Sunday, May 18, 2025

Thought for the Day - 18th May 2025 (Sunday)




Heads bloat only through ignorance; if the Truth be known, all men will become as humble as Bhartrihari. He was a mighty emperor who ruled from sea to sea; his decree was unquestioned; his will prevailed over vast multitudes of men. Yet, when he realised in a flash that life is but a short sojourn here below, he renounced his wealth and power, and assumed the ochre robes of the wandering monk. His countries and vassal princes shed genuine tears, for they loved and adored him. They lamented that he had donned the tattered robe of the penniless penitent and lived on alms. ‘What a precious possession you have thrown away? And, what a sad bargain you have made?’, they wailed. But, Bhartrihari replied, ‘Friends, I have made a very profitable bargain. This robe is so precious that even my empire is poor payment in exchange.’ That is the measure of the grandeur of the spiritual path that leads to God. The spirit of sacrifice is the basic equipment of the sevak. Without the inspiration of the sense of sacrifice, your seva will be hypocrisy, a hollow ritual.


- Divine Discourse,  26 Juni 1969.

Only through sacrifice can there be real enjoyment of what you acquire. What you earn with one hand, give away with the other.

 

Seseorang menjadi besar kepala hanya karena ketidaktahuan; jika kebenaran diketahui maka semua manusia akan menjadi rendah hati seperti halnya Bhartrihari. Dia adalah kaisar yang berkuasa dari laut ke laut; perintahnya tidak terbantahkan; kehendaknya ditaati oleh semua orang. Namun, ketika dia menyadari dalam sekejap bahwa hidup di dunia hanyalah perjalanan singkat, dia melepaskan kekayaan dan kekuasaannya, dan berkelana menjadi pertapa dengan mengenakan jubah berwarna oker. Negeri-negeri yang dia pimpin dan para pangeran bawahannya meneteskan air mata yang tulus karena mereka mencintai serta menghormatinya. Mereka meratapi bahwa kaisar mereka telah mengenakan jubah yang compang camping milik fakir miskin dan hidup dari sedekah. Mereka menangis, ‘Betapa berharga milik yang engkau lepaskan? Dan, betapa menyedihkan pertukaran yang engkau telah lakukan?’. Namun, Bhartrihari menjawab, ‘para sahabatku, aku telah membuat pertukaran yang sangat menguntungkan. Jubah ini adalah begitu berharga dimana bahkan kerajaanku pun tidak mampu untuk membayarnya.’ Begitulah agungnya jalan spiritual yang menuntun pada Tuhan. Semangat berkorban adalah perlengkapan utama dan mendasar dari pelayan sejati (sevak). Tanpa dorongan dari jiwa berkorban maka pelayananmu akan menjadi kemunafikan, ritual yang tanpa makna.


- Divine Discourse,  26 Juni 1969.

Hanya melalui pengorbanan seseorang bisa benar-benar menikmati apa yang dia peroleh. Apa yang engkau dapatkan dengan satu tangan maka kita berikan dengan tangan yang lain. 

Saturday, May 17, 2025

Thought for the Day - 17th May 2025 (Saturday)




There are four modes of writing, dependent on the material on which the text is inscribed. The first is writing on the water; it is washed out even while the finger moves. The next is writing on sand. It is legible until the wind blows it into mere flatness. The third is the inscription on rocks; it lasts for centuries, but it too is corroded by the claws of Time. The inscription on steel can withstand the wasting touch of Time. Have this so inscribed on your heart – the axiom that ‘serving others is meritorious, that harming others or remaining unaffected and idle while others suffer, is a sin.’ God is Love and can be won only through the cultivation and exercise of Love. He cannot be trapped by any trick; He yields grace only when His commands are followed – commands to love all, to serve all. When you love all and serve all, you are serving yourself most, yourself whom you love most! For God’s grace envelops you then, and you are strengthened beyond all previous experience.


- Divine Discourse, Jun 26, 1969.

Service broadens your vision. Widens your awareness. Deepens your compassion.


