Saturday, July 29, 2017

Thought for the Day - 29th July 2017 (Saturday)

Nurture the will to give, the will to renounce the little for the big and the momentary for the sake of the momentous! The Sevadal badge you wear is not a decoration item which can be secured without a price. It is a symbol of high character, generous feelings and steady and sincere endeavour. It is the external indicator of internal enthusiasm and strength, skill and faith. As iron is drawn by the magnet, and when you allow these qualities to shine through you, it will draw the dejected, the downcast and the distressed towards you. If you are proud and self-centred, blind to the kinship that binds all in fraternal love, the badge is a betrayal. Mere sentiment and empathy are of no use; they must be regulated by intelligence and skill. It is not the quantity of service you do that matters; nor is the variety. It is the inner joy, the love that you radiate that is important.


Peliharalah kemauan untuk memberi, kemauan untuk melepaskan yang kecil untuk yang besar dan sebentar demi untuk yang sangat penting! Lencana atau tanda Sevadal yang engkau pakai bukanlah hiasan yang bisa didapat tanpa adanya sebuah harga. Ini adalah simbol dari karakter yang tinggi, perasaan bermurah hati, dan usaha yang mantap dan tulus. Ini adalah petunjuk luar dari semangat yang ada di dalam diri dari kekuatan, keahlian, dan keyakinan. Seperti halnya besi ditarik oleh magnet, dan ketika engkau memberikan ruang bagi bersinarnya sifat-sifat ini di dalam dirimu, maka ini akan mengambil rasa sedih, putus asa, dan tertekan pada dirimu. Jika engkau bangga dan egois, buta terhadap pertalian kekerabatan yang mengikat semuanya dalam kasih persaudaraan, maka tanda itu adalah sebuah pengkhianatan. Hanya perasaan dan empati adalah tidak ada gunanya; keduanya harus diatur oleh kecerdasan dan keahlian. Bukan hal yang penting berapa jumlah pelayanan yang engkau lakukan dan bukan juga jenis pelayanannya. Ini adalah berkaitan dengan suka cita di dalam diri, kasih yang engkau pancarkan itu adalah yang penting. (Divine Discourse, May 19, 1969)

-BABA

Friday, July 28, 2017

Thought for the Day - 28th July 2017 (Friday)

Eating must be succeeded by elimination; inhalation has to be followed by exhalation; blood must flow in and flow through, to circulate and maintain health. Taking in and giving up are the obverse and reverse of the same process. This is true of individuals, societies, nations and the human race. Progress and peace depends on sacrifice, renunciation and service. Be alert to the call to serve, everywhere, at all times; be ready with a smile, a kind word, a useful suggestion, diligent care, and pleasant reply. Look around for chances to relive, rescue or resuscitate. Train yourselves that you may render help efficiently and well. Seva plants a seed on stone and is delighted to see it sprout! Plant it with love, and the seed will discover love inside the stone and draw sustenance therefrom. Seva is the most rewarding form of austerity, the most satisfying and the most pleasurable. It springs out of love and scatters love in profusion.


Makan harus diikuti dengan pembuangan; menarik nafas harus diikuti dengan menghembuskan nafas; darah harus mengalir di dalam dan mengalir sepanjang tubuh untuk sirlulasi dan menjaga kesehatan. Mendapatkan harus diikuti dengan melepaskan; keduanya adalah proses timbal balik yang sama. Ini adalah individu, masyarakat, bangsa, dan ras manusia yang sejati. Kemajuan dan kedamaian tergantung pada pengorbanan, pelepasan, dan pelayanan. Bersiaplah untuk panggilan pelayanan, dimana saja dan sepanjang waktu; bersiaplah dengan sebuah senyuman, kata-kata yang baik, saran yang berguna, rajin untuk peduli, dan jawaban yang menyenangkan. Lihatlah ke sekeliling untuk kesempatan dalam menghidupkan kembali, menyelamatkan, atau menyadarkan. Latihlah dirimu sendiri sehingga engkau dapat memberikan pertolongan dengan efisien dan baik. Seva (pelayanan) menanam sebuah benih di atas batu dan sangat menyenangkan melihatnya tumbuh! Tanamlah dengan kasih, dan benih akan menemukan kasih di dalam batu dan menarik makanan dari sana. Seva (pelayanan) adalah bentuk yang paling bermanfaat dari kesederhanaan, yang paling memuaskan dan yang paling menyenangkan. Seva muncul dari kasih dan mencurahkan kasih secara berlimpah. (Divine Discourse, May 19, 1969)

-BABA

Thought for the Day - 27th July 2017 (Thursday)

Once Krishna pretended to suffer from an unbearable headache. With warm clothes wound around His head and red eyes, He rolled restlessly in bed. Queens Rukmini and Satyabhama tried many remedies that proved ineffective. Along with Narada, when they consulted Lord Krishna, He directed to bring the dust of the feet of a true devotee! In a trice, Narada manifested himself in the presence of some celebrated devotees, but they were too humble to offer dust of their feet to be used for their Lord as a drug! Narada returned disappointed. Krishna asked, “Did you ask Gopis?” Narada hurried with disbelief! When the Gopis heard this, without a second thought, they shook the dust off their feet and filled his hands! Even before Narada reached Dwaraka, Krishna’s headache had disappeared! The Lord enacted this five-day drama to teach that self-condemnation is also egoism and when ego goes, you feel neither superior nor inferior, and a devotee must obey the Lord’s command without demur.


Sekali Sri Krishna berpura-pura menderita sakit kepala yang tidak tertahankan. Dengan kain hangat melilit kepala-Nya dan dengan mata berwarna merah, Krishna berguling-guling gelisah di tempat tidur. Ratu Rukmini dan Satyabhama mencoba banyak cara pengobatan namun tidak berhasil dengan baik. Bersama dengan Narada, ketika mereka menanyakan kepada Sri Krishna, Beliau mengarahkan untuk membawa debu dari kaki seorang bhakta yang sejati! Sudah tiga kali Narada muncul di depan para bhakta yang agung, namun mereka merasa rendah hati untuk memberikan debu kaki mereka sebagai obat bagi Krishna junjungan mereka! Narada kembali dengan kecewa. Krishna bertanya, “Apakah kamu sudah menanyakan para Gopi?” Narada bergegas pergi dengan perasaan tidak percaya! Ketika para Gopi mendengar hal ini, dan tanpa berpikir panjang lagi, mereka mengibaskan debu dari kaki mereka dan menaruhnya di tangan Narada! Bahkan sebelum Narada sampai di Dwaraka, sakit kepala Krishna telah hilang! Tuhan memainkan drama selama lima hari untuk mengajarkan bahwa menyalahkan diri adalah juga bentuk egoisme dan ketika ego pergi maka engkau tidak akan merasa lebih tinggi ataupun lebih rendah dan seorang bhakta harus taat pada perintah Tuhan tanpa meragukannya. (Divine Discourse, July 7, 1963)

-BABA

Wednesday, July 26, 2017

Thought for the Day - 26th July 2017 (Wednesday)

Service (Seva) in all its forms is primarily a spiritual discipline to cleanse your own mind. Without the inspiration from this attitude, the urge is bound to ebb and grow dry; or may meander into pride and pomp. Just think for a moment: Are you serving God? Or is God serving you? When a pilgrim stands waist deep in the Ganges, takes the sacred water in his palms, recites a mantra, pours the water as offering to the Deity, or arpan he calls it, what he has done is only poured Ganga into Ganga! When you offer milk to a hungry child, or a blanket to a shivering brother on the pavement, you are but placing God’s gift into the hands of another gift of God! You are reposing the gift of God in a repository of the Divine Principle! God serves and allows you to claim that you served! Remember, without His Will, not a single blade of grass swings!


