Monday, June 30, 2014

Thought for the Day - 30th June 2014 (Monday)

As a pilgrim, you are helped or handicapped by the antics of the mind. The mind has as its warp and woof, desire or thirst for something or the other, getting some gain or avoiding some loss. Desire arises from attachment, which is a consequence of delusion. Desire distorts and denigrates the mind, and keeps it incessantly agitated. No sheet of water can be calm when stones drop on it, and if there is a perpetual shower of desires, it will be pitifully restless. The bliss which emanates from the Soul (Atma) must be stored leveraging the reservoir of your mind (Buddhi). But, if the reservoir has many cracks and crevices (senses), bliss (Aananda) will be frittered away rendering the reservoir of mind dry. When the hunger of the senses is sought to be appeased, your mind becomes vacillating and wayward. Your mind’s legitimate role is to be the master of your senses, which are its servants.

Sebagai seorang peziarah, engkau dibantu atau dihalangi oleh kejenakaan pikiran. Pikiran memiliki kekacauan dan kekisruhannya, keinginan atau kehausan akan sesuatu atau yang lainnya, mendapatkan beberapa keuntungan atau menghindari beberapa kerugian. Keinginan muncul dari keterikatan, yang merupakan konsekuensi dari ilusi/khayalan. Keinginan mengubah dan mencemari pikiran, dan terus-menerus mengacaukannya. Air tidak akan tenang, ketika batu jatuh di atasnya, dan jika ada hujan keinginan yang terus-menerus, maka akan menjadi tidak tenang. Kebahagiaan yang memancar dari Jiwa (Atma) harus disimpan memanfaatkan gudang pikiranmu (Buddhi). Tetapi, jika gudang memiliki banyak celah dan retakan (indera), kebahagiaan (Aananda) akan menjauh pergi membuat gudang pikiran kering. Ketika keinginan indera menuntut pemenuhannya, pikiranmu menjadi terombang-ambing dan bimbang. Peran yang masuk akal dari pikiranmu adalah untuk menjadi master inderamu, yangmana indera merupakan pelayan-pelayannya. (Divine Discourse, 22 Jan 1982)

-BABA

Sunday, June 29, 2014

Thought for the Day - 29th June 2014 (Sunday)

In the Ramayana story, Queen Kaikeyi yields to the selfish wiles of her maid and as a consequence, her lord King Dasaratha lost his life. Rama who she regarded as her very life-breath was exiled into the forest, and Bharatha her son, disowned her for the very same act! She drew on herself the condemnation from all the people in the Kingdom of Ayodhya. The story is an allegory. Dasaratha is the human body with the five senses of perception and the five senses of action - the ten chariots or Dasha-ratha. He wedded the Queen, the Mind, and the mind yielded to the servant and caused the downfall. This clearly teaches us the legitimate role of the mind as the master of one’s senses. If the master serves the servants, then, he or she loses their self-respect and falls in the esteem of all.

Dalam kisah Ramayana, Ratu Kaikeyi menyerah kepada tipu muslihat egois pembantunya dan sebagai konsekuensinya, Raja Dasaratha kehilangan nyawanya. Rama yang dianggapnya sebagai napas kehidupannya diasingkan ke dalam hutan, dan Bharatha anaknya, tidak mengakuinya dan melakukan tindakan yang sama! Dia mendapatkan kecaman dari semua orang di Kerajaan Ayodhya. Cerita ini adalah sebuah kiasan. Dasaratha dapat diibaratkan sebagai badan manusia dengan panca indera persepsi dan panca indera tindakan - sepuluh kereta atau Dasha-ratha. Dia menikahi Ratu, melambangkan pikiran, dan pikiran menyerah kepada pembantunya dan menyebabkan kejatuhan. Ini jelas mengajarkan kepada kita peran yang masuk akal dari pikiran sebagai master indera. Jika sang master melayani pembantunya, maka, ia kehilangan harga dirinya dan mengalami kejatuhan. (Divine Discourse, 20 Nov 1982)

-BABA

Saturday, June 28, 2014

Thought for the Day - 28th June 2014 (Saturday)

Co-operation among individuals grouped as a society guarantees security and stability. It is called, Shri Rama Raksha (protection), the mark of Divine Grace. The surest sign of awareness of one’s Divine Nature is the recognition of the bond of kinship with other beings. This bond has now snapped, and as a result, life has been rendered meaningless. The evil spirits of greed and pride, of envy and hatred, are executing their demonic dance in the hearts of man. People are not able to appreciate the value of the air they breathe, of the Sun's rays that illumine the world, the drops of rain that sustain life, and the subtle power that underlies every object in Nature. They have become low-minded people, dedicating their lives to meaningless pursuits. What needs to be done today is to foster people who are determined to stand and even suffer to realise the holy goals of peace and prosperity for the entire world.

Kerjasama antara individu-individu dikelompokkan sebagai masyarakat menjamin keamanan dan stabilitas. Hal ini disebut, Shri Rama Raksha (perlindungan), tanda berkat Tuhan. Tanda paling pasti dari kesadaran Ilahi seseorang adalah menyadari ikatan kekerabatan dengan makhluk lain. Ikatan ini kini tidak kuat, dan hidup menjadi tidak berarti. Spirit buruk dari keserakahan dan kesombongan, iri hati dan kebencian, melakukan tarian setan dalam hati manusia. Orang-orang tidak mampu menghargai nilai dari udara yang mereka hirup, sinar matahari yang menerangi dunia, tetesan hujan yang mendukung kehidupan, dan kekuatan halus yang mendasari setiap objek di alam semesta. Mereka telah menjadi orang-orang yang berpikiran rendah, mendedikasikan hidup mereka untuk kegiatan yang tidak berarti. Apa yang perlu dilakukan saat ini adalah mendorong orang-orang yang bertekad untuk tetap berdiri kokoh dan bahkan menderita untuk mewujudkan tujuan suci kedamaian dan kemakmuran bagi seluruh dunia. (Divine Discourse, Jan 22, 1982)

-BABA

Friday, June 27, 2014

Thought for the Day - 27th June 2014 (Friday)

What manifests externally is called ‘Manas’ (Mind). That which is internal is ‘Nama’ (The Name of the Lord). Repeating the Name of the Lord, you can gain control over your mind and attain the state where there is no Mind (Amanaska). As long as you are under the influence of your mind, you will tread the worldly path and get lost. You can clearly hear the voice of the Lord, only when you attain the “No Mind” State. To attain that state, you must listen to the inner voice, the voice of the Lord within you. To hear Him, you must practice Devotion and Surrender. The easiest way to understand and experience God is to Love Him. You can easily grow in love for God, by worshipping Him in a specific form. A true devotee does all duties with total surrender only to please God, and dedicates every action to please Him.

