Monday, April 30, 2012

Thought for the Day - 30th April 2012 (Monday)

Seeing one's own reality is the opening of the doors of liberation; for this, the mirror of the heart has to be prepared by coating the back of the heart with sathya and dharma (Truth and Righteousness). Otherwise, the image will not appear. In every act of yours, if you observe truth and justice, then you can see your own reality revealed. You may say that the burden of the past acts and their inevitable consequences have to be borne; but, the Grace of the Lord can burn that burden in a flash; the revelation of reality will, in a moment, save you from that burden. If you see yourself in all and all in you, then, you have known the reality. Therefore you have to develop the same quantity and quality of Love that you have for Me, towards all others.

Dengan memahami realitas diri sendiri, akan membuka pintu pembebasan; untuk ini, cermin hati harus disiapkan dengan lapisan hati yaitu Sathya dan Dharma (Kebenaran dan Kebajikan). Jika tidak, gambar/bayangan tidak akan muncul. Dalam setiap perbuatanmu, jika engkau mematuhi kebenaran dan keadilan, maka engkau dapat melihat realitasmu sendiri akan terungkap. Engkau mungkin mengatakan bahwa beban kelahiran di masa lalu dan konsekuensi yang tak terelakkan dari hasil perbuatan itu harus ditanggung, tetapi, berkat Tuhan dapat membakar beban itu dalam sekejap; dan menyelamatkanmu dari beban itu. Jika engkau melihat dirimu dalam semuanya dan semuanya dalam dirimu, maka engkau sudah memahami realitasmu. Oleh karena itu engkau harus mengembangkan kuantitas dan kualitas Cinta-kasih yang sama  yang engkau miliki pada-Ku, terhadap semua orang.

-BABA

Sunday, April 29, 2012

Thought for the Day - 29th April 2012 (Sunday)

You need not learn all the shlokas (verses) and the commentaries of the scriptures by heart or engage in contest with other scholars and exhibit your scholarship. It is enough even if you put one verse that suits your spiritual stage and appeals to you the most, into practice. The first step will itself take you nearer to the second step and the second will make the third step easier, and so on until the end. Of what avail is medicine, if it is poured into the ear? It has to be taken in, so that it might act and strengthen the blood stream and restore health. Similarly, there is no use in listening to spiritual discourses for hours. Take the lesson in. Take it to heart and put it into practice. Apply it in daily life. Realize the Divinity in you, that is the lesson.

Engkau tidak perlu mempelajari semua sloka dan uraian-urain kitab suci atau melakukan kontes dengan para terpelajar lainnya dan memamerkan kepandaianmu.Cukuplah bagimu, jika engkau menempatkan salah satu ayat suci yang sesuai dengan tahap spiritualmu dan yang paling menarik perhatianmu, lalu dipraktikkan. Langkah pertama akan membawamu lebih dekat ke langkah yang kedua dan langkah yang kedua akan membuat langkah yang ketiga lebih mudah, demikian seterusnya sampai akhir. Apakah faedahnya obat, jika dituangkan ke dalam telinga? Obat tersebut harus di makan, sehingga obat tersebut berfungsi dan memperkuat aliran darah dan memulihkan kesehatan. Demikian pula, tidak ada gunanya mendengarkan wacana spiritual berjam-jam. Engkau hendaknya mengambil pelajaran tersebut, membawanya ke dalam hatimu dan mempraktikkannya, kemudian menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Engkau hendaknya menyadari Divinity/Ketuhanan dalam dirimu, inilah pelajarannya.

-BABA



Saturday, April 28, 2012

Thought for the Day - 28th April 2012 (Saturday)

Everyone is anxious to avoid old age and death; it is human nature to be anxious. But of what avail is mere anxiety? Your conduct and behaviour should be in accordance with your objective. If you have sincere yearning and place your full trust and faithfully surrender to the Lord, He will melt the fog of grief by the rays of His Grace. If you place your trust on the objects of this world, the consequent grief will never end, nor can they be ended by anyone other than the Lord. Serve the Master of maya (illusion), the Designer of all this dreamland, rather than the dream itself.

Setiap orang ingin menghindari usia tua dan kematian, ini adalah sifat alami manusia yang mencemaskan usia tua dan kematian. Tetapi apa faedahnya jika engkau hanya memiliki rasa cemas saja? Perbuatan dan perilaku harus sesuai dengan tujuanmu. Jika engkau memiliki kerinduan yang tulus dan menempatkan kepercayaan penuh dan memasrahkan diri pada Tuhan, Beliau akan mencairkan kabut duka dengan sinar Kasih Karunia-Nya. Jika engkau menempatkan kepercayaan-mu pada obyek-obyek dunia ini, penderitaan sebagai akibat dari perbuatan tidak akan pernah berakhir, dan tidak pula dapat berakhir oleh pihak lain selain Tuhan. Engkau hendaknya melayani/mengabdi pada Penguasa dari Maya (ilusi), Perancang/Perencana dari semua alam mimpi ini, daripada mimpi itu sendiri.

-BABA

Friday, April 27, 2012

Thought for the Day - 27th April 2012 (Friday)

Religion (called matham in Sanskrit) is based on the urge that moves the ‘mind’ (mathi). If the urge is divine, we have a divine religion. If it is bestial, then the things held lovable and desirable will be bestial too. Join the particular to the Universal, the limited to the Unlimited, the river to the Sea - this is the process called Yoga. You can accomplish this through any path, devotion, wisdom or action. The Geetha, which explains these paths, was itself the result of Arjuna’s surrender. You must develop this attitude of 'merging' with the divine in all that you do, this attitude of dedication and surrender to His Will. This is the best means of realising Him.

Agama (disebut matham dalam bahasa Sansekerta) didasarkan pada dorongan yang menggerakkan 'pikiran' (mathi). Jika dorongannya adalah dorongan Divine/Ilahi, maka kita memiliki agama ilahi. Jika dorongannya adalah dorongan yang bersifat kebinatangan/hewaniah, maka hal-hal yang dilakukan dan diinginkan juga akan bersifat binatang/hewani. Kita hendaknya menyatu dari yang partikular menuju ke yang Universal, dari yang terbatas menuju yang Tidak Terbatas, dari sungai menuju Lautan - inilah proses yang disebut Yoga. Engkau dapat melakukannya melalui berbagai jalan seperti pengabdian, kebijaksanaan, ataupun tindakan. Geetha, menjelaskan jalan ini kepada Arjuna ketika Arjuna pasrah total pada Sri Krishna. Engkau harus mengembangkan sikap 'menyatu' dengan Tuhan dalam segala hal yang engkau lakukan, yaitu pasrah pada kehendak-Nya. Inilah cara terbaik untuk menyadari keberadaan-Nya.

