Sunday, December 31, 2017

Thought for the Day - 31st December 2017 (Sunday)

Love for God can grow only in a well-ploughed heart, free from weeds. So prepare your heart through Namasmarana (constant recital of the divine name). This is called Chitta shuddhi yoga - The path of Consciousness-cleansing. Charge every second of time with the Divine current that emanates from the name. Have the name of the Lord always on your tongue and in your breath, ever. That will evoke His form, as the inner core of everything, every thought and turn of events. That will provide you with His company, and contact with His unfailing energy and bliss. That is the Satsanga (good association) that gives you maximum benefit. Converse with God who is in you, and derive courage and consolation from Him. He is the Guru most interested in your progress. Do not seek the Guru outside you, in hermitages or holy places. The God in you is father, mother, preceptor, and friend. God is Love; live in Love - that is the direction indicated by the sages.


Kasih untuk Tuhan hanya dapat tumbuh dalam hati yang dirawat dengan baik dan bebas dari rumput liar. Jadi persiapkan hatimu melalui Namasmarana (pengulangan nama suci Tuhan terus menerus). Ini disebut dengan Chitta shuddhi yoga – Jalan kesadaran - pembersihan. Isi setiap detik dari waktu yang ada dengan arus Tuhan yang muncul dari nama Tuhan. Miliki nama suci Tuhan untuk selalu di lidahmu dan dalam nafasmu selamanya. Itu akan membangkitkan wujud-Nya, sebagai inti dalam dari segala sesuatu, setiap pikiran dan perubahan dari apa yang sedang terjadi. Namasmarana akan menyediakanmu pergaulan dengan Tuhan, dan terhubung dengan energi dan kebahagiaan-Nya yang tidak pernah berhenti. Namasmarana adalah Satsanga (pergaulan yang baik) yang memberikanmu keuntungan yang maksimal. Berbicara dengan Tuhan yang bersemayam di dalam dirimu, dan mendapatkan keberanian dan penghiburan dari-Nya. Tuhan adalah Guru yang paling tertarik dengan kemajuanmu. Jangan mencari Guru di luar dirimu, di tempat pertapaan atau tempat suci. Tuhan dalam dirimu adalah ayah, ibu, guru, dan sahabat. Tuhan adalah kasih; hiduplah dalam kasih – itu adalah arah yang ditunjukkan oleh para orang bijak. (Divine Discourse, Mar 01, 1968)

-BABA

Saturday, December 30, 2017

Thought for the Day - 30th December 2017 (Saturday)

Make a list of all the things for which you have cried so far. You will find that you have craved only for paltry things, for momentary distinctions, and for fleeting fame. From now on, you should cry only for God, for your own cleansing and consummation. You should weep, wailing for the six cobras that have sheltered themselves in your mind, poisoning it with their venom - Lust, anger, greed, attachment, pride and malice. Quieten them as the snake charmer does with his swaying flute. The music that can tame them is the singing aloud of the name of God. And when they are too intoxicated to move and harm, catch them by the neck and pull out their fangs as the charmer does. Thereafter they can be your playthings; you can handle them as you please. When these are laid low, you will gain equanimity. You will be unaffected by honour or dishonour, profit or loss, joy or grief!


Buatlah sebuah daftar semua hal yang telah engkau rindukan selama ini. Engkau akan menemukan bahwa engkau hanya menginginkan hal-hal yang sepele, untuk perbedaan sesaat dan ketenaran yang singkat. Mulai dari sekarang, engkau seharusnya hanya menginginkan Tuhan untuk pembersihan dan penyempurnaan dirimu sendiri. Engkau seharusnya menangis keras, meratap terhadap enam kobra yang berlindung di dalam pikiranmu, meracuni pikiran dengan bisanya yaitu – nafsu birahi, amarah, ketamakan, keterikatan, kesombongan, dan kebencian. Tenangkan enam ular kobra itu seperti yang dilakukan pawang ular dengan serulingnya yang bergoyang, musik yang dapat menjinakkan enam ular kobra itu adalah dengan melantunkan dengan keras nama suci Tuhan. Dan ketika enam ular kobra itu terlalu aktif bergerak dan menyakiti maka tangkap lehernya dan cabut taringnya seperti yang dilakukan pawang ular. Setelah itu enam ular kobra itu bisa menjadi mainanmu; engkau dapat menanganinya sesukamu. Ketika enam kekaburan batin ini direndahkan, engkau akan mendapatkan ketenangan hati. Engkau tidak akan terpengaruh lagi dengan kehormatan atau penghinaan, keuntungan atau kerugian, suka atau duka cita! (Divine Discourse, Mar 26, 1968)

-BABA

Friday, December 29, 2017

Thought for the Day - 29th December 2017 (Friday)

Do you like the voice of a crow? You drive the crow away when it starts to ‘caw’! Its voice is harsh and too loud! On the other hand, the cuckoo looks just like the crow, but everyone likes to hear its sweet voice, isn’t it? God blessed you with a tongue to express your thoughts, ideas, feelings, desires, prayers, joys and sorrows. If you are angry, you use it to speak out harsh words in a loud tone. When you are happy, you use it to speak soft words in a low and pleasant voice. I ask that you use your tongue only for your good and the good of others. If you speak harshly to another, they too respond loudly and harshly; angry words leads to more angry reactions. But if you use soft and sweet words when another is angry towards you, they will calm down and be sorry that they used their tongue in that way. So always speak softly and sweetly!


Apakah engkau menyukai suara burung gagak? Engkau segera mengusir burung gagak itu ketika burung gagak mulai mengeluarkan bunyinya! Bunyinya terdengar kasar dan juga terlalu keras! Sebaliknya, burung tekukur kelihatan seperti burung gagak, namun setiap orang suka mendengar suaranya yang lembut. Tuhan memberkatimu dengan sebuah lidah untuk mengungkapkan gagasan, ide, perasaan, keinginan, doa, suka serta duka citamu. Jika engkau marah, engkau menggunakan lidah untuk mengucapkan kata-kata yang kasar dengan nada keras. Ketika engkau senang, engkau menggunakan lidah untuk berbicara dengan kata-kata yang sopan dan suara yang menyenangkan. Aku memintamu untuk menggunakan lidahmu hanya untuk kebaikanmu dan kebaikan yang lainnya. Jika engkau berbicara dengan kasar kepada yang lain, maka mereka juga memberikan respon dengan keras dan kasar; kata-kata amarah membawa pada reaksi yang lebih marah. Namun jika engkau menggunakan kata-kata yang lembut dan sopan ketika yang lain marah kepadamu, maka mereka akan menjadi tenang dan menyesal karena menggunakan lidah mereka seperti itu. Jadi selalulah berbicara dengan sopan dan lembut! (Divine Discourse, May 16, 1969)

-BABA

Thursday, December 28, 2017

Thought for the Day - 28th December 2017 (Thursday)

Hypocrisy is rampant now in the spiritual field more than ever before. There is iron and magnet. The magnet will draw the iron to itself; that is the destiny of both. But, if the iron is covered with rust, the grace of the magnet may not operate strong enough to draw the iron near. Greed for sensual pleasure will certainly act as rust! It acts as dust, which induces rust; the rust will ultimately ruin the iron itself and change its innate nature. So, the iron must be tested constantly and dusted. Then, when it contacts the magnet, it too earns the magnetic quality and achieves its quest. That achievement is the best for both magnet and iron. The dust of sensual greed can be prevented by keeping good company, and putting into practice the axioms of good conduct that one learns from it!


