Friday, September 30, 2016

Thought for the Day - 30th September 2016 (Friday)

What is the foremost quality of a human being? It is speaking truth. To speak untruth and talk irresponsibly does not behove a human being. If you indulge in useless and indiscriminate talk, how can it be called truth? In fact, truth has to dance on your tongue. Before you speak something, you must enquire whether it is the truth or not. ‘Truth is one, not two.’ If there is duality, it cannot be truth. We have to speak only truth which emerges from our heart. The entire world has emerged from truth and everything merges into truth. The clouds moving in the sky sometimes obscure the Sun. It is not possible to remove the clouds. They just come and go. Once the clouds move away, the resplendent Sun is fully visible. Similarly, it is only when the dark clouds of confusions in our heart are cleared, truth manifests.


Apa kualitas yang utama dari manusia? Yaitu berbicara kebenaran. Berbicara ketidakbenaran dan tidak bertanggung jawab tidak sesuai sebagai seorang manusia. Jika engkau terlibat dalam pembicaraan yang tidak berguna dan sembarangan, bagaimana ini dapat disebut kebenaran? Sejatinya, kebenaran harus menari di atas lidahmu. Sebelum engkau berbicara sesuatu, engkau harus mencari tahu apakah ini adalah kebenaran atau tidak. ‘Kebenaran adalah satu dan bukan dua.’ Jika ada dualitas maka ini tidak bisa disebut dengan kebenaran. Kita harus berbicara hanya kebenaran yang muncul dari dalam hati kita. Seluruh dunia telah muncul dari kebenaran dan segala sesuatu menyatu ke dalam kebenaran. Awan bergerak di atas langit kadang-kadang menutupi matahari. Adalah tidak mungkin melenyapkan awan karena awan hanya datang dan pergi. Sekali awan menjauh maka gemerlapan matahari terlihat sepenuhnya. Sama halnya, hanya ketika awan gelap kebingungan di dalam hati kita di bersihkan maka kebenaran akan mewujudkan dirinya. (Divine Discourse Sep 29, 2006)
-BABA

Thought for the Day - 29th September 2016 (Thursday)

One may have acquired a lot of knowledge and spent one’s entire life in education but what is the use of this if one’s mean qualities have not been shed. You may spend a lot of time and learn many things but it will only make you argumentative. By education of such type, you can never acquire complete wisdom. Today the entire life of many people is dedicated to simply imitating others. Many students are destroying their own ideas and individuality and are getting addicted to the process of imitating others. Divyatma Swarupas, if you desire the security, safety and the wellbeing of your country, then it is essential for you to develop three things! They are: service to the country, sacrifice without being selfish, and devotion to spirituality. There is a great need to train young people who have a strong determination in this regard.


Seseorang mungkin telah mendapatkan banyak pengetahuan dan menghabiskan seluruh hidupnya dalam pendidikan namun apakah gunanya ini jika kualitas utama seseorang tidak terbuka. Engkau mungkin menghabiskan banyak waktu dan belajar banyak hal namun ini hanya membuatmu menjadi suka berdebat. Dengan pendidikan seperti itu, engkau tidak akan pernah mendapatkan kebijaksanaan. Hari ini seluruh hidup banyak orang didedikasikan dengan meniru yang lainnya. Banyak pelajar sedang menghancurkan ide mereka sendiri dan ciri khasnya dan sangat kecanduan dalam proses meniru yang lainnya. Divyatma Swarupa, jika engkau ingin keamanan dan kesejahteraan negerimu maka adalah mendasar bagimu untuk mengembangkan tiga hal yaitu: melayani bangsa, berkorban tanpa mementingkan diri sendiri, dan berbhakti pada spiritual. Merupakan kebutuhan yang sangat mendesak untuk melatih anak muda yang memiliki keteguhan hati yang kuat dalam hal ini. (Summer Roses on Blue Mountains 1976, Ch 13)

-BABA

Thursday, September 29, 2016

Thought for the Day - 28th September 2016 (Wednesday)

The basis for the entire world is the love (prema) of the Lord. Even if one is able to learn by heart the essence of all the scriptures (Vedas), and is able to compose poetry in a very attractive manner, yet if that person does not have a purified heart, he is a useless person. What other greater truth can I communicate to you today? The present day’s education is not real education. It appears that the education of today is merely an avocation to enable you to make a living. While pursuing such a path which enables you to eke out a livelihood, you also promote individual selfishness. The aim of real education should be character development. That kind of education in which there is no sacredness and character is useless. What is the use of acquiring so many different types of education? You must try to learn that wisdom, through which you can escape death.


Dasar dari seluruh dunia adalah kasih (prema) dari Tuhan. Walaupun jika seseorang mampu belajar dengan hati intisari dari semua kitab suci, dan mampu menyusun puisi dengan penuh daya tarik, namun jika seseorang tidak memiliki kemurnian hati maka ia adalah orang yang tidak berguna. Apa kebenaran yang lebih tinggi yang dapat Aku sampaikan kepada kalian hari ini? Pendidikan saat sekarang bukanlah pendidikan yang sebenarnya. Ini kelihatan bahwa pendidikan saat sekarang hanya melulu untuk memungkinkanmu mencari nafkah. Sementara mengejar jalan seperti itu yang memungkinkanmu untuk mencari nafkah, engkau juga meningkatkan sifat mementingkan diri sendiri. Tujuan dari pendidikan yang sejati seharusnya pengembangan karakter. Jenis pendidikan itu yang mana tidak ada kesucian dan karakter adalah tidak berguna. Apakah gunanya mendapatkan berbagai jenis pendidikan? Engkau harus mencoba untuk belajar kebijaksanaan itu yang dapat melepaskanmu dari kematian. (Summer Roses on Blue Mountains 1976, Ch 13)

-BABA

Tuesday, September 27, 2016

Thought for the Day - 27th September 2016 (Tuesday)

Embodiments of Love! There is no need to search for God anywhere, says the Bible. Today people are in search of God. Why do you search for Him when He is everywhere? You are God. All spiritual practices (sadhana) will go in vain if you do not know your true identity. Instead of asking others, “Who are you?” it is better to ask yourself, “Who am I?” “This is my book”, we say. Then who is this “I”? This feeling of “my” is illusion (maya). Know who you are. All this is matter, it is negative. You are the master of this material world. Master the mind and be a mastermind. Make every effort to know your true identity. To know this, you should first give up body attachment. People are heroes in doing experiments in the laboratory, but zeroes in experience. Instead, be heroes in the practical field.


