Friday, February 28, 2025

Thought for the Day - 28th February 2025 (Friday)

Thousands of you have gathered here from all corners of this world. You have put up with many discomforts, hardships, and inconveniences, in your struggle to earn grace. It has been for each of you a lesson in love, tolerance, fortitude and patience. Your innate quality of love has enabled you to share in joy and peace. Love makes you all theists. You must be labelled an atheist, if you have no love in you, however demonstrative your religiosity may be! If you believe that you can win the grace of God by means of vows, fasts, feasts, recitation of hymns of praise, offering of flowers, etc., you are woefully mistaken. Love alone is the essential condition. The Gita says you must be adhweshta sarva bhutanam - one with non-hatred towards all beings; but that is not enough. A wall has no hatred towards any being. Is that the ideal? No. You must positively love all beings, actively love, and actively engage yourself in acts of love. That alone wins the grace you crave for! 


- Divine Discourse, Feb 23, 1971.

When you become all-embracing infinite Love, the Divine will manifest in and through you.


Ribuan darimu telah berkumpul disini dari seluruh penjuru dunia. Engkau telah menanggung banyak ketidaknyamanan, kesulitan dan kesusahan, dalam usahamu untuk mendapatkan anugerah. Hal ini telah menjadi pelajaran bagi setiap orang darimu tentang kasih, toleransi, ketabahan dan kesabaran. Kualitas kasih bawaanmu telah memungkinkan bagimu untuk berbagi dalam suka cita dan kedamaian. Kasih membuatmu semua menjadi beriman. Engkau pastinya disebut sebagai ateis, jika engkau tidak memiliki kasih di dalam dirimu dan betapapun demonstratifnya religiusitasmu! Jika engkau percaya bahwa engkau bisa mendapatkan anugerah Tuhan dengan cara nazar, puasa, perayaan, melantunkan kidung pujian, mempersembahkan bunga, dst, maka engkau sangat keliru. Hanya kasih yang merupakan syarat yang mendasar. Bhagavad Gita menyatakan bahwa engkau harus menjadi adhweshta sarva bhutanam – seseorang yang tidak membenci semua makhluk; namun itu saja tidaklah cukup. Tembok tidak memiliki kebencian pada siapapun juga. Apakah itu yang ideal? Tidak. Engkau harus mengasihi semua makhluk secara positif, mengasihi secara aktif, dan secara aktif melibatkan dirimu dalam tindakan kasih. Hanya itu yang dapat memenangkan anugerah yang engkau dambakan! 


- Divine Discourse, 23 Februari 1971.

Ketika engkau menjadi kasih yang tidak terbatas yang mencakup segalanya, maka keilahian akan mewujud dalam dan melalui dirimu.

Thought for the Day - 27th February 2025 (Thursday)

The mind of man has to undergo transformation. It must promote not bondage but liberation. It must turn Godward and inward, not worldward and outward. Only then can attempts at economic, political and social transformation succeed in uplifting man's destiny. The mind plays many tricks to please you and give you a great opinion about yourselves. It revels in hypocrisy, riding on two horses at the same time. You may prostrate before Swami and declare that you have surrendered. But, once you are away, you may behave otherwise and allow faith to fade away. Even the thought that you have not benefited from the puja or japam you do, should not pollute your faith. To practise Sadhana is your duty, your innermost urge, your genuine activity. Leave the rest to the Will of God. This must be your resolve on holy Shivaratri! 


- Divine Discourse, Feb 29, 1984.

Without the training that the practice of dharma (righteousness) gives to your senses, feelings, and emotions, you cannot have steady faith and steady detachment.



Pikiran manusia harus mengalami perubahan. Pikiran harus didorong bukan untuk perbudakan tapi untuk pembebasan. Pikiran harus mengarah pada Tuhan dan ke dalam diri, dan bukannya pada duniawi dan ke arah luar. Hanya dengan demikian upaya dalam perubahan secara ekonomi, politik dan sosial dapat berhasil mengangkat nasib manusia. Pikiran memainkan banyak tipu muslihat untuk menyenangkanmu dan memberikanmu sebuah pandangan hebat tentang dirimu sendiri. Pikiran bersenang-senang dalam kemunafikan, menunggangi dua kuda pada waktu bersamaan. Engkau mungkin bersujud di hadapan Swami dan menyatakan bahwa engkau telah berserah diri. Namun, sekali engkau menjauh pergi, engkau mungkin berperilaku sebaliknya dan membuat keyakinan menjadi pudar. Bahkan pikiran yang berkata bahwa engkau tidak mendapatkan manfaat dari puja atau japam yang engkau lakukan, seharusnya tidak mencemari keyakinanmu. Untuk melakukan latihan spiritual (sadhana) adalah kewajibanmu, dorongan terdalammu, aktifitasmu yang tulus. Serahkan sisanya pada kehendak Tuhan. Ini harus menjadi tekadmu yang teguh pada perayaan Shivaratri yang suci! 


