Sunday, October 20, 2024

Thought for the Day - 20th October 2024 (Sunday)

All divine personalities make their advent for some definite purposes. They will not deviate from them in any circumstance. Swami's Prematatva (essential nature of Love) is of the same character. Swami's love has no trace of self-interest in it. It is absolutely pure. Swami knows only how to give, not how to receive. Swami's hand is held above for conferring something, not stretched for seeking anything. Moreover, once Swami has declared, "You are Mine", whatever wrong ways they may pursue, Swami will not abandon them. When I have given a word to anyone, even if they turn against Me I will not bear any ill-will towards them. Even if they revile Me, I shall continue to love them. I will stand up to My pledge right up to the end. Some day they will return to the right path. Owing to the compulsion of circumstances some changes may take place. They are not permanent. I will not change My course because of such happenings. This is My second resolve. The third resolve is: When I undertake anything because I feel it is for the welfare of all and that it is good for society as a whole, I will not give it up, come what may. Even if the whole world is against Me, I will not turn back, I will only go forward. 


- Divine Discourse, Jul 13, 1984.

I have not come to guard your jewels and your ‘valuables’. I have come to guard your virtue and holiness and guide you to the Goal.


Semua inkarnasi Tuhan menjadikan kehadiran-Nya ke dunia untuk beberapa tujuan tertentu. Mereka tidak akan menyimpang dari tujuan tersebut dalam keadaan apapun. Sifat kasih yang mendasar dari Swami (Prematatva) memiliki karakter yang sama. Kasih Swami tidak mengandung sifat mementingkan diri sendiri di dalamnya. Kasih Swami sepenuhnya adalah murni. Swami hanya mengetahui bagaimana untuk memberi, dan tidak untuk bagaimana menerima. Tangan Swami selalu menengadah ke bawah untuk memberikan sesuatu, dan bukan menengadah ke atas untuk meminta sesuatu. Terlebih lagi, Swami telah menyatakan, "engkau adalah milik-Ku ", apapun jalan salah yang mereka tempuh, Swami tidak akan pernah meninggalkan mereka. Ketika Aku telah menyampaikan kata-kata-Ku kepada siapapun, bahkan jika mereka berbalik menentang-Ku, Aku tidak pernah memiliki kehendak buruk pada mereka. Bahkan sekalipun mereka mencaci-Ku, Aku akan tetap untuk menyayangi mereka. Aku akan menjaga janji dan kata-kata-Ku sampai akhir. Suatu hari nanti mereka akan kembali ke jalan yang benar. Karena keadaan yang memaksa beberapa perubahan mungkin terjadi. Namun semuanya itu tidak bersifat permanen. Aku tidak akan mengubah jalur-Ku karena kejadian-kejadian seperti itu. Ini adalah tekad kedua-Ku. Tekad-Ku yang ketiga adalah: ketika Aku melakukan sesuatu karena Aku merasa bahwa ini adalah untuk kesejahtraan semuanya dan itu adalah baik untuk seluruh masyarakat, Aku tidak akan menghentikannya, apapun yang terjadi. Walaupun seluruh dunia menentang-Ku, Aku tidak akan mundur, Aku hanya akan terus maju. 


- Divine Discourse, 13 Juli 1984.

Aku datang bukan untuk menjaga permatamu dan ‘harta benda’mu. Aku telah datang untuk menjaga kebaikan dan kesucianmu serta menuntunmu pada tujuan.

Thought for the Day - 19th October 2024 (Saturday)

You are all entitled to broader realms of joy, deeper springs of joy, and joy that is eternal. Your real dharma, the purpose for which you have taken human birth, is to earn and enjoy that bliss which no external contact can change or diminish. To earn it is quite easy. It can be done by everyone who sits calmly and examines themselves and their mind, unaffected by likes and dislikes. One then discovers that life is a dream and everyone has a calm refuge of peace inside one’s own heart. One learns to dive into its cool depths, forgetting and ignoring the buffets of luck, both good and ill. The doctor first diagnoses the disease. Then he prescribes the course of treatment. So too, you must submit yourself to the diagnosis of your illness, viz. misery, travail, and pain. Investigate fearlessly and with care, and you will find that while your basic nature is bliss, you have falsely identified yourself with the temporary, frivolous, and paltry and that attachment brings about all the sorrow.


- Divine Discourse, Nov 23, 1961.

Realise that both joy and sorrow are passing phases, like white or dark clouds across the blue sky, and learn to treat both prosperity and adversity with equanimity!


Engkau semua berhak untuk alam suka cita yang lebih besar, sumber suka cita yang lebih dalam, dan suka cita yang bersifat kekal. Dharmamu yang sejati, merupakan tujuan dimana engkau telah mengambil kelahiran sebagai manusia, adalah untuk mendapatkan dan menikmati suka cita yang mana tidak bisa diubah atau dikurangi oleh hubungan eksternal apapun. Untuk mendapatkan hal ini adalah cukup mudah. Hal ini dapat dilakukan oleh siapapun juga yang duduk dengan tenang dan memeriksa diri mereka sendiri dan pikiran mereka, tidak terpengaruh oleh rasa suka dan tidak suka. Seseorang kemudian mengungkapkan bahwa hidup adalah sebuah mimpi dan setiap orang memiliki sebuah tempat berlindung yang damai di dalam hatinya. Seseorang belajar untuk menyelami kedalamannya yang sejuk, melupakan dan mengabaikan sajian keberuntungan, keduanya yaitu kebaikan dan keburukan. Pertama dokter akan melakukan diagnosa pada penyakit. Kemudian menuliskan resep obat. Begitu juga, engkau harus tunduk pada diagnosis penyakitmu, seperti : penderitaan, kesengsaraan dan rasa sakit. Selidiki dengan tanpa rasa takut dan hati-hati, maka engkau akan mendapatkan bahwa walaupun hakikat sifat dasarmu adalah kebahagiaan, engkau telah salah mengidentifikasi dirimu dengan hal yang bersifat sementara, remeh, tidak penting, dan keterikatan itu yang mendatangkan semua bentuk penderitaan. 


- Divine Discourse, 23 November 1961.

Sadarilah bahwa keduanya yaitu suka dan duka cita adalah fase yang berlalu, seperti awan putih dan awan hitam yang melintasi langit biru, serta belajarlah untuk memperlakukan keduanya yaitu kesejahtraan dan kesulitan dengan ketenangan hati!


Thought for the Day - 18th October 2024 (Friday)

In a piece of cloth, when the threads are taken out, only the cotton remains and if the cotton is burnt the cloth ceases to exist. Similarly, when desires are eliminated, the "I" and the Mind will go. It has been said that the destruction of the mind is the means to the realisation of the Divine. The cessation of the mind can be brought about by the gradual elimination of desires, like the removal of threads from a cloth. Finally, the desires have to be consumed in the fire of Vairagya (detachment). Look upon life as one long railway journey. In this journey, it is not good to carry heavy luggage. There are stations on the way like Arti (suffering), Artharti (desire for objects), Jignasu (yearning for understanding) and Jnani (Self-realisation). The lesser the luggage one carries, the more easily and quickly one can get through various stages and reach the destination. The primary requisite, therefore, is the eradication of desires.


- Divine Discourse, Oct 12, 1983.

Everything that is not 'you' is an object; it is luggage for the journey; the less of it, the more comfortable the journey.


Dalam sehelai kain, ketika benangnya ditarik maka hanya kapas yang masih tersisa dan jika kapas tersebut dibakar maka keberadaan kain itu akan lenyap. Sama halnya, ketika keinginan-keinginan dihilangkan, maka "aku" dan pikiran akan lenyap. Telah disampaikan bahwa penghancuran pikiran adalah sarana untuk menyadari Tuhan. Penghentian pikiran secara teratur dapat melenyapkan keinginan, seperti halnya melepaskan benang dari sehelai kain. Pada akhirnya, keinginan harus dibakar dalam nyala api tanpa keterikatan (Vairagya). Pandanglah hidup sebagai sebuah perjalanan keretap api yang panjang. Dalam perjalanan ini, adalah tidak baik untuk membawa barang bawaan yang berat. Ada stasiun di jalan seperti Arti (penderitaan), Artharti (keinginan pada objek), Jignasu (mendambakan pemahaman) dan Jnani (kesadaran diri sejati). Semakin sedikit barang bawaan yang dibawa, maka semakin mudah dan cepat seseorang dapat melewati berbagai jenis tahapan dan mencapai tujuan.  Maka dari itu syarat utama adalah pelenyapan keinginan.


- Divine Discourse, 12 Oktober 1983.

Segala sesuatu yang bukan ‘dirimu’ adalah sebuah objek; ini adalah barang bawaan untuk perjalanan; semakin sedikit barang bawaan, semakin nyaman perjalanan.


Thought for the Day - 17th October 2024 (Thursday)

When you surrender yourself to God's Will, He will take care of you. Do not develop a superiority complex. Give up ego and pomp. Pray silently and sincerely. If your prayers are not answered, you can certainly question Me. God is not confined to a place somewhere in a distant corner. He always resides in your heart. He can accomplish anything. He is ever ready to perform any task, be it big or small for the sake of His devotees. All are His children. Hence, He will certainly answer your prayers. Embodiments of Love! Love is the quintessence of Swami's discourses. His love is power. There is nothing greater than love. When you develop love, you can face the challenges of life with ease and emerge victorious. God will always be with you, in you, and around you and will take care of you. Any mighty task can be accomplished through prayer. However, your prayers should be sincere. There should be unity of thought, word, and deed. Develop firm faith that Swami is in you and that He always listens to your prayers. If you think that Swami is outside, how will your prayers reach Him? 


- Divine Discourse, Dec 25, 2004.

Esteeming love as the essence of divinity, you have to engage yourselves in loving service to society.