Perwujudan kasih! Tidak perlu mencari Tuhan kemanapun juga, disebutkan dalam kitab suci. Hari ini manusia mencari Tuhan. Mengapa engkau mencari Tuhan ketika Tuhan ada dimana-mana? Engkau adalah Tuhan. Semua latihan spiritual (sadhana) akan menjadi sia-sia jika engkau tidak mengetahui jati dirimu yang sejati. Daripada bertanya kepada yang lainnya, “Siapakah kamu?” adalah lebih baik untuk menanyakan siapa dirimu, “Siapakah saya?” “ini adalah buku saya”, kita berkata. Kemudian siapakah ‘saya’? Perasaan dari ‘milik saya’ adalah khayalan (maya). Ketahuilah siapa dirimu. Semuanya ini adalah materi dan bersifat negatif. Engkau adalah penguasa dari dunia materi ini. Kuasailah pikiran dan jadilah penguasa pikiran. Buatlah setiap usaha untuk mengetahui jati dirimu yang sejati. Untuk mengetahui hal ini engkau pertama harus melepaskan keterikatan pada badan. Manusia adalah pahlawan dalam melakukan percobaan di laboratorium, namun pecundang dalam pengalaman. Sebaiknya jadilah pahlawan dalam bidang praktik. (Divine Discourse, March 14,1999)

-BABA

Thought for the Day - 26th September 2016 (Monday)

If we develop compassion and goodness (maitri), God will appear to be close to us. Whether we are in pain or pleasure, in sorrow or trouble, at all times we must develop our heart in such a way that we are able to receive Paramatma’s Prema (God’s love). On the other hand, if we entertain evil qualities like wanting to commit sin, or listen to things which one should not listen to, or hurt and harm others, then justice, goodness and honesty will never remain anywhere near us. Therefore, you must develop sacred qualities. The Pandavas were such noble people, that is why by right they enjoyed the proximity of the Lord. For the Pandavas, Krishna was the life-giving breath, and to Krishna, His body was the Pandavas. For the Pandavas, there was not a single moment when Krishna was not present. Whatever they saw or did, it was only by the prompting and the strength they received from Krishna.


Jika kita mengembangkan welas asih dan kebaikan (maitri), Tuhan akan kelihatan dekat dengan kita. Apakah kita dalam sakit atau senang, dalam penderitaan atau masalah, sepanjang waktu kita harus mengembangkan hati kita seperti itu sehingga kita mampu menerima kasih Tuhan (Paramatma Prema). Sebaliknya, jika kita mempunyai sifat yang jahat seperti ingin melakukan dosa atau mendengarkan sesuatu yang seharusnya tidak kita dengarkan, atau menyakiti yang lainnya, kemudian keadilan, kebaikan dan kejujuran tidak akan pernah dekat dengan kita. Maka dari itu, engkau harus mengembangkan sifat yang suci. Para Pandava adalah orang-orang yang mulia, itulah sebabnya mendapatkan kedekatan dengan Tuhan. Bagi para Pandawa, Sri Krishna adalah pemberi nafas kehidupan, dan bagi Krishna tubuh Beliau adalah para Pandawa. Bagi para Pandawa, tidak ada setiap moment dimana Krishna tidak hadir. Apapun yang mereka lihat dan lakukan, itu hanya dorongan dan kekuatan yang mereka dapatkan dari Krishna. (Summer Roses on Blue Mountains 1976, Ch 12)

-BABA

Sunday, September 25, 2016

Thought for the Day - 25th September 2016 (Sunday)

Without removing bondage to senses and our body, we cannot progress in life. Hence we must control our senses. To get effective results, we must first undertake to promote love, compassion and sacrifice. When we fill our heart with these three qualities, it will blossom into a beautiful garden with blooming flowers (Nandanavana). On the other hand, if we fill it with qualities like hatred, jealousy and anger then it will become a stinking pool. Everyone should introspect and decide whether we want our heart to be a Nandanavana or an unclean, smelly pool. All of you must make every attempt to fill your heart with sacred qualities. When we look at happy people, we must feel happy at their happiness. When we look at suffering and trouble, we must also share their sufferings. This attitude is called maitri-bhava. Make all attempts to promote compassion and goodness.

Tanpa menghilangkan perbudakan pada indra dan tubuh kita, kita tidak bisa maju dalam kehidupan. Oleh karena itu kita harus mengendalikan indra kita. Untuk bisa mendapatkan hasil yang efektif kita harus melakukan usaha untuk meningkatkan kasih sayang, welas asih, dan pengorbanan. Ketika hati kita diisi dengan ketiga kualitas ini maka hati ini akan mekar menjadi sebuah kebun yang indah dengan bunga yang mekar (Nandanavana). Sebaliknya, jika kita mengisinya dengan sifat seperti kebencian, cemburu, dan kemarahan maka hati ini akan menjadi kolam yang berbau busuk. Setiap orang seharusnya memeriksa dan memutuskan apakah kita ingin hati kita menjadi sebuah Nandanavana atau menjadi tidak bersih, kolam yang berbau busuk. Semua dari kita harus melakukan setiap usaha untuk mengisi hati kita dengan kualitas yang suci. Ketika kita melihat pada orang yang bahagia, kita harus bahagia atas  kebahagiaan mereka. Ketika kita melihat pada mereka yang menderita dan mengalami masalah, kita juga harus berbagi penderitaan mereka. Sikap ini disebut dengan maitri-bhava. Buatlah semua usaha untuk meningkatkan welas asih dan kebaikan. (Summer Roses on Blue Mountains 1976, Ch 12)

-BABA

Thought for the Day - 24th September 2016 (Saturday)

Pine for the Lord, like a young calf pines for its mother! Take a young calf into a place where there are a thousand cows and leave it loose. It will find its own mother - every calf will do it right! So too, you must know where you get all your sustenance and support from. Every being gets its succor and relief only from God, from whom you have originated. Take to the spiritual path, with a sense of urgency for, death is waiting to snatch life from you! Forget all petty desires. Do not revel and waste precious moments in empty pleasures. The reason you do so is only because you identify yourself with the body. The body is but a dwelling place, a vehicle, and encasement. See yourself as a resident in it, and almost immediately, your grief will disappear. You will become less egocentric and feel kinship with others, who like you are mere residents in their bodies.


Miliki kerinduan kepada Tuhan, sama halnya seekor anak sapi yang merindukan induknya! Bawalah seeekor anak sapi di sebuah tempat dimana ada ribuan sapi dan kemudian lepaskan. Anak sapi itu akan dapat menemukan kembali induknya – setiap anak sapi akan melakukannya dengan benar! Begitu juga, engkau harus mengetahui darimana engkau mendapatkan semua makanan dan dukungan. Setiap makhluk hidup mendapatkan bantuan dari Tuhan sendiri yang mana merupakan asalnya. Ambillah jalan spiritual dengan sangat mendesak karena kematian sedang menunggu untuk merenggut hidup darimu! Lupakan semua keinginan yang remeh. Jangan bersuka ria dan menyia-nyiakan saat yang sangat berharga dalam kesenangan yang hampa. Alasan engkau melakukannya hanya karena engkau mengidentifikasikan dirimu dengan badan. Badan hanyalah tempat tinggal saja, sebuah kendaraan dan pembungkus. Lihatlah dirimu sendiri sebagai penghuni dari tempat tinggal itu, dan hampir secara langsung maka kesedihanmu akan lenyap. Engkau akan menjadi berkurang egonya dan merasakan pertalian keluarga dengan yang lainnya yang sama seperti dirimu yang merupakan penghuni dari dalam tubuh mereka. (Divine Discourse, Feb 20, 1966)

-BABA

Friday, September 23, 2016

Thought for the Day - 23rd September 2016 (Friday)

Those who respect us and our ideals, and those who have a concern for our well being are considered as our relations or friends. Those who hate us, and those who go contrary to our expectations, and those who cause pain and loss to us are regarded as enemies. On one occasion Kabir had said that we should keep the company of those who abuse us. The reason for this is that although we may commit several sins, the people who point out our sins are going to remove our sins by their abuse. It is in this context that we say that if someone ridicules us, then this will result in the removal of our sin. In reality, those people who help us to get rid of our sins are our friends. Those people who promote sins in us are our enemies. Thus, it is those who abuse and ridicule us who are to be considered as our friends as they remove our imperfections. The ideas that come up in our own mind are the cause for considering something as good or bad.