Manifestasi eksternal disebut dengan 'Manas' (Pikiran). Manifestasi internal di sebut dengan 'Nama' (Nama Tuhan). Dengan mengulang Nama Tuhan, engkau dapat mengendalikan pikiranmu dan mencapai keadaan di mana tidak ada Pikiran (Amanaska). Selama engkau berada di bawah pengaruh pikiranmu, engkau akan menapak jalan duniawi dan tersesat. Engkau dapat dengan jelas mendengar suara Tuhan, hanya ketika engkau mencapai keadaan "No Mind" (tidak ada pikiran). Untuk mencapai keadaan itu, engkau harus mendengarkan suara hati, suara Tuhan di dalam dirimu. Untuk mendengar-Nya, engkau harus mempraktikkan Pengabdian dan Pasrah total. Cara termudah untuk memahami dan mengalami Tuhan adalah dengan Mengasihi-Nya. Engkau dapat dengan mudah mengembangkan kasih Tuhan, dengan memuja-Nya dalam suatu wujud tertentu. Seorang bhakta sejati melakukan semua tugas dengan pasrah total hanya untuk menyenangkan Tuhan, dan mendedikasikan setiap tindakan untuk menyenangkan-Nya. (My Dear Students, Vol 3,Ch 7, July 9, 1989)

-BABA

Thursday, June 26, 2014

Thought for the Day - 26th June 2014 (Thursday)

Health is the greatest blessing. Without it, you cannot do even the smallest work. Health is indispensable for your progress in material, moral, political, economic, artistic and spiritual fields. Food habits are of primary importance if health must be secured and maintained. 'No restraint, no success' is the axiom. Among the 8.4 million species of living beings, all except humans live on food as provided by Mother Nature. Human beings alone strive to make such food more palatable, more attractive to the senses of sight, touch and smell by boiling, frying, freezing and mixing, grinding and soaking. Natural Food is really beneficial. Catering to the cravings of the tongue, if you intake heavy food thrice or more a day, you will fall ill and lose the sprightliness of youth. Restraints, controls and limits must be applied to the tongue. Regular and limited intake alone will enable you to discharge your duties.

Kesehatan adalah berkat terbesar. Tanpa kesehatan, engkau tidak dapat melakukan bahkan pekerjaan kecil sekalipun. Kesehatan sangat diperlukan untuk kemajuanmu dalam bidang materi, moral, politik, ekonomi, seni, dan spiritual. Yang terpenting untuk menjaga kesehatan adalah kebiasaan makan. Seperti aksioma 'tidak ada pengendalian, tidak ada keberhasilan'. Di antara 8,4 juta spesies makhluk hidup, semuanya kecuali manusia, hidup dengan makanan yang disediakan oleh alam. Hanya manusia yang berusaha untuk membuat makanan menjadi lebih enak, lebih menarik bagi indera penglihatan, sentuhan dan bau dengan cara merebus, menggoreng, pembekuan dan pencampuran, penggilingan dan perendaman. Makanan alami benar-benar bermanfaat. Memenuhi keinginan lidah, jika engkau makan berat tiga kali sehari atau lebih, engkau akan jatuh sakit dan kehilangan keceriaan masa muda. Pengendalian, kontrol, dan pembatasan harus diterapkan pada lidah. Makanan yang cukup dan terkendali akan memungkinkan engkau untuk melaksanakan kewajibanmu. (Divine Discourse, 20 Nov 1982)

-BABA

Wednesday, June 25, 2014

Thought for the Day - 25th June 2014 (Wednesday)

Understand the Nature of the Divine Soul (Atma), which gives sustenance to all the senses. The five senses originate from Ether, which emerges from the Atma. Hence, if you understand the Atma, it is highly likely that your senses will be under your control. Then you will always be happy. Know that happiness is beyond comfort and sorrow. Comfort and sorrow are just the manifestations of the human mind. The state which is beyond this pleasure and grief is truly happiness. You can realize this state when you listen to the voice within you. God is present within you and He truly speaks to you from within. To experience that inner voice, you must silence your mind. You must control the activity of the external senses. When the inner and outer organs are completely controlled, you will clearly hear the Lord, speaking to you, from within.

Pahamilah bahwa pada dasarnya Atma, yang memberikan kehidupan pada semua indera. Panca indera berasal dari Ether, yang muncul dari Atma. Oleh karena itu, jika engkau memahami Atma, sangat mungkin bahwa inderamu akan berada di bawah kendalimu. Maka engkau akan selalu merasa bahagia. Ketahuilah bahwa kebahagiaan berada di luar kenyamanan dan kesedihan. Kenyamanan dan kesedihan hanyalah manifestasi dari pikiran manusia. Keadaan yang berada di luar kesenangan dan kesedihan inilah kebahagiaan sejati. Engkau dapat menyadari keadaan ini ketika engkau mendengarkan suara di dalam dirimu. Tuhan ada dalam dirimu dan Beliau benar-benar berbicara kepadamu dari dalam. Untuk mengalami suara hati-mu, engkau harus mengheningkan pikiranmu. Engkau harus mengontrol aktivitas indera eksternal. Ketika organ dalam dan luar benar-benar dikontrol, engkau jelas akan mendengar suara Tuhan, berbicara kepadamu, dari dalam. My Dear Students, Vol 3, Ch 7, Jul 9, 1989.

- BABA

Tuesday, June 24, 2014

Thought for the Day - 24th June 2014 (Tuesday)

If you are established in peace, you will find that Love arises from it. Peace and love are intimately related. Many pretend as if they love all. Their actions represent how dramatic one can get in the field of love. This is not true love. True love finds fulfilment only when it is with peace. Once you develop true love, Non-violence will naturally manifest from within and you will not hurt or harm anyone. Love is present everywhere, in every being in this world. Love is beyond a specific name, form or action. Love is God, Live in Love. This is taught to you by Educare. The process of education inculcates desire, hatred, jealousy, lust, greed and avarice, which are worldly traits or behavioural tendencies. Educare on the other hand, consists of adherence to Truth, Non-Violence, Love, Peace and Righteousness - qualities that are present within you.

Jika engkau senantiasa berada dalam kedamaian, engkau akan menemukan bahwa Cinta-kasih muncul dari itu. Kedamaian dan cinta-kasih terkait sangat erat. Banyak orang berpura-pura seolah-olah mereka mengasihi semuanya. Tindakan mereka mewakili bagaimana dramatisnya seseorang bisa mendapatkan ladang cinta-kasih. Ini bukanlah cinta-kasih sejati. Cinta-kasih sejati menemukan pemenuhan hanya bila berada dalam kedamaian. Setelah engkau mengembangkan cinta-kasih sejati, tanpa kekerasan akan terwujud secara alami dari dalam dan engkau tidak akan menyakiti atau merugikan siapapun. Cinta-kasih ada di mana-mana, di setiap makhluk di dunia ini. Cinta-kasih melampaui nama, bentuk, atau tindakan tertentu. Kasih adalah Tuhan, hiduplah dalam kasih. Ini adalah pelajaran dari Educare. Proses pendidikan menanamkan keinginan, kebencian, iri hati, nafsu, keserakahan dan ketamakan, yang merupakan sifat-sifat duniawi atau kecenderungan perilaku. Di sisi lain, Educare, mengajarkan kepatuhan terhadap kebenaran, tanpa kekerasan, cinta-kasih, kedamaian, dan kebajikan - kualitas yang ada dalam dirimu. (My Dear Students, Vol 2,Ch 13, June 7, 2007)

-BABA

Thougt for the Day - 23rd June 2014 (Monday)

Mind is present inside the body amidst the five sheaths (Pancha Koshas). The five sheaths are gross body sheath (Annamaya Kosha), Pranamaya Kosha (pertaining to the life force), Manomaya Kosha (mind sheath), Vijnanamaya Kosha (intellect sheath), and Anandamaya Kosha (Bliss sheath). Above the mind sheath is Prana (life force) and below it is discrimination power. Both of these are related to Fire. Mind is related to Water. The Moon is the presiding deity for the Mind. Hence coolness is its nature. Because of the presence of life force above and discrimination power below, the Mind melts and gets transformed into water. Water’s nature is to flow towards a lower level. It does not have the nature of flowing upwards. Hence the mind always wanders around the sensory and worldly pleasures. It cannot voyage towards the pure and higher stages. To divert the mind towards higher realms, spirituality is of utmost necessity.