Ketika engkau berserah diri kepada kehendak Tuhan, maka Tuhan akan menjagamu. Jangan mengembangkan sebuah rasa superioritas. Lepaskan rasa ego dan kesombongan. Berdoalah dengan tenang dan tulus. Jika engkau doamu tidak terjawab, maka engkau tentu bisa mempertanyakan-Ku. Tuhan tidak terbatas di suatu tempat yang jauh. Tuhan selalu bersemayam di dalam hatimu. Tuhan dapat melakukan apa saja karena Tuhan selalu siap untuk melakukan apapun juga, baik besar maupun kecil bagi bahkta-Nya. Semuanya adalah anak-anak Tuhan. Karena itu, Tuhan pastinya akan menjawab doa-doamu. Perwujudan kasih! Kasih adalah inti dari semua wejangan Swami. Kasih Swami adalah kekuatan. Tidak ada yang lebih hebat daripada kasih. Ketika engkau memupuk kasih, engkau dapat menghadapi tantangan hidup dengan mudah dan keluar sebagai pemenang. Tuhan akan selalu bersamamu, di dalam dirimu, dan di sekitarmu dan akan menjagamu. Tugas besar apapun dapat diselesaikan melalui doa. Bagaimanapun juga, doa-doamu seharusnya tulus. Harus ada kesatuan dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan. Kembangkan keyakinan yang tidak tergoyahkan bahwa Swami ada di dalam dirimu dan Swami selalu mendengarkan doa-doamu. Jika engkau berpikir bahwa Swami ada di luar dirimu, bagaimana doa-doamu akan mencapai-Nya? 


- Divine Discourse, 25 Desember 2004.

Memandang kasih sebagai intisari dari keilahian, engkau harus melibatkan dirimu dalam pelayanan kasih pada masyarakat.


Thought for the Day - 16th October 2024 (Wednesday)

Anxiety, grief and unrest cannot approach Sai, not even as near as millions of miles. Believe it or not, Sai does not have the slightest experience of anxiety, for Sai is ever aware of the formation and transformation of objects and the antics of time and space and of the incidents therein. Those who have no knowledge of these and those who are affected by circumstances are affected by sorrow. Those who are caught in the coils of time and space become the victims of grief. Though Sai is involved in events conditioned by time and space, Sai is ever established in the principle that is beyond both time and space. Sai is not conditioned by time, place or circumstance. Therefore, you must all recognise the uniqueness of the Will of Sai, the Sai Sankalpa. Know that this Sankalpa is Vajrasankalpa - it is irresistible Will. You may ignore its expression as weak and insignificant but, once the will is formed, whatever else undergoes change, it cannot change. 


- Divine Discourse, Oct 08, 1981.

Sathya Sai Prabhu (Lord) and the Sathya Sai Sevaks are inseparably bound by Love and Loyalty. Sai exists for you and you exist for Sai.


Kecemasan, kesedihan dan kegelisahan tidak bisa mendekati Sai, walaupun bahkan jika jaraknya jutaan mil. Percaya atau tidak, Sai tidak pernah merasa cemas sedikitpun, karena Sai selalu menyadari perkembangan dan perubahan pada objek dan tingkah laku dari waktu dan ruang serta kejadian yang terjadi di dalamnya. Mereka yang tidak memiliki pengetahuan tentang hal ini dan mereka yang terpengaruh oleh keadaan, akan terpengaruh oleh penderitaan. Mereka yang terjerat dalam lilitan waktu dan ruang menjadi korban kesedihan. Walaupun Sai terlibat dalam kejadian yang dikondisikan oleh waktu dan ruang, namun Sai selalu teguh dalam prinsip yang melampaui waktu dan ruang. Sai tidak terkondisikan oleh waktu, tempat atau keadaan. Maka dari itu, engkau semua harus menyadari keunikan dari kehendak Sai (Sai Sankalpa). Ketahuilah bahwa Sankalpa ini adalah Vajrasankalpa – ini adalah kehendak yang kuat. Engkau mungkin mengabaikan ekspresinya sebagai yang lemah dan tidak penting, namun begitu kehendak terbentuk maka apapun yang lainnya mengalami perubahan, kehendak itu tidak dapat diubah. 


- Divine Discourse, 8 Oktober 1981.

Sathya Sai Prabhu (Sad Guru) dan para Sevadhal Sathya Sai terikat erat oleh kasih dan kesetiaan. Sai ada untukmu dan engkau ada untuk Sai.

Thought for the Day - 15th October 2024 (Tuesday)

If you have steady and resolute love, concentration becomes intense and unshakeable. Faith develops into love, and love results in concentration. Prayer begins to yield fruit under such conditions. Pray using the Name as a symbol of the Lord. Pray keeping all the waves of the mind stilled. Pray as the performance of a duty for your very real existence, as the only justification for your coming into the world as a human. ‘Mine’ and ‘yours’ — these attitudes are only for identification. They are not real; they are temporary. ‘His’ — that is the truth, the eternal. It is like the headmaster of a school being in temporary charge of the furniture of the school. He must hand over the items when he is transferred or retired. Treat all things with which you are endowed, just as the headmaster treats the furniture. Be always aware that the final checking-up is imminent. Wait for that moment with joy. Be ready for that event. Have your accounts up to date and the balance already calculated to be handed over. Treat all things entrusted to you with care and diligence. 


- Divine Discourse, Nov 23, 1961.

By means of the name, love is developed; through love, meditation of the Lord can be practised.


Jika engkau memiliki kasih yang teguh dan mantap, konsentrasi menjadi kuat dan tidak tergoyahkan. Keyakinan berkembang menjadi kasih, dan kasih menghasilkan konsentrasi. Doa mulai membuahkan hasil dalam kondisi seperti itu. Berdoalah dengan menggunakan Nama sebagai simbul dari Tuhan. Berdoalah agar semua bentuk gelombang pikiran tetap tenang. Berdoalah sebagai pelaksanaan kewajiban untuk keberadaanmu yang sejati, sebagai satu-satunya alasan kedatanganmu ke dunia sebagai manusia. ‘Milikku’ dan ‘Milikmu’-- kedua bentuk sikap ini hanyalah untuk identifikasi. Keduanya tidaklah nyata; keduanya bersifat sementara. ‘Milik-Nya’ – itu adalah kebenaran, bersifat abadi. Hal ini seperti kepala sekolah yang sementara bertanggung jawab atas perlengkapan yang ada di sekolah. Dia harus menyerahkan perlengkapan tersebut saat dia dipindahkan atau pensiun. Perlakukan semua hal yang dipercayakan kepadamu, seperti halnya kepala sekolah memperlakukan perlengkapan sekolah itu. Selalulah untuk sadar bahwa pengecekan terakhir semakin dekat. Tunggulah saat itu dengan suka cita. Bersiaplah untuk momen tersebut. Sudahkah laporanmu diperbaharui dan saldonya sudah dihitung untuk diserahkan. Perlakukan semua yang dipercayakan kepadamu dengan hati-hati dan ketekunan. 


- Divine Discourse, 23 November 1961.

Dengan sarana Nama Tuhan, kasih dipupuk; melalui kasih, meditasi pada Tuhan dapat dilakukan.

Thought for the Day - 14th October 2024 (Monday)

All education today is related to the physical world. It will not serve to reveal the Divine. It was this which impelled Shankaracharya to teach a pandit who was learning by rote Panini's grammar that at the moment of death, only the Lord's name will save him and not the rules of grammar. Though this teaching has been propagated for centuries, very few practise it. Many read the Ramayana as a daily ritual. But how many carry out the commands of their fathers? How many practise the virtue of fraternal affection and love proclaimed in the Ramayana? Is there anyone standing for the gospel of Dharma as upheld by Sri Rama? Of what use is it endlessly to listen to discourses without putting anything into practice? The Gita is being read and expounded all the time. Is a single precept from it being put into practice? Not at all. The Gita shows the path to God realisation. But simply reciting the Gita is valueless. Follow the Gita and tread the path indicated by it. Only then you will reap the reward. 


- Divine Discourse, Oct 09, 1994.

Mere textual knowledge without practical knowledge becomes ‘allergy’. When bookish knowledge is transformed into practical knowledge, it becomes ‘energy’


Semua Pendidikan hari ini dikaitkan dengan dunia fisik atau materi. Hal ini tidak akan mampu mengungkapkan Tuhan. Hal inilah yang mendorong Shankaracharya untuk mengajar seorang pandit yang sedang belajar menghafal tata bahasa Panini bahwa pada saat kematian, hanya nama suci Tuhan yang akan menyelamatkannya dan bukan aturan dalam tata bahasa. Walapun ajaran ini telah disebarluaskan selama berabad-abad, hanya sedikit yang menjalankannya. Banyak yang membaca Ramayana sebagai ritual harian. Namun berapa banyak yang menjalankan perintah ayahnya? Berapa banyak yang menjalankan nilai luhur dari kasih persaudaraan dan kasih yang disampaikan dalam Ramayana? Apakah ada yang menjunjung tinggi ajaran Dharma sebagaimana yang dijalankan oleh Sri Rama? Apa gunanya mendengarkan ceramah tanpa henti namun tanpa menjalankannya? Bhagavad Gita dibaca dan dijabarkan sepanjang waktu. Apakah ada satupun ajaran dalam Bhagavad Gita yang dijalankan? Tidak sama sekali. Bhagavad Gita memperlihatkan jalan pada kesadaran Tuhan. Namun hanya dengan membaca Bhagavad Gita adalah tidak ada nilainya. Ikuti Bhagavad Gita dan telusuri jalan yang ditunjukkannya. Hanya dengan demikian engkau akan mendapatkan hasilnya. 


- Divine Discourse, 9 Oktober 1994.

Hanya sebatas pengetahuan teks tanpa adanya pengetahuan praktek maka pengetahuan itu menjadi ‘alergi’. Ketika pengetahuan dari buku diubah ke dalam pengetahuan praktek, maka pengetahuan itu menjadi ‘energi’ 


Thought for the Day - 12th October 2024 (Saturday)

Fill your heart with sweetness. Do not avoid those who need your help, on the contrary always wait for an opportunity to serve. This spirit of sacrifice (tyaga bhava) can alone confer on you true happiness (bhoga). Today we are celebrating the sacred festival of Vijayadasami. People perform various rituals during the nine days of the Navaratri festival. We should hope and pray that every day of our life should be as sacred as these nine days. Let us all move together, let us all grow together, let us all stay united and share our knowledge, let us live together with friendship and without disharmony. Live in unity, make proper use of your intelligence, and give happiness to your parents. When you lead your lives in this manner, every day will be a day of festivity and celebration. The whole world will rejoice. I wish that you put into practice all that you have learnt during these nine days.


- Divine Discourse, Oct 23, 2004.

