Friday, March 31, 2017

Thought for the Day - 31st March 2017 (Friday)

Once, a person in great distress clamoured for a reservation at the booking office of a railway station, but the clerk there was helpless for the person did not know where he wanted to go. He was anxious only to get away, he had had enough of that place. How can anyone help him? All, sooner or later, behave like this. Life is no unmixed good. No one is happy by being immersed in worldly life. Every individual is tossed about by the waves of joy and grief; buffeted by fortune, good or bad; a target of brickbats and bouquets. The evil around affects one’s peace and anxiety, and robs one of sleep and quiet. One therefore tries to escape from all this, but one is not sure to where! The spiritual teacher (Guru) can guide you where to go, which place to seek; but, even a Guru cannot make you reach it. You have to trudge along the road yourself.


Sekali, seseorang dengan keadaan yang begitu menyedihkan berteriak dengan keras di loket penjualan karcis di stasiun kereta api, namun si penjual karcis tidak berdaya karena orang itu tidak mengetahui tempat tujuannya. Sedangkan orang itu sangat ingin sekali untuk meninggalkan tempat itu dan ia merasa sangat lelah dengan tempat itu. Bagaimana seseorang dapat membantu orang itu? Semuanya, cepat atau lambat bertingkah laku seperti ini. Hidup tidak bercampur baik. Tidak ada seorangpun yang senang dengan tenggelam dalam kehidupan duniawi. Setiap individu diguncang oleh gelombang suka dan duka cita; diterpa keberuntungan, apakah itu baik atau buruk; menjadi sasaran dari kecaman yang pedas dan kalungan bunga. Kejahatan yang ada di sekitar mempengaruhi kedamaian dan kecemasan seseorang serta merampas tidur dan ketenangan seseorang. Maka dari itu seseorang mencoba untuk melepaskan diri dari semuanya ini, namun seseorang tidak tahu pasti mau kemana! Guru spiritual dapat menuntunmu kemana harus pergi, tempat yang harus engkau cari; namun, bahkan seorang Guru tidak bisa membuatmu mencapai tempat itu. Engkau harus menapaki sendiri di sepanjang jalan itu. (Divine Discourse, 14 Jan 1965)

-BABA

Thought for the Day - 30th March 2017 (Thursday)

In the past, Divine incarnations rid the world of evil by destroying the few fanatics and ogres who wrought it. But in the present times, fanaticism and felony reigns in every heart. The evil people are legion, no one is free from that taint, and all are wicked to some extent or the other. Therefore, everyone needs correction. Everyone must be educated and guided in the right path. Every being is a pilgrim destined to return to God and merge in Him. But most people have forgotten the path, they wander like lost children, wasting precious time in the by-lanes of the world. Human beings are the best amongst creation who can feel, think and experience their own journey across time! Armed with the sword of discrimination (Viveka) and the shield of renunciation (Vairagya), you must use this precious opportunity to transform yourself to become Divine - that is your destiny, the plan and purpose of your being.


Di zaman dahulu, inkarnasi Tuhan melenyapkan kejahatan yang ada di dunia dengan menghancurkan beberapa orang yang fanatik dan juga raksasa yang menyebabkan terjadinya kegelisahan. Namun di saat sekarang, kefanatikan dan kejahatan ada di dalam setiap hati. Manusia yang jahat sangat banyak sekali, tidak ada seorangpun yang bebas dari noda itu, dan semuanya adalah jahat untuk sampai pada taraf tertentu. Maka dari itu, setiap orang memerlukan perbaikan. Setiap orang harus dididik dan dituntun pada jalan yang benar. Setiap orang melakukan perziarahan yang tujuannya adalah kembali pada Tuhan dan menyatu dengan-Nya. Namun kebanyakan orang telah melupakan jalan itu, mereka menggeluyur seperti anak-anak yang tersesat, menyia-nyiakan waktunya yang berharga di jalan duniawi. Manusia adalah yang terbaik diantara ciptaan yang mana dapat merasakan, berpikir, dan mengalami perjalanan mereka sendiri melewati waktu! Dipersenjatai dengan pedang kemampuan membedakan (Viveka) dan baju pelindung berupa melepaskan kehidupan duniawi (Vairagya), engkau harus menggunakan kesempatan yang berharga ini untuk merubah dirimu sendiri menjadi illahi  - itu adalah takdirmu, rencana, dan tujuan dari dirimu sendiri. (Divine Discourse, Jan 25, 1963)

-BABA

Wednesday, March 29, 2017

Thought for the Day - 29th March 2017 (Wednesday)

To reform one’s tendencies and character is indeed an uphill task. One may have studied all the text-books of spiritual practice, also read all the scriptures, and may even have lectured for hours on them; but one slips into error when confronted by temptation. Like the land that is parched, the heart may appear to be free from any crop of evil, but when the first showers fall, the seeds and roots underneath the soil change the parched land into a carpet of green. You may have the best of vegetables, you may have the most capable chef in the world, but if the copper vessel in which you prepare the soup is not tinned, the dish you cook will be highly poisonous. Similarly, you must ‘tin’ your heart with truth, right conduct, peace and divine love. Only then will it become a vessel fit to repeat holy names, practice meditation, observe religious vows, do ritualistic worship, and so on.


Untuk merubah kecenderungan dan karakter seseorang sebenarnya adalah tugas yang berat. Seseorang mungkin mempelajari semua naskah spiritual, dan juga membaca semua naskah suci, dan bahkan mungkin memberikan ceramah selama berjam-jam tentang naskah suci itu; namun seseorang tergelincir masuk pada kesalahan ketika dihadapkan dengan godaan. Seperti halnya tanah yang kering, hati mungkin kelihatan bebas dari berbagai jenis tumbuhan kejahatan, namun ketika curahan hujan pertama jatuh maka benih dan akar yang ada di bawah tanah merubah tanah yang kering menjadi bentangan karpet hijau. Engkau mungkin memiliki sayuran yang terbaik, engkau mungkin memiliki tukang masak yang terbaik di dunia, namun jika kuali yang dipakai untuk memasak supnya tidak dilapisi dengan timah maka makanan yang engkau masak akan sangat beracun. Sama halnya, engkau harus “melapisi” hatimu dengan kebenaran, kebajikan, kedamaian dan kasih illahi. Hanya dengan demikian maka hati menjadi wadah yang tepat untuk mengulang-ulang nama suci, menjalankan meditasi, menjalankan tirakat agama, melakukan pemujaan ritual, dan sebagainya. (Divine Discourse, 13 Jan 1965)

-BABA

Thought for the Day - 28th March 2017 (Tuesday)

An old year is gone by and a new year has come, and people joyfully celebrate the arrival of the new year. Do you know how many centuries have elapsed since the history of mankind? There is no use turning back and watching the road traversed – your duty is to watch the road ahead and march steadily towards your goal. It is lack of faith that causes you to lose temper and fly into fits of anger; it is lack of faith in yourself and in others. If you see yourself as truly the undefeatable Divine Self and everyone around you as your reflections, just as the scriptures declare them to be, you will never be provoked to get angry. What you must resolve today in the auspicious New Year is to march steadily on the spiritual path to manifest your Divinity. Resolve to do this one thing – Practice first, and then preach!


