You may have witnessed chariot festivals (Rathotsavam) in pilgrimage centers. Huge temple chariots are gorgeously decorated with flags and festoons, stalwart bands of men draw them along the roads to the music of blowpipes and conches, and dancing groups and chanters precede it, adding to the exhilaration of the occasion. Thousands crowd around the holy chariot. Their attention is naturally drawn towards the entertainment, but they feel happiest only when they fold their palms and bow before the Idol in the chariot. The rest is all subsidiary, even irrelevant. So too in the process of life, body is the chariot, and the Atma is the Idol installed therein. Earning and spending, laughing and weeping, hurting and healing, and the various acrobatics in daily living are but subsidiary to the adoration of God and the union with God.
Engkau mungkin telah menyaksikan perayaan kereta suci (Rathotsavam) di pusat perziarahan. Kereta dari tempat suci yang besar dihias sangat indah dengan bendera dan rangkaian bunga, banyak bhakta yang menarik kereta suci itu sepanjang jalan dengan iringan musik dari terompet dan kerang, serta kelompok penari dan lantunan kidung suci mengawalinya, menambahkan kebahagiaan pada perayaan itu. Ribuan orang mengelilingi di sekitar kereta suci itu. Perhatian mereka secara alami tertuju pada pertunjukan, namun mereka merasa paling sangat gembira hanya ketika mereka mencakupkan tangan mereka dan menunduk menunjukkan bhakti kehadapan wujud Tuhan yang ada di dalam kereta suci itu. Sedangkan sisa yang lainnya adalah sebagai tambahan saja, bahkan tidak relevan. Begitu juga proses dalam hidup, tubuh adalah kereta suci itu dan Atma adalah wujud Tuhan yang ada di dalamnya. Menghasilkan dan menghabiskan, tertawa dan menangis, tersakiti dan tersembuhkan, dan berbagai jenis akrobat dalam kehidupan sehari-hari hanyalah sebagai tambahan dari pemujaan kepada Tuhan dan penyatuan pada Tuhan. (Divine Discourse, Jan 13, 1969)
-BABA
No comments:
Post a Comment