Wednesday, February 29, 2012

Thought for the Day - 29th February 2012 (Wednesday)

Inner cleanliness should be your first aim. You may have fine vegetables, excellent spices, salt and the best of pulses; the cook may be a master of the art. The oven you use may be the best one can get. But if the copper vessel used for cooking is not tinned, the sambar (soup) will turn into something dangerous; that which cannot be consumed. The dish prepared becomes poisonous if the interior of the vessel is unfit for cooking. So too, you must cleanse your inner being. Sathkarma (virtuous deeds) and Sadachara (good habits) along with prayers act as lining for the vessel of your heart (hridaya pathra), where emotions, impulses and instincts are cooking. Prayer will tame all the instincts like a wild elephant is trained to perform tricks in a circus ring.

Kemurnian batin harus menjadi tujuan pertamamu. Engkau mungkin memiliki sayur-sayuran yang baik, rempah-rempah yang sangat baik, garam dan kacang-kacangan yang terbaik; sehingga memasak menjadi suatu master seni. Oven yang engkau gunakan mungkin merupakan oven yang terbaik yang bisa didapatkan. Tetapi jika kuali tembaga yang digunakan untuk memasak tidak terbuat dari timah, sambar (sup) akan berubah menjadi sesuatu yang berbahaya, yaitu tidak dapat dikonsumsi. Piring yang disiapkan menjadi beracun jika bagian dalam piring tersebut tidak layak untuk menghidangkan makanan. Demikian juga, engkau harus membersihkan batinmu. Sathkarma (perbuatan yang baik) dan Sadachara (kebiasaan baik) bersama-sama dengan doa bertindak sebagai lapisan bagi hatimu (Hridaya pathra), di mana disana ada emosi, dorongan, dan naluri memasak. Doa akan menjinakkan semua naluri seperti gajah liar yang dilatih untuk melakukan trik dalam cincin sirkus.

-BABA

Tuesday, February 28, 2012

Thought for the Day - 28th February 2012 (Tuesday)

The word Jnana also means, the eagerness to realise the Atma thathwa (the Principle of the Atma) through inquiry from those with spiritual experience. If you are anxious to get this wisdom or experience, go to realised souls and win their grace. Study well their moods and manners, and await the chance to ask them for the help. When doubts arise, approach them calmly and courageously. No amount of sea water can slake one’s thirst. Similarly any hours of study of the scriptures will not help in solving our doubts. Jnana or the ultimate wisdom, can be won only from and through elders who have experienced the absolute. Serve them and win their love. Only then can this precious Jnana be won.

Kata Jnana juga berarti, semangat untuk menyadari Atma thathwa (Prinsip Atma) melalui penyelidikan dari mereka yang memiliki pengalaman spiritual. Jika engkau menginginkan mendapatkan kebijaksanaan atau pengalaman ini, datangilah mereka yang menyadari hal ini dan dapatkanlah berkat mereka. Pelajarilah dengan baik suasana hati mereka dan tata krama, dan tunggulah kesempatan untuk meminta bantuan mereka. Ketika keraguan muncul, mendekatlah pada mereka dengan tenang dan berani. Sejumlah air laut tidak bisa memuaskan rasa haus seseorang. Demikian pula berjam-jam mempelajari kitab suci tidak akan membantu dalam memecahkan keraguan kita. Jnana atau kebijaksanaan tertinggi, dapat diperoleh hanya melalui para tetua yang telah mengalami kebenaran tersebut. Layanilah mereka dan dapatkanlah cinta-kasihnya. Baru setelah itu, Jnana yang berharga ini bisa dicapai.

-BABA

Monday, February 27, 2012

Thought for the Day - 27th February 2012 (Monday)

All beings are Divine, and the Lord dwells in their hearts. Yet they feel bound, miserable, limited, weak and agitated. Why? They imagine thus, and so they are shaped by the mind which is the source of that imagination. They are ignorant of their reality. How then can one be freed from this delusion? If you desire to overtake a train, you must speed in a car or board a plane. A vehicle slower than the train will not help. So too if you intend to overcome the delusion of your mind, you must establish yourself in God. The delusion of Maanavasakthi (human-power) arising out of the mind can be overcome only by the attainment of Divine Power (Daivasakthi). One prayer that promotes the acquisition of Divine Power is the repetition of the Gayathri Mantra.

Semua makhluk adalah Tuhan, dan Tuhan bersemayam di dalam hati mereka. Namun mereka merasa terikat, menderita, terbatas, lemah, dan tidak tenang. Mengapa? Mereka membayangkan demikian, sehingga mereka dibentuk oleh pikiran yang merupakan sumber imajinasi itu. Mereka tidak mengetahui realitas mereka. Bagaimana seseorang bisa dibebaskan dari khayalan ini? Jika engkau ingin menyalip kereta api, engkau harus mempercepat mobil atau naik pesawat. Sebuah kendaraan yang kecepatannya lebih lambat dari kereta api, tidak akan membantu. Demikian juga jika engkau berniat untuk mengatasi khayalan pikiranmu, engkau harus meneguhkan dirimu pada Tuhan. Khayalan Maanavasakthi (kekuatan manusia) yang timbul dari pikiran dapat diatasi hanya dengan pencapaian Kekuatan Ilahi (Daivasakthi). Salah satu doa yang dapat meningkatkan pencapaian Kekuatan Ilahi adalah pengulangan mantra Gayathri.

-BABA

Sunday, February 26, 2012

Thought for the Day - 26th February 2012 (Sunday)

Perform abhisheka (ceremonial bath given to the Deity) to the Atma-linga (the Divine within), with the waters of your own pure mental impulses (Chittha-vritthi). What is true yajna (ceremonial sacrifice)? Giving in charity accumulated wealth is Dravya yajnam. When all physical and mental activities are utilised for sadhana (spiritual discipline) it is Thapo yajna. Doing karma (action) but yet remaining unbound by it, is Yoga Yajna. When the chittha (mind) moves in one direction and the indriyas (sense organs) move in another, the person is doubly confused. So keep attachment afar. When you accomplish this, every act of yours becomes a sacrifice (Yajna). Whatever you speak becomes a holy mantra; and the place where you plant your foot is rendered holy.

Lakukanlah abhisheka (upacara mandi suci yang ditujukan untuk para Dewata) pada Atma-Lingga (Tuhan yang ada di dalam diri), dengan air yang berasal dari dorongan batin yang murni (Chittha-vritthi). Apa sesungguhnya Yajna (pengorbanan suci)? Memberikan amal yang merupakan akumulasi kekayaan adalah Dravya yajnam. Ketika semua aktivitas fisik dan mental dimanfaatkan untuk sadhana (disiplin spiritual) itulah Thapo Yajna. Melakukan karma (perbuatan) tetapi masih terikat dengan hasil dari karma tersebut, adalah Yoga Yajna. Ketika chittha (pikiran) bergerak dalam suatu arah dan indriya (organ-organ indera) bergerak ke tempat lain, orang tersebut mengalami kebingungan dua kali lipat. Jadi jauhkanlah keterikatan. Ketika engkau mencapai hal ini, setiap aktivitas yang engkau lakukan menjadi suatu pengorbanan (Yajna). Apa pun yang engkau ucapkan menjadi sebuah mantra suci, dan tempat di mana engkau menginjakkan kakimu diubah menjadi suci.

