Friday, April 26, 2024

Thought for the Day - 19th April 2024 (Friday)

If we were to write a letter, put it in an envelope, write the correct address on it and affix a postal stamp, the letter would be delivered, be it to the neighbouring street or to a far-off city like Delhi, Calcutta or Bombay. There is no far and near for the address written or for the postage stamp on the letter. Likewise, God makes no distinction between those near to Him or remote from Him.  We have to write down the 'address' of faith correctly. The faith should be unwavering, total and free from doubts of any kind. The letter with the address of faith has also to carry the stamp of Prema (Love). It should be selfless love. Selfish love will be useless. When firm faith is associated with such complete love, the prayers addressed to God are bound to reach Him. This kind of faith has become rare nowadays. Self-confidence is totally absent. How can one without confidence in himself for a mere three days have faith in God? 


- Divine Discourse, Dec 25, 1997.

Faith, determination, courage, intelligence, energy and valour – wherever these six qualities exist, Divine protection is assured.


Jika kita menulis surat, menaruh suratnya di dalam amplop, menulis alamat tujuan yang benar di atas amplop dan menempelkan prangko diatasnya, maka surat itu akan dikirimkan, apakah tujuannya untuk tetangga seberang jalan atau kota terjauh seperti Delhi, Calcutta atau Bombay. Tidak ada kata jauh dan dekat untuk alamat yang dituliskan atau untuk prangko yang ditempelkan di atas surat. Sama halnya, Tuhan tidak membedakan diantara mereka yang dekat dan jauh secara fisik dengan-Nya. Kita harus menuliskan 'alamat' berupa keyakinan dengan benar. Keyakinan harus tidak goyah, total dan bebas dari segala jenis keraguan. Surat dengan alamat berupa keyakinan juga memiliki prangko berupa kasih (Prema). Dan ini seharusnya kasih yang tidak mementingkan diri sendiri. Kasih yang mementingkan diri sendiri akan menjadi tidak berguna. Ketika keyakinan yang teguh dihubungkan dengan kasih yang tidak mementingkan diri sendiri, doa-doa yang dipanjatkan pada Tuhan dipastikan akan mencapai Tuhan. Keyakinan yang seperti ini telah jarang pada saat sekarang. Kepercayaan diri sepenuhnya hilang. Bagaimana seseorang yang tanpa kepercayaan pada dirinya sendiri selama tiga hari bisa memiliki keyakinan pada Tuhan? 


- Divine Discourse, Dec 25, 1997.

Keyakinan, keteguhan hati, keberanian, kecerdasan, energi dan kegigihan – dimanapun keenam kualitas ini ada, pasti ada perlindungan Tuhan. 

Thought for the Day - 18th April 2024 (Thursday)

When the heart is filled with all kinds of worldly desires, there is no room in it for spiritual effort. There is a vast difference between one who is attached to worldly things and one who is devoted to Dharma. This may be illustrated by the actions of Drona and Bhishma, the two principal gurus of the Kauravas. Both Bhishma and Drona were supreme masters in the arts of using astras (weapons directed by mantras) and shastras (lethal weapons). But what a difference between the two! Bhishma was highly spiritually minded. After he was wounded all over the body in the Kurukshetra battle, when blood was flowing from the wounds, lying on a bed of arrows he taught Dharma (righteousness) to the Pandavas. His teachings are contained in the Shanti Parva of the Mahabharata. On the other hand, when Dronacharya heard Yudhishthira say "Aswatthama hatah" (Aswatthama is killed), he did not even wait to hear that it was the elephant named Aswatthama that had died, he concluded that his son Aswatthama had died, and he collapsed on the battlefield. Dronacharya was filled with worldly attachments. Bhishmacharya was filled with love of Dharma (virtuous action). 


- Divine Discourse, Jun 16, 1983.

