Thursday, September 29, 2011

Thought for the Day - 29th September 2011 (Thursday)

To concentrate effectively, fix your attention on a form that gives you joy. Sit in the Padmasana (lotus) pose and fix your eyes on the tip of your nose. In the beginning, practice meditation for a minute; then for three minutes. A few days later, try for six minutes and after some time, for as long as nine minutes. Thus, the concentration has to be strengthened gradually, without undue hurry. Slowly, the mind can be held for even half an hour. Slowly and steadily, the discipline must be developed. With practice, the mind will get fixed and the power of concentration will increase. To attain concentration and acquire one-pointedness, you must undergo exertion to some extent. You must fasten your mind on the Lord and keep off all other thoughts from the mental plane. By constant exercise of this type, your vision will be firmly fixed on the Lord residing in your heart. That is, verily, the goal, the full fruition of meditation.

Untuk berkonsentrasi efektif, tentukanlah perhatianmu pada satu wujud (Tuhan) yang dapat memberimu sukacita. Duduklah dengan sikap Padmasana (lotus) dan arahkanlah mata-mu pada ujung hidung-mu. Pertama-tama, praktekkanlah meditasi selama satu menit; kemudian selama tiga menit. Beberapa hari kemudian, cobalah selama enam menit dan setelah beberapa waktu, selama sembilan menit. Jadi, konsentrasi harus diperkuat secara bertahap, tanpa terburu-buru yang tidak semestinya. Secara perlahan-lahan, pikiran dapat dikonsentrasikan bahkan dalam waktu setengah jam. Disiplin seperti ini hendaknya dikembangkan dengan mantap, secara perlahan-lahan. Dengan melakukan praktek yang terus-menrus, pikiran akan konstan dan daya konsentrasi akan meningkat. Untuk mencapai konsentrasi dan mendapatkan satu-kemanunggalan, engkau harus melakukan usaha sampai pada suatu taraf tertentu. Engkau harus mengikatkan pikiranmu pada Tuhan dan menjaga pikiranmu dari semua pikiran-pikiran lainnya yang dapat mengganggu konsentrasimu. Dengan latihan yang konstan seperti ini, visi-mu akan mantap pada Tuhan yang berada dalam hati-mu. Sesungguhnya, inilah tujuan dari meditasi, artinya meditasi yang engkau lakukan berhasil dengan baik.

-BABA

Wednesday, September 28, 2011

Thought for the Day - 28th September 2011 (Wednesday)

Upasana means the acquisition of the Presence of the Divine, the achievement of the Bliss of adoration. Vedic tradition sanctions four paths as legitimate and fruitful to win this achievement. They are called Sathyavathi, Angavathi, Anyavathi and Nidaanavathi. We shall consider the path of Sathyavathi today. The scripture defines the Divine thus: “Sarva Vyaapinam Aatmaanam, Ksheere sarpith iva arpitham”—The Atma is immanent everywhere, just as ghee inter-penetrates every drop of milk. When the seeker pursues the Truth with this conviction urging his endeavour, his spiritual practices are called Sathyavathi (Truth-based). “Maaya thitham idam sarvam, jagada-vyaktha moorthinaa,” the Lord declares. “In My latent form, I am in entire Creation, operating the mystery. See in Me all this, see all this as Me.” When one succeeds in this effort the Sathyavathi path will lead to success. “I shall be visible to you as all this and in all this,” the Lord assures. The Lord promises this vision of Immanence and Transcendence to whomsoever that persists with sincerity on this Sathyavathi path.

Upasana berarti akuisisi/ menerima Kehadiran Tuhan dan mencapai kebahagiaan sejati (bliss) dari pemujaan. Tradisi Weda mendukung empat jalan yang sah dan bermanfaat untuk mendapatkan pencapaian ini, yaitu: Sathyavathi, Angavathi, Anyavathi dan Nidaanavathi. Hari ini, kita akan membahas jalan Sathyavathi. Kitab Suci mendefinisikan Divine (Tuhan) sebagai berikut: "Sarva Vyaapinam Aatmaanam, Ksheere sarpith iva arpitham"- Atma adalah imanen (tetap ada) di mana-mana, seperti ghee yang ada dalam setiap tetes susu. Ketika para pencari kebenaran (peminat spiritual) mengejar Kebenaran dengan keyakinan seperti ini, praktek spiritualnya disebut Sathyavathi (berdasarkan Kebenaran). Tuhan bersabda, "Maaya thitham idam sarvam, jagada-vyaktha moorthinaa. "Dalam wujud laten-Ku, Aku berada dalam seluruh Penciptaan, menjalankan seluruh misteri (penciptaaan). Lihatlah semuanya ini di dalam Diri-Ku, lihatlah semuanya ini sebagai Aku.” Ketika seseorang berhasil pada jalan Sathyavathi, maka akan membawa kesuksesan. "Aku akan terlihat oleh-mu karena Aku berada dalam semuanya dan semuanya berada dalam Diri-Ku, “demikian jaminan Tuhan. Tuhan berjanji vision (pandangan) ini imanensi dan transendensi bagi siapapun yang dengan ketulusan tetap melakukan jalan Sathyavathi ini.

-BABA

Tuesday, September 27, 2011

Thought for the Day - 27th September 2011 (Tuesday)

The senses are always extrovert by nature. Therefore, they drag the ignorant perpetually towards external objects. So the spiritual aspirant, endowed with discrimination and renunciation, must place obstacles in their outward path and suppress their outbursts, just as the charioteer, wielding the whip and the reins does to the raging steeds. Uncontrolled senses cause great harm. Hence, cultivate good habits before concentration. Concentration must have Sathwa-guna (pure qualities) as its basis. The mind has to be purified by proper treatment of the character through good habits. Concentration has to follow this purification process, not precede it. All efforts for concentration without cleansing the mind are a sheer waste of time. Many great people have ruined their careers by aspiring early for concentration, without the discipline of good habits.