-BABA

Saturday, February 25, 2012

Thought for the Day - 25th February 2012 (Saturday)

The aim of all human effort is to achieve the oneness that lies behind all the plurality. Without accomplishing this, one cannot be in peace. No amount of repetition of the shanthi manthra (hymn of peace) is capable of granting that. The same current activates the many seemingly distinct instruments like the bulb, the mike, the fan, the refrigerator, the tape recorder, the stove, etc. The Guru is the one who reveals to you that invisible current. The guru is like the stranger who entered the cottage of a poor man and announced that underneath the floor in his home, lies hidden a precious treasure which he can own, by a few minutes of digging. And for this the Guru deserves your gratitude.

Tujuan dari semua usaha manusia adalah untuk mencapai kesatuan yang ada di balik semua pluralitas itu. Tanpa memenuhi hal ini, seseorang tidak bisa merasakan kedamaian. Tidak ada jumlah pengulangan Shanthi manthra yang mampu memberikan kedamaian. Arus yang sama nampaknya mengaktifkan peralatan yang berbeda seperti bola lampu, mikrofon, kipas angin, kulkas, tape recorder, kompor, dll. Guru adalah orang yang mengungkapkan kepadamu arus yang tidak terlihat tersebut. Guru ini seperti orang asing yang memasuki pondok orang miskin dan mengumumkan bahwa di bawah lantai di rumahnya, tersembunyi harta berharga yang dapat dimiliki, dengan cara menggalinya beberapa menit. Dan untuk ini Guru patut menerima ucapan terima kasih darimu.

-BABA


Friday, February 24, 2012

Thought for the Day - 24th February 2012 (Friday)

Both the form (swarupa) and the nature (swabhava) of the Atma is such that it is unaffected and uninfluenced by anything that is ephemeral. The soul has no birth or death, hunger or thirst, grief or delusion! Birth and death are characteristics of the body; grief and delusion are afflictions of the mind. Do not assign any status to these; know yourself as the Atma, the Divine Self. Give up all delusion and become unattached. Do not be like the porous blotting paper that gets tainted with whatever it comes in contact with. Be the lotus leaf in the marshy lake of this samsara (worldly existence); do not get smeared with the mud around you. Be in the world, yet outside it.

Wujud (swarupa) dan sifat (swabhava) Atma adalah sedemikian rupa sehingga tidak terpengaruh dan tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang fana. Jiwa tidak memiliki kelahiran atau kematian, kelaparan atau kehausan, kesedihan atau khayalan! Kelahiran dan kematian adalah karakteristik dari badan jasmani, kesedihan dan kebodohan adalah penderitaan pikiran. Janganlah menetapkan status apapun untuk hal ini; sadarilah dirimu sendiri sebagai Atma, Divine Self. Serahkanlah semua khayalan dan menjadilah tidak terikat. Jangan seperti kertas hisap berpori yang akan tercemar dengan apa pun yang datang dan bersentuhan dengannya. Jadilah daun teratai di danau berawa samsara (eksistensi duniawi) ini; tidak dikotori oleh lumpur di sekitarnya. Tinggallah di dunia, namun tidak terpengaruh.

-BABA

Thursday, February 23, 2012

Thought for the Day - 23rd February 2012 (Thursday)

Though your parents have endowed you with this physical body (deha), it is the Guru who points out to you the Indweller of the body. To make the gold more amenable to ornament making, it is alloyed by the addition of a little silver or copper. So too in order to manifest the multiple variety of Nature, the Brahmathathwam (Divine essence) is converted into an alloy, with the addition of a little egoism or mamakaaram. The Guru teaches one to regain the pure unalloyed state through the process of Sravanam, Mananam and Nidhidhyaasam (Listening to, recapitulating and meditating on God’s glories). Through this process, one can understand that the individual Self is one and the same as the Divine Self and is infact facet of the same entity.

Meskipun orang tuamu telah memberikan engkau badan fisik (deha), adalah Guru yang menyampaikan kepadamu jiwa dari badan fisik tersebut. Untuk membuat emas menjadi perhiasan yang indah, diperlukan campuran dengan menambahkan perak atau tembaga. Demikian juga untuk memanifestasikan berbagai varietas di alam semesta, Brahmathathwam (esensi Tuhan) dipadukan, dengan penambahan sedikit egoisme atau mamakaaram. Guru mengajarkan untuk mendapatkan kembali keadaan murni dari perpaduan  tersebut melalui proses Sravanam, Mananam dan Nidhidhyaasam (mendengarkan, menyimpulkan, dan merenungkan kemuliaan Tuhan). Melalui proses ini, seseorang dapat memahami bahwa individual Self adalah satu dan sama dengan Divine Self dan sesungguhnya merupakan entitas yang sama.
-BABA

Wednesday, February 22, 2012

Thought for the Day - 22nd February 2012 (Wednesday)

The wise one (Jnani) is ever happy and this happiness does not depend on objects outside. You may wonder how; it is because such people are content with whatever happens to them, well or ill, as they are convinced that the Lord's will must prevail. Want of this contentment is a sign of a ajnani (unwise person). The ajnani piles one wish on another, builds one plan after another and pines perpetually; he or she worries and sets one’s own heart ablaze with greed. On the other hand, the Jnani is unshaken, steady and ever jubilant! The Jnanis may be engaged in karma (actions) but they are not affected in the least by it, as they have no eye on the fruit of their actions.

Orang yang bijaksana (Jnani) selalu berbahagia dan kebahagiaan ini tidak tergantung pada objek luar. Engkau mungkin bertanya-tanya bagaimana hal tersebut bisa terjadi, hal itu adalah karena orang tersebut puas dengan apapun yang terjadi pada mereka, baik atau buruk, karena mereka yakin bahwa kehendak Tuhan pasti berlaku. Tidak memiliki kepuasan adalah tanda dari ajnani (orang yang tidak bijaksana). Orang yang tidak bijaksana (ajnani) menumpuk satu keinginan dengan keinginan yang lainnya, membuat suatu rencana demi rencana dan menumpuknya secara terus-menerus; ia selalu merasa cemas dan hatinya dipenuhi dengan keserakahan. Di sisi lain, para Jnani tetap pada keyakinannya, teguh, stabil dan selalu berbahagia! Para Jnani bertindak dalam karma  tetapi mereka tidak terpengaruh sedikit pun oleh hal tersebut, karena mereka tidak menaruh perhatian pada buah dari tindakan mereka.