Ada empat cara menulis yang mana tergantung dari material tempat naskah itu ditulis. Cara pertama adalah menulis di atas air; dimana tulisan itu akan terhapus bahkan saat jari digerakkan. Cara kedua adalah menulis di atas pasir. Tulisan itu masih bisa dibaca sampai angin berhembus menghapusnya menjadi datar dan tidak berbekas. Cara ketiga adalah menulis di atas batu; tulisan itu akan bertahan selama berabad-abad, namun tulisan itu juga akan terkikis oleh sapuan waktu. Sedangkan tulisan di atas baja dapat menahan dari sentuhan waktu yang melemahkan. Tuliskan ini di dalam hatimu – sebuah aksioma bahwa ‘melayani orang lain adalah hal yang mulia, sedangkan menyakiti orang lain atau tetap diam dan tidak peduli saat orang lain menderita adalah sebuah dosa.’ Tuhan adalah kasih dan hanya bisa diraih melalui memupuk dan menjalani kasih. Tuhan tidak bisa dicapai dengan tipu daya apapun; Tuhan hanya mencurahkan anugerah-Nya ketika perintah-Nya dijalani  – yaitu perintah untuk mengasihi semuanya, melayani semuanya. Ketika engkau mengasihi semua dan melayani semuanya, sejatinya engkau sedang melayani dirimu sendiri, dirimu sendiri yang paling engkau sayangi! Karena kasih Tuhan menyelubungimu dan engkau dikuatkan melampaui semua pengalamanmu sebelumnya.


- Divine Discourse,  26 Juni 1969.

Pelayanan memperluas pandanganmu. Memperlebar kesadaranmu. Memperdalam kasih sayangmu.

Friday, May 16, 2025

Thought for the Day - 16th May 2025 (Friday)




Life is a four-storied mansion. For any edifice to be strong, the foundation has to be strong. The mansion is visible to the beholders. Its architecture is attractive and pleasing. But the foundation has no such attractions. Nevertheless, the safety of the mansion depends on the strength of the foundation. Every part of the mansion may have its own attractive feature. But the foundation has no feeling of pride about being the base on which the mansion stands, nor does it desire that anyone should take notice of it. The foundation is unaffected by praise or blame. The first floor of the mansion (of life) is brahmacharya (celibacy). The second floor is the grihastha (householder) stage. The third is vanaprastha (recluse). The fourth is the stage of sannyasa (renunciant). Many persons pass through all four stages. Some go through only three of them, and some others only two. But irrespective of the number of stages, the foundation is the base. The first stage (or floor) is that of brahmacharya. Students who are in the first floor of the mansion of life have to ensure the firmness of the foundation. This foundation consists of humility, reverence, morality, and integrity. The strength of the foundation depends on these four constituents.


- Divine Discourse, Feb 20, 1992.

In everyone’s life, childhood and youth are extremely important. This period of life should be regulated by practising purity and tranquillity.


Hidup itu adalah sebuah rumah besar dengan empat lantai. Untuk membuat bangunan apapun dengan kokoh maka pondasinya haruslah kuat. Rumah besar itu dapat dilihat oleh setiap orang. Arsitekturnya indah dan menyenangkan untuk dipandang. Namun pondasinya tidak memiliki daya tarik seperti itu. Meskipun begitu, keamanan dari rumah besar itu sangat tergantung dari kekuatan pondasinya. Setiap bagian dari rumah itu mungkin memiliki keunikan yang menawan. Namun pondasi tidak bangga dengan menjadi dasar dari tempat rumah itu berdiri, dan tidak juga memiliki keinginan agar siapapun memperhatikannya. Pondasi tidak terpengaruh oleh pujian atau celaan. Lantai pertama dari rumah hidup itu adalah brahmacharya (selibat atau masa belajar). Lantai kedua adalah grihastha (masa berumah tangga). Lantai ketiga adalah vanaprastha (menarik diri dari kehidupan duniawi). Lantai keempat adalah sannyasa (melepaskan ikatan duniawi). Banyak orang menjalani keempat tahapan ini. Beberapa lainnya hanya menjalani tiga tahap, dan beberapa lainnya hanya menjalani dua tahap saja. Namun berapapun jumlah tahapan yang dijalani, pondasinya adalah sama. Tahap atau lantai pertama adalah brahmacharya. Para pelajar yang ada di tahap pertama rumah hidup ini harus memastikan bahwa pondasi mereka benar-benar kuat. Pondasi ini terdiri dari kerendahan hati, penghormatan, moralitas, dan integritas. Kekuatan pondasi tergantung dari empat bagian penyusunnya ini.