Kemunafikan semakin merajalela saat sekarang dalam bidang spiritual bahkan melebihi sebelumnya. Ada besi dan magnet. Magnet akan menarik besi pada dirinya karena itulah takdir bagi keduanya. Namun, jika besi diliputi dengan karat, maka daya tarik magnet tidak akan bisa berjalan dengan cukup kuat untuk menarik besi menjadi lebih dekat. Ketamakan untuk kesenangan sensual pastinya adalah sebagai karat itu! Kesenangan sensual bertindak sebagai debu yang menarik karat dimana karat itu pada akhirnya akan menghancurkan besi itu sendiri dan merubah sifat alaminya. Jadi, besi harus diuji dan dibersihkan secara terus menerus. Kemudian, ketika besi bersentuhan dengan magnet, maka besi bisa mendapatkan kualitas dari magnet dan mencapai pencariannya. Pencapaian itu adalah yang terbaik bagi keduanya yaitu magnet dan besi. Debu dari ketamakan sensual dapat dicegah dengan tetap menjaga pergaulan yang baik dan menjalankan kebenaran dari tingkah laku yang baik yang seseorang pelajari dari pergaulan yang baik ini! (Divine Discourse, Mar 11, 1968)
-BABA

Wednesday, December 27, 2017

Thought for the Day - 27th December 2017 (Wednesday)

Develop brotherly feelings for all. God is one. Love is one. Genuine love transcends caste, colour and creed. Truth is one. The goal is one. For, all roads must lead to the one God. How then can you quarrel and fight with your brethren? Our culture has emphasised the valid ways in which you must spend your energy and money - to serve the distressed, the diseased, the hungry, the illiterate, the ill-housed and the ill-clothed. It condemns the spending of energy and money for pomp, vengeance, competitive faction and material triumphs. Wealth is to be held on trust and used for promoting the brotherhood of man and the fatherhood of God. It also clearly lays down that nothing should be done to damage any one's faith in God or in his own self. Faith is a tender plant and it needs all the nurture that you can give.


Kembangkanlah perasaan persaudaraan untuk semuanya. Tuhan itu satu. Cinta-kasih itu satu. Cinta-kasih sejati melampaui kasta, warna kulit, dan kepercayaan. Kebenaran adalah satu. Tujuannya adalah satu. Oleh karena itu, semua jalan harus mengarah pada satu Tuhan. Lalu, bagaimana engkau bisa bertengkar dan berselisih dengan saudara-saudaramu? Budaya kita telah menekankan cara-cara yang benar di mana engkau harus menghabiskan energi dan uang-mu - untuk melayani orang-orang yang menderita, orang-orang yang sakit, orang-orang yang kelaparan, buta huruf, yang tidak memiliki tempat tinggal, dan mereka yang tidak memiliki pakaian. Budaya kita mengecam pengeluaran energi dan uang untuk kemegahan, pembalasan dendam, persaingan, dan kemenangan material. Kekayaan harus dipegang dengan keyakinan dan digunakan untuk meningkatkan persaudaraan manusia dan kebapaan Tuhan. Ini juga dengan jelas mengungkapkan bahwa tidak ada yang seharusnya dilakukan untuk merusak keyakinan seseorang terhadap Tuhan atau dirinya sendiri. Keyakinan dapat diibaratkan sebagai tanaman yang lemah dan ia memerlukan semua pemeliharaan yang bisa engkau berikan. (Divine Discourse, May 12, 1969)

-BABA

Tuesday, December 26, 2017

Thought for the Day - 26th December 2017 (Tuesday)

Jesus was compassion (karuna) come in human form. He spread the spirit of compassion and conferred solace on the distressed and the suffering. Good works always provoke the wicked. But one should not falter or fear when opposition obstructs. The challenge gives joy, it evokes hidden sources of strength and brings down grace to reinforce the effort. Pleasure springs during the interval between two pains. One has to struggle with difficulties in order to taste the delight of victory. Jesus was the target for many mighty obstacles and He braved them all. Jesus was love incarnate. He manifested love in the form of service. Jesus wore himself out in such service. The heart full of compassion is truly the temple of God. Develop compassion. Serve food to the hungry, solace to the forlorn, and consolation to the sick and the suffering. Live in Love. Be good, do good and see good. This is the way to God.


Yesus adalah welas asih (karuna) yang datang dalam wujud manusia. Beliau menyebarkan semangat belas kasih dan memberikan penghiburan kepada orang-orang yang tertekan dan menderita. Jalan kebaikan selalu menimbulkan munculnya kejahatan. Tetapi seseorang hendaknya tidak goyah atau takut saat lawan menghambat jalan kebaikan. Penolakannya memberi kegembiraan, hal itu membangkitkan sumber kekuatan tersembunyi dan membawa berkat untuk memperkuat upaya ke arah kebaikan. Kegembiraan merupakan selang waktu antara dua rasa sakit. Kita harus berjuang dengan kesulitan untuk merasakan kegembiraan kemenangan. Yesus adalah sasaran dari begitu banyak rintangan besar dan Beliau menangkis mereka semuanya. Yesus adalah cinta-kasih yang berinkarnasi. Ia mewujudkan cinta-kasih dalam bentuk pelayanan. Yesus memakai dirinya dalam pelayanan seperti itu. Hati yang penuh welas asih sebenarnya adalah kuil Tuhan. Kembangkan welas asih. Sediakan makanan bagi orang yang lapar, berikan penghiburan kepada orang yang bersedih, dan berikan penghiburan kepada orang sakit dan mengalami penderitaan. Hiduplah dalam cinta-kasih. Jadilah orang baik, berbuat baik, dan lihat yang baik. Inilah jalan menuju Tuhan. (Divine Discourse, Dec 25, 1981)

-BABA

Monday, December 25, 2017

Thought for the Day - 25th December 2017 (Monday)

Jesus was supremely pure and sacred. To forget Jesus' teachings and to profess love for Him is no love at all. You must all remember: "God is One. Love is God. Live in Love." There is no use in merely invoking the name of Jesus and praying to Him without regard to His most vital message: "God is in everyone. Do not revile anyone. Do not cause harm to anyone." This was Jesus' greatest message. Jesus sacrificed his life to establish "Peace on earth and goodwill amongst all human beings”. Without peace, mankind cannot achieve progress in any sphere, be it material, spiritual or moral. What the world needs today is the redeeming and unifying force of love that Jesus gave - love which continually expands and embraces more and more people. Mankind should become one family. The world will then become a paradise. Hence today onwards, give up narrow ideas regarding your religion, nation, caste or creed, and develop a broad outlook. I wish you all happiness.