-BABA

Tuesday, February 21, 2012

Thought for the Day - 21st February 2012 (Tuesday)

By the time it rains, if seeds have not been sown, will there be any crop in the field? If seeds are sown but there is no rain, will any cultivation happen? Both rain and seeds are needed for the harvest to be reaped. Likewise, Divine Grace will bear fruit only when there is human effort too. When there are good thoughts in the mind, they will be reflected as noble actions; on the other hand if the thoughts are ill-disposed, the fruits thereof will be equally bad. Different devotees are bound to differ in their ways of worshiping God. But whatever the method of worship, there must be one-pointed devotion. Love towards God is devotion. Love towards the world is attachment. Develop love for God.

Pada saat hujan, jika benih belum ditabur, akankah menghasilkan panen? Jika benih ditabur tetapi tidak ada hujan, dapatkan terjadi pertumbuhan tanaman? Keduanya baik hujan dan benih diperlukan untuk hasil panen. Demikian juga, Berkat Tuhan akan didapat hanya ketika ada usaha manusia. Jika ada pemikiran-pemikiran yang baik dalam pikiran, ia akan tercermin sebagai tindakan mulia, di sisi lain jika yang ada adalah pemikiran-pemikiran yang tidak baik, maka buah yang dihasilkannya akan sama-sama buruk. Umat yang berbeda pasti berbeda dalam cara mereka memuja Tuhan. Tetapi apa pun metode/ cara ber-ibadah, harus ada satu titik pengabdian. Cinta-kasih yang ditujukan pada Tuhan adalah pengabdian. Cinta-kasih yang ditujukan pada dunia adalah keterikatan. Kembangkanlah cinta-kasih pada Tuhan.

-BABA

Monday, February 20, 2012

Thought for the Day - 20th February 2012 (Monday)


Shivarathri is the day when one tries to establish friendship between the mind and God. Shivarathri makes one aware of the fact that the same Divinity is all-pervasive and is to be found everywhere. It is said that Shiva lives in Kailasa. But where is it? Kailasa means joy and bliss. It means that God lives in our minds, that are filled with joy and delight. How can one get this joy? It comes when we develop purity, steadfastness and sacredness. The heart then is filled with peace and bliss and becomes the temple of God. There is no use in just thinking of God on Shivarathri, once a year. Every day, every night, every minute, you should think of Divinity and sanctify your time. You yourself are truly Shiva, the Divine. Try to understand and recognize this principle of Shiva Tatva (Divine essence) which is indeed your own reality.

Shivarathri adalah hari ketika seseorang mencoba untuk membangun persahabatan antara pikiran dan Tuhan. Shivarathri membuat orang menyadari kebenaran bahwa Keilahian yang sama meresapi semuanya dan dapat ditemukan di mana-mana. Dikatakan bahwa Shiva tinggal di Kailasa. Tetapi dimanakah letak Kailasa tersebut? Kailasa berarti sukacita dan kebahagiaan. Ini berarti bahwa Tuhan bersemayam dalam pikiran kita, yang dipenuhi dengan sukacita dan kebahagiaan. Bagaimana seseorang bisa mendapatkan kebahagiaan ini? Kebahagiaan ini muncul saat kita mengembangkan kemurnian, keteguhan, dan kesucian. Hati kemudian diisi dengan kedamaian dan kebahagiaan dan menjadi temple Tuhan. Tidak ada gunanya hanya memikirkan Tuhan pada hari Shivarathri, setahun sekali. Setiap hari, setiap malam, setiap menit, engkau hendaknya memikirkan Tuhan dan menyucikan waktumu. Engkau sendiri sesungguhnya Siwa, Tuhan itu sendiri. Cobalah untuk memahami dan menyadari prinsip Siwa Tatva (esensi Tuhan) yang sesungguhnya realitasmu sendiri.

-BABA

Sunday, February 19, 2012

Thought for the Day - 19th February 2012 (Sunday)

Karma as such has no capacity to bind; it is the conceit, 'I am the doer' that brings about the attachment and the bondage. Again, it is the desire for the fruit of action that produces the bondage. For example: the zero gets value only when in association with a digit. Karma is zero; the feeling of 'doership' when associated with Karma breeds bondage. So give up the sense of ‘I’ and the Karma that you do will never harm you. Karma done without any desire for the fruits thereof will not produce impulses; that is to say, there will be no impulse for birth even. The spiritual aspirants of the past, performed Karma with this high ideal in view. They never felt that they were the ‘doers’ or ‘enjoyers of the fruits’ of any act. The Lord did, the Lord gave the fruit and the Lord enjoyed the fruit - that was their conviction! You too should cultivate that faith.

Karma tidak memiliki kapasitas untuk mengikat; adalah suatu kesombongan dengan mengatakan, ‘aku adalah pelaku', itulah yang membawa keterikatan. Sekali lagi, hal tersebut adalah keinginan untuk buah perbuatan yang menghasilkan keterikatan itu. Sebagai contoh: angka nol mendapatkan nilai hanya ketika disatukan dengan angka lainnya. Karma adalah nol; perasaan 'ke-aku-an' bila dikaitkan dengan Karma melahirkan keterikatan. Jadi lepaskanlah perasaan 'aku' dan Karma yang engkau lakukan tidak akan pernah membahayakanmu. Karma yang dilakukan dengan tanpa keinginan untuk mendapatkan hasil tidak akan menghasilkan dorongan keinginan, bahkan tidak akan menimbulkan dorongan untuk kelahiran kembali. Para peminat spiritual zaman dahulu, melakukan Karma dengan ideal yang tinggi ini. Mereka tidak pernah merasa bahwa mereka adalah 'pelaku' atau 'orang yang menikmati buah' dari suatu perbuatan. Tuhan yang melakukannya, Tuhan yang memberikan buah hasil perbuatan dan Tuhan pula yang menikmati buah  perbuatan tersebut - itulah keyakinan mereka! Engkau juga hendaknya mengembangkan keyakinan seperti itu.

-BABA

Saturday, February 18, 2012

Thought for the Day - 18th February 2012 (Saturday)

The most important reason for bondage is giving too much freedom to the mind. When an animal is tethered to a post, it will not be able to go elsewhere. It cannot show anger or violence or do harm to any person. But if it is let loose, it can roam around, destroy crops and cause loss and harm to others. In the process it may get beaten for the mischief done. Similarly, the mind must be bound by certain regulations and limits. As long as man lives within certain rules and disciplines, he will be able to maintain a good name and lead a happy and useful life. Once he crosses these limits he will go astray.

Alasan yang paling penting untuk keterikatan adalah memberikan kebebasan terlalu banyak pada pikiran. Ketika hewan ditambatkan pada sebuah tonggak, hewan tersebut tidak akan bisa pergi ke tempat lain. Ia tidak bisa menunjukkan kemarahan atau kekerasan atau merugikan siapa pun. Tetapi jika ia dilepaskan, ia dapat berkeliaran, merusak tanaman, dan menyebabkan kerugian dan menyakiti orang lain. Pada keadaan ini, hewan tersebut mungkin bisa dipukuli karena kerusakan yang dilakukannya. Demikian pula, pikiran harus terikat oleh peraturan dan batasan-batasan tertentu. Selama manusia hidup dalam aturan-aturan dan disiplin-disiplin tertentu, ia akan mampu mempertahankan nama baik dan menjalani hidup yang bahagia dan bermanfaat. Begitu ia melintasi batasan-batasan ini ia akan tersesat.