Mereka yang menghormati kita dan ideal kita, mereka yang memiliki perhatian pada kesejahteraan kita maka kita menganggap mereka sebagai kerabat dan teman kita. Bagi mereka yang berseberangan dengan harapan kita dan mereka yang menyebabkan penderitaan dan kerugian maka kita menganggapnya sebagai musuh. Pada suatu keadaan Kabir telah mengatakan bahwa kita seharusnya berteman dengan mereka yang memperlakukan kita dengan kasar. Alasan dari hal ini bahwa walaupun kita melakukan beberapa dosa, orang-orang yang menunjukkan dosa kita yang akan menghilangkan dosa kita dengan perlakuan kasar mereka  kepada kita. Dalam konteks ini, kita berkata bahwa jika seseorang mengejek kita, maka hal ini akan menghilangkan dosa kita. Dalam kenyataannya, mereka yang menolong kita dalam melenyapkan dosa kita sebagai teman kita. Mereka yang meningkatkan dosa kita sebagai musuh kita. Jadi, mereka yang memperlakukan kita dengan kasar dan mengejek kita dianggap sebagai teman kita karena mereka melepaskan ketidaksempurnaan kita. Ide yang muncul dalam pikiran kita adalah penyebab dari menganggap sesuatu itu baik atau buruk. (Summer Roses on Blue Mountains 1976, Ch 12)

-BABA

Thursday, September 22, 2016

Thought for the Day - 22nd September 2016 (Thursday)

When you dive into the sea, you must seek pearls; when you go to the Kalpavriksha (the wish fulfilling tree) ask for the highest bliss. Do not crave for the smaller when the vastest is available for just a little more effort. There is a natural craving in all to become one with the vast, the Supreme and the Limitless, for in the cave of each heart, there resides the self-same Supreme. When you are immersed in the bliss (ananda) of the Lord, you are master of all the lesser anandas too. But this ananda must be directed along useful channels of activity. The value of water can be known only when there is scarcity not when all the taps are pouring plenty of it into the buckets. When tanks and wells go dry, men cry out for a cup of water. So too is with this ananda. Gather it, garner it, develop it and irrigate the parched heart with it, while you can.


Ketika engkau menyelam di dalam luatan, engkau harus mencari mutiara; ketika engkau pergi ke Kalpavriksha (pohon pemberi keinginan) mintalah kebahagiaan yang tertinggi. Jangan minta hal yang kecil ketika yang paling luas ada dengan usaha yang sedikit lagi. Ada sebuah permohonan yang alami dalam semuanya untuk menjadi satu dengan luas, yang tertinggi dan yang tidak terbatas, karena di dalam relung setiap hati disana bersemayam diri yang sejati yang tertinggi. Ketika engkau tenggelam dalam kedamaian (ananda) Tuhan maka engkau juga penguasa dari kebahagiaan yang lebih rendah. Namun kebahagiaan ini harus diarahkan pada bentuk kegiatan yang bermanfaat. Nilai dari air dapat diketahui hanya ketika ada kelangkaan air dan bukan ketika semua keran mengeluarkan banyak air dan memenuhi ember. Ketika tangki dan sumur mengering, manusia memohon dengan kuat untuk secangkir air. Begitu juga dengan kebahagiaan ini. Kumpulkan, simpan, kembangkan, dan sirami hati yang kering dengan kebahagiaan ini ketika engkau bisa. (Divine Discourse, Feb 20, 1966)

-BABA

Wednesday, September 21, 2016

Thought for the Day - 21st September 2016 (Wednesday)

In this very long journey called life, you should travel with fewer luggage (desires). Hence the quote, ‘Less luggage more comfort, makes travel a pleasure’. So from today, practice and adopt the noble dictum of ceiling on desires. Aspire to cut short your desires day by day. You are under the mistaken notion that happiness lies in the fulfillment of desires. But in fact, happiness begins to dawn when desires are totally eradicated. When you reduce your desires, you advance towards the state of renunciation. You have many desires. What do you get out of them? You are bound to face the consequences when you think of something as yours. When you claim a piece of land as yours, then you will have to reap the harvest. This instinct of ego and attachment will put you to suffering. You will be blissful the moment you give up ego and attachment.


Dalam perjalanan yang sangat panjang ini yang disebut dengan kehidupan, engkau harus melakukan perjalanan dengan sedikit barang bawaan (keinginan). Oleh karena itu kutipan, ‘sedikit barang lebih nyaman, membuat perjalanan menyenangkan’. Jadi mulai hari ini, jalankan dan ambil kutipan yang luhur dari pembatasan keinginan. Miliki tujuan untuk memotong keinginanmu hari demi hari. Engkau telah salah paham bahwa kebahagiaan ada ketika keinginan terpenuhi. Namun pada kenyataannya, kebahagiaan mulai muncul ketika keinginan sepenuhnya dihapuskan. Ketika engkau mengurangi keinginanmu, maka engkau maju dalam keadaan melepaskan keterikatan duniawi. Engkau memiliki banyak keinginan. Apa yang engkau dapatkan dari keinginan itu? Engkau dipastikan menghadapi akibat ketika engkau berpikir bahwa sesuatu adalah milikmu. Ketika engkau menyatakan sebidang tanah adalah milikmu, maka engkau akan mendapatkan panennya. Naluri ego dan keterikatan akan menempatkanmu pada penderitaaan. Engkau akan menjadi penuh kebahagiaan ketika engkau melepaskan ego dan keterikatan. [Divine Discourse, Mar 14, 1999]

-BABA

Tuesday, September 20, 2016

Thought for the Day - 20th September 2016 (Tuesday)

For someone who is blinded by ego and is unable to see anything good around them, is life going to give them any sweetness at all? For the one who never does any good, is life going to be an easy cake-walk? For the one who is leading a sinful life, is any pleasure going to come their way in future? Who is God and who is the devotee? Who is the teacher and who is the disciple? Who is the writer and who is the actor? If you choose not to apply your God-gifted intelligence to understand these answers, who is at fault? In your daily living, you are so busy establishing connection with so many people. Amongst them, you think some are your friends, you consider some others as your enemies, and spend time with those you ‘like’. Remember, for everyone, your own Self is your best friend or your worst enemy.

