Monday, September 30, 2013

Thought for the Day - 30th September 2013 (Monday)


There was a man from Puttaparthi who lived in a solitary hut on the banks of the Ganga. He was engaged in severe penance and was admired by other monks. One day, while bathing in the river, he overheard a party of pilgrims who had just alighted from the bus, talking in Telugu. His attachment to his mother tongue dragged him; He asked them where they came from. Slowly, he gathered that they were from Anantapur District, Penukonda Taluk. His ears ached for further details. When they said they were from Puttaparthi, the monk was elated and began enquiring about his lands, family and friends. When he learnt that a few of them had passed away, he started weeping! All his years of penance broke down before the onslaught of language-attachment! Practice detachment from now on, slowly and steadily! Do not continue to add things that bind you to them. Bind yourself to the great liberator, God.

Ada seorang pria berasal dari Puttaparthi yang tinggal di sebuah gubuk sunyi di tepi sungai Gangga. Ia melaksanakan pertapaan berat dan dikagumi oleh para biksu/rahib lainnya. Suatu hari, saat mandi di sungai, ia kebetulan mendengar rombongan peziarah yang baru saja turun dari bus, berbicara dalam bahasa Telugu. Keterikatannya dengan bahasa ibunya menyeretnya; ia bertanya kepada mereka darimana mereka berasal. Perlahan-lahan, dia mengetahui bahwa mereka berasal dari Anantapur District, Penukonda Taluk. Telinganya ingin sekali mendengarkan rincian lebih lanjut. Ketika mereka mengatakan mereka dari Puttaparthi, ia sangat gembira dan mulai bertanya tentang tanahnya, keluarganya, dan teman-temannya. Ketika ia mengetahui bahwa beberapa dari mereka telah meninggal, ia mulai menangis! Semua pertapaan yang telah ia lakukan selama bertahun-tahun jebol karena serangan kemelekatan pada bahasa! Praktikkanlah tanpa kemelekatan dari sekarang, perlahan dan terus-menerus! Janganlah terus menambahkan hal-hal yang mengikatmu pada objek-objek duniawi. Ikatlah dirimu pada sang pemberi pembebasan yaitu Tuhan.
-BABA

Thought for the Day - 30th September 2013 (Monday)


There was a man from Puttaparthi who lived in a solitary hut on the banks of the Ganga. He was engaged in severe penance and was admired by other monks. One day, while bathing in the river, he overheard a party of pilgrims who had just alighted from the bus, talking in Telugu. His attachment to his mother tongue dragged him; He asked them where they came from. Slowly, he gathered that they were from Anantapur District, Penukonda Taluk. His ears ached for further details. When they said they were from Puttaparthi, the monk was elated and began enquiring about his lands, family and friends. When he learnt that a few of them had passed away, he started weeping! All his years of penance broke down before the onslaught of language-attachment! Practice detachment from now on, slowly and steadily! Do not continue to add things that bind you to them. Bind yourself to the great liberator, God.

Ada seorang pria berasal dari Puttaparthi yang tinggal di sebuah gubuk sunyi di tepi sungai Gangga. Ia melaksanakan pertapaan berat dan dikagumi oleh para biksu/rahib lainnya. Suatu hari, saat mandi di sungai, ia kebetulan mendengar rombongan peziarah yang baru saja turun dari bus, berbicara dalam bahasa Telugu. Keterikatannya dengan bahasa ibunya menyeretnya; ia bertanya kepada mereka darimana mereka berasal. Perlahan-lahan, dia mengetahui bahwa mereka berasal dari Anantapur District, Penukonda Taluk. Telinganya ingin sekali mendengarkan rincian lebih lanjut. Ketika mereka mengatakan mereka dari Puttaparthi, ia sangat gembira dan mulai bertanya tentang tanahnya, keluarganya, dan teman-temannya. Ketika ia mengetahui bahwa beberapa dari mereka telah meninggal, ia mulai menangis! Semua pertapaan yang telah ia lakukan selama bertahun-tahun jebol karena serangan kemelekatan pada bahasa! Praktikkanlah tanpa kemelekatan dari sekarang, perlahan dan terus-menerus! Janganlah terus menambahkan hal-hal yang mengikatmu pada objek-objek duniawi. Ikatlah dirimu pada sang pemberi pembebasan yaitu Tuhan.
-BABA

Sunday, September 29, 2013

Thought for the Day - 29th September 2013 (Sunday)


 
No manifestation of the Lord needs any publicity. What do you know about God? Is your faith unshakable? You praise Him when things go well, and blame when things go wrong. Even before your devotion ripens, you strive to lead others, and plan for subscriptions and associations; all this is mere show which brings more spiritual loss than gain. When you start publicity you descend to the level of those who compete in collecting clientele, decrying others and extolling themselves. Remember, where money is calculated, garnered and exhibited to demonstrate one's achievements, God will not be present. God comes only where sincerity, faith and surrender are valued. Sing with yearning for Him. Hours of shouting do not count; a moment of concentrated prayer from the heart is enough to melt and move God.