Tahun yang lama telah berlalu dan tahun baru telah datang, orang-orang dengan suka cita merayakan kedatangan dari tahun baru. Apakah engkau tahu berapa abad telah berlalu sejak dalam sejarah manusia? Tidak ada gunanya melihat ke belakang dan memperhatikan jalan yang dilintasi – kewajibanmu adalah untuk menatap jalan yang ada di depan dan melangkah dengan tabah untuk menggapai tujuanmu. Karena kurangnya keyakinan yang menyebabkan dirimu menjadi marah dan benar-benar menjadi marah sepenuhnya; adalah kurangnya keyakinan pada dirimu sendiri dan juga pada yang lainnya. Jika engkau melihat pada dirimu sendiri sebagai pribadi illahi seutuhnya dan setiap orang di sekelilingmu sebagai pantulan dari dirimu, seperti halnya yang dijelaskan dalam kitab suci, engkau tidak akan tersulut emosi untuk menjadi marah. Apa yang harus diputuskan hari ini dalam tahun baru yang suci ini adalah untuk melangkah maju dengan mantap dalam jalan spiritual untuk mewujudkan keillahianmu. Putuskan untuk melakukan satu hal - pertama jalankan dan kemudian sebarkan! (Divine Discourse, May 23, 1965)

-BABA

Thought for the Day - 27th March 2017 (Monday)

The contact of the senses with object arouses desire and attachment; this leads to effort and consequently, either elation or despair! Then, there is the fear of loss or grief at failure and the train of reactions elongates. The ‘see-er’ must not attach oneself to the ‘seen’; that is the secret to live happily. With many doors and windows kept open to all the winds that blow, how can the flame of the lamp within survive? The lamp is your mind, which must burn steadily unaffected by the demands of the world outside. Complete surrender to the Lord (Saranagathi) is one way of closing the windows and doors. For, when you surrender completely to the Lord, you are bereft of ‘ego’ and so, you are not buffeted by joy or grief. Saranagathi, will enable you to draw upon the Lord’s Grace for meeting all the crises that arise in your life and renders you heroic, steadfast and better prepared to face life’s challenges.


Kontak dari indera dengan objek membangkitkan keinginan dan keterikatan; hal ini mengarahkan pada usaha dan akibatnya, apakah itu adalah kegembiraan atau rasa putus asa! Kemudian, akan muncul rasa takut akan kehilangan atau kesedihana pada kegagalan dan rentetan reaksi akan berkepanjangan. Pribadi yang melihat seharusnya tidak terikat pada apa yang dilihatnya; itu adalah rahasia dari hidup yang bahagia. Dengan banyak pintu dan jendela yang terbuka untuk angin berhembus ke dalam, maka bagaimana nyala api yang ada di dalam bisa bertahan? Lampu itu adalah pikiranmu yang seharusnya menyala dengan mantap dan tidak terpengaruh oleh tuntutan dari dunia di luar. Berserah diri sepenuhnya kepada Tuhan (saranagathi) adalah satu cara dalam menutup pintu dan jendela. Karena, ketika engkau berserah diri sepenuhnya kepada Tuhan, maka engkau kehilangan ego dan engkau tidak akan dihantam oleh suka cita dan duka cita. Saranagathi akan memungkinkanmu untuk mendapatkan karunia Tuhan untuk bisa menghadapi semua krisis yang muncul dalam hidupmu dan memberikanmu persiapan yang gagah berani, tabah, dan lebih baik untuk menghadapi tantangan hidup. (Divine Discourse, Jan 13, 1965)

-BABA

Thought for the Day - 26th March 2017 (Sunday)

Like the kitten calling the mother to where it sits by merely mewing, all that the true devotee needs to do is just yearn for the Lord! A mere mew with the pain of separation will win His heart. The growing crop in the fields thirsts for rain. It sees the heavy rain clouds sail across the sky, but it cannot rise up to that altitude, nor can it bring the clouds down to the ground. Humanity too sizzles in the hot sun, the unbearable heat of ego and greed. It needs the rain of grace; it knows only then it can flourish in peace and joy. Just as the clouds form droplets and fall upon the fields that they choose to foster, the Formless Absolute individualises Itself, assumes form, and comes down in the midst of humanity to save and sustain. That is the secret of God (Madhava) coming down as man (manava). Once the rains come, the sun has its uses! So too, when the grace of the Lord is gained, ego and greed can be put to profit by being made to flow into useful channels.


Seperti halnya anak kucing yang memanggil induknya untuk duduk di pangkuannya adalah hanya dengan mengeong, semua yang perlu dilakukan oleh bhakta sejati adalah hanya kerinduan pada Tuhan. Hanya dengan mengeong dengan rasa sedih dari keterpisahan akan dapat memenangkan hati Tuhan. Benih yang tumbuh di ladang haus akan air hujan. Benih tersebut melihat awan gelap yang membawa hujan lebat lewat di atas langit, namun benih tersebut tidak bisa menggapai pada ketinggian awan itu, dan juga tidak bisa membawa turun awan hitam ke bawah. Umat Manusia juga mengeluh kepanasan di bawah teriknya matahari, panas terik dari ego dan ketamakan yang tidak tertahankan. Manusia memerlukan curahan hujan karunia, baru setelah itu manusia dapat tumbuh dalam kedamaian dan suka cita. Seperti halnya awan yang mengambil wujud tetes-tetes air hujan pada ladang yang mereka pilih untuk dikembangkan, Pribadi yang bersifat mutlak yang tanpa wujud mengambil wujud dan turun diantara manusia untuk menyelamatkan dan menopang manusia. Itu adalah rahasia dari Tuhan (Madhava) yang turun sebagai manusia (manava). Ketika hujan itu sudah turun, matahari memiliki kegunaannya. Begitu juga, ketika karunia Tuhan didapatkan, ego dan ketamakan dapat menjadi keuntungan dengan mengarahkannya pada saluran yang berguna. (Divine Discourse, Jan 25, 1963)

-BABA

Saturday, March 25, 2017

Thought for the Day - 25th March 2017 (Saturday)

You may doubt whether such a small word like Rama, Sai or Krishna can take you across the boundless sea of worldly life. People cross vast oceans on a tiny raft; they are able to walk through dark jungles with a tiny lamp in their hands. The Name, even the Pranava (Om) which is smaller, has vast potentialities. The raft need not be as big as the sea. The recitation of the Divine Name is like the operation of a bore well to tap underground water; it is like the chisel-stroke that will release the image of God imprisoned in the marble. Break the encasement and the Lord will appear; cleave the pillar, as Prahlada (Lord Vishnu's devotee) asked his father to do, and the Lord who is ever there will manifest Himself. Churn and you bring the butter, latent in the milk, into view.


