Thursday, October 31, 2013

Thought for the Day - 31st October 2013 (Thursday)


Some might argue that the inheritance (Karma) of the previous births has to be suffered in this birth and that no amount of grace can save you from that. Evidently, someone has led you to believe so. The Grace of the Almighty knows no bounds or limits! I assure you, you need not suffer from Karma like that. When severe pain torments you, the doctor gives you a pain killer injection and you do not feel the pain, though it is there in the body. God’s Grace is like the pain-killer. Nothing can stay in the way of the Grace of the Lord. If you win His Grace, you will not feel the pain, though you go through Karma. Just as medicines with expired dates are ineffective, so too, the effect of Karma is then rendered ineffective, or null and void!

Beberapa orang mungkin berpendapat bahwa warisan (Karma) dari kelahiran sebelumnya harus diderita dalam kelahiran ini dan bahwa tidak ada yang bisa menyelamatkanmu dari itu. Rupanya, seseorang telah membuatmu begitu percaya. Berkat dari Yang Mahakuasa tidak mengenal batas! Aku menjamin, engkau tidak perlu menderita Karma seperti itu. Ketika engkau mengalami sakit parah, dokter memberikan suntikan penghilang rasa sakit dan engkau tidak merasakan sakit, meskipun sakit itu masih ada di tubuhmu. Berkat Tuhan adalah seperti penghilang rasa sakit. Tidak ada yang bisa menunda Berkat Tuhan. Jika engkau mendapatkan Berkat-Nya, engkau tidak akan merasakan sakit, meskipun engkau menjalani Karma. Sama halnya dengan obat-obatan, tidak akan efektif jika sudah kadaluwarsa, demikian juga, dengan efek Karma tidak efektif (jika engkau sudah mendapatkan Berkat-Nya)! (Divine Discourse, Nov 23, 1964)

-BABA

Wednesday, October 30, 2013

Thought for the Day - 30th October 2013 (Wednesday)

Always remember that only those with ideals are respected and remembered with gratitude for posterity. We honour Rama and worship him, while avoiding the reference of Ravana on auspicious occasions. Why? Because of the character they displayed. So you must be determined and advance step by step in building a strong character. Be aware of the danger of slipping down two steps while ascending one –you can resist the slide downwards! If you have the determination to climb and the yearning to rise, progress and conquer your lower impulses and instincts, then the hidden spring of power will surge up within you. The Grace of the Lord will smoothen your path. Keep the ideal before you and march onward!

Ingatlah selalu bahwa hanya orang-orang yang memiliki ideal yang dihormati dan diingat dengan rasa terima kasih oleh anak cucu/keturunannya. Kita menghormati Sri Rama dan menyembah Beliau, sementara itu menjauhi Rahwana. Mengapa? Karena karakter yang mereka tunjukkan. Jadi, engkau harus bertekad dan maju langkah demi langkah dalam membangun karakter yang kuat. Sadarilah akan bahaya tergelincir turun dua langkah sementara engkau baru naik satu langkah - engkau bisa melawan agar tidak tergelincir ke bawah! Jika engkau memiliki tekad untuk mendaki dan memiliki hasrat untuk bangkit, maka engkau harus maju dan menaklukkan dorongan-dorongan dan naluri yang rendah, maka sumber kekuatan yang tersembunyi akan meningkat dalam dirimu. Berkat Tuhan akan memperlancar jalanmu. Jagalah ideal tersebut dan teruslah bergerak maju! (Divine Discourse, Nov 25, 1959)

-BABA

Tuesday, October 29, 2013

Thought for the Day - 29th October 2013 (Tuesday)


There are greater things in life that grant joy and peace – try to get a hold of them. Each and every one of you have earned the right to live in joy and possess these greater things – no one can take these away from your grasp. Fix your attention on the eternal values, and then you will not be swept off your feet by gusts of passion or fits of fury. In the past, sages and saints controlled the vagaries of their minds and dwelt in peace and bliss. You too must ensure that the temple of the Lord in your innermost heart is not overwhelmed by the sands of lust and anger (Kama and Krodha). When all live in this manner, the community will become an ideal one.

Ada hal-hal yang lebih besar dalam hidup yaitu mendapatkan kebahagiaan dan kedamaian - cobalah untuk mendapatkan pegangan dari keduanya. Kalian semua telah mendapatkan hak untuk hidup dalam kebahagiaan dan memiliki hal-hal yang lebih besar - tidak ada yang bisa menjauhkan hal ini dari genggamanmu. Pusatkanlah perhatianmu terus-menerus pada nilai-nilai, maka engkau tidak terbawa perasaanmu pada hembusan angin keinginan/nafsu atau kemarahan. Di masa lalu, orang bijak dan orang-orang suci menguasai liku-liku pikiran mereka dan tinggal dalam kedamaian dan kebahagiaan. Engkau juga harus memastikan bahwa temple TUHAN dalam hati terdalammu tidak dikendalikan oleh nafsu dan amarah (Kama dan Krodha). Ketika semuanya menjalani kehidupan dengan cara ini, masyarakat akan menjadi masyarakat yang  ideal. (Divine Discourse, Sep 9, 1959) 

-BABA

Monday, October 28, 2013

Thought for the Day - 28th October 2013 (Monday)


You will have faith in God when you have yourself discovered that this Universe must have a Creator and Protector who runs the show. To firmly grasp that idea, your heart must be very pure, your mind must be clear. To achieve this, performing your ordained duties (karma) sincerely is very essential. The scriptures delve in a detailed manner the methods to perform one’s duties. Of the hundred parts in the Vedas, 80 are for Duty (Karma), 16 for Worship (Upasana) and four for Wisdom (Jnana). Wisdom is the final destination in the journey. Karma has to be done in order to educate the impulses and train your feelings. Then you develop the attitude of upasana, of humility before the great Unknown, and finally, you realise that the only reality is you, which is the same as He.

Engkau akan memiliki keyakinan pada Tuhan ketika engkau menemukan sendiri  bahwa alam semesta ini harus memiliki Pencipta dan Pelindung yang menjalankan semuanya. Untuk memahami maksud tersebut, hatimu harus sangat murni, pikiranmu harus jernih. Untuk mencapai hal ini, menjalankan tugas/kewajiban (karma) yang telah diberikan kepadamu dengan tulus adalah sangat penting. Kitab suci mempelajari secara rinci metode untuk melakukan tugas/kewajiban. Dari seratus bagian dalam Veda, 80 adalah untuk Duty (Karma), 16 untuk Ibadah/pemujaan (Upasana) dan empat untuk Kebijaksanaan (Jnana). Kebijaksanaan adalah tujuan akhir dalam perjalanan. Karma harus dilakukan untuk mendidik impuls/dorongan dan melatih perasaanmu. Kemudian engkau mengembangkan sikap upasana dan kerendahan hati dan akhirnya, engkau menyadari bahwa satu-satunya realitas adalah engkau sendiri, yang sama seperti Beliau. (Divine Discourse, Nov 23, 1964) 

-BABA

Sunday, October 27, 2013

Thought for the Day - 27th October 2013 (Sunday)

Sometimes the cloud of envy and hatred come to darken relationships. This is primarily due to fear; fear that causes anger. The emergence of devotion, and the humility and wisdom resulting from it, will make fear and anger disappear. Anger wastes health, time and character. Never allow it to have a free play. Just like you cultivate the field, you must cultivate the fields of feelings, motives, desires and promptings. People are often ruined because they cannot tolerate the prosperity of another. Most people are bent on pulling down another. Jealousy is the chief cause of ruin and it is born due to the undue importance attached to the body, the senses and the accumulation of objects that cater to the senses. Develop the spirit of mutual help. See things in proper perspective; give everything its worth and no more.