Pikiran ada di dalam badan di tengah-tengah lima selubung (Pancha Koshas). Lima selubung itu adalah selubung badan kasar (Annamaya Kosha), Pranamaya Kosha (berkaitan dengan kekuatan hidup), Manomaya Kosha (selubung pikiran), Vijnanamaya Kosha (selubung intelek), dan Anandamaya Kosha (selubung kebahagiaan). Di atas selubung pikiran adalah Prana (kekuatan hidup) dan di bawahnya adalah kemampuan diskriminasi. Kedua hal ini berhubungan dengan api. Pikiran terkait dengan air. Bulan adalah dewa pemimpin untuk pikiran. Oleh karena itu, kesejukan adalah sifatnya. Karena adanya kekuatan hidup di atasnya dan di bawahnya kemampuan diskriminasi, pikiran mencair dan akan berubah menjadi air. Sifat air adalah mengalir menuju tingkat yang lebih rendah. Ia tidak memiliki sifat mengalir ke atas. Oleh karena itu, pikiran senantiasa mengembara di sekitar kesenangan indrawi dan duniawi. Ia tidak dapat melakukan perjalanan menuju tahapan yang lebih tinggi dan murni. Untuk mengalihkan pikiran menuju alam yang lebih tinggi, spiritualitas adalah yang sangat diperlukan. (My Dear Students, Vol 3,Ch 7, July 9, 1989)

-BABA

Sunday, June 22, 2014

Thought for the Day - 22nd June 2014 (Sunday)

Truth is not merely describing what you have seen, expressing as is what you have heard or sharing honestly what you have experienced. Truth is beyond all this. It is a deep inner feeling and it must come from within. Truth must originate from your heart. Truth is permanent; it does not change with the passage of time. When you rely on Truth (Satya), Righteousness (Dharma) arises out of it. It is Truth that teaches how one should conduct oneself and perform one’s duties. Righteousness is a reflection of Truth. You will experience peace when Sathya and Dharma co-exist. This is indeed peace, Shanti. It is foolishness to think that Peace exists elsewhere and is separate from you. If you separate truth and righteousness, you will find only pieces, on the other hand if you blend them you will experience Peace always.

Kebenaran tidak hanya menggambarkan apa yang telah engkau lihat, mengungkapkan seperti apa yang engkau dengar atau berbagi kejujuran ​​apa yang telah engkau alami. Kebenaran di luar semua ini. Ini adalah perasaan batin yang mendalam dan itu harus datang dari dalam. Kebenaran harus berasal dari hatimu. Kebenaran bersifat permanen; tidak berubah dengan berlalunya waktu. Bila engkau bergantung pada Kebenaran (Satya), Kebajikan (Dharma) muncul dari itu. Ini adalah Kebenaran yang mengajarkan bagaimana seseorang harus memperlakukan dirinya sendiri dan melakukan kewajibannya. Kebajikan adalah refleksi dari Kebenaran. Engkau akan mengalami kedamaian ketika Sathya dan Dharma berdampingan. Inilah kedamaian yang sesungguhnya, Shanti. Adalah suatu kebodohan berpikir bahwa kedamaian ada di tempat lain dan terpisah darimu. Jika engkau memisahkan kebenaran dan kebajikan, engkau akan menemukan hanya potongan-potongan saja, di sisi lain jika engkau memadukannya engkau akan selalu mengalami kedamaian. (My Dear Students, Vol 2,Ch 13, June 7, 2007)

-BABA

Saturday, June 21, 2014

Thought for the Day - 21st June 2014 (Saturday)

Lord Krishna said, “Don’t conduct yourself like a beast, not even like a human being. Know that you are the spark of the Divine. You are ancient, eternal and essentially Divine. Mamaivamsho Jeeva Loke Jeeva Bhoota Sanatanaha.” Being the sparks of Divine, you must have the sacred qualities of Truth, Righteousness, Peace, Love and Nonviolence. Instead of behaving in accordance with these noble virtues, people submit themselves to evil qualities like lust, greed, anger, jealousy, hatred and avarice which does not befit a human being. These changes are due to one’s food habits and behavior. The food you take and the water you drink must be pure, and timely. Lead a well regulated human life and realise the Divine within you.

Krishna mengatakan, "Janganlah memperlakukan dirimu seperti binatang, bahkan juga tidak seperti manusia. Ketahuilah bahwa engkau adalah percikan Tuhan. Engkau pada dasarnya adalah kekal dan merupakan percikan Tuhan. Mamaivamsho Jeeva Loke Jeeva Bhoota Sanatanaha. "Sebagai percikan Tuhan, engkau harus memiliki sifat-sifat suci yaitu Kebenaran, Kebajikan, Kedamaian, Cinta-kasih dan Tanpa-kekerasan. Alih-alih berperilaku sesuai dengan sifat-sifat mulia ini, orang-orang tunduk kepada sifat-sifat buruk seperti nafsu, keserakahan, kemarahan, kecemburuan, kebencian, dan ketamakan yang tidak berguna bagi manusia. Perubahan ini disebabkan oleh kebiasaan makanan dan perilaku seseorang. Makanan yang engkau makan dan air yang engkau minum harus murni, dan tepat waktu. Jalanilah kehidupan yang diatur dengan baik dan menyadari Tuhan yang ada dalam dirimu. (My Dear Students, Vol 2,Ch 13, June 7, 2007)

-BABA

Friday, June 20, 2014

Thought for the Day - 20th June 2014 (Friday)

Devotion these days appears more as a way of spending one's time rather than as the royal road to the eternal mansion of the Divine. You need not make much effort to grow grass. But to raise a useful crop you have to labour hard. Likewise, it is no great achievement to experience the trivial and transient pleasures of mundane existence; it is like growing grass. You must strive to cultivate the nectarous and lasting bliss of divine Love. Those who aspire for such love are not easy to find. All appear as devotees. But the one who has experienced the Divine Principle will not go after sensuous pleasures.

Pengabdian saat ini muncul lebih sebagai cara untuk menggunakan waktu seseorang bukan sebagai jalan raya ke rumah abadi Tuhan. Engkau tidak perlu melakukan banyak usaha untuk menumbuhkan rumput, tetapi untuk tanaman yang berguna engkau harus bekerja keras. Demikian juga, bukan suatu pencapaian yang besar mengalami kesenangan duniawi yang bersifat sementara; itu dapat diibaratkan seperti rumput yang tumbuh. Engkau harus berusaha untuk menumbuhkan kebahagiaan abadi Kasih Tuhan. Adalah tidak mudah untuk menemukan cinta-kasih yang seperti itu. Semuanya muncul sebagai para bhakta. Tetapi orang yang telah mengalami Prinsip Ilahi tidak akan pergi setelah mencapai kesenangan duniawi. (My Dear Students, Vol 3,Ch 6, June 27, 1989)

-BABA

Thursday, June 19, 2014

Thought for the Day - 19th June 2014 (Thursday)

Never forsake your parents till your last breath. Even if they didn’t provide for all you asked and wished, you must love them. Your mother has undergone many hardships for your sake. She nourished you in many ways. Forgetting or ignoring your mother is the worst of sins. Father has worked hard to take care of you and raise you. Never make your parents feel distant from you. Love and respect them at all times. You must satisfy the needs of your parents, using the education they gave you. Their satisfaction will give you infinite joy. Do not believe your friends to be your everything – as long as you have money in your pocket, they are your friends. When you are penniless, most of them will bid goodbye.