Engkau mungkin ragu apakah kata-kata yang sederhana atau kecil seperti Rama, Sai atau Krishna dapat membawamu menyebrangi lautan kehidupan yang tanpa tepi. Orang-orang menyebrangi lautan yang luas dengan sebuah rakit yang kecil; mereka mampu berjalan menembus hutan yang gelap dengan sebuah lampu kecil di tangan mereka. Nama, bahkan dengan Pranava (Om) yang lebih kecil memiliki kemampuan yang luas. Rakit tidak perlu sebesar lautan. Pengulang-ulangan nama Tuhan adalah seperti operasi pengeboran sumur untuk mendapatkan air bawah tanah; ini adalah seperti kekuatan pahatan yang akan mengeluarkan gambar Tuhan yang tersembunyi dalam batuan marmer. Bukalah bungkusannya dan Tuhan akan muncul; belahlah pilarnya seperti yang halnya Prahlada (bhakta Sri Wisnu) meminta ayahnya untuk membelah pilar itu, dan Tuhan yang selalu ada di sana akan mewujudkan diri-Nya. Aduk dan dapatkan mentega yang memang sudah ada di dalam susu. (Divine Discourse, Jan 13, 1965)

-BABA

Thought for the Day - 24th March 2017 (Friday)

Practice—that is the real thing that matters in spirituality! Scholarship is a burden, it is very often a handicap. So long as God is believed to be far away in temples and holy places, you will feel religion to be a burden and a hurdle. But plant him in your heart and you will feel light, burdenless and in fact, stronger! It is like the food basket – when you carry it on the shoulder, it feels heavy and you feel you are too weak to even carry it during a walk. But sit near a stream and eat it. Though the total weight has not decreased, the consequence of eating the food makes you feel lighter and in fact stronger! Similarly, apply this to the idea of God. Do not carry it on your shoulder, take ‘Him’ in! Let Him blossom within you! Keep the memory of the Lord and His Glory always with you!


Menjalankannya – itu adalah hal yang nyata terkait dalam spiritual! Kesarjanaan adalah sebuah beban, ini sangat sering menjadi sebuah rintangan. Selama Tuhan diyakini hanya berada di tempat suci, engkau akan merasakan agama akan menjadi sebuah beban dan rintangan. Namun, menempatkan Tuhan di dalam hatimu maka engkau akan merasa ringan, tanpa beban dan sejatinya lebih kuat! Ini seperti halnya keranjang makanan – ketika engkau membawanya di bahumu maka keranjang makanan ini akan terasa berat dan engkau merasa terlalu lemah walaupun membawanya saat berjalan. Namun, saat engkau duduk di tepi sungai dan menikmati makanan itu. Walaupun keseluruhan berat dari makanan itu tidak berkurang, namun hasil dari menikmati makanan itu akan membuatmu merasa lebih ringan dan lebih kuat! Sama halnya, terapkan hal ini terkait dengan Tuhan. Jangan membawanya di bahumu, tempatkan Tuhan di dalam dirimu! Biarkan Tuhan mekar dari dalam dirimu! Menyimpan kenangan dari Tuhan dan kemuliaan-Nya selalu bersamamu! (Divine Discourse, Feb 18, 1964)

-BABA

Thursday, March 23, 2017

Thought for the Day - 23rd March 2017 (Thursday)

Do not engage yourself in the cultivation of or the promotion of wants and desires. That is a never ending process of sowing and reaping; you will never reach contentment and one desire when satisfied, will fan the thirst for ten more. Do not run after devious desires or crooked satisfactions. All roads leading to the realm of the senses are tortuous and blind, only the road that leads to the path of the Lord is straight. Cultivate righteousness in every action, that will reveal the Divine Self. Straightforwardness will enable you to overcome the three gunas (qualities). No single Guna should dominate; all must be tamed to fill the lake of bliss. It is your internal bliss that matters, not the external, the sensory, the objective and the worldly. If the inner poise or inner equilibrium is undisturbed by external ups and downs, that is a sure sign of spiritual success.
Jangan libatkan dirimu sendiri dalam peningkatan dari keinginan. Keinginan adalah tidak pernah ada akhirnya dari menabur dan memanen; engkau tidak akan pernah mencapai kedamaian dan ketika satu keinginan terpuaskan maka akan memunculkan kehausan akan keinginan tersebut sepuluh kali lebih besar. Jangan mengejar keinginan yang berliku-liku atau kepuasan yang tidak bermoral. Semua jalan menuntun pada ranah indera adalah berliku-liku dan membutakan, hanya jalan yang mengarah pada Tuhan yang lurus. Tingkatkan kebajikan dalam setiap perbuatan, itu akan mengungkapkan keillahian dirimu. Jalan maju yang lurus akan memungkinkanmu untuk mengatasi tiga sifat (guna). Tidak ada satupun sifat yang seharusnya mendominasi; semuanya harus dijinakkan untuk mengisi danau kebahagiaan. Ini merupakan kebahagiaan di dalam dirimu yang penting dan bukan di luar diri, bukan juga berkaitan dengan indera dan bukan juga dunia objektif ini. Jika ketenangan dan keseimbangan batin tidak terganggu oleh guncangan di luar diri, itu adalah tanda pasti dari keberhasilan spiritual. (Divine Discourse, 12 April 1959)

-BABA

Thought for the Day 22nd March 2017 (Wednesday)

Do not tell me that you are completely satisfied with the delusion of worldly pleasures and do not care about bliss and peace! Trust Me, your basic nature abhors this dull, dreary routine of eating, drinking and sleeping, and is seeking earnestly something which it knows it has lost, which is contentment (Shanthi). In their heart of hearts, everyone craves for liberation from bondage to the trivial and temporary, and this is available at only one shop - the contemplation of the Highest Self, which is the source of all that is seen! However high a bird may soar, sooner or later, it seeks to perch on a tree top, to enjoy the quietness. So too, a day will come, when even the most haughty, the most willful, the most unbelieving and even those who assert that there is no joy or peace in contemplation of the Lord, will have to pray, “Oh Lord, grant me peace, grant me consolation, strength and joy!”


Kadang-kadang, beberapa orang berhenti dalam jalan spiritual dan menggantinya dengan kesuksesan duniawi dan kesenangan yang telah mereka menangkan. Mengapa hal ini salah? Jangan mengatakan kepada-Ku bahwa engkau sepenuhnya puas dengan khayalan dari kesenangan duniawi dan tidak peduli dengan kebahagiaan dan kedamaian! Percayalah pada-Ku, sifat alami dari dirimu tidak menyukai kebodohan ini, rutinitas yang membosankan dalam bentuk makan, minum, dan tidur dan sedang mencari dengan jelas yang telah hilang yaitu kedamaian (Shanthi). Dalam hati mereka, setiap orang mencari kebebasan dari perbudakan pada yang bersifat sementara, dan hal ini hanya tersedia di satu toko saja – kontemplasi pada diri yang paling tinggi, yang merupakan sumber dari semua yang dilihat! Betapapun tingginya burung terbang, cepat atau lambat, burung itu mencari tempat bertengger di puncak pohon, untuk menikmati ketenangan. Begitu juga, satu hari akan datang ketika bahkan yang paling sombong, yang paling keras kepala, yang paling tidak percaya, dan bahkan mereka yang menegaskan bahwa tidak ada suka cita dan kedamaian dalam kontemplasi pada Tuhan, akan melakukan doa, “Oh Tuhan, limpahkan kepadaku kedamaian, hiburan, kekuatan, dan suka cita!” [Divine Discourse, Feb 7, 1959]

-BABA

Thought for the Day - 21st March 2017 (Tuesday)

Intellect revels in discussion and disputation. Once you yield to the temptation of dialectics, it will take a very long time for you to escape from its shackles and enjoy the bliss. Hence be aware of the limitation of reason. Logic must give way to love and devotion. Intellect can help you for a little distance along the Godward path, the rest is inspired and illuminated by intuition. And often, egoism tends to encourage and justify the wildness, for a person is led along the wrong path by their very reason, if that is the path they like! You very often come to the conclusion you want to reach! Reason can be tamed only by discipline, by systematic application of the yoke of compassion, calmness, forbearance and endurance (Dhaya, Shantham, Kshama, Sahana). Train it to quietly walk along small stretches of road and after you are confident of its docility, you can take it along the tortuous road of six-fold temptations – lust, anger, greed, delusion, pride and jealousy.