To realise the One, the Universal Absolute, which personalises itself into God and Creation, there is no discipline more valuable and more effective than Seva.


Penuhilah hatimu dengan keindahan. Jangan menghindari mereka yang membutuhkan bantuanmu, sebaliknya selalulah untuk menunggu kesempatan untuk melayani. Hanya dengan semangat pelayanan (tyaga bhava) yang dapat menganugerahkan padamu kebahagiaan yang sejati (bhoga). Hari ini kita sedang merayakan perayaan suci Vijayadasami. Orang-orang melakukan berbagai jenis ritual selama sembilan hari pada perayaan Navaratri. Kita seharusnya berharap dan berdoa bahwa setiap harinya dalam hidup kita menjadi suci seperti halnya kesucian selama sembilan hari. Mari kita semua bergerak bersama-sama, mari kita semua tumbuh bersama-sama, mari kita semua bersatu dan berbagi pengetahuan kita, mari kita hidup bersama-sama dengan persahabatan dan tanpa adanya perselisihan. Hidup dalam persatuan, gunakan kecerdasanmu dengan baik, dan berikan kebahagiaan kepada orang tuamu. Ketika engkau menjalani hidupmu dengan cara ini, setiap hari akan menjadi hari yang suci dan penuh perayaan. Seluruh dunia akan menjadi penuh suka cita. Swami berharap bahwa engkau menjalankan semua yang telah engkau pelajari selama sembilan hari ini. 


- Divine Discourse, 23 Oktober 2004.

Untuk menyadari Yang Esa bersifat Absolut Universal, yang mempersonalisasikan diri-Nya menjadi Tuhan dan ciptaan, tidak ada disiplin yang lebih bernilai dan efektif daripada Seva.


Thought for the Day - 11th October 2024 (Friday)

The significance of Durga, Lakshmi and Saraswati must be rightly understood. These three represent three kinds of potencies in man. Ichcha Shakti (Will power), Kriya Shakti (power of action), and Jnana Shakti (power of discrimination). Saraswati is manifest in man as the power of Vak (speech). Durga is present in the form of dynamism, the power of action. Lakshmi is manifest in the form of Will power. The body indicates Kriya Shakti. The mind is the repository of Ichchaa Shakti. The Atma is Jnana Shakti. Kriya Shakti comes from the body, which is material. The power that activates the body that is inert and makes it vibrant is Ichchaa Shakti. The power that induces the vibrations of Ichchaa Shakti is Jnana Shakti, which causes radiation (of energy). These three potencies are represented by the mantra: "Om Bhur-Bhuvah-Suvah." Bhur represents Bhuloka (Earth). Bhuvah represents the Life force (also known as Conscience in man), Suvah represents the power of radiation. All these three are present in you. Thus, Durga, Lakshmi and Saraswati dwell in your human heart!


- Divine Discourse, Oct 09, 1994

When people worship Durga, Lakshmi and Saraswati externally in pictures or icons, they are giving physical forms to the subtle potencies that are within them.


Makna penting dari Durga, Lakshmi dan Saraswati harus dimengerti dengan benar. Ketiga perwujudan Dewi ini adalah melambangkan tiga jenis potensi dalam diri manusia. Ichcha Shakti (kekuatan kehendak), Kriya Shakti (kekuatan berbuat), dan Jnana Shakti (kekuatan membedakan yang benar dan salah). Saraswati adalah perwujudan dalam diri manusia sebagai kekuatan perkataan (Vak). Durga adalah perwujudan dari dinamisme, kekuatan berbuat. Lakshmi adalah perwujudan dari kekuatan kehendak. Tubuh melambangkan Kriya Shakti. Pikiran adalah tempat penyimpanan Ichchaa Shakti. Atma adalah Jnana Shakti. Kriya Shakti muncul dari tubuh yang mana bersifat material. Kekuatan yang mengaktifkan tubuh yang bersifat materi dan menjadikannya bergetar adalah Ichchaa Shakti. Kekuatan yang menimbulkan getaran pada Ichchaa Shakti adalah Jnana Shakti, yang mana sebagai sebab dari radiasi (energi). Ketiga potensi ini dilambangkan dengan lantunan mantra: "Om Bhur-Bhuvah-Suvah." Bhur melambangkan Bhuloka (bumi). Bhuvah melambangkan kekuatan hidup (juga dikenal sebagai hati nurani dalam diri manusia), Suvah melambangkan kekuatan radiasi. Semua ketiga bagian ini ada di dalam dirimu. Jadi, Durga, Lakshmi dan Saraswati bersemayam di dalam hati manusia!


- Divine Discourse, 9 Oktober 1994

Ketika manusia memuja Durga, Lakshmi dan Saraswati secara eksternal dalam bentuk gambar atau arca, mereka memberikan wujud fisik pada potensi halus yang ada di dalam diri mereka.

Thought for the Day - 9th October 2024 (Wednesday)

The words ‘yajna’ and ‘yaga’ are both translated as sacrifice; that is their primary purpose! You sacrifice riches, comfort, and power (all that promotes ego) and merge in the Infinite. That is the attainment and the end. Yajnas are useful because they support the ideal of sacrifice, and condemn acquisition. They emphasise discipline, rather than distraction. They insist on the concentration of the mind, tongue and hands on Godhead. Cynics count the bags of grain, kilograms of ghee, and hundredweights of fuel, and ask for more bags and kilograms and hundredweights of contentment and happiness in return! The effects of yajna on the character and consciousness cannot be measured or weighed in metres or grams. It is something immeasurable, though actual and experienceable. Moreover, cynics do not calculate the ghee, grain, and fuel they themselves have consumed, with no compensating joy! The grain and ghee offered in the sacred fire to the accompaniment of Vedic formulae give returns, thousandfold; they will cleanse and strengthen the atmosphere all over the world! Otherwise, the Avatar will not encourage or revive these Yajnas!


- Divine Discourse, Oct 07, 1970.

Offer yourself to God; then God will grant you jewels of limitless bliss.


Kata ‘yajna’ dan ‘yaga’ keduanya diterjemahkan sebagai pengorbanan; itu adalah yang menjadi tujuan utamanya! Engkau mengorbankan kekayaan, kenyamanan dan kekuasaan (semuanya itu yang meningkatkan ego) dan menyatu dalam yang tidak terbatas. Itu adalah yang menjadi pencapaian dan tujuan akhirnya. Yajna adalah berguna karena karena Yajna mendukung idealisme pengorbanan dan mencela kepemilikan. Yajna menekankan pada disiplin, daripada kekacauan. Yajna menegaskan pada konsentrasi pikiran, lidah dan tangan pada keilahian. Kaum sinis menghitung berapa banyak karung gandum, berkilo-kilo ghee, beratus kilogram bahan bakar, dan meminta lebih banyak dan berkilo-kilo dan beratus-ratus kepuasan dan kebahagiaan sebagai balasannya! Dampak dari yajna pada karakter dan kesadaran tidak bisa diukur atau ditimbang dengan ukuran meter atau gram. Hal ini adalah tidak terhitung, meskipun nyata dan dapat dialami. Selain itu, mereka yang sinis tidak menghitung ghee, gandum, dan bahan bakar yang telah mereka konsumsi sendiri, tanpa mendapatkan suka cita yang sepadan! Gandum dan ghee dipersembahkan dalam api suci yang diiringi dengan lantunan mantra Weda memberikan dampak seribu kali lipat; Yajna ini akan membersihkan dan menguatkan atmosfer seluruh dunia! Jika tidak, Avatar tidak akan mendorong atau menghidupkan kembali pelaksanaan Yajna ini!


- Divine Discourse, 7 Oktober 1970.

Dedikasikan dirimu pada Tuhan; kemudian Tuhan akan memberkatimu dengan permata kebahagiaan yang tidak terbatas.


Thought for the Day - 8th October 2024 (Tuesday)

Resolve this day to cleanse the mind of impurities so that you can imbibe the inspiration! Aspirants for mental peace must reduce the luggage they have to care for; the more the luggage, the greater the bother. Objective possessions and subjective desires, both are handicaps in the race for realisation. A house cluttered with lumber will be dark and dusty, and without free movement of fresh air, it will be stuffy and suffocating. The human body too is a house; do not allow it to be cluttered with curios, trinkets, trash, and superfluous furnishings. Let the breeze of holiness blow as it wills through it; let not the darkness of blind ignorance desecrate it. Life is a bridge over the sea of change; pass over it, but do not build a house on it. Hoist the Prasanthi Flag, on the temple, that is your heart. Follow the prescription it teaches - subdue the six enemies that undermine natural bliss in man, ascend the Yoga stage when agitations are stilled and allow the splendour of the Divinity within to shine forth, embracing all, at all times!


- Divine Discourse, Oct 12, 1969.

Search for the pearl, not the shell; the gem, not the tinsel.


Tetapkan hari ini untuk membersihkan pikiran dari ketidakmurnian sehingga engkau dapat menyerap inspirasi! Para pencari kedamaian batin harus mengurangi beban yang mereka harus pikul; semakin banyak bebannya, semakin besar juga kerepotannya. Kepemilikan pada benda dan keinginan yang berbeda-beda, keduanya ini adalah hambatan dalam usaha untuk realisasi diri. Sebuah rumah yang dipenuhi dengan tumpukan kayu akan menjadi gelap dan berdebu, dan tidak adanya pergerakan aliran udara segar, maka rumah itu akan menjadi pengap dan sesak. Tubuh manusia juga seperti sebuah rumah; jangan biarkan tempat ini dipenuhi dengan barang-barang aneh, pernak-pernik, sampah dan perabotan yang tidak diperlukan lagi. Berikan ruang bagi udara kesucian berhembus dengan bebas; jangan biarkan kegelapan kebodohan menodainya. Hidup adalah jembatan di atas lautan perubahan; lewati jembatan itu dan jangan membangun rumah diatasnya. Kibarkan bendera Prasanthi diatas tempat suci yaitu hatimu. Ikutilah resep yang diajarkannya – taklukkan enam musuh yang merusak kebahagiaan alami di dalam diri manusia, naiklah ke tahapan Yoga ketika keresahan telah reda dan kemegahan keilahian di dalam diri bersinar keluar, merangkul semuanya, sepanjang waktu!


- Divine Discourse, 12 Oktober 1969.

Carilah mutiara dan bukan cangkangnya; carilah permata dan bukan hiasan murahan.