Bagi seseorang yang buta oleh ego dan tidak mampu melihat apapun di sekitarnya, apakah hidup akan memberikan mereka rasa manis? Bagi seseorang yang tidak pernah melakukan kebaikan, apakah hidup akan menjadi sebuah hal yang mudah? Bagi seseorang yang berjalan di jalan penuh dosa, apakah ada kebahagiaan yang akan hadir di jalan mereka di masa yang akan datang? Siapakah Tuhan dan siapakah bhakta? Siapakah guru dan siapakah murid? Siapakah penulis dan siapakah aktornya? Jika engkau memilih tidak menggunakan pemberian Tuhan berupa intelektual untuk memahami jawaban ini, maka ini salah siapa? Dalam hidupmu sehari-hari, engkau sibuk menjalin hubungan dengan banyak orang. Diantara mereka, engkau berpikir beberapa adalah temanmu, engkau menganggap beberapa sebagai musuhmu, dan menghabiskan waktu dengan yang engkau sukai. Ingatlah untuk setiap orang, dirimu yang sejati adalah teman baikmu atau musuhmu yang paling buruk. [Summer Roses on Blue Mountains 1976, Ch. 12]

-BABA

Monday, September 19, 2016

Thought for the Day - 19th September 2016 (Monday)

Today there is hatred and anger everywhere. Wherever you look, there is desire, enmity, and fear. How do you expect to be at peace? Light the lamp of love within. Then fear and illusion will disappear and you will have the vision of the Self. Otherwise you are bound to suffer. Many people make several attempts today to be happy and blissful. Where do you get bliss from? Is it in the material things, in individuals, or in books? No, not at all! Bliss is within one’s own Self. You have forgotten your true Self which is the source of bliss and are struggling hard for artificial happiness outside. Awaken to the reality that lies within your heart, which is the seat of all bliss. The principle of love originates from within your heart, not from the world. Develop selfless love more and more, and exercise a ceiling on your desires. You can be happy only when your desires are controlled.


Hari ini ada kebencian dan kemarahan dimana-mana. Dimanapun engkau melihat, disana ada keinginan, permusuhan, dan ketakutan. Bagaimana engkau mengharapkan menjadi damai? Nyalakan pelita kasih di dalam diri. Kemudian ketakutan akan menghilang dan engkau akan memiliki pandangan tentang sang Diri. Jika tidak engkau dipastikan akan menderita. Banyak orang melakukan beberapa usaha hari ini untuk bisa penuh kebahagiaan. Dimana kita bisa mendapatkan kebahagiaan? Apakah pada benda-benda material, dalam individu atau dalam buku? Tidak, tidak sama sekali! Kebahagiaan adalah di dalam diri kita masing-masing. Engkau telah melupakan jati dirimu yang sebenarnya yang merupakan sumber dari kebahagiaan dan engkau sedang berjuang keras untuk kebahagiaan yang sementara di luar. Bangkitlah pada kenyataan yang ada di dalam hatimu yang merupakan tempat duduk semua kebahagiaan. Prinsip kasih muncul dari dalam hatimu dan bukan dari dunia. Kembangkan kasih yang tanpa mementingkan diri sendiri semakin besar dan latihlah untuk pembatasan keinginan. Engkau dapat bahagia hanya ketika keinginanmu dikendalikan. [Divine Discourse, Mar 14, 1999]

-BABA

Sunday, September 18, 2016

Thought for the Day - 18th September 2016 (Sunday)

People who are young have to make a long journey in this train called society. The older people in this train will alight at the stations enroute. So the young people should be prepared to take the necessary steps to rectify the defects in this train. You must also set right the faults in your motherland, and imprint good and noble ideas in your mind. Today if you think that a particular action your elders are doing is not right, you should not yourselves do the same thing when you grow up. When you become older, you should put into action what you now think are the good actions of your elders. What you regard as sin should be kept away and you should never participate in them. The harmony in the words you utter, the deeds you do and the thoughts you get is your true penance (tapas) in daily living.


Orang-orang yang muda harus melakukan perjalanan yang panjang dalam kereta api ini yang disebut dengan masyarakat. Orang yang lebih tua yang ada dalam kereta api ini akan turun di stasiun dalam perjalanan. Jadi orang-orang yang muda seharusnya dipersiapkan untuk mengambil langkah yang diperlukan untuk memperbaiki cacat dalam kereta api ini. Engkau juga harus memperbaiki kesalahan yang ada tanah airmu dan menanamkan ide-ide yang mulia dan luhur di dalam pikiranmu. Hari ini jika engkau berpikir bahwa sebuah perbuatan tertentu yang dilakukan oleh orang yang lebih tua adalah tidak benar, engkau seharusnya tidak melakukan hal yang sama ketika engkau tumbuh besar nanti. Ketika engkau menjadi orang yang lebih tua, engkau harus melakukan perbuatan yang mana sekarang engkau berpikir bahwa perbuatan dari mereka yang lebih tua adalah baik. Apa yang engkau anggap sebagai dosa seharusnya dijauhkan dan engkau seharusnya tidak pernah ikut di dalamnya. Keselarasan dari perkataan yang engkau katakan, perbuatan yang engkau lakukan dan pikiran yang engkau miliki adalah pengendalian dirimu yang sejati dalam kehidupan sehari-hari. [Summer Roses on Blue Mountains 1976, Ch 11]

-BABA

Saturday, September 17, 2016

Thought for the Day - 17th September 2016 (Saturday)

Embodiments of love! Through the power of speech you can conquer kingdoms. Through speech you can also lose all your wealth. People acquire kinsmen and friends through speech and lose them too by their words. Through words again, you can even lose your life. Words are the root cause of all these circumstances. Remember, speech is your important armour whether you experience loss or gain, prosperity or adversity, pain or pleasure. You are bestowed with many gifts. Your life is extremely precious. Time is highly valuable. Your heart is very tender. Your mind is a great possession. Endowed with all these valuable things, why do you conduct yourself as a mean, ignorant and miserable being? Don’t forget your divine nature, by immersing yourself in worldly pleasures and in mundane desires. Don’t harden your heart, which is soft and compassionate by nature, into a stone. Humanness should spontaneously manifest itself from within your heart and overflow with compassion.


Perwujudan Kasih! Melalui kekuatan perkataan maka engkau dapat menaklukkan kerajaan. Melalui perkataan engkau juga dapat kehilangan semua kekayaanmu. Manusia mendapatkan kerabat dan teman melalui perkataan dan kehilangan mereka juga dengan kata-kata. Melalui perkataan lagi, engkau bahkan bisa kehilangan hidupmu. Kata-kata adalah akar penyebab dari semua keadaan ini. Ingatlah, perkataan adalah baju besimu yang penting apakah engkau mengalami kerugian atau keuntungan, kesejahteraan atau kemalangan, rasa sakit atau kesenangan. Engkau diberikan dengan banyak hadiah. Hidupmu adalah benar-benar sangat berharga. Waktu adalah sangat penting. Hatimu adalah sangat lembut. Pikiranmu adalah milikmu yang sungguh luar biasa. Dengan diberkati semua hal yang sangat berguna ini, mengapa engkau menjalankan hidupmu dalam kebodohan dan menyedihkan? Jangan lupakan sifat illahimu yang alami, dengan membenamkan dirimu sendiri dalam lumpur kesenangan dan keinginan duniawi. Jangan mengeraskan hatimu yang mana adalah lembut dan welas asih menjadi hati seperti batu. Nilai kemanusiaan seharusnya secara spontan mewujudkan nilainya dari dalam hatimu dan meluap dengan kasih sayang. [Divine Discourse, March 31,1996]

