Sunday, December 22, 2024

Thought for the Day - 22nd December 2024 (Sunday)

Let the petty wishes for which you now approach God be realised or not; let the plans for promotion and progress which you place before God, be fulfilled or not; they are not so important after all. The primary aim should be to become masters of yourselves, to hold intimate and constant communion with the Divine that is in you as well as in the Universe of which you are a part. Welcome disappointments, for they toughen you and test your fortitude. The gold that was melting in the fire, before the goldsmith with his blowpipe, told him: “Do not exult when you drop me into the fire and I am molten and the alloy is taken out of me. Remember I am rendered purer and more valuable every moment, whereas all that you get for your pains is smoke in the face and soot in the hand!" Never give up God, holding Him responsible for your ills; believe rather that the ills draw you nearer God, making you call on Him always when you are in difficulty.


- Divine Discourse, May 12, 1970.

The love coming from the devotee’s heart must flow unimpeded to God. It must be totally impervious to the vicissitudes of life.



Biarkan keinginan-keinginan remeh yang sekarang engkau sampaikan pada Tuhan bisa terkabulkan atau tidak; biarkan rencana-rencana untuk promosi dan kemajuan yang engkau ajukan pada Tuhan bisa terwujud atau tidak; semuanya ini sejatinya tidaklah begitu penting. Tujuan utama seharusnya adalah menjadi penguasa pada dirimu sendiri, menjalin hubungan yang dekat dan tanpa putus dengan Tuhan yang bersemayam dalam dirimu maupun yang ada dalam alam semesta yang mana engkau menjadi bagiannya. Sambutlah kekecewaan, karena itu bersifat menguatkanmu dan menguji ketabahanmu. Emas yang meleleh di dalam kobaran api, dihadapan tukang emas dengan pipa tiupnya, berkata kepadanya: “Janganlah bergembira ketika engkau menaruhku ke dalam api dan aku meleleh, sementara logam campuran dipisahkan dari diriku. Ingatlah bahwa aku menjadi semakin murni dan semakin bernilai setiap saat, sementara semua yang engkau dapatkan dari usahamu adalah asap dan jelaga di tanganmu!" Jangan pernah tinggalkan Tuhan, serta menyalahkan Tuhan atas segala penderitaanmu; percayalah bahwa penderitaan itu menarikmu semakin dekat dengan Tuhan, membuatmu terus memanggil-Nya ketika engkau dalam kesulitan.


- Divine Discourse, 12 Mei 1970.

Kasih yang berasal dari hati bhakta harus mengalir tanpa rintangan menuju Tuhan. Kasih ini harus sepenuhnya tidak terpengaruh oleh pasang surut kehidupan.



Thought for the Day - 21st December 2024 (Saturday)

Do not do unto another what you do not like to be done to yourself. For the other is really you. Even if another uses foul language against you, be calm and sweet; say, "Oh, I am so surprised that my behaviour has given you that impression!" Smile in return, do not take it to heart; remind yourself that even Swami is not free from these peculiar beings who revel in falsehoods. Smile when you hear these revilings and be calm. That is a sign of your meditation progressing fast! Preserve your mental health by this supreme unconcern. Preserve your physical health also, for ill health can be a great nuisance to the spiritual aspirant, a great handicap. The body will refuse to be ignored; it will thrust itself upon your attention if it is beset with disease. The body is the car, the senses are mechanical parts and through the petrol of Sadhana you must keep it going!


- Divine Discourse, Jan 22, 1967.

Our love should transcend narrow limits, embrace the whole world and extend to every living being.



Jangan lakukan pada orang lain apa yang engkau tidak suka orang lain lakukan kepada dirimu. Karena orang lain sejatinya adalah dirimu sendiri. Bahkan jika orang lain menggunakan kata-kata kasar kepadamu, tetaplah tenang dan lembut; katakan, "Oh, saya terkejut bahwa tingkah laku saya telah memberikan kesan seperti itu kepadamu!" Berikan senyuman sebagai balasannya dan jangan membawanya ke dalam hati; ingatkan dirimu kembali bahwa bahkan Swami sendiri tidak terbebas atau luput dari manusia aneh yang sangat suka dalam ketidakbenaran. Tersenyumlah ketika engkau mendengar semua celaan ini dan tetaplah tenang. Itu adalah tanda dari kemajuan pesat meditasimu! Jaga Kesehatan batinmu dengan ketidakpedulian yang luhur ini. Jagalah juga Kesehatan fisikmu, karena kesehatan yang buruk dapat menjadi sebuah hambatan besar bagi peminat spiritual. Tubuh yang sakit sangat membutuhkan perhatianmu dan hal itu sulit untuk diabaikan. Tubuh adalah mobil, indria adalah bagian mekanisnya dan melalui bahan bakar Sadhana maka engkau harus tetap bergerak!


- Divine Discourse, 22 Januari 1967.

Kasih kita seharusnya melampaui batas-batas sempit, merangkul seluruh dunia dan mencakup semua makhluk hidup.



Thought for the Day - 20th December 2024 (Friday)

People have specialised in various methods of worshipping God; there are a host of rites, ceremonies, hymns, festivals, fasts, vows, and pilgrimages; but, the best form of worship, the one that will bring the grace of God in ample measure is to obey the commands of God. Adulation is poor adoration! Placing God at a great distance from you and praising Him as Omniscient, Omnipotent and Omnipresent will not please Him. Develop nearness, proximity, and kinship with God. Win Him by obedience, loyalty, humility, and purity. Make your lives simple; fill the daily tasks with love and mutual co-operation; be tolerant towards the errors and failings of others; look upon them with empathy and understanding; be calm and without agitation, under all conditions. Then, you can be happy and the country will be happy. Your sentiments will be unselfish and your emotions, tender. Envy, hatred and vindictiveness can gain no entrance into the stronghold of your mind, where mercy, benevolence and gratitude stand guard!


- Divine Discourse, May 12, 1970.

No worship or penance, no oath can equal the efficacy of obedience, obedience to the command given for your liberation.



Manusia telah mengembangkan berbagai jenis metode dalam pemujaan kepada Tuhan; ada begitu banyak ritual, upacara suci, lagu pujian, puasa, sumpah dan mengunjungi tempat suci; namun, bentuk pemujaan yang terbaik yang akan membawakan karunia Tuhan yang berlimpah adalah dengan mematuhi perintah-perintah Tuhan. Pujian semata bukanlah ibadah yang baik! Menempatkan Tuhan di tempat yang begitu jauh dari jangkauanmu dan memuji-Nya sebagai Yang Maha Tahu, Maha Kuasa dan Hadir dimana-mana tidak akan menyenangkan-Nya. Kembangkan kedekatan dan jalin hubungan dengan Tuhan. Raihlah Tuhan dengan ketaatan, kesetiaan, kerendahan hati dan kesucian. Buatlah hidupmu sederhana; jalankan kewajibanmu sehari-hari dengan kasih dan saling bekerjasama; miliki sikap toleransi kepada kesalahan dan kegagalan orang lain; pandanglah mereka dengan empati dan pengertian; tetaplah tenang dan jangan terguncang dalam segala keadaan. Dengan begitu, engkau bisa menjadi bahagia dan negaramu juga bisa menjadi bahagia. Perasaanmu akan menjadi tidak egois dan emosimu menjadi lembut. Sifat seperti iri hati, kebencian dan dendam tidak akan bisa masuk ke dalam benteng pikiranmu, dimana kasih sayang, kemurahan hati dan rasa syukur berdiri menjadi penjaganya!


- Divine Discourse, 12 Mei 1970.

Tidak ada ibadah atau tapa, tidak ada sumpah apapun yang menyamai keampuhan dari ketaatan, yaitu taat pada perintah yang diberikan untuk pembebasanmu.

Thought for the Day - 19th December 2024 (Thursday)

There are two roads to fulfilment, ‘Prartana and Dhyana (Prayer and Meditation)’. Prayer makes you a supplicant at the feet of God; Meditation induces God to come down to you and inspires you to raise yourselves to Him. It tends to make you come together, not place one on a lower level and the other on a higher. Dhyana is the royal road to liberation from bondage, though by prayer too you earn the same fruit. Meditation needs concentration, after controlling the claims of senses. You must picture before your inner eye the Form on which you elect to contemplate. Or, you can elect to meditate on a flame, a steady straight flame of light. Picture it as spreading on all sides, becoming bigger and bigger; enveloping all and growing in you, until there is nothing else except light. In the glory of that all-enveloping Light, all hate and envy, which are the evil progeny of darkness, will vanish. Know that the same light is in all. Even he, whom you were treating as your worst rival, has the selfsame light in his innermost heart!


- Divine Discourse, Jan 22, 1967.

Meditation should be practised as a means of cultivating pure and selfless love, renouncing all attachments to worldly things.



Terdapat dua jalan untuk pemenuhan yaitu ‘Prartana dan Dhyana (berdoa dan meditasi)’. Doa membuat dirimu menjadi pemohon di kaki Tuhan; Meditasi menyebabkan Tuhan datang padamu dan mendorongmu untuk mengangkat dirimu menuju pada-Nya. Meditasi cendrung membuat dirimu menyatu dengan-Nya, bukan menempatkan satu di bagian yang lebih rendah dan yang lain di bagian yang lebih tinggi. Dhyana adalah jalan utama untuk pembebasan dari belenggu, walaupun melalui doa engkau mendapatkan hasil yang sama. Meditasi membutuhkan konsentrasi yang bisa dicapai setelah mengendalikan tuntutan dari indria. Engkau harus membayangkan di depan mata batinmu wujud dari yang engkau pilih untuk direnungkan. Atau, engkau dapat memilih untuk bermeditasi dengan membayangkan cahaya pada nyala api, cahaya api yang lurus dan stabil. Bayangkan cahaya dari nyala api itu menyebar ke segala arah, menjadi semakin bersinar dan bersinar; meliputi segalanya dan berkembang di dalam dirimu, sampai tidak ada yang lain lagi selain cahaya. Dalam kemuliaan cahaya yang meliputi semuanya, maka semua kebencian dan iri hati yang merupakan keturunan jahat dari kegelapan akan lenyap. Ketahuilah bahwa cahaya yang sama ada di dalam semuanya. Bahkan bagi dia yang sebelumnya engkau anggap sebagai musuh terburukmu, juga memiliki cahaya yang sama dalam relung hati yang terdalamnya!


- Divine Discourse, 22 Januari 1967.

Meditasi harus dipraktekkan sebagai sarana memupuk kemurnian dan kasih tanpa mementingkan diri sendiri, dan melepaskan segala keterikatan pada hal-hal duniawi.