Kadang-kadang awan iri hati dan kebencian datang mengelamkan hubungan/pertalian. Hal ini terutama karena rasa takut; rasa takut merupakan penyebab kemarahan. Munculnya pengabdian, dan kerendahan hati dan kebijaksanaan yang dihasilkan dari itu, akan membuat ketakutan dan kemarahan lenyap. Kemarahan memperburuk kesehatan, waktu, dan karakter. Jangan pernah membiarkan hal itu bermain dengan bebas. Sama seperti engkau mengolah ladang/tanah, engkau harus mengolah ladang perasaan, motif, keinginan dan dorongan. Orang-orang sering mengalami kehancuran/kegagalan karena mereka tidak bisa mentolerir kesejahteraan orang lain. Kebanyakan orang bertekad untuk menghancurkan orang lain. Kecemburuan adalah penyebab utama kehancuran dan muncul karena kemelekatan yang terlalu besar pada badan jasmani, indera, dan akumulasi objek-objek yang memenuhi indera. Kembangkankah semangat saling membantu. Lihatlah hal-hal dalam perspektif yang benar, berikan penghargaan sesuai dengan nilainya dan tidak lebih. (Divine Discourse, Sep 9, 1959)

-BABA

Saturday, October 26, 2013

Thought for the Day - 26th October 2013 (Saturday)


To realize the truth of an Advent (Avatar), the aspirant must culture the mind as the farmer prepares the field. The farmer clears thorny undergrowth, wild creepers and tenuous roots from the field. Then, he ploughs the land, waters it and the seeds are sown. The seedlings and tender plants are then guarded from pests. To prevent destructions by goats and cattle, he erects a fence. So too, the aspirant must remove egoism, pride and greed from the heart. Truth, Repetition of the Lord’s Name and Meditation refer to ploughing and levelling. Love is the water that must flow into the field of your heart to make it fertile, soft and rich. Lord’s Name is the seed and devotion is the sprout. Protect the seeds from the cattle of Kama and Krodha (desire and anger) with the fence of discipline. Then you will reap bliss as the harvest.

Untuk menyadari kebenaran dari datangnya Awatara, para aspiran spiritual harus memelihara pikirannya seperti petani yang mempersiapkan ladang. Petani membersihkan semak berduri, membersihkan tanaman liar dan membersihkan akar-akar halus di ladang. Lalu petani membajak tanah, mengairi, dan menabur benih. Bibit dan tanaman muda kemudian dijaga dari hama. Untuk mencegah pengrusakan oleh kambing dan sapi, petani membuat pagar. Demikian juga, para aspiran spiritual harus menyingkirkan egoisme, kesombongan, dan keserakahan dari hati. Kebenaran, Pengulangan Nama Tuhan, dan Meditasi dapat diibaratkan sebagai membajak dan meratakan tanah. Cinta-kasih adalah air yang harus mengalir ke ladang hatimu untuk membuatnya subur, lembut, dan berharga. Nama Tuhan adalah benih dan pengabdian/bhakti adalah tunasnya. Lindungilah bibit dari ternak Kama dan Krodha (keinginan dan kemarahan) dengan pagar disiplin. Maka engkau akan menuai kebahagiaan sebagai panen-nya. (Divine Discourse, Nov 23, 1964) 

-BABA

Friday, October 25, 2013

Thought for the Day - 25th October 2013 (Friday)

A mother holds a child that has soiled its shirt and puts on it a new one. Death is the removal of the soiled shirt and putting on the fresh one. Let the Mother do Her will, be a willing child in Her hands. Have full faith in Her love and wisdom. Be an instrument; submerge your will in the Will of the Lord. That will save you from worry and pain. Do not lose your mind, seeing people who have gone astray. It will be like seeing a stagnant pool and then judging rainwater to be dirty. Rain water is pure; it is the soil that soils it. Also be careful not to decry anyone. It amounts to decrying God. Be aware of the God within you and the God in everyone else. If you do this, there is nothing to equal the joy and peace that you will be rewarded with. I bless you, so that you may attain that bliss.

Seorang ibu mengganti baju sang anak yang kotor dengan baju yang baru. Kematian dapat diibaratkan seperti mengganti baju yang kotor dengan baju lainnya yang baru. Biarlah Ibu Ilahi melakukannya sesuai dengan kehendak-Nya, kita adalah anak-anaknya di tangan-Nya. Milikilah keyakinan yang penuh dalam kasih dan kebijaksanaan-Nya. Jadilah instrumen; tenggelamkanlah keinginanmu dalam kehendak Tuhan. Itu akan menyelamatkanmu dari kesedihan dan penderitaan. Janganlah engkau kehilangan arah, menemui orang-orang yang sesat. Seperti melihat genangan air yang mandek dan kemudian menilai air hujan sebagai air yang kotor. Air hujan adalah air murni; tanahlah yang menyebabkan air itu nampak kotor. Berhati-hatilah untuk tidak mencela siapapun, ini sama dengan mencela Tuhan. Engkau hendaknya menyadari Tuhan ada di dalam dirimu dan dalam diri orang lain. Jika engkau melakukan ini, maka tidak ada sukacita dan kedamaian yang menyamai hal ini yang akan engkau peroleh. Aku memberkatimu, sehingga engkau bisa mencapai kebahagiaan itu. (Divine Discourse, Oct 16, 1964)

-BABA

Thursday, October 24, 2013

Thought for the Day - 24th October 2013 (Thursday)

The greatest instrument by which success can be ensured for all your efforts is devotion. That will grant you health, wealth and prosperity too. It will also eliminate hatred and faction, and give more strength to you. A person with devotion will do every act as worship of the Lord, and so the act will be done effectively without any malingering or insincerity. It will also win the Grace of the Lord, so the devotee will be able to do more and enjoy greater health and mental happiness. If every one of you unite and sing the glory of the Lord, it will produce greater harmony and social cohesion than thousand people clamoring and shouting one against the other. Divine Love will flood the area and fertilize all your efforts if all of you sing the Lord’s name together in unison. Do it for some time and you will yourself bear witness to the loving and serene atmosphere.