Tidak ada manifestasi/perwujudan Tuhan yang membutuhkan publisitas. Apa yang engkau ketahui tentang Tuhan? Apakah keyakinanmu tak tergoyahkan? Engkau memuji Beliau ketika hal-hal berjalan dengan baik, dan menyalahkan Beliau ketika terjadi kesalahan. Bahkan sebelum pengabdian/bhakti-mu matang, engkau berusaha untuk mengarahkan orang lain, dan merencanakan untuk berasosiasi, semua ini hanya akan membawa kerugian pada spiritual, bukan keuntungan. Ketika engkau memulai publisitas, engkau turun ke level mereka yang bersaing dalam mengumpulkan klien/pelanggan, mencela orang lain, dan memuji diri sendiri. Ingatlah, di mana uang dihitung, dikumpulkan, dan dipamerkan untuk menunjukkan pencapaian seseorang, Tuhan tidak akan hadir disana. Tuhan hanya akan datang apabila ketulusan, keyakinan, dan kepasrahan dihargai. Nyanyikanlah lagu kemuliaan Tuhan dengan kerinduan pada-Nya. Berjam-jam berteriak tidak akan dihitung; saat doa terkonsentrasi dari hati cukup untuk melumerkan dan menggerakkan Tuhan.
-BABA

Saturday, September 28, 2013

Thought for the Day - 28th September 2013 (Saturday)

You must dive deep into the sea to get the pearls. What good is it to dabble among the waves near the shore and swear that the sea has no pearls in it and all tales of its existence are false? So too, if you are determined to get the full benefit from the Sathya Sai Avatar (or any form of the Divine), dive deep and get immersed in full. Half-heartedness, hesitation, doubt, cynicism, listening to tales, etc. is of no avail. Concentrated complete faith alone can bring victory. This is true of any worldly activity, is it not? How much more true must it be in the spiritual field? A hundred people might come to your house and even treat you with affection, but you do not address them as, “Papa or Daddy!” So too, remain attached to the one Name and Form that is dear to you. Have your mind fixed on that form at all times.

Engkau harus menyelam ke dalam laut untuk mendapatkan mutiara. Apa gunanya menceburkan diri pada gelombang dekat pantai dan mengatakan bahwa laut tidak memiliki mutiara di dalamnya dan semua cerita tentang keberadaan mutiara adalah palsu? Demikian juga, jika engkau bertekad untuk mendapatkan manfaat penuh dari Sathya Sai Avatar (atau wujud Tuhan apapun), menyelamlah jauh dan tenggelam secara penuh. Jika engkau setengah hati, ragu-ragu, bimbang, sinisme, mendengarkan cerita-cerita, dll, ini tidak akan ada manfaatnya. Hanya dengan keyakinan penuh yang bisa membawa kemenangan. Bukankah hal ini juga berlaku bagi setiap aktivitas duniawi? Ratusan orang mungkin datang ke rumahmu dan bahkan memperlakukan engkau dengan kasih sayang, tetapi engkau tidak menyapa mereka sebagai, "Papa atau Daddy!" Demikian juga, engkau hendaknya tetap melekat pada satu Nama dan Wujud Tuhan yang engkau sukai. Tetapkanlah satu Wujud Tuhan dalam pikiranmu, setiap saat.

-BABA

Friday, September 27, 2013

Thought for the Day - 27th September 2013 (Friday)


You take drugs in a vain attempt to escape from the grip of diseases. But you are unaware of the diseases that eat into the very vitals of your happiness and make you a social danger – the maladies of envy, malice, hatred and greed. Take this best medicine to rid yourself of these diseases! Believe that the Lord is living in every heart and so when you inflict pain, physical or mental, on anyone, you are slighting the Lord Himself. Never entertain hatred or contempt in your heart. Show your resentment, if you must, through carefully selected words but never through action. Introspect and repent for your own errors and pray for strength to refrain from your shortcomings.