- Divine Discourse, 02 Februari 1992.

Dalam hidup setiap orang, masa anak-anak dan masa muda adalah benar-benar sangat penting. Pada masa hidup ini harus diatur dengan menjalankan kesucian dan ketenangan.

Thursday, May 15, 2025

Thought for the Day - 15th May 2025 (Thursday)




The Cosmos should be regarded as the all-pervading form of God. Only by realising the feeling of unity in diversity can individuals and nations be redeemed. Today, divisive tendencies are rampant. There is discord between man and man. The world is turning into a kind of madhouse. All nations seem to be afflicted with some kind of lunacy. To kill one man, they are prepared to sacrifice a hundred lives. They have no regard for life. Men desire the fruits of good deeds, but do not perform good deeds. Men want to avoid the consequences of sinful actions, but are engaged in sinful deeds. How is this possible? It is not easy to escape from the consequences of one’s actions. But there is no need for despair. If one earns even a grain of grace from the Divine, a mountain of sins can be reduced to ashes. If one feels genuinely penitent, seeks God’s forgiveness, and takes refuge in God, all of one’s actions will get transformed. But without heartfelt penitence, this will not happen!


- Divine Discourse, Aug 24, 1991.

Spirituality is not living alone in solitude. Spirituality connotes having equal vision for all, living among all and serving all with Ekatma Bhava (feeling of oneness).


Alam semesta harus dipandang sebagai Tuhan yang meliputi segalanya. Hanya dengan menyadari perasaan kesatuan dalam keragaman maka individu dan bangsa dapat diselamatkan. Hari ini, kecendrungan memecah belah sedang merajalela. Ada perselisihan diantara satu manusia dengan manusia lainnya. Dunia sedang berubah menjadi seperti rumah sakit jiwa. Semua bangsa kelihatannya terjangkit kegilaan. Untuk menghabiskan satu orang, mereka siap untuk mengorbankan seratus nyawa. Mereka tidak menghargai kehidupan. Manusia menginginkan buah dari perbuatan baik, namun tidak melakukan perbuatan baik. Manusia ingin menghindari akibat dari perbuatan dosa, namun manusia terlibat dalam perbuatan penuh dosa. Bagaimana bisa seperti itu? Adalah tidak mudah untuk melepaskan diri dari akibat atas perbuatan yang dilakukan. Namun tidak perlu untuk putus asa. Jika seseorang mendapatkan bahkan sedikit karunia dari Tuhan maka segunung dosa dapat direduksi menjadi abu. Jika seseorang merasa benar-benar bertobat, mencari pengampunan pada Tuhan, dan berlindung pada Tuhan, maka seluruh perbuatan dari seseorang akan berubah. Namun tanpa pertobatan yang sepenuh hati maka hal ini tidak akan terjadi!


- Divine Discourse, 24 Agustus 1991.

Spiritualitas tidak berarti hidup dalam kesendirian. Spiritualitas berarti memandang semua dengan pandangan yang setara, hidup diantara semuanya dan melayani semuanya dengan perasaan kesatuan jiwa (Ekatma Bhava).

Wednesday, May 14, 2025

Thought for the Day - 14th May 2025 (Wednesday)




Nowadays, there is an inevitable pair of accessories in almost all vanity bags of ladies and even in gents’ pockets: a mirror and a comb. You dread that your charm is endangered when your hair is in slight disarray, or when your face reveals patches of powder; so you try to correct the impression immediately. While so concerned about this fast-deteriorating personal charm, how much more concerned should you really be about the dust of envy and hate, the patches of conceit and malice that desecrate your mind and hearts? Have a mirror and a comb for this purpose, too! Have the mirror of Bhakti (devotion), to judge whether they are clean and bright and winsome; have the comb of Jnanam or wisdom, for wisdom earned by discrimination straightens problems, resolves knots, and smoothens the tangle to control and channelise the feelings and emotions that are scattered wildly in all directions.