Intelek gemar akan diskusi dan perdebatan. Sekali engkau menyerah pada godaan dialektika, maka ini akan memakan waktu yang sangat lama bagimu untuk melepaskan diri dari belenggunya dan menikmati kebahagiaan. Oleh karena itu engkau semua harus menyadari keterbatasan dari perdebatan. Logika harus memberikan jalan pada kasih dan bhakti. Intelek dapat membantumu hanya dalam jarak yang sangat pendek di jalan Tuhan, sisanya di-inspirasi dan diterangi oleh intuisi. Dan sering, egoisme cenderung mendorong dan membenarkan kebuasan, dan seseorang yang dituntun sepanjang jalan yang salah oleh perdebatan mereka, jika itu adalah jalan yang mereka sukai! Engkau sangat sering masuk pada kesimpulan yang engkau ingin raih! Perdebatan dapat dijinakkan hanya dengan disiplin, dengan aplikasi sistematis dari welas asih, ketenangan, kesabaran, dan daya tahan (Dhaya, Shantham, Kshama, Sahana). Latihlah perdebatan ini secara diam-diam untuk berjalan sepanjang jalan kecil dan setelah engkau percaya dengan kepatuhannya maka engkau dapat membawanya sepanjang jalan berliku-liku dari godaan enam kekaburan batin – nafus, amarah, ketamakan, khayalan, kesombongan, dan iri hati. [Divine Discourse, 12 April 1959]

-BABA

Monday, March 20, 2017

Thought for the Day - 20th March 2017 (Monday)

God is not attracted by learning or scholarship, which does not lead anywhere except towards egoism and pride. God is drawn only by pure devotion. Bring to Me, whatever troubles you have, I shall take them on and give you bliss! You rush to the temple or Prasanthi Nilayam and crave to get a darshan! What greater sign of devotion is needed than this yearning? But, this love is not enough! In fact, it does not mean much at all! What is needed is the regulation of that Love, in the form of virtue and service. If you succeed in that, you truly achieve something. Renunciation and divine love should reverberate the atmosphere, and silence as the discipline should fill the place. Have the Name of the Lord on your tongue and the form of your chosen Lord before your eye. If you shape yourself this way, the place where you stand will become Kashi and your home will become Badri.


Tuhan tidak tertarik dengan kepintaran atau kesarjanaan, yang mana tidak menuntun kemanapun juga selain egoisme dan kesombongan. Tuhan ditarik hanya dengan bhakti yang murni. Bawalah kepada-Ku, apapun masalah yang engkau miliki, Aku akan mengambil semuanya itu dan memberikanmu kebahagiaan! Engkau bergegas pergi ke tempat suci atau Prasanthi Nilayam dan berharap mendapatkan darshan! Apa tanda yang lebih besar dari bhakti yang dibutuhkan daripada kerinduan ini? Namun, kasih ini tidaklah cukup! Sejatinya, hal ini tidak berarti banyak sama sekali! Apa yang diperlukan adalah peraturan dari kasih itu, dalam bentuk kebajikan dan pelayanan. Jika engkau berhasil dalam hal itu, engkau sebenarnya mencapai sesuatu. Melepaskan keterikatan pada duniawi dan kasih illahi harus menggetarkan atmosfer, dan keheningan sebagai disiplin harus memenuhi ruangan. Miliki nama Tuhan di lidahmu dan wujud Tuhan yang telah engkau pilih di matamu. Jika engkau membentuk dirimu seperti cara ini, tempat dimana engkau berdiri akan menjadi Kashi dan rumahmu akan menjadi Badri. [Divine Discourse, 3 Feb 1964]

-BABA

Thought for the Day - 19th March 2017 (Sunday)

Like a brass vessel that must be scrubbed with tamarind, washed and dried to shine like new, your mind also must be treated with goodness and service, repetition of the Lord’s name, execution of beneficial deeds, and contemplation of the well-being of all. The Sun is up here in the sky, every day. It is the passing clouds that sometimes hide it from your vision. Similarly, the sensory world is the cloud that hides the Divine Soul (Atma) who is ever shining in the firmament of your heart. The same mind that gathers the clouds can also disperse them in an instance! For, it is the wind that collects them from all the quarters and renders the sky dark. And in the next moment, they change the direction and send them in a scurry to wherever they came from! So too, your mind is all powerful. Train it to disperse the clouds of illusion, not gather them.


Seperti halnya wajan dari kuningan harus digosok dengan asam jawa, dicuci, dan dikeringkan sehingga bersinar seperti baru, pikiranmu juga harus diperlakukan dengan kebaikan dan pelayanan, pengulangan nama Tuhan, melaksanakan perbuatan yang bermanfaat, dan kontemplasi pada kebaikan semua makhluk. Matahari ada diatas langit setiap hari. Hanya awan yang lewat yang kadang-kadang menyembunyikan matahari dari pandanganmu. Sama halnya, dunia yang berhubungan dengan indera adalah awan yang menyembunyikan keillahian jiwa (Atma) yang selamanya bersinar dalam cakrawala hatimu. Pikiran yang sama yang mengumpulkan awan-awan itu juga dapat menghilangkannya dalam sekejap! Karena, angin yang mengumpulkan awan-awan itu dari semua penjuru dan membuat langit menjadi gelap. Pada saat berikutnya, angin-angin itu mengubah arahnya dan mengirimkan awan-awan itu dengan cepat kemana saja tempat awan-awan itu berasal! Begitu juga, pikiranmu adalah sangat kuat sekali. Latihlah pikiran untuk menghilangkan awan-awan khayalan dan bukan mengumpulkannya. [Divine Discourse, 12 April 1959]

-BABA

Saturday, March 18, 2017

Thought for the Day - 18th March 2017 (Saturday)

Man is saved by Vedanta, which is like the roar of the lion; it gives courage and enterprise; it makes one a hero. It does not whine or howl or cry. It instils the highest types of self-confidence. It is the strongest armour against the arrows of fate, a waterproof against the hailstorms of sensual pleasure. It is a curtain keeping out the mosquitoes of worry, which would otherwise rob you of sleep. With a Vedanta-saturated heart, you are a rock on the shore, unaffected by the waves of temptation. Vedanta challenges your spirit of adventure, your own reality. Board the train of spiritual discipline now and you will reach the terminus which is jnana (absolute knowledge of you and of all this). In a train journey you do not get down in the middle when some station attracts you. So too, in the spiritual journey the stations are karma (action), upasana (contemplation), and so on. You have to pass through them, but remember they are not the terminus. The terminus is Realisation.