Yesus sangat murni dan sakral. Melupakan ajaran Yesus dan menyatakan cinta kepada-Nya, sama sekali bukan merupakan cinta-kasih. Engkau semua harus ingat: "Tuhan itu Satu. Cinta-kasih adalah Tuhan. Hiduplah dalam Cinta-kasih." Tidak ada gunanya hanya memohon nama Yesus dan berdoa kepada-Nya tanpa memperhatikan pesan-Nya yang paling penting: "Tuhan ada di dalam setiap orang. Janganlah mencerca siapapun. Janganlah menyakiti siapapun." Inilah pesan mulia Yesus. Yesus mengorbankan hidup-Nya untuk menegakkan "Perdamaian di bumi dan amal baik di antara semua manusia." Tanpa perdamaian, manusia tidak dapat mencapai kemajuan dalam bidang apapun, baik itu material, spiritual, atau moral. Apa yang dibutuhkan dunia saat ini adalah kekuatan cinta-kasih penebusan dan pemersatu yang telah diberikan Yesus – cinta-kasih yang terus-menerus berkembang luas dan merangkul lebih banyak orang. Umat manusia hendaknya menjadi satu keluarga. Maka dunia kemudian akan menjadi surga. Oleh karena itu, mulai saat ini dan seterusnya, tinggalkan gagasan sempit mengenai agama, bangsa, kasta, atau kepercayaanmu, dan kembangkan pandangan yang luas. Aku menginginkan engkau semuanya bahagia. (Divine Discourse, Dec 25, 1985)

-BABA

Thought for the Day - 24th December 2017 (Sunday)

Far more beneficial than honouring the great is the practice of loving them. Praise and eulogy will raise them to an unreachable pedestal. Love binds one heart to another. Gratitude for the inspiration and instruction received must bind hearts in love. Celebration of Christmas should not include some carols, tableaux, artificial trees and Santa Claus. It must be soaked in the resolution to practice at least a few lessons Jesus taught us. The very first need is faith in God and in our own Divine Nature. Spiritual joy, appreciation, and the vision (Darshan) of God must become the natural breath of life and the very purpose of your existence. Jesus taught by precept and example to mankind the Atmic principle which is the eternal source of bliss. Whatever you do, wherever you are, however you fare, be convinced that you are ever in God. Know that all is Divine and all acts are offerings to the glory of God. In this manner make your lives fruitful.


Jauh lebih bermanfaat menerapkan cinta kasih pada orang yang mulia daripada hanya menghormati mereka. Pujian dan sanjungan akan mengangkat mereka ke posisi yang tidak terjangkau. Cinta-kasih mengikat pada satu hati menuju ke hati yang lainnya. Bersyukur atas inspirasi dan instruksi yang diterima harus mengikat hati dalam cinta-kasih. Perayaan Natal bukan sekedar menyanyikan lagu-lagu pujian, pertunjukan, pohon natal, dan Santa Claus. Natal seharusnya dimaknai dengan meresapi untuk menjalankan setidaknya beberapa pelajaran yang Yesus ajarkan kepada kita. Yang pertama adalah keyakinan kepada Tuhan dan memahami Ketuhanan di dalam diri. Perasaan sukacita spiritual, apresiasi, dan penglihatan (Darshan) Tuhan harus menjadi nafas alami kehidupan dan tujuan keberadaanmu. Yesus mengajar dengan pedoman dan teladan kepada umat manusia prinsip Atma yang merupakan sumber kebahagiaan abadi. Apapun yang engkau lakukan, dimanapun engkau berada, apapun makananmu, yakinlah bahwa engkau ada di dalam Tuhan. Ketahuilah bahwa semuanya adalah Tuhan dan semua perbuatan adalah persembahan untuk kemuliaan Tuhan. Dengan cara ini membuat hidupmu menjadi bermanfaat. (Divine Discourse, Dec 25, 1982)

-BABA

Thought for the Day - 23rd December 2017 (Saturday)

Be regular in the hours you devote to Japam or repetition of God’s name. On holidays, when you have no worry of office or shopping, do more Japam till late into the morning. Do with love and enthusiasm. It should become natural for you to do so. The Grace of the Guru helps a lot; you can win His grace by your efforts and earnest prayer. Vivekananda was sliding into atheism and agnosticism as he read more and more books, but a touch from the hand of Sri Ramakrishna Paramahamsa, his Guru, transformed him completely. You can also win this Grace, by your efforts and earnest prayer. Before you start meditation, chant Soham, inhaling So and exhaling Ham. Soham means 'He is I’, it identifies you with the Infinite and expands your Consciousness. Harmonise your breath and thoughts. Breathe gently and naturally; do not make it artificial and laboured. It must flow in and out, soft and silent!


Engkau hendaknya membiasakan untuk melakukan Japam atau mengulang-ulang nama Tuhan. Pada hari libur, ketika engkau tidak memikirkan pekerjaan kantor atau perusahaanmu, lakukanlah Japam sampai pagi. Lakukanlah dengan penuh cinta-kasih dan antusiasme. Ini hendaknya menjadi suatu kebiasaan engkau melakukannya. Berkat Guru sangat membantu; engkau bisa memenangkan anugerah-Nya dengan usahamu dan doa yang sungguh-sungguh. Vivekananda tergelincir ke ateisme dan agnostisisme ketika dia membaca berbagai macam buku, tetapi sentuhan tangan Sri Ramakrishna Paramahamsa, Gurunya, mengubahnya sepenuhnya. Engkau juga bisa memenangkan Berkat ini, dengan usahamu dan doa yang sungguh-sungguh. Sebelum engkau memulai meditasi, ucapkan Soham, ucapkan So pada saat menarik napas dan Ham pada saat menghembuskan napas. Soham berarti 'Dia adalah aku', ini mengidentifikasi engkau dengan Yang Tak Terbatas dan memperluas Kesadaranmu. Selaraskanlah napas dan pikiranmu. Bernapaslah dengan lembut dan alami; jangan dibuat-buat dan tidak wajar. Napas harus mengalir masuk dan keluar, lembut dan di dalam hati! (Divine Discourse, May 10, 1969)

-BABA

Friday, December 22, 2017

Thought for the Day - 22nd December 2017 (Friday)

Dharmakshetra and Kurukshethra are not merely places near Delhi or Hastinapur on the map of India. Nor are the Pandavas and Kauravas merely princely clans figuring in the tale. The human body is called kshetra (field), and so Dharmakshetra, is in every one. When the owner of the body discards all desires, passions and impulses, then the body becomes Dharma-kshetra (the field of righteousness)! A child has in its heart only Dharmakshetra, for it has not developed sensual desires. It accepts whatever is offered. Its ego is not yet ramified into the objective world of multiplicity. But later, when it grows branches and foliage, the Dharmakshetra takes the shape of Kurukshetra - the battlefield where the mind struggles between hope and despair, and is forced to consume the diverse fruits, sweet and bitter, as a result of its own choice of actions. Actions illumined by Jnana or wisdom bring about success. The Jnana that God alone exists can win the grace of God!
Dharmakshetra dan Kurukshethra bukanlah hanya sebuah tempat dekat kota Delhi atau Hastinapur dalam peta India. Bukan juga para Pandawa dan Kaurawa hanya para pangeran yang ada dalam kisah ini. Tubuh manusia disebut dengan kshetra (lapangan), dan begitu juga dengan Dharmakshetra, adalah ada dalam diri setiap orang. Ketika pemilik dari tubuh ini melepaskan semua keinginan, nafsu dan dorongan hati, maka tubuh menjadi Dharma-kshetra (lapangan kebajikan)! Seorang anak hanya memiliki Dharmakshetra di dalam hatinya, karena hatinya tidak mengembangkan keinginan sensual dan menerima apapun yang diberikan. Egonya belum bercabang pada berbagai bentuk keinginan duniawi. Namun selanjutnya, ketika ego ini menumbuhkan dahan dan daunnya, maka Dharmakshetra mengambil bentuk menjadi Kurukshetra – lapangan perang dimana pikiran berjuang keras diantara harapan dan putus asa, dan dipaksa untuk mengkonsumsi berbagai jenis buah, manis dan pahit, dan sebagai hasil dari pilihan dari perbuatan yang dilakukan. Perbuatan diterangi oleh Jnana atau kebijaksanaan akan membawa pada kesuksesan. Jnana itu sendiri yang bisa mendapatkan rahmat Tuhan! (Divine Discourse, May 12, 1969)