Thought for the Day - 7th October 2024 (Monday)

Do not think that the Yajna is only the ceremony performed in this enclosure, marked out as specially holy, attended by readings and recitals from sacred texts and the chanting of Vedic hymns, and nothing other than this. No. Yajna is a continuous process; everyone who lives in the constant presence of God, and does all acts as dedicated to God is engaged in Yajna. Three processes go together in spiritual discipline, as laid down by the sages: Yajna, Dana and Tapas (Sacrifice, Charity and Self-control). They cannot be partitioned and particularised thus. Charity and self-control are integral parts of Yajna. That is why Yajna is translated as sacrifice, for, the process of charity or Dana is essential in Yajna. So is Tapas, that is to say, strict regulation of emotions and thought processes, to ensure peace and faith.


- Divine Discourse, Oct 11, 1972.

Yajna should not be performed for attaining selfish ends. It should be performed for the welfare of the entire world.


Jangan berpikir bahwa Yajna hanyalah upacara yang dilaksanakan di tempat ini, ditandai sebagai tempat khusus yang suci, yang diiringi dengan pembacaan dari naskah-naskah suci serta melantunkan kidung suci Weda, dan tidak ada yang lainnya selain ini. Tidak. Yajna adalah sebuah proses yang berkelanjutan; setiap orang yang hidup dalam kehadiran Tuhan yang konstan, dan melakukan semua perbuatan sebagai pengabdian pada Tuhan adalah terlibat dalam Yajna. Ada tiga proses yang berjalan bersamaan dalam disiplin spiritual, seperti yang sudah dibentangkan oleh para guru-guru suci: Yajna, Dana dan Tapa (pengorbanan, derma, dan pengendalian diri). Namun ketiganya tidak bisa dipisahkan dan dirinci seperti itu. Derma dan pengendalian diri adalah bagian integral dari Yajna. Itulah sebabnya mengapa Yajna diterjemahkan sebagai pengorbanan, karena proses untuk derma atau Dana sangat mendasar dalam Yajna. Begitu juga dengan Tapa, yang berarti pengaturan dengan ketat emosi dan proses pikiran untuk memastikan kedalamaian dan keyakinan.


- Divine Discourse, 11 Oktober 1972.

Yajna tidak boleh dilakukan untuk tujuan kepentingan diri sendiri. Yajna harus dilakukan untuk kesejahtraan seluruh dunia. 

Thought for the Day - 5th October 2024 (Saturday)

Everything is subject to change and decay in this world. Whether it be physical objects or individuals, all are transient and impermanent. Nothing is lasting. Only your purity is permanent. Purity is the essential nature of man. But if man leads a polluted life, he is degrading himself. Man's purity is manifest when human relations are based on heart-to-heart and love-to-love. Love has the form of a triangle with three arms. Prema (divine love) does not seek any return. Where an individual offers love in expectation of a return, fear overtakes him. The one who loves with no expectation of any return is totally free from fear. Love knows only to give, not to receive. Such a love is free from fear. For true love, love is its own reward. Thus, love seeks no return, is free from fear and is its own reward. These are the basic features of true love. Love today is based on desire for a return benefit. It is filled with fear and anxiety. Thus love is motivated. When love is based on a desire for transient and perishable objects, life will be futile. Love must be its own reward.


- Divine Discourse, Jul 12, 1988.

It is only by fostering love you can win the grace of God.


Segala sesuatu di dunia dapat berubah dan mengalami kehancuran. Baik objek fisik atau individu, semuanya bersifat sementara dan tidak kekal. Tidak ada yang bersifat abadi. Hanya kesucianmu yang bersifat kekal. Kesucian adalah sifat mendasar dari manusia. Namun jika manusia menjalani hidup yang tercela, dia sedang merendahkan dirinya sendiri. Kesucian manusia terwujud ketika hubungan manusia didasarkan dari hati ke hati dan dari kasih ke kasih. Kasih memiliki wujud segitiga dengan tiga lengan. Prema (kasih Tuhan) bersifat tidak mencari balasan atau imbalan. Saat seseorang menawarkan kasih dalam pengharapan untuk mendapatkan balasan, maka ketakutan akan menguasainya. Seseorang yang mengasihi dengan tanpa mengharapkan balasan adalah sepenuhnya bebas dari rasa takut. Kasih hanya tahu memberi, dan tidak menerima. Kasih yang seperti itu adalah bebas dari rasa takut. Karena kasih sejati, kasih itu sendiri adalah sebagai imbalannya. Jadi, kasih tidak mengharapkan balasan, bebas dari rasa takut dan kasih itu sendiri adalah imbalannya. Itu adalah ciri-ciri dari kasih yang sejati. Kasih yang ada pada saat sekarang didasarkan pada keinginan untuk imbalan yang menguntungkan. Kasih ini diliputi dengan rasa takut dan kecemasan. Jadi kasih itu dilandasi adanya motif. Ketika kasih didasarkan pada keinginan untuk objek yang sementara dan cepat hancur, hidup akan menjadi sia-sia. Kasih harus menjadi balasannya sendiri.


- Divine Discourse, 12 Juli 1988.

Hanya dengan memupuk kasih maka engkau bisa mendapatkan karunia Tuhan.

Thought for the Day - 3rd October 2024 (Thursday)

The celebration of the Dasara festival is meant to purify actions performed by the dasendriyas (5 senses of action and 5 senses of perception). Every human being in this world must perform some kind of karma (action). The presiding deity or the driving force behind these actions is Devi (also called Durga), who is the personification of energy. She is the bestower of all kinds of energy to perform various karma by the human beings. Goddess Lakshmi bestows various kinds of wealth like money, food grains, gold, different kinds of objects, vehicles for movement, etc., to human beings so that they lead a happy life in this world. The third facet of the divine female principle is Saraswati, the goddess of learning and intellect. Thus, the Trinity of Durga (goddess of energy), Lakshmi (goddess of wealth) and Saraswati (goddess of learning and intellect) are worshipped during this festival of Dasara. This is the principle of worshipping the Trinity of Durga, Lakshmi, and Saraswathi during this 9-day (Navaratri) festival. It is essential that people worship all these three facets of the divine Principle.


- Divine Discourse, Oct 09, 2008.

The observance of the Navaratri celebration is to get rid of the darkness in which man is enveloped, by cultivating the triple purity of thought, word and deed.


Perayaan hari suci Dasara diperuntukkan dalam memurnikan perbuatan yang dilakukan dengan menggunakan dasendriya (5 indria tindakan dan 5 indria persepsi). Setiap manusia di dunia ini harus melakukan beberapa jenis karma (tindakan). Tuhan sebagai penghuni dalam diri manusia atau kekuatan penggerak dibalik semua tindakan adalah Dewi (juga disebut Durga), yang merupakan perwujudan dari energi. Dewi Durga menganugerahkan semua bentuk energi dalam melakukan berbagai jenis karma oleh manusia. Dewi Lakshmi menganugerahkan berbagai jenis kesejahtraan seperti uang, biji-bijian, emas, berbagai jenis benda, kendaraan untuk bergerak, dsb kepada manusia sehingga manusia dapat menjalani hidup yang bahagia di dunia ini. Aspek ketiga dari prinsip Dewi adalah Saraswati, Dewi yang merupakan perwujudan dari pembelajaran dan kecerdasan. Jadi, perwujudan dari tiga Dewi yaitu Dewi Durga (perwujudan energi), Dewi Lakshmi (perwujudan kesejahtraan) dan Dewi Saraswati (perwujudan pembelajaran dan kecerdasan) dipuja selama perayaan Dasara. Ini adalah prinsip pemujaan pada tiga Dewi yaitu Durga, Lakshmi, dan Saraswathi selama perayaan 9 hari (Navaratri). Adalah mendasar dan penting bagi manusia untuk memuja tiga aspek dari prinsip Tuhan ini.


- Divine Discourse, 9 Oktober 2008.

Perayaan hari suci Navaratri diperuntukkan dalam melenyapkan kegelapan yang menyelimuti manusia, dengan memupuk tiga jenis kesucian dalam pikiran, perkataan dan perbuatan.

Thought for the Day - 2nd October 2024 (Wednesday)

A person may have outstanding physical beauty, may have the sparkle of robust youth, may boast of a high noble lineage, and maybe a famed scholar. But if the person lacks the virtues that spiritual discipline can ensure, the person is to be reckoned only as a beautiful flower with no fragrance. When quite young, Mohandas Karamachand Gandhi witnessed along with his mother a drama on Sravana and his devotion to his parents, and he resolved that he must also become Sravana. He witnessed a play on Harischandra, and it impressed him so deeply that he resolved to become as heroically devoted to virtue as Harischandra himself. These transformed him so much that he became a great soul (mahatma). Gandhi had a teacher who taught him the wrong paths. But Gandhi did not adopt his advice. As a consequence, he was able to bring freedom to the country. In this land of Bharat, there are thousands and thousands of prospective great souls. The examples we have to hold before them are the men and women who have learned and practised spiritual education (Atma-vidya). 


- Ch 7, Vidya Vahini.

The king is honoured only inside his kingdom. But the virtuous man is honoured and adored in all countries.


Seseorang mungkin memiliki keindahan tubuh yang begitu istimewa, mungkin memiliki semangat muda yang berkobar, mungkin berasal dari keturunan yang mulia, dan mungkin seorang cendekiawan yang terkenal. Namun jika orang tersebut kurang memiliki keluhuran budi yang dapat diperoleh dari disiplin spiritual, maka orang tersebut hanya dianggap sebagai bunga yang indah tanpa keharuman. Pada saat masih kecil, Mohandas Karamachand Gandhi menonton bersama dengan ibunya sebuah drama tentang tokoh Sravana dan kualitas bhaktinya pada orang tuanya, dan Gandhi kecil menetapkan hati bahwa dia harus juga menjadi seperti Sravana. Gandhi juga menonton drama tentang Harischandra, dan hal ini membuatnya terkesan begitu dalam sehingga dia bertekad untuk menjadi seheroik mungkin mengabdi pada kebajikan seperti halnya Harischandra. Tontonan drama ini begitu berdampak padanya sehingga dia menjadi seorang yang berjiwa agung (mahatma). Gandhi memiliki seorang guru yang mengajarinya jalan yang salah, dan Gandhi tidak mengikuti jalan salah yang ditunjukkan. Sebagai hasilnya, Gandhi mampu membawa kemerdekaan bagi bangsanya. Di tanah Bharat ini, ada ribuan dan ribuan jiwa-jiwa hebat di masa yang akan datang. Teladan yang harus kita tunjukkan pada mereka adalah laki-laki dan perempuan yang telah mempelajari dan menjalani Pendidikan spiritual (Atma-vidya). 