Manusia diselamatkan oleh Wedanta, yang mana adalah seperti suara raungan singa; hal ini memberikan keberanian; dan membuat seseorang menjadi pahlawan. Ini bukanlah merengek atau melolong atau menangis. Namun menanamkan jenis kepercayaan diri yang paling tinggi. Ini adalah baju besi yang paling kuat terhadap panah nasib, tahan air terhadap hujan deras dari kesenangan sensual. Ini adalah tirai yang mencegah nyamuk kecemasan masuk, yang mana dapat mengganggu tidurmu. Dengan hati diliputi dengan Wedanta, engkau adalah batu karang di pantai, tidak terpengaruh dengan gelombang godaan. Wedanta menantang semangat petualanganmu yaitu kenyataanmu yang sejati. Naiklah ke dalam kereta api dari disiplin spiritual sekarang dan engkau akan mencapai terminal terakhir yaitu jnana (pengetahuan mutlak tentang dirimu dan semuanya ini). Dalam perjalanan kereta api, engkau tidak perlu turun di tengah perjalanan ketika beberapa terminal menarik dirimu. Begitu juga, dalam perjalanan spiritual maka stasiun karma (perbuatan), upasana (kontemplasi), dan sebagainya. Engkau harus melewati semuanya, namun ingatlah bahwa semuanya itu bukanlah terminal terakhir. Terminal terakhirnya adalah realisasi. [Divine Discourse, Feb 3 1964]

-BABA

Thought for the Day - 17th March 2017 (Friday)

Many discourage you from taking up spiritual practices and say that these can be taken up at a ripe old age, as if they are the prerogatives of, or special punishments for the aged! Enjoy the world while you can and then figure out the next - that seems to be the attitude of many! The child takes its first few steps in the safety of its home; it toddles about inside, until its steps become firm, until its balance is perfected, and then as it grows up steadily, it slowly ventures into the streets and the whole wide world. So too, every being must master the inner world first and become impervious to temptations. You should learn not to fall when the senses trip your steps; you should learn the balance of mind, which will not make you lean more to one side than to the other. After mastering this discriminatory wisdom, you can confidently move out into the outer world, without fear of accidents to your personality.


Banyak yang mematahkan semangatmu dalam menjalani latihan spiritual dengan berkata bahwa hal ini dapat dilakukan pada saat tua nanti, seolah-olah mereka memiliki hak istimewa atau hukuman khusus bagi usia lanjut! Nikmati dunia saat engkau bisa dan selanjutnya kemudian menentukan untuk saat yang akan datang –itulah yang menjadi sikap dari banyak orang! Seorang anak melakukan beberapa langkah awal dengan aman di dalam rumahnya; anak itu berlatih di dalam rumah, sampai langkahnya mulai kuat, sampai keseimbangannya bagus, dan ketika anak ini berkembang dengan baik, maka anak ini secara perlahan pergi ke jalan dan dunia yang luas. Begitu juga, setiap manusia pertama harus menguasai batin di dalam diri dan menjadi tahan oleh godaan. Engkau seharusnya belajar untuk tidak terjatuh ketika indera menjegal langkahmu; engkau seharusnya belajar keseimbangan pikiran yang tidak akan membuatmu bersandar lebih ke satu sisi daripada pada yang lainnya. Setelah menguasai kebijaksanaan diskriminatif ini maka engkau dengan percaya diri dapat bergerak ke dunia luar tanpa adanya rasa takut akan kecelakaan pada kepribadianmu. [Divine Discourse, Feb 7, 1959]

-BABA

Thursday, March 16, 2017

Thought for the Day - 16th March 2017 (Thursday)

Your child will give you great joy through its play and prattle, but when it interferes with your work or demands your attention when you are working on something important, you get very angry with it. Your child now becomes your source of joy as well as grief! Remember, there is nothing in the world which can give you unmixed joy. Even if there is one such thing, when it is lost, you will become very sad! This is in the very nature of this world. So try to correct the very source of joy and sorrow, the mind. Control your mind and train it to accept and see the real nature of this objective world, which attracts and repels you in turns. This is the real fruit of education!


Anak-anakmu akan memberikanmu suka cita yang besar melalui permainan dan ocehannya, namun ketika hal ini mengganggu pekerjaanmu atau menuntut perhatianmu ketika engkau sedang mengerjakan sesuatu yang penting maka engkau akan menjadi marah padanya. Anakmu sekarang menjadi sumber suka cita dan juga kesulitan! Ingatlah, tidak ada apapun di dunia ini yang dapat memberikanmu suka cita yang tidak tercampur. Bahkan jika ada hal seperti itu, ketika hal itu hilang maka engkau akan menjadi sangat sedih! Hal ini adalah sangat alami di dunia ini. Jadi cobalah untuk memperbaiki sumber dari suka cita dan penderitaan itu yaitu pikiran. Kendalikan pikiranmu dan latihlah untuk menerima dan melihat sifat alami dari dunia objektif ini, yang mana menarik dan menghempaskanmu kemudian. Inilah hasil yang sebenarnya dari pendidikan! [Divine Discourse, Dec 20, 1958]

-BABA

Wednesday, March 15, 2017

Thought for the Day - 15th March 2017 (Wednesday)

Life is a pilgrimage to God; the holy spot is there, afar. The road lies right before you; but unless you take the first step forward and follow that step with others, how can you reach it? Start with courage, faith, joy and steadiness. You are bound to succeed. Your mind and intellect are two bullocks tied to the cart of your ‘inner self’. The bullocks are not used to the path of Truth, Righteousness, Non-violence, Peace and Love, and so they drag the cart to the road that is very familiar to them, namely falsehood, injustice, worry and hatred. As its master, you must train them to take the better road, so that they may not bring disaster to themselves, the cart they are yoked to and to the passengers in the cart.


Hidup adalah sebuah perziarahan kepada Tuhan; tempat suci itu ada di kejauhan. Jalan menuju ke sana tepat ada di depanmu; namun jika engkau tidak mengambil langkah awal dan mengikuti langkah itu dengan yang lainnya, bagaimana engkau dapat mencapainya? Mulailah dengan keberanian, keyakinan, suka cita dan keteguhan hati. Engkau dipastikan untuk berhasil. Pikiran dan kecerdasanmu adalah dua sapi jantan yang diikat pada ‘jati dalam diri’. Sapi jantan itu tidak biasa berjalan di jalan kebenaran, kebajikan, tanpa kekerasan, kedamaian, kedamaian dan cinta kasih, sehingga kedua sapi jantan itu menarik pedati pada jalan yang sudah biasa bagi mereka yaitu kebohongan, ketidakadilan, kecemasan, dan kebencian. Karena engkau sebagai majikan dari kedua sapi jantan itu maka engkau harus melatihnya untuk mengambil jalan yang lebih baik, sehingga mereka tidak menyebabkan bencana bagi diri mereka sendiri dan juga pedati yang mereka tarik serta penumpang yang ada di dalam pedati tersebut. (Divine Discourse, Dec 12, 1958)

-BABA

Tuesday, March 14, 2017

Thought for the Day - 14th March 2017 (Tuesday)

You know only the present, what is happening before your eyes; you do not know that the present is related to the past and is preparing the course of the future. Each birth wipes out the memory of the one already experienced. People do not realise that the end of this cycle of birth and death is in their own hands. The tree came from the seed and the seed from the tree and so on, since the beginning of time. You may not know which came first – tree or seed, but you should know that you can easily put an end to the cycle by frying the seed. A fried seed will not sprout again! You claim to have mastered your senses and all low desires, but they sprout at the very first opportunity, just like grass that grows after the first summer shower. Just as you seek the udder of the cow for the milk it gives, seek only the Lord and His Glory in Nature. As a matter of fact, Nature is useful only when it adds to the wonder and awe that it is able to provoke and sustain.