-BABA

Thought for the Day - 21st December 2017 (Thursday)

We find that even among the highly educated, few help their ageing parents and give them a fraction of the comforts they themselves command. Each one is immersed in ensuring their own standard of living. How long can you live that standard of life? A day will come when you must bid farewell to all that you have garnered with cunning and cleverness, inflicting pain and sorrow, discontent and distress on many. Service to parents, elders and the suffering gives joy and satisfaction beyond compare. Virtue and righteousness - these will bear witness on your behalf on the Day of Judgement; neither your bank account nor your income tax returns will speak for you. Now the Divine Principle is beyond your experience, because you are not ready to give your best to others, in whom also contains the self-same Principle. When you are ready to give, you are entitled to take; not until then. Love and co-operate. Help and serve.
Kita menemukan bahkan diantara orang-orang yang mengenyam Pendidikan tinggi, sangat sedikit sekali yang membantu orang tua mereka yang sudah tua dan sangat sedikit yang mencoba memberikan mereka setidaknya sedikit kenyamanan yang mereka sendiri nikmati. Setiap orang tenggelam dalam memastikan standar hidup mereka sendiri. Berapa lama engkau dapat hidup dalam standar hidup seperti itu? Suatu hari akan datang ketika engkau harus mengucapkan perpisahan pada semua yang telah engkau simpan dengan keahlian dan kepintaran, menimbulkan rasa sakit dan penderitaan, ketidakpuasan dan keadaan yang menyedihkan pada banyak orang. Pelayanan kepada orang tua, yang lebih tua dan yang menderita memberikan suka cita dan kepuasan yang tidak bisa dibandingkan. Kebaikan dan kebajikan - hal ini akan menjadi saksi pada hari penentuan terakhirmu; bukan rekening bank atau pengembalian pajak penghasilan yang akan berbicara untukmu. Sekarang prinsip Tuhan adalah diluar pengalamanmu, karena engkau tidak siap untuk memberikan yang terbaik dari dirimu bagi yang lain, dimana dalam diri mereka juga terkandung prinsip diri sejati yang sama. Ketika engkau siap untuk memberi, engkau berhak untuk mengambil Kasih dan kerja sama. Membantu dan melayani. (Divine Discourse, Nov 22, 1969)

-BABA

Wednesday, December 20, 2017

Thought for the Day - 20th December 2017 (Wednesday)

God is immanent in the world. So treat the world as lovingly as you will treat your Master. Serve, whatever be the obstacle or the cynical ridicule you may attract. The torture that his father inflicted to turn his mind away from God helped to bring out the unflinching devotion of Prahlada. The wickedness of Ravana served to reveal the might of Rama's bow. Traducers like Shishupala, Dantavakra, Ravana, and Kamsa are inevitable accessories of every incarnation. When you attempt to cultivate and share virtues, selfless love and fortitude, trouble and travail will naturally follow. You must welcome them, for without them the best in you cannot be drawn out. If gold was as plentiful as dust or diamonds as easily available as pebbles, no one would care for them. Remember, precious metals are won after enormous exertion and expense, that is why they are eagerly sought after forever!

Tuhan tetap ada di dunia. Jadi perlakukan dunia dengan penuh kasih seperti halnya engkau akan memperlakukan tuanmu. Layani, apapun yang menjadi penghalang atau ejekan sinis yang engkau dapatkan. Siksaan yang diberikan oleh ayahnya untuk mengubah pikirannya agar menjauhi Tuhan telah membantu mewujudkan bhakti teguh dari Prahlada. Raksasa Ravana yang jahat telah mengungkapkan kekuatan busur dari Sri Rama. Mereka yang memfitnah seperti Shishupala, Dantavakra, Ravana, dan Kamsa adalah tidak dapat dielakkan dalam setiap inkarnasi. Ketika engkau berusaha untuk meningkatkan dan membagi kebajikan, kasih yang murni dan ketabahan, maka masalah dan kesusahan akan mengikuti secara alami. Engkau harus menerima semuanya itu, karena tanpa semuanya itu maka hal yang terbaik dari dalam dirimu tidak akan bisa dikeluarkan. Jika emas berlimpah seperti halnya debu atau permata sangat gampang didapat seperti halnya kelereng, tidak ada seorangpun yang peduli dengan emas dan permata itu. Ingatlah, logam mulia bisa didapat setelah menghabiskan banyak tenaga dan biaya, itulah sebabnya mengapa emas dan permata selalu dicari selamanya! [Divine Discourse, May 17, 1968]

-BABA

Thought for the Day - 19th December 2017 (Tuesday)

Of what avail is it if you simply worship your choicest God’s name and form, without attempting to cultivate the samatwa (equal love for all) that God has, and His unruffled equanimity (shanthi), His abundant love (prema), His infinite patience and fortitude (sahana), and His ever-blissful nature (ananda)? In your lectures you elaborate on the the incidents that are described as 'miracles' in books written on Me by someone as the unique powers of Sai. I request you not to attach importance to these. Do not exaggerate their significance; the most significant and important power is My selfless love (prema). I may turn the sky into earth, or earth into sky, but that is not the sign of Divine might. The abundant love that is universal and ever-present - this is the unique sign of Divinity. Do not fall into the error of considering some to be worthy of reverence and some unworthy. Sai is in every one, so all deserve your reverence and service!


Apa gunanya jika engkau hanya memuja nama dan wujud suci Tuhan yang telah engkau pilih, tanpa berusaha untuk meningkatkan kasih yang sama kepada semuanya (samatwa) yang dimiliki Tuhan, ketenangan hati-Nya yang begitu tenang (shanti), kasih sayang-Nya (prema) yang melimpah, kesabaran, dan ketabahan-Nya (sahana), dan sifat sejati-Nya yang selalu bahagia (ananda)? Dalam ceramahmu engkau menguraikan kejadian yang menjelaskan yang disebut sebagai 'mukjizat' dalam buku yang ditulis tentang diri-Ku sebagai kekuatan yang unik dari Sai. Aku meminta kepadamu untuk tidak terlalu mementingkan pada mukjizat ini. Jangan membesar-besarkan makna dari mukjizat itu; kekuatan yang paling bermakna dan terpenting adalah kasih-Ku yang tidak mementingkan diri sendiri (prema). Aku bisa merubah langit jadi bumi, atau bumi jadi langit, namun itu bukanlah tanda dari kekuatan Tuhan. Kasih yang melimpah yang bersifat universal dan selalu ada - ini adalah tanda yang unik dari ke-Tuhanan. Jangan jatuh dalam kesalahan dengan menganggap beberapa orang layak untuk dihormati dan beberapa yang lainnya tidak layak dihormati. Sai ada dalam diri setiap orang, jadi semuanya layak mendapatkan penghormatan dan pelayananmu! [Divine Discourse, May 17, 1968]

-BABA

Monday, December 18, 2017

Thought for the Day - 18th December 2017 (Monday)

The rosary (japamala) is very useful for beginners in the spiritual path, but as you progress, japa or repetition of the Name must become the very breath of your life, and so, the rotation of beads become superfluous. The practice should lead you to 'Sarvada sarva kaleshu sarvatra Hari chintanam', meaning, one should meditate upon the Lord always, at all times, and in all places. Just as you discard the belt after you learn to swim, and the crutches when you start walking, japamala is just a contrivance to help concentration and systematic contemplation. More importantly, have no thorn of hate in your mind, and develop prema (Love) towards all. Desire is a storm, greed is a whirlpool, pride is a precipice, attachment is an avalanche, and egoism is a volcano. Keep these things away so that, as you do japa-dhyana (meditative contemplation), they do not disturb the equanimity. Let love be enthroned in your heart. Then, there will be sunshine, cool breeze, and gurgling waters of contentment feeding the roots of faith.