-BABA

Friday, February 17, 2012

Thought for the Day - 17th February 2012 (Friday)

The Atma (Soul) is inherently devoid of attachment. It has no awareness of its own needs or nature of its possessions. It has no 'I' or 'mine' for these are the marks of ajnana (Illusion). Only those afflicted with ajnana will suffer from the ego or the sense of 'mine'. Though it may appear to ordinary eyes that ‘I am the doer’, the truth is ‘I am a non-doer’! Not only this, the effect of action (karma) does not cease as soon as it is finished. Karma yields fruits; the results of Karma breed desire for them; and that in turn results in impulses for further Karma. These impulses bring about further births. Thus Karma can lead to the cycle of births and deaths; it is a vicious whirlpool, making you revolve round and round, and finally dragging you down into the depths. Hence do not put your faith on this world and the objects of the world. Cultivate and practice detachment!

Atma (Jiwa) pada dasarnya bebas dari keterikatan. Ia tidak memiliki kesadaran akan kebutuhannya sendiri atau kepemilikan suatu benda. Ia tidak mengenal 'aku' atau  'milikku' karena ini adalah tanda dari ajnana (Ilusi). Hanya mereka yang dipengaruhi oleh ajnana akan menderita ego atau perasaan  'milikku'. Meskipun mungkin nampak dengan mata biasa bahwa 'aku adalah pelaku', sebenarnya adalah 'aku bukanlah pelaku '! Bukan hanya itu, efek dari perbuatan (karma) tidak berhenti segera setelah perbuatan itu selesai. Karma menghasilkan buah perbuatan, hasil dari Karma melahirkan keinginan bagi mereka, dan selanjutnya menghasilkan dorongan untuk Karma lebih lanjut. Dorongan tersebut membawa kelahiran berikutnya. Dengan demikian Karma dapat menyebabkan siklus kelahiran dan kematian, yang merupakan lingkaran setan, membuatmu mengalami perputaran kelahiran dan kematian yang berulang-ulang. Oleh karena itu janganlah engkau menempatkan keyakinanmu pada dunia ini dan obyek-obyek duniawi. Kembangkanlah dan praktekkanlah ketidakterikatan!

-BABA

Thursday, February 16, 2012

Thought for the Day - 16th February 2012 (Thursday)

There are no permanent mothers in the world, the only permanent mother is the Divine Mother. You must always remind yourself that you are part of a spiritual family. Truth is your father, Love is your mother, Wisdom is your son, Peace is your daughter, Devotion is your brother, and Yogis are your friends. These are your true relatives who will always accompany you and be with you. When you have this kind of relationship, when you treasure such friendship, you will be able to break the bonds of the world and be free. Think of Divinity every minute of your life. Light has value only when there is darkness; it has no value by itself. In times of trouble and sorrow, whenever problems arise, evoke the principle of Divinity. It will certainly shed illumination and light in moments of darkness and bring joy to you.

Tidak ada ibu yang permanen di dunia ini, ibu yang permanen hanyalah Bunda Ilahi. Engkau harus selalu mengingatkan dirimu sendiri bahwa engkau merupakan bagian dari sebuah keluarga spiritual. Kebenaran adalah ayahmu, Cinta-kasih adalah ibumu, Kebijaksanaan adalah putramu, Kedamaian adalah putrimu, Pengabdian adalah saudaramu, dan para Yogi adalah teman-temanmu. Mereka semuanya merupakan saudara sejati yang akan selalu menemanimu dan selalu bersamamu. Bila engkau memiliki hubungan seperti ini, ketika engkau menghargai persahabatan tersebut, engkau akan dapat melepaskan ikatan duniawi dan bebas. Pikirkanlah Tuhan dalam setiap menit kehidupanmu. Cahaya menjadi berarti hanya ketika ada kegelapan, tetapi tidak berarti bagi dirinya sendiri. Pada saat engkau menghadapi masalah dan penderitaan, setiap kali masalah muncul, bangkitkan prinsip Ketuhanan. Ini tentu akan memberi penerangan dan cahaya di saat-saat kegelapan dan membawa sukacita kepadamu.

-BABA

Wednesday, February 15, 2012

Thought for the Day - 15th February 2012 (Wednesday)

In the Geetha Lord Krishna says, “Arjuna! People give up revering and seeking Me, their very own Self. How foolish of them! They are not anxious to reach Me; but pursue lesser attainments that are untrue and transitory. The reason for this strange behaviour is the desire for quick results. People seek only that which is available here and now; that which is in a concrete form and is capable of being grasped by their senses; they are carried away by the attraction of flimsy pleasures. People also do not generally have the needed patience. They attach greater importance to the gross body, (sthula sarira). The achievement of Jnana (wisdom) is the true inner victory; it is won after long and arduous struggle. The few who are spiritually minded yearn for the Divine. Such wise people are indeed blessed. Look upon every act as but the execution of His order and as leading to His grace.”

Dalam Geetha Krishna berkata, "Arjuna! Orang-orang meninggalkan kehormatan dan mencari Aku, Diri mereka sendiri. Betapa bodohnya mereka! Mereka tidak ingin mencapai Aku, tetapi mengejar pencapaian yang lebih rendah yang tidak benar dan bersifat sementara. Alasan untuk perilaku aneh ini adalah keinginan untuk mendapatkan hasil yang cepat. Orang-orang hanya mencari apa yang tersedia di sini dan saat ini, dalam bentuk konkret dan mampu ditangkap oleh indera mereka, mereka terbawa oleh daya tarik kesenangan duniawi. Orang-orang juga umumnya tidak memiliki kesabaran. Mereka lebih mementingkan badan kasar, (sthula sarira). Pencapaian Jnana (kebijaksanaan) adalah kemenangan batin yang sejati, yang dicapai setelah melakukan perjuangan yang panjang dan sulit. Hanya sedikit orang-orang yang merindukan Tuhan. Orang-orang bijak seperti itu benar-benar diberkati. Pahamilah setiap tindakan tetapi laksanakan perintah-Nya dan raihlah berkat-Nya. "

-BABA

Tuesday, February 14, 2012

Thought for the Day - 14th February 2012 (Tuesday)

If there is a boil on the body, we apply some ointment and cover it with a bandage until it heals. If you do not do this, it is likely to become septic and cause great harm later on. Now and then one has to clean it with pure water, apply the ointment again and put on a new bandage. In the same way in our life, there is this particular boil which has come up in our body, in the form of 'I', (ahamkara and mamakara). If you want to really cure this boil of 'I', you will have to wash it every day with the waters of love, apply the ointment of faith and tie the bandage of humility around it. This will cure the disease that has erupted with this boil of 'I’.