Engkau menggunakan obat dalam upaya sia-sia untuk melarikan diri dari cengkeraman penyakit. Tetapi engkau tidak menyadari penyakit yang sangat vital yang mengganggu kebahagiaanmu dan juga berbahaya bagi masyarakat yaitu  penyakit iri hati, kedengkian, kebencian, dan keserakahan. Gunakanlah obat yang terbaik untuk membersihkan diri dari penyakit ini! Percayalah bahwa Tuhan ada dalam setiap hati dan jika engkau menyakiti, baik fisik atau mental, pada siapa pun, itu sama halnya dengan menyakiti Tuhan. Janganlah menyimpan kebencian atau penghinaan dalam hatimu. Jika engkau harus menunjukkan kekesalanmu, pilihlah melalui kata-kata yang dipilih dengan cermat, tetapi janganlah melalui tindakan. Engkau hendaknya melakukan introspeksi dan menyesali kesalahanmu sendiri dan berdoa untuk mendapatkan kekuatan untuk menahan diri dari kekurangan-kekurangan yang ada dalam dirimu.

-BABA

Thursday, September 26, 2013

Thought for the Day - 26th September 2013 (Thursday)


It is to clear the path of spiritual progress of mankind that the Lord incarnates from time to time. The restlessness (ashanthi) in which man is immersed has to be curbed. That is what is meant by the declaration parithraanaaya saadhoonam - ‘the saving of the good’; the saving of individual beings from the tentacles of restlessness caused by want of knowledge, of the relative unimportance of worldly things. All beings must get peace and true happiness; that is the mission on which the Lord comes again and again on this earth. He selects a place full of holiness and takes on the human form, so that you may meet and talk to Him, understand and appreciate, listen and follow, experience and benefit.

Demi untuk kemajuan spiritual umat manusia, maka Tuhan berinkarnasi dari waktu ke waktu. Rasa gelisah/tidak tenang (ashanthi) harus diatasi. Itulah yang dimaksud dengan pernyataan parithraanaaya saadhoonam - 'menyelamatkan yang baik'; menyelamatkan individu dari tentakel kegelisahan yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan, serta dari hal-hal yang tidak penting yang berhubungan dengan duniawi. Semua makhluk harus mendapatkan kedamaian dan kebahagiaan sejati, inilah misi Tuhan berinkarnasi ke bumi berkali-kali. Beliau memilih tempat yang penuh dengan kesucian dan mengambil wujud sebagai manusia, sehingga kalian dapat bertemu dan berbicara dengan-Nya, memahami dan menghargai, mendengarkan dan mengikuti, serta mengalami dan mendapatkan manfaat dari Beliau.
-BABA

Wednesday, September 25, 2013

Thought for the Day - 25th September 2013 (Wednesday)


We must have the awareness of the relative value of things; the discrimination between the real and relatively real. The gifts of reason and conscience must not be wasted through neglect. Your story should not be a repetition of that of the woodcutter, who was given a huge sandalwood forest as a reward, but, who out of sheer ignorance of the value of the trees, burnt the trees and sold them as charcoal at so much per bag! You ignore the Divinity that you really are and waste the opportunity to unfold it. Ignorance (ajnana) is imported from outside; what is native to you, what is within is wisdom (Jnana).

Kita harus memiliki kesadaran akan nilai relatif sesuatu; diskriminasi antara yang nyata dan relatif nyata. Karunia berupa akal dan hati nurani hendaknya janganlah disia-siakan. Janganlah engkau mengulang cerita seorang penebang kayu, yang dihadiahi kayu cendana, tetapi karena kebodohannya akan nilai dari kayu cendana tersebut, ia membakar-nya dan menjualnya sebagai arang! Engkau mengabaikan Divinity dan menyia-nyiakan kesempatan untuk mengembangkannya. Sesungguhnya, kebodohan/ketidaktahuan (ajnana) berasal dari luar, yang sebenarnya asli atau bawaanmu sejak lahir adalah apa yang ada di dalam dirimu yaitu kebijaksanaan (Jnana).

-BABA

Tuesday, September 24, 2013

Thought for the Day - 24th September 2013 (Tuesday)


People seek frantically for peace and happiness in a thousand ways along a thousand roads. Real peace is to be got only in the depths of the spirit, in the discipline of the mind, in faith in the One base of all this seeming multiplicity. And the joy of that experience, the profound exhilaration which accompanies it cannot be communicated in words. All shravanam and kirthanam (hearing and singing God's names) is to take you nearer that experience. Shravanam is the medicine that you take internally and kirthanam is the balm you apply externally. Both are needed. Develop devotion to the Lord using as many means as possible. Your mind and the intellect must be trained and controlled, that is the sole aim.