Pelayanan (Seva) dalam semua bentuknya adalah semata-mata sebuah disiplin spiritual untuk membersihkan pikiranmu sendiri. Tanpa dengan inspirasi dari sikap ini, dorongan itu pasti akan menjadi surut dan kering; atau dapat mengarah pada kesombongan. Pikirkan sejenak: apakah engkau sedang melayani Tuhan? Atau apakah Tuhan sedang melayanimu? Ketika seorang peziarah berdiri setinggi pinggang di sungai Gangga, mengambil air suci dengan tangannya, melantunkan mantra, menuangkan air sebagai persembahan kepada Tuhan, atau jika ia menyebutkan dengan persembahan, apa yang ia telah lakukan hanya menuangkan air sungai Gangga ke sungai Gangga! Ketika engkau memberikan susu pada anak yang lapar, atau selimut pada mereka yang kedinginan di pinggir jalan, engkau hanya menempatkan pemberian Tuhan kepada tangan-tangan Tuhan yang lainnya! Engkau sedang menempatkan pemberian Tuhan dalam sebuah gudang prinsip illahi! Tuhan yang melayani dan mengijinkanmu untuk menyatakan bahwa engkau yang melayani! Ingatlah, tanpa kehendak-Nya, bahkan tidak sehelai rumputpun bisa goyang! (Divine Discourse, May 19, 1969)

-BABA

Tuesday, July 25, 2017

Thought for the Day - 25th July 2017 (Tuesday)

Let your duties (karma) be suffused with devotion (bhakti), that is to say, with humility, love, compassion, and nonviolence. Without wisdom, devotion will be as light as a balloon that drifts along any gust of wind. Mere wisdom will make the heart dry; devotion softens it with empathy, and karma gives your hands useful work, so your every minute is sanctified. Hence devotion is referred to as upasana — dwelling near, feeling the presence, sharing the sweetness of the Divine. The yearning for this Upasana prompts you to do pilgrimages, construct and renovate temples, etc. The various rituals with which the Lord is worshipped with is for the satisfaction of the mind which craves for personal contact with the Supreme. These are karmas of high order that lead to spiritual wisdom. First start with the idea, “I am in the Light” then you experience, “The light is in me”, leading to the conviction, “I am the Light!” That is supreme wisdom!


Biarkan kewajibanmu (karma) diliputi dengan bhakti, artinya dengan kerendahan hati, kasih, welas asih, dan tanpa kekerasan. Tanpa kebijaksanaan, bhakti akan menjadi se-ringan balon udara yang dibawa terbang jauh oleh tiupan angin. Hanya kebijaksanaan saja akan membuat hati menjadi kering; bhakti melembutkannya dengan empati, dan karma memberikan tanganmu kerja yang berguna, sehingga setiap menit disucikan. Oleh karena itu bhakti disebut sebagai upasana — berada dekat, merasakan kehadiran, berbagi rasa manis dari Tuhan. Kerinduan pada Upasana ini mendorongmu melakukan perziarahan, membangun, dan memugar tempat suci, dsb. Berbagai jenis ritual dimana Tuhan dipuja untuk memuaskan pikiran yang sangat membutuhkan kontak pribadi dengan Yang Maha Agung. Ini adalah karma dari tatanan yang tinggi dalam menuntun pada kebijaksanaan spiritual. Pertama mulai dengan ide, “aku di dalam cahaya” kemudian engkau mengalami, “Cahaya di dalam diriku”, menuntun pada keyakinan, “aku adalah cahaya!” Itu adalah kebijaksanaan yang tetinggi! (Divine Discourse, July 7, 1963)

-BABA

Thought for the Day - 24th July 2017 (Monday)

There are two eight-syllabled axioms in the Bhagavad Gita, which every one of you must take to heart: Shraddhavan labhate Jnanam and Samshayaathma vinashyati. The first tells you that the person who is steady in faith gains the knowledge of the path of liberation, and the second warns against the sinister consequence of doubt! Doubt leads to doom and spiritual ruin. Dwell on these axioms and practice the spiritual discipline of your choice – meditation, chanting God’s name, etc. You pay only trash and ask for grace which is available only at a very high cost. It is sheer avarice! You may claim that you have been coming to or staying in Puttaparthi for many years but it is not the years that matter; it is the depth to which the roots of karma have grown in previous births. The Sadhana (spiritual effort) of Karma and Upasana (actions and worship) leads to Jnana (Knowledge).


Ada 28 suku kata aksioma di dalam Bhagavad Gita, yang mana setiap orang darimu harus membawanya ke dalam hati; Shraddhavan labhate Jnanam dan Samshayaathma vinashyati. Bagian yang pertama mengatakan kepadamu bahwa seseorang yang teguh dalam keyakinan mendapatkan pengetahuan dalam jalan kebebasan, sedangkan bagian yang kedua mengingatkan tentang akibat yang mengerikan tentang keraguan! Keraguan menuntun pada malapetaka dan kehancuran spiritual. Pahami kedua aksioma ini dan jalankan disiplin spiritual yang engkau pilih – meditasi, melantunkan nama Tuhan, dsb. Engkau hanya membayar sampah dan meminta karunia yang hanya ada dengan harga yang sangat tinggi. Ini adalah ketamakan belaka! Engkau mungkin bisa mengatakan bahwa engkau telah datang atau tinggal di Puttaparthi untuk beberapa tahun lamanya namun bukan jumlah tahun yang penting; ini adalah kedalaman dari akar karma yang telah tumbuh dalam kelahiran sebelumnya. Sadhana (usaha spiritual) dari Karma dan Upasana (perbuatan dan pemujaan) menuntun pada Jnana (pengetahuan). (Divine Discourse, Oct 11, 1964)

-BABA

Thought for the Day - 23rd July 2017 (Sunday)

The age span 16-30 years is crucial, for that is the period when life adds sweetness to itself, when talents, skills and attitudes are accumulated, sublimated and sanctified. If the tonic of unselfish service (seva) is administered to the mind during this period, life's mission is fulfilled, for the process of sublimation and sanctification will be hastened by this tonic. Do not serve for the sake of reward, attracting attention, or earning gratitude, or from a sense of pride at your own superiority in skill, wealth, status or authority. Serve because you are urged by love. If and when you fail, ascribe the failure to your own inadequacy, insincerity or ignorance. Examine the springs of action; disinfect them from all trace of ego. Do not throw the blame on the recipients of the seva, or on your collaborators and co-workers, or on God. When you succeed, ascribe the success to the Grace of God, who urged you on, as love from within you.