-BABA

Friday, September 16, 2016

Thought for the Day - 16th September 2016 (Friday)

A plantain tree has a number of uses: the plantain leaf is used to serve a meal, its flower in cooking, and the trunk is helpful for binding and packing things as a good string-yielding substance, but its main use is in the bunch of bananas! You take all the trouble of planting and growing the tree for the sake of bananas, not its leaves, strings, the inner soft core, or the flower. So too, the main use of this human body is the realisation of the Divine, the rest is all incidental. You may say, ‘Oh the hands have so much to do!’ Though you may use it for all purposes, its chief purpose is to pray, to worship God, to hold His Feet. Ears are designed to hear God’s glory, and the eyes to witness His manifestations! The tongue is often misused to talk scandal, or flatter! Use it as God willed it, to sing hymns of Divine Glory.


Sebuah pohon pisang raja memiliki banyak kegunaan: daunnya bisa digunakan sebagai alas untuk makan, bunganya untuk memasak, dan batangnya sangat berguna untuk mengikat dan mengemasi benda sebagai satu kesatuan, namun kegunaan utamanya adalah menghasilkan buah pisang! Engkau mengambil semua masalah dalam menanam dan menumbuhkan pohon untuk mendapatkan buah pisang dan bukan untuk daunnya, tali, bagian intinya yang lembut atau untuk bunganya. Begitu juga, kegunaan utama dari tubuh manusia adalah menyadari keillahian sedangkan yang lainnya hanyalah bersifat sebagai tambahan saja. Engkau mungkin mengatakan, ‘oh tangan memiliki banyak hal yang harus dikerjakan!’ Walaupun engkau menggunakan tangan untuk banyak kegiatan, namuan tujuan utamanya adalah untuk berdoa, memuja Tuhan, memegang kaki Tuhan. Telinga diciptakan untuk mendengarkan kemuliaan Tuhan, dan mata untuk menyaksikan ciptaan-Nya! Lidah sering salah dipergunakan untuk membicarakan skandal atau memuji! Gunakan lidah seperti yang dikehendaki Tuhan yaitu untuk melantunkan kemuliaan Tuhan. [Divine Discourse, Feb 21, 1971]

-BABA

Thought for the Day - 15th September 2016 (Thursday)

Today everyone is troubled by worry and anxiety. There is not a moment when you are free from worries. “To be born is a worry, to live on earth is a worry; world is a cause of worry and death too is a reason of worry; entire childhood is a worry and so is old age; life is a worry, failure is a worry; all actions and difficulties cause worry; even happiness too is a mysterious worry”, says a Telugu poem! Body attachment is the primary cause of all anxieties. It is impossible to experience happiness without undergoing difficulties and worries. Pleasure is an interval between two pains. You undertake various activities, of which some are good and some bad. Your thought (sankalpa) is the root cause of this duality. Good thoughts lead to good actions and vice versa. You are the embodiment of resolutions and negations (sankalpas and vikalpas). True spiritual practice lies in controlling your thoughts and aberrations.


Hari ini setiap orang diganggu dengan kecemasan dan kekhawatiran. Tidak ada saat dimana engkau bebas dari rasa cemas. “Lahir adalah kecemasan, hidup di dunia adalah kecemasan; dunia adalah penyebab dari kecemasan, dan kematian juga adalah alasan untuk cemas; seluruh masa anak-anak adalah cemas dan juga masa tua; hidup adalah kecemasan; semua perbuatan dan kesulitan menyebabkan kecemasan; bahkan kesenangan juga adalah kecemasan yang misterius”, disebutkan dalam puisi Telugu! Keterikatan pada tubuh adalah penyebab utama dari semua kecemasan. Adalah tidak mungkin untuk mengalami kebahagiaan tanpa mengalami kesulitan dan kecemasan. Kesenangan adalah sebuah interval diantara dua penderitaaan. Engkau melakukan berbagai jenis kegiatan yang mana beberapa adalah baik dan beberapa adalah buruk. Pikiranmu (sankalpa) adalah akar penyebab dari dualitas ini. Pikiran yang baik menuntun pada perbuatan yang baik dan juga sebaliknya. Engkau adalah perwujudan dari keputusan dan penyangkalan (sankalpas dan vikalpas). Latihan spiritual yang sesungguhnya ada dalam pengendalian pikiran dan sikap/tindakan yang berlainan. [Divine Discourse, Sep 10, 2002]

-BABA

Wednesday, September 14, 2016

Thought for the Day - 14th September 2016 (Wednesday)

So long as one has a form, it is quite natural that they think of that form; but since that form has to be forgotten some day or the other, it is good to concentrate on the formless supreme and give up attachment to a form. Vedanta teaches us the philosophy of detachment (vairagya) to help in this process of concentrating on the formless supreme power which is behind every form. It is inevitable that the soul (jiva) leaves the body. This body is like a water bubble on the surface of water. This water bubble is born out of water, lives on water, and survives on water, and finally it gets dissolved in water. To think that one is full of weakness is not correct. The correct attitude is to regard God as formless, without attributes. We should take it that God is present in us. That should be the right attitude.


Sepanjang seseorang memiliki wujud, adalah alami bahwa mereka memikirkan tentang wujud itu; namun saat wujud itu dilupakan untuk beberapa hari, adalah baik untuk memusatkan perhatian pada yang tertinggi yang tidak berwujud dan melepaskan keterikatan pada wujud. Wedanta mengajarkan kepada kita filsafat dari tanpa keterikatan (vairagya) untuk membantu dalam proses konsentrasi pada kekuatan yang tertinggi yang tidak berwujud dimana ada dibalik setiap wujud. Adalah tidak dapat dielakkan bahwa jiwa akan meninggalkan tubuh. Tubuh ini adalah seperti gelembung air di permukaan air. Gelembung air ini adalah muncul dari air, ada di dalam air, bertahan di air, dan pada akhirnya akan hancur di dalam air. Dengan memikirkan bahwa seseorang itu penuh dengan kelemahan adalah tidak benar. Sikap yang benar adalah menganggap Tuhan adalah tidak berwujud dan tanpa sifat. Kita seharusnya menerima bahwa Tuhan ada di dalam diri kita. Itu yang seharusnya menjadi sikap yang benar. (Divine Discourse, Summer Roses on Blue Mountains 1976, Ch 11)

-BABA

Tuesday, September 13, 2016

Thought for the Day - 13th September 2016 (Tuesday)

Every day is a sacred day when you chant the name of God, yearn for His proximity and experience the bliss of His grace within you. The supreme quality of Emperor Bali is his spirit of surrender and sacrifice. Emperor Bali surrendered himself totally to the divine. Under his reign, all the subjects were happy and led godly lives. Saddened by the thought of having to go away from his people, he told them, "Dear people! I cannot be without you and you cannot be without me. Every year I shall appear before you and give you joy." Onam is the day on which Bali fulfills his promise. People wake up early in the morning, take a bath, wear new dresses and worship God, and partake a feast to mark the Onam celebration. What is the significance of wearing new clothes (Vasthra)? Vasthra also means ‘heart’. Wearing new clothes (Vasthra) signifies purifying the heart. God dwells in a pure heart.