Orang-orang dengan kebingungan mencari kedamaian dan kebahagiaan dalam seribu cara sepanjang seribu jalan. Kedamaian sejati hanya didapat di kedalaman jiwa, dalam disiplin pikiran dan dalam keyakinan. Dan sukacita pengalaman yang didapat tersebut, kegembiraan yang mendalam yang menyertainya tidak dapat dikomunikasikan dengan kata-kata. Semua shravanam dan kirthanam (mendengar dan menyanyikan nama Tuhan) adalah untuk membawamu lebih dekat pada pengalaman itu. Shravanam adalah obat yang dapat engkau gunakan secara internal dan kirthanam adalah minyak balsem yang dapat engkau gunakan secara eksternal. Keduanya diperlukan. Kembangkanlah pengabdian kepada Tuhan dengan sebanyak cara yang mungkin bisa engkau gunakan. Pikiranmu dan intelekmu harus dilatih dan dikendalikan, inilah satu-satunya tujuan.

-BABA

Monday, September 23, 2013

Thought for the Day - 22nd & 23rd September 2013

Date: Sunday, September 22, 2013

The jeevi (individual soul) has come to this birth in order to reveal the splendour of the spark of Godhead which It is. A rat is attracted by strong smelling cheap little stuff inside the trap; it neglects all other articles of food in the granary, and thus falls a prey to its own foolishness. Similarly people disregard and waste their life in the pursuit of mortal riches. Be aware and alert. Live in the world but develop the skills to wonder and discriminate between the eternal and temporary. Learn to see through this drama and discover the Director behind the scenes, who is none else than God. You can easily develop these skills through devotion (Bhakthi), based on performing duty without any expectation of results (Nishkama Karma).

Jeevi (jiwa) telah datang dengan kelahiran ini untuk mengungkapkan kemuliaan percikan Tuhan. Seekor tikus tertarik dengan bau yang kuat yang ada di dalam perangkap; ia mengabaikan semua makanan lainnya di lumbung padi, dan dengan demikian ia terperangkap karena kebodohannya sendiri. Demikian pula orang-orang mengabaikan dan menyia-nyiakan hidup mereka dalam mengejar kekayaan fana dan bersifat sementara. Jadi sadar dan waspadalah. Engkau menjalani kehidupan di dunia  tetapi kembangkanlah untuk mencari tahu dan bisa membedakan antara yang abadi dan sementara. Belajarlah untuk melihat melalui drama ini dan menemukan Sang Sutradara yang berada di belakang layar, yang tidak lain adalah Tuhan. Engkau dapat dengan mudah mengembangkan keterampilan ini melalui pengabdian (Bhakthi), yang didasarkan pada melaksanakan kewajiban tanpa mengharapkan hasil (Nishkama karma).

-BABA


Date: Monday, September 23, 2013

Every one of you has in possession a ticket for liberation from the cycle of birth and death. But most do not know the train that has to be boarded; many get down at intermediate stations, imagining them to be the terminus and wander helplessly in the wilderness, or are carried away by sights and scenes. Until the wound heals, and the new skin is formed and hardens, the bandage is essential. So too, until Reality is realized, the balm of faith, holy company and holy thoughts must be applied to the ego-affected mind. It is dedication to the Lord that sanctifies all activities. He is the Prompter, the Executor, the Giver of the required strength and skill, and the Enjoyer of the fruit thereof. So dedication must come naturally to you, for all is His, and nothing is yours. Your duty is to believe that He is the impeller of your activities and draw strength from that belief.

Setiap orang memiliki sebuah tiket menuju pembebasan dari siklus kelahiran dan kematian. Tetapi kebanyakan orang tidak mengetahui kereta yang harus ditumpangi; banyak yang turun di pertengahan stasiun, membayangkan mereka telah sampai di batas akhir/stasiun terakhir dan lalu mengembara tak berdaya di hutan belantara, atau terbawa oleh pemandangan dan suasana. Dapat diibaratkan jika kulit kita terluka, perban sangat penting, sampai luka tersebut sembuh dan kulit baru telah terbentuk. Demikian juga, sampai Realitas-nya disadari, keyakinan, pergaulan yang baik, dan pikiran yang suci harus diterapkan pada pikiran yang dipengaruhi oleh ego. Inilah dedikasi kepada Tuhan yang bisa menyucikan semua aktivitas. Dia adalah pendorong, pelaksana, pemberi kekuatan dan keterampilan yang diperlukan, dan juga sebagai Sang penikmat buah tersebut. Jadi dedikasi harus datang secara alami pada dirimu, karena semua adalah milik-Nya, dan tidak ada milikmu. Tugasmu adalah percaya bahwa Dia adalah pendorong semua kegiatan dan tariklah kekuatan dari keyakinan itu.