Di rentang usia 16-30 tahun adalah bersifat krusial, karena di usia ini ketika kehidupan menambahkan rasa manis di dalamnya, ketika talenta, keahlian, dan sikap dikumpulkan, dihaluskan dan disucikan. Jika kekuatan pelayanan tanpa mementingkan diri sendiri (seva) diberikan pada pikiran pada rentang usia ini maka misi hidup terpenuhi, karena proses perubahan dan penyucian akan dipercepat dengan penguatan ini. Jangan melayani untuk kepentingan agar dihargai, mencari perhatian atau mendapatkan ucapan terima kasih, atau dari hasrat untuk berbangga atas kelebihan dari keahlianmu, kekayaan, status atau kekuasaan. Layanilah karena engkau didorong oleh kasih. Jika dan ketika engkau gagal, anggap kegagalan sebagai kekurangan, ketidaktulusan atau kebodohanmu. Periksa gerakan dari perbuatan; hapuskan perbuatan itu dari semua jejak ego. Jangan melemparkan kesalahan pada yang menerima pelayanan, atau pada rekan kerja atau pada Tuhan, ketika engkau berhasil, anggaplah keberhasilan itu datang dari karunia Tuhan yang mendorongmu sebagai kasih dari dalam dirimu. (Divine Discourse, May 19, 1969)

-BABA

Saturday, July 22, 2017

Thought for The Day - 22nd July 2017 (Saturday)

Embodiments of the Divine Self! The situation in the world today is dreadful and frightening. Wherever you turn, fear confronts you. Whether you remain at home or go out into the street, whether you travel by train or walk on the road, fear haunts you. The world is enveloped in fear. If you want to banish this fear, you must develop firm faith in God as the sole refuge. Then you will be freed from fear. Carry on your work shedding all fear and without any worry about the future. Plunge into service activities with courage and determination. If you act with this unshakeable faith, you will be able to serve your family, the nation and the Universe well. It is not your intellectual ability that will serve to protect the country. If you adhere to Truth and Righteousness, they will protect you, your family and the country. Live up to the truth of your being. Always act righteously!


Perwujudan pribadi yang illahi! Situasi di dunia saat sekarang adalah mengerikan dan menakutkan. Kemanapun engkau berpaling maka engkau akan bertemu dengan ketakutan. Apakah engkau ada di dalam rumah atau keluar ke jalanan, apakah engkau bepergian dengan kereta api atau jalan kaki, rasa takut selalu menghantuimu. Dunia diliputi dalam ketakutan. Jika engkau ingin menghilangkan rasa takut ini, engkau harus mengembangkan keyakinan yang mantap kepada Tuhan sebagai tempat perlindungan satu-satunya. Kemudian engkau akan bebas dari rasa takut. Jalankan pekerjaanmu tumpahkan semua rasa takut dan tanpa adanya lagi kecemasan akan masa yang akan datang. Terjunlah ke dalam kegiatan pelayanan dengan keberanian dan keteguhan hati. Jika engkau bertindak dengan keyakinan yang tidak tergoyahkan ini, engkau akan mampu untuk melayani keluargamu, bangsa, dan alam semesta. Bukanlah kemampuan intelektualmu yang akan melindungi bangsa. Jika engkau menjunjung tinggi kebenaran dan kebajikan, maka kedua hal ini akan melindungimu, keluargamu, dan juga bangsa. Hiduplah sesuai dengan kebenaran dalam dirimu. Selalu bertindak dengan benar! (Divine Discourse, Nov 19, 1990)

-BABA

Friday, July 21, 2017

Thought for the Day - 21st July 2017 (Friday)

Everyone must develop the spirit of tyaga (sacrifice). You must serve others through the God-gifted body. You must cherish only good and noble thoughts in your mind. You must use your wealth for supporting educational and other institutions to help the people. Offer food to the starving and needy. This is the way to lead a purposeful and sublime life. Life has been given to you not to fatten yourself. The body is the basic instrument for the practice of Dharma (duties). Dedicate your entire time to service and the discharge of your duties. Your Sadhana (spiritual efforts) must not be for selfish ends. It must promote the good of others. Sanctify your lives by giving up selfishness and cultivating selfless love for others. God alone can transform your spiritual efforts into a transcendental experience. You already have the vision of the Divine (sakshatkara). The vision does not come from outside. It is within you, because the Divine is omnipresent.


Setiap orang harus mengembangkan semangat tyaga (berkorban). Engkau harus melayani yang lain melalui tubuh yang diberikan oleh Tuhan. Engkau harus hanya mengharapkan gagasan yang baik dan mulia di dalam pikiranmu. Engkau harus menggunakan kekayaanmu untuk mendukung institusi pendidikan dan yang lainnya untuk membantu orang-orang. Persembahkan makanan pada mereka yang memerlukan dan kelaparan. Ini adalah jalan yang menuntun pada hidup yang penuh arti dan luhur. Hidup telah diberikan kepadamu bukan untuk menggemukkan dirimu sendiri. Tubuh adalah alat yang mendasar untuk menjalankan Dharma (kewajiban). Dedikasikan seluruh waktumu untuk melayani dan pelaksanaan kewajibanmu. Sadhanamu (usaha spiritual) seharusnya tidak untuk tujuan akhir egoisme. Ini harus untuk meningkatkan kebaikan pada yang lainnya. Sucikan hidupmu dengan melepaskan sifat mementingkan diri sendiri dan meningkatkan kasih yang tidak mementingkan diri sendiri untuk yang lainnya. Hanya Tuhan yang dapat merubah latihan spiritualmu menjadi pengalaman rohani. Engkau telah memiliki pandangan akan keillahian (sakshatkara). Pandangan itu tidak datang dari luar. Ini ada di dalam dirimu karena Tuhan adalah ada dimana-mana. (Divine Discourse, Jul 7, 1990)

-BABA

Thursday, July 20, 2017

Thought for the Day - 20th July 2017 (Thursday)

The agglomeration of body, mind and senses is preventing you from recognising your inherent Divinity. You are the cause of your bondage through the body and the mind. When you understand the nature of the body-mind complex, you will realise your true essence. It is enough if you develop the conviction that you and the Divine are one. Cultivate steadfast faith in this Divine oneness through love. That love will lead you to Self-realisation. Wherever you are and whatever you do, regard yourselves as instruments of God and act on that basis. You need not wait for a whole year for Gurupoornima. Treat every moment of your life as a dedication to the Lord. This is the best way to experience Divinity at all times and places. This is true Sakshatkara (realisation). Firmly believe that God is in everyone and always act accordingly. Such sacred attitude will grow through continuous practice.
Pengelompokkan akan tubuh, pikiran, dan indria mencegahmu untuk menyadari keillahian yang menjadi sifatmu. Engkau adalah penyebab dari perbudakanmu melalui tubuh dan pikiran. Ketika engkau mengerti sifat kompleks dari tubuh-pikiran, engkau akan menyadari intisari dari dirimu sendiri. Adalah cukup jika engkau mengembangkan keyakinan bahwa engkau dan Tuhan adalah satu. Tingkatkan keyakinan yang teguh dalam kesatuan dengan Tuhan melalui cinta kasih. Cinta kasih itu akan menuntunmu pada pencerahan diri. Dimanapun engkau berada dan apapun yang engkau lakukan, anggaplah dirimu sebagai alat dari Tuhan dan berbuatlah dengan dasar pemikiran seperti itu. Engkau tidak perlu menunggu sepanjang tahun untuk Gurupoornima. Perlakukan setiap saat dalam hidupmu sebagai dedikasi kepada Tuhan. Ini adalah jalan terbaik untuk mengalami keillahian sepanjang waktu dan tempat. Ini adalah Sakshatkara (pencerahan) yang sejati. Keyakinan yang mantap bahwa Tuhan bersemayam dalam diri setiap orang dan selalu berbuat sesuai dengan keyakinan itu. Sikap yang suci seperti itu akan tumbuh melalui praktik yang terus menerus. (Divine Discourse, Jul 7, 1990)