Setiap hari adalah hari yang suci ketika engkau melantunkan nama Tuhan, merindukan kedekatan dengan-Nya dan mengelami kebahagiaan dari rahmat-Nya di dalam dirimu. Kualitas yang tertinggi dari Maharaja Bali adalah semangat berserah diri dan berkorbannya. Maharaja Bali menyerahkan dirinya sendiri sepenuhnya kepada Tuhan. Dibawah pemerintahannya, seluruh rakyatnya senang dan dituntun pada kehidupan illahi. Merasa sedih oleh pikiran karena harus pergi meninggalkan rakyatnya, ia berkata kepada semuanya, "Rakyatku yang terkasih! Saya tidak bisa hidup tanpamu dan juga kalian tidak bisa hidup tanpaku. Setiap tahun saya akan muncul dihadapan kalian dan memberikan kalian semua suka cita." Onam adalah hari dimana Maharaja Bali memenuhi janjinya. Orang-orang akan bangun lebih awal di pagi hari, mandi, memakai pakaian baru, dan memuja Tuhan serta ikut serta dalam pesta untuk menandai perayaan Onam. Apa makna dari menggunakan pakaian baru (wasthra)? Wasthra juga berarti ‘hati’. Memakai pakaian baru (wasthra) berarti menyucikan hati. Tuhan bersemayam di hati yang suci. (Divine Discourse, Sep 5, 1995)
-BABA


Monday, September 12, 2016

Thought for the Day - 12th September 2016

Shankaracharya, in the fifth century A.D., travelled by foot from Kerala to Kashi, Badri, Kashmir, Kedarnath, Kailash, Puri, Sringeri, etc! And he lived only until the age of thirty-two! Imagine the tremendous amount of work that he did - writing, expounding, propagating, establishing, organising, inspiring, teaching - all in about fourteen or fifteen years of active life! Activity is the very sine qua non of life. Be active, welcome activity - that is the message that God gives man at birth. The breath teaches you Soham all the time, 'so' when it goes in and 'ham,' when it is exhaled. Choose that activity which is conducive to your spiritual progress, judging yourself the stage in which you are at present. There is no high and low, in the activity. The eye must see, the ear must hear, and the hand must hold. That is their duty (Dharma). So also each of you must conduct yourself, according to your own Dharma and progress spiritually.


Shankaracharya, pada abad kelima melakukan perjalanan dengan berjalan kaki dari Kerala ke Kashi, Badri, Kashmir, Kedarnath, Kailash, Puri, Sringeri, dsb! Dan beliau hanya hidup sampai usia 32 tahun! Bayangkan pekerjaan yang sangat hebat yang telah beliau lakukan – menulis, menguraikan, menyebarkan, mendirikan, mengatur, menginspirasi, mengajar – semuanya ini dilakukan sekitar 14 atau 15 tahun masa-masa produktifnya! Kegiatan adalah syarat mutlak dari kehidupan. Jadilah aktif, sambutlah perbuatan – itulah pesan yang Tuhan berikan pada manusia saat lahir. Nafas mengajarkanmu Soham sepanjang waktu, 'so' ketika menarik nafas dan 'ham,' ketika menghembuskan nafas. Pilihlah kegiatan yang berguna bagi kemajuan spiritualmu, nilailah dirimu sendiri di level mana engkau berada saat sekarang. Tidak ada yang tinggi atau rendah dalam kegiatan. Mata harus melihat, telinga harus mendengar dan tangan harus memegang. Itu adalah kewajiban mereka (Dharma). Jadi begitu juga setiap orang darimu harus menuntun dirimu sesuai dengan kewajibanmu sendiri dan maju secara spiritual. (Divine Discourse, Feb 21, 1971)

-BABA

Sunday, September 11, 2016

Thought for the Day - 11th September 2016 (Sunday)

Without knowing pain, pleasure will not be enjoyable. Without sorrow, you will never understand the meaning of happiness. Although two aspects are always present, we should try and promote happiness. In our own body while good blood is flowing on one side, simultaneously on the other side there is impure blood. Even in our homes, we see that pure drinking water is brought from a pipe from one side, the filthy and bad drainage water is sent away by another conduit. They are both present in the same home. Similarly, in a village or city, while the drinking water is brought through certain pipes, alongside this there are pipes which carry the drainage; at times externally both look similar. So also, in our mind there are always two streams going. One is a stream of good ideas while the other is a rivulet of unholy thoughts, both flow together. You must make every attempt to accept the good and reject the bad.


Tanpa mengetahui tentang rasa sakit, kesenangan tidak akan dapat dinikmati. Tanpa penderitaan, engkau tidak akan pernah memahami makna dari kebahagiaan. Walaupun dua aspek ini selalu ada, kita seharusnya mencoba dan meningkatkan kebahagiaan. Di dalam tubuh kita ketika darah yang bersih mengalir di satu sisi maka secara bersamaan darah yang kotor juga mengalir di sisi yang lainnya. Bahkan di dalam rumah kita, kita melihat bahwa air bersih dialirkan melalui pipa dari satu sisi dan air yang kotor juga dibuang pada pipa yang lainnya. Keduanya itu ada di dalam rumah kita. Sama halnya, di desa dan di kota, ketika air bersih dialirkan melalui saluran tertentu maka disampingnya ada saluran yang membuang air kotor; kadang-kadang secara ekternal keduanya kelihatan sama. Begitu juga, di dalam pikiran kita selalu ada dua aliran yang mengalir. Satu aliran dari pikiran yang baik sedangkan aliran yang lain adalah pikiran yang tidak suci, namun keduanya mengalir bersama-sama. Engkau harus melakukan setiap usaha untuk menerima yang baik dan menolak yang tidak baik. (Summer Roses on Blue Mountains 1976, Ch 11)

-BABA

Saturday, September 10, 2016

Thought for the Day - 10th September 2016 (Saturday)

The Vedas teach us that our heart is like a sky and in the sky of our heart, mind is the Moon, eyes and intelligence are like the Sun. In the sky of your heart, treat your thoughts as passing clouds. If in the sky of our heart, there are millions of names of the Lord shining like the stars, and your mind shining like the moon, then you are well-positioned to achieve happiness. Happiness is union with God. Train your minds to be like the full moon and cleanse your hearts. Lord Krishna desires that you keep your mind pure and accept truth and honesty as your foundational life principles. Our own conduct is responsible for the decay or the ageing of our body. Our desires drive our behavior. Do not live in the world to merely fulfill your desires. Pain and pleasure are like passing clouds which move about in our heart. So treat them as such and nothing more.