Engkau hanya tahu saat sekarang, apa yang sedang terjadi di depan matamu; engkau tidak tahu bahwa saat sekarang adalah terkait dengan masa lalu dan adalah persiapan jalannya bagi masa depan. Setiap kelahiran menghapuskan ingatan yang sudah seseorang alami. Orang-orang tidak menyadari bahwa akhir dari siklus kelahiran dan kematian adalah ada di tangan mereka sendiri. Pohon muncul dari sebuah benih dan benih muncul dari pohon dan seterusnya sejak dari permulaan waktu. Engkau mungkin tidak tahu yang mana muncul terlebih dahulu – apakah pohon atau benih, namun engkau seharusnya mengetahui bahwa engkau dapat dengan mudah mengakhiri siklus itu dengan menggoreng benih itu. Sebuah benih yang telah digoreng tidak akan bisa berkecambah lagi! Engkau menyatakan telah menguasai inderamu dan semua keinginan rendahan, namun semuanya itu berkembang pada kesempatan pertama seperti halnya rumput yang tumbuh setelah hujan musim panas pertama. Sama seperti engkau mencari ambing sapi yang memberikan susu maka hanya carilah Tuhan dan kemuliaan-Nya di alam. Sebagai sebuah fakta, alam berguna hanya ketika ditambahkan dengan rasa heran dan kagum bahwa alam mampu untuk mendukung dan menopang. (Divine Discourse, Feb 12, 1964)

-BABA

Monday, March 13, 2017

Thought for the Day - 13th March 2017 (Monday)

Remember, like underground water, the Divine is there in everyone. The Lord is the Indweller in all beings; He is All-pervading. He is the Soul (Atma) of every being. He is in you as much as in everyone else. He is not more in a rich person or bigger in a fat being; His spark illumines the cave of the heart of every one. The sun shines equally on all; His Grace is falling evenly on all. It is only you that erect obstacles that prevent the rays of His Grace from warming you. Do not blame the Lord for your ignorance or foolishness or perversity. Just as underground water wells up in a gushy spring when a bore is sunk down to that depth, by constant chanting of the Divine Name, touch the spring of Divinity, so that one day it gushes out plentifully, granting you coolness and unending joy.


Ingatlah, seperti halnya air di bawah tanah, keillahian juga ada dalam diri setiap orang. Tuhan adalah yang bersemayam di dalam semua makhluk hidup; Tuhan adalah meresapi semuanya. Tuhan adalah jiwa (Atma) dari setiap makhluk hidup. Tuhan ada di dalam dirimu sebanyak dalam diri setiap orang. Tuhan tidak banyak ada pada orang kaya atau lebih besar pada orang yang gemuk; pancaran-Nya menerangi gua hati setiap orang. Matahari bersinar secara sama pada semuanya; Karunia-Nya jatuh sama rata pada semuanya. Ini hanya karena engkau memasang halangan yang mencegah pancaran karunia-Nya untuk menghangatkan dirimu. Jangan menyalahkan Tuhan atas kebodohan atau kedunguan atau sikap suka menantang. Seperti halnya air bawah tanah akan muncul dengan segera ketika membor tanah pada kedalaman tertentu, dengan secara terus-menerus melantunkan nama Tuhan, menyentuh sumber keillahian, sehingga pada suatu hari keillahian akan muncul secara melimpah dan memberkatimu dengan suka cita yang menyejukkan dan tanpa akhir. (Divine Discourse, 20 Dec 1958)

-BABA

Thought for the Day - 12th March 2017 (Sunday)

Each and every one of you has a great deal of concentration. You know the art, for every task requires it and everyone benefits from good concentration. The carpenter, the weaver, the clerk, the boatman - all have it in a greater or lesser degree. Use that power of concentration for the task of directing the mind, towards its own goodness. Examine its working and train it to restrict itself to good company, good thoughts and good deeds. Practice meditation on any form of the Lord and repeat any name of the Lord with the awareness of its sweetness. That will teach your mind to be sharp and produce good music out of the joys as well as the griefs that are incidental to life. If the arena of life is entered just for getting sensory joy, you are in for all kinds of trouble. It is like sailing in a tiny boat on a storm-tossed sea without a rudder. So enter upon the path of spiritual discipline now itself.


Masing-masing dan setiap orang darimu memiliki konsentrasi yang sungguh luar biasa. Engkau mengetahui seni, untuk setiap tugas yang memerlukannya dan setiap orang mendapatkan keuntungan dari konsentrasi yang baik. Tukang kayu, penenun, juru tulis, tukang perahu – semua ini memilikinya dalam ukuran yang lebih besar atau lebih kecil. Gunakan kekuatan konsentrasi itu untuk tugas mengarahkan pikiran menuju kebaikannya sendiri. Periksa kegiatannya dan latihlah untuk membatasi dirinya sendiri pada pergaulan yang baik, pikiran yang baik, dan perbuatan yang baik. Jalankan meditasi pada wujud Tuhan dan tetap mengulang nama Tuhan dengan kesadaran akan rasa manis dari nama itu. Itu akan mengajarkan pikiranmu untuk menjadi tajam dan menghasilkan musik yang bagus dari suka cita dan juga duka cita yang terjadi dalam hidup. Jika memasuki arena hidup untuk mendapatkan suka cita indera maka engkau ada dalam berbagai jenis masalah. Hal ini seperti sedang berlayar dengan perahu kecil yang tanpa kemudi di lautan yang ganas. Jadi masuki jalan disiplin spiritual sekarang. (Divine Discourse, 20 Dec 1958)

-BABA

Saturday, March 11, 2017

Thought for the Day - 11th March 2017 (Saturday)

Have you heard the story of the rabbit that borrowed from Mother Earth four paise? She thought that if she moved into a new place or country she would be free from the obligation. So one day, she ran as fast as her legs could carry her and went extremely far away from the place where she took the amount from Mother Earth. Pleased with her endeavor herself, she sat down in great relief and said to herself, “Now no one will ask me to repay!” To her utter dismay, right beneath where she sat, from the ground underneath, she heard a voice, “Mother Earth is right underneath your feet, right here. You cannot escape me, however far you run!” So too, you cannot run away from Me. All I demand is good conduct, good habits, good thoughts and good company, wherever you are. Use this precious opportunity to strive earnestly, more than ever before, to reach your goal.