Thought for the Day - 18th December 2024 (Wednesday)

Today, man is bereft of gratitude, which is one of the most essential qualities. He forgets the help rendered to him by others. As long as man is alive, he should be grateful for the help he received from others. There are two things you have to forget: the help you have rendered to others and the harm others have done to you. If you remember the help you have rendered, you will always expect something in return. Remembrance of the harm done to you by others generates in you a sense of revenge. You should remember only the help you received from others. The one with these sacred qualities is an ideal man. In this ephemeral and transient world, man always aspires for peace and security. But money, education, position of authority and physical comforts cannot confer peace and security. Peace originates from the heart. Man can experience peace and security only when his heart is filled with love. Love is God, love is Nature, love is life and love is the true human value. Bereft of love, man is equivalent to a corpse. You should lead a life filled with love. Love even the worst of your enemies.


- Divine Discourse, Mar 18, 1999.

The Divine incarnates to inculcate love in mankind and teach how love should be promoted and practised. Only when such love is developed will man be free from sorrow and trouble.



Hari ini, manusia kehilangan rasa syukur yang merupakan salah satu kualitas terpenting yang mendasar. Manusia lupa atas bantuan yang diberikan padanya oleh orang lain. Selama manusia masih hidup, dia seharusnya bersyukur atas bantuan yang dia terima dari orang lain. Ada dua hal yang engkau harus lupakan: bantuan yang engkau berikan pada orang lain dan penderitaan yang orang lain lakukan kepadamu. Jika engkau mengingat bantuan yang engkau telah berikan, maka engkau akan selalu mengharapkan sesuatu sebagai balasannya. Mengingat penderitaan yang dilakukan orang lain kepadamu memunculkan perasaan balas dendam. Engkau seharusnya hanya mengingat bantuan yang engkau terima dari orang lain. Seseorang dengan kualitas yang suci seperti ini adalah seorang manusia yang ideal. Dalam dunia yang sementara dan fana ini, manusia selalu mengharapkan kedamaian dan rasa aman. Namun, uang, Pendidikan, jabatan kekuasaan dan kenyamanan fisik tidak bisa memberikan kedamaian dan rasa aman. Kedamaian berasal dari hati. Manusia dapat mengalami kedamaian dan rasa aman hanya ketika hatinya diisi dengan kasih. Kasih adalah Tuhan, kasih adalah alam, kasih adalah hidup dan kasih adalah nilai kemanusiaan yang sejati. Kehilangan kasih, manusia adalah sama dengan mayat. Engkau seharusnya menjalani hidup yang penuh dengan kasih. Kasihi bahkan pada musuhmu yang paling buruk.


- Divine Discourse, 18 Maret 1999.

Tuhan mengambil inkarnasi untuk menanamkan kasih pada manusia dan mengajarkan bagaimana kasih harus dipupuk dan dijalankan. Hanya ketika kasih seperti itu dikembangkan maka manusia akan bebas dari penderitaan dan masalah.



Thought for the Day - 17th December 2024 (Tuesday)

The same sky is over everyone's head; the same earth supports everyone's feet; the same air enters everyone's lungs! The same God brought all forth, brings up all and brings about the end of this earthly career. Why then this inhuman role of foe and fanaticism, fight and feud? In the Gita, the Lord has declared, “Beejam mam sarva bhutanam - I am the seed for all beings”. The tree is a broad spread of leaves and flowers, fruits and green. It is a fanned-out system of trunk, branches, and twigs! All have grown out of one single small seed! And, every fruit of that tree has seeds of the same nature inside it! So too, contemplate for a while on the magnificent multitude of life, all its rich variety of strong and weak, prey and hunter, distressed and delighted, creeping, crawling, flying, floating, walking, hanging, burrowing, diving, swimming - all this uncountable variety of created beings come out of the beejam (seed, the Lord) and each of them has in its core, the beejam, again! Visualise this Immanent Divinity; you become humble, wise, and full of love! 


- Divine Discourse, May 12, 1970.

To achieve unity you have to cultivate purity. Where you have purity, you realise Divinity.



Langit yang sama membentang di atas kepala setiap orang; bumi yang sama juga menopang kaki setiap orang; udara yang sama juga mengisi paru-paru setiap orang! Tuhan yang sama menciptakan semuanya, memelihara semuanya dan menentukan akhir dari perjalanan hidup di dunia ini. Lantas mengapa kemudian muncul karakter yang kejam berupa permusuhan dan fanatisme, pertikaian dan perselisihan? Dalam Gita, Tuhan bersabda, “Beejam mam sarva bhutanam" – Aku adalah benih dari semua makhluk”. Pohon adalah tanaman besar yang memiliki daun dan bunga, buah dan kehijauan. Pohon adalah sistem batang, cabang dan ranting yang terbentang luas! Semuanya tumbuh dari satu biji yang kecil! Dan, setiap buah dari pohon itu memiliki benih dengan sifat yang sama di dalamnya! Begitu juga, renungkan sejenak pada keragaman hidup yang luar biasa ini, semua bentuk seperti kuat dan lemah, mangsa dan pemangsa, menderita dan bahagia, yang merayap, merangkak, terbang, mengapung, berjalan, bergelantungan, menggali, menyelam, berenang – semua makhluk ciptaan yang tidak terhitung jumlahnya ini berasal dari beejam (benih, sang Pencipta - Tuhan) dan masing-masing dari mereka memiliki benih (beejam) itu pada inti keberadaannya! Gambarkan keilahian yang bersifat fundamental ini; maka engkau menjadi rendah hati, bijak dan penuh kasih! 


- Divine Discourse, 12 Mei 1970.

Untuk mencapai kesatuan maka engkau harus memupuk kesucian. Dimana engkau memiliki kesucian maka engkau menyadari keilahian. 



Thought for the Day - 16th December 2024 (Monday)

Today, people think that spirituality has no relation to mundane life and vice versa. This is a big mistake. True Divinity is a combination of spirituality and social obligations. National unity and social harmony are founded upon spirituality. It is the Divine that links spirituality and social existence. The Creator and the Prakriti (Creation or nature) are inextricably associated with each other. Hence, God should not be regarded as separate from the creation. See God in the cosmos. For instance, here is a tumbler made of silver. The one who notices the silver in the tumbler thinks only of the material base and not the form of the tumbler. The one who sees it as a tumbler does not note its silver base. Only the person who can recognise both silver and tumbler can recognise that it is a silver tumbler. Likewise, without the Omni-Self there is no creation. Today, most people see only the creation. Very few recognise that the creation is a projection of the Creator. It is essential that every human being should have the realisation that without the Brahmam (Supreme) there can be no cosmos. 


- Divine Discourse, Feb 12, 1991.

To believe in God while rejecting the world is a narrow outlook! We must strengthen faith in the truth that the world is not different from God.



Hari ini, orang-orang berpikir bahwa spiritualitas tidak ada hubungan dengan hidup duniawi dan sebaliknya. Ini adalah sebuah kesalahan besar. Keilahian sejati adalah sebuah gabungan dari spiritualitas dan kewajiban sosial. Persatuan bangsa dan keharmonisan sosial dibangun diatas spiritualitas. Adalah Tuhan yang menghubungkan spiritualitas dan keberadaan sosial. Sang pencipta dan Prakriti (ciptaan atau alam) memiliki hubungan yang tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, Tuhan seharusnya tidak dilihat sebagai terpisah dari ciptaan. Lihatlah Tuhan di dalam kosmos. Sebagai contoh, ini adalah sebuah gelas yang terbuat dari perak. Seseorang yang melihat perak dalam gelas hanya berpikir berdasarkan pada material penyusunnya dan tidak melihat pada bentuk gelas tersebut. Sedangkan seseorang yang melihat gelas itu sebagai gelas tidak memperhatikan perak sebagai bahan dasar penyusunnya. Hanya orang yang dapat membedakan keduanya yaitu perak dan gelas dapat menyadari bahwa itu adalah gelas perak. Sama halnya, tanpa adanya Tuhan yang Maha Esa maka tidak akan ada ciptaan. Hari ini, kebanyakan orang hanya melihat ciptaan. Sangat sedikit yang menyadari bahwa ciptaan adalah proyeksi dari sang Pencipta. Adalah bersifat mendasar bahwa setiap manusia seharusnya memiliki kesadaran bahwa tanpa adalahnya Brahmam (Tuhan tertinggi) maka tidak akan ada kosmos. 


- Divine Discourse, 12 Februari 1991.

Percaya pada Tuhan namun menolak dunia adalah sebuah pandangan yang sempit! Kita harus menguatkan keyakinan bahwa dunia tidaklah berbeda dari Tuhan. 



Thought for the Day - 15th December 2024 (Sunday)

Today people seek Ananda (Bliss). But what kind of Ananda do they want? Is it momentary or enduring bliss? Can momentary bliss be equated with Ananda? Ananda is that state of joy which is lasting and unchanging. The joy that is experienced from moment to moment can only be termed Santosham - temporary happiness. It is to be regarded as "some-tosham" (a little joy). To seek it is a dosham (error). Revelling in the transient and the momentary, men lose themselves. Ananda is enduring bliss. Santosham is pleasure. There is a wide gulf between the two. When one is hungry, he takes some chapatis and feels satisfied and happy. But hunger appears again after a few hours. Hence, this happiness comes and goes like birth and death. This is not the kind of happiness man should seek. He must aspire for the bliss that is everlasting.


- Divine Discourse, Nov 05, 1991.

Life is infinitely precious and it should not be wasted in mere eating and sleeping. It should be lived for realising the Supreme.



Hari ini orang-orang mencari kebahagiaan (Ananda). Namun apa jenis Ananda yang mereka inginkan? Apakah kebahagiaan yang bersifat sementara atau bersifat kekal? Dapatkah kebahagiaan sesaat disamakan dengan Ananda? Ananda adalah keadaan suka cita yang bersifat kekal dan tidak berubah. Suka cita yang dialami dari satu waktu ke waktu lainnya hanya bisa disebut sebagai Santosham – kesenangan sementara. Hal itu dianggap sebagai "some-tosham" (suka cita kecil). Mengejar suka cita kecil ini adalah sebuah kesalahan (dosham). Bergembira dalam hal yang bersifat sementara dan sesaat menunjukkan manusia kehilangan jati dirinya. Ananda adalah kebahagiaan yang kekal. Santosham adalah kesenangan. Ada jurang pemisah yang begitu lebar diantara keduanya. Ketika seseorang lapar, maka dia mengambil beberapa makanan seperti chapati dan merasa puas dan senang. Namun rasa lapar itu akan muncul kembali setelah beberapa jam kemudian. Oleh karena itu, kesenangan ini datang dan pergi seperti halnya kelahiran dan kematian. Ini bukanlah jenis kesenangan yang manusia cari. Manusia harus mengharapkan kebahagiaan yang bersifat abadi. 