Jika ada bisul pada badan, kita menggunakan salep dan menutupinya dengan perban sampai bisul tersebut sembuh. Jika engkau tidak melakukan hal tersebut, kemungkinan akan mengakibatkan infeksi dan menyebabkan luka yang besar di kemudian hari. Sesekali kita harus membersihkannya dengan air bersih, kembali mengoleskan salep dan menggantinya dengan perban yang baru. Dengan cara yang sama dalam kehidupan kita, ada “bisul” tertentu dalam badan kita, dalam bentuk 'aku', (ahamkara dan mamakara). Jika engkau ingin benar-benar menyembuhkan bisul 'aku', engkau harus mencucinya setiap hari dengan air cinta-kasih, mengoleskan salep keyakinan dan mengikat perban kerendahan hati di sekitarnya. Inilah yang akan menyembuhkan bisul ‘aku’ ini.

-BABA

Monday, February 13, 2012

Thought for the Day - 13th February 2012 (Monday)

The Lord, like a lump of sugar, is sweetness all over. All differences and distinctions are the illusions of people with body consciousness. Consider this example: A mother having four children does not give the other three as much attention and care as she gives to the child in the cradle. Even if the child does not call out for it, she is ever vigilant to give it food. The other three come and ask her for food and things to play with. Observing this, you cannot pronounce her a bad mother or a partial mother. The mother adjusts her activities to the capacity and ability of the child. So too, though the entire world is His, though all are His children, He graces and blesses each one according to one’s capacity and ability. To ascribe any fault to such selfless, sincere, simple, ever-blissful Providence is like attributing darkness to the Sun - it is an act of sheer ignorance!

Tuhan, dapat diibaratkan seperti sebongkah gula, memberikan rasa manis dimana-mana. Semua perbedaan dan perselisihan adalah ilusi orang-orang pada kesadaran badan. Pikirkanlah contoh ini: Seorang ibu yang memiliki empat anak tidak memberikan banyak perhatian pada tiga anak lainnya saat anak yang keempat berada dalam ayunan. Bahkan jika si anak tidak memanggil untuk itu, si ibu selalu waspada untuk memberikan makanan, meskipun tiga anak yang lainnya datang dan memintanya untuk memberinya makanan dan mengajaknya bermain. Mengamati hal ini, engkau tidak bisa mengatakan bahwa ibu tersebut adalah ibu yang tidak baik atau seorang ibu yang berat sebelah. Sang ibu menyesuaikan tindakannya sesuai dengan kapasitas dan kemampuan si anak. Demikian juga, meskipun seluruh dunia adalah milik-Nya, meskipun semua adalah anak-anak-Nya, Beliau memberkati dan merestui setiap orang sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya. Dengan menganggap bahwa suatu kesalahan itu berasal dari Sang Ilahi – yang sesungguhnya bersifat tidak mementingkan diri sendiri, tulus, lurus, bahkan selalu penuh kebahagiaan – adalah seperti menghubungkan kegelapan dengan matahari. Hal itu hanyalah tindakan bodoh belaka.

-BABA

Sunday, February 12, 2012

Thought for the Day - 12th February 2012 (Sunday)

Life is a tree of delusion, with all its branches, leaves and flowers of maya. You can realize this, when all your acts are dedicated offerings to God. See Him as the sap that runs through every cell; the Sun that is warming and building each atom. See Him in all and worship Him through all, for He is all. Engage in activity, filling it with devotion. It is devotion that sanctifies. A piece of paper is almost a trash, but if the contents of a certificate are written on it, you value and treasure it; it becomes a passport for promotion in life. Hence it is the bhaava (feelings behind an act) that matters, and not baahya (outward pomp and show). Without knowing this secret of transforming every action into an act of worship, people suffer from disappointment and grief. In sacred places of worship, stones of little value are shaped as Divine forms or idols. But when the feeling of devotion transmutes the idol, it become the highest treasure for the human mind.

Hidup adalah pohon khayalan, dengan semua cabang-cabangnya, daun dan bunga maya. Engkau  dapat menyadari hal ini, ketika semua tindakanmu didedikasikan sebagai persembahan pada Tuhan. Lihatlah Dia sebagai air yang mengalir melalui setiap sel; matahari yang menghangatkan dan membangun setiap atom. Lihatlah Dia dalam semuanya dan puja Dia melalui semuanya, karena semuanya adalah Beliau. Isilah waktumu dengan pengabdian, pengabdian yang suci. Sepotong kertas dapat dianggap sampah, tetapi jika sebuah sertifikat ditulis di atasnya, engkau menganggapnya bernilai dan sesuatu yang berharga; sertifikat itu bisa menjadi kunci untuk meningkatkan kehidupan. Oleh karena itu bhaava (perasaan di balik tindakan) lebih berarti, dan bukan baahya (kemegahan yang ditampilkan dari luar). Tanpa mengetahui rahasia ini untuk mengubah setiap tindakan menjadi suatu pemujaan, orang-orang menderita kekecewaan dan penderitaan. Di tempat-tempat suci, batu yang kecil dibentuk sebagai wujud Tuhan atau patung. Tetapi ketika rasa pengabdian mengubah patung tersebut, itu menjadi bernilai tinggi bagi pikiran manusia.

-BABA


Saturday, February 11, 2012

Thought for the Day - 11th February 2012 (Saturday)

Develop love for all. Do not think that a person is superior or more devoted than the rest. Do not look down upon anyone as a disturbance and nuisance. If you have love for God, you will love all, for God is in every one. You sing bhajans (devotional songs) which say “God is all, God is in everyone” (Antha Sai Mayam). If that is true, how can you have love for God alone? You have pictures of God in your home or in the temple. If anyone speaks ill of any of them, do you like it? You don’t! So too, when you treat anyone harshly or speak rudely to anyone, you are treating Me harshly. When you are insulting anyone, you are insulting Me. I desire that you should conduct yourselves in a loving, harmonious and peaceful manner at all times! Serve everyone gladly, as you would serve Me.

Kembangkanlah cinta-kasih untuk semuanya. Jangan berpikir bahwa seseorang lebih unggul atau lebih setia daripada yang lainnya. Jangan memandang rendah orang lain sebagai gangguan dan yang menyusahkan. Jika engkau memiliki rasa cinta pada Tuhan, engkau akan mencintai semuanya, karena Tuhan ada pada semuanya. Engkau menyanyikan bhajan (lagu-lagu pemujaan pada Tuhan) yang mengatakan "Tuhan ada pada semuanya, Tuhan ada pada setiap orang" (Antha Sai Kenanga). Jika itu benar, mengapa engkau memiliki cinta hanya pada Tuhan saja? Engkau memiliki gambar Tuhan di rumah atau di temple (tempat suci). Apakah engkau suka, jika ada yang berkata buruk tentang salah satu dari mereka? Tentu tidak! Demikian juga, ketika engkau memperlakukan orang dengan kasar atau berbicara kasar kepada siapapun, sama halnya engkau memperlakukan Aku dengan kasar. Bila engkau menghina orang lain, engkau menghina-Ku. Aku ingin, hendaknya engkau memperlakukan dirimu sendiri dengan penuh kasih, harmonis, dan damai setiap saat! Layanilah semua orang dengan senang hati, seperti engkau melayani Aku.

