannya adalah benteng yang tidak tertembus, penuh dengan harta karun yang langka. Ravana menguasai empat Weda dan enam ilmu spiritual. Duryodhana adalah yang tertua dalam keluarga Kaurava, seperti yang Rsi Wyasa gambarkan tentang dirinya, tidak tertandingi dalam jumlah dan kekuatan tentaranya serta persenjataannya, dan juga keahlian diplomatiknya. Namun, kedua orang ini telah dibenci oleha anak muda dan orang tua selama berabad-abad. Mengapa? Hal ini karena mereka merosot dari level manusia ke level binatang, bukannya meningkat dari level manusia ke level Tuhan. Kedua orang ini memiliki kekurangan yang sama yaitu ketamakan. Mereka tidak mengetahui rahasia dari kepuasan. Mereka menderita karena kama yaitu keinginan yang tiada hentinya. Rama dan kama tidak bisa hidup bersama. Tempat suci batin manusia hanya bisa memuat satu saja, apakah Rama atau kama. Jika engkau mengasihi orang lain, engkau tidak akan menginginkan kekuasaan atas dirinya; engkau tidak akan menginginkan hartanya; engkau tidak akan iri saat ia makmur, dan tidak akan bergembira saat ia menderita. Kasih adalah penawar paling ampuh bagi ketamakan. Oleh karena itu, ini adalah disiplin spiritual yang paling fundamental: berikan kasih dan terimalah kasih.


- Divine Discourse, 06 Maret 1970.

Kebahagiaan yang engkau harapkan dari sanak saudara, dari harta dan ketenaran duniawi, hanyalah bayangan semu dari kebahagiaan sejati yang bersemayam dalam sumber hatimu, dimana Tuhan bersemayam.