Tasbih (japamala) adalah sangat berguna untuk para pemula dalam jalan spiritual, namun saat engkau melangkah maju, japa atau mengulang-ulang nama suci Tuhan harus terjadi dalam setiap tarikan nafas hidupmu, sehingga penggunaan japamala menjadi tidak berguna lagi. Latihan yang dilakukan seharusnya menuntunmu pada 'Sarvada sarva kaleshu sarvatra Hari chintanam', yang artinya bahwa seseorang seharusnya selalu memusatkan pikiran pada Tuhan, sepanjang waktu dan di semua tempat. Sama halnya saat engkau melepaskan baju pelampung setelah engkau belajar berenang, dan tongkat penolong saat engkau mulai bisa berjalan, japamala hanyalah sebuah alat untuk membantumu konsentrasi dan perenungan secara sistematis. Hal yang lebih penting adalah tidak memiliki duri kebencian di dalam pikiranmu, dan mengembangkan kasih Tuhan (prema) kepada semuanya. Keinginan adalah sebuah badai, ketamakan adalah sebuah pusaran air, kesombongan adalah sebuah tebing yang curam, keterikatan adalah sebuah tanah longsor, dan egoisme adalah sebuah gunung merapi. Jauhkan semua hal ini sehingga saat engkau menjalankan japa-dhyana (perenungan), semuanya itu tidak mengganggu ketenangan hati. Biarkan kasih bertahta di hatimu. Kemudian, akan ada cahaya mentari, angin sepoi-sepoi yang sejuk, dan gemericik air kepuasan hati menyirami akar keyakinan. [Divine Discourse, May 10, 1969]

-BABA

Thought for the Day - 17th December 2017 (Sunday)

Ideas of superiority and inferiority arise only in a heart corrupted by egoism. If someone argues that they are superior and their path to worship is holier, it is proof that they missed the very core of faith. Spiritual efforts (sadhana) must reveal the unity in all creation. Ask yourself this: When you rise after bhajans or meditation, do you see everyone in a clearer light, as endowed with Divinity? Do you love more, do you talk less, do you serve others more earnestly? These are the signs of success in Sadhana. Your progress must be authenticated by your character and behaviour. Even a boulder will, through the action of sun, rain, heat and cold, disintegrate into mud and become food for a tree. Sadhana must transmute your attitude towards beings and things; else it is a hoax, a waste of your time! Remember, even the hardest of hearts can be softened and Divine will sprout therein – so, do not give up!

Ide tentang merasa lebih hebat dan lebih rendah hanya muncul dalam hati yang jahat. Jika seseorang menyampaikan bahwa mereka lebih hebat dan jalan yang mereka tempuh adalah lebih suci maka ini menandakan bahwa mereka kehilangan inti yang paling mendasar dari keyakinan. Usaha spiritual (sadhana) harus mengungkapkan kesatuan di dalam semua ciptaan. Tanyakan pada dirimu sendiri hal ini: ketika engkau bangkit setelah bhajan atau meditasi, apakah engkau melihat setiap orang dalam cahaya yang lebih terang, sebagai yang diberkati oleh Tuhan? Apakah engkau lebih menyayangi, apakah engkau sedikit berbicara, apakah engkau melayani yang lain dengan lebih sungguh-sungguh? Semuanya ini adalah tanda dari latihan spiritual yang berhasil. Kemajuanmu harus disahkan oleh karakter dan tingkah lakumu. Bahkan sebuah batu besar yang mendapatkan perlakuan dari matahari, hujan, panas, dan dingin, akan hancur menjadi lumpur serta menjadi tempat tumbuh dari sebuah pohon. Sadhana harus mengubah sikapmu kepada makhluk hidup dan benda; sedangkan yang lainnya adalah tipuan dan membuang-buang waktumu! Ingatlah, bahkan hati yang paling keras sekalipun dapat dilembutkan dan kualitas ke-Tuhanan dapat tumbuh di dalamnya – jadi, jangan menyerah! [Divine Discourse, Jan 13, 1969]

-BABA

Saturday, December 16, 2017

Thought for the Day - 16th December 2017 (Saturday)

Sage Patanjali defines Yoga as the control (nirodha) of the agitations (vrittis) of your mind (chitta). When your mind is stilled and is free from waves produced by the wind of desire, then you become a Yogi! Lord Krishna is called Yogeeshwara in the Gita, for, as the highest Yogi He is the ocean that is unaffected by the waves which agitate the surface. Indeed, young Lord Krishna danced on the hood of the serpent Kaliya and forced it to vomit its poison! The inner significance is that He rendered the poisonous snake (sensual desires) harmless! Yoga that enables you to practice sense control and not merely breath control, is the best way to attain the Yogeeshwara. Transcend the ‘many-consciousness’ (anekatwa bhava) and cultivate ‘One Consciousness’ (ekatwa bhava)! That will end strife, grief, pain and pride. See all as many expressions of the One Lord, as manifold bulbs of various colours and wattage lit by the same current.

Guru suci Patanjali menjelaskan Yoga sebagai pengendalian (nirodha) dari kegelisahan (vrittis) pikiranmu (chitta). Ketika pikiranmu tenang dan bebas dari gelombang yang dihasilkan oleh angin keinginan, kemudian engkau menjadi seorang Yogi! Sri Krishna disebut sebagai Yogeeshwara di dalam Gita, karena Sri Krishna sebagai Yogi yang tertinggi dimana Beliau adalah lautan yang tidak terpengaruh dengan gejolak yang ada di permukaan. Malahan, Sri Krishna waktu kecil menari di atas kepala ular berbisa Kaliya dan memaksa ular itu untuk memuntahkan racunnya! Makna yang ada di dalam kisah ini adalah Sri Krishna membuat bisa ular itu (keinginan sensual) menjadi tidak berbahaya! Yoga yang memungkinkan bagimu untuk melatih pengendalian indria dan tidak hanya pengendalian pernafasan, adalah jalan terbaik untuk mencapai Yogeeshwara. Berjalanlah untuk melampaui ‘kesadaran yang beranekaragam’ (anekatwa bhava) dan tingkatkan ‘kesadaran akan kesatuan’ (ekatwa bhava)! Hal itu akan mengakhiri perselisihan, kesedihan, penderitaan, dan kesombongan. Lihatlah semuanya sebagai banyak ekspresi dari Tuhan yang satu, seperti halnya berbagai jenis warna dari tegangan bola lampu yang dialiri oleh arus listrik yang sama. [Divine Discourse, May 10, 1969]

-BABA

Friday, December 15, 2017

Thought for the Day - 15th December 2017 (Friday)

Spiritual striving (sadhana) will reveal the true identity of the Omnipresent Divine Self. But be careful; Sadhana can foster even pride and envy as a byproduct of progress. You calculate how much or how long you have done Sadhana and are tempted to look down on another, whose record is less. You are proud that you have recited or written the name of Lord ten million times; you talk about it whenever you get the chance so that others may admire your faith and fortitude. But it is not the millions that count; what matters is the purity of mind that results from genuine concentration on the Name. Your Sadhana must not be like carrying water in a cane basket! You get no water however often or long you walk. Each vice is a hole in the cane basket. Keep the heart pure and whole. You must also carefully cleanse from your heart malice, greed, hate and anger.