-BABA

Thought for the Day - 19th July 2017 (Wednesday)

The water vapour produced by the Sun becomes a cloud and hides the Sun itself. Likewise thoughts arising in the mind conceal the Self (Atma). When the mind is eliminated the Atma alone remains. For eliminating the mind and removing the delusions from it, desires must be controlled. Aspirants of today are not reducing their desires. You must realise that selfishness and self-centeredness must be got rid of. Selfishness is the root cause of all the afflictions plaguing people. If the world is to be transformed, the best start is to reform yourself. Your evil traits must be removed. You must fill yourself with sacred thoughts. Without you realizing your true nature, all other accomplishments are of no avail! You must turn the mind inwards. Turning the mind towards the external world can only breed sorrow. Enduring bliss can be got only by directing the mind towards God. That is real and true sadhana (spiritual practice).


Uap air yang dihasilkan oleh matahari menjadi awan dan menyembunyikan matahari itu sendiri. Sama halnya gagasan muncul dari dalam pikiran menyembunyikan sang Diri sejati (Atma). Ketika pikiran dihilangkan maka hanya Atma yang tersisa. Untuk menghilangkan pikiran dan melenyapkan khayalan darinya, maka keinginan harus dikendalikan. Para peminat spiritual hari ini tidak mengurangi keinginan mereka. Engkau harus menyadari bahwa sifat mementingkan diri sendiri harus dihilangkan. Sifat egoisme ini adalah akar penyebab dari semua penyakit penderitaan dari manusia. Jika dunia harus dirubah, permulaan yang terbaik adalah merubah dirimu sendiri. Sifat jahatmu harus dihilangkan. Engkau harus mengisi dirimu sendiri dengan gagasan atau ide yang suci. Tanpa engkau menyadari sifat sejatimu, maka semua pencapaianmu akan menjadi sia-sia dan tidak ada gunanya! Engkau harus mengarahkan pikiran ke dalam diri. Mengarahkan pikiran ke dunia luar hanya membawakan penderitaan. Kebahagiaan yang kekal hanya dapat diraih dengan mengarahkan pikiran kepada Tuhan. Itu adalah sadhana (latihan spiritual) yang sejati dan benar (Divine Discourse, July 7, 1990)

-BABA

Tuesday, July 18, 2017

Thought for the Day - 18th July 2017 (Tuesday)

Sage Narada, who had mastered the many sciences and arts, could not secure the supreme bliss that comes from peace of mind. Troubled by this lack of peace he approached the sage Sanatkumara and asked him what was the cause of his condition. The sage asked Narada what were his accomplishments. Narada told the sage that he was proficient in all the Vedas and Vedantas and had mastered the sixty-four different sciences including the training of elephants and the rearing of cows. Laughing within himself, sage Sanatkumara asked: “Are these your only accomplishments? Oh Narada, without knowing who you are, what is the use of knowing all other things?" People make various attempts to understand everything in the world. But no one makes any effort to understand oneself. An enormous amount of time is spent on understanding other things, but man cannot find the time to know himself. Whatever one's scholarship, intelligence or position, one cannot have peace of mind and happiness if one does not know the real Self.


Resi Narada, yang telah menguasai banyak pengetahuan dan seni, tidak bisa menjamin kebahagiaan yang datang dari kedamaian pikiran. Terganggu karena kurangnya kedamaian maka Resi Narada mendatangi Resi Sanatkumara dan menanyakan padanya apa penyebab dari keadaan ini. Resi Sanatkumara menanyakan Narada apa yang menjadi kepandaiannya. Narada mengatakan pada sang Resi bahwa ia adalah sangat mahir dalam semua Weda dan Wedanta dan telah menguasai 64 pengetahuan yang berbeda termasuk melatih gajah dan merawat sapi. Tertawa di dalam hati, Resi Sanatkumara bertanya: “Apakah hanya ini saja kepandaianmu? Oh Narada, tanpa mengetahui siapa dirimu, apa gunanya mengetahui semua hal lainnya?” Orang-orang membuat berbagai usaha untuk memahami segala sesuatunya di dunia. Namun tidak ada seorangpun melakukan usaha apapun untuk memahami dirinya sendiri. Banyak waktu sudah dihabiskan dalam memahami hal lain, namun manusia tidak dapat menemukan waktu untuk mengetahui dirinya sendiri. Apapun kepintaran, kecerdasan atau jabatan seseorang maka orang itu tidak bisa memiliki kedamaian pikiran dan kebahagiaan jika seseorang tidak mengetahui dirinya yang sejati. (Divine Discourse, Sep 3, 1990)

-BABA

Thought for the Day - 17th July 2017 (Monday)

People commit many offences, knowingly or unknowingly, not only in this life, but also in previous lives. The imprint of these actions is carried by the subconscious memory (Chitta) over many lives. When the mirror of the mind is soiled by these relics, the mind cannot perceive anything in its true state. This is the reason why people are unable to recognise their own true nature. Hence it is necessary to cleanse the mirror of impurities on it. This is done by regulating your food and recreational habits! You must ensure that the food you eat is obtained through righteous means. Many sufferings today are only because people consume food obtained by unrighteous means. It may not always be possible to ensure highest purity at all times. To get over this difficulty, there is an easy and effective solution! Before eating, offer the food to God! Then it becomes a gift from God (prasadam) and all impurities in the food are removed. This helps in cleansing the mind. Continue this practice always!