-BABA

Thursday, April 26, 2012

Thought for the Day - 26th April 2012 (Thursday)

The goal of every life is knowing the Supreme, that is, attaining liberation; there can be no second aim. You are endowed with life, not for the purpose of building bungalows, acquisition of estates, accumulation of wealth, addition of progeny, earning of titles or ascent into higher rungs of social life. One’s greatness does not depend on these. The sweetest success in life lies in the winning of permanent bliss and perennial escape from grief and agitation. You are children of immortality. The heritage of immortality must be recognised and experienced; it must be won back. The bonds of name and form are temporary and must be removed. They are not genuine natural characteristics of the individual soul. Escape from grief and joy for a brief period of time is not a sign of real liberation. Real wisdom consists in recognising that you are pure bliss; bliss that persists from the past into the present and the future.

Tujuan dari setiap kehidupan adalah untuk mengetahui Yang Tertinggi, yaitu  mencapai pembebasan; tidak ada tujuan yang kedua. Engkau diberkati dalam kehidupan ini, bukan untuk tujuan membangun bungalow, membangun perusahaan, mengumpulkan kekayaan, menambah keturunan, ataupun mendapatkan gelar atau mendaki ke anak tangga yang lebih tinggi dari kehidupan sosial. Kebesaran seseorang tidak bergantung pada semua hal tersebut. Keberhasilan termanis dalam hidup adalah ketika engkau mendapatkan kebahagiaan abadi dan dapat melepaskan diri dari penderitaan dan pergolakan dunia. Engkau adalah anak-anak keabadian. Engkau harus mengenali dan mengalami warisan keabadian; ia harus dimenangkan kembali. Pertalian nama dan wujud yang bersifat sementara ini, harus dihilangkan. Nama dan wujud ini bukanlah karakteristik sejati dari jiwa individu. Lepas dari penderitaan dan kebahagiaan untuk sementara waktu bukanlah tanda pembebasan yang sesungguhnya. Kebijaksanaan sejati adalah bagaimana engkau menyadari bahwa engkau adalah kebahagiaan murni; kebahagiaan yang selalu sama baik di masa lalu, masa kini, dan masa depan.

-BABA

Wednesday, April 25, 2012

Thought for the Day - 25th April 2012 (Wednesday)

The body is but an instrument for a high purpose - the realization of the Divine splendour that fills the Universe, of which you are a fraction. Use all the talents of your senses, intelligence, and memory for this goal. Transform yourself and sublimate your desires. Let higher and nobler purposes always overrule the lower ones. Like the donkey that carries sandalwood without knowing anything more than its weight, you too carry the burden of the worldly worries, without being aware of the fragrance that you can get from the very burden on your back. The senses will drag you away from the higher purpose, but keep them under strict control by rigorous training. Without mastery over the senses, all elaborate ritual worships, hours of intense meditation and vows that you observe will yield no fruit.

Badan jasmani ini tidak lain adalah sebuah instrumen untuk tujuan yang lebih tinggi - menyadari kemuliaan Tuhan yang mengisi alam semesta, yang mana engkau adalah percikan Tuhan. Gunakanlah semua indera, kecerdasan, dan memori-mu untuk tujuan ini. Engkau hendaknya mengubah dirimu dan memurnikan keinginanmu. Marilah kita menuju tujuan yang lebih tinggi dan lebih mulia serta selalu menolak yang lebih rendah. Diibaratkan seperti keledai yang membawa cendana tanpa mengetahui ada sesuatu yang lebih (keharuman cendana), tidak sekedar berat beban yang dipikulnya. Engkau juga membawa beban kekhawatiran duniawi, tanpa menyadari keindahan/kemuliaan yang bisa engkau dapatkan dari beban yang sarat di punggungmu. Indera akan menyeretmu jauh dari tujuan yang lebih tinggi, meskipun demikian, indera bisa tetap berada di bawah kontrol dengan praktik yang keras. Tanpa menguasai indera, semua ritual pemujaan, berjam-jam meditasi yang hebat, dan nazar yang engkau jalankan, tidak akan menghasilkan buah.

-BABA

Tuesday, April 24, 2012

Thought for the Day - 24th April 2012 (Tuesday)

God incarnates for the sake of redemption of mankind and not for His own sake. He comes down to tell humanity its divine origin and to exhort people to return to God by following the Principle of Love. Through love you can achieve anything. It is this message that has to be understood today - the role of the Avatar in leading mankind through love to a Godly life. Every human being is an incarnation of the Divine. The Divine dwells in every being. Every moment marks the Lord's advent, because human beings are being born continually. Therefore, dedicate every moment to the thoughts of God. When you do this, in due course you will experience the Divine. You will be free from delusions and be divinised. Man is born to merge in the grace of the Divine and not to immerse oneself in mundane pleasures. Suffuse your life with love and round it off with love.

Tuhan menjelma ke dunia ini dengan tujuan untuk menyelamatkan umat manusia dan bukan untuk kepentingan-Nya. Beliau turun ke dunia untuk memberitahukan bahwa manusia berasal dari Tuhan dan untuk menasihati orang-orang untuk kembali kepada Tuhan dengan mengikuti Prinsip Cinta-kasih. Melalui cinta-kasih engkau dapat mencapai apa pun. Inilah pesan yang harus dipahami saat ini - peran Awatara untuk mengarahkan umat manusia melalui cinta-kasih ke kehidupan Ilahi. Setiap manusia adalah inkarnasi dari Tuhan. Tuhan, bersemayam pada semua makhluk. Setiap saat menandai munculnya Tuhan, karena manusia terus-menerus dilahirkan. Oleh karena itu, dedikasikanlah pikiranmu pada Tuhan. Ketika engkau melakukan hal ini, pada waktunya  nanti, engkau akan mengalami Divine. Engkau akan bebas dari delusi/maya dan akan menyatu dengan Tuhan. Manusia dilahirkan untuk menyatu dalam kasih karunia Tuhan dan tidak membenamkan diri dalam kesenangan duniawi. Isilah hidupmu dengan cinta-kasih dan jalanilah kehidupan berdasarkan cinta-kasih.

-BABA

Monday, April 23, 2012

Thought for the Day - 23rd April 2012 (Monday)

A small seed grows slowly into a huge spreading tree. So too, through little acts, soft words and kind deeds, you can elevate yourself into a Divine Being. The worst action is to do the opposite of what you preach – to deny by the hand what you dole out of your mouth. If you cannot act up to your declarations, be quiet. Do not go about advising others on virtues and advertising yourself as a hypocrite. Do not preach dharma (righteousness) while decrying it in deed. Dharma (Righteousness) is steady, unchanging and never declining; those who do not adhere to it do not decline dharma but themselves. One is judged by practise not by the precepts one pours forth.