Usaha Spiritual (sadhana) akan membukakan identitas yang sebenarnya dari diri sejati ilahi yang hadir dimana-mana. Namun berhati-hatilah; Sadhana bahkan dapat meningkatkan kesombongan dan iri hati sebagai hasil dari kemajuan. Engkau menghitung berapa banyak atau berapa lama engkau telah menjalankan latihan spiritual (Sadhana) dan tergoda untuk melihat rendah yang lainnya dimana catatan tentang sadhana yang dilakukan kurang dari dirimu. Engkau menjadi sombong bahwa engkau telah mengulang-ulang atau menuliskan nama suci Tuhan puluhan juta kali; engkau berbicara tentang hal ini kapanpun engkau mendapatkan kesempatan sehingga yang lain akan memuji keyakinan dan keuletanmu. Namun bukan jutaan kali itu yang dihitung; yang terpenting adalah kesucian pikiran yang didapat dari pemusatan pikiran yang benar pada nama suci Tuhan. Latihan spiritualmu seharusnya tidak seperti membawa air dengan keranjang dari rotan! Engkau tidak akan mendapatkan air bagaimanapun juga seringnya atau lamanya engkau berjalan. Setiap sifat buruk adalah sebuah lubang di keranjang rotan itu. Tetap jaga hati menjadi suci dan utuh. Engkau juga harus berhati-hati membersihkan hatimu dari kesombongan, ketamakan, kebencian, dan kemarahan. [Divine Discourse, Jan 13, 1969]

-BABA

Thursday, December 14, 2017

Thought for the Day - 14th December 2017 (Thursday)

Your mind is too full of the world and your stomach demands too much of your time and energy. Desires and wants are multiplying faster than your capacity to satisfy them, and your dreams are far too fanciful, leading you into false victories and absurd adventures. Engrossed in the analysis of the material world, you have lost all sense of spirit, sweetness and sublimity. Under this new dispensation, truth is yet another word in the dictionary. Compassion is reduced to a meaningless travesty. People lack self-confidence. Even at the slightest provocation, you are rapidly transformed into a wild and vicious beast. Humility, patience, reverence - these are as invalid as a flameless lamp in the far distance. The only hope you have in today’s dreadful darkness is the name of God. That is the raft which will take you across this stormy sea, darkened by hate and fear, and churned by anxiety and terror. Take it with all earnestness and steadfast faith.


Pikiranmu sudah terlalu penuh dengan dunia dan perutmu meminta terlalu banyak untuk waktu dan energimu. Keinginan dan kebutuhan terus meningkat semakin cepat daripada kapasitasmu untuk memuaskan semuanya itu, dan impianmu adalah terlalu aneh, menuntunmu pada keberhasilan yang semu dan petualangan yang tidak masuk akal. Berminat pada analisa dunia material, engkau telah kehilangan semua rasa semangat, rasa manis, dan keagungan. Dibawah sistem baru ini, kebenaran adalah kata lain dalam kamus. Rasa welas asih menurun menjadi sebuah parodi yang tanpa makna. Manusia kurang memiliki rasa percaya diri. Bahkan hanya dengan sedikit hasutan maka engkau dengan cepat berubah menjadi seekor binatang buas yang kejam dan ganas. Sifat kerendahan hati, kesabaran, penghormatan – semuanya ini menjadi tidak berarti seperti halnya lampu yang tidak menyala di kejauhan. Satu-satunya harapan yang engkau miliki pada kegelapan yang sangat mengerikan pada saat sekarang adalah nama suci Tuhan. Itu adalah rakit yang akan membawamu menyebrangi lautan yang penuh badai ini yang digelapkan oleh kebencian dan ketakutan, dan dikacaukan oleh kecemasan dan terror. Ambillah nama Tuhan ini dengan penuh kesungguhan dan keyakinan yang teguh. [Divine Discourse, Feb 26, 1968]

-BABA

Wednesday, December 13, 2017

Thought for the Day - 13th December 2017 (Wednesday)

Do not grieve, nor be the cause of grief. The very embodiment of Ananda (Bliss) is in you, as in others, as in all else. In spite of a multiplicity of containers, the contained is the same. That is the principle of Sat, Chit and Ananda (Being, Awareness, Bliss). The minutest atom and the mightiest star - both are basically one. All are, in truth, Brahman or Divine. You read in the sacred books that Lord Vishnu has the Garuda (Eagle) as His carrier, that Shiva has the Nandi (Bull) as His vehicle, that Lord Brahma rides on a Hamsa (Swan), that Lord Subrahmanya travels on a peacock, and that Shani has the crow as his vehicle. Ganesha rides on a mouse, though he is stupendously corpulent and has the head of an elephant! This does not mean that the Gods are helpless without these animals and birds as instruments of locomotion. It only reveals that no bird or beast is to be despised, for the Divine is using each as His instrument. Seen as deha (body), all are distinct; seen as dehi (the embodiment), Brahman, all are One.


Jangan bersedih hati, atau juga menjadi sebab dari kesedihan. Perwujudan dari Ananda (kebahagiaan) adalah ada di dalam dirimu, seperti halnya juga di dalam diri yang lain, dan juga dalam semua yang lainnya. Sekalipun ada berbagai jenis wadah yang ada namun isi di dalamnya adalah sama. Itu adalah prinsip dari Sat, Chit, dan Ananda (keberadaan, kesadaran, kebahagiaan). Atom yang paling kecil dan bintang yang paling kuat – keduanya pada dasarnya adalah satu. Semuanya adalah, dalam kebenaran adalah Brahman atau Tuhan. Engkau membaca dalam kitab suci bahwa Sri Wisnu memiliki burung Garuda sebagai wahana Beliau, sedangkan Dewa Shiva memiliki Nandi sebagai wahana Beliau, dan Dewa Brahma memiliki Hamsa (angsa), serta Dewa Subrahmanya berkeliling dengan merak, sedangkan Shani memiliki burung gagak sebagai wahana-Nya. Ganesha menunggangi tikus, walaupun Dewa Ganesha sangat perkasa dan memiliki kepala gajah! Ini tidak berarti bahwa Tuhan adalah tidak berdaya tanpa binatang dan burung ini sebagai wahana-Nya. Ini hanya untuk mengungkapkan bahwa tidak ada burung atau binatang yang layak untuk dipandang hina atau rendah, karena Tuhan menggunakan masing-masing dari binatang dan burung itu sebagai wahana-Nya. Dilihat sebagai deha (tubuh), semuanya  adalah berbeda; dilihat sebagai (yang bersemayam di dalamnya) yaitu Brahman maka semuanya adalah Satu. (Divine Discourse, Jan 13, 1969.)

-BABA

Thought for the Day - 12th December 2017 (Tuesday)

Millions recite the Lord’s Name, but few have steady faith! Fewer seek the bliss (Ananda) that contemplation on the glory of God within, the Atma, can confer. Some people complain that recitation (japam) has not cured their pain, grief or greed! It is because they mechanically recite prayers and meditate out of habit or for social conformity or to gain reputation for religiousness! When people who have learnt the precious scriptures revealing Atma-vidya (science of the Self) do not put into practice what they repeat orally and have no faith in the assertions, what profit can they get from it? The canker of doubt has undermined their reverential attitude to the scripture. They devalue the scriptures into money-or-fame-earning devices, and when they do not get money or fame through them, they are disappointed. They envy those who follow secular avocations. But if they only develop faith, scriptures themselves will foster them and ensure for them a happy and contented life.