-BABA

Saturday, September 21, 2013

Thought for the Day - 21st September 2013 (Saturday)


Repentance saves even sinners from perdition. No ceremony of expiation is as effective as sincere repentance. The shopkeeper may give short measure at times, but he will never accept less money; the bill always has to be settled in full. Pay it through repentance. You cannot deceive the Lord with insincerity. Unless you correct yourself through detachment and sacrifice, you cannot reach God. The Lord can be understood, only if you approach Him, develop attachment to Him, have unswerving loyalty to Him and have full faith in Him. You will easily understand Him when you feel that you are but the instrument and He wills every little movement, everywhere. Give up egoism in full, and develop faith. Then you can most certainly see Him.

Rasa penyesalan/pertobatan dapat menyelamatkan bahkan orang berdosa dari kehancuran. Tidak ada upacara penebusan dosa yang seefektif pertobatan yang tulus. Kadang-kadang pemilik toko memberikan timbangan yang tidak sesuai, tetapi dia tidak pernah kurang menerima uang.  Tagihan harus selalu  diselesaikan secara penuh, maka bayarlah melalui pertobatan. Engkau tidak bisa menipu Tuhan dengan ketidaktulusan. Kecuali jika engkau memperbaiki dirimu sendiri melalui tanpa kemelekatan dan pengorbanan, engkau tidak akan bisa mencapai Tuhan. Tuhan dapat dipahami, hanya jika engkau mendekati-Nya, mengembangkan keterikatan kepada-Nya, memiliki loyalitas yang tidak tergoyahkan kepada-Nya dan memiliki keyakinan penuh kepada-Nya. Engkau dengan mudah akan memahami-Nya ketika engkau merasakan bahwa engkau hanyalah instrumen dan dimanapun, hanya karena kehendak-Nya setiap gerakan kecil bisa terjadi. Tinggalkanlah egoisme, dan kembangkanlah keyakinan, maka engkau pasti bisa memahami-Nya. 

-BABA

Friday, September 20, 2013

Thought for the Day - 20th September 2013 (Friday)

The master of the house makes all the elaborate arrangements for a marriage in the family. He plans meticulously for the wedding ceremony, the reception, the menu, the illumination, the music, the decoration, etc.. These are very exciting when they are being planned and even while they are executed. But in the end when the bills arrive, will the master still be happy? In quite a few places, after the event is done, there may even be angst, disgust and grief. Isn’t it known from such experience that there is more joy in the actual doing than in the result that accrues. So it must be easy to discard the fruits of action, provided you spend some thought on the process of karma (performing action), and the worth of its fruit.

Tuan rumah membuat semua pengaturan yang rumit untuk pernikahan dalam keluarga. Dia merencanakan dengan cermat untuk upacara pernikahan, resepsi, menu, pencahayaan, musik, dekorasi, dll. Ini sangat menarik ketika sedang direncanakan dan bahkan ketika waktu pelaksanaannya. Tetapi pada akhirnya ketika tagihan tiba, apakah sang tuan rumah masih merasa bahagia? Di beberapa tempat, setelah acara selesai, mungkin ada kecemasan dan kesedihan. Bukankah diketahui dari pengalaman tersebut bahwa ada sukacita yang dirasakan pada saat menjalankannya daripada hasil yang ditimbulkannya. Dengan demikian, seharusnya mudah untuk membuang hasil dari perbuatan, asalkan engkau melakukan perenungan pada proses karma (melakukan tindakan), dan nilai dari buah/hasilnya.

-BABA

Thursday, September 19, 2013

Thought for the Day- 19th September 2013 (Thursday)

A devotee of Hanuman was once driving a cartload of grain to the market. On the way, one wheel got stuck and the cart could not be drawn forward. The cart slanted too, and a few bags fell on the ground. The devotee sat on the cart and started praying to Hanuman. He completed chanting the 108 names and even the 1008 names. When nothing happened, he started blaming the Lord and reviling Him for not rescuing him. Hanuman then appeared and took him to task! “Young man, instead of doing your duty by applying your strength on the job, you sat there, prayed and started reviling Me!” Come on, put your shoulder to the wheel and lift it up chanting My name! First contribute self-effort,” said the Lord. You must use all the talents awarded to you in a prayerful and humble mood. Until then, you have no right to seek the help and intervention of the Lord.