Weda mengajarkan kita bahwa hati kita adalah seperti langit dan di langit hati kita maka pikiran adalah bulannya, mata dan kecerdasan adalah seperti matahari. Di langit hati kita maka perlakukan pikiranmu seperti halnya awan yang berlalu. Jika langit hati kita ada jutaan nama Tuhan yang bersinar seperti halnya bintang dan pikiranmu bersinar seperti halnya bulan maka engkau pada tempat yang benar untuk mencapai kebahagiaan. Kebahagiaan adalah penyatuan dengan Tuhan. Latihlah pikiranmu untuk seperti bulan purnama dan membersihkan hatimu. Sri Krishna menginginkanmu untuk menjaga pikiranmu tetap suci dan menerima kebenaran dan kejujuran sebagai prinsip hidupmu yang mendasar. Tingkah laku kita yang bertanggung jawab bagi kerusakan atau penuaan dari tubuh kita. Keinginan kita mengarahkan pada tingkah laku kita. Jangan hidup di dunia hanya untuk memenuhi keinginanmu saja. Rasa sakit dan kesenangan adalah seperti awan yang berlalu yang akan bergerak di dalam hati kita. Jadi perlakukan semuanya itu seperti itu dan tidak lebih daripada itu. (Summer Roses on Blue Mountains 1976, Ch 11)

-BABA

Friday, September 9, 2016

Thought for the Day - 9th September 2016 (Friday)

To experience divine love there is no need to practice any kind of meditation, worship or rituals. Selfless love (Prema) can be obtained only by complete absorption in spirituality. It was for this reason that Sri Krishna declared in the Gita: “Surrender unto Me, transcending all rules (Sarva Dharman Parityajya)". Likewise, Jesus also declared: "I am the Path." Buddha, conveying the same meaning, declared, "Surrender everything" (Sarvam Sharanam Gachchami). These statements clearly convey that the essence of all religions, the root of all scriptures, the goal of all virtues, is the experience of spiritual oneness and unity (Sarvatmika Bhavam). The Gopikas exemplified such a spirit of surrender and oneness. Gopikas symbolise thoughts. Radha symbolises the combination of all thoughts in the mind. So all our thoughts, desires and aspirations and our mind should merge in Krishna, represented by Prajna in a human being. Constant Integrated Awareness (Prajna) of the Divine is the significance of the Vedantic declaration, ‘Prajnanam Brahma.’


Untuk mengalami kasih Tuhan tidak perlu untuk berlatih berbagai jenis meditasi, ibadah, atau ritual. Cinta-kasih tanpa pamrih (Prema) dapat diperoleh hanya dengan menyerap penuh spiritualitas. Untuk alasan inilah Sri Krishna menyatakan dalam Gita: "Pasrahlah kepada-Ku, melampaui semua aturan (Sarva Dharman Parityajya)" Demikian juga, Yesus juga menyatakan:. "Aku adalah Jalan" Buddha, menyampaikan arti yang sama, "Pasrahkanlah semuanya" (Sarvam Sharanam Gachchami). Pernyataan-pernyataan ini jelas menyampaikan bahwa esensi dari semua agama, akar dari semua kitab suci, tujuan dari semua kebajikan, adalah mengalami kesatuan spiritual (Sarvatmika Bhavam). Para Gopika telah mencontohkan semangat pasrah dan kesatuan yang benar. Para Gopika melambangkan pikiran. Radha melambangkan kombinasi dari semua pikiran dalam jiwa. Jadi semua pikiran, keinginan dan aspirasi, serta pikiran kita menyatu pada Sri Krishna, diwakili oleh Prajna dalam diri manusia. Kesadaran yang Constant ( Prajna) pada Tuhan adalah makna pernyataan Vedanta, 'Prajnanam Brahma.'(Divine Discourse, Aug 21, 1992)

-BABA

Thought for the Day - 8th September 2016 (Thursday)

If we take a ball and pitch it on a hard ground, it will rebound to the extent determined by how hard we hit the ball on the ground. If we pitch this ball on a soft muddy ground instead of a hard surface, it will not rebound, but will get trapped and stuck in the mud. Similarly, if the pure aspect of Divinity hits a sacred heart, it rebounds. On the other hand, if we have a muddy and impure heart, even when Divinity impinges on this heart it gets stuck and entangled. Therefore, purity of one’s mind and an exemplary life are essential. Truth and honesty are to be regarded as our two eyes. Instead, if these eyes are inflicted with the disease of selfishness, then we cannot have a pure and clean heart. Young people should have purity of mind. They should take great care to protect truth and honesty.


Jika kita mengambil bola dan melemparkannya pada tanah yang keras, bola itu akan memantul jauh ditentukan oleh seberapa keras kita memukul bola ke tanah. Jika kita melempar bola ini pada tanah berlumpur yang lembut bukan pada permukaan yang keras, bola tidak akan memantul, tetapi akan terjebak dan terperangkap di lumpur. Demikian pula, jika aspek murni ketuhanan mengenai hati yang suci, ia akan memantul. Di sisi lain, jika kita memiliki hati yang berlumpur dan tidak murni, bahkan ketika ketuhanan mengenai hati ini, maka ia akan terjebak dan terjerat. Oleh karena itu, kemurnian pikiran dan keteladanan hidup sangat penting. Kebenaran dan kejujuran harus dianggap sebagai dua mata kita. Sebaliknya, jika mata ini dikenai penyakit egoisme, maka kita tidak bisa memiliki hati yang murni dan bersih. Para pemuda harus memiliki kemurnian pikiran. Mereka harus menjaga dengan baik kebenaran dan kejujuran. (Summer Roses on Blue Mountains 1976, Ch 11)

-BABA

Thought for the Day - 7th September 2016 (Wednesday)

Today most people, particularly students and youth, are ruining their lives because they do not have a strong foundation of Brahmacharya (celibacy). When elders advise to sit for prayers for at least five minutes, they say they have no time, but they have all the time in the world to wallow in bad qualities and bad habits. Make every effort to build a strong foundation of Brahmacharya. Remaining a bachelor is not Brahmacharya; constant contemplation on God (Brahma) is true Brahmacharya. Think of God and chant His name under all circumstances. Lead a life of purity. Dedicate your life to the principle of love. Your life will be safe and happy. In a big mansion, you see the beautifully designed walls, the roof and the entire huge building, but you do not see the foundation. It is hidden underneath. Remember, the safety of the huge pretty mansion seen from outside rests on the unseen foundation.