Earn prosperity (Artha) while adhering to righteousness (Dharma) and have always only one wish (Kama): to get liberated (Moksha) - that is the way to realise the four goals of life.


Ketika hati diliputi dengan semua jenis keinginan duniawi, maka disana tidak ada ruang bagi usaha spiritual. Ada perbedaan yang sangat luas diantara seseorang yang terikat pada hal-hal duniawi dan seseorang yang mengabdi pada Dharma. Hal ini dapat digambarkan dengan tindakan dari Drona dan Bhishma, dimana mereka berdua adalah guru utama dari para Kaurava. Keduanya baik Bhishma dan Drona adalah ahli tertinggi dalam seni menggunakan astra (senjata yang diarahkan dengan melantunkan mantra) dan shastra (senjata mematikan). Namun betapa berbedanya diantara keduanya! Bhishma adalah seseorang dengan pikiran spiritual yang tinggi. Setelah dia terluka di sekujur tubuhnya dalam perang Kurukshetra, ketika darah mengalir dari luka yang ada, berbaring di atas tempat tidur dari anak panah sambil mengajarkan Dharma (kebajikan) kepada para Pandawa. Ajaran yang disampaikan oleh Bhisma terangkum dalam Shanti Parva di epos Mahabharata. Sebaliknya, ketika Dronacharya mendengar Yudhishthira berkata "Aswatthama hatah" (Aswatthama dibunuh), dia bahkan tidak menunggu untuk mendengar secara utuh bahwa gajah bernama Aswatthama yang telah mati, Dronacharya menyimpulkan bahwa putranya Aswatthama telah meninggal, dan dia ambruk di medan perang. Dronacharya diliputi dengan keterikatan duniawi. Bhishmacharya diliputi dengan kasih pada Dharma (tindakan mulia). 


- Divine Discourse, Jun 16, 1983.

Dapatkan kesejahtraan (Artha) sambil berpegang pada Kebajikan (Dharma) dan selalu hanya memiliki satu hasrat (Kama): untuk terbebaskan (Moksha) – itu adalah jalan untuk menyadari empat tujuan hidup.


Thought for the Day - 17th April 2024 (Wednesday)

Tyagaraja derived the name ‘Rama’ from the two letters ‘Ra’ and ‘Ma’ in the two mantras associated with Vishnu and Siva (Om Namo Narayanaya and Om Namah Sivaya). The two mantras, without the syllables ‘Ra’ and ‘Ma’, become meaningless and thus they are the life-giving letters in the two mantras. Rama’s name thus is the life-giving essence of the two great mantras. The term ‘Rama” has another esoteric significance. It consists of three syllables: Ra + A + Ma. ‘Ra’ signifies Agni (the Fire-god). ‘Ra’ representing Agni, the Fire-god, burns away all sins; ‘A’ representing Surya, the Sungod, dispels the darkness of ignorance. ‘Ma’ representing Chandra, the Moon-god, cools one’s temper and produces tranquillity. The name Rama has the triple power of washing away one's sins, removing one's ignorance, and tranquillizing one's mind. How is the profound meaning of this sacred name to be imparted to mankind? This can be done only by the Divine coming in human form and demonstrating to mankind the power of the Divine.


- Divine Discourse, Apr 05, 1998.

Rama’s name signifies the harmony in thought, word and deed.