Indera selalu mementingkan sifat-sifat lahiriah. Oleh karena itu, indera secara terus-menerus menyeret mereka yang tidak memiliki pengetahuan (bodoh) pada objek-objek eksternal. Untuk itu, para aspiran (peminat spiritual), diberikan diskriminasi (kemampuan membedakan) dan penolakan, hendaknya dapat menekan keinginan mereka yang meledak-ledak, dapat diibaratkan seperti kusir, memegang cambuk dan tali kekang untuk mengendalikan kuda-kuda. Indera yang tidak terkontrol sangat membahayakan. Untuk mengontrol indera, tingkatkanlah konsentrasi dan meditasi, serta mengembangkan kebiasaan-kebiasaan yang baik. Konsentrasi harus memiliki Sathwa-guna (kualitas murni) sebagai dasarnya. Pikiran harus dimurnikan dengan perlakuan yang tepat untuk membentuk karakter melalui kebiasaan-kebiasaan yang baik. Konsentrasi harus mengikuti proses pemurnian, bukan mendahuluinya. Semua upaya untuk konsentrasi tanpa pemurnian pikiran adalah sia-sia belaka. Banyak orang-orang hebat telah merusak karir mereka karena memulai konsentrasi tanpa menerapkan disiplin dengan melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik.

-BABA

Monday, September 26, 2011

Thought for the Day - 26th September 2011 (Monday)

The root of the word ‘Veda’ means ‘to know’. Vedas are also known as Chandas. This name means pleasant, joyous. It also conveys an important aspect of the Vedas—shielding, fostering, promoting the welfare of humans engaged in the unceasing round of worldly affairs, and conferring the ultimate liberation. Humans are ever caught up in activities pursued with the profit available as the purpose. They have to be moulded as righteous men and women. The Vedas have to shield the Karma-lovers from destruction from the evil temptation to court unrighteousness, and the inquiry-fond Jnana seekers from the evil temptation to pursue the pleasure-bound senses. Through their role as armour or shield, they shower Bliss on everyone who rely on them. The sacred ceremonies and rituals that Vedas expound confer joy and bliss not only on the participants but also on the entire world and even the worlds beyond.

Akar kata 'Veda' berarti 'tahu (mengetahui)'. Veda juga dikenal sebagai Chandas. Nama ini berarti menyenangkan. Arti pnting lain dari kata Veda adalah - melindungi, mengembangkan, meningkatkan kesejahteraan manusia yang tiada henti-hentinya dilibatkan dalam urusan duniawi, dan akhirnya memberikan pembebasan. Manusia sesungguhnya terjebak dalam aktivitas-aktivitas dengan mengejar keuntungan sebagai tujuannya, padahal mereka seharusnya menjadi manusia yang benar. Veda hendaknya melindungi manusia pada jalan Karma dengan menghancurkan kejahatan, dan melindungi para pencari pengetahuan (Jnana) dari godaan indera. Melalui peran Veda sebagai pelindung atau perisai, Veda dapat mencurahkan kebahagiaan sejati bagi setiap orang yang bergantung padanya. Upacara dan ritual suci seperti penjelasan dalam Veda, dapat memberikan sukacita dan kebahagiaan tidak hanya pada penganutnya tetapi juga pada seluruh dunia bahkan juga untuk di alam baka.

-BABA

Sunday, September 25, 2011

Thought for the Day - 25th September 2011 (Sunday)

Control your senses as well as the mind. Remember, the senses can do nothing by themselves. They are not independent. If the mind is brought under control, the senses can also be controlled. Some people undergo mere asceticism of the senses in order to control the mind! They are ignorant of the real discipline that is necessary. Real discipline is the destruction of desire. However vigilant warders may be, a clever robber can still steal in a hundred amazing ways. So too, however skillfully you may try to control the senses, the mind will drag them to its side and execute its desires through them. Therefore, the aspirant should establish mastery over the external senses. Then, the mind, immersed in the Vishaya, the continuous succession of worldly relationships, has to be controlled by means of Shanthi (peace) and Vairagya (renunciation). When that is done, one can experience Ananda (spiritual bliss) and visualise the Atma (Divine Self) within at all times.

Kontrollah inderamu demikian pula pikiranmu. Ingatlah, bahwa indera tidak dapat melakukan apapun; ia bukanlah berdiri sendiri. Jika pikiran dapat dikendalikan, maka indera-pun dapat dikendalikan. Beberapa orang melakukan asketisme (tapa brata) untuk mengendalikan pikiran! Mereka mengabaikan disiplin yang sebenarnya diperlukan. Disiplin yang sejati adalah dengan menghilangkan keinginan. Bagaimanapun waspadanya para penjaga penjara (sipir), para pencuri yang cerdas masih bisa mencuri dalam seratus cara yang menakjubkan. Demikian juga, bagaimanapun terampilnya engkau mencoba untuk mengontrol indera, pikiran akan mencoba menyeretnya dan melaksanakan keinginannya melalui indera. Oleh karena itu, para aspiran (pencari spiritual) hendaknya menguasai indera eksternal mereka. Kemudian, pikiran, tenggelam dalam Vishaya. Hubungan yang terus-menerus dengan duniawi, harus dikontrol dengan cara Shanthi (kedamaian) dan Vairagya. Ketika hal ini dilakukan, seseorang dapat mengalami Ananda (kebahagiaan spiritual) dan memvisualisasikan Atma setiap saat.

-BABA