-BABA

Friday, February 10, 2012

Thought for the Day - 10th February 2012 (Friday)

Some are always worn out by ills that affect the body; they are called the Aarthas. There are others who are worried by the struggle for prosperity, power, property, fame, etc.; they are Artha-arthis. The third type are those that yearn for the realisation of the Atma, and such people read the scriptures, move in the company of spiritual aspirants, act along the lines of scriptures - sadachara (Right Conduct), and are always motivated to reach the Lord; they are called Jijnaasus. The fourth is the Jnani, who is ever immersed in the Divine. I am like the Kalpavriksha (wish-fulfilling divine tree). My task is to give each what they ask for, without any prejudice or favouritism. Can any fault be imputed to the Sun shining its rays? The rays of the Sun fall equally upon all that are directly in their way; but if someone is behind something else, inside a closed room for instance, how can the Sun illumine them? Cultivate higher yearnings and receive accordingly!

Beberapa orang selalu mengalami penderitaan karena penyakit yang mempengaruhi badan, yang disebut dengan Aarthas. Beberapa orang lainnya berjuang untuk mendapatkan kemakmuran, kekuasaan, ketenaran, properti, dll, mereka adalah Artha-arthis. Jenis ketiga adalah mereka yang merindukan realisasi Atma, dan orang-orang yang seperti itu membaca kitab-kitab suci, bergaul dengan para peminat spiritual, bertindak sesuai dengan kitab suci - sadachara (Perilaku yang benar), dan selalu termotivasi untuk mencapai Tuhan; mereka ini disebut Jijnaasus. Yang keempat adalah Jnani, mereka yang sungguh-sungguh tenggelam dalam Ke-Ilahi-an. Aku seperti Kalpavriksha (pohon Ilahi yang dapat memenuhi segala keinginan). Tugas-Ku adalah memberikan apapun yang mereka minta, tanpa prasangka ataupun pilih kasih. Dapatkah suatu kesalahan diperhitungkan oleh Matahari dalam memberikan sinarnya? Sinar Matahari jatuh sama kepada semuanya secara langsung  sesuai dengan caranya, tetapi jika seseorang berada di belakang sesuatu yang lain, misalnya berada di dalam ruangan misalnya, bagaimana matahari bisa menerangi mereka? Kembangkanlah kerinduan yang lebih tinggi dan terimalah sesuai dengan hal itu!

-BABA

Thursday, February 9, 2012

Thought for the Day - 9th February 2012 (Thursday)

The best way to get rid of desire, anger and hatred is to strike at the very taproot of the tree - the mistaken belief that you are the body, with this name and form, senses, intelligence and mind. This is the luggage you are carrying. Don’t you say, my nose, my book, my umbrella? Who is this ‘I’ that calls all these ‘mine’? That is the real ‘you’! It was present, when you were born, when you were sleeping forgetting everything else including your body and its afflictions. That ‘I’ cannot be harmed, it does not change, it knows no birth and death. Learn the discipline that makes you aware of this truth and you will be ever free and bold. This is true knowledge (atmavidya), which the preceptors and sages have gleaned for you. You too must, one day or the other learn this and save yourselves. All have to reach the goal, travelling along the path of wisdom.

Cara terbaik untuk melenyapkan keinginan, kemarahan, dan kebencian adalah dengan menyerang pada akar pohon tersebut - keyakinan yang keliru bahwa engkau adalah badan, dengan nama dan bentuk, indera, kecerdasan, dan pikiran. Ini adalah bagasi yang engkau bawa. Bukankah engkau katakan, hidung-ku, buku-ku, payung-ku? Siapakah 'aku' sehingga semuanya engkau anggap sebagai 'kepunyaanku'? Itulah 'kenyataanmu! Ketika engkau lahir, ketika engkau tidur engkau melupakan segala sesuatu yang lainnya termasuk badan dan penderitaannya. Sesungguhnya  “Aku” tidak bisa dirusak, tidak berubah, tidak mengenal kelahiran dan kematian. Pelajarilah hal ini yang membuatmu menyadari kebenaran ini dan engkau akan semakin bebas dan percaya diri. Inilah pengetahuan sejati (atmavidya), dimana guru-guru dan orang bijak telah mengumpulkan pengetahuan ini sedikit demi sedikit untukmu. Suatu hari atau di lain hari, pelajarilah hal ini dan selamatkan dirimu. Semuanya harus mencapai tujuan ini, perjalanan sepanjang jalan kebijaksanaan.

-BABA

Wednesday, February 8, 2012

Thought for the Day - 8th February 2012 (Wednesday)

Only those who are free from attachment, hatred, fear and anger; who are immersed in the name and form of the Lord, knowing of no other support than Him; and are sanctified by the knowledge of the Atma, can grasp Divinity. Those who seek the Lord without deviation, possessing Truth, Love and Right Conduct, will attain Him. This is absolutely true; give up any doubt you may have! People render their inner consciousness impure by ignorantly dwelling on the objective world. They take delight in mere sabda, rasa, gandha, (sound, taste, smell) etc. When they seek objective pleasure they are tempted to secure the objects that give pleasure; foiled in the attempt, they get restless, hateful and afraid. Fear robs one of his mental resources. It creates anger that cannot be easily pacified. Thus desire, anger and fear are aroused one after the other and these three must be removed to realize the Lord.

Hanya mereka yang bebas dari keterikatan, ketakutan, kebencian, dan kemarahan; mereka yang membenamkan diri dalam Nama dan Wujud Tuhan, menyadari tidak ada yang lain yang dapat memberikan dukungan selain Beliau; dan disucikan dengan pengetahuan Atma, dapat memahami Tuhan. Mereka yang mencari Tuhan tanpa menyimpang, berperilaku berdasarkan Kebenaran, Kasih, dan Kebajikan, akan mencapai-Nya. Inilah kebenaran yang absolut; serahkan keraguan yang ada dalam dirimu! Orang-orang membuat kesadaran batin mereka tidak murni dengan kebodohannya terikat pada objek duniawi. Mereka merasakan kebahagiaan semata-mata pada sabda, rasa, gandha, belaka (suara, rasa, bau), dll. Ketika mereka mencari kesenangan objektif mereka tergoda untuk memperoleh benda-benda yang memberikan kesenangan; ketika mereka gagal mendapatkannya, maka mereka menderita, penuh kebencian dan ketakutan. Ketakutan merampas salah satu sumber daya mentalnya. Ini menciptakan kemarahan yang tidak dapat dengan mudah ditenangkan. Dengan demikian keinginan, kemarahan, dan ketakutan, ketiganya ini, hendaknya disingkirkan untuk menyadari Tuhan.