Sebuah benih kecil tumbuh perlahan menjadi pohon besar. Demikian juga, melalui tindakan-tindakan kecil, kata-kata yang lembut, dan perbuatan yang baik, engkau dapat meningkatkan dirimu menjadi Divine. Melakukan kebalikan dari apa yang engkau ucapkan adalah suatu tindakan terburuk; sama halnya engkau menyangkal apa yang keluar dari mulutmu. Jika engkau tidak bisa bertindak sesuai dengan apa yang diucapkan, sebaiknya engkau diam. Janganlah munafik, hanya bisa menasihati orang lain untuk melakukan kebaikan sementara engkau tidak melakukannya. Jangan hanya mengatakan dharma (kebajikan) sementara engkau melakukan perbuatan tercela. Dharma (Kebajikan) adalah tetap, tidak berubah, dan tidak pernah mengalami penurunan; mereka yang tidak mematuhi dharma, tidak membuat dharma menjadi merosot, tetapi mereka sendiri-lah yang mengalami kemerosotan. Seseorang dinilai dari bagaimana ia mempraktikkan dharma bukan dari bagaimana ia mengajarkannya.

-BABA

Thought for the Day - 22nd April 2012 (Sunday)

 ‘Holy days’ have now become ‘holidays’ when you make merry, eat your fill, go out on picnics and hikes, and generally indulge in sensual pleasures. These typically end in dejection, disease and discord. Sacred places have a subtle and powerful influence on human beings. Attach yourself to the Highest, call it by any name and conceive it in any form. But remember, without dharma (righteousness) you cannot attain it. If you yield to alpabuddhi (inferior thoughts), you will be losing the akhanda-thathwa (principle of the Universal). Don't be led away into the bylanes; keep to the highway.

Hari suci 'holy days' kini telah menjadi  hari libur 'holidays’;  dimana hari ini engkau bersuka-ria, makan sampai kenyang, piknik, dan umumnya menikmati kesenangan sensual. Kegiatan seperti ini biasanya berakhir dengan kekesalan, penyakit, dan perpecahan. Tempat-tempat suci memiliki pengaruh yang kuat pada manusia. Dekatkan diri-mu pada Yang Kuasa, chantingkanlah nama-Nya dan bayangkanlah wujud-Nya. Tetapi ingatlah, tanpa dharma (kebajikan) engkau tidak akan bisa mencapai hal itu. Jika engkau mengalah pada alpabuddhi (pikiran yang sempit), engkau akan kehilangan akhanda-thathwa (prinsip Universal). Janganlah terpaku pada jalan yang sempit; menuju-lah jalan raya.

-BABA

Thought for the Day - 21st April 2012 (Saturday)

Know your duty and do them as best as you can, consistently. Tend your parents with love, speak the truth and act virtuously. When you have spare time, repeat the Name of the Lord, with the form that pleases you the most in your mind. Never indulge in talking ill of others or trying to discover faults in someone else. Do not cause pain to others in any form. Be like the lotus, unattached to the slush where it is born in and the water in which it is bred. The merits and demerits earned in past births is the slush, where the individual is born; the enticing illusion called world is the water that sustains. Do not allow that enticement to affect you. Be above and beyond earthly attachments like the lotus. Though you may be in it, you should not allow the world to get into you and affect your sense of values.

Pahamilah kewajibanmu dan lakukanlah sebaik yang engkau bisa, secara konsisten. Rawatlah orang tuamu dengan penuh cinta-kasih, selalulah berbicara yang benar, dan lakukanlah perbuatan yang baik. Jika engkau memiliki waktu luang, chantingkan nama Tuhan, dengan membayangkan wujud Tuhan dalam pikiranmu. Jangan membiasakan diri membicarakan keburukan orang lain atau mencoba menemukan kesalahan pada orang lain. Janganlah menimbulkan penderitaan pada orang lain dalam bentuk apapun. Jadilah seperti bunga teratai, yang tumbuh dan hidup di atas lumpur dan di air, tetapi bunga teratai tersebut tidak dicemari oleh lumpur dan juga tidak dibasahi oleh air. Kebahagiaan dan penderitaan yang diperoleh pada kelahiran terdahulu dapat diibaratkan bagai lumpur salju, di mana ia dilahirkan; maya/ilusi yang disebut dunia adalah air yang menopangnya. Jangan biarkan daya tarik duniawi mempengaruhimu,  atasilah kemelekatan duniawi seperti bunga teratai. Meskipun engkau berada di duni ini, hendaknya engkau tidak terpengaruh.

- BABA

Friday, April 20, 2012

Thought for the Day - 20th April 2012 (Friday)

True knowledge is that which takes you across this sea of flux, of births and deaths. Knowledge is of two kinds - the first is Objective Knowledge or that of the world; the second is Integral Knowledge, the understanding that the Divine Self and the individual soul are one. Integral Knowledge destroys the delusion of considering this constant flux as reality; it removes fear from the heart and reveals to one that every being is truly Divine. There are two paths by which one can approach this Knowledge - the inner and the outer. The outer path is that of selfless actions and the inner path is deep meditation and equanimity.

Pengetahuan sejati adalah yang dapat membawamu melintasi lautan perubahan yang terus-menerus ini, yaitu kelahiran dan kematian. Pengetahuan dapat dibedakan menjadi dua jenis - yang pertama adalah Pengetahuan Objektif atau pengetahuan duniawi, yang kedua adalah Pengetahuan Integral, pemahaman bahwa Divine dan jiwa individu adalah satu. Pengetahuan Integral menghancurkan khayalan (maya) yang menganggap bahwa perubahan yang konstan tersebut sebagai realitas, menghapuskan rasa takut dari hati, dan mengungkapkan kepada kita bahwa setiap makhluk adalah Divine. Ada dua jalan yang bisa dilakukan untuk mencapai Pengetahuan ini – inner & outer. Outer dengan cara melakukan perbuatan yang tidak mementingkan diri sendiri dan inner dengan cara melakukan meditasi dan keseimbangan batin.

-BABA

Thursday, April 19, 2012

Thought for the Day - 19th April 2012 (Thursday)

You must tread the spiritual path with an unstoppable urge to reach the goal, and must cultivate the yearning for liberation. You have to dwell in a home built on the four strong pillars – Righteousness, Wealth, Desire and Liberation (Dharma, Artha, Kama and Moksha). That is, Righteousness should be the means to acquire Wealth and Liberation should be the only Desire. However much you may earn wealth or garner strength, unless you tap the springs of bliss within you, you cannot have peace and lasting contentment. The name manava (man) itself means, one who has no trace of ignorance. To deserve this name, you must remove your ignorance by incessant activity motivated by good impulses.

Engkau harus menapaki jalan spiritual dengan keinginan tanpa henti untuk mencapai tujuan, dan harus menumbuhkan kerinduan untuk mencapai pembebasan. Engkau harus tinggal dalam sebuah rumah yang dibangun di atas empat pilar yang kuat - Kebajikan, Kekayaan, Keinginan, dan Pembebasan (Dharma, Artha, Kama dan Moksha). Artinya, Dharma/Kebajikan harus menjadi sarana untuk memperoleh Artha/Kekayaan, dan Kama/ Keinginan hendaknya ditujukan untuk mencapai Moksha/Pembebasan. Akan tetapi, banyak dari engkau memperoleh kekayaan tidak berdasarkan Kebajikan,sehingga engkau tidak mendapatkan kedamaian dan kepuasan. Manava (manusia) berarti, orang yang tidak memiliki jejak kebodohan. Agar layak menyandang nama ini (manusia), engkau harus menghilangkan ketidaktahuan-mu dengan aktivitas tiada henti yang  di motivasi oleh impuls/ dorongan yang baik.