- Divine Discourse, 5 November 1991.

Hidup adalah sangat berharga dan hidup seharusnya tidak disia-siakan hanya makan dan tidur saja. Hidup harus dijalankan untuk menyadari Tuhan tertinggi. 



Thought for the Day - 14th December 2024 (Saturday)

Everyone utters the word God, but how many really seek to know God? What efforts do they make to know God? Goodness is another name for God. How much of goodness is there in you? When there is no goodness, how can God be understood? For understanding anything, subjective experience is essential. In the fast-flowing Ganga, a small fish is able to swim freely and joyously, without fear of the depth or swift flow of the river. But in the same river, a big elephant is likely to be swept away by the current. One should know how to keep afloat in the current and protect oneself. A tiny ant, for instance, is able to get at the sugar that is mixed with sand, because it has the ability to distinguish between sand and the sweet sugar in the mixture. But another animal, however big it may be, if it does not possess this ability, cannot separate the sugar from the sand. Likewise, if a man has experienced the bliss of the Divine, will he go after worldly pleasures? Only the person who has not tasted the nectar of Divine love will seek these pleasures. This Divine love is within man. All Divine feelings and thoughts emanate from within him.


- Divine Discourse, Feb 12, 1991.

There is no separate path to knowing God other than knowing one’s own Self.



Setiap orang mengucapkan kata Tuhan, namun pertanyaannya berapa banyak yang benar-benar mencari untuk mengetahui Tuhan? Apa usaha yang mereka lakukan untuk dapat mengetahui Tuhan? Kebaikan adalah nama lain dari Tuhan. Berapa banyak kebaikan yang ada di dalam dirimu? Ketika tidak ada kebaikan, bagaimana Tuhan dapat dipahami? Untuk memahami apapun juga, pengalaman bersifat personal adalah mendasar. Dalam aliran Sungai Gangga yang luas, ada seekor ikan yang mampu berenang dengan bebas dan suka cita, tanpa adanya ketakutan pada kedalaman atau kecepatan arus sungai. Namun pada sungai yang sama, seekor gajah yang besar kemungkinan besar terseret oleh arus sungai. Seseorang harus mengetahui bagaimana caranya agar tetap bertahan di arus dan melindungi dirinya. Ambillah contohnya seekor semut yang kecil, dimana semut ini mampu mendapatkan gula yang tercampur di dalam pasir, itu karena semut memiliki kemampuan untuk membedakan antara pasir dan gula yang manis dalam campuran itu. Namun binatang yang lain, betapapun besarnya, jika binatang itu tidak memiliki kemampuan ini, maka tidak akan bisa memisahkan antara pasir dan gula. Sama halnya, jika manusia telah mengalami kebahagiaan Tuhan, akankah dia mengejar kesenangan duniawi? Hanya seseorang yang belum merasakan nektar kasih Tuhan akan tetap mencari kesenangan-kesenangan ini. Kasih Tuhan ini ada di dalam diri manusia. Semua perasaan dan pikiran Ilahi berasal dari dalam dirinya.


- Divine Discourse, 12 Februari 1991.

Tidak ada jalan terpisah untuk mengetahui Tuhan selain daripada mengetahui diri yang sejati.



Thought for the Day - 13th December 2024 (Friday)

If the darkness of ignorance is to be dispelled, man needs a container, oil, wick and matchbox corresponding to what an external lamp needs. For mankind, your heart is the container. Your mind is the wick. Love is the oil and sacrifice (vairagya) is the matchbox. When you have these four, the Atma-jyoti (Divine flame of the Spirit) shines effulgently. When the light of Spirit is aflame, the light of knowledge appears and dispels the darkness of ignorance. The flame of a lamp has two qualities. One is to banish darkness. The other is a continuous upward movement. Even when a lamp is kept in a pit, the flame moves upwards. Sages have therefore adored the lamp of wisdom as the flame that leads men to higher states. Hence, the effulgence of light should not be treated as a trivial phenomenon. Along with lighting the external lamps, you should strive to light the lamps within yourself.


- Divine Discourse, Nov 05, 1991.

When the lamp of love is shining, God manifests! Keep it burning bright and pure, God persists! Allow all to light their lamps from it, God showers Grace!



Jika kegelapan dari kebodohan dihilangkan maka manusia membutuhkan sebuah wadah, minyak, sumbu dan korek api sesuai dengan apa yang dibutuhkan dalam menyalakan pelita di luar. Bagi umat manusia, hatimu adalah sebagai wadahnya. Pikiranmu adalah sebagai sumbunya. Kasih adalah sebagai minyak dan pengorbanan (vairagya) adalah sebagai korek apinya. Ketika engkau memiliki keempat bagian ini maka Atma-jyoti (cahaya Tuhan dari jiwa) bersinar dengan terangnya. Ketika cahaya jiwa bersinar maka pelita pengetahuan akan muncul dan melenyapkan kegelapan dari kebodohan. Cahaya sebuah pelita memiliki dua kualitas. Kualitas pertama adalah melenyapkan kegelapan. Kualitas kedua adalah selalu bergerak ke atas. Bahkan ketika sebuah pelita ditaruh dalam lubang, cahayanya selalu bergerak ke atas. Oleh karena itu, para guru suci memuliakan pelita kebijaksanaan sebagai pelita yang menuntun manusia pada tahapan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, pancaran cahaya seharusnya tidak diperlakukan sebagai sebuah fenomena yang sepele. Selain menyalakan pelita di luar diri, engkau harus berusaha untuk menyalakan pelita di dalam dirimu.


- Divine Discourse, 5 November 1991.

Ketika pelita kasih bersinar, Tuhan mewujudkan diri-Nya! Menjaga agar pelita kasih tetap menyala terang dan murni, Tuhan terus hadir! Mengijinkan semuanya menyalakan pelitanya dari pelita kasih ini, Tuhan mencurahkan karunia-Nya!

Thought for the Day - 12th December 2024 (Thursday)

Man today is like a horseman riding two horses at the same time. He aspires for the Divine, but also yearns for worldly pleasures. He forgets that the creator contains the creation. Forgetting this truth, he goes after the phenomenal world, regarding it as different from the Divine. He is foolish like the man who cries for ghee while having milk in his hand, not realising that ghee is latent in the milk. Today's devotees study the Vedas and other scriptures as a ritual but do not put into practice any of the injunctions contained in these. Of what avail is it merely to know how the Vedas or Upanishads have described the Divine? If this book lore is not reflected in one’s life, it is like a blind man who hears about the existence of the world, but cannot see it. There is no difference between this physically blind man and the spiritually blind person who merely studies the scriptures. The scriptures are intended to provide guides for practical living and not merely to be learnt by rote.


- Divine Discourse, Feb 12, 1991.

Man should utilise the pure and sacred thoughts that arise in him to turn away from the transient attractions of the world, and to set himself on the path towards the Divine.


Manusia hari ini adalah seperti seorang penunggang kuda yang sedang menunggang dua kuda sekaligus secara bersamaan. Dia menginginkan Tuhan, namun juga merindukan kesenangan duniawi. Dia lupa bahwa Sang pencipta terdapat di dalam ciptaan. Dengan melupakan kebenaran ini, manusia mengejar dunia fenomenal ini, menganggapnya sebagai sesuatu yang berbeda dengan Tuhan. Dia adalah bodoh seperti seseorang yang menangis meminta ghee padahal dia sendiri sedang memegang susu di tangannya, dia tidak menyadari bahwa ghee ada terpendam di dalam susu. Bhakta pada saat sekarang mempelajari Weda dan naskah suci lainnya sebagai sebuah ritual namun tidak mempraktekkan ajaran yang terkandung di dalamnya. Apa gunanya sekedar mengetahui Weda atau Upanishad yang menggambarkan Tuhan? Jika buku suci ini tidak direfleksikan dalam hidup seseorang, ini seperti orang buta yang mendengar tentang keberadaan dunia, namun dia tidak bisa melihatnya. Tidak ada bedanya diantara orang buta secara fisik dan orang buta secara spiritual yang hanya mempelajari naskah-naskah suci. Naskah-naskah suci ditujukan untuk menyediakan tuntunan bagi hidup yang benar dan tidak hanya dipelajari dengan hafalan.


- Divine Discourse, 12 Februari 1991.

Manusia harus memanfaatkan pikiran suci dan murni yang muncul dalam dirinya untuk menjauhkan diri dari daya tarik dunia yang sementara, dan menempatkan dirinya pada jalan menuju Tuhan.

Thought for the Day - 9th December 2024 (Monday)

The Chataka bird endures many ordeals to secure unsullied raindrops from the clouds. The moment it espies a dark cloud in the sky, it embarks on its adventure. There is water aplenty on the earth in lakes, ponds and rivers. But the Chataka bird has no use for these polluted waters. It waits for the pure raindrops in the month of Karthik and does not seek any other water. It is undaunted by thunder and lightning. It seeks only the pure raindrops falling from the clouds, without fear or concern. It sings in joy as it drinks the raindrops. The Chataka bird is an example of pure love. The true devotee should perform a similar penance (to realise God). He must have the same determination. He must go through similar ordeals to experience the ultimate ecstasy. He must not succumb to the wiles and attractions of the world.


- Divine Discourse, Feb 12, 1991.

You have come into this world (loka) to enter the presence of the Lord of the world (Lokesha), so do not tarry in wayside inns, mistaking them to be the goal!



Burung Chataka menanggung banyak cobaan untuk mengamankan tetesan air hujan murni dari awan. Saat burung Chataka melihat awan gelap di langit maka pertualangannya dimulai. Terdapat banyak sekali air di bumi yang ada di danau, telaga dan sungai. Namun burung Chataka tidak menggunakan air yang tercemar ini. Dia menunggu tetesan air hujan murni yang jatuh di bulan Karthik dan tidak mencari air lainnya. Burung Chataka tidak gentar menghadapi guntur dan kilat. Dia hanya mencari tetesan air hujan murni yang jatuh dari awan, tanpa adanya rasa takut atau cemas. Burung Chataka bernyanyi dalam suka cita saat dia meneguk tetesan air hujan itu. Burung Chataka adalah sebuah contoh dari kasih yang murni. Bhakta yang sejati harus melakukan disiplin yang sama untuk dapat menyadari Tuhan. Bhakta harus memiliki kebulatan tekad yang sama. Dia harus melewati cobaan yang sama untuk mengalami suka cita yang hakiki. Dia tidak boleh menyerah pada tipu daya dan daya Tarik dunia.


- Divine Discourse, 21 Februari 1991.

Engkau telah lahir ke dunia ini (loka) untuk memasuki kehadiran Tuhan di dunia (Lokesha), jadi jangan bermalam di penginapan pinggir jalan, dan mengira penginapan itu adalah tujuan!