- Divine Discourse, 29 Februari 1984.

Tanpa pelatihan praktek dharma (kebajikan) diberikan pada Indera, perasaan dan emosimu maka engkau tidak bisa memiliki keyakinan dan tanpa keterikatan yang teguh.

Thought for the Day - 26th February 2025 (Wednesday)

Today is Shivaratri, the ratri (night) of Shivam (Goodness, Godliness, Good Fortune). It is an auspicious night because the mind can be made to lose its hold on man by devoting the night to prayer. The Moon is the presiding deity of the mind, according to the scriptures. The mind is kindred to the Moon as the eyes are to the Sun. Shivaratri is prescribed for the fourteenth night of the dark half of the month, the night previous to the new moon when the Moon suffers from total blackout. The Moon and the mind which it rules over are drastically reduced every month on the fourteenth night. When that night is devoted to vigilant adoration of God, the remnant of the wayward mind is overcome and victory is ensured. This month's Shivaratri is holier than the rest and so, it is called Mahashivaratri. With firm faith and a cleansed heart, the night should be spent in glorifying God. No moment should be wasted in other thoughts.


- Divine Discourse, 26 Februari 1987.

Shivaratri speaks of an auspiciousness which is inherent in darkness. It refers to the wisdom which exists in the midst of ignorance.


Hari ini adalah Shivaratri, ratri (malam) dari Shivam (kebajikan, keilahian, keberuntungan). Ini adalah malam yang penuh berkah karena pikiran dapat dibuat melepaskan cengkeramannya pada manusia dengan mendedikasikan malam dalam berdoa. Menurut naskah suci, Bulan adalah Dewa yang menguasai pikiran. Pikiran memiliki hubungan yang sangat erat dengan bulan sama halnya mata dengan matahari. Shivaratri dirayakan pada malam ke empat belas dalam paruh gelap bulan, yaitu malam sebelum bulan baru ketika bulan mengalami kegelapan total. Bulan dan pikiran yang dikuasainya secara drastis melemah setiap bulan pada malam keempat belas. Ketika malam itu didedikasikan sepenuhnya untuk memuja Tuhan dengan penuh kesadaran, maka sisa-sisa pikiran yang gelisah dapat diatasi dan keberhasilan bisa dicapai. Shivaratri bulan ini adalah lebih suci dibandingkan dengan yang lainnya, maka disebut dengan Mahashivaratri. Dengan keyakinan teguh dan hati yang disucikan, malam harus dihabiskan dalam memuliakan Tuhan. Tidak ada momen atau waktu yang boleh terbuang sia-sia untuk hal lainnya. 


- Divine Discourse, 26 Februari 1987.

Shivaratri menyampaikan ada keberkahan tersembunyi dalam kegelapan. Hal ini mengacu pada kebijaksanaan yang tetap ada di tengah-tengah ketidaktahuan.

Tuesday, February 25, 2025

Thought for the Day - 25th February 2025 (Tuesday)

The river is a part, a portion of the sea; it earns fulfilment when it returns to the sea and merges in its source. Fishes are of water. They live in water and die when deprived of water. The baby is a part of the mother. It cannot survive apart from the mother. The branch is a part of the tree. Cut it off, the tree gets dry and dies. Man is an amsha (a part) of God. He too cannot survive without God. He lives because of the urge to know God, his source. In the Bhagavad Gita the Lord declares (15-7): "All living beings are My amsha (part). I am in them as the Eternal Atma" He indicates. Man lives for a high purpose, not for submitting as the beast does to every demand of instinct and impulse. He has to install himself as the master, not crawl as a slave. He has the right to proclaim Shivoham (I am Shiva), "I am Achyuta" (I am the undiminishable fullness), "I am Ananda" (I am bliss). As soon as one becomes aware of his reality, the chains that bind him, iron as well as gold, fall off and he attains moksha (liberation).


- Divine Discourse, Feb 26, 1987.

Goodness, compassion, tolerance - through these three paths, one can see the Divinity in oneself and others.