Jutaan orang melantunkan nama Tuhan, namun hanya sedikit yang memiliki keyakinan yang teguh! Hanya sedikit yang mencari kebahagiaan (Ananda) dalam merenungkan kemuliaan Tuhan di dalam diri yaitu Atma. Beberapa orang mengeluh bahwa mengulang-ulang nama Tuhan (japam) belum menyembuhkan penderitaan, kesedihan, atau ketamakan yang mereka alami! Hal ini terjadi karena mereka melantunkan doa hanya bersifat mekanis saja dan bermeditasi karena kebiasaan atau untuk persesuaian sosial atau untuk mendapatkan reputasi religius! Ketika mereka yang telah belajar naskah suci yang berharga dalam mengungkapkan Atma-vidya (pengetahuan tentang diri sejati) tidak mempraktikkan apa yang mereka katakan secara lisan dan tidak memiliki keyakinan dalam pernyataan yang ada dalam naskah suci, apa keuntungan yang dapat mereka dapatkan dari hal ini? Kebusukan dari keraguan telah meruntuhkan sikap hormat mereka kepada naskah suci. Mereka menurunkan nilai dari naskah suci sebagai alat untuk menghasilkan uang atau ketenaran, saat mereka tidak mendapatkan uang atau ketenaran melalui naskah-naskah suci itu maka mereka menjadi kecewa. Mereka iri hati pada mereka yang mengikuti kegemaran duniawi. Namun hanya jika mereka mengembangkan keyakinan, naskah suci sendiri yang akan membantu perkembangan mereka dan memastikan mereka dengan sebuah hidup yang bahagia dan menyenangkan. (Divine Discourse, Feb 23, 1968)

-BABA

Thought for the Day - 11th December 2017 (Monday)

In fishing, the angler uses a rod and a line; that line has a float from which hangs inside the water a sharp hook with a worm. The fish is drawn by the worm to the hook, the float shakes, the angler feels the pull of the fish on the line, and he draws it on the land, where it is helpless and unable to breathe. Your body is the rod, your yearning or the eager longing is the line, your intelligence is the float, discrimination is the hook and knowledge is the worm; a clever angler thus catches the fish of the Divine (Atma)! When you get spiritual wisdom, you are drawn to the Divine (Kaivalyam). Kaivalyam is the state in which you experience the Lord as all-comprehensive, as Will, as Activity, as Bliss, as Intelligence and as Existence. To be firmly established in this Divine State, you must suppress your ignorance (tamas), sublimate your passions (rajas) and assiduously cultivate purity (sathwa).


Dalam memancing, pemancing menggunakan sebuah tongkat dan tali; tali itu memiliki sebuah pelampung dimana kail tajam dengan cacing ada di dalam air. Ikan menjadi tertarik pada cacing yang ada pada kail tersebut, pelampung tersebut menjadi bergoyang dan pemancing merasa ada tarikan ikan pada tali itu, dan pemancing menarik tali itu ke daratan, dimana ikan itu tidak berdaya dan tidak mampu bernafas. Tubuhmu adalah tongkat, kerinduanmu atau hasratmu adalah tali, kecerdasanmu adalah pelampung, kemampuan membedakan adalah kail dan pengetahuan adalah cacing; seorang pemancing yang pintar akan menangkap ikan yaitu Atma! Ketika engkau mendapatkan kebijaksanaan spiritual, engkau ditarik pada Tuhan (Kaivalyam). Kaivalyam adalah keadaan dimana engkau mengalami Tuhan sebagai yang meliputi semuanya, sebagai kehendak, sebagai aktifitas, sebagai kebahagiaan, sebagai kecerdasan, dan sebagai keberadaan. Untuk dapat berada dalam keadaan ilahi dengan mantap, engkau harus menekan kebodohanmu (tamas), menghaluskan nafsumu (rajas), dan dengan tekun menumbuhkan kesucian (sathwa). (Divine Discourse, Feb 26, 1968)

-BABA

Thought for the Day - 10th December 2017 (Sunday)

Every morning ask yourself this question: "What is the grand victory I must strive for in this life, for which these struggles are preparing me? Remind yourself that your body is the chariot, intellect (buddhi) is the charioteer, desires are the roads which you tread drawn by the rope of sensual attachments, and liberation (moksha) is the goal; the Divine Self within should be your Guide and Goal. If you yearn to escape the consequences of birth and death, cleanse your mind so effectively that it is nearly eliminated! This is possible only when you identify yourself with the Indweller within you (Dehi), rather than with the body (Deha)! Your body is the casket of the Atma, earned as a reward for one’s activities of mind and body. When you live in the consciousness of the omnipresent Divine, you live in love - love surging within and through you, to everyone around you. You will naturally experience love, peace and joy, always!


Setiap pagi tanyakan dirimu sendiri pertanyaan ini: "Apa kemenangan besar yang harus saya usahakan dalam hidup ini, yang mana perjuangan ini sedang mempersiapkan saya? Ingatkan dirimu sendiri bahwa tubuhmu adalah kereta, kecerdasan (buddhi) adalah saisnya, keinginan adalah jalan yang engkau tempuh yang ditarik dengan tali keterikatan sensual dan kebebasan (moksha) adalah tujuannnya; diri yang sejati di dalam diri seharusnya menjadi penuntun dan tujuan. Jika engkau merindukan untuk melepaskan diri dari konsekuensi kelahiran dan kematian, bersihkan pikiranmu dengan sangat efektif sehingga sepenuhnya bisa dibersihkan! Hal ini mungkin hanya ketika engkau mengidentifikasi dirimu sendiri dengan Yang bersemayam di dalam dirimu (Dehi), daripada mengidentifikasi diri dengan tubuh (Deha)! Tubuhmu adalah pembungkus dari Atma, yang diperoleh sebagai hadiah dari aktifitas pikiran dan tubuh seseorang. Ketika engkau hidup dalam kesadaran Tuhan yang ada dimana-mana, engkau hidup dalam kasih – kasih yang menggelora dari dalam diri dan melalui dirimu kepada setiap orang di sekitarmu. Engkau secara alami selalu akan mengalami kasih, kedamaian, dan suka cita! (Divine Discourse, Jan 13, 1969)

-BABA

Thought for the Day - 9th December 2017 (Saturday)

The cow transforms grass and gruel into sweet strength-giving milk and gives it away in plenty to its master. Develop that quality, that power to transform the food you consume into sweet thoughts, words and deeds of compassion for all. When your heart is filled with virtues, the Lord will shower His Grace abundantly. Draupadi earned the Lord’s Grace through her devotion and virtues. Without steadfastness and depth of faith, none can receive Grace. Endeavour to earn Grace by observing the discipline that I am keen you should follow. Give up your old worldly ways of earning and spending, saving and accumulating with greed, lust, malice and pride. Do not waste time in idle gossip. Talk softly and sweetly, and talk as little as possible. Serve all as brothers and sisters adoring the Lord in them. Engage in sadhana; move every step as befits a person striving to realise God.