Thought for the Day - 8th December 2024 (Sunday)

The mind is a fertile field for ignorance. Wipe out all traces of the mind (Mano-nasanam) - that is the task of the jnani (wise). How to destroy the mind? It is easy once you know what it is. The mind is stuffed with desire. It is a ball filled with air, like a football. Puncture it and it will not move from place to place. Nirvana means, without air. In a square field, the water filled from an irrigation canal appears to be a square; if the field is circular, rectangular or triangular, the sheet of water that fills it will have the same geometrical shape. The mind takes on the form of the desire that fills it. To take another example, it is like a piece of cloth, the warp and the woof being the yarn of desire. The texture, colour, durability, feel, and shine of the cloth will depend upon the desire that constitutes the warp and the woof. Remove the yarn, the warp and woof, one by one the cloth disappears. That is the technique of mano nasanam (destroying the mind).


- Divine Discourse, Oct 16, 1964.

When hatred, anger and greed are eliminated, the mind obeys our will and can be used for higher purposes.



Pikiran adalah sebuah ladang subur bagi kebodohan. Musnahkan semua jejak dari pikiran (Mano-nasanam) – itu adalah tugas dari para bijaksana (jnani). Bagaimana cara menghancurkan pikiran? Adalah mudah menghancurkannya sekali engkau mengetahui caranya. Pikiran adalah diisi dengan keinginan. Ini seperti sebuah bola yang diisi dengan udara, seperti halnya bola sepak. Tusuk bola itu maka bola itu tidak akan bisa bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya. Nirvana berarti, tanpa udara. Pada pematang sawah berbentuk persegi, air yang mengisi sawah yang berasal dari saluran irigasi berbentuk persegi; jika ladang berbentuk lingkaran, persegi panjang atau segi tiga, maka lapisan air yang mengisi ladang tersebut akan memiliki bentuk geometris yang sama. Pikiran mengambil bentuk dari keinginan yang mengisinya. Ambillah contoh lain, hal ini seperti sehelai kain, dimana bahan dasar penyusunnya adalah benang (keinginan). Sedangkan tekstur, warna, daya tahan, perasaan dan kilap kain akan tergantung dari keinginan yang menyusun struktur dasarnya. Lepaskan benangnya yang merupakan struktur dasar penyusun kain, maka satu demi satu kain itu akan lenyap. Itu adalah teknik dari menghancurkan pikiran (mano nasanam).


- Divine Discourse, 16 Oktober 1964.

Ketika kebencian, kemarahan dan ketamakan dihancurkan, maka pikiran taat pada kehendak kita dan pikiran dapat digunakan untuk tujuan yang lebih mulia.



Thought for the Day - 5th December 2024 (Thursday)

Education should be for leading a good life and not for earning a livelihood. To learn from a scientist the chemical composition of water is a kind of knowledge which may help one to get a job. But how to make the right use of water so that all can share its benefits is knowledge of the Spirit. This higher knowledge elevates life and makes it meaningful. When worldly knowledge and spiritual knowledge come together, human life is divinised. There is a Kannada saying: "For water, lotus is the ornament. For a town, the home is the ornament. For the ocean, the waves are the ornament. For the sky, the moon is the ornament. For man's life, virtue is the ornament." Without good qualities, all other ornaments are worthless. The beauty created by the Divine cannot be excelled by any other ornament. It is that beauty which should be esteemed. Beauty is God. Why attempt to enhance it? When you have natural beauty, why go after artificial cosmetics? True beauty consists in good qualities!


- Divine Discourse, Nov 23, 1991.

Whatever be one's wealth, knowledge or position, the most essential quality is character.



Pendidikan harus untuk menjalani hidup yang baik dan bukan untuk mencari nafkah. Untuk belajar pada seorang ilmuwan tentang komposisi kimia dari air adalah sebuah pengetahuan yang mana dapat membantu seseorang mendapatkan pekerjaan. Namun bagaimana cara menggunakan air dengan benar sehingga semua orang bisa mendapatkan manfaat dari air adalah pengetahuan dari jiwa. Pengetahuan yang lebih tinggi mengangkat hidup dan menjadikannya bermakna. Ketika pengetahuan duniawi dan pengetahuan spiritual menjadi satu maka hidup manusia disucikan. Ada sebuah pepatah dalam bahasa Kannadamyang berbunyi: "Bagi air, teratai adalah perhiasan. Bagi sebuah kota, rumah adalah perhiasan. Bagi lautan, gelombang adalah perhiasan. Bagi langit, bulan adalah perhiasan. Bagi hidup manusia, kebajikan adalah perhiasan." Tanpa adanya sifat-sifat baik, semua perhiasan lainnya adalah tidak berguna. Keindahan diciptakan oleh Tuhan yang tidak bisa dikalahkan oleh perhiasan lainnya. Itu adalah keindahan yang harus dihargai. Keindahan adalah Tuhan. Mengapa berusaha untuk mempercantiknya? Ketika engkau memiliki kecantikan alami, mengapa harus mencari kosmetik buatan? Kecantikan sejati terdapat dalam sifat-sifat baik!


- Divine Discourse, 23 November 1991.

Apapun kekayaan, pengetahuan atau jabatan yang dimiliki seseorang, kualitas atau sifat yang paling mendasar adalah karakter. 

Thought for the Day - 4th December 2024 (Wednesday)

For a seed to become a plant, earth and water are necessary. Likewise, for the divine seed in man to grow into a tree and blossom into the flower of Sat-Chit-Ananda, it needs bhakti and shraddha (devotion and earnestness). Humanness does not consist merely in turning the mind towards God. The Divine has to be experienced within. The human estate is the manifestation of the infinite potential of the Divine. Man is the individualisation of the infinite rays of the Divine. Not recognising his divine essence, man is wasting his life in the pursuit of transient and trivial pleasures. What is spirituality? It is the resolute pursuit of cosmic consciousness. Spirituality aims at enabling man to manifest in all its fullness the divine chaitanya (cosmic consciousness) that is present within and outside him. It means getting rid of the animal nature in man and developing the divine tendencies in him. It means breaking down the barriers between God and Nature and establishing their essential oneness.


- Divine Discourse Feb 12, 1991.

Born as manava (human being), people should rise to the level of Madhava (God). They should not degenerate to the level of an animal.



Bagi sebuah benih untuk bisa tumbuh menjadi sebuah tanaman maka tanah dan air sangat diperlukan. Sama halnya, bagi benih keilahian dalam diri manusia dapat tumbuh menjadi sebuah pohon dan mekar menghasilkan bunga Sat-Chit-Ananda, maka hal ini membutuhkan bhakti dan _shraddha_ (pengabdian dan kesungguhan). Kemanusiaan tidak hanya terkait pada mengarahkan pikiran kepada Tuhan. Tuhan harus dialami di dalam dirinya. Keberadaan manusia adalah manifestasi dari potensi Tuhan yang tidak terbatas. Manusia adalah individualisasi dari sinar Ilahi yang tidak terbatas. Dengan tidak menyadari intisari keialhiannya, manusia malah sedang menyia-yiakan hidupnya dalam pengejaran kesenangan yang bersifat sementara. Apa makna dari spiritualitas? Ini adalah pencarian dengan penuh determinasi pada kesadaran kosmik. Spiritualitas bertujuan memungkinkan manusia untuk mewujudkan Chaitanya ilahi (kesadaran kosmik) yang ada di dalam diri dan di luar dirinya secara penuh. Hal ini bermakna melenyapkan sifat binatang dalam diri manusia dan mengembangkan kecendrungan keilahian di dalam dirinya. Artinya, meruntuhkan halangan pembatas diantara Tuhan dan Alam serta membangun kesatuan hakiki diantara keduanya.




- Divine Discourse Feb 12, 1991.


Lahir sebagai manusia (manava), manusia harus naik menuju tingkat Madhava (Tuhan). Manusia tidak boleh jatuh ke tingkat binatang. 



Thought for the Day - 3rd December 2024 (Tuesday)

The Lord never said that He will look after the welfare of a devotee all the time, in spite of the devotee spending only a little while, now and then, in thought of God and even if he goes on doing all kinds of evil and harmful things in the name of God. There are three things which one should keep in mind, namely, “I will not think of anything else except God; I will not do anything else without the permission of God and I will have my attention completely fixed on God.” It is only when you accept and put into practice these three things, that the Lord will look after your welfare. Today, we do not bother about the injunctions God gave us; instead, we argue with God and ask Him why He is not looking after our welfare and safety. By simply reading and repeating the text of the Bhagavad Gita, by merely thinking about its contents, we are not going to get any benefit out of it! It is only by understanding the meaning of the Gita, by ruminating over its meaning in your mind, digesting it completely and making it part and parcel of your life, can you get the benefit out of it.


- Ch 8, Summer Showers 1972

God's grace will be showered on you only when you put into practice at least a few of the Lord's injunctions.



Tuhan tidak pernah berkata bahwa Tuhan akan menjaga kesejahtraan bhakta sepanjang waktu, meskipun kadang-kadang bhakta meluangkan sedikit waktu dalam memikirkan Tuhan dan bahkan jika bhakta itu terus melakukan semua jenis kejahatan atas nama Tuhan. Ada tiga hal yang seseorang harus tetap ingat di dalam benaknya, yaitu: “aku tidak akan memikirkan hal lainnya selain Tuhan; aku tidak akan melakukan apapun tanpa seijin dari Tuhan dan aku akan memusatkan seluruh perhatian hanya terpusat pada Tuhan.” Hanya ketika engkau menerima dan menjalankan praktek ketiga hal tersebut diatas, maka Tuhan akan menjaga kesejahtraanmu. Hari ini, kita tidak peduli dengan ajaran serta perintah yang diberikan Tuhan kepada kita; malahan, kita berbantahan dengan Tuhan serta menanyakan Tuhan mengapa Tuhan tidak menjaga kesejahtraan dan keselamatan kita. Hanya dengan membaca dan mengulang-ulang teks yang ada dalam Bhagavad Gita, hanya dengan memikirkan tentang isinya maka kita tidak akan mendapatkan manfaat apapun dari hal itu! Adalah hanya dengan memahami makna dari Gita, dengan merenungkan maknanya di dalam pikiran kita, mencerna sepenuhnya dan menjadikannya bagian yang tidak terpisahkan dari hidupmu, barulah engkau mendapatkan manfaat darinya.


- Ch 8, Wacana Musim Panas 1972

Berkah Tuhan hanya akan dicurahkan kepadamu ketika engkau menjalankan setidaknya beberapa perintah dan ajaran Tuhan. 