Instrumen terbesar dimana keberhasilan dapat dipastikan untuk semua usahamu adalah pengabdian/bhakti, yang akan memberikan kesehatan, kekayaan dan kemakmuran padamu. Hal ini juga akan menghilangkan kebencian dan perselisihan, dan memberikan lebih banyak kekuatan padamu. Seseorang dengan pengabdian/bhakti akan melakukan setiap tindakan sebagai ibadah kepada Tuhan, sehingga tindakan akan dilakukan secara efektif tanpa berpura-pura atau tindakan yang dilakukan dengan tulus. Ini juga akan memenangkan berkat Tuhan, sehingga devotee/bhakta akan mampu berbuat lebih banyak dan menikmati kesehatan yang lebih besar dan mengalami kebahagiaan mental. Jika kalian semua bersatu dan menyanyikan kemuliaan Tuhan, maka akan menghasilkan harmoni dan kohesi/kepaduan sosial daripada seribu orang yang membuat keributan dan berteriak satu dengan yang lainnya. Cinta-kasih Ilahi akan membanjiri area tersebut dan menyuburkan semua upaya-mu jika engkau semua menyanyikan nama Tuhan bersama-sama secara serempak. Lakukan selama beberapa waktu maka engkau sendiri akan menjadi saksi suasana penuh kasih dan penuh ketenangan. (Divine Discourse, Sept 9, 1959) 

-BABA

Wednesday, October 23, 2013

Thought for the Day -23rd October 2013 (Wednesday)

How to destroy the mind? It is easy once you know what it is. The mind is stuffed with desire, similar to a football filled with air. Puncture it and it will not move from place to place. In a square field filled with water from an irrigation canal, water appears in the form of a square. If the field is circular or triangular, then the sheet of water will match the geometric shape. The mind too takes on the form of one’s desires. Take another example - the mind is like a piece of cloth, the warp and woof being the yarn of desire. The texture, the colour, the durability, the feel, and the shine of the cloth will depend upon the desire that constitutes the warp and the woof. Remove the yarn strand by strand, and the cloth automatically disappears. This is the technique of destroying the mind (Mano Nasanam). A wise person will wipe out all traces of the mind.

Bagaimana menghancurkan pikiran? Itu sangatlah mudah setelah engkau mengetahui apa itu pikiran. Pikiran diisi dengan keinginan, mirip dengan bola sepak yang diisi dengan udara. Jika engkau melubanginya, itu tidak akan berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Sebuah bidang yang berbentuk persegi diisi dengan air dari saluran irigasi, air muncul dalam bentuk persegi. Jika bidangnya berbentuk lingkaran atau segitiga, maka air akan mengambil bentuk geometris seperti itu. Demikian juga dengan pikiran, mengambil bentuk sesuai dengan keinginan seseorang. Ambil contoh lain - pikiran dapat diibaratkan seperti sepotong kain, mesin tenun dan pakan menjadikannya benang keinginan. Tekstur, warna, daya tahan, kelembutan, dan kilauan dari kain akan tergantung pada keinginan yaitu mesin tenun dan pakannya. Lepaskanlah untaian benang helai demi helai, maka otomatis tidak ada kain lagi. Inilah teknik menghancurkan pikiran (Mano Nasanam). Orang bijak akan membersihkan semua jejak pikiran.(Divine Discourse, Oct 16, 1964)

-BABA

Tuesday, October 22, 2013

Thought for the Day - 22nd October 2013 (Tuesday)

Most agriculturists feed on hope for their survival. Hope sustains them while they plough, sow, plant and manure the crops that they raise. That hope, must become a mental habit not just during agriculture, but as part of everyone’s daily life, in all the manifold activities. Never give any chance for that vile thing, despair, to eat into the vitals of activity and effort. Despair is a sin against God. When He is within you, why do you lose hope? That is why the Lord says, “Why fear, when I am here?” Be always joyful, optimistic and courageous. Know that the strongest connection between you and the Divine is when the life-giving waters of courage and hope, flow in your heart. (Divine Discourse, Sep 9, 1959)

Sebagian besar menggantungkan harapan mereka pada bidang pertanian untuk kelangsungan hidup mereka. Harapan tersebut meningkat, meskipun mereka membajak, menabur benih, menanam, dan memupuk tanaman. Harapan itu, harus menjadi kebiasaan mental, bukan hanya pada bidang pertanian, tetapi sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari, dalam semua aktivitas. Jangan pernah memberikan kesempatan bagi kejahatan dan rasa putus asa, masuk ke dalam aktivitasmu. Keputusasaan adalah dosa yang melawan Tuhan. Ketika Beliau ada di dalam dirimu, mengapa engkau kehilangan harapan? Itulah sebabnya Tuhan berkata, "Mengapa takut, ketika Aku ada di sini?" Oleh karena itu, engkau hendaknya bergembira, optimis, dan berani. Ketahuilah bahwa hubungan terkuat antara engkau dan Tuhan adalah ketika keberanian dan harapan, mengalir dalam hatimu.

-BABA

Monday, October 21, 2013

Thought for the Day - 21st October 2013 (Monday)


The pleasure one gets from physical, mental and intellectual pursuits is transitory. Good deeds may grant heaven but it is a temporary habitation from where a person has to journey down to earth to live life again. This is akin to being elected to an important but short term public office. One may bask in the glory and fame during the term of office, thanks to the votes cast in one’s favour. However, once the term is over, one becomes an ordinary person again! The game now starts all over again by repeating popular slogans to become more popular and beg for votes to win the election. You must journey to reach the terminus where ignorance dies and wisdom is born, resulting in no more birth and death cycles. The mind is a fertile field for ignorance. Do not seek more and more comfort and convenience (sukham), instead, seek wisdom. (Divine Discourse, Oct 16, 1964)

Kebahagiaan yang didapatkan dari kegiatan fisik, mental, dan intelektual adalah bersifat sementara. Perbuatan baik dapat memberikan surga tetapi itu adalah tempat tinggal sementara dari mana seseorang harus melakukan perjalanan turun ke bumi untuk menjalani kehidupan kembali. Hal ini mirip dengan terpilih sebagai orang penting/pejabat di pemerintahan tetapi masa jabatannya singkat. Seseorang dapat bersenang-senang dalam kemuliaan dan ketenaran selama masa jabatannya, menyatakan terima kasih berkat suara dan dukungan yang diperoleh. Namun, setelah masa itu berakhir, seseorang menjadi orang biasa kembali! Permainan sekarang dimulai lagi dengan mengulangi slogan-slogan populer untuk menjadi lebih populer dan meminta suara untuk memenangkan pemilihan. Engkau harus melakukan perjalanan untuk mencapai stasiun yang paling terakhir dimana kebodohan/ketidaktahuan mati dan lahir kebijaksanaan, sehingga tidak ada siklus kelahiran dan kematian lagi. Pikiran adalah ladang subur bagi kebodohan. Janganlah semakin mencari kenyamanan (sukham), sebaliknya, carilah kebijaksanaan.

-BABA

Sunday, October 20, 2013

Thought for the Day -19th & 20th October 2013

Date: Saturday, October 19, 2013

The path of wisdom is much easier than the path of devotion - for it comes as a flash to those who can just sit quiet for a few minutes and analyze themselves. A car moves on its four wheels and the person who drives it, is inside, not outside; the driver within the car guides the speed of the engine, the brakes and the accelerator. So too, let your intellect, mind and senses be guided, from within. Board the train of Salokya - the constant remembrance of the Lord’s Name. This will take you to the next station, Sameepya - nearness and dearness to the Lord. The next halt will be at Saarupya, where you acquire and earn divine attributes, and finally you will reach the terminus, which is Saayujya, where you merge with the divine and experience yourself as but a wave in the ocean (Paramathma). (Divine Discourse, Oct 16, 1964)

Jalan kebijaksanaan jauh lebih mudah daripada jalan pengabdian - ia muncul bagaikan kilat bagi mereka yang bisa duduk diam selama beberapa menit dan menganalisa diri mereka sendiri. Sebuah mobil bergerak dengan empat roda dan orang yang mengemudikannya, ada di dalam mobil, bukan di luar; sang sopir dari dalam mobil, mengendalikan persneling, rem, dan pedal gas. Demikian juga, biarkan intelek, pikiran, dan indera dibimbing, dari dalam. Naiklah kereta Salokya - mengingat Nama Tuhan secara terus-menerus. Ini akan membawamu ke stasiun berikutnya, Sameepya - lebih dekat kepada Tuhan. Halte berikutnya akan menuju Saarupya, di mana engkau memperoleh dan mendapatkan atribut ilahi, dan akhirnya engkau akan mencapai ujung, yaitu Saayujya, di mana engkau menyatu dengan ilahi dan mengalaminya sendiri, dapat diibaratkan seperti gelombang di laut (Paramathma).