-BABA

Wednesday, April 18, 2012

Thought for the Day - 18th April 2012 (Wednesday)

The ear fills the head. The head directs the arm and the arm acts. So hear good things; do good things and share good things. That gives joy and contentment. Speak softly, kindly and lovingly; that is Dharma (righteousness). Give generously and wisely. Wipe the tear and assuage the sigh and the groan. Do not simply throw money at the needy – give with grace and humility, respect and reverence. Try to live with others harmoniously. Do not judge others by their dress or exterior. Nurturing anger and hatred in your heart is like carrying a pot with many holes for bringing water. Discard anger, hatred, envy and greed. To achieve this, dwell on the Name of the Lord; it will certainly help you.

Apa yang di dengar melalui telinga akan memenuhi kepala. Kepala kemudian mengarahkan tangan dan tanganlah yang bertindak. Jadi dengarkanlah hal-hal yang baik; lakukan hal-hal yang baik, dan berbagilah hal-hal yang baik. Semuanya itu dapat memberikan sukacita dan kepuasan. Berbicaralah dengan lembut, baik, dan penuh kasih; inilah Dharma (kebajikan). Berikanlah kebaikan dan selalulah bersikap bijaksana. Usaplah air mata dan redakan keluh kesah. Jangan hanya sekedar memberi uang pada orang miskin - berikanlah dengan penuh kasih dan kerendahan hati, serta rasa hormat. Cobalah untuk hidup dengan orang lain secara harmonis. Janganlah menilai orang lain dari pakaian yang mereka kenakan atau dari penampilan luarnya saja. Memelihara kemarahan dan kebencian dalam hati dapat diibaratkan seperti membawa pot dengan banyak lubang untuk membawa air. Buanglah kemarahan, kebencian, iri hati dan keserakahan. Untuk mencapai hal ini, selalulah menchantingkan Nama Tuhan; ini pasti akan membantumu.

-BABA

Tuesday, April 17, 2012

Thought for the Day - 17th April 2012 (Tuesday)

The source of all types of sorrow is ignorance (ajnana). The source of ignorance is identification with the body - the delusion that you are the body. This can be removed only by the acquisition of right knowledge. To remove darkness, light is needed; darkness cannot be frightened away, nor can you make it yield by prayer or petition or protest. It will not disappear unless light comes in. When ignorance goes, grief too vanishes. That is why, in the Geeta, Lord Krishna tells Arjuna, “Attach yourself to Me and earn the light of True Knowledge and tread the path of ‘No grief’.”

Sumber dari semua penderitaan adalah kebodohan batin (ajnana). Sumber kebodohan batin ini adalah menganggap bahwa engkau adalah badan jasmani. Maya ini dapat dihilangkan hanya dengan mempelajari pengetahuan yang benar. Untuk menghilangkan kegelapan, dibutuhkan cahaya. Kegelapan tidak akan sirna, engkau tidak bisa menghilangkannya dengan doa atau permohonan ataupun protes, kegelapan tidak akan hilang kecuali jika ada cahaya yang masuk. Ketika kebodohan batin ini lenyap, maka penderitaan juga hilang. Itu sebabnya, dalam Gita, Krishna memberitahukan pada  Arjuna, "Dekatkan diri kepada-Ku dan dapatkan cahaya Pengetahuan Sejati dan tempuhlah jalan 'Tanpa penderitaan'."

-BABA

Monday, April 16, 2012

Thought for the Day - 16th April 2012 (Monday)

The God of Death, Yama is also called Kaala, which means time. Time is the true God of Death. Time knows no mercy; you have to leave when the time is over. Each day, your span is shortened by twenty four hours. The God of Death is said to carry a rope. He does not run a rope factory to drag into his home all the millions who die. The dying person has the rope already spun and twisted round the neck. Each one spins this rope through every act performed during the years of one’s life, now or in the past. Acts done with egoism, self-interest or an eye on the beneficial consequences make the rope longer and gives it a stronger twist. Good deeds done in a dedicatory spirit do not add to the length or the strength of the rope. They give peace and happiness in plenty. Resolve from this day to see only the good in others and to develop the good in yourselves. This is the best sadhana (spiritual practice).

Dewa Kematian, Yama juga disebut Kaala, yang berarti waktu. Waktu adalah Dewa Kematian yang sesungguhnya. Waktu tidak mengenal belas kasihan; engkau harus meninggalkan dunia ini ketika waktumu telah berakhir. Setiap hari, rentang waktu-mu dipersingkat oleh dua puluh empat jam. Dewa Kematian dikatakan membawa tali, tetapi Beliau bukanlah pabrik tali yang menyeret jutaan orang yang meninggal ke dalam rumahnya. Orang sekarat telah memiliki tali yang siap memutar dan mengikat leher mereka. Masing-masing tali ini berputar melalui setiap perbuatan yang dilakukan selama tahun-tahun kehidupannya, masa kini atau di masa lalu. Tindakan yang dilakukan dengan egoisme, mementingkan diri sendiri atau hanya ditujukan pada konsekuensi yang menguntungkan akan membuat tali bertambah panjang dan membuat ikatan yang semakin kuat Perbuatan baik yang dilakukan dengan semangat pengabdian tidak akan menambah panjang atau kekuatan ikatan tali. Dengan melakukan perbuatan baik, akan memberikan banyak kedamaian dan kebahagiaan. Mulai hari ini, tetapkanlah hati hanya untuk melihat kebaikan pada orang lain dan untuk mengembangkan kebaikan pada dirimu. Inilah sadhana (praktik spiritual) yang terbaik.

-BABA

Sunday, April 15, 2012

Thought for the Day - 15th April 2012 (Sunday)

The devotion of the Jnani (the Wise) is direct devotion (Bhakthi) to the Lord, for the Wise cognises the Lord as their own Self (Atma); this state is reached as a result of the merit accumulated through many lives. This devotion is not a stage attainable on the spur of the moment; nor is it available ready-made in shops for a price. It is the culmination of the spiritual endeavour of many lives. So too, if someone has become a Jnani today, you can imagine the years of Sadhana (spiritual efforts) that won for the person that state. The goal is reached stage by stage. Therefore, seekers and devotees must be ever vigilant, and keep away from all undesirable traits; they should try to grow in the contemplation of the glory of God, and in the practice of morality, eagerly striving to experience the real bliss of attainment. This bliss has then to be shared with the world. That will inaugurate world peace and world prosperity.