Suatu ketika, seorang pemuja/bhakta Hanuman membawa segerobak penuh gandum ke pasar. Dalam perjalanan, salah satu roda tidak bisa bergerak dan gerobak tidak bisa ditarik maju. Gerobakpun miring, dan beberapa kantong gandum jatuh di tanah. Bhakta tersebut duduk di gerobak dan mulai berdoa kepada Hanuman. Ia melantunkan 108 nama dan bahkan 1008 nama. Ketika tidak terjadi apapun, ia mulai menyalahkan Tuhan dan mencaci-Nya karena tidak menyelamatkannya. Hanuman kemudian muncul dan memberitahukan tugasnya! "Anak muda, bukannya melakukan tugasmu dengan menggunakan kekuatanmu untuk bekerja, engkau duduk, berdoa dan mulai mencaci Aku!" Ayolah, angkatlah roda tersebut dan chantingkan nama-Ku! Pertama-tama engkau menggunakan usahamu sendiri. Engkau harus menggunakan semua bakat yang telah diberikan kepadamu dalam suasana hati yang penuh doa, dan rendah hati. Saat itu, engkau tidak memiliki hak untuk mencari bantuan dan meng-intervensi Tuhan.

-BABA

Wednesday, September 18, 2013

Thought for the Day - 18th September 2013 (Wednesday)


Your duty (Karma) has to be done righteously (in dharma). Those dominated by ignorance (Thamas) do their duty solely for the sake of the fruits thereof and they resort to all sorts of subterfuges in order to gain the results they desire. For this category of people, the end justifies the means. Those dominated by passion (Rajas) are proud and pompous, and boast that they are the doers, the benefactors and the experiencers. Those dominated by qualities of calm serenity (Sathwa) do their duties regardless of the fruits thereof and leave the result to the Lord. They will not worry whether it leads to success or failure, ever conscious of their duties and never of their rights. As a matter of fact, there is more joy in the actual doing, than in the result that accrues. This attitude must be the experience of every true seeker.

Kewajibanmu (karma) ini harus dilakukan dengan benar (dalam dharma). Mereka yang didominasi oleh ketidaktahuan (Thamas) melakukan tugas mereka semata-mata demi buah/hasil perbuatannya dan mereka menggunakan segala macam dalih untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Untuk kategori ini, hasil akhir yang berarti. Mereka yang didominasi oleh gairah (Rajas), bangga dan sombong, serta membanggakan diri bahwa mereka adalah pelaku, orang bajik, dan berpengalaman. Mereka yang didominasi ketenangan (Sathwa) melakukan tugas mereka tanpa memperhatikan buah/hasilnya dan menyerahkan hasil-nya kepada Tuhan. Mereka tidak akan cemas apakah itu akan mengarah pada keberhasilan atau kegagalan, selalu menyadari tugasnya dan tidak menuntut hak-haknya. Sesungguhnya, ada kebahagiaan ketika melakukannya, daripada hasil yang ditimbulkannya. Setiap pencari spiritual hendaknya mengalami sikap seperti ini.

-BABA

Tuesday, September 17, 2013

Thought for the Day - 17th September 2013 (Tuesday)


Look at Arjuna! When the choice was placed before him to decide which he should receive – the entire army of redoubtable Yadhava war heroes or Lord Krishna alone, unarmed and refusing to fight – without any hesitation, he chose Krishna alone! He knew; he believed; and so, he was saved. What profit will an individual or country make if it accumulates money, gold and grain? The bliss derived from the worship of the Lord which arouses spiritual joy is, any day, far more desirable than the above. Want of faith is a source of true weakness. Love (Prema) is the seed, the overpowering experience of merging with the Divine is the tree (thanmayathwam), and inexhaustible bliss (Anandam) is the fruit. Achieve this consummation with firm faith in the Divine.

Lihatlah Arjuna! Ketika dihadapannya ditempatkan pilihan  untuk memutuskan antara - seluruh tentara perang Yadhava yang dahsyat  atau Sri Krishna sendiri yang tanpa senjata dan menolak untuk bertempur - tanpa ragu-ragu, ia memilih Krishna sendiri! Dia tahu, dia percaya, dia pasti diselamatkan. Apa keuntungan seorang individu atau suatu negara jika mengumpulkan uang, emas, dan biji-bijian? Kebahagiaan yang berasal dari pemujaan terhadap Tuhan yang membangkitkan kebahagiaan spiritual, setiap hari, jauh lebih diinginkan daripada yang tersebut di atas. Menginginkan keyakinan adalah sumber kelemahan sejati. Cinta-kasih (Prema) dapat diibaratkan sebagai benih, mengalami penyatuan dengan Tuhan dapat diibaratkan sebagai pohon (thanmayathwam), dan kebahagiaan yang tiada habis-habisnya (Anandam) adalah buahnya. Capailah kesempurnaan ini dengan keyakinan yang teguh pada Tuhan.