-BABA


Date: Sunday, October 20, 2013

People suffer from two types of ills - physical and mental. Physical ailments are caused by the dis-equilibrium of the three tempers of Vata, Pittha and Sleshma (air, bile and phlegm) and mental illnesses are caused by the dis-equilibrium of the three qualities of serenity, passion and inertia (Sattwa, Rajas and Tamas). One unique fact about these two types of illnesses is that the cultivation of virtue cures both the diseases. Physical health and mental health are interrelated. Physical health is a prerequisite for mental health and good mental health ensures physical well-being. An attitude of generosity, of fortitude in the presence of sorrow and loss, a spirit of enthusiasm to do good, and to be of service to the best of one’s capacity - these build up the mind as well as the body. The sheer joy derived from service reacts on the body and makes you free from diseases. (Divine Discourse, Sep 9, 1959)

Orang-orang menderita dua jenis penyakit - fisik dan mental. Penyakit fisik disebabkan oleh ketidakseimbangan dari 3 sifat, Vata, Pittha dan Sleshma, dan penyakit mental disebabkan oleh ketidakseimbangan dari tiga sifat yaitu ketenangan, nafsu, dan malas (Sattwa, Rajas, dan Tamas). Satu fakta unik tentang kedua jenis penyakit ini adalah dengan mengembangkan kebajikan, dapat menyembuhkan kedua penyakit ini. Kesehatan fisik dan kesehatan mental saling terkait. Kesehatan fisik merupakan prasyarat bagi kesehatan mental dan kesehatan mental yang baik menjamin kesejahteraan fisik. Sikap kedermawanan, ketabahan dalam menghadapi penderitaan dan kehilangan, semangat antusias untuk berbuat baik, dan memberikan pelayanan yang terbaik sesuai kemampuannya - ini dapat meningkatkan pikiran serta badan. Kebahagiaan yang berasal dari melakukan tindakan pelayanan bereaksi pada badan dan membuat engkau bebas dari penyakit.

-BABA

Friday, October 18, 2013

Thought for the Day - 18th October 2013 (Friday)


Every being seeks rest, but the dust of sense-craving accumulates on the mind producing rust and threatening to ‘burst’ it! To remove the rust in your mind, listen to soulful compositions from great saints like Tyagaraja. Lay aside your cynicism for a while and listen to the captivating tunes and imbibe their essence. The science of spiritual culture and of the control of the mind has been developed, practised and perfected by thousands, for over thousands of years. The culture of India has stood the shock of ages and the fury of typhoons, using these methods. Sing and listen to the compositions of great saints in their traditional forms. Do not consider these divine compositions as mere paatalu (songs), they are truly mootalu (bundles) of precious gems, that will lead you on the baatalu (path) to the Divine. (Divine Discourse, July 11, 1957)

Setiap makhluk berusaha untuk mencari ketenangan, tetapi debu keinginan yang terakumulasi dalam pikiran menghasilkan karat dan mengancam untuk 'meledak'! Untuk menghilangkan karat dalam pikiranmu, dengarkanlah nyanyian dari orang-orang suci seperti Tyagaraja. Engkau hendaknya mengesampingkan sinisme untuk sementara waktu dan mendengarkan lagu-lagu menawan dan menyerap esensinya. Ilmu budaya spiritual dan pengendalian pikiran telah dikembangkan, dipraktikkan dan disempurnakan oleh ribuan orang, lebih dari ribuan tahun. Budaya India telah berdiri kokoh, menggunakan metode ini. Bernyanyilah dan dengarkanlah nyanyian dari para orang suci dalam bentuk tradisionalnya. Janganlah menganggap nyanyian ilahi ini hanya sebagai paatalu (lagu), ia benar-benar merupakan mootalu (bundel) dari permata, yang akan membawamu pada baatalu (jalan) menuju Tuhan.
-BABA

Thursday, October 17, 2013

Thought for the Day - 17th October 2013 (Thursday)

Just as underground water is the sustenance of all trees, the Atma is the underlying source of all the bliss that the individual experiences. The process of digging a borewell to bring the underground water to surface level involves steady hitting, digging, and thumping through a pipe which holds and directs the drill. The people who do the boring take a lot of care to ensure that air does not go into the pipe, for then the drilling process becomes unsuccessful. FInally through a lot of effort, you bring the subterranean water to the surface level for human consumption. So too, you must undertake the repetition of the Lord’s Name (Japam) very intensely taking care that you do not allow the attachment to worldly objects (Vishaya vasana) to enter and interfere with the process. (Divine Discourse, Oct 16, 1964)

Sama seperti air bawah tanah yang memberi makanan pada semua pohon, Atma adalah sumber yang mendasari semua kebahagiaan yang merupakan pengalaman individu. Proses menggali sumur bor untuk membawa air bawah tanah ke permukaan dengan proses penggalian yang terus-menerus, melalui pipa, yang memegang dan langsung mengarah pada bor. Orang-orang yang melakukan pengeboran melakukan pekerjaannya dengan hati-hati untuk memastikan udara tidak masuk ke dalam pipa, karena jika demikian, proses pengeboran menjadi tidak berhasil. Akhirnya melalui banyak usaha, engkau membawa air bawah tanah ke tingkat permukaan untuk konsumsi manusia. Demikian juga, engkau harus melakukan pengulangan Nama Tuhan (Japam) dengan sangat intens, berhati-hati untuk tidak memperbolehkan keterikatan pada benda-benda duniawi (Vishaya Vasana) untuk masuk dan mengganggu proses tersebut.

-BABA

Wednesday, October 16, 2013

Thought for the Day - 16th October 2013 (Wednesday)

Prayer and contrition are the two disciplines by which the mind can be cleansed of egoism and hatred; Saint Tyagaraja was a fine example of how this can be done. His songs are pure fragrant blossoms of devotion. He sang soulfully the glory of Rama, with the welfare of the individual as well as the world in view. He was ever engaged in the process of examining his words and deeds, and evaluating them on the touchstone of devotion. As the bee in quest of honey wanders in search of the flowers, as the creeper clings fast and fondly to the tree lest it may fall, as the stream runs to the river and the river rushes to the sea, Saint Thyagaraja pined for Lord Rama. Lord Rama had to give him personal audience (Darshan) and come to his rescue several times. Through devotion,Tyagaraja ensured he experienced the Lord’s constant presence and always remained in peace and joy. (Divine Discourse, July 11, 1957)

Doa dan penyesalan yang mendalam adalah dua disiplin dimana pikiran dapat dimurnikan dari egoisme dan kebencian, Tyagaraja adalah salah satu contoh yang baik tentang bagaimana hal ini dapat dilakukan. Lagu-lagunya merupakan bunga murni pengabdian. Beliau menyanyikan kemuliaan Sri Rama dengan penuh perasaan, menggambarkan kesejahteraan individu dan dunia. Beliau senantiasa memeriksa kata-kata dan perbuatannya, dan mengevaluasinya sebagai batu ujian dalam pengabdian. Seperti lebah dalam mencari madu mengembara untuk mencari bunga-bunga, seperti tumbuhan menjalar melekat erat pada pohon supaya tidak jatuh, seperti air mengalir ke sungai dan sungai menuju ke laut, demikian Thyagaraja merindukan Sri Rama. Sri Rama memberikan Darshan dan datang untuk menyelamatkannya beberapa kali. Melalui pengabdian, Tyagaraja memastikan ia mengalami kehadiran Tuhan secara terus-menerus dan selalu tetap dalam kedamaian dan sukacita.