- Ch 7, Vidya Vahini.

Raja dihormati hanya di dalam kerajannya. Namun seseorang yang memiliki keluhuran budi akan dihormati dan dihargai di seluruh negeri.

Thought for the Day - 1st October 2024 (Tuesday)

By their penance, meditation and intuition, ancient sages recognised two things: One is Akshara (the alphabet) and the other is Sankhya (numbers). In the alphabet, the primal letter is ‘Om’. All other letters have emerged from the Pranava (Om). ‘Om’ is the first letter among all letters. It comprehends within itself all other letters of the alphabet. During bhajans, when the harmonium is played, the bellows are pressed and the reeds are manipulated, we have the musical notes, ‘Sa, ri, ga, ma, pa, da, ni’. What is the source of these seven notes? It is the same air that produces the notes. That air is filled with Omkara. And it is that ‘Om’ which produces the separate notes. Likewise, among numbers, we start with one and go to nine, ten, etc.. In all the numbers, ‘one’ is the primary number. All the other numbers are multiple variations of one. If you take away one from nine you have eight. If you add one to eight, it becomes nine. What comes and goes is one alone. What remains is also one. From this, the sages inferred that the beginning and the end are One, which is the Divine. They declared that this One is the beejam (seed) of the cosmos. 


- Divine Discourse, Jul 12, 1988.

The Divine is present in all things as their essence like sugar in sugarcane and butter in milk.


Melalui pengendalian diri, meditasi dan intuisi, para guru suci jaman dahulu menyadari dua hal: pertama adalah Akshara (abjad) dan kedua adalah Sankhya (angka). Dalam abjad, huruf utamanya adalah ‘Om’. Semua huruf yang lainnya muncul dari Pranava (Om). ‘Om’ adalah huruf pertama diantara semua huruf. ‘Om’ mengandung dalam dirinya semua huruf lainnya dalam abjad. Pada saat bhajan, ketika alat musik harmonium dimainkan, bagian pompa penghasil udara ditarik dan buluh tembaga dimainkan, maka kita bisa mendengarkan nada-nada musik, ‘Sa, ri, ga, ma, pa, da, ni’. Apa yang menjadi sumber dari ketujuh nada-nada musik itu? Ini adalah udara yang samalah yang menghasilkan nada-nada itu. Udara itu diliputi dengan Omkara. Adalah ‘Om’ yang menghasilkan nada-nada terpisah. Sama halnya, diantara angka, kita mulai dengan satu dan lanjut menuju sembilan, sepuluh, dst.. dalam semua angka, ‘satu’ adalah angka utama. semua angka lainnya adalah variasai penjumlahan dari angka satu. Jika engkau mengeluarkan satu dari sembilan maka engkau mendapatkan angka delapan. Jika engkau menambahkan satu pada delapan, maka angka itu menjadi sembilan. Apa yang datang dan pergi adalah hanya angka satu. Apa yang tersisa juga angka satu. Dari hal ini, para guru suci menyimpulkan bahwa permulaan dan akhir adalah ‘Satu’, yang mana ‘Satu’ itu adalah Tuhan. Para guru suci menyatakan bahwa ‘Satu’ ini adalah sebagai beejam (benih) dari semesta. 


- Divine Discourse, Jul 12, 1988.

Tuhan hadir di dalam segala sesuatu sebagai intisari dalam diri mereka seperti halnya gula dalam tebu dan mentega dalam susu.


Thought for the Day - 30th September 2024 (Monday)

Always try to put yourselves in the position of the other and judge your actions against that background. Then you will not be wrong. Be pure in word and deed, and keep impure thoughts away. I am in every one of you and so, I become aware of your slightest wave of thought. When the clothes become dirty, you have to give them for wash. When your mind is soiled, you must be born again, for the cleansing operations. The dhobi beats the cloth on the hard stone and draws over it the hot iron to straighten the folds. So too, you will have to pass through a train of travail to become fit to approach God. See Me as the resident in everyone; give them all the help you can, all the service they need; do not withhold the sweet word, the supporting hand, the assuring smile, the comforting company, and the consoling conversation. 


- Divine Discourse, Oct 11, 1969.

God has endowed man with all the organs of perception and action, not for selfish activities, but to do godly deeds and help others


Selalulah mencoba untuk menempatkan dirimu pada posisi orang lain dan evaluasi perbuatanmu berdasarkan latar belakang itu. Kemudian engkau tidak akan menjadi salah. Jadilah suci dalam perkataan dan perbuatan, dan jauhkan pikiran-pikiran yang tidak murni. Aku bersemayam di dalam diri setiap orang darimu, sehingga Aku menyadari setiap gelombang pikiranmu sekecil apapun. Ketika pakaian menjadi kotor, engkau harus mencucinya. Ketika pikiranmu kotor maka engkau harus dilahirkan kembali untuk membersihkannya. Tukang cuci memukulkan pakaian di atas batu yang keras dan menaruh pakaian itu dibawah setrika panas untuk meluruskannya. Begitu juga, engkau harus melewati serangkaian penderitaan agar menjadi layak untuk mendekati Tuhan. Lihatlah Aku sebagai penghuni dalam diri setiap orang; berikan mereka semua bantuan yang engkau bisa berikan, semua pelayanan yang mereka butuhkan; jangan menahan perkataan sopan, tangan-tangan yang menopang, senyuman yang meyakinkan, pergaulan yang menenangkan, dan percakapan yang menghibur. 


- Divine Discourse, 11 Oktober 1969.

Tuhan telah memberkati manusia dengan semua organ persepsi dan tindakan, bukan untuk perbuatan yang mementingkan diri sendiri, namun untuk melakukan perbuatan baik dan membantu yang lainnya


Thought for the Day - 29th September 2024 (Sunday)

There are four goals in life - dharma (righteous living), artha (material well-being), kama (achievement of desires), and moksha (ultimate liberation). These four can be grouped in pairs. While artha and kama thrive in modern times, dharma and moksha have almost disappeared. Modern man craves for wealth and sensual pleasures and neglects righteousness and salvation. Since dharma and moksha are like the feet and the head of a body, man today seems to be existing without these two essential organs. These four values of life should instead be grouped as dharma-artha and kama-moksha. In other words, wealth should be acquired for the sake of righteous living, and man should aspire only for liberation. Only such a judicious combination of these four goals shall enable man to find fulfilment in life. 


- Ch 27, Summer Showers 1979.

You will lead a blissful life only when the mind is suffused with divine love. Divine love is the ultimate goal of life.


Ada empat tujuan dalam hidup - dharma (hidup yang benar), artha (kesejahtraan materi), kama (pencapaian keinginan), dan moksha (kebebasan tertinggi). Keempat bagian ini dapat digolongkan dalam dua bagian. Saat artha dan kama berkembang di jaman modern ini, dharma dan moksha hampir lenyap. Manusia modern mendambakan kekayaan dan kesenangan sensual serta mengabaikan kebajikan dan keselamatan. Karena dharma dan moksha adalah seperti kaki dan kepala dari badan jasmani, manusia pada saat sekarang kelihatan hidup tanpa kedua organ yang mendasar ini. Keempat nilai hidup ini seharusnya dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu dharma-artha dan kama-moksha. Dengan kata lain, kekayaan seharusnya dicari untuk hidup yang benar, dan manusia seharusnya hanya menginginkan kebebasan. Hanya dengan kombinasi yang bijaksana dari empat tujuan ini akan memungkinkan manusia mencapai pemenuhan dalam hidup. 


- Ch 27, Summer Showers 1979.

Engkau akan menjalani hidup yang penuh kebahagiaan hanya ketika pikiran diliputi dengan kasih Tuhan. Kasih Tuhan adalah tujuan tertinggi dari hidup.

Thought for the Day - 28th September 2024 (Saturday)

People ask, "Where is God?" The answer is provided by Nature. Who is it that has created the five elements, the five life breaths, the five sheaths, the five external sense organs and the five internal sense organs, which are all ceaselessly carrying on their functions according to their prescribed roles? The seasons in their regular cycle are teaching a good lesson to man. Therefore Nature is the demonstrable proof of the existence of God. Nature is not under any obligation to any man, it takes no orders from any man, and it operates according to the will of the Divine. The artificial instruments produced by man function for a time and then become useless. Scientists today have launched many satellites in space. Sooner or later they cease to function and drop away. No one knows how, when and in what circumstances the planets in Nature were created but they have been going around in space ceaselessly and unfailingly for billions of years. These planets have been created for the welfare of mankind and not for destructive purposes. God is the creator of the world for man's good. 


- Divine Discourse, Jul 12, 1988.

There can be no greater bliss than realising the truth that God is everywhere.


Orang-orang bertanya, "Dimanakah Tuhan?" Jawaban dari pertanyaan itu disediakan oleh alam. Siapa yang telah menciptakan lima unsur, lima nafas kehidupan, lima lapisan, lima organ indria luar dan lima organ indria dalam, yang mana semuanya tanpa henti menjalankan fungsi mereka sesuai dengan peran yang telah ditentukan? Musim-musim dalam siklus teratur dari alam mengajarkan sebuah pelajaran baik bagi manusia. Maka dari itu Alam adalah bukti nyata dari keberadaan Tuhan. Alam tidak mempunyai kewajiban apapun pada manusia, alam tidak menerima perintah dari siapapun, dan alam bekerja sesuai dengan kehendak Tuhan. Peralatan buatan yang dihasilkan oleh manusia berfungsi untuk satu waktu dan kemudian menjadi tidak berguna. Para ilmuwan pada hari ini telah meluncurkan banyak satelit di luar angkasa. Cepat atau lambat satelit tersebut berhenti berfungsi dan jatuh. Tidak seorangpun yang mengetahui, kapan dan dalam keadaan bagaimana planet-planet di alam diciptakan namun planet-palnet tersebut telah beredar di luar angkasa tanpa henti dan sepanjang waktu selama miliaran tahun. Planet-planet ini telah diciptakan untuk kesejahtraan umat manusia dan bukan untuk tujuan merusak. Tuhan adalah Sang Pencipta dunia untuk kebaikan manusia. 