Pernahkah engkau mendengar cerita kelinci yang meminjam uang empat ratus rupee dari ibu pertiwi? Kelinci itu berpikir bahwa jika ia pindah ke tempat atau daerah baru maka ia akan bebas dari kewajiban membayarnya. Jadi pada suatu hari, kelinci itu lari secepat mungkin yang kakinya bisa lakukan dan pergi sejauh mungkin dari tempat dimana ia mengambil banyak dari ibu pertiwi. Senang dengan usahanya maka kelinci itu duduk dengan perasaan yang sangat lega dan berkata pada dirinya sendiri, “Sekarang, tidak ada seorang pun yang akan meminta saya membayar uang itu!” karena kecemasannya yang besar, tanah tepat dibawah kelinci itu duduk, terdengar suara, “Ibu pertiwi tepat ada dibawah kakimu disini. Engkau tidak bisa melarikan diri dariku, berapa jauhpun engkau lari!” Begitu juga, engkau tidak bisa lari dari-Ku. Semua yang Aku inginkan adalah tingkah laku yang baik, kebiasaan yang baik, pikiran yang baik dan pergaulan yang baik, dimanapun engkau berada. Gunakan kesempatan yang berharga ini untuk berjuang dengan jelas, lebih dari sebelumnya, untuk mencapai tujuanmu. (Divine Discourse, 11 Feb, 1964)

-BABA

Thought for the Day - 10th March 2017 (Friday)

The mind is the wind that brings to us the smell – foul or fragrant from the world. When the mind turns towards foul, it makes you disgusted. When it turns towards the fragrant, you become happy. The wind gathers the cloud from four quarters; similarly your mind brings into your consciousness many disappointments. It is also the same mind of yours, which scatters away the clouds that darken it or make it feel lost in the night of doubt. Control the mind and you will remain unruffled at all times. This is the secret to undisturbed peace – Shanti, and this is the education that all of you must first secure firmly. To gain this equanimity, you do not need high degrees, but systematic spiritual effort (Sadhana). Then you will be always happy, whether you are poor or rich, appreciated or criticised, prosperous or unlucky. That is an armour without which it is foolish to enter the arena of life.


Pikiran adalah angin yang membawa kepada kita rasa bau – bau busuk atau bau wangi dari dunia. Ketika pikiran diarahkan ke bau busuk maka ini membuatmu menjadi jijik. Ketika pikiran diarahkan ke bau wangi maka engkau menjadi senang. Angin mengumpulkan awan dari empat penjuru; sama halnya pikiranmu membawakan ke kesadaranmu banyak kekecewaan. Ini juga pikiranmu yang sama yang menghalau awan yang menggelapkannya atau membuatnya merasa kehilangan dalam malam keraguan. Kendalikan pikiran dan engkau akan tetap tenang sepanjang waktu. Inilah rahasia untuk kedamaian yang tidak terganggu – Shanti, dan ini adalah pendidikan yang semua darimu harus pertama dapatkan. Untuk bisa mendapatkan ketenangan hati ini, engkau tidak perlu sarjana yang tinggi, namun usaha spiritual yang bersifat sistematis (Sadhana). Kemudian engkau akan selalu bahagia, apakah engkau miskin atau kaya, dihargai atau dikritik, beruntung atau tidak beruntung. Itu adalah sebuah baju pelindung dan adalah kebodohan dengan memasuki arena kehidupan tanpa baju pelindung ini. (Divine Discourse, 20 Dec, 1958)

-BABA

Thursday, March 9, 2017

Thought for the Day - 9th March 2017 (Thursday)

I have come to reform you. I will not leave you until I do that. Even if you get away before I do that, do not think you can escape Me, I will hold on to you. I am not worried if you leave Sai, for I am not anxious that there should be a huge gathering here and a big following around Me. Who invited all of you here? Without any printed invitation, thousands are coming to Sai. But, of one thing, be assured. Whether you come to Me or not, you are all Mine. This Sai Mata (Mother of all) has the love of a thousand mothers towards Her children; that is why I do so much lalana (fondling) and so much palana (protecting). If I appear to be angry, remember, it is only love in another form that I use to evince my disappointment when you do not shape up in line with my guidance.


Aku telah datang untuk memperbaikimu. Aku tidak akan meninggalkanmu sampai Aku bisa melakukan itu. Bahkan jika engkau melarikan diri sebelum Aku dapat melakukan itu, jangan berpikir bahwa engkau dapat melarikan diri dari-Ku, Aku akan tetap menjagamu. Aku tidak cemas jika engkau meninggalkan Sai, karena Aku tidak khawatir akan ada begitu besar orang berkumpul disini dan pengikut yang besar yang mengikuti-Ku. Siapa yang telah mengundangmu kesini? Tanpa adanya undangan yang tercetak, ada ribuan orang yang datang ke Sai. Namun, ada satu hal dan pastikan bahwa apakah engkau datang kepada-Ku atau tidak, engkau semuanya adalah milik-Ku. Ini adalah Sai Mata (ibu dari semuanya) memiliki kasih dari ribuan ibu kepada anak-anak-Nya; itulah sebabnya mengapa Aku banyak melakukan lalana (memanjakan) dan begitu banyak palana (perlindungan). Jika Aku muncul dengan marah, ingatlah, ini hanya kasih dalam wujud yang lain yang Aku gunakan untuk menunjukkan dengan jelas rasa kecewa-Ku ketika engkau tidak maju dalam jalan itu dengan tuntunan-Ku. (Divine Discourse, Feb 11 1964)

-BABA

Thought for the Day - 8th March 2017 (Wednesday)

Giving up the little ‘I’ is the true meaning of renunciation (Tyaga). Tyaga does not mean running away from the hearth and home into the jungle. It means sublimating every thought, word and deed as an offering to God and saturating all acts with Divine intent. This is the best spiritual practice to cultivate selfless love. Love gives for ever, it never asks another to give. Shower it, and you will be showered in return. Selfless love thrives on renunciation, they are inseparable. The essential reality of a human being rejects the ego as a blemish. When you sincerely investigate into the question, “Who am I”, you will find that everyone is included in ‘I’, and your love will expand limitlessly. Ego should not be allowed to express itself freely, as it smothers the spring of love. God is love, so all things created by God are filled with love.