Tyagaraja mendapatkan nama ‘Rama’ dari dua huruf ‘Ra’ dan ‘Ma’ dalam dua mantra yang berhubungan dengan Wishnu dan Siva (Om Namo Narayanaya dan Om Namah Sivaya). Dua mantra suci ini, tanpa adanya suku kata ‘Ra’ dan ‘Ma’, menjadi tidak bermakna dan kemudian menjadi huruf yang memberikan kehidupan dalam kedua mantra tersebut. Nama Rama adalah hal yang mendasar pemberi kehidupan dari kedua mantra agung itu. Istilah ‘Rama” memiliki makna mendalam yang lain, yang terdiri dari tiga suku kata yaitu: Ra + A + Ma. ‘Ra’ berarti Agni (dewa api). ‘Ra’ melambangkan Agni yaitu Dewa api yang membakar semua dosa; ‘A’ melambangkan Surya (dewa matahari) yang menghilangkan kegelapan kebodohan. ‘Ma’ melambangkan Chandra (dewa bulan) yang mendinginkan emosi seseorang dan menghasilkan ketenangan. Nama suci Rama memiliki tiga kekuatan yaitu : melenyapkan dosa seseorang, melenyapkan kebodohan seseorang, dan menenangkan pikiran seseorang. Bagaimana makna mendalam dari nama suci ini dapat disampaikan pada umat manusia? Hal ini dapat dilakukan hanya dengan inkarnasi Tuhan dalam wujud manusia dan memperlihatkan pada manusia kekuatan Tuhan. 


- Divine Discourse, Apr 05, 1998.

Nama Rama mengandung makna keharmonisan dalam pikiran, perkataan dan tindakan.

Thought for the Day - 16th April 2024 (Tuesday)

Your heart is the temple of Rama. Constantly contemplate on Rama who is immanent in your heart. Rama is there with you, in you, around you not only in your waking state but also in the dream and deep sleep state. He is eternally with you. Rama is not limited to a particular form. He assumes innumerable forms. Though the forms are many, Divinity in them is one. Therefore, whomsoever you see, offer your salutations to him, considering him as the form of Rama. Now Swami is being extolled as Sai Rama and Sai Krishna as He embodies the same principles of Dharma (righteousness), Prema (love) and Shanti (peace) which Lord Rama and Lord Krishna had personified. Rama is immanent in everyone; Easwara is present in all; Rama is within you. In fact, you yourself are Rama. Establish this truth in your heart firmly and spend your time profitably. Then your life will be filled with everlasting bliss. Constantly recite the name of Rama. 


- Divine Discourse, Mar 27, 2007.

You may call the Lord Sai Rama, Sita Rama, Ayodhya Rama or by any other name, but do remember the Name of the Lord, Rama, forever.


Hatimu adalah tempat suci Rama. Dengan tanpa putus lakukan perenungan pada Rama yang selalu ada di dalam hatimu. Rama ada bersamamu, di dalam dirimu, di sekitar dirimu dan tidak hanya dalam keadaan sadar namun juga dalam keadaan mimpi serta tidur yang lelap. Rama selamanya bersamamu. Rama tidak dibatasi pada sebuah wujud tertentu saja. Rama mengambil wujud yang tidak terhitung jumlahnya. Walaupun wujudnya adalah banyak, namun ke-Tuhan-an didalamnya adalah satu. Maka dari itu, siapapun yang engkau lihat, persembahkan rasa hormat padanya, anggaplah dia sebagai wujud Rama. Sekarang Swami sedang dihormati sebagai Sai Rama dan Sai Krishna karena Beliau perwujudan pada prinsip yang sama dari Dharma (kebajikan), Prema (kasih) dan Shanti (kedamaian) yang mana dipersonifikasikan oleh Sri Rama dan Sri Krishna. Rama selalu ada di dalam diri setiap orang; Easwara juga ada di dalam semuanya; Rama ada di dalam dirimu. Sejatinya, dirimu sendiri adalah Rama. Tanamkan kebenaran ini di dalam hatimu dengan kokoh dan gunakan waktu secara bermanfaat. Kemudian hidupmu akan diliputi dengan kebahagiaan yang kekal. Dengan tanpa putus lantunkan nama suci Rama. 


- Divine Discourse, Mar 27, 2007.

Engkau dapat menyebut Tuhan dengan Sai Rama, Sita Rama, Ayodhya Rama atau dengan nama lainnya, namun ingatlah selalu nama Tuhan, Rama, selamanya.