Sungai adalah bagian dari laut; sungai mencapai pemenuhannya ketika sungai kembali ke laut dan menyatu dengan sumbernya. Ikan berasal dari air. Ikan-ikan hidup dalam air dan akan mati ketika terpisah dari air. Bayi adalah bagian dari ibunya. Bayi tidak bisa bertahan hidup tanpa ibunya. Cabang adalah bagian dari pohon. Jika cabang itu dipotong maka pohon itu akan mengering dan mati. Manusia adalah bagian (amsha) dari Tuhan. Manusia juga tidak bisa bertahan hidup tanpa adanya Tuhan. Manusia hidup karena dorongan untuk mengetahui Tuhan yang merupakan sumber dari manusia. Dalam Bhagavad Gita (15-7) Krishna menyatakan: "semua makhluk hidup adalah bagian (amsha) dari diri-Ku. Aku ada di dalam semuanya sebagai Atma yang kekal". Manusia hidup untuk tujuan yang luhur, dan bukan menyerah pada setiap dorongan atau tuntutan insting seperti halnya binatang buas. Manusia harus menempatkan dirinya sebagai tuan majikan dan bukannya merangkak sebagai budak. Manusia memiliki hak untuk menyatakan Shivoham (aku adalah Shiva), "aku adalah Achyuta" (aku adakah kesempurnaan yang tidak tergoyahkan), "aku adalah Ananda" (aku adalah kebahagiaan). Begitu seseorang menyadari kenyataannya yang sejati, maka rantai yang mengikatnya, apakah rantai itu terbuat dari emas atau besi akan terlepas dan manusia mencapai pembebasan (moksha).


- Divine Discourse, 26 Februari 1987.

Kebajikan, welas asih, toleransi – melalui tiga jalan ini, seseorang dapat melihat keilahian dalam dirinya dan diri orang lain.

Thought for the Day - 24th February 2025 (Monday)

The bee hovers around the lotus, it sits upon it, drinks the nectar; while drinking the sweet honey, it is silent, steadfast, concentrated, forgetful of all else! Man too behaves like that when he is in the presence of God. The hum of the bee ceases and is silent when drinking of nectar begins. Man too, sings, extols, argues, asserts, only until he discovers the rasa (sweet essence). That rasa is prema-rasa (the sweetness of love). Where there is love, there can be no fear, no anxiety, no doubt, no ashanti (absence of peace). When you are afflicted with ashanti you can be sure that your love is restricted, your love has some ego mixed in it. The experiencer of the prema (love) is the inner I, which is the reflection of the real ‘I’, the Atma (soul). When the senses are out of action, that ‘I’ will shine in its full glory. The senses are one's deadly foes; for, they drag your attention away from the source of joy inside you, to objects outside you. When you are convinced that they are at the bottom of this conspiracy to mislead you, you will certainly stop catering to them!


- Divine Discourse, Feb 26, 1968.

To be immersed in God's love and thoughts of God is the greatest enjoyment as well as true yoga.


Lebah terbang mengitari bunga teratai, hinggap di atasnya, minum nektar; saat minum madu nektar yang manis, lebah itu diam, teguh, fokus dan melupakan semua hal lainnya! Manusia juga berperilaku seperti itu ketika manusia ada dalam kehadiran Tuhan. Suara dengungan lebah berhenti dan menjadi tenang ketika kegiatan minum nektar dimulai. Manusia juga bernyanyi, memuji, berdebat, menegaskan, hanya sampai manusia menemukan rasa (intisari yang manis). Rasa itu adalah prema-rasa (rasa manis dari kasih). Dimana ada kasih, disana tidak akan ada ketakutan, tidak ada kecemasan, tidak ada keraguan, tidak ada ashanti (hilangnya kedamaian). Ketika engkau merasakan ashanti maka engkau dapat dipastikan bahwa kasihmu adalah terbatas, kasihmu memiliki ego yang tercampur di dalamnya. Dia yang mengalami prema (kasih) adalah sang Aku yang bersemayam di dalam diri, yang merupakan pantulan dari sang “Aku” yang sejati yaitu Atma (jiwa). Ketika indera-indera ini tidak berfungsi maka sang “Aku” ini akan bersinar dalam kemuliaan penuhnya. Indera adalah musuh bebuyutan dimana Indera menarik perhatianmu menjauh dari sumber suka cita yang ada di dalam dirimu, menuju pada objek yang ada di luar dirimu. Ketika engkau yakin bahwa indera-indera ini adalah dalang dari konspirasi yang menyesatkanmu, maka engkau pastinya berhenti melayani Indera-indera tersebut!


- Divine Discourse, 26 Februari 1968.

Dengan tenggelam dalam kasih Tuhan dan memikirkan Tuhan adalah kenikmatan yang terbesar yang sekaligus merupakan Yoga sejati.

Sunday, February 23, 2025

Thought for the Day - 23rd February 2025 (Sunday)

To make coal white, it is foolish to wash it in milk; the milk too gets black. You have to heat it red-hot, and continue the process until it is transformed into white ash! The white ash remains ash forever. Similarly, the tamasik mind (dull-witted and ignorant, represented by black) has to be transmuted into the rajasik stage (red or active and passionate) and then, to the satwik stage (white or calm and pious), by the process of spiritual discipline or heating. The blackness and the redness are produced by the qualities of greed and lust. Regular treatment with the drug of self-control (nigraha) will cure you of these. Holy days and occasions have been prescribed for inaugurating the treatment. The scriptures extol the drug and lay down the method of administration. The lives of saints encourage you to seek it and save yourself by it. Through these, man can ascend from the animal to the human level and from the human to the Divine! 