Thought for the Day - 2nd December 2024 (Monday)

People must be happy that the highest Lord has placed around them newer and newer materials for serving Him and gets the worship of Him done in various forms. People must pray for newer and newer opportunities and exult in the chance that their hands receive. This attitude gives immeasurable joy. To lead a life suffused with this joy is indeed bliss. Whatever is done from sunrise to sunset must be consecrated, as if it is the worship of the Lord. Just as care is taken to pluck only fresh flowers and to keep them clean and unfaded, so too, ceaseless effort should be made to do deeds that are pure and unsullied. If this vision is kept before the mind’s eye every day and life is lived accordingly, then it becomes one long unbroken service of the Lord. The feeling of I and You will soon disappear; all trace of self will be destroyed. Life then transmutes itself into a veritable devotion to the Lord (Hariparayana).


- Ch 8, Prasanthi Vahini.

Offer yourself to God completely. That is the easiest way to attain Him.



Manusia harus berbahagia karena Tuhan tertinggi telah menempatkan di sekitar mereka material-material yang lebih baru dan baru untuk melayani-Nya dan membuat ibadah pada-Nya dapat dilakukan dalam berbagai bentuk. Manusia harus berdoa untuk kesempatan-kesempatan yang lebih baru dan baru serta bersuka cita atas kesempatan yang mereka dapatkan. Sikap ini memberikan suka cita tang tidak terkira. Untuk menjalani hidup yang diliputi dengan suka cita seperti ini adalah kebahagiaan yang sesungguhnya. Apapun yang dikerjakan dari matahari terbit sampai matahari terbenam haruslah suci, seolah-olah hal itu dikerjakan sebagai ibadah pada Tuhan. Seperti halnya kita begitu berhati-hati saat memetik bunga yang segar dan menjaga bunga itu tetap segar dan tidak layu, begitu juga, kita harus berusaha dengan tanpa henti untuk melakukan perbuatan yang murni dan tidak ternoda. Jika visi ini tetap tertanam dalam benak kita setiap harinya dan menjalani hidup sesuai dengan visi tersebut, kemudian hal ini menjadi satu pelayanan yang tidak terputus pada Tuhan. Perasaan dari aku dan kamu segera menjadi lenyap; semua jejak egosime akan dihancurkan. Hidup kemudian berubah menjadi sebuah bhakti yang sejati kepada Tuhan (Hariparayana).


- Ch 8, Prasanthi Vahini.

Persembahkan dirimu sepenuhnya kepada Tuhan. Itu adalah cara termudah untuk mencapai Tuhan.  

Thought for the Day - 1st December 2024 (Sunday)

Whatever the trouble, however great the travail, persist and win by means of remembering the name (namasmarana). Remember Bhishma! Though prostrate on a bed of arrows, he bore the pain patiently awaiting the dawn of the auspicious moment. He never called out to God in his agony to ask Him to put an end to his suffering. “I shall bear everything, whatever the pain, however long the agony. I shall be silent until the moment comes. Take me when it dawns,” he said. Bhishma was chief among the tranquil devotees. He lay firm and unshakeable. Peace is essential for everyone. Having it is having all, and not having it takes away the joy of everything. Although peace is the very nature of every person, anger and greed succeed in suppressing it. When they are removed, peace shines in its own effulgence.


- Ch 5, Prasanthi Vahini.

If faith is one full continuous stream, Grace too will be showered on you in one full continuous stream.



Apapun masalahnya, betapapun besar cobaannya, tetaplah bertahan dan berhasil dengan mengingat nama suci Tuhan _(namasmarana)_. Ingatlah pada Bhishma! Walaupun harus terbaring diatas tempat tidur dari anak panah, Bhisma harus menahan rasa sakit dengan sabar untuk menunggu datangnya saat-saat yang suci. Bhisma pada saat menderita tidak pernah memohon pada Tuhan agar mengakhiri penderitaannya. “Aku akan menanggung semuanya, apapun rasa sakitnya, berapa lamapun penderitaan itu. Aku akan tetap tenang sampai saat-saat itu hadir. Jemputlah aku ketika fajar menyingsing,” Bhisma berkata. Bhishma adalah seorang pemimpin diantara para bhakta yang tenang. Dia berbaring dengan tenang dan tidak tergoyahkan. Kedamaian adalah mendasar bagi setiap orang. Memiliki kedamaian adalah memiliki segalanya, dan ketika tidak memiliki kedamaian berarti kehilangan suka cita dalam segala sesuatu. Walaupun kedamaian adalah sifat alami dari setiap orang, rasa marah dan ketamakan berhasil menekan kedamaian itu. Ketika rasa marah dan ketamakan dihilangkan, maka kedamaian bersinar dengan kemilauan cahayanya.


- Ch 5, Prasanthi Vahini.

Jika keyakinan adalah aliran yang penuh dan terus mengalir, Karunia juga akan dilimpahkan kepadamu dalam aliran yang penuh dan tidak terputus. 



Thought for the Day - 30th November 2024 (Saturday)

Krishna was the Supreme being and Sarvajna (All-Knowing). He was very close to Draupadi. At the time when she suffered humiliation in the court of Duryodhana, who ordered that she be disrobed, Krishna made an endless supply of saris to protect her honour. Some people ask why Krishna did not punish Duryodhana on the spot when he was perpetrating such a heinous crime against a noble woman who was so devoted to Him. No doubt, Draupadi was highly devoted to Krishna and Krishna had also the power to punish Duryodhana. But in this drama several more scenes had to be enacted. Duryodhana was predestined to be killed by Bhima in the war that was yet to come. So Krishna could not interfere. Kamsa's life was in the hands of Krishna and Ravana's life was in the hands of Rama. Both Rama and Krishna are forms of Vishnu. But each had to play His specific role in His incarnation. For every incarnation there are certain rules and regulations which the Avatar will not transgress. Mere mortals cannot understand the ways of the Divine.


- Divine Discourse, Sep 19, 1993.

The ways of God are inscrutable as well as inexplicable. Only one who has ascended to His level can comprehend the Lord’s designs.



Krishna adalah kepribadian tertinggi dan Sarvajna (Maha mengetahui semuanya). Krishna sangatlah dekat dengan Draupadi. Pada saat Draupadi begitu menderita dilecehkan di ruang istana Duryodhana, yang memerintahkan agar Draupadi menanggalkan pakaiannya, Krishna memberikan pakaian sari yang tidak pernah berhenti untuk menjaga kehormatannya. Beberapa orang menanyakan mengapa Krishna tidak menghukum Duryodhana pada saat itu juga ketika dia melakukan kejahatan keji pada seorang perempuan yang begitu bhakti pada Krishna. Tidak diragukan lagi, Draupadi begitu berbhakti kepada Krishna dan Krishna juga memiliki kekuatan untuk menghukum Duryodhana. Namun dalam drama kejadian ini ada beberapa adegan tambahan yang harus dijalankan. Duryodhana ditakdirkan harus dibunuh oleh Bhima dalam perang yang akan datang. Jadi Krishna tidak bisa ikut campur. Hidup dari Kamsa ada di tangan Krishna dan hidup dari Ravana ada di tangan Rama. Keduanya baik Rama dan Krishna adalah wujud dari Sri Vishnu. Namun setiap bagian memiliki peran khusus untuk dijalankan dalam inkarnasi-Nya. Untuk setiap inkarnasi ada beberapa aturan dan ketentuan tertentu yang mana tidak akan dilanggar oleh Avatar. Manusia biasa tidak bisa memahami cara-cara Tuhan.


- Divine Discourse, 19 September 1993.

Jalan Tuhan tidak bisa dipahami dan tidak bisa dijelaskan. Hanya orang yang telah mencapai tingkatan-Nya dapat memahami rencana Tuhan. 



Thought for the Day - 29th November 2024 (Friday)

Good ideas have to be accepted and bad ones eschewed. Each idea has to be judged in the Supreme Court of Viveka (Wisdom). And the 'ruling’ has to be treated as inviolable. It is in this context that we have to remind ourselves of the prayer of Gandhiji, Sabko sanmati de Bhagawan - "O God, bestow right understanding on all”. Again, the individual born in the lake of society must swim and float in the calm waters, and joining the river of progress, merge in the ocean of grace. Man has to move from the stance of "I" to the position of "We”; this day, we see only the wild dance of ego-stricken individuals, who hate society and behave most unsocially. Water flows from a higher level to the lower levels. God's grace too is like that. It flows down to those who are bent with humility. So, give up the ego, overcome jealousy, and cultivate love. How can man be truly at peace with himself and with others, if he does not endeavour to win the grace of God? 


- Divine Discourse, Mar 30, 1973.

Discrimination must be observed in every aspect of daily living - in what you see, what you listen to, what you speak and what you consume.



Gagasan-gagasan yang baik harus diterima dan gagasan-gagasan yang buruk harus dihindari. Setiap gagasan harus diperiksa dalam pengadilan tertinggi yaitu Viveka (kebijaksanaan). Dan 'keputusan’ harus dijalankan sebagai sesuatu yang tidak bisa diganggu gugat. Adalah dalam konteks ini dimana kita harus mengingatkan diri kita pada doa yang dilantunkan oleh Gandhiji, Sabko sanmati de Bhagawan - "O Tuhan, berkati semuanya dengan pemahaman yang benar”. Lagi sekali, individu lahir dalam danau yang disebut masyarakat harus berenang dan terapung di atas air yang tenang, serta bergabung dengan sungai kemajuan dan pada akhirnya menyatu dengan lautan karunia. Manusia harus bergerak dari pendirian "aku" menuju pada keadaan "kita”; pada hari ini, kita hanya melihat tarian liar dari ego yang menyerang setiap individu, yang membenci masyarakat dan berperilaku paling tidak sosial. Air mengalir dari tempat yang lebih tinggi menuju ke tempat yang lebih rendah. Karunia Tuhan juga seperti itu. Karunai Tuhan mengalir pada mereka yang menunduk dengan kerendahan hati. Maka dari itu, lepaskan ego, atasi kecemburuan, dan pupuklah kasih. Bagaimana manusia bisa benar-benar damai dengan dirinya dan orang lain, jika dia tidak berusaha untuk mendapatkan karunia Tuhan? 


- Divine Discourse, 30 Maret 1973.

Kemampuan membedakan antara baik dan buruk harus diterapkan dalam setiap aspek hidup sehari-hari – dalam apa yang engkau lihat, dalam apa engkau dengarkan, dalam apa yang engkau katakan dan dalam apa yang engkau konsumsi.