-BABA

Monday, September 16, 2013

Thought for the Day - 15th September & 16th September 2013

Date: Sunday, September 15, 2013

Devotion (Bhakthi) is the continuous flow of love which is unchanging, sincere and pure (Nithya, Sathya, Nirmalam). There is no one who is devoid of devotion; deep within the core, everyone has the feeling of kinship with all creatures. If you have no love, you are like the lamp without the flame. The presence or absence of the feeling makes a lonely man miserable or makes one likeable to many. Love of the pure type is like a bright light. It is not polluted by hate nor is contaminated with greed. Faith in God and faith in doing good is very essential. Also you must have faith in the concept of merit and sin (punya and papa). This will help you examine each act and consider its consequences before taking the action. Devotion makes you aware of the Lord, who sustains and supports every being and brings you nearer and dearer to Him.

Pengabdian (Bhakthi) adalah aliran kontinu cinta-kasih yang tidak berubah, tulus, dan murni (Nithya, Sathya, Nirmalam). Tidak ada orang yang tanpa cinta-kasih, jauh di dalam dasar hati, setiap orang memiliki perasaan kekeluargaan/kekerabatan dengan semua makhluk. Jika engkau tidak memiliki cinta-kasih, engkau dapat diibaratkan seperti lentera tanpa cahaya. Ada atau tidak adanya perasaan akan membuat manusia menderita kesepian atau membuat orang menyenangkan bagi banyak orang. Cinta-kasih yang murni seperti cahaya terang, tidak tercemar oleh kebencian atau terkontaminasi dengan keserakahan. Keyakinan kepada Tuhan dan selalu melakukan yang baik adalah sangat penting. Engkau juga harus memiliki keyakinan dalam konsep pahala dan dosa (punya dan papa). Hal ini akan membantumu memeriksa setiap tindakan dan mempertimbangkan konsekuensinya sebelum bertindak. Pengabdian membuatmu menyadari Tuhan, yang menopang dan mendukung setiap makhluk dan membawamu lebih dekat dan lebih disayang oleh-Nya.
-BABA

Date: Monday, September 16, 2013

The love of the Gopis towards Krishna has led many ignorant people enmeshed in worldly attachments and physical attractions, to turn their faces away from God. Before passing judgement on any subject, you must investigate closely. The love of the Gopis towards Krishna was super-physical, the love of the soul for the Over-soul, of the river for the sea. Their joy when they feel His presence is as supreme as their grief when they feel they are deprived of it. That is why among the songs of the saints, you have Nindhaasthuthi also; that is to say, songs, which blame Him for being cruel, partial, negligent, etc.! Persons deep in this type of love see nothing else, hear nothing else; they behave like mad persons in the world’s view.

Cinta-kasih para gopi kepada Sri Krishna telah menyebabkan banyak orang-orang terjebak dalam keterikatan duniawi dan daya tarik fisik, yang mengalihkan pandangan mereka jauh dari Tuhan. Sebelum menilai masalah apapun, engkau harus menyelidikinya dengan teliti. Cinta-kasih para gopi pada Sri Krishna adalah super-fisik, cinta kasih dari soul ‘jiwa’ untuk over-soul, dari sungai untuk laut. Kebahagiaan mereka ketika mereka merasakan kehadiran-Nya demikian pula kesedihan mereka ketika mereka merasakan kehilangan. Itulah sebabnya di antara nyanyian dari para orang suci, engkau juga menemukan Nindhaasthuthi; artinya, nyanyian yang mencela atau mengeritik Tuhan! Orang-orang yang memiliki jenis cinta-kasih yang mendalam seperti ini,  tidak akan melihat dan mendengar yang lainnya (selain Tuhan); mereka berperilaku seperti orang gila dalam pandangan duniawi.
-BABA

Saturday, September 14, 2013

Thought for the Day - 14th September 2013 (Saturday)


Divinity is above and beyond the intellect and unreachable through the senses. It is its own law; it is independent of all restrictions and modes. Each of the senses can perform only one operation to contribute to gathering knowledge. The ear can inform you of sound; the eyes can speak of colour, the tongue of taste, etc. Know that the Divine is beyond all sensations and systems. Creation, Sustenance and Dissolution (Srishti, Sthithi and Laya) are three expressions of the Divine will. You must penetrate the inner meaning of Creation (Srishti) by performing your duty as worship (Karma Yoga), you must grasp the significance of Sustenance (Sthithi) through Devotion to the Lord (Bhakthi Yoga), and when you attain wisdom (through Jnana Yoga), you arrive at the experience of Laya, Union with Divine.