- Divine Discourse, Jun 26, 1969

Just as food and drink are needed to keep the body strong, contemplation of the Lord is needed to give strength to the mind.


Pada saat sekarang, ada sepasang alat rias yang selalu ada dan dibawa kemana-mana di dalam tas kosmetik wanita dan dalam saku pria yaitu cermin dan sisir. Engkau takut bahwa daya tarikmu menjadi memudar ketika rambutmu sedikit berantakan, atau ketika bedak di wajahmu tampak belang-belang; jadi engkau mencoba dengan segera memperbaiki keadaan itu. Sementara engkau begitu peduli dengan pesona diri yang cepat memudar ini, berapa banyak kepedulian yang seharusnya engkau berikan pada debu-debut seperti iri hati dan kebencian, bercak-bercak kesombongan dan kedengkian yang mengotori pikiran dan hatimu? Sediakan juga dua alat rias yaitu cermin dan sisir untuk tujuan ini! Sediakan cermin berupa Bhakti (pengabdian), untuk menilai apakah pikiran dan hati bersih dan bersinar serta menarik; sediakan sisir berupa Jnanam atau kebijaksanaan, karena kebijaksanaan diperoleh dari kemampuan membedakan dalam merapikan masalah, menyelesaikan simpul-simpul yang rumit, dan menata kekusutan untuk mengendalikan serta menyalurkan perasaan dan emosi yang tersebar liar ke segala arah.


- Divine Discourse, 26 Juni 1969

Seperti halnya makanan dan minuman yang dibutuhkan untuk menjaga tubuh tetap kuat, kontemplasi pada Tuhan dibutuhkan untuk memberikan kekuatan pada pikiran.

Tuesday, May 13, 2025

Thought for the Day 13th May 2025 (Tuesday)




Man today must understand how he can develop courage like Prahlada. Though they are quite capable of developing courage, yet youth and adults are full of fear today. It is necessary for man to develop courage and fortitude to overcome fear! He can get courage only from God. For this, he must develop faith in and devotion to God. You must face the world with courage. In the present situation of the world, our true strength is in courage and fortitude. When you cultivate devotion to God, you can face challenges of the world with confidence and courage. Life is a Challenge, Meet it. Life is a Game, Play it. You become a victim of fear because of lack of courage. So, develop the courage to face all the challenges of the world. Education does not mean merely the ability to read and write. What is vidya (education)? Sa vidya ya vimuktaye (True education is that which liberates). True education develops courage and fortitude in the learner. It is the need of the hour that we should lead our lives with courage, without faltering at any step to achieve success in all walks of life!


- Divine Discourse, Jun 2, 2003

If man knows his real nature, he will give no room for weakness or cowardice.


Manusia pada hari ini harus memahami bagaimana caranya agar dia bisa mengembangkan keberanian seperti halnya Prahlada. Meskipun manusia cukup mampu untuk mengembangkan keberanian, namun para pemuda dan orang dewasa pada hari ini penuh dengan ketakutan. Adalah perlu bagi manusia untuk mengembangkan keberanian dan ketabahan untuk mengatasi ketakutan! Manusia bisa mendapatkan keberanian hanya dari Tuhan. Karena inilah, manusia harus mengembangkan keyakinan dan bhakti pada Tuhan. Engkau harus menghadapi dunia dengan keberanian. Dalam keadaan saat sekarang di dunia, kekuatan kita sebenarnya ada pada keberanian dan ketabahan. Ketika engkau memupuk rasa bhakti pada Tuhan, engkau dapat menghadapi tantangan dunia dengan kepercayaan diri dan keberanian. Hidup adalah tantangan, hadapilah. Hidup adalah permainan, mainkanlah. Engkau menjadi korban dari ketakutan karena kurangnya keberanian. Jadi, kembangkan keberanian untuk menghadapi semua tantangan dunia. Pendidikan tidak berarti hanya kemampuan dalam membaca dan menulis. Apa itu Pendidikan (vidya)? Sa vidya ya vimuktaye (Pendidikan sejati adalah yang memberikan pembebasan). Pendidikan sejati mengembangkan keberanian dan ketabahan pada diri pelajar. Ini adalah kebutuhan saat ini dimana kita harus menjalani hidup dengan keberanian, tanpa adanya kebimbangan dalam langkah apapun untuk mencapai keberhasilan dalam semua aspek kehidupan!