-BABA

Tuesday, October 15, 2013

Thought for the Day - 15th October 2013 (Tuesday)

Every one of you must fit in with the Divine Plan. Strive to know its main principles and be equipped for the tasks He allots to you. Give your heart completely to the duty assigned to you in life. Be ever vigilant of your own nature and duty (swadharma) and engage in the tasks that your role demands. To attain the Divine, you have to climb from the animal state to the human state and from human level to Divinity. This climb is hard given the several forces that are always around you, ready to pull you downward. The engine in the car if clogged and worn out, will whine and groan when it has to ascend a steep hill. On the other hand if it is well-maintained, free from the dust and dirt of sensory yearning, then it will ascend heights very easily. (Divine Discourse, Oct 15, 1964)

Setiap orang hendaknya siap dengan Rencana Ilahi. Engkau hendaknya berupaya untuk mengetahui prinsip-prinsip utama dan dilengkapi dengan tugas-tugas yang Beliau berikan kepadamu. Berikan hatimu sepenuhnya untuk menjalankan tugas yang diberikan kepadamu dalam kehidupan ini. Berhati-hatilah pada sifat dasarmu dan kewajibanmu (Swadharma) dan lakukan tugasmu sesuai dengan peran yang diberikan padamu. Untuk mencapai Divine, engkau harus mendaki dari tingkat hewan menuju ke tingkat manusia dan dari tingkat manusia menuju Divinity. Pendakian ini sangat sulit mengingat beberapa kekuatan yang selalu ada di sekitarmu, siap untuk menarikmu ke bawah. Mesin dalam mobil jika tersumbat dan usang, akan berat jika harus naik ke bukit yang curam. Di sisi lain jika mesin terpelihara dengan baik, bebas dari debu dan kotoran, maka mobil akan naik dengan sangat mudah. (Divine Discourse, Oct 15, 1964)

-BABA

Monday, October 14, 2013

Thought for the Day - 13th & 14th October 2013

Date: Sunday, October 13, 2013

Udhaseena (detachment marked by renunciation) is a state that is neither complaisance nor indifference. It means detachment from good as well as bad. I will explain this with an illustration: When a thorn gets into your foot, you use another thorn to remove the first one. After this you will have to discard both the thorns. You should not keep with you the second thorn though it has helped you in removing the first thorn. This is how you must gradually renounce the good and the bad. We should gradually cut down our relationship with the world. Most importantly do not enter into activities that induce unnecessary relationships, for that will prove detrimental to one’s welfare. (Divine Discourse, Oct 10, 1997)

Udhaseena (tanpa kemelekatan yang ditandai dengan melepaskan kehidupan duniawi)  bukanlah suatu keadaan untuk menyenangkan orang lain atau tidak memperhatikan orang lain. Ini juga berarti tidak melekat pada kebaikan ataupun keburukan. Aku akan menjelaskan hal ini dengan sebuah ilustrasi: Ketika duri masuk ke kaki-mu, engkau menggunakan duri lain untuk mencabut duri tersebut. Setelah itu, engkau harus membuang kedua duri tersebut. Engkau tidak menyimpan duri yang kedua meskipun telah membantumu untuk mencabut duri yang pertama. Inilah bagaimana engkau harus secara bertahap meninggalkan yang baik dan yang buruk. Kita seharusnya secara bertahap mengurangi keterikatan kita pada dunia. Yang paling penting, janganlah masuk ke dalam aktivitas yang menyebabkan hubungan yang tidak perlu, karena hal itu dapat mengganggu kesejahteraan. (Divine Discourse, Oct 10, 1997)
-BABA


Date: Monday, October 14, 2013

You must renounce attachment, hatred and ego. It is these qualities of attachment and ego that play havoc with a person and cast them into the mire of delusion. Ego leads to ostentatiousness and ostentatiousness strengthens the ego. A person can never experience divine bliss as long as one is swayed by the ego. Lord Krishna reveals to Arjuna in the Gita, “Ego, attachment and ostentatiousness are Rajasik qualities (passionate temperaments). These three are very dangerous and they bring on disaster! If anyone cultivates these habits, knowingly or unknowingly, they are not betraying others, but are deceiving themselves!” Resolve and achieve victory over your ego. With firm faith, make an intense effort to rid yourself of evil qualities. I bless you to carry out your convictions successfully and accomplish this victory with utmost ease! (Divine Discourse, Oct 10, 1997)

Engkau harus meninggalkan keterikatan, kebencian, dan ego. Sifat-sifat seperti ini, yaitu keterikatan dan ego, dapat merusak seseorang dan melemparkannya ke lumpur delusion (khayalan). Ego dapat mengarahkan orang-orang untuk suka pamer dan tindakan ini memperkuat ego. Seseorang tidak akan pernah bisa mengalami kebahagiaan Ilahi sepanjang terpengaruh oleh ego. Sri Krishna mengungkapkan kepada Arjuna dalam Gita, "Ego, keterikatan, dan suka pamer, adalah kualitas Rajasik. Ketiganya sangat berbahaya dan dapat membawa bencana! Jika ada yang memupuk kebiasaan ini, sadar atau tidak sadar, mereka tidak mengkhianati orang lain, tetapi menipu diri mereka sendiri! "Engkau hendaknya memiliki keteguhan hati dan memenangkan ego-mu. Dengan keyakinan yang mantap, buatlah upaya yang intens untuk membersihkan dirimu dari sifat-sifat yang buruk. Aku memberkatimu untuk menjalankan ini dan mencapai kemenangan ini dengan sangat mudah! (Divine Discourse, Oct 10, 1997)

-BABA

Saturday, October 12, 2013

Thought for the Day - 12th October 2013 (Saturday)


The subtle effect of mantras (mystic formulae) mentioned in the Vedas cannot be seen or heard by the senses; they have to be experienced in and through the inner consciousness, the Anthahkarana. The sound of these mantras has the power to transform the impulses and tendencies. The word mantra means ‘that which saves when turned over in the mind’. Repeating the mantra constantly in the mind will keep off wild talk, purposeless conversation, aimless gossip and scandal. Talk only when the talk is most essential and talk only as little as is necessary. Talk sweetly and without any reservations or circumvention. I want all to be convinced of the excellence of these teachings of the Vedas and Shasthras (scriptures). (Divine Discourse, Mar 21, 1967)

Efek dari mantra yang disebutkan dalam Veda tidak dapat dilihat atau didengar oleh indera, itu harus dialami dan melalui kesadaran batin, Anthahkarana. Suara mantra ini memiliki kekuatan untuk mengubah dorongan dan kecenderungan. Kata mantra berarti 'yang menyelamatkan ketika mantra tersebut diulang-ulang dalam pikiran'. Mengulang-ulang mantra secara terus-menerus dalam pikiran akan menghindari pembicaraan yang tidak benar, percakapan yang tanpa tujuan, gosip dan skandal tanpa arah. Berbicaralah hanya untuk hal-hal yang penting dan hanya berbicara sesedikit yang diperlukan. Berbicaralah yang manis dan tanpa syarat atau tipu daya. Aku ingin semuanya yakin dengan keunggulan dari ajaran Weda dan Shasthras (kitab suci). (Divine Discourse, Mar 21, 1967)