Jangan pernah meninggalkan orang tuamu sampai napas terakhirmu. Bahkan jika mereka tidak menyediakan semua yang engkau minta dan yang engkau harapkan, engkau harus mencintai mereka. Ibumu telah mengalami banyak kesulitan demi kepentinganmu. Beliau merawat engkau dengan berbagai cara. Melupakan atau mengabaikan ibumu adalah dosa yang terburuk. Ayahmu telah bekerja keras untuk memelihara dan menjagamu. Jangan pernah membuat orang tuamu merasa jauh dari-mu. Cintai dan hormati mereka setiap saat. Engkau harus memenuhi kebutuhan orang tuamu dengan menggunakan pendidikan yang telah mereka berikan kepadamu. Kepuasan mereka akan memberikan sukacita yang tak terbatas. Janganlah mempercayai teman-temanmu sebagai segalanya-galanya - selama engkau memiliki uang di sakumu, mereka adalah temanmu. Jika engkau tidak mempunyai uang, sebagian besar dari mereka akan mengucapkan selamat tinggal. (My Dear Students, Vol 2, Ch 12, June 4, 2009)

-BABA

Wednesday, June 18, 2014

Thought for the Day - 18th June 2014 (Wednesday)

There is no harm in pursuing one's worldly duties while having Self-realisation as the goal of life. Life is not meant for just living, it is a means to realize one’s true nature. Treating life as a righteous journey, you should devote at least a few minutes every day to thoughts on the true aims of life. Many hours in a day are wasted on selfish pursuits, but not even a few minutes are devoted to contemplation of God. Alas! What misfortune is this! In the Bhagavad Gita, Krishna called upon Arjuna to regard himself as an instrument of the Divine. All of you are instruments of the Divine. Discharge your duties leaving the result to God. Your role is to do your duty sincerely. Victory and defeat are in God’s hands. Do not even feel that you are the doer. You must think the Lord is giving me this opportunity and making me play this role in life.

Menyadari Sang Atma merupakan tujuan hidup, namun tidak ada salahnya untuk mengikuti/melaksanakan kewajiban-kewajiban duniawi. Hidup ini tidak dimaksudkan hanya untuk menjalani kehidupan, ini adalah sarana untuk mewujudkan sifat sejati seseorang. Perlakukanlah hidup sebagai sebuah perjalanan yang benar, engkau harus mengabdikan setidaknya beberapa menit setiap hari untuk memikirkan tujuan sejati kehidupan. Banyak waktu dalam sehari yang terbuang pada kegiatan-kegiatan yang mementingkan diri sendiri, tetapi tidak sedikitpun dikhususkan untuk merenungkan Tuhan. Aduh! Kemalangan apa ini! Dalam Bhagavad Gita, Krishna mengatakan pada Arjuna agar menganggap dirinya sebagai instrument Tuhan. Kalian semua adalah instrumen Tuhan. Lakukanlah kewajibanmu dan serahkanlah hasilnya kepada Tuhan. Peranmu adalah untuk melakukan kewajibanmu dengan sungguh-sungguh. Kemenangan dan kekalahan ada di tangan Tuhan. Janganlah merasa bahwa engkau adalah pelaku. Engkau harus berpikir bahwa Tuhan memberikan kesempatan ini dan membuat saya memainkan peran ini dalam kehidupan ini. (My Dear Students, Vol 3,Ch 6, June 27, 1989)

-BABA

Tuesday, June 17, 2014

Thought for the Day - 17th June 2014 (Tuesday)

Wherefrom does humanness come? It comes from your heart. Here, the heart referred to is not the physical heart but the spiritual heart which is free from all blemishes. Like fragrant air, your purity should spread everywhere. You should share with others the pure thoughts and the pure feelings that emanate from you. Whatever you do, it should be helpful to others. Help Ever, Hurt Never - If you imbibe these two qualities, everything will become good for you. Today educated people are proud of their Ph. D. degrees. What does the true Ph.D. mean? The letter ‘P’ stands for Person, ‘h’ for Help and ‘D’ for Divinity. Hence, one with Ph.D. degree is the person who helps others and attains Divinity. On the contrary, if one does not help others, then the letter ‘p’ will denote that he is a papi (sinner). You will attain everything if you protect your humanness.

Darimanakah kemanusiaan datang? Ia berasal dari hatimu. Di sini, hati yang dimaksud bukanlah hati secara fisik tetapi hati spiritual yang bebas dari segala noda. Dapat diibaratkan seperti udara yang harum, kemurnianmu harus menyebar kemana-mana. Engkau harus berbagi dengan orang lain pikiran dan perasaan yang murni yang berasal dari dirimu. Apa pun yang engkau lakukan, itu harus membantu orang lain. Selalulah membantu, jangan pernah menyakiti - Jika engkau menyerap dua kualitas tersebut, semuanya akan menjadi baik untukmu. Saat ini orang berpendidikan bangga dengan gelar Ph.D.mereka. Apa artinya Ph.D.? Huruf 'P' adalah singkatan dari Person, 'h' untuk Help dan 'D' untuk Divinity. Oleh karena itu, seseorang dengan gelar Ph.D. adalah orang yang membantu orang lain dan mencapai Divinity. Sebaliknya, jika seseorang tidak membantu orang lain, maka huruf 'p' akan menunjukkan bahwa ia adalah seorang papi (berdosa). Engkau akan mencapai segala sesuatu jika engkau menjaga sifat kemanusiaan yang ada dalam dirimu. (My Dear Students, Vol 2, Ch 12, June 4, 2009)

-BABA

Monday, June 16, 2014

Thought for the Day - 16th June 2014 (Monday)

Today people tend to go by the letter of the scriptures. The words of the scriptures should be interpreted and understood in the context of the prevailing time and circumstances. Then their real meaning will be clear. Also no one adheres to what one says or preaches. More than listening to spiritual discourses, one must try to practise at least a part of what one learns. Vedanta is being expounded at many places, not to speak of the discourses on the Gita. But how many understand the real spirit of the Gita and act up to its message? It is because of this dichotomy between preaching and practice that spiritual teachings are being treated with little regard. Only when the feelings emanating from the heart, the words coming out of the mouth and the actions one performs are all in perfect harmony will one's life be based on truth.

Saat ini orang-orang cenderung untuk meninggalkan kitab suci. Pesan-pesan dari kitab suci harus ditafsirkan dan dipahami sesuai dengan konteks waktu dan keadaan yang berlaku. Baru setelah itu, arti sebenarnya dari kitab suci tersebut akan menjadi jelas. Saat ini juga tidak ada orang yang mematuhi apa yang dikatakan atau apa yang dipelajari. Kita seharusnya mencoba untuk mempraktikkan setidaknya sebagian dari apa yang kita pelajari, bukan hanya sekedar mendengarkan wacana-wacana spiritual. Vedanta diuraikan dengan terperinci di banyak tempat. Tetapi berapa banyak orang yang memahami semangat nyata dari Gita dan bertindak untuk melaksanakan pesan-pesannya? Hal ini karena dikotomi antara khotbah dan praktik bahwa ajaran-ajaran spiritual sedikit mendapatkan penghargaan. Hanya ketika perasaan yang berasal dari hati, kata-kata yang keluar dari mulut dan tindakan yang dilakukan, semunya merupakan harmoni yang sempurna, maka kehidupan seseorang didasarkan pada kebenaran. (My Dear Students, Vol 3, Ch 6, June 27, 1989)

-BABA

Sunday, June 15, 2014

Thought for the Day - 15th June 2014 (Sunday)

There are many educated youth with multiple degrees. How do they put them to use? To earn money! Money does matter a lot in the present times. You need money even to go to the temple, to drink a cup of coffee or a bottle of water. However you must develop more humanness rather than just running after money. We are responsible for all problems around us. If you shape yourself into a good person and practice what you have learnt, the world would be a different place. Do not lead your lives with arrogance, pride and other wicked qualities. Instead, live your life with a sense of humility and obedience. You become pure, only when you get rid of your wicked qualities. To remove the pollution around you, you must have a pure mind. A pure mind is one that is without any doubts, selfless and steady. Only a pure mind can uphold the honour of a Nation.