- Divine Discourse, 12 Juli 1988.

Tidak ada kebahagiaan yang lebih besar daripada menyadari kebenaran bahwa Tuhan ada dimana-mana.

Thought for the Day - 26th September 2024 (Thursday)

Like the string for the garland, Brahman is the string that penetrates and holds together the garland of souls. Like the foundation for the building, Brahman is the foundation for the structure of creation. Note this. The string and foundation are not visible; only flowers and building are evident. That does not mean that the string and foundation are non-existent! In fact, they support the flowers and the building. Well, you can know of their existence and their value by little effort or reasoning. If you do not take that trouble, they escape your notice! Reason, examine, and you will discover that it is the string that holds the flowers together and there is a foundation hidden in the earth! Do not be misled by the thing being contained (adheya) into denying the holder, the container, the basis, the support (adhara). If you deny it, you miss the truth and hold on to a delusion. Reason and discriminate; then believe and experience! For the seen, there is an unseen basis; to grasp the unseen, the best means is inquiry and the best proof is experience. 


- Ch 12, Gita Vahini

Flowers cannot become a garland without the string; so too, Divinity unites all souls!


Seperti halnya tali yang ada pada kalung bunga, Brahman adalah tali yang melekatkan dan menyatukan bersama kalung bunga jiwa. Seperti halnya pondasi pada bangunan, Brahman adalah pondasi dari struktur ciptaan. Perhatikan ini dengan baik. Tali dan pondasi adalah tidak terlihat; hanya bunga-bunga dan bangunan yang nampak dengan jelas. Hal ini bukan berarti bahwa tali dan pondasi adalah tidak ada! Sesungguhnya, keduanya menjadi penopang dari bunga-bunga dan bangunan. Engkau dapat mengetahui keberadaan dan nilai keduanya itu dengan sedikit usaha atau penalaran. Jika engkau tidak mengambil usaha dalam hal itu, maka keduanya akan luput dari perhatianmu! Pikirkan, periksa dan engkau akan menemukan bahwa tali itulah yang menyatukan bunga-bunga menjadi satu rangkaian dan ada pondasi yang tersembunyi di dalam tanah! Jangan menjadi terkecoh dengan benda yang ditampung (adheya) sehingga mengingkari wadahnya, dasarnya, penopangnya (adhara). Jika engkau menyangkalnya, engkau kehilangan kebenaran dan terus berpegang pada khayalan. Pikirkan dan bedakan; kemudian percaya dan alami! Bagi sesuatu yang terlihat, ada sebuah dasar yang tidak terlihat; untuk bisa memahami yang tidak terlihat, cara yang terbaik adalah penyelidikan dan bukti terbaik adalah mengalami. 


- Bab 12, Gita Vahini

Bunga-bunga tidak bisa menjadi sebuah kalung bunga tanpa adanya tali; begitu juga, keilahian menyatukan semua jiwa! 


Thought for the Day - 25th September 2024 (Wednesday)

From a stone to a diamond, from an ant to an elephant, from an ordinary man to a sage, everything and every being in Bharat was regarded as a manifestation of the Divine. Every object was considered worthy of worship. That was why they sanctified a stone image and worshipped it. Bharat is the land in which the tender Tulasi plant and the giant banyan tree were worshipped with equal devotion. Cows, horses, elephants and other animals were treated as sacred objects of worship. Even ants were considered worthy of care and protection and rice flour or sugar was offered to them every day. Crows and eagles, dogs and monkeys were deemed worthy of worship. Not realising the deeper truth underlying this attitude to various objects in creation, ignoramuses choose to regard this worship as a silly superstition. This is wholly wrong. Bharat considered that the expression of Divine love should not be confined to human beings but should be extended to all beings. This is the great ideal that Bharath has held out to the world. 


- Divine Discourse, Sep 03, 1988.

Develop nearness, proximity, kinship with God. Win Him by obedience, loyalty, humility and purity.


Dari sebongkah batu hingga sebuah berlian, dari seekor semut hingga pada seekor gajah, dari seorang manusia biasa hingga pada guru suci, segala sesuatu dan setiap makhluk di Bharat dianggap sebagai perwujudan dari Tuhan. Setiap objek dianggap layak untuk dipuja. Itulah sebabnya mengapa orang-orang Bharat menyucikan sebuah arca dari batu dan memujanya. Bharat adalah tanah dimana tanaman Tulasi yang lembut dan pohon beringin yang besar dipuja dengan rasa bhakti yang sama. Sapi, kuda, gajah dan binatang lainnya diperlakukan sebagai objek yang suci untuk dipuja. Bahkan semut dianggap layak untuk dijaga dan dilindungi dimana tepung beras atau gula diberikan pada semut setiap harinya. Burung gagak dan elang, anjing dan kera dianggap layak untuk dipuja. Dengan tanpa menyadari kebenaran mendalam yang mendasari sikap ini terhadap berbagai jenis objek dalam ciptaan, orang-orang bodoh memilih dengan menganggap bentuk pemujaan ini sebagai sebuah takhayul yang konyol. Pandangan ini sepenuhnya adalah salah. Bharat menganggap bahwa ungkapan kasih Tuhan tidak hanya dibatasi pada sesama manusia saja namun harus diperluas pada semua makhluk. Ini adalah idealisme yang begitu agung yang telah dibawa oleh Bharath pada dunia. 


- Wejangan Bhagawan, 3 September 1988.

Kembangkan kedekatan, keakraban, kekerabatan dengan Tuhan. Dapatkan Tuhan dengan kepatuhan, kesetiaan, kerendahan hati dan kemurnian.

Thought for the Day - 24th September 2024 (Tuesday)

We walk in the thick dusk of evening when things are seen but dimly; a rope lies haphazardly on the path! Each one who sees it, has their own idea of what it is, although it is really just a rope! One steps across it, taking it to be a garland. Another takes it to be a mark made by running water and treads on it! A third person imagines it to be a vine, a creeper plucked off a tree and fallen on the path. Some are scared that it is a snake, right? Similarly, the one highest Brahman, without any change or transformation affecting It, being all the time It and It only, manifests as the world of many names and forms. The cause of all this is the dusk of delusion (maya). The rope might appear as many things — it might provoke various feelings and reactions in people; it has become the basis for variety. But it never changes into many; it is ever one! The rope is ever the rope! It doesn’t become a garland or a streak of water or a creeper or a snake. Brahman might be misinterpreted in a variety of ways, but it is ever Brahman only. 


- Ch 12, Gita Vahini

The illusion (Maya) is the wind, individuals are the waves, and the ocean is Sat-Chit-Ananda.


Kita berjalan di senja yang gelap pada malam hari ketika segala sesuatu terlihat samar; seutas tali tergeletak sembarangan di jalan! Setiap orang yang melihat tali ini, memiliki pandangan sendiri terkait benda apakah itu, walaupun itu sesungguhnya hanyalah seutas tali! Satu orang melangkahi tali itu dan menganggapnya sebagai kalung bunga. Sedangkan yang lainnya menganggap tali itu sebagai tanda yang dibuat oleh air dan melewatinya! Orang yang ketiga membayangkan tali itu sebagai tanaman sulur, tanaman merambat yang dipetik dari pohon dan terjatuh di jalan. Beberapa orang lainnya ketakutan karena membayangkan tali itu adalah seekor ular, bukan? Sama halnya, Brahman yang tertinggi, tidak adanya perubahan yang dapat mempengaruhi-Nya, sepanjang waktu sebagai Brahman dan hanya Brahman, mewujudkan diri-Nya sebagai dunia dengan banyak nama dan wujud. Penyebab dari berbagai jenis bentuk nama dan wujud ini adalah gelapnya khayalan (maya). Tali mungkin kelihatan dengan berbagai bentuk – dan tali itu juga bisa membangkitkan berbagai jenis perasaan dan reaksi dalam diri orang-orang; tali itu telah menjadi dasar dari semua jenis keragaman. Namun tali itu tidak pernah berubah menjadi banyak; tali itu tetaplah satu! Tali itu selamanya sebagai tali! Tali itu tidak menjadi kalung bunga atau aliran air atau tanaman sulur atau seekor ular. Brahman mungkin ditafsirkan dengan berbagai jenis cara, namun Brahman selamanya adalah Brahman. 


- Bab 12, Gita Vahini

Khayalan (Maya) adalah angin, setiap individu adalah gelombang, dan lautan adalah Sat-Chit-Ananda.

Thought for the Day - 23rd September 2024 (Monday)

Man is born in this world but does not realise the purpose of his birth. Forgetting this purpose, he regards himself as the master of Nature and in his insane conceit forgets his own divinity. He is unable to recognise that it is Nature that provides or takes away, that blesses or punishes, that Nature's sway is extensive. Nature presides over every aspect of life. In his deep involvement with mundane concerns man tends to forget his divinity and what he owes to Nature. All things in creation are equal in the eyes of God. God is immanent in all of them. Hence God and Nature should not be regarded as distinct entities. They are inseparably interrelated like the object and its image. Man, however, looking at Nature externally, considers it as purely physical and intended to provide the amenities he seeks. Nature is the best teacher for man. Every object, every individual, is offering lessons of various kinds to man every moment. This truth was recognised by Bharatiyas from the earliest times. This is the primary characteristic of the sacred Bharatiya culture. 


- Divine Discourse, Sep 03, 1988.

Nature's role is to help man, the crowning achievement of the evolutionary process, to realise the Divinity immanent in creation.