Thought for the Day - 28th November 2024 (Thursday)

A seed germinates and grows into a plant and then into a tree with branches, leaves, flowers, etc. The seed of the entire Universe is Chaitanya (Pure Consciousness). It is Sat-chit-ananda. It grows in full bloom in the human being and blossoms into the flower of Awareness. Thus God incarnates in man. To understand this truth is the goal of human life. It is the mind that stands in the way of this realisation. The mind is perverted when it is centred on the ego (body consciousness) of a person but when it is directed towards the Atma, it becomes sublime. One puffed up with ego forgets Divinity. Thinking on the physical plane and looking at the external world, man is not able to understand the Divinity within him. It is wrong to think that spirituality has nothing to do with worldly matters. The physical world also reflects Divinity. Because man forgets his true Divine nature he is wallowing in troubles and tribulations. He is reflecting only animal qualities in his actions. Only when one enquires within, one has the chance of realising Divinity. 


- Divine Discourse, Sep 19, 1993.

When man turns his vision inward he can experience eternal bliss. The source of bliss, the Spirit, is within himself.



Sebuah benih berkembang dan tumbuh menjadi sebuah tanaman dan kemudian menjadi sebuah pohon dengan cabang, daun, bunga, dsb. Benih seluruh alam semesta adalah Chaitanya (kesadaran yang murni). Ini adalah Sat-chit-ananda. Benih ini tumbuh mekar berkembang sepenuhnya dalam diri manusia dan mekar menjadi bunga kesadaran. Maka dari itu Tuhan berinkarnasi dalam wujud manusia. Dalam upaya dapat memahami kebenaran ini yang merupakan tujuan dari hidup manusia. Adalah pikiran yang berdiri menghalangi terjadinya kesadaran ini. Pikiran menjadi sesat ketika pikiran terpusat pada ego (kesadaran badan) seseorang, namun ketika pikiran diarahkan pada Atma maka pikiran menjadi luhur. Seseorang yang sombong dengan ego lupa pada keilahian. Memikirkan aspek badan jasmani dan memandang dunia di luar diri, manusia tidak mampu memahami keilahian yang ada di dalam dirinya. Merupakan salah dengan berpikir bahwa spiritual tidak ada hubungannya dengan urusan duniawi. Dunia fisik juga merupakan pantulan dari keilahian. Karena manusia lupa pada sifat keilahiannya yang sejati maka manusia terjerumus dalam masalah dan penderitaan. Manusia hanya memantulkan sifat-sifat binatang di dalam perbuatannya. Hanya ketika seseorang menyelidiki ke dalam dirinya, maka dia memiliki kesempatan untuk menyadari keilahian. 


- Divine Discourse, 19 Sep 1993.

Ketika manusia mengarahkan pandangannya ke dalam diri maka manusia dapat mengalami kebahagiaan yang kekal. Sumber dari kebahagiaan adalah Jiwa yang ada di dalam dirinya.



Thought for the Day - 26th November 2024 (Tuesday)

Peace embellishes every act; it softens the hardest core of humanity; it takes you to the footstool of the Lord and wins for you the vision of God. It knows no distinction; it is a force that establishes equality. It is the honey of love in the enchanting flower of life. It is a prime need for yogis and spiritual aspirants. Having acquired it, they can realise the reality tomorrow, if not today. They should put up with all the obstacles in the way, and peace will give them the strength needed for it. Through peace alone can devotion expand and spiritual wisdom (jnana) strike root. Wisdom born of peace is the one and only means of living a full life or a life that knows no death. The inquiry “Who am I?” clears the path for realization. So, one must wait patiently and quietly, placing faith on the grace and wisdom of the Lord. Such an inquirer will be ever earnest and penitent. The inquirer becomes fearless and therefore full of peace through another conviction also: the Lord is everywhere, visibly present. 


- Ch 5, Prasanthi Vahini

Always observe Purity, Patience, and Perseverance in life. It will make your life sacred.



Kedamaian menghiasi setiap perbuatan; kedamaian melembutkan bagian inti manusia yang paling keras; kedamaian membawamu pada tumpuan kaki Tuhan dan berhasil mendapatkan penglihatan Tuhan. Kedamaian tidak mengenal perbedaan; kedamaian adalah kekuatan yang membangun kesetaraan. Kedamaian adalah madu kasih dalam bunga hidup yang memikat. Kedamaian adalah kebutuhan utama dari para yogi dan peminat spiritual. Setelah mendapatkan kedamaian, mereka dapat menyadari kenyataan yang sejati keesokan harinya, jika tidak hari ini. Mereka harus menghadapi semua rintangan di jalan, dan kedamaian akan memberikan mereka kekuatan yang dibutuhkan untuk itu. Hanya melalui kedamaian maka bhakti dapat dikembangkan dan kebijaksanaan spiritual (jnana) dapat berakar. Kebijaksanaan yang lahir dari kedamaian adalah satu-satunya sarana untuk menjalani hidup yang sesungguhnya atau hidup yang tidak mengenal kematian. Penyelidikan dengan pertanyaan “Siapakah aku?” membuka jalan untuk kesadaran. Jadi, seseorang harus menunggu dengan sabar dan tenang, menempatkan keyakinan pada karunia dan kebijaksanaan Tuhan. Seorang peminat spiritual yang seperti itu selamanya akan selalu bersungguh-sungguh dan bertobat. Dia menjadi tidak takut dan karenanya dipenuhi dengan kedamaian melalui keyakinan yang lain juga: Tuhan ada dimana-mana, hadir secara nyata. 


- Ch 5, Prasanthi Vahini

Selalulah jaga kesucian, kesabaran dan ketekunan dalam hidup. Hal ini akan membuat hidupmu suci.



Thought for the Day - 25th November 2024 (Monday)

Spiritual learning impels one to pour one’s narrow ego into the sacrificial fire and foster in its place universal love, which is the foundational base for the superstructure of spiritual victory. Love that knows no limits, purifies and sanctifies the mind. Let thoughts centre around God, let the feelings and emotions be holy, let activities be the expression of selfless service. Let the mind, heart, and hand be thus saturated in good. Spiritual education must take up this task of sublimation. It must first instil the secret of service. Service rendered to another must confer full joy in all ways. Spiritual education must emphasise that in the name of service, no harm, pain, or grief should be inflicted on another. While rendering service, the attitude of it being done for one’s own satisfaction should not tarnish it. Service must be rendered as an essential part of the process of living itself. This is the real core of spiritual education. 


- Ch 8, Vidya Vahini

When you develop love, it will gradually get transformed into wisdom.



Pembelajaran spiritual mendorong seseorang untuk menuangkan egoismenya yang bersifat sempit ke dalam api korban suci dan menumbuhkan kasih universal sebagai gantinya, yang mana merupakan pondasi mendasar bagi bangunan keberhasilan spiritual. Kasih yang tidak terbatas, memurnikan dan menyucikan pikiran. Arahkan pikiran berpusat pada Tuhan, arahkan perasaan dan emosi menjadi suci, arahkan perbuatan diungkapkan dalam pelayanan tanpa pamrih. Jadikan pikiran, hati dan tangan disucikan dalam kebaikan. Pendidikan spiritual harus mengambil tugas dalam pemurnian ini. Pendidikan spiritual pertama-tama harus menanamkan rahasia pelayanan. Pelayanan yang diberikan kepada orang lain harus memberikan suka cita penuh dalam segala cara. Pendidikan spiritual harus menekankan bahwa atas nama pelayanan, maka tidak boleh ada bentuk menyakiti, penderitaan atau kesedihan yang ditimpakan pada orang lain. Pada saat melakukan pelayanan, sikap bahwa pelayanan dilakukan untuk pepuasan diri sendiri tidak boleh menodainya. Pelayanan harus dilakukan sebagai bagian penting dalam dari proses kehidupan itu sendiri. Ini adalah inti sesungguhnya dari Pendidikan spiritual. 


- Ch 8, Vidya Vahini

Ketika engkau mengembangkan kasih, maka kasih itu secara teratur dan bertahap akan berubah menjadi kebijaksanaan.



Thought for the Day - 23rd November 2024 (Saturday)

The divine power has neither birth nor death. I do not feel elated when praised or depressed when blamed. I treat these dualities of life with equanimity. I am happy both in pleasure and pain. There is only love in Me. My love lives by giving, giving and giving. It never receives. This is the difference between My love and worldly love which believes in receiving alone. That is why My love is ever-expanding. A small seed becomes a gigantic tree with many branches and fruits. All of them have their origin in the seed. Likewise out of love has emerged the creation. Love is God, live in love. Develop love. Love everyone wholeheartedly. Only when love is manifested will you attain self-realisation. In the first instance, develop self-confidence. Self-confidence is the foundation. Self-satisfaction is the wall. Self-sacrifice is the roof. Self-realisation is the mansion (of life). Everything is contained in the Self (Atma). With this Atmic Principle, acquire spiritual knowledge. The power in spirituality is limitless. The Power of Love far exceeds the power of the atom bomb. It transforms even those who hate. Develop such sacred love. 


- Divine Discourse, Nov 23, 1998.

You can be happy that you have given Swami a proper Birthday gift only when you love your fellowmen, share their sufferings, and engage yourselves in serving them.



Kekuatan Tuhan tidak memliki kelahiran ataupun kematian. Aku tidak merasa gembira ketika dipuji atau tertekan ketika dicela. Aku memperlakukan dualitas hidup ini dengan ketenangan hati. Aku bahagia dalam suka dan duka. Hanya ada kasih di dalam diri-Ku. Kasih-Ku hadir dengan memberi, memberi dan memberi. Kasih-Ku tidak pernah ada untuk menerima. Ini adalah perbedaan diantara kasih-Ku dan kasih duniawi yang hadir hanya untuk menerima. Itulah sebabnya mengapa kasih-Ku selalu berkembang. Sebuah benih yang kecil menjadi sebuah pohon yang sangat besar dengan banyak cabang dan buahnya. Semua bagian itu berasal dari benih yang ditanam. Sama halnya karena kasih maka ciptaan itu diciptakan. Kasih adalah Tuhan, hiduplah dalam kasih. Kembangkan kasih. Kasihi setiap orang dengan sepenuh hati. Hanya ketika kasih diwujudkan maka engkau akan mencapai kesadaran pada diri sejati. Pertama-tama kembangkan kepercayaan diri. Kepercayaan diri adalah sebagai pondasi. Kepuasan diri adalah sebagai dindingnya. Pengorbanan diri adalah sebagai atapnya. Kesadaran pada diri sejati adalah bangunan kehidupan. Segala sesuatu terkandung di dalam diri sejati _(Atma)_. Dengan prinsip _Atma_ ini, dapatkanlah pengetahuan spiritual. Kekuatan dalam spiritual adalah tidak terbatas. Kekuatan kasih jauh melampaui kekuatan dari bom atom sekalipun. Kekuatan kasih ini merubah bahkan mereka yang membenci. Pupuk dan kembangkanlah kasih suci yang seperti itu. 


- Divine Discourse, 23 November 1998.