Pengabdian para Jnani (orang Bijaksana) adalah pengabdian langsung (Bhakthi) pada Tuhan, karena para Jnani menyadari bahwa Tuhan adalah Atma; keadaan ini dicapai sebagai hasil dari akumulasi kebaikan melalui banyak kehidupan. Bhakti ini bukanlah suatu tahapan yang dicapai dalam waktu singkat; juga bukan merupakan suatu barang jadi yang tersedia di toko-toko dengan harga tertentu. Ini adalah puncak dari upaya-upaya spiritual dari beberapa kehidupan. Demikian juga, jika seseorang, saat ini telah menjadi Jnani, engkau dapat membayangkan tahun-tahun Sadhana (upaya-upaya spiritual) yang telah dimenangkan pada keadaan tersebut. Tujuan tercapai tahap demi tahap. Oleh karena itu, pencari spiritual dan para bhakta harus selalu waspada, dan menjauhkan diri dari sifat-sifat yang tidak baik, mereka hendaknya mencoba senantiasa merenungkan kemuliaan Tuhan, mempraktikkan moralitas, dan berjuang untuk mencapai kebahagiaan sejati (bliss). Kebahagiaan yang dicapai ini selanjutnya dibagi pada dunia, sehingga akan tercipta perdamaian dunia dan kesejahteraan dunia.

-BABA

Saturday, April 14, 2012

Thought for the Day - 14th April 2012 (Saturday)

Mere external cleanliness is not enough, you must cleanse your mind and develop inner purity. Remember, the all-pervasive God is present within everyone. You must aspire and work for the happiness of others. True celebration lies, in each sharing the happiness of the other. Give happiness to others. Only then you have the right to receive it from others. Always practice “Give and Take”. Strive for the welfare of everyone, not just you and your family.

Hanya kebersihan eksternal belaka tidaklah cukup, engkau harus membersihkan pikiranmu dan mengembangkan kemurnian batin. Ingatlah, Tuhan meresapi semuanya dan hadir dalam semua orang. Engkau harus memiliki keinginan dan bekerja untuk kebahagiaan orang lain. Suatu perayaan/pesta yang dilakukan hendaknya didasarkan pada berbagi kebahagiaan pada orang lain. Berikanlah kebahagiaan pada orang lain. Baru setelah itu engkau berhak untuk menerima dari orang lain. Selalu praktikkanlah "Memberi baru kemudian Menerima". Upayakan untuk kesejahteraan bagi semua orang, bukan hanya untukmu dan keluargamu.

-BABA

Friday, April 13, 2012

Thought for the Day - 13th April 2012 (Friday)

Right from a young age, children should be taught the greatness of our ancient culture. They should develop humility, love, and reverence toward elders and respect everyone. Children and youth should be moulded into ideal citizens. One can earn the respect of others only when one first respects others. Respect does not mean merely greeting by saying 'hello'. One should offer their respects (namaskara) to the others with humility and reverence. Na-maskara means offering your respects without a trace of ego and attachment (ahamkara and mamakara). For anything, practise is very important. The responsibility lies with the parents and teachers to make the children and youth adhere to our ancient tradition. Then society will certainly progress and enjoy peace and prosperity. If we practise our ancient values, society will attain kshemam (welfare), otherwise it will be afflicted with kshamam (famine). Practising one’s sacred culture is the true sign of education.

Sejak usia muda, anak-anak hendaknya diajarkan kemuliaan budaya kuno kita. Mereka hendaknya mengembangkan kerendahan hati, cinta-kasih, dan rasa hormat terhadap orang tua dan menghargai semuanya. Anak-anak dan pemuda harus dibentuk menjadi warga negara yang ideal. Seseorang dihargai oleh orang lain hanya ketika pertama kali kita dapat menghargai orang lain. Menghargai orang lain tidak hanya dengan sekedar mengucapkan 'halo'. Seseorang harus memberikan penghormatan (Namaskara) ke orang lain dengan kerendahan hati dan penuh hormat. Na-maskara berarti memberikan penghormatan tanpa jejak ego dan keterikatan (ahamkara dan mamakara). Apapun itu yang terpenting adalah praktiknya. Tanggung jawab terletak pada orang tua dan guru untuk membuat anak-anak dan remaja mematuhi tradisi kuno kita. Maka masyarakat pasti akan maju dan memperoleh kedamaian dan kemakmuran. Jika kita mempraktikkan nilai-nilai kuno kita, masyarakat akan mencapai kshemam (kesejahteraan), jika tidak maka akan menderita kshamam (kelaparan). Mempraktikkan budaya suci adalah tanda sejati dari pendidikan.

-BABA

Thursday, April 12, 2012

Thought for the Day - 12th April 2012 (Thursday)

The Gita describes four types of devotees - Jnani (one who has conquered delusion and attained wisdom), Jijnasu (the devotee who is a seeker of wisdom), Aartha and Arth-arthi (those who turn to the Lord to relieve some or the other form of suffering). This classification can be understood by an example: Jnana (wisdom) is like the ‘through train’, the passenger need not detrain and board another train to reach the destination. The Jijnasu is a passenger who has entered the ‘through carriage’ who also does not have to detrain and board another train; but the carriage will be detained and attached to other trains en route. The Aarthas and Arth-arthis board the ordinary train, and will have to alight at a number of places en route and wait until another train comes by; they reach the goal by stages. It is a long and arduous journey. But still it can be accomplished if the devotee persists. Thus the goal is attained by all; only the process and the pace are different. All seek the same high goal. Do not limit your desires to the little. Those who yearn for the Lord are generous and large-hearted.

Gita menjelaskan ada empat jenis bhakta – Jnani (orang yang telah menaklukkan kebodohan batin dan telah mencapai kebijaksanaan), Jijnasu (para bhakta yang mencari kebijaksanaan), Aartha dan Arth-arthi (mereka yang berdoa pada Tuhan karena mengalami penderitaan atau kesedihan dan memohon kepada Tuhan agar beban penderitaannya diringankan). Klasifikasi ini dapat dipahami dengan contoh berikut: Jnana/para Jnani (orang yang telah mencapai kebijaksanaan) dapat diibaratkan seperti 'naik kereta api ekspress’, penumpang tidak perlu melakukan transit untuk mencapai tujuannya. Para Jijnasu dapat diibaratkan ‘naik kereta api ekspress’ , tetapi gerbongnya harus diganti di tengah jalan. Sedangkan para Aarthas dan Arth-arthis dapat diibaratkan naik kereta biasa, yang harus transit di banyak tempat, sehingga mereka mencapai tujuannya secara bertahap. Ini adalah suatu perjalanan panjang dan sulit. Tetapi walaupun demikian, tetap saja dapat dicapai jika para bhakta melakukannya dengan sungguh-sungguh. Dengan demikian tujuan dapat dicapai oleh semuanya, hanya proses dan kecepatannya yang berbeda. Semua pencari spiritual mencari tujuan yang sama mulia-nya. Janganlah membatasi keinginanmu pada hal-hal yang picik. Mereka yang memiliki kerinduan pada Tuhan adalah mereka yang murah hati dan memiliki kebesaran hati.