Ada banyak pemuda berpendidikan dengan beberapa gelar. Bagaimana mereka menggunakan gelar tersebut? Untuk mendapatkan uang! Uang membawa banyak masalah di masa kini. Engkau memerlukan uang bahkan untuk pergi ke kuil, untuk minum secangkir kopi atau sebotol air. Meskipun demikian, engkau harus mengembangkan kemanusiaan bukan hanya untuk mengejar uang. Kita bertanggung jawab atas semua masalah di sekitar kita. Jika engkau membentuk dirimu menjadi orang yang baik dan mempraktikkan apa yang telah engkau pelajari, dunia akan menjadi tempat yang berbeda. Janganlah engkau menjalani kehidupanmu dengan kesombongan, kebanggaan, dan sifat-sifat buruk lainnya. Sebaliknya, engkau hendaknya menjalani hidup dengan rasa kerendahan hati dan ketaatan. Engkau akan menjadi murni, hanya ketika engkau menyingkirkan sifat-sifat buruk yang ada dalam dirimu. Untuk menghilangkan polusi di sekitarmu, engkau harus memiliki pikiran yang murni. Pikiran yang murni adalah tanpa keraguan, tanpa pamrih dan tetap mantap. Hanya pikiran yang murni yang dapat menjunjung tinggi kehormatan Bangsa. (My Dear Students, Vol 2, Ch 12, June 4, 2009)

-BABA

Saturday, June 14, 2014

Thought for the Day - 14th June 2014 (Saturday)

People who take a pledge to observe certain disciplines in all times, fail to do so when the circumstances are not congenial. One day all the deers in the forest held a conference. They discussed thus: “Do dogs possess the abilities we have?” One of them bravely said, “If we kick a dog appropriately, it can be disembowelled; we have that power!” Another deer added, “Dogs cannot run at speeds we can. We can even leap in the air.” The third said, “Exactly! Dogs can’t run as fast as us and we are stronger and more capable. From now on, we should not be afraid of dogs. We must face them with all our strength and fight back”. Having thus decided, they all clapped merrily. Hearing this noise, a dog in a distance howled loudly. No sooner did the deers hear the sound, all of them, without any exception, fled the place. The behaviour of those who preach Vedanta these days is very much on a par with these deers.

Orang-orang yang berjanji untuk menjalankan disiplin tertentu di sepanjang waktu, gagal untuk melakukannya ketika keadaan tidak sesuai. Suatu hari semua rusa di hutan mengadakan konferensi. Mereka membahas: "Apakah anjing memiliki kemampuan yang kita miliki?" Salah satu dari mereka dengan berani mengatakan, "Jika kita menendang anjing dengan tepat, itu dapat mengeluarkan isi perutnya; kita memiliki kekuatan itu! "Rusa lainnya menambahkan,"Anjing tidak bisa berlari secepat yang bisa kita lakukan. Kita bahkan dapat melompat di udara. "Yang ketiga berkata," Tepat! Anjing tidak bisa berlari secepat kita dan kita lebih kuat dan lebih mampu. Mulai sekarang, kita tidak perlu takut pada anjing. Kita harus menghadapi mereka dengan segenap kekuatan kita dan melawannya". Setelah memutuskan demikian, mereka semua bertepuk tangan dengan gembira. Mendengar suara ini, anjing di kejauhan menggonggong dengan keras. Tidak lama setelah mendengar suara tersebut, mereka semua, tanpa kecuali, melarikan diri dari tempat itu. Perilaku mereka yang mengajarkan Vedanta hari ini sangat banyak setara dengan rusa tersebut. (My Dear Students, Vol 3,Ch 5, June 27, 1989)

-BABA

Friday, June 13, 2014

Thought for the Day - 13th June 2014 (Friday)


Cultivate the five values of Truth, Righteousness, Peace, Love and Nonviolence (Sathya, Dharma, Shanti, Prema and Ahimsa). When you have Sathya and Dharma, you will automatically get peace (Shanti). When you are peaceful, you will not hurt or hate anybody (Ahimsa). This peaceful attitude blossoms into love and brings about equality in every being. When such a loving environment prevails, there will be no quarrels in the world. Therefore, truth and righteousness are essential to attain and grow in love. In any situation, come what may, never take the path of untruth. If you speak untruth, there is no love. Speak the truth at all times, attain love and feel it everywhere around you. This is the essence of the scriptures, taught by many sages and saints in various methods. God is Love.


Kembangkanlah lima nilai yaitu Kebenaran, Kebajikan, Kedamaian, Cinta-kasih, dan tanpa kekerasan (Sathya, Dharma, Shanti, Prema dan Ahimsa). Bila engkau memiliki Sathya dan Dharma, secara otomatis engkau akan mendapatkan kedamaian (Shanti). Bila engkau merasakan kedamaian, engkau tidak akan menyakiti atau membenci siapa pun (Ahimsa). Kedamaian ini mekar menjadi cinta-kasih dan membawa kesamaaan dalam semua makhluk. Ketika lingkungannya penuh kasih, maka tidak akan ada pertengkaran di dunia. Oleh karena itu, kebenaran dan kebajikan sangat penting untuk engkau capai sehingga cinta-kasih akan berkembang. Dalam situasi apa pun, apa pun yang terjadi, janganlah pernah mengambil jalan yang tidak benar. Jika engkau berbicara tidak benar, tidak akan ada cinta-kasih. Berbicaralah yang benar setiap saat, maka engkau akan mendapatkan cinta-kasih dan merasakannya di mana-mana di sekitarmu. Inilah inti dari kitab suci, diajarkan oleh para orang bijak dan orang-orang suci dalam berbagai metode. Tuhan adalah cinta-kasih. (My Dear Students, Vol 2, Ch 12, June 4, 2009)
-BABA

Thursday, June 12, 2014

Thought for the Day - 12th June 2014 (Thursday)

God is beyond all qualities. He is blemishless, steady and selfless (Nirmalam, Nischalam and Niswartham). He is beyond time and space. Don’t try to confine God to just one form. Install the principle that God is the Divine Soul (Atma) present within you and contemplate on Him. In every step, everything you see, God is present. God is the current that makes fans work; God is the mike that absorbs the sound, and the speakers that help others listen. If you put off the main switch, all the lights will go out. When you forget Divinity, you forget everything. Love God deeply, from within. Love God and you will be able to conquer the demons of bad qualities and also develop the society. Only a person with character can bring development in society. Only the one with love for God can lead a life of morality. Morality is truly a life principle. Without morality there is no community.