Engkau bisa bahagia saat memberikan Swami hadiah yang tepat yaitu hanya ketika engkau mengasihi sesamamu, berbagi penderitaan mereka, dan melibatkan dirimu dalam melayani mereka.



Thought for the Day - 22nd November 2024 (Friday)

Education today ends with the acquisition of degrees. Real education should enable one to utilise the knowledge one has acquired to meet the challenges of life and to make all human beings happy as far as possible. Born in society, one has the duty to work for the welfare and progress of society. The knowledge gained from education is being misused today solely to obtain and enjoy creature comforts and sensuous pleasures. This education has served to develop some kind of intellectual abilities and technical skills, but has totally failed to develop good qualities. Society today is steeped in materialism because of the preoccupation with mundane pleasures. Only in the institute here, one can witness the emphasis on the divinity inherent in man. In the olden days, when the pupils completed their educational tenure in the ashram of the guru and were about to enter the life of a grihastha (householder), the preceptor gave them a parting message to serve them as guidelines for their worldly and spiritual good. That ceremony is observed today as a Convocation. 


- Divine Discourse, Nov 22, 1987.

Humility, reverence, compassion, forbearance, sacrifice and self-control are the qualities which reveal the outcome of true education.



Pendidikan pada saat sekarang berakhir dengan pengumpulan gelar sarjana. Pendidikan sejati harus memungkinkan seseorang untuk memanfaatkan pengetahuan yang seseorang dapatkan dalam menghadapi tantangan hidup dan membuat seluruh manusia bahagia sejauh mungkin. Lahir dalam masyarakat, seseorang memiliki kewajiban untuk bekerja bagi kesejahtraan dan kemajuan masyarakat. Pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan sekarang disalahgunakan hanya semata-mata untuk mendapatkan dan menikmati kenyamanan dan kesenangan sensual. Jenis Pendidikan ini telah berfungsi dalam mengembangkan beberapa jenis Kemahiran intelektual dan ketrampilan teknis, namun sepenuhnya gagal dalam mengembangkan sifat-sifat baik. Masyarakat pada saat sekarang terjerumus dalam materialisme karena karena tenggelam dalam kesenangan duniawi. Hanya dalam institusi pendidikan di sini, seseorang dapat menyaksikan penekanan pada kualitas keilahian yang melekat pada manusia. Pendidikan jaman dahulu, ketika para pelajar menyelesaikan masa belajar mereka di ashram dari guru dan memasuki kehidupan berumah tangga _(grihastha)_, maka sang guru akan memberikan mereka pesan-pesan perpisahan untuk dijadikan sebagai pedoman bagi kebaikan duniawi dan spiritual mereka. Upacara itu saat sekarang disebut dengan upacara wisuda. 


- Divine Discourse, 22 November 1987.

Kerendahan hati, rasa hormat, welas asih, ketabahan, pengorbanan dan pengendalian diri adalah sifat-sifat yang mengungkapkan hasil dari Pendidikan sejati.

Thought for the Day - 21st November 2024 (Thursday)

What exactly is the secret of ensuring peace and prosperity for mankind? Rendering service to others without expecting service from them in return. Activity (karma) that binds is a huge fast-growing tree. The axe that can cut its roots is this: Do every act as an act of worship to glorify the Lord. This is the real sacrifice (yajna), the most important ritual. This sacrifice promotes and confers knowledge of Brahman (Brahma-vidya). Note that the yearning to do selfless service must flow in every nerve of the body, penetrate every bone and activate every cell. Those who engage themselves in spiritual discipline (sadhana) must have mastered this attitude toward service. Selfless service is the blossom of love, a flower that fills the mind with rapture. Harmlessness is the fragrance of that flower. Let even your little acts be redolent with compassion and reverence; be assured that your character would thereby shine greatly. 


- Ch 8, Vidya Vahini

All actions which are performed with the feeling that they are intended as offerings to please the Divine, do not lead to bondage.



Apa sejatinya rahasia untuk memastikan kedamaian dan kesejahtraan bagi umat manusia? Memberikan pelayanan pada yang lain tanpa mengharapkan pelayanan kembali dari mereka yang dilayani. Tindakan (karma) yang mengikat adalah sebuah pohon besar yang sedang tumbuh. Kapak yang dapat memotong akarnya adalah: lakukan setiap perbuatan sebagai ibadah untuk memuliakan Tuhan. Ini adalah pengorbanan yang sejati (yajna), sebuah ritual yang paling penting. Pengorbanan mengembangkan dan menganugerahkan pengetahuan tentang Brahman (Brahma-vidya). Catatlah bahwa kerinduan untuk melakukan pelayanan tanpa pamrih harus mengalir dalam setiap syaraf tubuh, merasuki setiap tulang dan mengaktifkan setiap sel. Mereka yang melibatkan diri mereka dalam disiplin spiritual (sadhana) harus sudah menguasai sikap terkait pelayanan. Pelayanan tanpa pamrih adalah mekarnya kasih, sebuah bunga yang mengisi pikiran dengan kegembiraan. Tidak menyakiti adalah wangi dari bunga tersebut. Biarkan tindakan-tindakanmu sekecil apapun dipenuhi dengan welas asih dan penghormatan; yakinlah bahwa karaktermu akan bersinar dengan cemerlang. 


- Ch 8, Vidya Vahini

Semua tindakan yang dilakukan dengan perasaan bahwa tindakan tersebut dimaksudkan sebagai persembahan untuk menyenangkan Tuhan, tidak mengarah pada perbudakan.

Thought for the Day - 20th November 2024 (Wednesday)

Work done with no concern or desire for profit, purely out of love or from a sense of duty, is yoga. Such yoga destroys one’s animal nature and transforms one into a divine being. Serving others, visualising them as kindred beings will help one to progress; it will save one from sliding down from the spiritual stage attained. Selfless service (seva) is far more salutary than even vows and worship (puja). Service disintegrates the selfishness latent in you; it opens the heart wide; it makes the heart blossom. So, work done with no desire is the supreme ideal; and when the mansion of life is built on that foundation, through the subtle influence of this basis of selfless service, virtues will gather unto him. Service must be the outer expression of inner goodness. And, as one undertakes selfless service more and more, one’s consciousness expands and deepens and one’s Atmic reality is more clearly known. 


- Ch 8, Vidya Vahini

When you go on performing your duty and enjoying what you do, that itself will confer bliss on you.



Pekerjaan yang dilakukan tanpa memikirkan atau menginginkan keuntungan, murni muncul dari kasih atau nilai dari kewajiban, adalah yoga. Yoga menghancurkan sifat binatang dalam diri seseorang dan merubah seseorang menjadi makhluk ilahi. Melayani yang lainnya, membayangkan mereka yang dilayani sebagai saudara akan membantu seseorang untuk maju; hal ini akan menyelamatkan seseorang tergelincir dari tahapan spiritual yang telah dicapai. Pelayanan tanpa pamrih (seva) adalah jauh lebih bermanfaat bahkan daripada tirakat dan pemujaan (puja). Pelayanan menghancurkan sifat mementingkan diri sendiri yang tersembunyi di dalam dirimu; pelayanan memperluas hati; dan membuat hati mekar. Jadi, kerja yang dilakukan tanpa adanya keinginan adalah ideal yang tertinggi; dan ketika rumah kehidupan dibangun dengan pondasi ini, melalui pengaruh halus dari dasar pelayanan yang tanpa pamrih ini, kemualiaan akan berkumpul pada dirinya. Pelayanan harus menjadi ungkapan keluar dari kebaikan yang ada di dalam diri. Dan, saat seseorang melakukan pelayanan tanpa pamrih lebih dan lebih lagi, maka kesadaran di dalam dirinya akan meluas dan mendalam serta kenyataan Atma akan lebih jelas dipahami. 


- Ch 8, Vidya Vahini

Ketika engkau menjalankan kewajibanmu dan menikmati apa yang engkau lakukan, hal itu sendiri akan memberikan kebahagiaan padamu.

Thought for the Day - 19th November 2024 (Tuesday)

From ancient times the feminine aspect of the Divine has been worshipped in various ways. Vedas declare that where women are honoured and esteemed, there Divinity is present with all its potency. Unfortunately, today men consider it demeaning to honour women. This is utterly wrong and is a sign of ignorance. Stree (Woman) is Grihalakshmi (Goddess of Prosperity for the home). She is hailed as dharma-patni (the virtuous spouse). She is called illalu (mistress of the house) and ardhangi (better half). People gloat over petty titles conferred on them. But women have been conferred the highest titles which are valid for all time. A home without a woman is a jungle. Men should realise the high status of women and honour and respect them accordingly. They should not make women weep and shed tears. A home where the woman sheds tears will be ruined. Men should give an honourable place for women and lead a respectable life. 


- Divine Discourse, Nov 19, 1995.

It is entirely due to the presence of virtuous women that Bharat remained safe and secure. Bharat owes its greatness and glory to its women.



Dari zaman dahulu aspek feminim dari Tuhan telah dipuja dalam berbagai bentuk. Weda menyatakan bahwa dimana perempuan dihormati dan dihargai, maka disana keilahian hadir dengan segala potensi-Nya. Namun sangat disayangkan, hari ini laki-laki menganggap bahwa menghormati perempuan adalah merendahkan martabat. Hal ini adalah benar-benar salah dan sebagai bukti dari kebodohan. Stree (perempuan) adalah Grihalakshmi (Dewi dari kesejahtraan di rumah). Perempuan dimuliakan sebagai dharma-patni (pasangan yang berbudi luhur). Perempuan juga disebut dengan nama illalu (Nyonya rumah) dan juga disebut dengan ardhangi (belahan hati). Orang-orang bersorak gembira atas gelar remeh yang diberikan pada mereka. Namun Perempuan telah diberikan gelar tertinggi yang mana berlaku sepanjang masa. Sebuah rumah tanpa adanya seorang perempuan adalah sebuah hutan. Laki-laki harus menyadari tingginya status perempuan dan menghormati serta menghargai mereka sebagaimana mestinya. Laki-laki seharusnya tidak membuat perempuan menangis dan meneteskan air mata. Sebuah rumah dimana perempuan menangis akan menjadi hancur. Laki-laki harus memberikan sebuah tempat terhormat bagi perempuan dan menjalani hidup yang terhormat. 


- Divine Discourse, 19 November 1995.

Semuanya ini berkat kehadiran perempuan yang berbudi luhur maka Bharat masih tetap aman dan terlindungi. Bharat berhutang kebesaran dan kemuliannya pada para perempuannya.