-BABA

Wednesday, April 11, 2012

Thought for the Day - 11th April 2012 (Wednesday)

Everybody aspires for happiness. Where is happiness? Without working hard, you cannot get happiness. During ancient times, people would offer their salutations to action (karma) before undertaking it; they chanted thasmai namah karmane (salutations to action). In India, some people follow this sacred tradition even today. A dancer salutes the anklets before tying them to the feet. Even an uneducated driver offers his obeisance to the steering wheel before driving the vehicle and some cricketers too, pay their respects to the ball before starting to bowl. First and foremost, offer respects and express gratitude to karma before undertaking it. Make it a practice every day. It will then give good results. Understand your duty and perform it to the best of your abilities. Then, you will earn the deservedness to experience happiness. - Divine Discourse, Apr 15, 2003.

Semua orang menginginkan kebahagiaan. Dimanakah letak kebahagiaan? Tanpa bekerja keras, engkau tidak akan bisa mendapatkan kebahagiaan. Sejak zaman kuno, orang-orang memberikan salam hormat mereka pada perbuatan (karma) sebelum melakukan itu, mereka mengatakan thasmai namah karmane (salam hormat pada perbuatan). Di India, beberapa orang mengikuti tradisi suci ini, bahkan sampai dengan hari ini. Seorang penari memberikan salam hormat pada gelang kaki sebelum mengikatnya ke kaki-nya. Bahkan seorang sopir yang tidak berpendidikan memberikan salam hormat pada roda-kemudi sebelum mengemudikan kendaraannya, demikian juga beberapa pemain kriket, memberikan salam hormat pada bola sebelum memulai permainannya. Pertama dan terutama engkau hendaknya memberikan salam hormat dan mengungkapkan rasa syukur pada karma sebelum melakukan perbuatan itu. Praktikkanlah hal ini setiap hari, sehingga akan memberikan hasil yang baik. Pahamilah tugasmu dan lakukanlah hal itu dengan kemampuan terbaik yang engkau miliki. Maka, engkau akan layak mendapatkan penghormatan sehingga engkau bisa mengalami kebahagiaan. – Divine Discourse, 15 Apr 2003.

-BABA

Tuesday, April 10, 2012

Thought for the Day - 10th April 2012

The spiritual aspirants in the midst of their efforts sometimes imagine God to be less glorious than He really is! They feel that the Lord differentiates between sinners and saints or the ignorant and the wise; these are unsound inferences. The Lord does not separate men thus. If He really did so, no sinner can survive His anger on earth for even a minute. This truth is known only to the wise. Ordinary people are unaware of this and suffer under the false belief that the Lord is somewhere far away from them. It is the nature of fire to warm you when you shiver from cold. But how can it help you keep warm if you keep away at a distance! Similarly those who are earnest to remove the chills of worldly ills have to seek the fire of wisdom (Jnana), which is won by the grace of God. And that is how a wise man (Jnani) is declared as dear to the Lord.

Para aspiran/ pencari spiritual di tengah-tengah upaya mereka kadang-kadang membayangkan Tuhan kurang mulia dibandingkan bagaimana Beliau sebenarnya! Mereka menganggap bahwa Tuhan membeda-bedakan antara orang-orang yang berdosa dengan orang suci, atau membedakan antara orang-orang yang bodoh dan bijaksana, ini adalah kesimpulan yang keliru. Tuhan tidaklah memisahkan manusia secara demikian. Jika Beliau benar-benar melakukan hal seperti itu, orang-orang berdosa di bumi ini tidak akan dapat menahan kemarahan-Nya bahkan untuk satu menit. Kebenaran ini hanya diketahui oleh para orang bijak. Orang-orang biasa tidak menyadari kebenaran ini dan menderita di bawah keyakinan yang keliru bahwa Tuhan berada di suatu tempat yang jauh dari mereka. Adalah sifat api untuk menghangatkanmu ketika engkau menggigil kedinginan. Tetapi bagaimana api itu dapat membantumu tetap hangat jika engkau menjauhkan diri dari tempat api tersebut! Demikian pula mereka yang sungguh-sungguh berkeinginan untuk menghilangkan dinginnya penyakit duniawi harus mencari api kebijaksanaan (Jnana), yang didapatkan oleh karena kasih karunia Tuhan. Dan itulah sebabnya kenapa para orang bijak (Jnani) dianggap sangat dekat dengan Tuhan.

-BABA

Monday, April 9, 2012

Thought for the Day - 9th April 2012 (Monday)

The very first thing you must do, to impress upon your mind the reality, is to recite the Name of God and dwell on His Glory in the mind. This will ensure the tongue will not stray into lesser topics and the mind will not drag you into inferior matters. Remember, the journey of everyone is towards the cemetery. Every day brings you nearer to your final moment. So do not delay the duty that you must carry out for your own lasting good. Revere man; that is the first step towards reverence for God, for man is prathyaksha (perceptible) while God is paroksha (imperceptible). Endeavour to see the Lord that resides in the heart of every living being. This will certainly lead you to eternity and save you from births and deaths.

Hal pertama yang harus engkau lakukan adalah mengingatkan pikiranmu pada realitas, yaitu mengucapkan Nama Tuhan dan kemuliaan-Nya dalam pikiran. Ini akan memastikan lidah tidak akan terseret ke topik yang lebih rendah dan pikiran tidak akan menyeretmu ke dalam hal-hal yang rendah. Ingatlah, perjalanan semua orang menuju kuburan. Setiap hari membawamu lebih dekat ke saat-saat terakhirmu. Jadi janganlah menunda tugas yang harus engkau lakukan untuk kebaikanmu sendiri. Menghargai/ menghormati manusia; adalah langkah pertama untuk menghormati Tuhan, karena manusia adalah prathyaksha (yang terlihat), sedangkan Tuhan adalah paroksha (tak terlihat). Berusahalah untuk melihat Tuhan yang bersemayam di hati setiap makhluk hidup. Hal ini tentu akan membawamu pada keabadian dan menyelamatkanmu dari lingkaran kelahiran dan kematian.

-BABA

Sunday, April 8, 2012

Thought for the Day - 8th April 2012 (Sunday)

The inner prompting to conquer illusion (maya), by surrendering to the Lord, comes as a result of merits accumulated from many births. Those with demerits as their earnings will pursue the fleeting pleasure of the senses. Like birds and beasts, they revel in food and frolic as the purpose of life, and do not entertain any thoughts of God. They dislike the company of the virtuous and the good, and stray away from good acts and become outlaws in the realm of God. On the other hand, those who have earned merit strive to grow in virtue, cultivate uplifting thoughts, and contemplate and yearn for the Divine. Such seekers may be drawn to the Lord through suffering or want or the thirst for knowledge or keenness to acquire wisdom. But the fact that they turn towards the Lord for relief shows that they have grown into the higher path through many births.