Manusia lahir ke dunia namun manusia tidak menyadari tujuan dari kelahirannya. Dengan melupakan tujuan kelahiran ini, manusia menganggap dirinya sebagai penguasa alam dan dalam kesombongannya yang gila melupakan sifat keTuhanan dirinya. Manusia tidak mampu menyadari bahwa Alam yang memberikan atau mengambil, yang memberkati atau menghukum, bahwa kekuasaan dari alam sangatlah luas. Alam mengatur seluruh aspek dari kehidupan. Dalam keterlibatan alam yang begitu mendalam dengan kehidupan duniawi, manusia cendrung melupakan keilahiannya dan apa yang manusia hutang pada alam. Semua hal dalam ciptaan adalah sama di mata Tuhan. Tuhan meresapi semua ciptaan. Karena itu Tuhan dan Alam seharusnya tidak dipandang sebagai entitas yang berbeda. Kedunya saling terkait dan tidak terpisahkan seperti halnya objek dengan bayangannya. Namun, Manusia melihat Alam secara ekternal dan murni menganggap Alam sebagai fisik serta ditujukan untuk menyediakan kenyamanan yang manusia cari. Alam adalah guru yang terbaik bagi manusia. Setiap objek, setiap individu, menawarkan pelajaran yang beragam bagi manusia dalam setiap saat. Kebenaran ini telah disadari oleh Bharatiya dari jaman dahulu. Ini adalah karakteristik utama dari kebudayaan Bharatiya yang suci. 


- Wejangan Bhagavan, 3 September 1988.

Peran Alam adalah untuk membantu manusia, pencapaian tertinggi dari proses evolusi, untuk menyadari keilahian yang ada dalam ciptaan.


Thought for the Day - 21st September 2024 (Saturday)

The human body is made up of karma (action). Consequently, scriptures described the man as karmaja, born as a result of action. All actions performed by man with his limbs and organs are rendered possible by the Divine. Hence man should regard all actions as sacred. But whatever man does is motivated by ego, self-interest, and desire for the fruits thereof. To enjoy the fruits of actions done with the expectation of reward, man is reborn! Gita says: Karmanu-bandhini Manushya-loke (Karma is the bond in this world of human beings). Man is bound by karma. When actions are performed as offerings to the Divine, they get sanctified. All actions that are natural to man should be converted by the spiritual aspirant into Karma Yoga. The distinction between karma and Karma Yoga should be clearly understood. Actions performed selfishly with egoism and desire for reward are karma that bind. Actions done unselfishly, without ego and any expectation of reward, become Karma Yoga. 


- Divine Discourse, Nov 19, 1990.

Whether you perform any kind of worship or not, when you render selfless service, you will be able to experience the bliss of Divine love.


Tubuh manusia disusun oleh karma (perbuatan). Akibatnya, naskah suci menjabarkan manusia sebagai karmaja, lahir dari hasil perbuatan. Seluruh perbuatan yang dilakukan manusia dengan organ dan bagian tubuhnya memungkinkan dilakukan oleh karena Tuhan. Maka dari itu manusia harus memandang semua perbuatan sebagai hal yang suci. Namun apapun yang manusia lakukan yang didorong oleh ego, kepentingan diri, dan keinginan akan hasilnya, serta untuk bisa menikmati buah dari perbuatan itu maka manusia dilahirkan kembali! Gita menyatakan: Karmanu-bandhini Manushya-loke (Karma adalah pengikat manusia di dunia ini). Manusia diikat oleh karma. Ketika perbuatan dilakukan sebagai persembahan kepada Tuhan, maka perbuatan itu akan disucikan. Semua perbuatan yang alami bagi manusia harus dirubah menjadi karma yoga oleh peminat spiritual. Perbedaan diantara karma dan Karma Yoga harus dengan jelas dipahami. Perbuatan yang dilakukan untuk kepentingan diri sendiri dengan egoisme dan keinginan untuk hasilnya adalah karma yang mengikat. Perbuatan yang dilakukan tanpa kepentingan diri sendiri, tanpa ego dan tanpa adanya keinginan pada hasilnya, menjadi Karma Yoga. 


- Wejangan Bhagavan, 19 November 1990.

Apakah engkau melakukan ibadah atau tidak, ketika engkau melakukan pelayanan tanpa pamrih, engkau akan mampu mengalami kebahagiaan kasih Tuhan.


Thought for the Day - 18th September 2024 (Wednesday)

Socrates used to gather young men around him and expound to them how to enquire into what is transient and what is permanent. He told them that only those who have devotion and dedication are entitled to wield power. A ruler should adhere to truth and show his gratitude to God. Puffed up with ego, he should not forget the Almighty. Those who did not relish Socrates's teachings brought charges against him. When he was sentenced to death, he chose to die by drinking the cup of hemlock from the hands of his disciples. Before his death, he told his disciples that none should die leaving an undischarged debt. He told a disciple that he owed a cock to a friend and asked to discharge that obligation. Prophet Mohammed told his disciples before his passing that money he owed to a camel driver should be paid before his end came. The discharging of one's debts is regarded as a pious obligation. Harischandra sacrificed everything for the sake of honouring his plighted word. All religions have emphasised the greatness of truth, sacrifice and unity. 


- Divine Discourse, Dec 25, 1990.

Like the current that illumines every bulb, however weak or strong, your God is present in every living being!


Socrates biasanya mengumpulkan anak-anak muda di sekitarnya dan mengungkapkan pada mereka bagaimana caranya menyelidiki apa yang bersifat sementara dan apa yang bersifat kekal. Socrates mengatakan pada mereka bahwa hanya mereka yang memiliki bhakti dan dedikasi yang berhak memegang kekuasaan. Seorang penguasa harus berpegang pada kebenaran dan memperlihatkan rasa syukurnya kepada Tuhan. Dalam keadaan diliputi ego, dia seharusnya tidak melupakan Yang Maha Kuasa. Mereka yang tidak menyukai ajaran Socrates mengajukan perlawanan terhadapnya. Ketika Socrates dijatuhi hukuman mati, dia memilih untuk mati dengan minum secangkir hemlock (racun) dari tangan muridnya. Sebelum kematiannya, dia mengatakan pada murid-muridnya bahwa tidak seorangpun boleh mati dengan meninggalkan hutang yang belum terbayarkan. Dia mengatakan pada salah satu muridnya bahwa dia berhutang seekor ayam Jantan pada seorang temannya dan meminta muridnya itu untuk melunasi hutang itu. Nabi Mohammad mengatakan kepada muridnya sebelum wafat bahwa beliau berhutang uang pada seorang penunggang unta harus dibayar sebelum ajalnya menjemput. Melunasi hutang dianggap sebagai kewajiban yang mulia. Harischandra mengorbankan segalanya demi menghormati janji yang telah diucapkannya. Semua agama telah menekankan keagungan dari kebenaran, pengorbanan dan persatuan. 


- Wejangan Bhagavan, 25 Desember 1990.

Seperti arus yang menerangi setiap bola lampu, betapapun lemah atau kuatnya, Tuhanmu bersemayam di dalam setiap makhluk hidup!


Thought for the Day - 17th September 2024 (Tuesday)

Light alone has the power to dispel darkness. Light has yet another power. Light (or the flame) always moves upwards. Even if you keep a lamp in a pit, the light will only spread upwards. The two important characteristics of light are to dispel darkness and go upwards. However, if the light has to shine without intermission as Akhanda Jyoti it needs a proper basis. First, the light needs a container. There must be a wick to light the flame. There must be oil in the wick and in the container. These three are not enough to make the light burn. A matchstick is needed to light the lamp. Can you make a light burn merely with a container, a wick and oil? Can you make jewels if you have only gold and gems? Can you have a garland with a needle, thread and flowers alone? You need someone to make the garland out of them. You need a goldsmith to make jewels from gold and gems. Similarly, there is need for someone to light the lamp, even when you have the other four materials. That someone is God. 


- Divine Discourse, Oct 20, 1990.

See the hand of God in everything that happens; then, you will not exult or grieve. Then your life will be one continuous worship or meditation.


Hanya cahaya memiliki kekuatan untuk menghilangkan kegelapan. Cahaya juga memiliki kekuatan lainnya. Cahaya (atau api) selalu bergerak ke atas. Bahkan jika engkau menaruh lampu di dalam sebuah lubang, cahaya hanya akan menyebar ke atas. Dua karakteristik penting dari cahaya yaitu menghilangkan kegelapan dan bergerak ke atas. Namun, jika cahaya harus bersinar tanpa henti sebagai Akhanda Jyoti maka cahaya memerlukan sebuah landasan yang tepat. Pertama, cahaya membutuhkan sebuah wadah. Harus ada sumbu untuk bisa mendapatkan cahaya pada lampu. Harus ada minyak pada sumbu dan di dalam sebuah wadah. Ketiga bagian ini belumlah cukup untuk membuat cahaya itu menyala. Sebuah korek api dibutuhkan untuk menyalakan cahaya. Dapatkah engkau membuat cahaya hanya bermodalkan sebuah wadah, sumbu dan minyak? Dapatkah engkau membuat perhiasan jika engkau hanya memiliki emas dan permata? Dapatkah engkau memiliki kalung bunga hanya dengan jarum, benang dan bunga saja? Engkau membutuhkan seseorang untuk merangkai kalung bunga tersebut. Engkau membutuhkan seorang tukang emas untuk membuat perhiasan dari emas dan permata. Sama halnya, dibutuhkan seseorang untuk menyalakan lampu, bahkan ketika engkau memiliki keempat bahan lainnya. Seseorang itu adalah Tuhan. 


- Wejangan Bhagavan, 20 Oktober 1990.

Lihatlah tangan Tuhan dalam segala sesuatu yang terjadi; kemudian, engkau tidak akan terllau bergembira dan bersedih. Kemudian hidupmu akan menjadi satu ibadah atau meditasi yang terus menerus.


Thought for the Day - 16th September 2024 (Monday)

The cultivation of good qualities implies getting rid of all bad qualities. Among the latter, two are particularly undesirable. They are asuya (jealousy) and dwesha (hatred). These two bad qualities are like two conspirators, one aids and abets the other in every action. Asuya is like the pest which attacks the root of a tree. Dwesha is like the insect which attacks the branches, leaves and flowers. When the two combine, the tree, which may look beautiful and flourishing, is utterly destroyed. Similarly, asuya attacks a person from inside and is not visible. Dwesha exhibits itself in open forms. There is hardly anyone who is free from the vice of jealousy. Jealousy may arise even over very trivial matters, and out of jealousy hatred arises. To get rid of hatred one must constantly practise love. Where there is love, there will be no room for jealousy and hatred, and where there is no jealousy and hatred, there is ananda (real joy). 


- Divine Discourse, Sep 06, 1984.

Of what use is a mountain of knowledge without good qualities?