Orang-orang melakukan banyak kejahatan baik disengaja maupun tidak disengaja, tidak hanya dalam hidup ini namun juga dalam kehidupan sebelumnya. Kesan dari perbuatan ini dibawa oleh ingatan bawah sadar (Chitta) dalam banyak kehidupan. Ketika cermin dari pikiran dikotori dengan peninggalan ini, maka pikiran tidak bisa menerima apapun dalam keadaannya yang sejati. Ini adalah alasan mengapa orang-orang tidak mampu memahami sifatnya yang sejati. Oleh karena itu adalah perlu untuk membersihkan cermin dari ketidakmurnian itu. Hal ini dilakukan dengan mengatur makananmu dan kebiasaan rekreasi! Engkau harus memastikan bahwa makanan yang engkau makan didapatkan melalui sarana yang benar. Banyak penderitaan hari ini disebabkan hanya karena manusia mengkonsumsi makanan yang didapat dari sarana yang tidak benar. Mungkin tidak selalu bisa memastikan kesucian yang tertinggi sepanjang waktu. Untuk mengatasi kesulitan ini, ada sebuah pemecahan yang gampang dan mudah! Sebelum makan, persembahkan makanan kepada Tuhan! Kemudian makanan ini menjadi sebuah karunia dari Tuhan (prasadam) dan semua ketidaksucian yang ada dalam makanan akan dihilangkan. Kegiatan ini membantu membersihkan pikiran. Lanjutkan bentuk praktik ini selalu! (Divine Discourse, May 25, 1990)

-BABA

Sunday, July 16, 2017

Thought for the Day - 16th July 2017 (Sunday)

Once when I asked a number of people as to what they would like to be in the hands of God, I got various answers. Some said the lotus, others the conch, the discus and so on, but no one mentioned the flute! I advise you to become the flute, for then the Lord will come to you, pick you up, put you on to His lips, and breathe through you. Out of the hollowness of your heart due to the utter absence of egoism, He will create captivating music for all creation to enjoy. Be straight, without any will of your own. The life that you lead from now on must be soaked with Divine Bliss. Merge your will in the will of God. Inhale only the breath of God. That is the divine life that you must achieve. Such divine life is indeed the mission for which every individual is born - to merge the individual in the Universal.


Sekali ketika Aku menanyakan sejumlah orang tentang seperti apa yang mereka inginkan berada di tangan Tuhan, Aku mendapatkan berbagai jenis jawaban. Ada beberapa yang mengatakan menjadi teratai, yang lainnya jadi gada, cakra, dan sebagainya, namun tidak ada seorangpun yang menyebutkan menjadi seruling! Aku menyarankanmu untuk menjadi seruling, sehingga Tuhan akan datang kepadamu, menjemputmu, menaruhmu di bibir-Nya, dan bernafas melaluimu. Dari kesucian hatimu yang berasal dari tanpa adanya ego, Beliau akan menciptakan musik yang menawan untuk dinikmati semua ciptaan. Jadilah lurus, tanpa kehendak dari dirimu sendiri. Hidup yang engkau jalani dari sekarang harus direndam dengan kebahagiaan illahi. Gabungkan kehendakmu dalam kehendak Tuhan. Tarik nafas hanya nafas Tuhan. Itu adalah kehidupan illahi yang harus engkau capai. Kehidupan illahi seperti itu memang merupakan misi dimana setiap individu dilahirkan – untuk menyatukan individu dalam Universal. (Divine Discourse, Venkatagiri, Apr 1957)

-BABA

Thought for the Day - 15th July 2017 (Saturday)

What can the possession of canvas and paint do, if an artist with vision is not inspired to paint? What can the chisel and a lump of marble do if no image is formed in the heart of a devoted sculptor? That vision and that image are the sparks of the Divine. You are all 'the Divine' packed in human skin and bone; you are the Atma encased in the evanescent flesh. Know this and you become fearless, happy without limit. Get rid of the ego-enclosure in which you now feel you are entrapped; then you are liberated from the non-existent ‘prison’ which now enfolds you as hard as an existent one! How must one live so as to not demean one’s human status? One has to be conscious all the time that this body and its equipment are a temporary abode; that one is the eternal Divine, the Atma is apparently encaged in the physical, as the moon in a pot of water. This knowledge of the spirit is the higher wisdom.


Apa yang dapat dilakukan oleh kanvas dan cat jika seorang pelukis yang memiliki imajinasi tidak ada hasrat untuk melukis? Apa yang dapat dilakukan oleh pahat dan bongkahan dari marmer jika tidak ada bentuk wujud yang tercipta dalam hati seorang pemahat yang setia? Imajinasi dan wujud adalah percikan illahi. Engkau semua adalah 'illahi' dikemas dalam kulit dan tulang manusia; Engkau adalah Atma yang terbungkus dalam daging yang cepat berlalu dari ingatan. Kenali ini dan engkau menjadi tidak kenal takut, bahagia tanpa batas. Singkirkan ego yang mana engkau sekarang merasa terjebak di dalamnya; maka engkau dibebaskan dari 'penjara' yang tidak ada yang sekarang membungkusmu sekuat mungkin! Bagaimana seseorang bisa hidup agar tidak merendahkan status manusia? Kita harus sadar sepanjang waktu bahwa tubuh dan peralatan ini adalah tempat tinggal sementara; Yang satu adalah Ilahi yang abadi, Atma nampaknya terbungkus dalam fisik, seperti bulan dalam panci air. Pengetahuan tentang jiwa ini adalah kebijaksanaan yang lebih tinggi. (Divine Discourse, Jul 8, 1971)

-BABA

Friday, July 14, 2017

Thought for the Day - 14th July 2017 (Friday)

The spiritual aspirant’s objective should be to be mentally ready for the realisation of Godhead, at any given moment. That is to say, the heart must be cleansed of despair, freed from hesitation and doubt, and open to the waves of bliss that surge in from all sides of God's Universe. Love brings the waves in, ever expansive as they are! The path you tread depends on the principles you believe in! Follow good principles, you will be led along to reap good fruits. Adhere to Divine directives with faith and sincerity. That will help you realise the purpose of your life. Since every act has its appropriate reaction, beware of evil intentions, wicked words, acts that harm others and therefore harm you. I desire that you must always tread the path of goodness and achieve good results in life. Live so well, such that, you revere every being as moving temples of the Divine.


Tujuan dari seorang peminat spiritual seharusnya secara batin siap untuk realisasi akan keillahian kapanpun juga. Artinya, hati harus dibersihkan dari rasa putus asa, bebas dari keragu-raguan dan terbuka pada gelombang kebahagiaan yang didorong dari semua sisi alam semesta Tuhan. Cinta kasih membawa ombak ke dalam dan selalu meluap-luap seperti sifat aslinya! Jalan yang engkau tempuh tergantung dari prinsip yang engkau yakini! Ikuti prinsip-prinsip yang baik, engkau akan dituntun untuk menuai hasil yang baik. Patuhi arahan dari Tuhan dengan keyakinan dan ketulusan. Hal itu akan membantumu untuk menyadari tujuan dari hidupmu. Karena setiap tindakan memiliki reaksi yang sesuai, waspadalah terhadap niat yang jahat, perkataan yang jahat, perbuatan yang menyakiti yang lain dan oleh karena itu merugikan dirimu. Aku menginginkan bahwa engkau harus selalu menapaki jalan kebaikan dan mencapai hasil yang baik dalam hidup. Hiduplah dengan baik, sehingga engkau dapat menghormati setiap makhluk sebagai tempat suci Tuhan yang bergerak. (Divine Discourse, Apr 18, 1971)

-BABA

Thursday, July 13, 2017

Thought for the Day - 13th July 2017 (Thursday)

Now you will all be served prasadam (eatables as offerings in a temple) at the conclusion of the bhajans. Prasadam also means grace, which flows from God when He is propitiated. When prasadam is offered, you have to do only one little act, so that you may receive it - you have to extend your hand and accept it! But My grace is ever with you; it is not something that is given or taken; also it is always accepted by the consciousness that is aware of its significance. You must win the grace of your own subconscious so that it may accept the grace of God which is ever available. You can win it by teaching it the value of the My grace. My grace is showered wherever you are through My infinite Love, without even calculating or measuring the readiness of your subconscious to receive it and benefit by it. When you accept My grace it will itself confer on you the faith and the strength, the wisdom and the joy.