Batin kita mendorong untuk menaklukkan ilusi (maya), yang merupakan akumulasi dari beberapa kelahiran. Maya (ilusi) ini dapat ditaklukkan dengan berpasrah total pada Tuhan. Mereka yang lemah akan senantiasa memenuhi keinginan indera dan mengejar kesenangan yang bersifat sementara. Seperti burung-burung dan hewan-hewan, mereka bersenang-senang mencari makanan dan bermain-main sebagai tujuan hidupnya, dan tidak sedikitpun memikirkan Tuhan. Mereka juga tidak mengenal pergaulan yang baik serta menyimpang dari perbuatan yang baik. Di sisi lain, mereka yang berada dalam kebaikan berjuang untuk mengembangkan kebajikan, memupuk pikiran-pikiran yang mulia, serta merenungkan dan merindukan Tuhan. Para pencari (spiritual) tersebut dapat ditarik menuju Tuhan melalui penderitaan atau keinginannya pada Tuhan atau kehausan akan pengetahuan atau kemauan untuk memperoleh kebijaksanaan. Tetapi kenyataannya, mereka berpaling pada Tuhan untuk meminta bantuan-Nya yang  menunjukkan bahwa mereka telah menuju ke jalan yang lebih tinggi melalui beberapa kali kelahiran.

-BABA

Saturday, April 7, 2012

Thought for the Day - 7th April 2012 (Saturday)

Your duties have to be done, there is no turning away. Each have their allotted tasks, according to the status, taste, tendency and earned merit. Do it with fear of God and sin deep in your heart. Welcome pain and grief so that you take both success and failure as hammer strokes that shape you into a sturdy aspirant. Inner content is more important than outer prosperity. Dharma is the moral code, the experience of sages, the controlling discipline which checks the mind and senses. The codes of Dharma act as brakes that control and direct human life. They help you progress, each in its own way. March straight on the path of action (Karma) and virtue (Dharma) towards God. This is your destiny.

Tugasmu harus dilaksanakan, janganlah berpaling. Masing-masing memiliki tugas yang telah diberikan, sesuai dengan status, selera, kecenderungan dan pendapatan yang pantas. Lakukanlah tugas itu dengan sungguh-sungguh dengan perasaan takut pada Tuhan serta takut berbuat dosa, dari dalam lubuk hatimu. Terimalah kesedihan dan penderitaan sehingga engkau dapat menerima baik keberhasilan maupun kegagalan sebagai suatu pukulan palu yang dapat  membentukmu menjadi aspiran/ pencari spiritual yang kokoh. Isi dalam batin lebih penting daripada kemampuan yang tampak dari luar. Dharma adalah kode moral, pengalaman dari para orang bijak, yang mengontrol/ mengendalikan disiplin yang memeriksa pikiran dan indera. Kode Dharma bertindak sebagai rem yang mengendalikan kehidupan manusia secara langsung. Dharma membantu kemajuan spiritualmu dengan caranya sendiri. Bergeraklah lurus di jalan tindakan (karma) dan kebajikan (dharma) menuju Tuhan. Inilah takdir yang hendaknya engkau lakukan.


-BABA

Friday, April 6, 2012

Thought for the Day - 6th April 2012 (Friday)

Waves originate in the upper layers of the sea. They are caused by the wind, so the wind can be said to have that power. So too, the mind of the intelligent person is full of thoughts and opinions. When the proper atmosphere is present, these spring up and roll in from all directions. In the same manner, the Lord is manifest in the picture or image that one worships, but is this due to any special excellence of the picture or image? No. The picture or the image remain as they are. The fact is that on account of the intensity of the devotion of the devotee, the Lord cannot desist from manifesting Himself for them. For that reason, He assumes - in stone, wood, or paper - the form that the devotee contemplates and meditates upon and worships. In order to fulfill the yearning of the devotee, the Immanent Basic Being of the Universe, will come in any Form, in anything, at any place.

Gelombang berasal dari lapisan atas laut, yang disebabkan oleh angin, sehingga angin dapat dikatakan memiliki kekuatan itu. Demikian juga, pikiran dari orang-orang yang cerdas penuh dengan pemikiran-pemikiran dan pendapat. Ketika atmosfirnya sesuai, maka gelombang muncul tiba-tiba dan bergulung-gulung dari segala arah. Dengan cara yang sama, seseorang memuja Tuhan yang dimanifestasikan dalam gambar atau foto, tetapi apakah ini disebabkan oleh keunggulan khusus gambar atau foto tersebut? Bukan. Gambar atau foto tetap sebagaimana adanya. Faktanya adalah karena intensitas pengabdian dari bhakta-Nya, Tuhan tidak bisa berhenti untuk memanifestasikan diri-Nya bagi mereka. Untuk itu, Beliau mengasumsikan diri-Nya pada batu, kayu, atau kertas – suatu bentuk dimana para bhakta-Nya merenungkan dan bermeditasi dan memuja-Nya. Untuk memenuhi kerinduan sang bhakta, Tuhan Pencipta Alam Semesta ini, akan datang dalam Wujud apapun, dalam bentuk apapun, dimanapun tempatnya.

-BABA

Thursday, April 5, 2012

Thought for the Day - 5th April 2012 (Thursday)

Individual reconstruction is the most important need today. Multiply virtues, not buildings. Practise what you preach, that is the real pilgrimage. Cleanse your minds of envy and malice; this is the real bath in holy waters. Of what avail is the Name of the Lord on the tongue, if the heart within is impure? Injustice and discontent are spreading everywhere, due to this one single fault in humans – saying one thing and doing the opposite. You must set yourself right and correct your food, recreation and method of spending your leisure and your thoughts and habits. Remove the vices of lust and hatred, and put out the raging flames of anger and greed. Then, the innate tranquillity and happiness (shantham and soukhyam) within you, will manifest unhindered. You are the embodiment of peace; happiness is your very nature.

Rekonstruksi individu adalah kebutuhan yang paling penting hari ini, bukan pada bangunannya, tetapi mengembangkan kebajikan. Mempraktikkan apa yang telah engkau sampaikan adalah suatu peziarahan yang sesungguhnya. Bersihkan pikiranmu dari iri hati dan kedengkian, inilah sesungguhnya mandi di perairan suci. Apalah manfaatnya menchantingkan Nama Tuhan hanya di lidah, jika didalam hatinya tidak murni? Ketidakadilan dan ketidakpuasan menyebar di mana-mana. Inilah salah satu kesalahan manusia - mengatakan sesuatu hal dan melakukan yang sebaliknya. Engkau harus memperbaiki dirimu dan makananmu, rekreasi dan metode menghabiskan waktu luangmu, serta pikiran dan kebiasaanmu ke hal-hal yang baik. Hilangkan nafsu dan kebencian, dan padamkan amukan api kemarahan dan keserakahan. Maka, ketenangan dan kebahagiaan (shantham dan soukhyam)  dalam dirimu akan terwujud tanpa hambatan. Engkau adalah perwujudan kedamaian dan kebahagiaan adalah sifatmu.