Tuhan berada di luar semua kualitas. Beliau tidak ternodai, stabil, dan tanpa pamrih (Nirmalam, Nischalam dan Niswartham). Beliau berada di luar waktu dan ruang. Janganlah mencoba untuk membatasi Tuhan hanya pada satu wujud tertentu. Installah prinsip bahwa Tuhan adalah Atma yang ada dalam dirimu dan merenungkan-Nya. Dalam setiap langkah, semua yang engkau lihat, Tuhan ada. Tuhan adalah alat yang membuat kipas dapat bekerja; Tuhan adalah mike yang menangkap suara, dan speaker yang membantu orang lain mendengarkan. Jika engkau mematikan saklar utama, semua lampu akan mati. Bila engkau melupakan Tuhan, engkau lupa segalanya. Kasihilah Tuhan secara mendalam, dari dalam diri. Kasihilah Tuhan maka engkau akan dapat menaklukkan setan kualitas buruk dan juga dapat membina hubungan sosial masyarakat. Hanya seseorang yang memiliki karakter yang baik yang dapat membawa perkembangan di masyarakat. Hanya seseorang yang memiliki cinta-kasih pada Tuhan dapat menjalani kehidupan moralitas. Moralitas adalah prinsip hidup. Tanpa moralitas tidak ada masyarakat. (My Dear Students, Vol 2, Ch 12, June 4, 2009)

-BABA

Wednesday, June 11, 2014

Thought for the Day - 11th June 2014 (Wednesday)

An individual, who had a large family, sat down for meditation in his home. As one child or another was disturbing him, he locked himself in a room. But even now he was disturbed by frequent knocks on the door by someone or other. So he betook himself to a forest and began meditating under a tree. But here he was troubled by the droppings from the birds on the tree. Disgusted with the disturbances at home and in the forest he felt that the best thing was to end his existence. Unfortunately, he was unable to realise that God was present in everything and cultivate forbearance. He indeed exemplifies the devotee in whom Rajo guna is predominant. To be able to concentrate wherever one may be is the mark of the devotee with satwic quality. Such a devotee will be able to practise concentration whether in the midst of a crowd or alone. Any disturbance will be looked upon as coming from God and be accepted.

Seseorang yang memiliki keluarga besar, duduk untuk bermeditasi di rumahnya. Karena salah seorang anaknya atau yang lainnya mengganggunya, dia lalu mengunci dirinya di sebuah ruangan. Tetapi bahkan sekarang dia merasa terganggu karena seseorang atau yang lainnya sering mengetuk pintu. Jadi dia pergi ke hutan dan mulai bermeditasi di bawah pohon. Tetapi di sini ia terganggu oleh kotoran dari burung-burung di pohon. Karena merasa ada gangguan baik di rumah dan di hutan ia merasa bahwa hal terbaik adalah dengan mengakhiri hidupnya. Sayangnya, ia tidak menyadari bahwa Tuhan ada dalam segala hal dan mengembangkan kesabaran. Dia menunjukkan sifat Rajo guna yang dominan. Tanda dari seorang bhakta dengan sifat satwik adalah dapat berkonsentrasi dimanapun ia berada. Bhakta seperti itu akan dapat melakukan konsentrasi baik di tengah-tengah kerumunan atau sendirian. Setiap gangguan akan dipandang sebagai berasal dari Tuhan dan dapat diterima. (My Dear Students, Vol 3,Ch 6, June 27, 1989)

-BABA

Tuesday, June 10, 2014

Thought for the Day - 10th June 2014 (Tuesday)

You should not pursue spirituality with any end result in mind. One who works for wages is a worker and not an owner. The daily wage earner will not have any ownership or interest towards completing the tasks. He or she will worry about being present till the schedule, collect their wages and leave. Thus, he or she thinks that they are separate from the organisation. In your home, the wife or the children do their respective duties, but do not demand any wages. The wife does not ask any sort of income for the activities she does. She discharges her responsibility with purity and perfection, and takes care of everything at home. One who prays, just for a result is like that daily wage earner. One who enjoys the feeling that God is his own, and that God is within them, is like the owner. Aspire to become owners and not servants.

Engkau hendaknya tidak mengejar spiritualitas dengan hasil akhir dalam pikiran. Seseorang yang bekerja untuk mendapatkan upah adalah pekerja dan bukan pemilik. Seorang pekerja harian tidak akan memiliki kepemilikan atau minat untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. Dia akan memikirkan akan hadir sesuai jadwal, mengambil upah-nya lalu pergi. Dengan demikian, ia berpikir bahwa mereka terpisah dari organisasi/perkumpulan tersebut. Di rumah, istri atau anak-anak melakukan tugasnya masing-masing, tetapi tidak menuntut upah. Istri tidak meminta apapun pendapatan untuk kegiatan yang dia lakukan. Dia melakukan tanggung jawabnya dengan kemurnian dan kesempurnaan, dan mengurus semuanya di rumah. Orang yang berdoa, hanya untuk mendapatkan hasil dapat diibaratkan seperti para pekerja harian itu. Seseorang yang menikmati perasaan bahwa Tuhan adalah miliknya sendiri, dan bahwa Tuhan ada di dalam diri mereka, adalah seperti pemilik. Engkau hendaknya memiliki keinginan untuk menjadi pemilik dan bukan menjadi pegawai. (My Dear Students, Vol 3, Ch 6, June 27, 1989)

- BABA

Monday, June 9, 2014

Thought for the Day - 9th June 2014 (Monday)


Wherever you see, whoever you see, there is nothing but Divinity that is present. Salute all beings, even if you think they are inferior to you. Remember, you are not saluting the individual but to the Divine within them. If you have one thousand pots filled with water, the reflection of the Sun shining above will be the same in all the pots. So too, the reflection of the Divine is present equally in all beings. Just as the reflection of Sun will depend upon what is present within the pot, what you see around you is a reflection, reaction and resound of your own actions. Whatever you do or say comes back to you. You see your own form in the mirror. If you hate others, you hate yourself. There is no use in blaming God for your own actions. God is attributeless, sacred, pure and wise. It is human ignorance to attribute qualities to God.

Di mana pun engkau lihat, siapa pun yang engkau lihat, tiada lain adalah Tuhan. Hormatilah semua makhluk, bahkan jika engkau berpikir mereka lebih rendah daripada engkau. Ingatlah bahwa engkau tidak menghormati individu tersebut tetapi kepada Tuhan yang ada dalam diri mereka. Jika engkau memiliki seribu jambangan yang diisi dengan air, bayangan Matahari yang bersinar di atas akan sama pada semua jambangan. Demikian juga, refleksi dari Tuhan hadir sama dalam semua makhluk. Sama seperti refleksi dari Matahari akan tergantung pada apa yang ada di dalam jambangan, apa yang engkau lihat di sekitarmu adalah refleksi, reaksi, dan gema dari tindakanmu sendiri. Apa pun yang engkau lakukan atau katakan kembali kepadamu. Engkau melihat wujud-mu sendiri di cermin. Jika engkau membenci orang lain, engkau membenci dirimu sendiri. Tidak ada gunanya menyalahkan Tuhan atas tindakanmu sendiri. Tuhan adalah tanpa attribut, suci, murni, dan bijaksana. Hanya karena ketidaktahuan manusia, yang membuat Tuhan memiliki atribut tertentu. (My Dear Students, Vol 2, Ch 12, June 4, 2009)
-BABA

Sunday, June 8, 2014

Thought for the Day - 8th June 2014 (Sunday)

Accept everything as God’s gift (Prasadam). Always feel that whatever you have is not yours, and it has come from God. Accept pain too as God’s gift and be content with that. Learn to be happy that God has given you two square sufficient meals. If you compare yourself with a wealthy person, who has four rich meals while you are having two, you will feel discontented. On the other hand, think of the poor man who cannot manage even one meal a day. In this manner, develop contentment. You must learn to be satisfied in simple things too. It is only then that Divinity can blossom from humanness. Being contented is a most important human quality and it can be gained through incessant devotion to the Lord. Continue chanting His name and develop your Love for Him, and dedicate your Life unto Him.