Saat ini, kebanyakan orang, terutama pelajar dan youth (pemuda), menghancurkan hidup mereka karena mereka tidak memiliki dasar yang kuat dari Brahmacharya (membujang). Ketika orang tua menyarankan mereka untuk duduk dan melantunkan doa untuk setidaknya lima menit, mereka mengatakan mereka tidak punya waktu untuk melakukan hal tersebut, tetapi mereka memiliki semua waktu di dunia untuk berkubang dalam kualitas buruk dan kebiasaan buruk. Lakukanlah segala upaya untuk membangun pondasi yang kuat dari Brahmacharya. Tetap membujang bukanlah Brahmacharya; kontemplasi yang konstan pada Tuhan (Brahma) adalah Brahmacharya yang sesungguhnya. Senantiasa memikirkan Tuhan dan menchantingkan nama-Nya dalam semua keadaan. Menjalani kehidupan yang murni. Mendedikasikan hidupmu dengan prinsip cinta. Maka kehidupanmu akan aman dan bahagia. Di sebuah rumah besar, engkau melihat dinding rumah dirancang dengan indah, atap dan seluruh bangunan megah, tetapi engkau tidak melihat pondasi-nya. Pondasinya tersembunyi di bawahnya. Jadi ingatlah, keamanan rumah yang cukup besar yang terlihat dari luar terletak pada pondasinya yang tak terlihat. (Divine Discourse, Sep 10, 2002)

-BABA

Tuesday, September 6, 2016

Thought for the Day - 6th September 2016 (Tuesday)

Today people are not making proper use of their mind, effort, position and wealth (mati, gati, sthiti and sampatti). As a result, they lose the sacred energy that God has given and are also subjected to misery and grief because of evil traits like desire, anger and greed (kama, krodha and lobha). You have absolutely no control over your desires. When one desire is fulfilled, you crave for another! Anger is another evil trait which ruins people. “One with anger will not be successful in any endeavour. They will commit sins and be ridiculed by one and all,” says a Telugu poem. Hatred is more dangerous than anger. It gives rise to many evil qualities which come in the way of experiencing Divinity. Do not turn into a beast by allowing these wicked qualities to overpower you. Constantly remind yourself that you are a human being and keep a check over your bestial tendencies.

Hari ini manusia tidak menggunakan pikiran, usaha, posisi, dan kekayaan mereka dengan baik (mati, gati, sthiti, and sampatti). Sebagai hasilnya, manusia kehilangan energi yang suci yang Tuhan sudah berikan dan juga mengalami penderitaan dan kesedihan karena sifat-sifat jahat seperti keinginan, kemarahan, dan ketamakan (kama, krodha, dan lobha). Engkau sepenuhnya tidak memiliki kendali pada keinginanmu. Ketika keinginan seseorang terpenuhi, maka engkau akan menginginkan yang lainnya! Kemarahan adalah sifat jahat yang lainnya yang menghancurkan manusia. "Seseorang dengan amarah tidak akan berhasil dalam usaha apapun. Mereka akan melakukan dosa dan ditertawakan oleh semuanya," kutipan dalam bahasa Telugu. Kebencian adalah lebih berbahaya daripada kemarahan. Kebencian akan memunculkan banyak sifat-sifat jahat yang mana akan menghadang jalan menuju keillahian. Jangan menjadi binatang buas dengan mengijinkan sifat-sifat jahat ini menguasai dirimu. Secara terus menerus ingatkanlah dirimu sendiri bahwa engkau adalah manusia dan tetap periksa kecenderungan binatang di dalam dirimu. (Divine Discourse, Sep 10, 2002)

-BABA

Thought for the Day - 5th September 2016 (Monday)

Today is the sacred festival of Ganesh Chaturthi. Ga symbolises intellect (buddhi), Na stands for wisdom (vijnana). So Ganapati is the master of buddhi and vijnana. He will bless you with good intellect and confer wisdom. Vinayaka is also called ‘Vighneshwara’ (remover of obstacles). No obstacle can come in the way of one who prays to Vinayaka. Worship of Vinayaka confers success in spiritual as well as worldly endeavours. Ganapati is also called ‘Mooshika Vahana’ (the one who has a mouse as His vehicle). You may wonder how a small mouse can carry on its back a hefty personality like Vinayaka. Here mooshika does not mean a mere mouse. It symbolises the darkness of ignorance because it is in darkness that the mouse moves about. Hence the name ‘Mooshika Vahana’ refers to the one who subdues ignorance and dispels darkness. Invest time to understand the inner significance of the Ganapati principle and worship Vinayaka on this auspicious day and receive His blessings.

Hari ini adalah perayaan suci Ganesh Chaturthi. Ga melambangkan kecerdasan (buddhi), Na berarti kebijaksanaan (vijnana). Jadi Ganapati adalah pemimpin dari buddhi dan vijnana. Ganapati akan memberkatimu dengan kecerdasan yang baik dan melimpahkan kebijaksanaan. Vinayaka juga disebut dengan ‘Vighneshwara’ (menghilangkan halangan). Tidak ada halangan yang dapat datang pada jalan seseorang yang berdoa pada Vinayaka. Memuja Vinayaka memberikan keberhasilan dalam spiritual dan juga usaha duniawi. Ganapati juga disebut dengan ‘Mooshika Vahana’ (Beliau yang menggunakan tikus sebagai wahana-Nya). Engkau mungkin heran bagaimana tikus yang kecil dapat membawa kepribadian yang besar dan kuat seperti Vinayaka. Dalam hal ini mooshika tidak berarti hanya seekor tikus. Ini adalah melambangkan kegelapan dari kebodohan karena tikus hidup dalam kegelapan. Oleh karena itu nama ‘Mooshika Vahana’ mengacu pada seseorang yang menundukkan kebodohan dan menghilangkan kegelapan. Berikan waktu untuk memahami makna yang mendalam dari prinsip Ganapati dan memuja Vinayaka pada hari yang suci ini dan menerima rahmat-Nya. (Divine Discourse, Sep 10, 2002)

-BABA

Sunday, September 4, 2016

Thought for the Day - 4th September 2016 (Sunday)

Of all the branches of education, spiritual education is the true education. In comparison, spiritual education is the ocean while the other branches of education are like the rivers. When rivers go and merge in the ocean, they acquire the depth and glory of the unfathomable ocean. Similarly when all forms of education blend and merge with spiritual education, they acquire the form and grandeur of the ocean of wisdom. When your education is combined with penance (tapas), then the blossoming of your heart and the ennobling of your ideas will occur naturally. Tapas does not mean that you should give up everything and go to the forest and stand there with your head on the ground. Tapas is one, through which, you can harmonise your thought, word and deed with each other. When such a sacred type of education is given along with proper culture, great and noble ideas will blossom from within you.


Dari semua cabang pendidikan maka pendidikan spiritual adalah pendidikan yang sejati. Dalam perbandingan, pendidikan spiritual adalah lautan sedangkan cabang yang lainnya adalah seperti sungai. Ketika sungai mengalir dan menyatu di dalam lautan maka sungai itu mendapatkan kedalaman dan kebesaran dari lautan yang tidak dapat diukur. Sama halnya ketika semua wujud dari pendidikan tercampur dan menyatu dengan pendidikan spiritual, maka semuanya akan mendapatkan wujud dan keagungan dari lautan kebijaksanaan. Ketika pendidikanmu digabungkan dengan pengendalian diri (tapa), kemudian mekarnya hatimu dan mempermuliakan gagasanmu akan terjadi secara alami. Tapa tidak berarti bahwa engkau harus melepaskan segalanya dan pergi ke dalam hutan dan berdiri terbalik dengan kepala dibawah. Tapa adalah satu dimana engkau dapat menyatukan antara pikiran, perkataan, dan perbuatan dengan yang lainnya. Ketika jenis pendidikan yang suci itu diberikan bersamaan dengan kebudayaan yang tepat maka ide yang luhur dan mulia akan mekar dari dalam dirimu. (Summer Roses on Blue Mountains 1976, Ch 11)

-BABA