- Divine Discourse, 02 Juni 2003

Jika manusia mengetahui jati dirinya, maka manusia tidak akan memberikan ruang bagi kelemahan atau sifat pengecut.

Thursday, May 8, 2025

Thought for the Day - 8th May 2025 (Thursday)




Your blood, food, head and money are gifts of your mother and father only. You should therefore offer due respect to them and be ever grateful to them. This is how you should love them. Give due respect to your parents; be grateful to them. But reserve your heart only for God. All worldly relations are transient like water bubbles. When you focus your mind on God, you should lovingly explain this to your mother. Then she will surely understand your mind and heart. The mother always wishes the welfare of her children. She always prays that her children should be good; should attain higher positions in life and receive God’s grace. When her child prostrates, she blesses saying, “Dear! Live for a hundred years; may you live happily with good health, prosperity and reputation!” Even though mother blesses, it is God who grants her prayer saying, Tathastu (so be it)! Without God’s grace, even mother’s prayers and blessings become futile! You may have a good number of bulbs all around you, but they are useless in the absence of the current. And there is no use of the current when there are no bulbs. Similarly, both mother’s blessings and God’s grace are what you should attain.


- Divine Discourse, May 6, 1997

Even great mothers cannot help their children when God’s grace is lacking. That is why the mothers pray to God for the welfare of their children


Darah, makanan, kepala dan uangmu semata-mata adalah pemberian dari ibu dan ayahmu. Maka dari itu engkau harus memberikan penghormatan yang benar kepada mereka dan selalu berterima kasih pada mereka. Begitulah seharusnya engkau menyayangi mereka. Hormati orang tuamu dan bersyukurlah pada mereka. Namun simpanlah hatimu hanya untuk Tuhan saja. Semua bentuk hubungan duniawi adalah bersifat sementara seperti halnya gelembung air. Ketika engkau memusatkan pikiranmu pada Tuhan, engkau harus menjelaskan dengan sopan dan kasih kepada ibumu. Kemudian ibumu pastinya akan memahami pikiran dan hatimu. Ibu selalu mendoakan kesejahtraan anak-anaknya. Ibu selalu berdoa agara anak-anaknya menjadi anak yang baik; dapat mencapai kedudukan yang lebih tinggi dalam hidup dan mendapatkan karunia Tuhan. Ketika anak-anaknya bersujud, ibunya akan memberkatinya dengan berkata, “anakku tersayang! Hiduplah untuk seratus tahun; semoga engkau hidup dengan kesehatan, kesejahtraan dan reputasi yang baik!” walaupun sang ibu memberkati, adalah Tuhan yang mengabulkan doanya dengan berkata, Tathastu (terjadilah)! Tanpa adanya karunia Tuhan, bahkan doa dan berkat ibu menjadi sia-sia saja! Engkau bisa saja memiliki bola lampu yang masih bagus di sekelilingmu, namun semuanya itu menjadi tidak berguna jika tidak adanya arus yang mengalir di dalamnya. Dan tidak ada gunanya arus jika tidak ada bola lampu. Sama halnya, adalah keduanya yaitu berkat ibu dan karunia Tuhan adalah yang engkau harus dapatkan.


- Divine Discourse, 6 Mei 1997

Bahkan ibu yang hebat tidak bisa menolong anak-anak mereka ketika tidak adanya karunia Tuhan. Itulah sebabnya mengapa ibu berdoa pada Tuhan untuk kesejahtraan anak-anaknya.