- Divine Discourse, Mar 09, 1967.

Transformation does not come easily; it has to happen slowly but steadily.


Untuk membuat batubara menjadi putih, adalah kebodohan mencucinya di dalam susu; hal ini akan membuat susu menjadi hitam. Engkau harus memanaskan batubara hingga merah membara, dan melanjutkan prosesnya sampai batubara berubah menjadi abu putih! Abu putih akan tetap menjadi abu selamanya. Sama halnya, pikiran yang bersifat tamasik (bodoh dan tidak tahu apa-apa dilambangkan dengan warna hitam) harus dirubah menjadi pikiran bersifat rajasik (merah atau aktif dan bersemangat) dan kemudian dilanjutkan merubahnya menjadi sifat satwik (putih atau tenang dan mulia), melalui proses disiplin spiritual atau pemanasan. Warna gelap dan kemerahan dihasilkan oleh sifat-sifat tamak dan birahi. Pengobatan teratur dengan obat berupa pengendalian diri (nigraha) akan menyembuhkanmu dari kedua sifat tadi. Perayaan hari suci dan acara tertentu telah ditetapkan untuk memulai pengobatan. Naskah suci memuji obat tersebut dan menetapkan metode pemberiannya. Sedangkan kehidupan orang-orang suci mendorongmu untuk mencarinya dan menyelamatkan dirimu melaluinya. Melalui semuanya ini, manusia dapat meningkat dari Tingkat binatang menuju tingkat manusia dan dari Tingkat manusia menuju illahi! 


- Divine Discourse, 09 Maret 1967.

Perubahan tidak datang dengan mudah; hal ini harus terjadi secara perlahan namun pasti.

Thought for the Day - 21st February 2025 (Friday)

Some people say that since God has no form, He does not exist. But, God has form. In this world, there is nothing that exists without form. According to science, the entire world is made up of atoms. They too have form. The Vedas say, Anoraneeyan Mahatomaheeyan (God is smaller than the smallest and bigger than the biggest). The atom is God. Right from the water you drink and the food you eat, everything is pervaded by atoms. It took thousands of years for the scientists to understand this truth. But the same truth was proclaimed by the tiny tot Prahlada ages ago. He said, “Do not have the feeling that God is here and He is not there. In fact, He is everywhere. You can find Him wherever you search for Him.” Bharat has been the birthplace of many noble souls like Prahlada who had experienced the omnipresent Divinity. Since ancient times, the Bharatiyas have worshipped earth, trees, anthills, and mountains because they believed that God is everywhere and in everything. 


- Divine Discourse, Mar 12, 1999.

Have Faith! The Lord always rushes toward the devotee faster than the devotee rushes toward Him!


Beberapa orang berkata bahwa karena Tuhan tidak memiliki wujud, maka Tuhan itu tidak ada. Namun, Tuhan memiliki wujud. Dalam dunia ini, tidak ada sesuatupun yang ada tanpa wujud. Sesuai dengan pengetahuan, seluruh dunia disusun oleh atom. Atom-atom ini juga memiliki wujud. Dalam Weda dikatakan, _Anoraneeyan Mahatomaheeyan_ (Tuhan adalah lebih kecil daripada yang paling kecil dan lebih besar daripada yang paling besar). Atom itu adalah Tuhan. Mulai dari air yang engkau minum dan makanan yang engkau makan, segala sesuatu dipenuhi oleh atom. Memerlukan waktu ribuan tahun bagi para ilmuwan untuk memahami kebenaran ini. Namun kebenaran yang sama telah dinyatakan oleh seorang anak kecil yang bernama Prahlada sebelumnya. Prahlada berkata, “Jangan memiliki perasaan bahwa Tuhan ada disini dan tidak ada disana. Sejatinya, Tuhan ada dimana-mana. Engkau dapat menemukan dimanapun engkau mencari-Nya.” Bharat telah menjadi tempat lahir dari banyak jiwa-jiwa agung seperti Prahlada yang telah mengalami kehadiran Tuhan yang ada dimana-mana. Sejak jaman dahulu, Bharatiya telah memuliakan bumi, pohon, rumah semut dan gunung karena mereka mempercayai bahwa Tuhan ada dimana-mana dan dalam segala sesuatu. 


- Divine Discourse, 12 Maret 1999.

Miliki keyakinan! Tuhan selalu bergegas lebih cepat menuju bhakta daripada bhakta bergegas menuju Tuhan!