Thought for the Day - 15th April 2024 (Monday)

The distinction made between householders and sanyasis is not of real significance. The wearing of the ochre robe alone will not make a man a devotee of God. By the mere mouthing of mantras, one's sins will not be washed away. Carrying the Gita and shouting slogans will not make one meritorious. Only the man whose thoughts and deeds are in harmony can be called a sadhu (a saintly person). Who are sadhus? Not merely those who don the ochre robe. All are sadhus. All beings have sadhutva (goodness and purity) inherent in them. They have to foster and manifest these qualities and not the external vesture. It is the purity of one's thoughts which reveals one’s sadhutva. There is no need to put on the orange robe to become a sadhu. The heart must be pure. Ravana put on a guise of an ascetic to kidnap Sita. His garb only concealed his evil intent. It is the evil qualities that have to be given up. Even if the process is begun in a small way, it will result in great good. The start must be made when one is young. 


- Divine Discourse, Jan 07, 1988.

When man is not trained to live a good and godly life, teaching him various skills and tricks, only makes him a danger to himself and to others.


Perbedaan yang dibuat diantara berumah tangga dan sanyasin adalah tidak begitu penting. Dengan memakai jubah pertapa saja tidak akan membuat seseorang menjadi bhakta Tuhan. Hanya dengan mengucapkan mantra-mantra, dosa seseorang tidak akan terhapuskan. Dengan membawa kitab suci Bhagavad Gita dan menyampaikan sloka-sloka dalam Gita tidak akan membuat seseorang menjadi berguna. Hanya seseorang yang pikiran dan perbuatannya selaras dapat disebut dengan seorang yang sadhu (orang suci). Siapakah orang sadhu itu? Bukan hanya mereka yang memakai jubah berwarna oker. Semuanya adalah sadhu. Semua makhluk memiliki sadhutva (kebaikan dan kemurnian) yang melekat di dalam dirinya. Mereka harus memupuk dan mewujudkan kualitas-kualitas ini dan bukan pakaian luarnya saja. Adalah kemurnian dari pikiran seseorang yang mengungkapkan kualitas sadhutva yang dimilikinya. Tidak ada gunanya memakai jubah untuk menjadi seorang sadhu. Hati haruslah murni. Ravana menyamar sebagai pertapa untuk menculik Sita. Pakaiannya hanya untuk menutupi niat jahatnya. Adalah sifat-sifat jahat yang harus dilepaskan. Bahkan jika proses untuk itu dimulai dari hal yang kecil, namun akan menghasilkan kebaikan yang sangat besar. Hal ini harus dimulai ketika seseorang masih muda. 


- Divine Discourse, Jan 07, 1988.

Ketika manusia tidak dilatih untuk menjalani hidup yang baik dan mulia, hanya mengajarkan berbagai keahlian dan trik, itu membuatnya menjadi berbahaya bagi dirinya dan orang lain.


Thought for the Day - 14th April 2024 (Sunday)

Today you are celebrating the commencement of the New Year. But, in fact, you should treat every moment as the beginning of a New Year. Many people are worried as to what changes would the New Year bring in the social, political and economic fields. Any change, if it were to take place, will not wait for the arrival of the New Year. In fact, many changes are taking place from moment to moment. You may wonder as to what are the big changes that would take place in this New Year. Whatever happened in the previous year would take place this year also. One need not be worried about these things. You should be worried that there is no transformation in your heart though years have rolled by. You have to get rid of your evil thoughts, words and deeds. You should celebrate the arrival of New Year by inculcating noble and divine feelings. You should experience bliss by visualising the unmanifest atmic principle in this manifest world. 


- Divine Discourse, April 14, 2002.

I do not want you to say that you have listened to My discourses well or that the discourses were good. I want to hear from you that you have thoroughly transformed yourselves.