-BABA

Tuesday, February 7, 2012

Thought for the Day - 7th February 2012 (Tuesday)


To feel that the Lord is away, afar or separate from you is Paroksha jnana (indirect knowledge). To feel that the Lord who is immanent in the universe is in you also as the Atman - that is Aparoksha jnana (directly experienced). If all activity is moved by the dedicatory spirit, the Chittha (inner concience) can be rendered pure. Only such can recognise the divine nature of the Lord's birth and actions (Janma and Karma), said Krishna. All cannot so recognise the Divine. Yet no one should avoid contact with the Divine. Also remember that the punishment of the wicked is also part of the Divine Mission. Those who transgress the limits set and indulge in akarma (inaction), anyaya (injustice) and anaachaara (immorality), and roam about caught in the coils of ahamkaara (egoism) will be punished. Utilise every chance given to you to be good and do good. There should not be any lapse on your part. 

Merasakan bahwa Tuhan berada jauh, terpisah darimu adalah Paroksha jnana (pengetahuan tidak langsung). Merasakan bahwa Tuhan adalah imanen (tetap ada) di alam semesta dan juga ada di dalam dirimu sebagai Atman – disebut dengan Aparoksha jnana (langsung dialami). Jika semua aktivitas digerakkan dengan semangat pengabdian, Chittha (kesadaran batin) akan dimurnikan. Hanya dengan demikian dapat mengenali sifat ilahi dari kelahiran dan tindakan Tuhan (Janma dan Karma), kata Krishna. Tidak semuanya bisa menyadari keberadaan Tuhan. Walaupun demikian,  tidak ada seorangpun yang bisa menghindari kontak dengan Tuhan. Demikian juga ingatlah bahwa hukuman yang diberikan pada orang yang jahat juga merupakan bagian dari Misi Tuhan. Mereka yang melanggar batas-batas yang telah ditetapkan dan menikmati akarma (tidak bekerja sama sekali), anyaya (ketidakadilan) dan anaachaara (imoralitas), dan berkelana terjebak dalam gulungan ahamkaara (egoisme) akan dihukum. Manfaatkanlah setiap kesempatan yang diberikan kepadamu untuk menjadi baik dan berbuat baik. 

-BABA

Monday, February 6, 2012

Thought for the Day - 6th February 2012 (Monday)

Remember always that it is easy to do what is pleasant. But it is very difficult to be engaged in what is beneficial. Not all that is pleasant is profitable. Success comes to those who give up the path strewn with roses and brave the hammer blows and sword thrusts of the path fraught with danger. As a matter of fact, no road is strewn with rose petals. Life is a battle field (a Dharmakshetra), where duties and desires are always in conflict. Smother the fiery fumes of desire, of hatred and anger that rise up in your hearts; it is sheer cowardice to yield to these enemies that turn you into beasts. Meet all obstacles with courage. Difficulties make you tough and strong.

Ingatlah selalu bahwa sangatlah mudah untuk melakukan apa yang menyenangkan. Tetapi sangat sulit untuk melakukan apa yang bermanfaat. Tidak semua yang menyenangkan adalah menguntungkan. Keberhasilan datang kepada mereka yang mampu meninggalkan jalan yang penuh dengan mawar dan berani dengan pukulan palu dan berani pada tikaman pedang serta jalan yang penuh dengan bahaya. Kenyataannya, tidak ada jalan yang penuh dengan kelopak bunga mawar. Hidup adalah medan pertempuran (sebuah Dharmakshetra), dimana tugas dan keinginan selalu dalam konflik. Padamkanlah api keinginan, kebencian dan kemarahan yang muncul dalam hatimu; itu adalah pengecut belaka untuk mengalah pada musuh-musuh tersebut (keinginan, kebencian, dan kemarahan) yang mengubahmu ke dalam sifat-sifat binatang. Hadapilah semua rintangan dengan penuh keberanian. Kesulitan akan membuatmu menjadi kuat dan tangguh.

-BABA

Sunday, February 5, 2012

Thought for the Day - 5th February 2012 (Sunday)

In Mahabharatha, Krishna declared to Arjuna that fostering of Dharma is His work. The term Sadhu refers to one who does not deviate from his duty. The wicked revel in creating trouble for such men and in indulging in acts contrary to the injunctions of the scriptures. What then is the establishment of Dharma? It is acting strictly according to the tenets laid down in the scriptures; spreading among people the glory and the splendour of a life lived in Dharma; stabilising reverence towards the holy scriptures, towards God, Avatars and Paramapurushas (evolved souls) and the Sadhana (spiritual practices) that leads to liberation and blessedness beyond this life. It is called Dharma-samsthaapana, Dharmarakshana or Dharmoddhaarana (establishment, protection or revival of righteousness). "Whatever I do, it is for this high purpose; nothing is for My own advancement. Those who know this secret can escape birth and death," said Krishna.

Dalam Mahabharatha, Krishna mengatakan pada Arjuna bahwa menjaga Dharma adalah tugas-Nya. Istilah Sadhu merujuk pada orang yang tidak menyimpang dari tugasnya. Orang yang jahat senantiasa menciptakan masalah dan melakukan tindakan yang bertentangan dengan perintah-perintah kitab suci. Lalu apakah yang dimaksud dengan penegakan Dharma? Bertindak secara ketat sesuai dengan prinsip yang diatur dalam Kitab Suci, menyebarkan di antara orang-orang kemuliaan dan keagungan menjalani kehidupan sesuai dengan Dharma; hormat terhadap kitab-kitab suci, terhadap Tuhan, Awatara dan Paramapurushas dan Sadhana (praktek spiritual) yang mengarah pada pembebasan dan kebahagiaan yang melampaui kehidupan ini. Hal ini disebut Dharma samsthaapana, Dharmarakshana atau Dharmoddhaarana (menegakkan, melindungi, atau membangkitkan kembali kebenaran). "Apapun yang Aku lakukan, adalah untuk tujuan mulia ini;. tidak ada untuk kemajuan-Ku sendiri. Mereka yang mengetahui rahasia ini bisa terbebas dari kelahiran dan kematian," kata Krishna.

-BABA

Saturday, February 4, 2012

Thought for the Day - 4th February 2012 (Saturday)

It is dedication to the Lord that sanctifies all activities. He is the prompter, executor, the giver of the required strength and skill, and the one who enjoys the fruit thereof. So dedication must come naturally to you, for all is His, and nothing is yours! Your duty is to believe that He is the impeller of your activities and draw strength from that belief. Until the wound heals and the new skin hardens, the bandage must protect the place. So too, until reality within is realized, the balm of faith, holy company and holy thoughts must be applied to the ego-affected mind. Develop good habits, mix in the company of the pious, do good deeds and serve those in distress - all these steps will lead you into the glorious path of Self-Knowledge. Take to this discipline from now and save yourselves from grief and distress. I bless that you get the will to do so and to persist until success is won.