Terimalah segala sesuatu sebagai berkat Tuhan (Prasadam). Selalu rasakanlah bahwa apapun yang engkau miliki adalah bukan milikmu, dan itu berasal dari Tuhan. Terimalah juga penderitaan sebagai berkat Tuhan dan menerimanya dengan senang hati. Belajarlah untuk menjadi bahagia bahwa Tuhan telah memberimu dua kali makan yang cukup. Jika engkau membandingkan dirimu dengan orang kaya, yang memiliki empat makanan mewah saat engkau hanya memiliki dua, engkau akan merasa tidak puas. Di sisi lain, berpikirlah tentang orang miskin yang tidak bisa makan bahkan satu kali makan sehari. Dengan cara ini, kembangkanlah kepuasan. Engkau juga harus belajar untuk menjadi puas dalam hal-hal yang sederhana. Baru setelah itu, Divinity dapat berkembang dari kemanusiaan. Menjadi puas adalah kualitas manusia yang paling penting dan dapat diperoleh melalui pengabdian yang tiada henti-hentinya kepada Tuhan. Secara terus-menerus, engkau hendaknya menchantingkan Nama-Nya dan mengembangkan cinta-kasihmu kepada-Nya, dan mendedikasikan hidupmu kepada-Nya. (My Dear Students, Vol 3,Ch 5, June 26, 1989)

-BABA

Saturday, June 7, 2014

Thought for the Day - 7th June 2014 (Saturday)


Many imagine that God will appear before them in response to their worship (Yagnas). These are illusions, merely imagination. What ultimately manifests before you is the nameless, formless Lord. In reality, God does not have any one specific form. Your mind keeps prompting such imagination. When you think of God as Krishna, the feelings of Krishna are aroused in you by your mind. As your feelings guide you, you see the manifestation of your favourite Lord everywhere. You must proceed on the path, focusing on the Divine Self. Control the activity of the mind and proceed on the path until the mind vanishes. The Divine Self has no name or form. Install within yourself that nameless, formless Divine. The whole world is the manifestation of the One Divine Soul. In all the beings, whether they are small insects, birds, animals or human beings, the same Lord pervades. Therefore, salute the Lord in every being.

Banyak orang membayangkan bahwa Tuhan akan muncul di depan mereka untuk menanggapi doa-doa mereka (Yagnas). Ini adalah ilusi, hanya imajinasi. Apa yang akhirnya muncul dihadapanmu adalah Tuhan yang tanpa Nama dan tanpa Wujud. Pada kenyataannya, Tuhan tidak memiliki suatu Wujud tertentu. Pikiranmu terus mendorong imajinasi tersebut. Ketika engkau berpikir tentang Tuhan sebagai Krishna, perasaan Krishna yang dibangkitkan dalam dirimu dengan pikiranmu. Sebagaimana perasaanmu membimbingmu, engkau melihat manifestasi dari Tuhan favorit-mu ada di mana-mana. Engkau harus meneruskan di jalan ini, dengan fokus pada Tuhan. Kendalikanlah aktivitas pikiran dan melanjutkan pada jalan ini sampai pikiran lenyap. Tuhan tidak memiliki Nama atau Wujud. Instal-lah dalam dirimu Tuhan yang tanpa Nama dan Wujud. Seluruh dunia adalah manifestasi dari Tuhan Yang Esa. Tuhan yang sama meliputi semua makhluk, apakah mereka adalah serangga kecil, burung, hewan, atau manusia. Oleh karena itu, engkau hendaknya menghormati Tuhan dalam setiap makhluk. (My Dear Students, Vol 2, Ch 12, June 4, 2009)
-BABA

Friday, June 6, 2014

Thought for the Day - 6th June 2014 (Friday)


Never get dejected at any point in time for anything. It is said that there are two losses for the one who is dissatisfied - Asantushto Dvijo Nashtaha. One is they will not have any happiness and second, they will also not be at peace. Why do people feel dissatisfied? People get restless or disheartened, if someone is in a higher position or is wearing better clothes or is more educated than them. Don’t look at someone who is better than you. Compare yourself with someone who is in a lower position than you. Then, you will not develop negative qualities. When you compare yourself with someone better than you, ego and jealousy will certainly enter you. If you see the under privileged and the distressed, and have compassion for them and serve them, you will feel satisfied. Strengthen your empathy and develop noble qualities in this manner.

Janganlah pernah sedih pada apapun. Ada dua kerugian bagi orang yang merasa tidak puas - Asantushto Dvijo Nashtaha. Yang pertama adalah mereka tidak akan memiliki kebahagiaan apapun dan yang kedua mereka juga tidak akan merasakan kedamaian. Mengapa orang merasa tidak puas? Orang-orang menjadi gelisah atau berkecil hati, jika ada orang lain yang berada dalam posisi yang lebih tinggi atau mengenakan pakaian yang lebih baik atau lebih berpendidikan daripada mereka. Janganlah melihat seseorang yang lebih baik dari engkau. Bandingkan dirimu dengan seseorang yang berada dalam posisi yang lebih rendah darimu. Maka, engkau tidak akan mengembangkan sifat negatif. Ketika engkau membandingkan dirimu dengan seseorang yang lebih baik daripada engkau, ego dan iri hati pasti akan masuk dalam dirimu. Jika engkau melihat ke bawah, dan memiliki belas kasihan kepada mereka dan melayani mereka, engkau akan merasa puas. Engkau hendaknya memperkuat empatimu dan mengembangkan sifat-sifat mulia dengan cara ini. (My Dear Students, Vol 3,Ch 5, June 26, 1989)
-BABA

Thursday, June 5, 2014

Thought for the Day - 5th June 2014


Meditation does not mean simply sitting with eyes closed, contemplating on a Form. You may close your eyes, and focus on the form. But if there is some fickleness in the mind while meditating, then it becomes concentration and not contemplation. When the fickle-mindedness fades away, then your concentration becomes steady and turns into contemplation and slowly, you forget both yourself and the Form, and attain Samadhi. Ultimately, there will be no Form – hence it is called Atma. People give it different names. Don’t worry if you are worshipping one Form over another – it is not the end; this is not concentration. Persist and focus on the Form and see that it becomes steady. As you proceed further on the path, your focus becomes fully steady and contemplation blossoms into meditation.

Meditasi bukanlah berarti hanya duduk dengan mata tertutup, merenungkan Wujud (Tuhan). Engkau bisa jadi akan menutup matamu, dan fokus pada Wujud (Tuhan). Tetapi jika ada beberapa gangguan dalam pikiran (pikiran yang berubah-ubah/tidak fokus) saat bermeditasi, maka itu bukanlah kontemplasi,  itu hanya konsentrasi. Ketika pikiran yang berubah-ubah berangsur-angsur hilang, maka konsentrasimu menjadi mantap dan berubah menjadi kontemplasi dan perlahan-lahan engkau melupakan dirimu sendiri dan lupa pada Wujud (Tuhan), dan mencapai Samadhi. Pada akhirnya, tidak akan ada Wujud (Tuhan) - maka itu disebut Atma. Orang-orang memberikan Nama (Tuhan) yang berbeda. Jangan khawatir jika engkau memuja satu Wujud (Tuhan) berbeda dengan orang lain - ini bukanlah hasil akhir; ini bukanlah konsentrasi. Engkau hendaknya terus melakukannya dan fokus pada Wujud (Tuhan)  dan menjaganya tetap mantap. Ketika engkau melangkah lebih jauh di jalan ini, fokusmu sepenuhnya menjadi stabil maka kontemplasi menjadi meditasi. (My Dear Students, Vol 2, Ch 12, June 4, 2009)
-BABA

Wednesday, June 4, 2014

Thought for the Day - 4th June 2014 (Wednesday)

It is not sufficient if you study well, receive degrees, get good jobs and earn high salaries. Today people worship wealth. They earn a lot of money and as they amass it, they waste it by spending it on constructing tall buildings, buying cars and for other such selfish purposes. Wealth acquired through unfair means is also being spent off in similar unfair activities. Money comes today and goes tomorrow, moves from person to person. Your ancestors also earned a lot of money. But they used it for judicious, righteous and noble pursuits. They built shelters for passersby, dug wells to provide water and established educational institutions and health centers. You must spend hard earned money in righteous ways. Else, that money will cause a lot of tribulations in your family.