Sekarang engkau semua akan diberikan Prasadam (makanan yang telah disucikan) pada penutupan dari bhajan. Prasadam juga berarti karunia yang mengalir dari Tuhan ketika Beliau hati-Nya dapat diambil. Ketika prasadam diberikan, engkau hanya perlu melakukan satu tindakan kecil, sehingga engkau bisa memperolehnya – engkau harus membuka lebar-lebar tanganmu dan baru menerima prasadam itu! Namun karunia-Ku adalah selalu denganmu; karunia ini bukan sesuatu yang diberikan dan diambil; karunia juga selalu diterima oleh kesadaran yang sadar akan artinya. Engkau harus mendapatkan karunia dari hati kecilmu sendiri sehingga bisa mendapatkan karunia dari Tuhan yang selalu ada. Engkau bisa mendapatkannya dengan mengajarkannya nilai dari karunia-Ku. Karunia-Ku diberikan dimanapun engkau berada melalui kasih-Ku yang tidak terbatas, bahkan tanpa menghitung atau mengukur kesiapan dari hati kecilmu untuk menerimanya dan mendapatkan keuntungan darinya. Ketika engkau menerima karunia-Ku maka ini juga akan memberikanmu keyakinan dan kekuatan, kebijaksanaan dan suka cita. (Divine Discourse, Feb 24, 1971)

-BABA

Wednesday, July 12, 2017

Thought for the Day - 12th July 2017 (Wednesday)

In Indian mythology, there is an accountant in the court of Yama (the King of Death) by name Chitragupta (the name means ‘secret picture’). Chitragupta maintains a register of the good and bad done by each living being, and on the death of that person, he brings the books to the court and strikes the balance between debit and credit. Yama, the king then metes out the punishment that can expiate and educate. This Chitragupta’s office is actually in the mind of every human, all the time awake and alert! What Chitragupta does is to 'picture' all the secret promptings that blossom into activity; he notes the warning signals as well as the occasions when those signals were ignored or wantonly disregarded. Beware! You must see that the warning of the Divine against the merely human, or even the bestial inclinations are always heeded!


Dalam mitologi India, ada seorang akuntan di pengadilan Yama (raja kematian) yang bernama Chitragupta (namanya berarti ‘gambar rahasia’). Chitragupta mencatat kebaikan dan keburukan yang dilakukan oleh setiap manusia dan saat kematian orang itu, Chitragupta akan membawa buku ke pengadilan dan menentukan keseimbangan diantara debit dan kredit. Yama sang raja kematian kemudian menentukan hukuman yang dapat menebus dan mendidik. Kantor Chitragupta sejatinya ada di dalam pikiran setiap manusia, sepanjang waktu selalu sadar dan waspada! Apa yang Chitragupta lakukan adalah ‘mengambil gambar’ semua bisikan rahasia dari dorongan dalam diri yang berkembang menjadi perbuatan; Chitragupta mencatat tanda peringatan dan juga kejadian ketika tanda-tanda itu diabaikan atau secara sembarangan dikesampingkan. Waspadalah! Engkau harus melihat bahwa peringatan dari Tuhan pada manusia, bahkan kecenderungan binatang buas adalah selalu diperhatikan. (Divine Discourse, Feb 24, 1971)

-BABA

Tuesday, July 11, 2017

Thought for the Day - 11th July 2017 (Tuesday)

Shutting yourself in a room and offering incense and flowers to a picture or image of God, and singing or reciting His glory are very poor substitutes for the discipline that will liberate you from ignorance. All beings are images of God; all men are His pictures; then, why shut yourselves in? All creation is marching on a pilgrimage to Him; why then behave as if you are trekking it alone? You believe that the time spent in church or temple or the domestic shrine in adoration and in ritual worship is devoted to God and the rest is spent for other purposes. But you cannot demarcate and delimit the realms of God and man like that. God is ever with you everywhere. Vasudheva sarvamidham - All this is God. Society is the school where this lesson is taught to those who earnestly seek.


Menutup dirimu dalam kamar dan mempersembahkan dupa dan bunga pada gambar atau wujud Tuhan, serta melantunkan atau mengulang-ulang kemuliaan-Nya adalah pengganti yang sangat rendah bagi disiplin yang akan membebaskanmu dari kebodohan. Semua makhluk adalah wujud dari Tuhan; semua manusia adalah semua gambaran-Nya, mengapa engkau harus menutup dirimu? Semua ciptaan sedang melangkah menuju ke arah-Nya, lantas mengapa engkau berpikir bahwa engkau sedang melakukan perjalanan seorang diri? Engkau percaya bahwa waktu yang dihabiskan di tempat suci dalam pemujaan dan ritual persembahan kepada Tuhan dan sisa waktunya dihabiskan untuk tujuan yang lainnya. Namun engkau tidak akan bisa membatasi jangkauan Tuhan atau manusia yang seperti itu. Tuhan adalah selalu bersamamu dimana saja. Vasudheva sarvamidham – semuanya adalah Tuhan. Masyarakat adalah sekolah dimana pelajaran ini diajarkan bagi mereka yang benar-benar mencarinya.  (Divine Discourse, Apr 1973)

-BABA

Thought for the Day - 10th July 2017 (Monday)

Little minds with no faith may argue that God cannot come as a human being. Man can never describe or delineate the formless and the attributeless, the one beyond qualities. It is only by means of form and attributes that one can pray, adore, worship or even feel the Divine presence. In fact God can be recognised only as human by man, and this is explained in scriptures, "Daivam manusha rupena, God revealed through human form". Hence since time immemorial, God is adored, worshipped and even imagined or pictured by man only in human form, so long as the consciousness as man persists. People easily visualise God as a human, with superhuman or supra-human power, wisdom, love, and compassion. God’s Grace can make the blind see, lame walk and dumb speak. By a mere touch, God can demolish the sins of the past and erect the basis for peace and joy.