-BABA

Friday, October 11, 2013

Thought for the Day - 11th October 2013 (Friday)


External cleanliness, devoid of internal cleanliness is nothing short of deceitfulness. Internal cleanliness is more essential than external cleanliness. Though a cup may be clean and attractive outside, we cannot drink water from it, if it is unclean inside. Food cooked in copper vessels turns poisonous, if the vessel does not have a silver coating inside. Hence, observe internal cleanliness with meticulous care. Strive to remain free from the diseases of hatred, bad thoughts and vicious practices. God has gifted you this human body for achieving excellence in your daily life and attaining proximity with Divinity. Cultivate spirituality, acquire spiritual traits, attain proximity to the Divine and merge in Him. This must be your firm resolve. You can achieve this by sanctifying your body with sacred actions, until your last breath. (Divine Discourse, Oct 10, 1997)

Kebersihan eksternal hendaknya diikuti dengan kebersihan internal.  Kebersihan internal lebih penting daripada kebersihan eksternal. Walaupun cangkir mungkin bersih dan menarik di luarnya, kita tidak bisa minum air dari cangkir itu, jika di dalamnya airnya tidak bersih. Makanan yang dimasak dengan menggunakan wadah yang terbuat dari tembaga akan beracun, jika tembaga tidak dilapisi dengan lapisan perak di dalamnya. Oleh karena itu, perhatikanlah kebersihan internal dengan melakukan perawatan yang teliti. Berusahalah untuk membebaskan diri dari penyakit kebencian, pikiran yang buruk, dan praktik perbuatan yang buruk. Tuhan telah memberikan badan jasmani ini pada manusia untuk mencapai keunggulan dalam kehidupan sehari-hari dan untuk mencapai kedekatan dengan Tuhan. Pupuklah spiritualitas, engkau hendaknya mengembangkan sifat spiritual, mencapai kedekatan dengan Tuhan dan menyatu dengan-Nya. Ini hendaknya menjadi ketetapan hatimu yang teguh. Engkau dapat mencapai hal ini dengan menyucikan badan jasmani-mu dengan tindakan suci, sampai napas terakhir-mu. (Divine Discourse, Oct 10, 1997)
-BABA

Thursday, October 10, 2013

Thought for the Day - 8th October - 10th October 2013

Date: Tuesday, October 08, 2013

Mantra means that which saves, when meditated upon. The Name of God, any one of His countless ones, can serve the purpose. The Name is like the goad that can tame the elephant in rut, make it bend its knees and lift the log on to its tusks. Liberation (Moksha) is not a five-star hotel, or a deluxe tourist home. It is just the awareness of your reality and the rejection of all contrary conceptions. You can recognise your Self quickly and clearly, if you purify your heart with a mantra or by the singing of the glory of God. Both will grant you that boon. Sing from the heart, conscious of the layers of meaning that each word has. These are the surest ways to have God firmly installed in the throne of your hearts and it will redeem your lives. (Divine Discourse, Oct 6, 1970)

Mantra berarti yang menyelamatkan. Salah satu Nama Tuhan, dari Nama Tuhan yang tak terhitung jumlahnya-Nya, akan mampu membawamu ke tujuan tersebut. Nama Tuhan ini dapat diibaratkan seperti tongkat yang dapat menjinakkan gajah dalam alur tertentu, sehingga membuat gajah menekuk lututnya dan mengangkat kayu dengan menggunakan gadingnya. Pembebasan (Moksha) bukanlah sebuah hotel bintang lima, atau rumah wisata yang mewah, namun merupakan kesadaran akan realitasmu yang sesungguhnya dan bukan sebaliknya. Engkau dapat mengenali dirimu dengan cepat dan jelas, jika engkau memurnikan hatimu dengan mantra atau nyanyian kemuliaan Tuhan. Keduanya akan memberikan kepadamu keuntungan itu. Menyanyilah dari hati dan mengetahui makna dari setiap kata yang dinyanyikan. Inilah cara yang tepat agar Tuhan ter-instal dengan kuat di tahta hatimu dan akan menyelamatkan hidupmu. (Divine Discourse, Oct 6, 1970)

-BABA


Date: Wednesday, October 09, 2013

The supreme Shakti manifests Herself in the form of Durga, Lakshmi and Saraswathi. Durga grants us energy - physical, mental and spiritual. Lakshmi bestows on us wealth - not just money but intellectual wealth, the wealth of character, goodness and health. Health is also wealth! Saraswati bestows on us intelligence, the capacity for intellectual enquiry and the power of discrimination. Hence, Navaratri (nine-nights) festival is celebrated in order to proclaim to the world the power of the Divine Mother. One's own mother is the combination of all these Divine beings. She provides you with energy, wealth and intelligence. She constantly desires your advancement in life and hence represents all the three Goddesses. Recognising one's mother as the very embodiment of all divine forces, one must show reverence to her and treat her with love. This is the true message that the Navaratri festival gives us. (Divine Discourse, Oct 14, 1988)


Shakti memanifestasikan Dirinya dalam wujud Durga, Lakshmi, dan Saraswathi. Durga memberikan kita energi - fisik, mental, dan spiritual. Lakshmi memberkati kita dengan kekayaan - bukan hanya kekayaan berupa uang tetapi kekayaan intelektual, kekayaan karakter, kebaikan, dan kesehatan. Kesehatan juga merupakan suatu kekayaan! Saraswati memberkati kita dengan kecerdasan, kemampuan untuk melakukan pencarian intelektual, dan kemampuan diskriminasi. Oleh karena itu, perayaan Navaratri dirayakan dengan tujuan untuk menyampaikan pada dunia kekuatan dari Ibu Suci yang merupakan kombinasi dari semua makhluk Ilahi. Beliau memberikan kepadamu energi, kekayaan, dan kecerdasan, dan secara terus-menerus menginginkan kemajuanmu dalam hidup dan karenanya mewakili ketiga Dewi. Engkau hendaknya menyadari bahwa seorang ibu sebagai perwujudan dari semua kekuatan ilahi, kita harus menunjukkan penghormatan kepada-nya dan memperlakukannya dengan cinta-kasih. Inilah pesan yang sesungguhnya dari perayaan Navaratri. (Divine Discourse, Oct 14, 1988)

-BABA


Date: Thursday, October 10, 2013

For a person living in the materialistic world, the sensual pleasures are a source of extreme delight. However, the senses themselves are temporary, and hence grant only transitory joy. To a person suffering from jaundice, everything looks yellow and tastes bitter. So too senses fraught with illness cannot give true happiness. As there is no person without desire, and it is difficult to live without desire in this world, Lord Krishna came out with an excellent solution. He said, “Perform all actions for the pleasure of the Lord without an eye on the fruits of the action.” Pay your respect to duty and dedicate all actions to the Divine. Ensure you do all actions to the satisfaction of your conscience and then your heart is free from all blemishes. Such an action qualifies to become an act of Anapeksha, not tainted by desire. (Divine Discourse, Oct 10, 1977)