Keilahian berada diatas dan di luar intelek dan tidak terjangkau melalui indera. Inilah hukumnya sendiri; bebas dari semua pembatasan dan mode. Masing-masing indera hanya dapat melakukan satu pekerjaan kemudian bergabung untuk menghasilkan suatu informasi. Telinga dapat menginformasikan tentang suara, mata tentang warna, lidah mengenai rasa, dll. Ketahuilah bahwa Tuhan berada di luar semua sensasi dan sistem. Penciptaan, Pemeliharaan, dan Peleburan (Srishti, Sthithi, dan Laya) merupakan tiga ekspresi dari kehendak Ilahi. Engkau harus meresapi makna batin Penciptaan (Srishti) dengan melakukan kewajibanmu sebagai ibadah (Karma Yoga), engkau harus memahami pentingnya Sthithi melalui Pengabdian/Bhakti pada Tuhan (Bhakthi Yoga), dan ketika engkau mencapai kebijaksanaan (Jnana melalui yoga), engkau tiba pada pengalaman Laya, menyatu dengan Tuhan.
-BABA

Friday, September 13, 2013

Thought for the Day - 13th September 2013 (Friday)


Treading the Spiritual Path (Sadhana) is very essential because the effects of karma have to be removed by karma alone, as a thorn can be removed only by another thorn. You cannot remove a thorn by a knife, or a hammer or even a sword. The knowledge that the world is unreal was spread by great saints and noble souls, who realised the Divine. But great saints like Shankaracharya persisted in activity in the unreal world, through the establishments of mutts, writing of books and participating in difficult debates. This is to illustrate that you cannot desist from doing karma. However, you must take care that it is saturated with love and promotes the welfare of the world. Soak yourself in Love and purify your thoughts and deeds with Love, then the Lord Himself will awaken your higher consciousness!

Menapaki jalan Spiritual (Sadhana) sangat esensial karena efek dari karma harus dihapus hanya dengan karma itu sendiri, seperti duri yang hanya dapat dicabut dengan duri lainnya. Engkau tidak dapat mencabut duri dengan menggunakan pisau atau palu atau bahkan pedang. Pengetahuan bahwa dunia ini tidak nyata telah disebarkan oleh orang-orang suci dan berjiwa mulia, yang telah menyadari Ilahi. Tetapi orang suci seperti Shankaracharya tetap melakukan kegiatan di dunia yang tidak nyata ini, dengan menulis buku dan berpartisipasi dalam diskusi/pembahasan yang berat. Hal ini untuk menggambarkan bahwa engkau tidak bisa berhenti dari melakukan karma. Namun, engkau harus menjaganya bahwa aktivitas itu dipenuhi dengan cinta-kasih dan untuk meningkatkan kesejahteraan dunia. Resapilah dirimu dalam Cinta-kasih dan murnikan pikiran dan perbuatan dengan Cinta-kasih, maka Tuhan sendiri akan membangkitkan kesadaranmu lebih tinggi!
-BABA

Thursday, September 12, 2013

Thought for the Day - 12th September 2013 (Thursday)


Intellectual scholarship is not very essential for a spiritual aspirant. Develop bliss not by merely mastering difficult scriptures but by cultivating love which begins in your very own home and family, and spreads to all creatures in the Universe. Put down the sharp edged weapon that seeks to analyse and chop the arguments of the opponent, cutting the other’s point of view to pieces. Take the delicacy of love and distribute it to one and all; win over recalcitrant hearts and give joy to all. That is the path of love, along which I shall lead you and guide you. God knows your name, your degrees, profession, status and past, and reveals Himself to you many times, only to satisfy you and give you a glimpse of His love, so that you can mix it with a little of your own and make your life joyful.

Pengetahuan intelektual bukanlah merupakan sesuatu yang esensial bagi para peminat spiritual. Mengembangkan bliss ‘kebahagiaan abadi’ tidak hanya dengan menguasai kitab suci yang sulit tetapi dengan menanamkan cinta kasih yang dimulai dari rumahmu  dan keluargamu sendiri, dan menyebarkannya ke semua makhluk di alam semesta. Singkirkanlah pedangmu yang cenderung suka menganalisa serta memotong argumentasi dari lawan-lawanmu. Ambillah cinta-kasih yang mampu melembutkan hati dan sebarkanlah untuk semuanya; menangkanlah hati yang  keras dan berikanlah sukacita bagi semuanya. Itulah jalan cinta-kasih, sepanjang jalan dimana Aku akan menuntunmu dan membimbingmu. Tuhan mengetahui namamu, gelarmu, profesimu, statusmu dan masa lalu-mu, dan menampakkan diri-Nya padamu berkali-kali, hanya untuk memuaskan engkau dan memberikan sekilas dari cinta kasih-Nya, sehingga engkau dapat membaurkannya dengan dirimu sendiri dan membuat kehidupanmu penuh dengan sukacita.

-BABA