Memupuk sifat-sifat baik menyiratkan melenyapkan semua sifat-sifat buruk. Diantara sifat-sifat buruk, ada dua sifat buruk yang mengerikan. Keduanya adalah asuya (iri hati) dan dwesha (kebencian). Kedua sifat buruk ini adalah seperti dua orang bersekongkol yang saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam setiap perbuatan. Asuya adalah seperti hama yang menyerang akar dari sebuah pohon. Dwesha adalah seperti serangga yang menyerang cabang, daun dan bunga. Ketika keduanya bergabung, maka pohon yang kelihatan indah dan rindang akan hancur total. Sama halnya, asuya menyerang seseorang dari dalam diri dan tidak kelihatan. Dwesha memperlihatkan wujudnya secara terbuka. Hampir tidak ada siapapun yang bebas dari sifat iri hati. Iri hati dapat muncul bahkan untuk hal yang sangat sepele, dan dari iri hati ini akan muncul kebencian. Untuk melenyapkan kebencian maka seseorang harus secara terus menerus mempraktekkan kasih. Dimana ada kasih, disana tidak akan ada ruang untuk iri hati dan kebencian, dan dimana tidak ada iri hati dan kebencian, maka disana ada suka cita sejati (Ananda). 


- Wejangan Bhagavan, 6 September 1984.

Apa gunanya segunung pengetahuan tanpa adanya sifat-sifat yang baik? 


Thought for the Day - 15th September 2024 (Sunday)

Bali had understood the glory and majesty of God. He told his Guru, "The Hand that grants boons to countless devotees, that Hand is stretched to receive what I offer in answer to the Lord's desire. That Hand has all the worlds in its grasp. And, what does the Lord wish to get from me? He is asking only for that which He has given me! He has come to me in this Form to ask from me all that I have because the same is what He has given me." Bali had convinced himself that the Lord gives and the Lord takes, that he is but an instrument, and that his destiny is to merge in the Lord. So, on this festival day, when we celebrate his dedication and renunciation, we must strengthen our faith that God's will must prevail and is prevailing over all human effort. And, we must realise that tyaga (sacrifice) is the highest Sadhana. Be like Prahlada and Bali. Do not be Hiranyakashipus, for these are blinded by egoism. Pray to God; let prayer be your breath. Do not conflict with God and be cursed. Take this as the message on this Onam Day. 


- Divine Discourse, 1 September 1982.

The ego has to sacrifice itself so that man's divine nature can manifest itself.


Maharaja Bali telah memahami kemuliaan dan keagungan dari Tuhan. Dia berkata pada Gurunya, "Tangan yang menganugerahkan rahmat pada bhakta yang tidak terhitung jumlahnya, Tangan itu terulur untuk menerima apa yang saya persembahkan sebagai jawaban atas kehendak Tuhan. Tangan itu menggenggam seluruh dunia dalam genggamannya. Dan, apa yang Tuhan ingin dapatkan dariku? Tuhan hanya meminta hanya apa yang telah Tuhan berikan kepadaku! Tuhan telah datang kepadaku dalam Wujud ini untuk meminta dariku semua yang aku miliki karena itu adalah apa yang Tuhan berikan kepadaku." Maharaja Bali telah meyakinkan dirinya sendiri bahwa Tuhan memberi dan Tuhan mengambil, bahwa dirinya hanyalah alat, dan bahwa takdirnya adalah untuk menyatu dengan Tuhan. Jadi, dalam hari perayaan ini, ketika kita merayakan dedikasi dan pengorbanannya, kita harus memperkuat keyakinan kita bahwa kehendak Tuhan pasti terjadi dan menguasai semua usaha manusia. Dan, kita harus menyadari bahwa tyaga (pengorbanan) adalah Sadhana yang tertinggi. Jadilah seperti Prahlada dan Maharaja Bali. Jangan menjadi seperti Hiranyakashipu yang dibutakan oleh egoisme. Berdoa kepada Tuhan; jadikan doa sebagai nafasmu. Jangan bertentangan dengan Tuhan dan terkena kutukan. Jadikan ini sebagai pesan dalam perayaan Onam. 


- Wejangan Bhagavan, 1 September 1982.

Ego harus mengorbankan dirinya sendiri sehingga sifat keilahian manusia dapat terwujud.

Thought for the Day - 14th September 2024 (Saturday)

It is generally believed that God incarnated as Vamana in order to uproot the ego of Bali. This is not the truth. The incarnation had as its purpose the conferment of the boon of liberation. For, Bali had no inkling of ego in him. When Vamana asked for 'three feet of ground' from him, his Guru tried his best to prevent him from giving it to Vamana. "My dear fellow! This is no ordinary mendicant. He is God Narayana Himself. If you agree to give Him what He asks for, you are certain to be mined!" But, Emperor Bali replied, "Whoever it be, he has asked and giving what is asked is my duty. It is my great good fortune that God Narayana has come, with hands extended to receive a gift from me. I shall not listen to your teachings now. The hand that gives is on top of the hand that receives. This is indeed unique luck," he said. The three steps are the physical (Adhibhautika), the mental (Adhidaivika) and the spiritual (Adyathmika). The first two steps covered earth and sky and for the third, Emperor Bali's heart was the most appropriate gift! Since the heart was offered to God Narayana, his body sank into patala (the Nether Regions). The first two steps mean the identification with the body and the mind was eliminated. Bali had achieved the stage of total surrender. His heart, mind and intelligence were the Lord's.


- Divine Discourse, Sep 01, 1982.

If you cannot sacrifice trivial and transient pleasures, how can you experience the Bliss of the Eternal?


Secara umum diyakini bahwa Tuhan mengambil inkarnasi sebagai Vamana untuk mencabut ego dari Raja Bali. Ini tidaklah benar. Inkarnasi Tuhan memiliki tujuannya untuk menganugerahkan rahmat pembebasan. Karena, Raja Bali tidak memiliki ego di dalam dirinya. Ketika Vamana meminta 'tanah seluas tiga langkah kaki-Nya' dari Raja Bali, gurunya telah mencoba dengan sekuat tenaga mencegahnya untuk mengabulkan permintaan Vamana. "Muridku terkasih! Dia bukanlah pengemis biasa. Dia adalah Narayana sendiri. Jika engkau mengabulkan permintaan-Nya, engkau pastinya akan terancam!" Namun, Raja Bali menjawab, "Siapapun dia, jika dia telah meminta maka kewajibanku untuk mengabulkannya. Ini merupakan keberuntungan yang sungguh luar biasa bagiku dimana Narayana sendiri telah datang, dengan tangan terulur untuk menerima pemberian dariku. Untuk saat sekarang aku tidak dapat mengikuti nasehat guru. Tangan yang memberi berada di atas dari tangan yang menerima. Ini adalah keberuntungan yang sangat istimewa," kata Raja Bali. Tiga langkah kaki itu adalah fisik (Adhibhautika), batin (Adhidaivika) dan spiritual (Adyathmika). Dua langkah pertama meliputi bumi dan langit sedangkan langkah ketiga, hati dari Raja Bali adalah tempat yang sesuai! Karena Hatinya dipersembahkan kepada Narayana, maka tubuhnya tenggelam ke dalam patala (wilayah bawah). Dua langkah pertama berarti identifikasi dengan tubuh dan pikiran telah dihapus. Raja Bali telah mencapai tahap penyerahan diri sepenuhnya. Hati, pikiran dan kecerdasannya adalah milik Tuhan. 


- Wejangan Bhagavan, 1 September 1982.

Jika engkau tidak bisa mengorbankan kesenangan yang sementara dan sepele, bagaimana engkau dapat mengalami Kebahagiaan yang kekal? 


Thought for the Day - 13th September 2024 (Friday)

Among the Pandavas, there were some who were superior to Arjuna in some respect. Dharmaraja, the eldest brother, was more serene. Why then was the sacred Gita not taught to him? In terms of physical prowess, Bhima was a much stronger person. Why was it not directed to Bhima? Why was it taught to Arjuna? Dharmaraja was the embodiment of Dharma, no doubt. But, he did not have the foresight to visualise the ravages of war. He did not consider the consequences of his action. He became wise only after the event. Bhima had enormous physical strength and valour, but he did not have enough intelligence. But, Arjuna had foresight. He told Krishna, "I would rather be dead than fight against these people, because, if I should win, it would be at the cost of putting them to death and causing much suffering." In contrast to this, Dharmaraja waged the war and when he lost his kith and kin, he sat down in gloom regretting all that had happened! When one acts without foresight, one has to repent for the consequences of the indiscriminate action.


- Divine Discourse, Sep 05, 1984.

Sai is ever engaged in warning you and guiding you so that you may think, speak and act in this attitude of Love.


Diantara para Pandawa, ada beberapa yang lebih hebat dari Arjuna dalam beberapa hal tertentu. Dharmaraja adalah saudara sulung yang lebih tenang. Mengapa kemudian Gita yang suci tidak diajarkan padanya? Dalam hal penguasaan fisik, Bhima adalah saudara yang jauh paling kuat. Mengapa Gita tidak diajarkan pada Bhima? Mengapa Gita diajarkan pada Arjuna? Dharmaraja adalah perwujudan dari Dharma, tidak diragukan lagi. Namun, Dharmaraja tidak memiliki pandangan masa depan untuk membayangkan terkait kehancuran dari perang. Dia tidak mempertimbangkan akibat dari perbuatannya. Dharmaraja menjadi bijak hanya setelah kejadian. Bhima memiliki kekuatan fisik yang luar biasa dan pemberani, namun Bhima tidak cukup memiliki kecerdasan. Namun, Arjuna memiliki pandangan masa depan. Arjuna berkata pada Krishna, "aku lebih baik mati daripada harus berperang melawan orang-orang ini, karena, jika saya menang dalam peperangan itu berarti aku harus membunuh mereka dan menyebabkan begitu besar penderitaan." Bertentangan dengan ini, Dharmaraja memimpin peperangan dan ketika para keluarga dan kerabatnya meninggal, dia duduk dalam kesedihan meratapi semua yang telah terjadi! Ketika seseorang bertindak tanpa pandangan masa depan, seseorang harus menyesali akibat dari perbuatannya yang ceroboh.


- Wejangan Bhagavan, 5 September 1984.

Sai selalu memperingatkan dan menuntunmu sehingga engkau dapat berpikir, berbicara dan bertindak dalam sikap kasih.