Bagi orang yang hidup di dunia materialistis, kesenangan sensual merupakan sumber kenikmatan yang besar. Kesenangan indera bersifat sementara, dan karenanya sukacita yang dihasilkannya juga hanya sementara. Bagi seseorang yang menderita penyakit kuning, semuanya terlihat kuning dan rasanya pahit. Demikian juga indera yang penuh dengan penyakit tidak bisa memberikan kebahagiaan sejati. Tidak ada orang yang tidak memiliki keinginan, dan sulit untuk hidup di dunia ini tanpa keinginan. Untuk itu, Sri Krishna memberikan solusi yang sangat baik. Beliau mengatakan, "Lakukanlah semua perbuatan untuk menyenangkan Tuhan tanpa mengharapkan hasilnya." Engkau hendaknya melakukan tugasmu dengan baik dan mendedikasikan semua tindakan kepada Tuhan. Pastikan engkau melakukan semua tindakan untuk kepuasan hati nuranimu sehingga hatimu bebas dari segala noda. Tindakan seperti itu memenuhi syarat menjadi tindakan Anapeksha, tidak dicemari oleh keinginan. (Divine Discourse, Oct 10, 1977)

-BABA

Monday, October 7, 2013

Thought for the Day - 7th October 2013 (Monday)


The ascend to a human form has been made possible for you all; but you will truly be deserving of this high status among the animals, only by finally merging in the Divine. That is the goal which the pilgrimage of evolution has in view since life began on earth as the amoeba on the waters. Faith in that goal and steady march towards it, are the signs of one being aware of the responsibility of being a human. The Call of the Divine echoes in every heart; it provokes the reaction of awe, reverence, affection, love and sacrifice - all ingredients of devotion (bhakthi). It translates itself into acts of worship, of praise, of adoration and of rituals. The mind through these means gets saturated with divine thoughts and is recast in the divine mould, until the flow of bliss (Aananda) is unabated. (Divine Discourse, Oct 6, 1970)

Engkau semua layak naik ke tingkat manusia, tetapi engkau benar-benar akan layak menyandang status tinggi ini di antara hewan-hewan, jika pada akhirnya engkau menyatu  dengan Tuhan. Itulah tujuan perjalanan evolusi sejak kehidupan dimulai di bumi (ketika amuba di perairan). Yakin pada tujuan dan mantap menuju ke arah itu, adalah tanda-tanda orang yang menyadari tanggung jawabnya menjadi manusia. Panggilan Ilahi menggema dalam setiap hati; membangkitkan reaksi kagum, hormat, kasih sayang, cinta-kasih dan pengorbanan - semuanya merupakan ramuan pengabdian (Bhakthi). Hal ini dapat diterjemahkan ke dalam diri sendiri dalam bentuk ibadah, doa,  dan ritual. Melalui cara ini, maka pikiran akan dipenuhi dengan pikiran ilahi dan menampilkannya kembali dalam bentuk ilahi, sampai aliran kebahagiaan (Aananda) terus berlanjut, tidak berkurang sedikitpun. (Divine Discourse, Oct 6, 1970)
-BABA

Sunday, October 6, 2013

Thought for the Day - 6th October 2013 (Sunday)


Arjuna entered the battlefield, fully equipped and fanatically determined to destroy his enemies. But, when he stood on the battlefield in the chariot driven by Lord Krishna, he saw 'my teachers’, 'my grandfather’, 'my kinsmen’ and 'my cousins'. He was moved so much by this sense of ‘I’ and ‘mine’ that he discarded the bow and desired to return, poor and beaten. The ‘I’ has really nothing to do with earthly possessions, but being deluded he identified himself with earthly relationships. This is the moha (delusion) from which he was saved, through the Bhagavad Gita. Be unmoved by duality; that is the lesson. Let not defeat or success affect your inner calm. See yourself as your Self, unrelated to others or to the objective world. When you know your true Self, you are liberated: that is Moksha. (Divine Discourse, Oct 6, 1970)

Arjuna memasuki medan perang, dengan senjata lengkap dan bertekad untuk menghancurkan musuh-musuhnya. Tetapi, ketika ia berdiri di medan perang di kereta yang dikemudikan oleh Sri Krishna, ia melihat 'guru-ku', 'kakek-ku', 'saudara-ku' dan 'sepupu-ku’. Hatinya digerakkan oleh begitu banyak  perasaan 'aku' dan 'milikku' ia menundukkan kepala dan ingin kembali, ia terpukul dan merasa menjadi orang yang malang. 'Aku' sebenarnya tidak ada hubungannya dengan harta duniawi, tetapi ia telah diperdaya ia mengidentifikasikan dirinya dengan pertalian duniawi. Ini adalah moha (khayalan) yangmana ia diselamatkan, melalui Bhagavad Gita. Pelajarannya adalah, tetaplah berpegang teguh pada dualitas. Janganlah kekalahan atau kesuksesan mempengaruhi ketenangan batin-mu. Engkau hendaknya melihat dirimu sebagai dirimu; tidak ada hubungannya dengan orang lain atau duniawi. Jika engkau mengetahui Diri sejati-mu, engkau dibebaskan: yaitu Moksa. (Divine Discourse, Oct 6, 1970)
-BABA

Saturday, October 5, 2013

Thought for the Day - 5th October 2013 (Saturday)


Consider it your foremost duty to revere your mother as Divine and serve her. If you cannot respect your mother, who bore you for nine months, brought you forth into the world and cares for you, whom else would you respect? Maternal love is akin to that of the Creator who projects and protects this infinite cosmos in countless ways. You may choose to worship the Divine in the form of a Goddess. Another may worship and adore God in a different form. You should note that the forms in which the Divine is worshipped by others are as important as your own chosen deity. If, on the contrary, you criticize or cast a slur on the deities worshipped by others, you are committing a grievous sin. Similarly, respect and show equal regard and reverence to all mothers (women) as you would to your own mother. (Divine Discourse, Oct 14, 1988)

Kewajiban utamamu adalah untuk menghormati ibumu sebagai Tuhan dan melayaninya. Jika engkau tidak dapat menghormati ibumu, yang telah mengandungmu selama sembilan bulan, membawamu mengenal dunia dan peduli padamu, siapa lagi yang akan engkau hormati? Cinta-kasih seorang ibu sama seperti Sang Pencipta yang merancang dan melindungi kosmos yang tak terbatas ini dalam berbagai cara. Engkau dapat memilih memuja salah satu Dewa/Dewi. Yang lainnya mungkin memuja Wujud Tuhan yang berbeda. Engkau harus melihat bahwa Wujud Tuhan yang dipuja oleh orang lain sama pentingnya dengan Wujud Tuhan pilihamu sendiri. Jika, sebaliknya, engkau mengkritik atau melemparkan penghinaan pada Dewa/Dewi yang disembah oleh orang lain, engkau melakukan sebuah dosa besar. Demikian pula, hormatilah dan tunjukkan hal yang sama dan berikanlah penghormatan kepada semua ibu (perempuan) seperti yang engkau lakukan untuk ibumu sendiri. (Divine Discourse, Oct 14, 1988)
-BABA

Friday, October 4, 2013

Thought for the Day - 4th October 2013 (Thursday)