Pikiran sempit yang tidak memiliki keyakinan mungkin mendebat bahwa Tuhan tidak bisa hadir dalam wujud manusia. Manusia tidak pernah dapat menjabarkan atau melukiskan Tuhan yang tanpa wujud, tanpa sifat dan melampaui kualitas yang ada. Hanya dengan sarana berupa wujud dan sifat maka Tuhan bisa dipuja, disembah, atau bahkan dirasakan kehadiran-Nya. Sejatinya, Tuhan hanya dapat dikenali oleh manusia sebagai manusia dan hal ini dijelaskan dalam naskah suci yaitu “Daivam manusha rupena, Tuhan mengungkapkan diri-Nya dalam wujud manusia”. Oleh karena itu dari sejak zaman dahulu, Tuhan dipuja, disembah, dan bahkan dibayangkan atau digambarkan oleh manusia hanya dalam wujud manusia, sepanjang masih ada kesadaran manusia. Manusia lebih mudah membayangkan Tuhan dalam wujud manusia, dengan kekuatan manusia super, kebijaksanaan, kasih dan welas asih. Karunia Tuhan dapat membuat yang buta bisa melihat, yang pincang bisa berjalan dan yang bisu bisa bicara. Hanya dengan sentuhan, Tuhan dapat menghancurkan dosa masa lalu dan menanamkan dasar kedamaian dan suka cita. (Divine Discourse, Jul 27, 1980)

-BABA

Monday, July 10, 2017

Thought for the Day - 9th July 2017 (Sunday)

Some Gurus initiate the pupil into a mantra (mystic formula) and advise repetition of the same. But they do not emphasise the innate Divine Reality of the pupil which they cannot ignore even for a moment, nor do they insist on moral regeneration, which is so necessary for clarifying his inner faculties. The mantra-granting Guru is the Deeksha Guru (initiating preceptor); the personality recasting guru is the Siksha Guru (guiding preceptor). It is this latter guru that is reverentially praised in thousands of ways in the holy texts; he removes the faults in vision and destroys the darkness of ignorance. He reveals the Atma to the individual and makes him free. The Guru Purnima is dedicated to such gurus. The Moon (the presiding deity of the mind) is full, clear, cool and bright on this day! It has no blemish or dullness which diminishes its glow. The guru too is pictured and praised today as unblemished, bright and affectionate. On this Guru Poornima, you must decide to master your senses and intellect, emotions and passions, and thoughts and feelings, through intense Sadhana.


Beberapa Guru memberikan inisiasi kepada murid dengan sebuah mantra dan menyuruh untuk mengulangi mantra itu. Namun Guru-guru tersebut tidak memberikan penekanan pada kualitas keillahian yang menjadi sifat bawaan dari murid yang mana mereka tidak bisa abaikan walaupun dalam sejenak saja, dan juga tidak meminta dengan tegas dalam pembaharuan moral yang mana diperlukan untuk memperjelas kemampuan di dalam dirinya. Mantra yang diberikan oleh guru adalah Deeksha Guru (guru yang menginisiasi); Guru yang membina kepribadian adalah Siksha Guru (guru penuntun). Inilah guru terakhir yang dihormati dalam ribuan cara dalam naskah-naskah suci; karena guru ini melenyapkan kesalahan dalam pandangan dan menghancurkan kegelapan dari kebodohan. Guru ini mengungkapkan Atma pada individu dan membuatnya menjadi bebas. Guru Poornima didedikasikan untuk guru yang seperti itu. Bulan (Dewa yang memimpin pikiran) adalah penuh, jelas, sejuk, dan bersinar pada hari ini! Tidak ada cacat atau kusam yang mengurangi cahayanya. Guru juga digambarkan dan dihormati pada hari ini sebagai tidak ada cela, bercahaya, dan penuh welas asih. Pada perayaan Guru Poornima ini, engkau harus memutuskan untuk menguasai indria dan kecerdasanmu, emosi, dan hasrat, dan pikiran dan perasaan, melalui sadhana yang terus menerus. (Divine Discourse, Jul 27, 1980)

-BABA

Thought for the Day - 8th July 2017 (Saturday)

Every being must attain fulfilment; that is the destiny, however hard and long be the journey. When and how are determined by the cumulative effects of many lives. Do not forget, the effects are shaped not only by your actions but even more by the motives that induce action. Everyone builds his own fortune or misfortune. Your present condition is the consequence of past actions and motives. That said, can you assert that in this journey, others are superfluous, that one need not and should not seek help from another? No! In order to attain fulfilment in spirituality, the guidance of those who mastered the path is essential. Logic can develop only skill and cleverness. Experience achieved through intuition alone is valid. From intuition to attain illumination, layers of egoism and its evils must be penetrated and destroyed. He who has reached the goal can alone guide the pilgrim to it. A Guru will be of great help in this journey!


Setiap makhluk harus mencapai pemenuhannya; itu adalah takdirnya, bagaimanapun juga keras dan lamanya perjalanan. Kapan dan bagaimana ditentukan oleh tumpukan akibat dari banyak kehidupan. Jangan lupa, akibat itu tidak hanya dibentuk oleh perbuatanmu namun bahkan lebih banyak oleh niat yang ada di belakang tindakan. Setiap orang membangun keberuntungan dan kemalangannya sendiri. Keadaanmu sekarang adalah akibat dari perbuatan dan niatmu di masa lalu. Meskipun demikian, dapatkah engkau menyatakan itu dalam perjalanan ini bahwa orang lain adalah tidak berguna, bahwa seseorang tidak perlu dan tidak harus meminta pertolongan dari yang lainnya? Tidak! Dalam upaya untuk mencapai pemenuhan dalam spiritual, tuntunan dari mereka yang telah menguasai jalan ini adalah bersifat mendasar. Logika hanya dapat mengembangkan keahlian dan kepintaran. Pengalaman yang hanya didapat melalui intuisi adalah bersifat valid. Dari intuisi untuk mencapai penerangan, lapisan ego dan kejahatannya harus ditembus dan dihancurkan. Ia yang telah mencapai tujuannya saja yang dapat menuntun para peziarah untuk itu. Seorang Guru akan memberikan bantuan yang sangat besar dalam perjalanan ini! (Divine Discourse, Jul 27, 1980)

-BABA

Thought for the Day - 7th July 2017 (Friday)

The only wealth that you can carry with yourself after death is love for God. So strive to earn that wealth during your living moments earnestly. You can easily accomplish it with pure loving devotion. To earn it, you must dedicate your time, body and actions to serve the Lord. This was what Arjuna understood after listening to the Gita from Lord Krishna. Arjuna, who was an exceptionally intelligent person, after all his arguments with Krishna, finally came to this conclusion and submitted, “Karishye vachanam tava (I shall carry out whatever You say)”. People should depend not on their physical or intellectual strength, but on the power of God. Only the one who relies solely on the power of God can experience true peace and bliss. Such a person need not mind the criticisms of others. They can defy the opinions of a multitude of persons and stand up for what they hold to be true. Unmindful of praise or censure, you have to cultivate firm faith in God.