-BABA

Thought for the Day - 4th April 2012 (Wednesday)

When Krishna said, “Remove the defect in vision, then the author of this Universe can be congested,” Arjuna soughtn the cause for this faulty vision. Krishna explained,  "Between Me and this universe, there moves maya (delusion). It is indeed a hard task for one to see beyond maya, for maya too is Mine. It is of the same substance; it is My creation and under My control. It will turn in a trice, even the mightiest among men, head over heels! Do not take maya to mean some ugly thing that has descended from somewhere else; it is an attribute of the mind which makes you ignore the true and the eternal Paramatma (Supreme Self) and instead value the manifold multiplicity of Name and Form. It causes the error of believing the body to be the Self, instead of the embodied (the Deha instead of the Dehi). To overcome maya is surely the most difficult task. Only those who are wholeheartedly attached to Me can conquer My maya.”

Ketika Sri Krishna mengatakan, "Hilangkan kerusakan pada penglihatan (vision), maka pencipta Alam Semesta ini dapat ditemukan,  "Arjuna mencari penyebab pada kerusakan visi ini. Krishna menjelaskan,  "Antara Aku dan alam semesta ini, ada maya (khayalan) yang bergerak. Sungguh suatu tugas yang sulit bagi seseorang untuk melihat melampaui maya, karena Aku sendiri juga adalah maya. Ini adalah substansi yang sama;  ciptaan-Ku dan berada di bawah pengawasan-Ku. Hal itu akan berubah dalam sekejap mata, sepenuhnya, bahkan pada manusia terkuat sekalipun! Janganlah meniru keburukan-keburukan yang telah diturunkan dari tempat lain; itu adalah atribut dari pikiran yang membuatmu mengabaikan kebenaran dan Paramatma yang abadi (Supreme Selft) dan bukannya menghargai keragaman berbagai Nama dan Wujud Tuhan. Hal ini menyebabkan engkau keliru menganggap badan jasmani ini sebagai Self/ Atma (menganggap Deha sebagai Dehi). Untuk mengatasi maya adalah tugas yang paling sulit. Hanya mereka yang sungguh-sungguh dekat pada-Ku, yang dapat menaklukkan maya.

-BABA

Tuesday, April 3, 2012

Thought for the Day - 3rd March 2012 (Tuesday)

As the heart is to the body, so is the place of worship (Temple, Mosque, Church, etc.) to the community. Worship of God through various festivals, construction of places of worship, etc. are all good deeds (Sath Karma). They provide training in service and create opportunities for sacrifice and detachment. However be aware that when there is the anguished cry for food and shelter, money should not be spent on construction of new places of worship; this is not to be encouraged. The same Lord is worshipped everywhere, and you need not build a temple for every new Name or Form. Tell people to see in all Forms and under all Names the same God. That is the training they need.

Seperti halnya hati yang diperuntukkan bagi badan,demikian pula tempat ibadah (Kuil, Masjid, Gereja, dll) diperuntukkan bagi masyarakat. Memuja Tuhan melalui berbagai perayaan, membangun tempat ibadah, dll, semuanya ini adalah perbuatan baik (Sath Karma). Kegiatan-kegiatan tersebut memberikan praktek melakukan pelayanan dan menciptakan peluang untuk berkorban dan ketidakmelekatan. Namun apabila masyarakat mengalami penderitaan seperti kekurangan makanan dan tidak memiliki tempat tinggal, uang hendaknya tidak digunakan untuk membangun tempat ibadah baru. Tuhan yang sama dapat dipuja di mana-mana, dan engkau tidak perlu membangun sebuah kuil untuk setiap Nama atau Wujud yang baru. Beritahukan pada orang-orang untuk melihat bahwa semua Wujud dan semua Nama adalah Beliau (Tuhan). Itulah praktek yang mereka butuhkan.

-BABA

Monday, April 2, 2012

Thought for the Day - 2nd April 2012 (Monday)

The universe is based on God but He has no need for the universe as base. The pot depends on the clay but the clay is not dependent on the pot. The clay is Brahman (Divinity) and the pot is Prakruti (Creation). Ignore the shape, the form and the name - the pot is just clay. It is truer to say that all is Brahman than to say, ‘Brahman is in everything’. It is nobler to visualize the Divine as the basis of all (Sarva-aadhaara), rather than to conceive It as Inner Reality of all beings. (Sarvabhutha- antharaatma). Without Divinity there can be no Creation; this is the truth.

Alam semesta ini didasarkan pada Tuhan tetapi sesungguhnya Beliau tidak memerlukan alam semesta ini sebagai dasar. Sama halnya dengan jambangan yang terbuat dari tanah liat, jambangan tersebut tergantung pada tanah liat tetapi tanah liat tidak tergantung pada jambangan tersebut. Tanah liat dapat diibaratkan sebagai Brahman (Divinity) dan jambangan dapat diibaratkan sebagai Prakruti (Ciptaan). Dengan mengabaikan bentuk, wujud, dan nama – maka jambangan hanyalah tanah liat belaka. Hal ini benar untuk mengatakan bahwa semua adalah Brahman daripada mengatakan, 'Brahman ada dalam segala hal'. Ini lebih mulia untuk memvisualisasikan Divine sebagai dasar dari semuanya (Sarva-aadhaara), dibandingkan dengan mengatakan Tuhan ada dalam semua makhluk (Sarvabhutha-antharaatma). Tanpa Keilahian/ Divinity, tidak akan ada Penciptaan, inilah kebenarannya.

-BABA

Sunday, April 1, 2012

Thought for the Day - 1st April 2012 (Sunday)

Thousands of years have passed since the Treta Yuga (second quarter of time, the age in which Lord Rama was born), yet even now everyone, right from children to elderly people, remember the name of Rama. The glory of Rama’s name has not diminished even a bit with the passage of time. This truth should be recognised by all. Rama is the name given to a form, but is not limited to a form. Rama is the never changing Divine Principle (Atma). Therefore, wherever and whenever you remember the name of Rama, He is there with you, in you, around you. Rama is the personification of righteousness (Ramo vigrahavan Dharmaha). You should also follow Dharma (righteousness); not the principle of Dharma that comes from the mind but one that originates from your heart.

Ribuan tahun telah berlalu sejak Treta Yuga (zaman di mana Sri Rama lahir), namun bahkan sekarang setiap orang, baik dari anak-anak sampai dengan orang tua, mengingat nama Raama. Kemuliaan nama Rama tidak berkurang sedikitpun bahkan dengan berlalunya waktu. Kebenaran ini harus diakui oleh semuanya. Rama adalah nama yang diberikan untuk wujud Sri Rama, tetapi tidak terbatas pada wujud itu saja. Rama adalah Divine Principle (Atma) yang tidak pernah berubah. Oleh karena itu, dimanapun dan kapanpun engkau mengingat nama Raama, Beliau selalu ada bersama-mu, di dalam dirimumu, dan di sekitarmu. Rama adalah personifikasi dari kebenaran (Ramo vigrahavan Dharmaha). Engkau juga hendaknya mengikuti Dharma (kebajikan), bukan prinsip Dharma yang berasal dari pikiran tetapi yang berasal dari hatimu.

-BABA