Melepaskan ‘aku’ yang kecil adalah makna yang sebenarnya dari pengorbanan (Tyaga). Tyaga bukan berarti meninggalkan tanggung jawab dan rumah untuk pergi ke dalam hutan. Tyaga berarti menghaluskan setiap pikiran, perkataan, dan perbuatan sebagai persembahan kepada Tuhan dan memenuhi semua perbuatan untuk tujuan pada Tuhan. Inilah latihan spiritual yang terbaik untuk meningkatkan kasih yang tidak mementingkan diri sendiri. Kasih selalu memberi selamanya, kasih tidak pernah meminta yang lain untuk memberikan. Curahkan kasih maka engkau akan dicurahkan dengan kasih kembali. Kasih yang tidak mementingkan diri sendiri berkembang dengan pesat pada pengorbanan karena keduanya tidak bisa dipisahkan. Kenyataan yang mendasar dari manusia adalah menolak ego sebagai sebuah cacat cela. Ketika engkau dengan tulus menyelidiki sampai pada pertanyaan, “siapakah aku”, engkau akan menemukan bahwa setiap orang adalah termasuk ke dalam ‘aku’, dan kasihmu akan berkembang tanpa batas. Ego seharusnya tidak diizinkan mengungkapkan dirinya dengan bebas, karena ego menahan mekarnya kasih. Tuhan adalah kasih, jadi semua benda diciptakan oleh Tuhan diisi dengan kasih. (Divine Discourse, Jul 17, 1981)

-BABA

Thought for the Day - 7th March 2017 (Tuesday)

All of you have vast resources of powers. When you do not utilise them while discharging duties to yourself and to the society that sustains you, you are only becoming a target for ridicule. When you are on a railway station platform, waiting for the train that is due and you hear the announcement that it will arrive five hours later, how do you feel? Don’t you fling abusive words at the train? When the mere coaches receive from you such a treatment, how much worse treatment would you deserve if you do not fulfill your duty and your responsibilities to the society? Utilise your skills and learning as consistently and effectively as duty demands. Unless used, even a watch gets rusted, what can be said therefore of unused skill? The body has not been granted by God to be fed, well clothed and to be paraded around in pride. The body has to be exercised to keep it trim as a tool for serving others.


Semua darimu memiliki sumber daya kekuatan yang sangat besar. Ketika engkau tidak menggunakannya ketika sedang menjalankan kewajiban bagi dirimu dan masyarakat yang menopangmu maka engkau hanya menjadi sasaran dari ejekan. Ketika engkau sedang berada di peron stasiun kereta api sedang menunggu kedatangan kereta api dan engkau mendengar pengumuman bahwa kereta api akan datang lima jam yang akan datang, bagaimana perasaanmu? Bukankah engkau melepaskan kata-kata yang kasar pada kereta api itu? Ketika bus saja mendapatkan perlakuan seperti itu darimu, berapa besar perlakuan buruk yang akan engkau dapatkan jika engkau tidak menjalankan kewajiban dan tanggung jawabmu kepada masyarakat? Pergunakan keahlian dan pengetahuanmu secara konsisten dan efektif sesuai dengan tuntutan kewajiban. Jika tidak digunakan, bahkan jam tangan akan menjadi berkarat, apa yang dapat dikatakan untuk keahlian yang tidak dipakai? Tubuh bukan diberikan oleh Tuhan hanya untuk diberi makan, diberikan pakaian dan berjalan dengan penuh kesombongan. Tubuh harus dilatih untuk tetap digunakan sebagai sarana untuk melayani yang lainnya. (Divine Discourse, June 27, 1981)

-BABA

Monday, March 6, 2017

Thought for the Day - 6th March 2017 (Monday)

Seeing a glass half filled with water, the optimist is glad that the glass is half-full, while the pessimist is sad that it is half-empty. Though both the statements are correct the optimist hopes to fill the other half too, while the pessimist gives up in despair. The optimist has faith, the pessimist has no faith to sustain him – this is the key difference. Faith is power. Develop faith by steady effort. You all have faith in tomorrow following today and hence you take up activities and projects, that extend beyond this day! People with no faith cannot plan, they court misery due to their lack of faith! Faith must lead to effort. Through knowledge, faith and effort, wisdom can be attained. Equipped with these, you can scale great heights and emerge victoriously. Do not cultivate too much faith in things that are merely material. Develop deep faith in the eternally valid Truth - God!

Dengan melihat gelas setengah terisi air, orang yang optimis senang dengan gelas terisi setengah penuh, sedangkan yang pesimis menjadi sedih dengan melihat gelas setengah kosong. Walaupun kedua pernyataan ini adalah betul, yang optimis berharap mengisi bagian yang setengah kosong, sedangkan yang pesimis menyerah dalam keputusasaan. Yang optimis memiliki keyakinan sedangkan yang pesimis tidak memiliki keyakinan untuk menopang mereka – ini adalah kunci perbedaannya. Keyakinan adalah kekuatan. Kembangkan keyakinan dengan usaha yang mantap. Engkau semuanya memiliki keyakinan pada keesokan pagi dan oleh karena itu engkau melakukan aktifitas dan proyek yang diperpanjang melampaui hari ini! Orang-orang yang tidak memiliki keyakinan tidak bisa merencanakan, mereka menjadi menderita karena kurangnya keyakinan! Keyakinan harus menuntun pada usaha. Melalui pengetahuan, keyakinan, dan usaha maka kebijaksanaan dapat dicapai. Dilengkapi dengan bagian ini maka engkau dapat mendaki ketinggian yang luar biasa dan mendapatkan keberhasilan. Jangan meningkatkan keyakinan terlalu besar pada benda yang hanya bersifat material. Kembangkan keyakinan yang mendalam pada kebenaran yang kekal - Tuhan! (Divine Discourse, Jun 27, 1981)

-BABA

Thought for the Day - 5th March 2017 (Sunday)

In every form of spiritual practice (Sadhana) love has the first place. Love is the supreme mark of humanness. Love is God. Live in Love. Start your day with love, fill your day with love, and end the day with love; this is the way to God. You must also engage yourselves in Service (Seva), eschewing every trace of conceit (Ahamkara). In rendering service, there should be recognition of God’s omnipresence in all human beings. Most people have not developed the spirit of sacrifice (Tyaga) or aversion to sensual pleasures (Bhoga). True service calls for a spirit of sacrifice. Sacrifice is the only means to achieve immortality. Whatever work you may do, whether you are sweeping the floor or cooking dinner, convert them into a spiritual exercise. Infuse your every action with love for God and dedicate it Unto Him.


Dalam setiap bentuk latihan spiritual (Sadhana) kasih menduduki tempat yang pertama. Kasih adalah tanda yang tertinggi dari kemanusiaan. Kasih adalah Tuhan. Hiduplah dalam kasih. Mulailah harimu dengan kasih, isilah harimu dengan kasih dan akhiri harimu dengan kasih; inilah jalan menuju Tuhan. Engkau juga harus melibatkan dirimu dalam pelayanan (Seva), jauhkan diri dari setiap jejak dari kesombongan (Ahamkara). Dalam menjalankan pelayanan, seharusnya menyadari kehadiran Tuhan dalam semua manusia. Banyak orang tidak mengembangkan semangat pengorbanan (Tyaga) atau keengganan pada kesenangan sensual (Bhoga). Pelayanan yang sejati memerlukan semangat pengorbanan. Pengorbanan adalah satu-satunya sarana untuk mencapai keabadian. Apapun pekerjaan yang mungkin engkau lakukan, apakah engkau menyapu lantai atau memasak makanan, ubahlah semua bentuk kegiatan itu sebagai latihan spiritual. Tanamkan dalam setiap perbuatanmu dengan kasih untuk Tuhan dan dedikasikan hal ini kepada Tuhan. (Divine Discourse, Mar 23, 1989)

-BABA