Hari ini engkau sedang merayakan permulaan tahun baru. Namun, sesungguhnya engkau seharusnya memperlakukan setiap saat sebagai awal dari sebuah tahun baru. Banyak orang mencemaskan perubahan apa yang akan terjadi pada tahun baru di bidang sosial, politik dan ekonomi. Perubahan apa pun yang memang terjadi tidak akan menunggu sampai datangnya tahun baru. Sejatinya, banyak perubahan sedang berlangsung dari waktu ke waktu. Engkau mungkin bertanya-tanya perubahan besar apa yang akan terjadi pada tahun baru ini. Apapun yang terjadi di tahun lalu juga akan terjadi di tahun ini. Seseorang tidak perlu cemas pada hal-hal ini. Engkau seharusnya cemas dimana tidak ada perubahan dalam hatimu walaupun telah melewati bertahun-tahun lamanya. Engkau harus melenyapkan pikiran, perkataan dan perbuatan jahatmu. Engkau seharusnya merayakan datangnya tahun baru dengan meningkatkan perasaan yang luhur dan Ilahi. Engkau seharusnya mengalami kebahagiaan dengan memvisualisasikan prinsip Atma yang tidak disadari dalam dunia nyata ini. 


- Divine Discourse, April 14, 2002.

Aku tidak ingin engkau mengatakan bahwa dirimu telah mendengarkan wejangan-Ku dengan baik atau wejangan itu adalah bagus. Aku ingin mendengarkan darimu bahwa engkau sepenuhnya telah mengubah dirimu.


Thought for the Day - 13th April 2024 (Saturday)

You are a member of the society. Your welfare depends on the welfare of the society. So, aspire for the well-being of one and all. Lokah Samastah Sukhino Bhavantu - May all the worlds be happy! Eschew narrow-mindedness; cultivate broad feelings to experience bliss! This New Year brings with it some good results. The New Year Day is not celebrated merely to partake delicious dishes. Imbibe sacred feelings and resolve to lead a fruitful life. The good and bad of the world depend on your conduct, which in turn depends on your thoughts. So, develop good thoughts. Only then will you be able to lead a noble life. Set an ideal to your fellowmen. Give them happiness. Show compassion towards them. Talk to them lovingly. All this is possible only when you acquire Divine love. So, strive to become the recipient of Divine love. Chant His Name wholeheartedly. 


- Divine Discourse, Mar 26, 2001.

Pray for supreme peace for all; do your bit for it by not adding to the disturbance that exists.


Engkau adalah anggota dari masyarakat. Kesejahtraanmu tergantung pada kesejahtraan masyarakat. Jadi, miliki dorongan untuk kesejahtraan semuanya. Lokah Samastah Sukhino Bhavantu – semoga seluruh dunia berbahagia! Jauhkan diri dari pikiran yang sempit; pupuk kasih yang luas untuk mengalami kebahagiaan! Tahun baru ini membawa beberapa hasil yang baik. Hari tahun baru tidak dirayakan hanya untuk menikmati makanan yang lezat. Serap perasaan-perasaan suci dan bertekad untuk menjalani hidup yang bermakna. Baik dan buruknya dunia tergantung pada tingkah lakumu, yang mana ini tergantung pada pikiranmu. Jadi, kembangkan pikiran-pikiran yang baik. Hanya dengan cara itu engkau mampu untuk menjalani hidup yang mulia. Tunjukkan sebuah ideal bagi sesamamu. Berikan mereka kebahagiaan. Perlihatkan welas asih pada mereka. Berbicara pada mereka dengan penuh kasih. Semuanya ini mungkin hanya ketika engkau memperoleh kasih Tuhan. Jadi, berusahalah untuk menjadi penerima dari kasih Tuhan. Lantunkan nama suci Tuhan sepenuh hati. 


- Divine Discourse, Mar 26, 2001.

Berdoalah untuk kedamaian tertinggi bagi semuanya; lakukan bagianmu dengan tanpa menambahkan gangguan yang telah ada.