Satu-satunya kekayaan yang engkau dapat bawa setelah kematian adalah kasih kepada Tuhan. Jadi berusahalah keras untuk mendapatkan kekayaan ini selama hidupmu yang sementara dengan sungguh-sungguh. Engkau dapat dengan mudah mendapatkannya dengan bhakti suci yang penuh kasih. Untuk mendapatkan kekayaan ini, engkau harus mendedikasikan waktu, tubuh dan perbuatanmu untuk melayani Tuhan. Ini yang Arjuna pahami setelah mendengarkan Gita dari Sri Krishna. Arjuna adalah orang yang benar-benar cerdas, setelah semua argumentasinya dengan Sri Krishna, pada akhirnya mengambil kesimpulan dan menyampaikan, “Karishye vachanam tava (hamba akan melakukan apapun yang Engkau katakan)”. Manusia seharusnya tidak tergantung pada kekuatan fisik atau kekuatan kecerdasannya, namun tergantung pada kekuatan Tuhan. Hanya seseorang yang benar-benar tergantung pada kekuatan Tuhan dapat mengalami kedamaian dan kebahagiaan yang sejati. Orang yang seperti itu tidak mempermasalahkan kritikan yang disampaikan oleh yang lainnya. Mereka dapat tahan menghadapi pendapat dari banyak orang dan memegang apa yang mereka anggap benar. Tidak menghiraukan pujian atau celaan, engkau harus meningkatkan keyakinan yang teguh kepada Tuhan. (Divine Discourse, Apr 7, 1989)

-BABA

Thought for the Day - 6th July 2017 (Thursday)

True devotion consists not in merely chanting the name of Rama (the Lord) but in rendering help to the society and serving the needy. Only then can you become worthy of God's grace. Hanuman exemplified the ideal of implicit obedience to God's injunctions. True devotees should give no room for doubt. They must act with full faith in God. They must realise that everything belongs to God and should give up all senses of ‘I’ and ‘mine’. There is a basic difference between the attitude of the Gopikas (the simple cowherd womenfolk) towards Krishna and that of Yadavas of Dwaraka (relatives of Krishna). The Gopikas felt: "Krishna! We are Yours". While the Yadavas felt: "Krishna! You are ours." Their attitude was based on Ahamkara (sense of ego). That was responsible for their ultimate destruction.


Bhakti yang sejati tidak hanya terkait melantunkan nama Rama (Tuhan) namun memberikan bantuan kepada masyarakat dan melayani yang memerlukan. Hanya dengan demikian engkau akan layak untuk mendapatkan karunia Tuhan. Hanuman memberikan teladan yang ideal tentang kepatuhan yang sepenuhnya pada perintah Tuhan. Bhakta yang sejati seharusnya tidak memberikan ruang untuk keraguan. Mereka harus bertindak penuh keyakinan kepada Tuhan. Mereka harus menyadari bahwa segala sesuatunya adalah milik Tuhan dan seharusnya melepaskan semua perasaan tentang ‘aku’ dan ‘milikku’. Ada perbedaaan yang mendasar diantara sikap dari para Gopika (pengembala wanita yang sederhana) kepada Krishna dengan para Yadawa di Dwaraka (kerabat Krishna). Para Gopika merasa: "Krishna! Kami adalah milik-Mu ". sedangkan para Yadawa merasakan: "Krishna! Engkau adalah milik kita." Sikap mereka didasarkan pada Ahamkara (ego). Itu yang bertanggung jawab untuk kehancuran mereka yang terakhir. (Divine Discourse, Jan 23, 1997)

-BABA

Wednesday, July 5, 2017

Thought for the Day - 5th July 2017 (Wednesday)

To understand your true nature, you must do three things: Bend the body, mend the senses and end the mind. ‘Bend the body’ is to not allow the ego to develop within you. Perform all duties sincerely with humility. ‘Mend the senses’ requires you to examine how your senses behave; whether they are tending to go astray, and correcting and restraining them appropriately when they do so. ‘End the mind’ requires you to quieten the vagaries of your mind. How? For example, there is a lock and key. When the key is turned towards the left, the lock is locked. If the key is turned to the right, the lock is opened. The key is the same, difference in turning causes locking and unlocking. In you, your heart is the lock and mind is your key. Turn your mind towards God, your heart develops detachment. Turn your mind towards the world, it becomes attached. End the mind, means, turning your mind Godward!


Untuk memahami sifat sejatimu, engkau harus melakukan tiga hal: Bungkukkan badan, membenahi indria, dan tenangkan pikiran. ‘Bungkukkan badan’ adalah tidak mengizinkan ego berkembang di dalam dirimu. Lakukan semua kewajiban dengan tulus dan kerendahan hati. ‘Membenahi indria’ mewajibkanmu untuk memeriksa bagaimana tingkah laku indria; apakah indria cenderung tersesat, dan memperbaiki dan mengendalikannya dengan benar ketika indria menjadi liar. ‘Tenangkan pikiran’ mewajibkanmu untuk menenangkan tingkah polah dari pikiranmu. Bagaimana? Sebagai contoh, ada gembok dan kuncinya. Ketika kunci diputar ke arah kiri maka gemboknya terkunci. Jika kunci diputar ke arah kanan maka gemboknya terbuka. Kuncinya adalah sama cuma perbedaannya adalah arah putaran yang menyebabkan terbuka dan terkunci. Dalam dirimu, hatimu adalah gemboknya dan pikiran adalah kuncinya. Bawalah pikiranmu mengarah kepada Tuhan, hatimu akan mengembangkan tanpa keterikatan. Putarlah pikiranmu ke arah dunia maka pikiran akan menjadi terikat. Tenangkan pikiran berarti mengarahkan pikiranmu ke jalan Tuhan! (Divine Discourse, May 6, 1988)

-BABA

Tuesday, July 4, 2017

Thought for the Day - 4th July 2017 (Tuesday)

Sun is the natural source of light. Human life is impossible without Sunlight. Sunlight is the cause for rains which enable crops to grow. Sun is also the source of health and happiness. Similarly, Right conduct (Dharma) is the Sunlight that illumines the entire Universe. The word Dharma means ‘that which upholds’. It is Dharma which teaches the right relationship between two individuals and between societies. Dharma reveals to every being, through their hearts, what is right and wrong, what is true and false. It is righteousness which promotes the wellbeing of societies. It is the protector of universal wellbeing. The Universe cannot be sustained without Dharma. A man of wisdom is more powerful than a physically strong man, just as a puny mahout is able to control an elephant. It is not enough for people to rely on physical strength alone.


Matahari adalah sumber cahaya dari alam. Hidup manusia adalah tidak mungkin tanpa adanya cahaya matahari. Cahaya matahari adalah penyebab dari adanya hujan yang memungkinkan tumbuhan untuk bisa tumbuh. Matahari juga adalah sumber dari kesehatan dan kebahagiaan. Sama halnya, kebajikan (Dharma) adalah cahaya mentari yang menyinari seluruh alam semesta. Kata Dharma berarti ‘yang menjunjung tinggi’. Adalah Dharma yang mengajarkan hubungan yang benar diantara dua individu dan diantara masyarakat. Dharma mengungkapkan setiap makhluk melalui hati mereka tentang apa yang benar dan salah, apa yang tepat dan tidak tepat. Adalah kebajikan yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Adalah dharma yang menjadi pelindung dari kesejahteraan alam semesta. Alam semesta tidak dapat ditopang tanpa dharma. Manusia yang bijaksana adalah lebih kuat daripada manusia yang kuat secara fisik, seperti halnya seorang pawang muda yang bisa mengendalikan seekor gajah. Adalah tidak cukup bagi manusia hanya mengandalkan kekuatan fisik saja. (Divine Discourse, Jan 23, 1997)

-BABA