Tidaklah cukup jika engkau belajar dengan baik, mendapatkan gelar kesarjanaan, mendapatkan pekerjaan yang baik, dan mendapatkan gaji yang tinggi. Saat ini orang-orang menyembah kekayaan. Mereka mendapatkan banyak uang dan menimbunnya, mereka menggunakan uang tersebut untuk membangun gedung-gedung yang tinggi, membeli mobil, dan untuk tujuan lain yang mementingkan diri sendiri. Kekayaan yang diperoleh melalui cara-cara yang tidak baik juga akan habis dalam kegiatan-kegiatan yang tidak baik. Uang datang hari ini dan esok pergi, berpindah dari satu orang ke orang lainnya. Nenek moyang-mu juga mendapatkan banyak uang. Tetapi mereka menggunakannya dengan bijaksana, baik, dan mulia. Mereka membangun tempat berlindung bagi para pejalan kaki, menggali sumur untuk menyediakan air, dan mendirikan lembaga pendidikan dan pusat-pusat kesehatan. Engkau harus menggunakan uang yang diperoleh dengan susah payah dengan cara yang benar. Jikalau tidak, uang itu akan menyebabkan penderitaan bagi keluargamu. (My Dear Students, Vol 3,Ch 4, June 26, 1989)
-BABA

Tuesday, June 3, 2014

Thought for the Day - 3rd June 2014 (Tuesday)

Prema (Love) should be shown not only towards God but towards all beings in creation. Love is a powerful force. No other power excels it. Misunderstanding the nature of love, people are falling a prey to suffering. This is the result of misguided expressions of what is considered love. People today worship God for the fulfillment of desires relating to this world and the other. This is not true love. People pretend to love their kith and kin and friends out of purely selfish considerations. This is only attachment and not love. Only that can be described as love which offers itself without any expectation of recompense. In the Gita, God has been described Suhrith (a true friend). Without expecting any return, accompanying you like a shadow, God fulfills your desires. God has no expectations. Suhrith defines the utterly selfless love of the Lord.


Prema (Cinta-kasih) harus ditunjukkan tidak hanya kepada Tuhan, tetapi kepada semua makhluk. Cinta-kasih adalah kekuatan yang kuat. Tidak ada kekuatan lainnya yang bisa  mengungguli cinta-kasih. Kesalahpahaman pada sifat cinta-kasih, orang-orang terjerumus ke dalam penderitaan. Ini adalah akibat dari ungkapan yang keliru apa yang dianggap cinta-kasih. Saat ini, orang-orang memuja Tuhan untuk pemenuhan keinginan yang berkaitan dengan dunia ini dan yang lainnya. Ini bukanlah cinta-kasih sejati. Orang-orang mencintai kawan-kawan dan kerabat dan teman-teman demi kepentingan diri mereka sendiri. Ini hanya kemelekatan dan bukan cinta-kasih. Hanya mereka yang mempersembahkan dirinya tanpa mengharapkan balasan dapat digambarkan sebagai cinta-kasih. Dalam Gita, Tuhan telah digambarkan sebagai Suhrith (teman sejati). Tanpa mengharapkan balasan apapun, Tuhan menyertai engkau seperti bayangan, Tuhan memenuhi keinginanmu. Tuhan tidak mengharapkan balasan apapun. Suhrith menggambarkan cinta-kasih sejati tanpa pamrih dari Tuhan. (Divine Discourse, Apr 1, 1995.)
-BABA

Monday, June 2, 2014

Thought for the Day - 2nd June 2014 (Monday)


No one filled with greed, fear and anger can achieve anything in this world. Excessive desires degrade a person. One cannot give up desires entirely. But there should be a limit to them. When they exceed the limits one goes astray. Desires are dreadfully dangerous. Today's enemy may become tomorrow's friend and vice versa. But desires are perpetual enemies. They haunt man ceaselessly. The Gita declares desire as the Nityashatru (eternal enemy) of man. Hence desire has to be kept under control. ‘Kamam hitva arthona bhavathi’ (One who has given up desire is free from worries). ‘Lobham hitva sukhee bhavathi' (Overcoming greed one becomes happy). When you rid the mind of impurities, humanness turns divine.

Tidak ada seorangpun yang dipenuhi dengan keserakahan, ketakutan, dan kemarahan dapat mencapai apapun di dunia ini. Keinginan yang berlebihan dapat menurunkan martabat seseorang. Seseorang sama sekali tidak bisa meninggalkan keinginannya. Tetapi harus ada batasan bagi keinginan. Ketika keinginan melampaui batas, seseorang akan tersesat. Keinginan yang berlebihan amat sangat berbahaya. Musuh hari ini mungkin menjadi teman esok hari dan sebaliknya. Tetapi keinginan adalah musuh abadi. Mereka tak henti-hentinya menghantui manusia. Gita menyatakan keinginan sebagai Nityashatru (musuh abadi) manusia. Oleh karena itu keinginan harus dijaga di bawah kontrol. 'Kamam hitva arthona bhavathi' (Orang yang telah meninggalkan keinginan, bebas dari kekhawatiran). 'Lobham hitva Sukhee bhavathi' (Seseorang yang bisa mengalahkan keserakahannya, maka ia akan mengalami kebahagiaan). Bila engkau memurnikan pikiran dari hal-hal yang tidak murni, manusia bisa berubah menjadi Ilahi.  (Divine Discourse, Apr 1, 1995.)
-BABA

Sunday, June 1, 2014

Thought for the Day - 1st June 2014 (Sunday)

When the Asuras and Devas (Demons and Gods) churned the Ocean of Milk (Ksheera Sagara), first came poison. They did not give up the churning till they got the Amrit (nectar of immortality). Regard your heart as the Ocean of Milk and the intellect as the Mandhara mountain. Using your yearnings as the churning ropes, carry on the churning by reciting the Lord's name. Do not mind if the first thing to come out is poison. Go on churning till you get the nectar of divine bliss. When you study the Bhagavad Gita, you will note that it begins with Arjuna Vishaadha Yoga, the (the despondency of Arjuna). But ultimately, Arjuna experiences the Vishvaruupa, the Cosmic Form of the Lord.

Ketika para Asura dan Deva (Raksasa dan Dewa) mengaduk Lautan Susu (Ksheera Sagara), pertama-tama muncul racun. Mereka tidak menyerah mengaduknya sampai mereka mendapatkan Amrit (nektar keabadian). Anggaplah hatimu sebagai Lautan Susu dan akal budi sebagai gunung Mandhara. Gunakanlah kerinduanmu sebagai tali untuk mengaduknya, aduklah dengan mengucapkan nama Tuhan. Janganlah menghiraukan jika hal yang pertama yang harus keluar adalah racun. Aduklah terus sampai engkau mendapatkan nektar kebahagiaan Ilahi. Ketika engkau mempelajari Bhagavad Gita, engkau akan melihat bahwa itu dimulai dengan Arjuna Vishaadha Yoga, (Arjuna yang patah semangat). Tetapi pada akhirnya, Arjuna mengalami Vishvaruupa, Wujud Cosmic Tuhan. (My Dear Students, Vol 2, Ch 11, Mar 5, 1995.)

-BABA