Thought for the Day - 18th November 2024 (Monday)

It is only when we look upon the universe as permeated by God that we acquire the strength to fight the forces of evil. Many persons who engage themselves in prayers and pilgrimages for years wonder why they have not been able to realise God. It is unnecessary to go around the world searching for God. God is in search of the genuine devotee. The devotee who is conscious of the omnipresence of God will find Him everywhere. He must have the firm conviction that there is no place where God is not present. That is the real mark of devotion. Meditation and prayer have value as means of purifying oneself. But they do not lead to God-realisation. Unwavering faith in God grants inexpressible Bliss. One should not give way to doubts which undermine faith. 


- Divine Discourse, Dec 25, 1986

We are unable to discern Divinity although it shines with the brilliance of a million Suns! We must open the eyes of faith and devotion - these are the eyes of wisdom, which see beyond physical eyes.



Hanya ketika kita memandang alam semesta yang diresapi oleh Tuhan maka kita mendapatkan energi untuk melawan kekuatan jahat. Banyak orang yang melibatkan diri mereka dalam doa dan perjalanan suci selama bertahun-tahun bertanya-tanya mengapa mereka belum mampu menyadari Tuhan. Adalah tidak perlu untuk berkeliling dunia untuk mencari Tuhan. Malahan Tuhan sedang mencari bhakta yang sejati. Bhakta yang menyadari kehadiran Tuhan dimana-mana akan menemukan Tuhan dimana saja. Manusia harus memiliki keyakinan yang teguh bahwa tidak ada tempat dimana Tuhan tidak ada. Itu adalah tanda dari bhakti. Meditasi dan berdoa memiliki nilai sebagai sarana untuk memurnikan diri. Namun keduanya itu tidak mengarah pada kesadaran Tuhan. Keyakinan yang tidak tergoyahkan pada Tuhan menganugerahkan kebahagiaan. Seseorang seharusnya tidak mengalah pada keraguan yang mana merusak keyakinan. 


- Divine Discourse, 25 Desember 1986

Kita tidak mampu untuk memahami keilahian walaupun keilahian bersinar dengan cemerlang seperti jutaan matahari! Kita harus membuka mata keyakinan dan bhakti – keduanya ini adalah mata kebijaksanaan yang melihat melampaui mata fisik.



Thought for the Day - 15th November 2024 (Friday)

The power of Love is infinite. It can conquer anything. Once while Lord Buddha was journeying, he was confronted by a demoness who threatened to kill him. Smilingly, Buddha said: "You are not a demon; you are a deity! I love you even if you behave like a demon." Hearing these loving words, the demoness turned into a dove and flew away. Love can change the heart of even an inveterate enemy. It is this kind of Universal love that should be cultivated by everyone. There are people professing different faiths in the world - Christians, Muslims, Hindus, Zoroastrians, etc. There should be no difference or distrust among them, for all of them uphold Truth and Dharma. It was to promote unity among people of different faiths that Guru Nanak started community bhajans which generate vibrations of harmony and peace. Today, the world is bedevilled by conflict and violence. Peace and prosperity can emerge only when people turn to the path of love and morality, and lead purposeful lives. 


- Divine Discourse, Dec 25, 1986

Just as the son is the rightful heir to the father’s property, man has equal claim to God’s property of love, truth, forbearance, peace, and empathy.



Kekuatan kasih adalah tidak terbatas. Kasih dapat menaklukkan apapun juga. Suatu hari Sang Buddha sedang dalam perjalanan, Beliau dihadang oleh seorang iblis Perempuan yang mengancam akan membunuh-Nya. Dengan tersenyum sang Buddha berkata: "engkau bukanlah iblis; engkau adalah makhluk surgawi! Aku menyayangimu walaupun engkau bertingkah laku seperti iblis." Mendengar kata-kata penuh kasih ini, iblis itu berubah menjadi seekor merpati dan terbang jauh. Kasih dapat merubah hati bahkan musuh bebuyutan. Adalah kasih universal jenis ini yang seharusnya dipupuk oleh setiap orang. Di dunia ini ada orang-orang yang memiliki keyakinan yang berbeda – Kristen, Muslim, Hindu, Zoroaster, dsb. Seharusnya tidak boleh ada perbedaan atau rasa curiga diantara pemeluk keyakinan yang berbeda ini, karena semua diantara mereka memegang teguh kebenaran dan Dharma. Adalah untuk memupuk persatuan diantara para pemeluk keyakinan yang berbeda ini dimana Guru Nanak mulai komunitas bhajan yang menghasilkan getaran keharmonisan dan kedamaian. Hari ini, dunia diganggu dengan konflik dan kekerasan. Kedamaian dan kesejahtraan hanya dapat terjadi ketika orang-orang mengarah pada jalan kasih dan moralitas, dan menuntun pada kehidupan yang penuh tujuan. 


- Divine Discourse, 25 Desember 1986

Seperti halnya seorang anak yang berhak atas kekayaan ayahnya, manusia memiliki klaim yang sama untuk kekayaan Tuhan berupa : kasih, kebenaran, ketabahan, kedamaian dan empati.



Thought for the Day - 14th November 2024 (Thursday)

The hearts of young pupils must be filled by you with noble yearning, so that they may be shaped into strong and sturdy instruments for raising India of the future to the glory which is her right. Gurus (teachers/preceptors) have to be examples which can inspire the pupils. They must practise what they preach. As the teacher, so the pupil. When the tap is turned, water flows down from the overhead tank. The quality of the tap water is the same as that of the water in the tank. When the heart of the Guru is full of goodness, selflessness, and love, pupils will express these virtues in every act of theirs. There are, it is said, more than 5000 Bala Vikas Gurus. If each one corrects and improves a hundred children, the nation would indeed be transformed. You must examine what has been attained since Bala Vikas came into being. This study must be done constantly. When Guru cultivates satwic (pure) nature, the students will grow into embodiments of pure nature. Guru should be alert so that the weeds of hatred, envy and similar vices do not take root in their own heart. 


- Divine Discourse, Nov 20, 1979.

The parents first and foremost, the teachers next, the comrades, playmates and companions next, and the various levels of society later - these shape the character of the children, and the destiny of the country.



Engkau harus mengisi hati dari anak-anak dengan kerinduan yang luhur, sehingga mereka dapat dibentuk menjadi pribadi yang kuat dan kokoh untuk membawa masa depan bangsanya menuju pada kemuliaan yang menjadi hak bangsa. Para Guru harus menjadi teladan yang mana menginspirasi anak-anak didik. Mereka harus menjalankan apa yang mereka katakan. Sebagaimana gurunya maka begitulah muridnya. Ketika keran dibuka maka air mengalir turun dari tangki atas. Kualitas air keran sama dengan kualitas air yang ada dalam tangki. Ketika hati guru penuh dengan kebaikan, tidak mementingkan diri sendiri, dan kasih, maka anak anak didik akan mengungkapkan nilai kebaikan itu dalam setiap tindakan mereka. Telah disebutkan terdapat lebih dari 5000 guru Bala Vikas. Jika setiap orang guru memperbaiki dan memupuk seratus anak-anak, maka bangsa akan benar-benar berubah. Engkau harus memeriksa apa yang telah dicapai sejak Bala Vikas hadir. Kajian ini harus terus menerus dilakukan. Ketika Guru memupuk sifat yang murni (satwik), anak-anak didik akan tumbuh menjadi perwujudan sifat murni. Guru harus menjadi waspada agar gulma berupa kebencian, iri hati dan sifat jahat lainnya tidak mengakar di dalam hati mereka. 


- Divine Discourse, 20 November 1979.

Pertama dan utama adalah orang tua, selanjutnya adalah guru, kawan, teman bermain dan sahabat adalah berikutnya, dan kemudian berbagai lapisan masyarakat – semuanya ini membentuk karakter anak-anak, dan takdir dari sebuah bangsa.



Thought for the Day - 13th November 2024 (Wednesday)

Do not, like some mental patients, be always worrying about some little ailment or another. Have courage, that is the best tonic. Do not give up before you have to. It is not long life that counts; if you live on and on, a time may come when you have to pray to the Lord to take you away, to release you from travail. You may even start blaming Him for ignoring you and blessing other luckier people with death! By all means, be concerned about success or failure in achieving the real purpose of life. Then you will get as many years as are needed to fulfill that desire. Yearn, yearn, yearn hard, and success is yours. Remember, you are all certain to win; that is why you have been called and have responded to the call to come to Me. What other task have I than the showering of Grace? Treat Me not as one afar but as very close to you. Insist, demand, claim Grace from Me; do not praise, extol, and cringe. Bring your hearts to Me and win My Heart. Not one of you is a stranger to Me. Bring your promises to Me and I shall give you My Promise. But first see that your promise is genuine and sincere; see that your heart is pure; that is enough. 


- Divine Discourse, Oct 10, 1961.

God is ever beside man, within him as Conscience, without him as Companion and Guide.



Janganlah seperti beberapa pasien dengan gangguan jiwa, yang selalu cemas dengan beberapa penyakit kecil atau yang lainnya. Miliki keberanian karena itu adalah obat penguat yang terbaik. Jangan menyerah sebelum engkau harus melakukannya. Bukan umur panjang yang penting; jika engkau hidup terus dan lama, pada waktunya nanti engkau harus berdoa memohon pada Tuhan agar mengambilmu untuk melepaskanmu dari penderitaan. Engkau bahkan mulai untuk menyalahkan Tuhan karena mengabaikanmu dan memberkati mereka yang beruntung dengan kematian! Dengan cara apapun, miliki perhatian pada keberhasilan atau kegagalan dalam mencapai tujuan hidup yang sejati. Kemudian engkau akan mendapatkan waktu sebanyak yang dibutuhkan untuk memenuhi keinginan itu. Rindukan, rindukan, rindukan dengan sungguh-sungguh maka keberhasilan adalah milikmu. Ingatlah, engkau pastinya akan berhasil; itulah sebabnya mengapa engkau telah dipanggil dan telah menanggapi panggilan untuk datang pada-Ku. Tugas apa lagi yang Aku miliki selain mencurahkan Rahmat? Jangan perlakukan Aku sebagai seseorang yang jauh namun sebagai seseorang yang sangat dekat denganmu. Bersikeras, tuntut, klaim Rahmat dari-Ku; jangan memuji, meninggikan derajat, dan merendahkan diri. Bawalah hatimu pada-Ku dan dapatkan hati-Ku. Tidak ada seorangpun darimu yang asing bagi-Ku. Bawalah janjimu pada-Ku dan Aku akan memberikanmu janji-Ku. Namun, pertama-tama pastikan bahwa janji-janjimu adalah sejati dan tulus; pastikan bahwa hatimu adalah murni; itu adalah cukup. 


- Divine Discourse, 10 Oktober 1961.

Tuhan selalu ada disamping manusia, dalam diri manusia sebagai Nurani, diluar diri manusia sebagai sahabat dan pembimbing.