Merupakan suatu pengabdian (bhakti) pada Tuhan untuk menyucikan semua aktivitas kita. Dia adalah pendorong, pelaksana, pemberi kekuatan dan keterampilan yang diperlukan, dan kita-lah yang menikmati buahnya. Jadi pengabdian (bhakti) hendaknya datang secara alami, karena semuanya adalah milik-Nya, dan tidak ada yang merupakan milikmu! Tugasmu adalah untuk mempercayai bahwa Dia adalah pendorong semua aktivitasmu dan tariklah kekuatan dari keyakinan tersebut. Sampai luka sembuh dan kulit baru mengeras (terbentuk), maka perban harus melindungi tempat (luka) tersebut. Demikian juga, sampai realitas di dalam diri kita disadari/ dicapai, keyakinan, suci dalam pikiran dan suci dalam pergaulan harus diterapkan pada ego – hal ini dipengaruhi pikiran. Kembangkanlah kebiasaan-kebiasaan yang baik, berbaurlah dalam pergaulan yang baik, lakukanlah perbuatan baik, dan lakukan pelayanan pada mereka yang mengalami kesusahan/ penderitaan - semua langkah ini akan membawamu pada jalan mulia yaitu Pengetahuan Atma. Lakukanlah disiplin ini dari sekarang dan selamatkanlah dirimu dari kesedihan dan kesusahan. Aku memberkatimu mendapatkan keinginan untuk melakukannya dan untuk tetap melakukannya sampai keberhasilan dapat dicapai.

-BABA

Friday, February 3, 2012

Thought for the Day - 3rd February 2012 (Friday)

Virtuous character is found in Nature, and among the animals and birds as well. In the epic Ramayana, the eagle Jatayu was saved as a result of his virtuous nature (Guna). That is the reason why several monkeys too were given a chance to serve and be blessed with His grace. The same reason prompted the Lord to bless the squirrels who contributed to building the bridge in the epic. A monk or devotee is not made by a string of beads, an ochre robe and a stick in the hand. The clothes one wears and the language one has on the tongue do not decide who is a virtuous person and who is not; it is one’s conduct that settles it. Even animals have the potentiality to be good. Fostering goodness everywhere in everyone is the best means of ensuring the welfare of the world.

Karakter yang baik (berbudi luhur) ditemukan di Alam, dan di antara hewan-hewan dan juga burung-burung. Dalam epik Ramayana, Jatayu si burung Garuda diselamatkan karena kebajikannya (Guna). Itu juga alasannya mengapa beberapa monyet juga diberi kesempatan untuk melayani dan diberkati dengan rahmat-Nya. Alasan yang sama juga diberikan Sri Rama untuk memberkati tupai yang berkontribusi untuk membangun jembatan pada epik Ramayana tersebut. Seorang bhikkhu atau pemuja (bhakta) bukanlah mereka yang membawa tasbih, memakai jubah oranye, dan membawa tongkat di tangan. Pakaian yang dikenakan seseorang dan bahasa yang diucapkan oleh lidah tidaklah menentukan apakah seseorang itu baik atau tidak; itu adalah perilaku yang ada pada diri seseorang. Bahkan hewan-hewanpun memiliki potensi untuk menjadi baik. Mengembangkan kebaikan di mana-mana pada semua orang adalah cara terbaik untuk menjamin kesejahteraan dunia.

-BABA

Thursday, February 2, 2012

Thought for the Day - 2nd February 2012 (Thursday)

Service to your fellow beings is more needed than service to the Lord. In fact, serving a person is equal to serving the Lord Himself. That is the path of true devotion. For what greater means can there be to please God than that of pleasing His children? The scripture Purusha Suktha describes God as having a thousand heads, eyes and feet. That is to say, every living being is God. Though there is a mention of a thousand heads, there is no mention of a thousand hearts, there is only one heart. The same blood circulates through all the heads, eyes, feet and limbs. When you tend to the limb, you tend to the individual. When you serve a human being, you serve God. When your goal is to serve and adore God, every step will yield you a spring of joy, and every moment, every opportunity is a valuable gift from Him.

Memberikan pelayanan pada sesamamu lebih dibutuhkan daripada memberikan pelayanan pada Tuhan. Bahkan, melayani seseorang sama artinya dengan melayani Tuhan itu sendiri. Itulah jalan pengabdian yang sejati. Manakah yang lebih mulia menyenangkan Tuhan daripada menyenangkan anak-anak-Nya? Kitab Purusha Suktha menggambarkan Tuhan memiliki seribu kepala, seribu mata dan seribu kaki. Artinya, setiap makhluk hidup adalah Tuhan. Meskipun ada yang menyebutkan memiliki seribu kepala, tidak ada yang menyebutkan memiliki seribu hati, hanya ada satu hati. Darah yang sama mengalir melalui semua kepala, mata, kaki dan anggota badan. Ketika engkau lebih memperhatikan anggota badan, engkau cenderung individual. Ketika engkau melayani manusia, sama halnya engkau melayani Tuhan. Bila tujuanmu adalah untuk melayani dan memuja Tuhan, setiap langkah akan menghasilkan sukacita kebahagiaan, dan setiap saat, setiap kesempatan adalah karunia yang berharga dari-Nya.

-BABA

Thought for the Day - 1st February 2012 (Wednesday)

The task of every Avatar has been to protect the sadhus, punish the wicked and support right conduct (Dharma). By sadhus, I do not mean monks and ascetics alone, as it is generally understood. It means the ones who practice goodness, uprightness and virtue (sadhu-guna). Note that these can be possessed by animals and even insects. The promotion of Sathwa guna (purity) is the best means of fostering sadhus. Being the embodiment of this sacred Guna, the Avatar fosters it wherever people practising virtues are found. Sadhu also implies those persons who do not swerve from their duty, whatever be the temptation or threat. All those who follow right conduct, (Sadachara), who are virtuous (Sadsheela), who adhere to truth (Sathya), who yearn for the Divine presence (Sannidhi) of the Lord (Sarveswara), who observe Sad-dharma, who consider all (Sarvajana) as equal (Samaana); all of them are dear to Me and deserve My special attention.

Tugas setiap Awatara turun ke dunia adalah untuk melindungi para Sadhu, menghukum orang yang jahat  dan mendukung mereka yang berperilaku benar (Dharma). Yang dimaksud para Sadhu disini bukanlah hanya pertapa saja, seperti yang umumnya dipahami oleh orang kebanyakan. Sadhu berarti orang-orang yang mempraktekkan kebaikan, kejujuran dan kebajikan (sadhu-guna). Hal ini dapat dimiliki oleh hewan dan bahkan serangga. Meningkatkan Sathwa guna (kemurnian) adalah cara terbaik untuk mengembangkan Sadhu. Menjadi perwujudan Satwa Guna ini, Awatara mengembangkan kebajikan di mana pun orang mempraktekkan kebaikan ditemukan. Sadhu juga berarti orang-orang yang tidak menyimpang dari tugas mereka, apapun godaan atau ancamannya. Semua orang yang mengikuti perilaku yang benar (Sadachara), yang berbudi (Sadsheela), yang mematuhi kebenaran (Sathya), yang merindukan kehadiran (Sannidhi) Tuhan (Sarveswara), yang mematuhi Sad-dharma, yang menganggap semua (Sarvajana) sebagai sama (Samaana), mereka semua adalah kesayangan-Ku, dan mereka layak mendapatkan perhatian khusus dari-Ku.

-BABA