Sapi merubah rumput dan bubur menjadi susu yang manis dan menguatkan serta memberikan susu itu dalam jumlah banyak kepada majikannya. Kembangkan kualitas itu, kekuatan untuk merubah makanan yang engkau makan menjadi pikiran, perkataan, dan perbuatan yang baik dan penuh welas asih bagi semuanya. Ketika hatimu diliputi dengan keluhuran budi, Tuhan akan mencurahkan karunia-Nya dengan berlimpah. Draupadi mendapatkan karunia Tuhan melalui bhakti dan keluhuran budinya. Tanpa keyakinan yang mantap dan teguh, tidak ada seorangpun yang dapat menerima karunia. Berusahalah untuk bisa mendapatkan karunia dengan menjalankan disiplin yang Aku harapkan engkau ikuti. Singkirkan cara hidup duniawimu yang lama dalam mencari dan menghabiskan, menyimpan, dan mengumpulkan dengan ketamakan, nafsu, kesombongan, dan keangkuhan. Jangan menghabiskan waktu dalam gosip yang kosong. Berbicaralah dengan lembut dan sopan, dan berbicara sesedikit mungkin. Layani semuanya sebagai saudara dan memuja Tuhan yang bersemayam dalam diri mereka. Jalani sadhana; bergeraklah dalam setiap langkah selayaknya seseorang berusaha untuk menyadari Tuhan. (Divine Discourse, Jan 11, 1968)

-BABA

Friday, December 8, 2017

Thought for the Day - 8th December 2017 (Friday)

You may have witnessed chariot festivals (Rathotsavam) in pilgrimage centers. Huge temple chariots are gorgeously decorated with flags and festoons, stalwart bands of men draw them along the roads to the music of blowpipes and conches, and dancing groups and chanters precede it, adding to the exhilaration of the occasion. Thousands crowd around the holy chariot. Their attention is naturally drawn towards the entertainment, but they feel happiest only when they fold their palms and bow before the Idol in the chariot. The rest is all subsidiary, even irrelevant. So too in the process of life, body is the chariot, and the Atma is the Idol installed therein. Earning and spending, laughing and weeping, hurting and healing, and the various acrobatics in daily living are but subsidiary to the adoration of God and the union with God.


Engkau mungkin telah menyaksikan perayaan kereta suci (Rathotsavam) di pusat perziarahan. Kereta dari tempat suci yang besar dihias sangat indah dengan bendera dan rangkaian bunga, banyak bhakta yang menarik kereta suci itu sepanjang jalan dengan iringan musik dari terompet dan kerang, serta kelompok penari dan lantunan kidung suci mengawalinya, menambahkan kebahagiaan pada perayaan itu. Ribuan orang mengelilingi di sekitar kereta suci itu. Perhatian mereka secara alami tertuju pada pertunjukan, namun mereka merasa paling sangat gembira hanya ketika mereka mencakupkan tangan mereka dan menunduk menunjukkan bhakti kehadapan wujud Tuhan yang ada di dalam kereta suci itu. Sedangkan sisa yang lainnya adalah sebagai tambahan saja, bahkan tidak relevan. Begitu juga proses dalam hidup, tubuh adalah kereta suci itu dan Atma adalah wujud Tuhan yang ada di dalamnya. Menghasilkan dan menghabiskan, tertawa dan menangis, tersakiti dan tersembuhkan, dan berbagai jenis akrobat dalam kehidupan sehari-hari hanyalah sebagai tambahan dari pemujaan kepada Tuhan dan penyatuan pada Tuhan. (Divine Discourse, Jan 13, 1969)

-BABA

Thursday, December 7, 2017

Thought for the Day - 7th December 2017 (Thursday)

Life must be spent in accumulating and safeguarding virtue, not riches. Listen and ruminate over the stories of the great moral heroes of the past, so that their ideals may be imprinted on your hearts. Nowadays, virtue is becoming rare in the individual, family, society and community, as well as in all fields, be it economic, political and even 'spiritual’. So also, there is a decline in discipline, which is the soil on which virtue grows. Respect one and all. Unless each one is respected, whatever be their status, economic condition, or spiritual development, there can be no peace and happiness in life. This respect can be aroused only by the conviction that the same atma (Self) that is in you is playing the role of the other person. See that atma in others, feel that they too have hunger, thirst, yearning and desires as you have; develop sympathy and the anxiety to serve and be useful.


Hidup harus dihabiskan dalam mengumpulkan dan melindungi kebajikan dan bukan kekayaan. Dengarkan dan renungkan kisah-kisah pahlawan moralitas yang luhur dari masa lalu, sehingga idealisme mereka dapat terpatri di dalam hatimu. Pada saat sekarang, kebajikan menjadi jarang dalam individu, keluarga, masyarakat, dan komunitas, sama halnya juga dalam semua bidang, baik dalam ekonomi, politik, dan bahkan dalam bidang 'spiritual’. Begitu juga adanya penurunan dalam disiplin, yang merupakan ladang tempat tumbuhnya kebajikan. Hormati semuanya. Jika setiap orang tidak dihormati, apapun status, keadaan ekonomi, atau perkembangan spiritual mereka, tidak akan ada kedamaian dan kebahagiaan dalam hidup. Rasa hormat ini hanya dapat dimunculkan melalui keyakinan bahwa Atma yang sama (Diri sejati) yang bersemayam dalam dirimu sedang memainkan peran sebagai orang lain. Lihatlah bahwa Atma dalam diri yang lain, rasakan bahwa mereka juga memiliki rasa lapar, haus, kerinduan, dan keinginan seperti yang engkau miliki; kembangkan rasa simpati dan keinginan untuk melayani dan menjadi berguna. (Divine Discourse, Feb 22, 1968)

-BABA

Thought for the Day - 6th December 2017 (Wednesday)

There is only one royal road for the spiritual journey - Love, love for all beings as manifestation of the same Divinity that is the very core of oneself. This faith alone ensures the constant presence of God with you, and endows you with all the joy and courage you need to fulfill your life’s pilgrimage to God. When the reservoir is full of water and you turn on the taps, then the buckets will be filled. Cultivate love and devotion, then your activities will be saturated with compassion and charity, and yield the golden harvest of joy and peace. Love must be unselfish and universal. You judge for yourself whether your love is narrow or broad, and whether your devotion is shallow or deep. Are you content with your achievement? Examine it yourself and pronounce the verdict on yourself, using your own discrimination.


Hanya ada satu jalan besar untuk perjalanan spiritual - kasih, kasih bagi semua makhluk adalah sebagai perwujudan dari kualitas ke-Tuhanan yang sama yang menjadi inti dari seseorang. Hanya dengan keyakinan ini memastikan kehadiran Tuhan secara terus menerus denganmu dan memberkatimu dengan semua suka cita dan dukungan yang engkau perlukan untuk meraih perjalanan hidupmu mencapai Tuhan. Ketika tangki penyimpan air sudah penuh dan engkau membuka kerannya maka ember akan terisi dengan air. Tingkatkan kasih dan bhakti, kemudian kegiatanmu akan disucikan dengan welas asih dan kemurahan hati, dan menghasilkan panen berupa suka cita dan kedamaian. Kasih harus tidak mementingkan diri sendiri dan bersifat universal. Engkau menilai dirimu sendiri apakah kasihmu bersifat sempit atau luas, dan apakah bhaktimu adalah dangkal atau dalam. Apakah engkau puas dengan pencapaianmu? Periksa dirimu sendiri dan ucapkan hasilnya pada dirimu sendiri, menggunakan diskriminasimu sendiri. [Divine Discourse, Jan 13, 1970]

-BABA