Prayer is the very breath of religion; for, it brings man and God nearer and nearer to each other. Meditation (dhyana) is the process of listening to the Song Celestial, the flute of Krishna, with the mental ears alert on the melody. Just as every day you engage in exercises and consume tonics, calculating the intake of calories and vitamins, paying meticulous attention to the nutritional value of the food, pay attention also to the intake of impressions into the mind, whether they debilitate or strengthen, whether they add to the power of resistance of the mind against the viruses - greed, envy, hatred, pride, malice, etc. Have a meal of good acts of service, divine thoughts, and drink the juice of Love (Prema rasa), so that they may be washed down, and digested well. Then, you can be shining in mental health, happiness and wholesomeness. (Divine Discourse, Oct 6, 1970)

Doa adalah napas agama, karena, Doa membawa manusia dan Tuhan semakin dekat satu sama lain. Meditasi (dhyana) adalah proses mendengarkan Song Celestial, seruling Krishna, dengan telinga mental yang waspada pada melodi. Sama seperti setiap hari engkau melakukan latihan dan mengkonsumsi tonik, menghitung asupan kalori dan vitamin, memperhatikan dengan cermat nilai gizi makanan, juga memberi perhatian  pada asupan yang dapat mempengaruhi pikiran, apakah melemahkan atau memperkuat, apakah menambah kekuatan pikiran terhadap perlawanan virus berikut ini: keserakahan, iri hati, kebencian, kesombongan, kedengkian, dll. Ambillah makanan berupa melakukan tindakan pelayanan yang baik, merenungkan Tuhan, dan minum jus cinta-kasih (Prema rasa), sehingga dapat dicerna dengan baik. Maka, engkau akan memancarkan kesehatan mental, kebahagiaan dan kebajikan. (Divine Discourse, Oct 6, 1970)
-BABA

Thursday, October 3, 2013

Thought for the Day - 3rd October 2013 (Thursday)


Today while Science is making rapid strides, morally people are going down. Selfishness and self-interest dominate every one of the many activities. The unlimited proliferation of desires is the root cause of people’s misery and ruination. If you follow two main principles, you can reach the goal of human life: Sarva jiva namaskaaram Keshavam prathi gachathi - the reverence shown to every being reaches God. Sarva jiva thiraskaaram Keshavam prathi gachathi - similarly, insult to any beings amounts to insulting God. Understand and internalize the Omnipresence of the Lord. In the Gita, Krishna declares that sacrificing the fruits of your actions is the best and easiest way of realizing God. Sacrifice (Thyaga) is the only means of attaining liberation. Serve the society, help the poor and needy in distress, and manifest the human quality of compassion. (Divine Discourse, Sep 4, 1994)

Saat ini sementara Sains/ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat cepat, moral mengalami penurunan. Egoisme dan kepentingan diri sendiri mendominasi setiap orang dalam banyak kegiatan. Keinginan yang tidak terbatas adalah akar penyebab penderitaan dan kehancuran. Jika engkau mengikuti dua prinsip utama, engkau akan dapat mencapai tujuan hidup manusia: Sarva jiva namaskaaram Keshavam prathi gachathi - menghargai setiap makhluk akan mencapai Tuhan. Sarva jiva thiraskaaram Keshavam prathi gachathi - demikian pula, menghina setiap makhluk sama dengan menghina Tuhan. Engkau hendaknya memahami dan menginternalisasi sifat Tuhan yang Omnipresence ‘ada dimana-mana’. Dalam Gita, Sri Krishna menyatakan bahwa mengorbankan buah dari tindakanmu adalah cara yang terbaik dan termudah untuk menyadari Tuhan. Pengorbanan (Thyaga) adalah satu-satunya cara untuk mencapai pembebasan. Melayani masyarakat, membantu orang miskin dan yang membutuhkan dalam kesulitan, dan memperlihatkan kualitas manusia yaitu kasih sayang. (Divine Discourse, Sep 4, 1994)
-BABA

Wednesday, October 2, 2013

Thought for the Day - 1st October & 2nd October 2013

Date: Tuesday, October 01, 2013

Develop faith in yourselves, so that you can stand like a rock braving the rushing waters of the flood of negation. That faith will make you overcome the changing circumstances of the outer world. Keep the flame of detachment (vairagya) burning with tiny sticks until it grows into a big bonfire; welcome all chances to develop discrimination (viveka). Take the Name of the Lord and repeat it always. Sing to the Lord with faith and enthusiasm. Let the whole environment reverberate with the devotion you put into every Name that you sing. The Lord’s Name promotes comradeship and establishes concord; it stills all storms and grants peace. Become a blossom, exude the fragrance of seva (selfless service) and prema (love); then you will find a place in the garland that adorns the Lord.

Kembangkanlah keyakinan dalam dirimu, sehingga engkau dapat berdiri seperti batu yang tetap tegak walau dihadang banjir. Keyakinan tersebut yang akan membuatmu bisa mengatasi keadaan yang berubah dari dunia luar. Jagalah api tanpa kemelekatan (Vairagya) yang dibakar dengan kayu bakar kecil sampai menjadi api unggun besar; sambutlah semua kesempatan untuk mengembangkan diskriminasi (Viveka). Pilihlah satu Nama Tuhan dan selalulah menchantingkannya berulang-ulang. Bernyanyilah untuk Tuhan dengan keyakinan dan antusiasme. Biarlah seluruh lingkungan bergema dengan pengabdianmu dengan Nama Tuhan yang engkau nyanyikan. Nama Tuhan dapat meningkatkan persaudaraan dan membangun kerukunan; dapat menenangkan semua badai dan memberikan kedamaian. Menjadilah bunga, yang memancarkan aroma seva (pelayanan tanpa pamrih) dan prema (cinta-kasih); maka engkau akan menemukan tempat di garland yang menghiasi Tuhan.

-BABA

Date: Wednesday, October 02, 2013

What exactly is Truth? Is it the description of a 'thing seen' as one has seen it, without exaggeration or under-statement? No. Or, the narration of an incident in the same word as one has heard it narrated? No. Truth elevates; it holds forth ideals; it inspires the individual and society. It is the Light that illumines one’s path to God. A life inspired by Truth will enable man to live as man - not degrade oneself to the status of a lower species. There is God everywhere and there is no second entity. God is the Truth, the only Truth. God is in every article or thing, as the basis, as understanding and understandability, as the source of Divine light, as Atma. Truth is the One Awareness, the One Divine Energy that activates every living being, nay, every particle of matter. (Divine Discourse, Dec 8, 1979)

Apa sesungguhnya Kebenaran itu? Apakah menggambarkan 'sesuatu yang terlihat' sebagaimana orang telah melihatnya, tanpa melebih-lebihkan? Bukan demikian. Atau, cerita suatu kejadian yang telah di dengar kemudian diceritakan sama seperti tersebut? Bukan demikian. Kebenaran dapat meningkatkan, kebenaran mengungkapkan kesempurnaan; kebenaran mengilhami individu dan masyarakat. Kebenaran merupakan Cahaya yang menerangi jalan seseorang menuju Tuhan. Hidup yang diinspirasi oleh Kebenaran akan memungkinkan manusia untuk hidup sebagai manusia - tidak menurunkan kualitas diri sendiri ke status spesies yang lebih rendah. Tuhan ada di mana-mana dan tidak ada entitas kedua. Tuhan adalah Kebenaran, satu-satunya Kebenaran. Tuhan ada di setiap benda, sebagai dasar, sebagai pemahaman dan saling pengertian, sebagai sumber cahaya Ilahi, sebagai Atma. Kebenaran adalah Satu Kesadaran, Satu Energi Ilahi yang mengaktifkan setiap makhluk hidup, dan setiap partikel materi. (Divine Discourse, Dec 8, 1979)

-BABA